You are on page 1of 26

PERANG DIPONEGORO PERLAWANAN BALI

DAN PERANG BANJAR

MAKALAH

Disusun untuk Memenuhi Salah Satu Tugas dari Guru Mata Pelajaran
Sejarah Indonesia

Disusun Oleh:
Kelompok 3
Kelas XI IPS 5

Juadi
Rendi
Neni
Dede Ratna
Wiwin
Anisa
Fadila

SEKOLAH MENENGAH ATAS NEGERI 1 BANTARUJEG


Jln. Siliwangi No. 55 Bantarujeg Majalengka 45464
2019
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena
dengan pertolonganNya kami dapat menyelesaiakan makalah yang berjudul
“Perang Diponegoro, Perlawanan Bali dan Perang Banjar. Meskipun banyak
rintangan dan hambatan yang kami alami dalam proses pengerjaannya, tapi kami
berhasil menyelesaikannya dengan baik.
Tak lupa kami mengucapkan terimakasih kepada guru pembimbing yang
telah membantu kami dalam mengerjakan makalah ini. Tentunya ada hal-hal yang
ingin kami berikan kepada masyarakat dari hasil karya tulis ilmiah ini. Karena itu
kami berharap semoga makalah ini dapat menjadi sesuatu yang berguna bagi kita
bersama. Semoga makalah yang kami buat ini dapat membuat kita mencapai
kehidupan yang lebih baik lagi.

Bantarujeg, Oktober 2019

Penyusun,

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.............................................................................................i
DAFTAR ISI..........................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN.......................................................................................1
A. Latar Belakang..........................................................................................1
B. Rumusan Masalah.....................................................................................2
C. Tujuan........................................................................................................2
BAB II PEMBAHASAN........................................................................................3
A. Perang Diponegoro....................................................................................3
B. Perlawanan Bali.......................................................................................10
C. Perang Banjar..........................................................................................15
BAB III PENUTUP..............................................................................................21
A. Kesimpulan..............................................................................................21
B. Saran........................................................................................................22
DAFTAR PUSTAKA...........................................................................................23

ii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Setelah kekalahannya dalam Peperangan era Napoleon di Eropa,
pemerintah Belanda yang berada dalam kesulitan ekonomi berusaha menutup
kekosongan kas mereka dengan memberlakukan berbagai pajak di wilayah
jajahannya, termasuk di Hindia Belanda. Selain itu, mereka juga melakukan
monopoli usaha dan perdagangan untuk memaksimalkan keuntungan. Pajak-
pajak dan praktek monopoli tersebut amat mencekik rakyat Indonesia yang
ketika itu sudah sangat menderita.
Pada pertengahan bulan Mei 1825, pemerintah Belanda yang awalnya
memerintahkan pembangunan jalan dari Yogyakarta ke Magelang lewat
Muntilan, mengubah rencananya dan membelokan jalan itu melewati
Tegalrejo. Rupanya di salah satu sektor, Belanda tepat melintasi makam dari
leluhur Pangeran Diponegoro. Hal inilah yang membuat Pangeran
Diponegoro tersinggung dan memutuskan untuk mengangkat senjata
melawan Belanda. Ia kemudian memerintahkan bawahannya untuk mencabut
patok-patok yang melewati makam tersebut. Namun Belanda tetap memasang
patok-patok tersebut bahkan yang sudah jatuh sekalipun. Karena kesal,
Pangeran Diponegoro mengganti patok-patok tersebut dengan tombak.
Belanda yang mempunyai alasan untuk menangkap Pangeran
Diponegoro karena dinilai telah memberontak, pada 20 Juli 1825 mengepung
kediaman beliau. Terdesak, Pangeran beserta keluarga dan pasukannya
menyelamatkan diri menuju barat hingga Desa Dekso di Kabupaten
Kulonprogo, dan meneruskan ke arah selatan hingga tiba di Goa Selarong
yang terletak lima kilometer arah barat dari Kota Bantul. Sementara itu,
Belanda yang tidak berhasil menangkap Pangeran Diponegoro membakar
habis kediaman Pangeran.
Pangeran Diponegoro kemudian menjadikan Goa Selarong, sebuah
goa yang terletak di Dusun Kentolan Lor, Guwosari Pajangan Bantul, sebagai
basisnya. Pangeran menempati goa sebelah Barat yang disebut Goa Kakung,
yang juga menjadi tempat pertapaan beliau. Sedangkan Raden Ayu
Retnaningsih (selir yang paling setia menemani Pangeran setelah dua istrinya
wafat) dan pengiringnya menempati Goa Putri di sebelah Timur.

1
Setelah penyerangan itu, dimulailah sebuah perang besar yang akan
berlangsung 5 tahun lamanya. Di bawah kepemimpinan Diponegoro, rakyat
pribumi bersatu dalam semangat "Sadumuk bathuk, sanyari bumi ditohi tekan
pati"; sejari kepala sejengkal tanah dibela sampai mati. Selama perang,
sebanyak 15 dari 19 pangeran bergabung dengan Diponegoro. Perjuangan
Diponegoro dibantu Kyai Maja yang juga menjadi pemimpin spiritual
pemberontakan. Dalam perang jawa ini Pangeran Diponegoro juga
berkoordinasi dengan I.S.K.S. Pakubowono VI serta Raden Tumenggung
Prawirodigdoyo Bupati Gagatan.
Di dalam Indonesia kesadaran masyarakatnya akan sejarah negaranya
sendiri masih terbilang rendah, seakan melupakan petuah dari Presiden
Indonesia yang pertama kita yaitu Ir. Soekarno, ia mengatakan "Jas Merah"
Jangan sekali sekali melupakan sejarah. Disamping itu pula sangat dirasakan
bahwa penulisan sejarah yang ada kebanyakan masih merupakan hasil
penulisan orang-orang asing terutama Belanda. Disadari bahwa Indonesia ini
tumbuh dari kebinekaan sifat, corak, bentuk, budayanya yang tercermin jelas
pada bentuk geografisnya dan suku-suku bangsa yang ada, dan masing-
masing dari suku itu dengan caranya sendiri didalam perjuangan melawan
penjajahan Belanda telah menunjukkan bentuknya dengan satu tujuan adalah
bebas dari belenggu penjajahan. 

B. Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah dalam penulisan makalah ini adalah sebagai
berikut.
1. Bagaimanakah sejarah Perang Diponegoro?
2. Bagaimanakah sejarah Perlawanan Bali?
3. Bagaimanakah sejarah Perang Banjar?

C. Tujuan
Adapun tujuan dalam penulisan makalah ini adalah sebagai berikut.
1. Untuk mengetahui sejarah Perang Diponegoro.
2. Untuk mengetahui sejarah Perlawanan Bali.
3. Untuk mengetahui sejarah Perang Banjar.

2
BAB II
PEMBAHASAN

A. Perang Diponegoro
1. Sejarah
Perang Diponegoro (Inggris: The Java War, Belanda: De Java
Oorlog), adalah perang besar dan menyeluruh berlangsung selama lima
tahun (1825-1830) yang terjadi di Jawa, Hindia Belanda (sekarang
Indonesia), antara pasukan penjajah Belanda di bawah pimpinan Jendral
De Kock melawan penduduk pribumi yang dipimpin seorang pangeran
Yogyakarta bernama Pangeran Diponegoro. Dalam perang ini telah
berjatuhan korban yang tidak sedikit. Baik korban harta maupun jiwa.
Dokumen-dokumen Belanda yang dikutip para ahli sejarah, disebutkan
bahwa sekitar 200.000 jiwa rakyat yang terenggut. Sementara itu di pihak
serdadu Belanda, korban tewas berjumlah 8.000.
Perang Diponegoro merupakan salah satu pertempuran terbesar
yang pernah dialami oleh Belanda selama menjajah Nusantara.
Peperangan ini melibatkan seluruh wilayah Jawa, maka disebutlah perang
ini sebagai Perang Jawa.
2. Jalannya Perang
Pertempuran terbuka dengan pengerahan pasukan-pasukan infantri,
kavaleri dan artileri (yang sejak perang Napoleon menjadi senjata andalan
dalam pertempuran frontal) di kedua belah pihak berlangsung dengan
sengit. Front pertempuran terjadi di puluhan kota dan desa di seluruh
Jawa. Pertempuran berlangsung sedemikian sengitnya sehingga bila suatu
wilayah dapat dikuasai pasukan Belanda pada siang hari, maka malam
harinya wilayah itu sudah direbut kembali oleh pasukan pribumi; begitu
pula sebaliknya. Jalur-jalur Iogistik dibangun dari satu wilayah ke
wilayah lain untuk menyokong keperluan perang. Berpuluh-puluh
kilang mesiu dibangun di hutan-hutan dan di dasar jurang. Produksi mesiu
dan peluru berlangsung terus sementara peperangan sedang berkecamuk.
Para telik sandi dan kurir bekerja keras mencari dan menyampaikan
informasi yang diperlukan untuk menyusun strategi perang. Informasi
mengenai kekuatan musuh, jarak tempuh dan waktu, kondisi medan,
curah hujan menjadi berita utama; karena taktik dan strategi yang jitu
hanya dapat dibangun melalui penguasaan informasi.

3
Serangan-serangan besar rakyat pribumi selalu dilaksanakan pada
bulan-bulan penghujan; para senopati menyadari sekali untuk
bekerjasama dengan alam sebagai "senjata" tak terkalahkan. Bila musim
penghujan tiba, gubernur Belanda akan melakukan usaha-usaha untuk
gencatan senjata dan berunding, karena hujan tropis yang deras membuat
gerakan pasukan mereka terhambat. Penyakit malaria, disentri, dan
sebagainya merupakan "musuh yang tak tampak", melemahkan moral dan
kondisi fisik bahkan merenggut nyawa pasukan mereka. Ketika gencatan
senjata terjadi, Belanda akan mengonsolidasikan pasukan dan
menyebarkan mata-mata dan provokator mereka bergerak di desa dan
kota; menghasut, memecah belah dan bahkan menekan anggota keluarga
para pengeran dan pemimpin perjuangan rakyat yang berjuang dibawah
komando Pangeran Diponegoro. Namun pejuang pribumi tersebut tidak
gentar dan tetap berjuang melawan Belanda.
Pada puncak peperangan, Belanda mengerahkan lebih dari 23.000
orang serdadu; suatu hal yang belum pernah terjadi ketika itu di mana
suatu wilayah yang tidak terlalu luas seperti Jawa Tengah dan
sebagian Jawa timur dijaga oleh puluhan ribu serdadu. Dari sudut
kemiliteran, ini adalah perang pertama yang melibatkan semua metode
yang dikenal dalam sebuah perang modern. Baik metode perang terbuka
(open warfare), maupun metode perang gerilya (guerrilla warfare) yang
dilaksanakan melalui taktik hit and run dan penghadangan (Surpressing).
Perang ini bukan merupakan sebuah tribal war atau perang suku. Tapi
suatu perang modern yang memanfaatkan berbagai siasat yang saat itu
belum pernah dipraktekkan. Perang ini juga dilengkapi dengan taktik
perang urat syaraf (psy-war) melalui insinuasi dan tekanan-tekanan serta
provokasi oleh pihak Belanda terhadap mereka yang terlibat langsung
dalam pertempuran; dan kegiatan telik sandi (spionase) di mana kedua
belah pihak saling memata-matai dan mencari informasi mengenai
kekuatan dan kelemahan lawannya.
Pada tahun 1827, Belanda melakukan penyerangan terhadap
Diponegoro dengan menggunakan sistem benteng sehingga Pasukan
Diponegoro terjepit. Pada tahun 1829, Kyai Modjo, pemimpin spiritual
pemberontakan, ditangkap. Menyusul kemudian Pangeran Mangkubumi
dan panglima utamanya Alibasah Sentot Prawirodirjo menyerah kepada
Belanda. Akhirnya pada tanggal 28 Maret 1830, Jenderal De Kock

4
berhasil menjepit pasukan Diponegoro di Magelang. Di sana, Pangeran
Diponegoro menyatakan bersedia menyerahkan diri dengan syarat sisa
anggota laskarnya dilepaskan. Maka, Pangeran Diponegoro ditangkap dan
diasingkan ke Manado, kemudian dipindahkan ke Makassar hingga
wafatnya di Benteng Rotterdam tanggal 8 Januari 1855.
Berakhirnya Perang Jawa merupakan akhir perlawanan bangsawan
Jawa. Perang Jawa ini banyak memakan korban dipihak pemerintah
Hindia sebanyak 8.000 serdadu berkebangsaan Eropa, 7.000 pribumi, dan
200.000 orang Jawa. Sehingga setelah perang ini jumlah penduduk
Yogyakarta menyusut separuhnya. Mengingat bagi sebagian orang Kraton
Yogyakarta Diponegoro dianggap pemberontak, sehingga konon anak
cucunya tidak diperbolehkan lagi masuk ke Kraton, sampai kemudian Sri
Sultan Hamengkubuwono IX memberi amnesti bagi keturunan
Diponegoro, dengan mempertimbangkan semangat kebangsaan yang
dipunyai Diponegoro kala itu. Kini anak cucu Diponegoro dapat bebas
masuk Kraton, terutama untuk mengurus silsilah bagi mereka, tanpa rasa
takut akan diusir.
3. Penyebab Terjadinya Perang Diponegoro
Ada beberapa hal yang menjadi penyebab terjadinya Perang
Diponegoro. Sebab-sebab tersebut antara lain:
a. Sebab Umum
Kekuasaan dan wibawa raja-raja di Jawa Tengah semakin
merosot karena daerah kekuasaannya semakin berkurang. Kaum
bangsawan merasa dikurangi haknya, tanah-tanah yang mereka
sewakan kepada pihak swasta Eropa telah diambil alih oleh
pemerintah kolonial. Akibatnya, mereka harus mengembalikan uang
persekot yang telah diterimanya. Kaum bangsawan kemudian
diangkat menjadi pegawai kolonial dengan mendapatkan gaji.
Rakyat mempunyai beban yang sangat berat dalam hidupnya,
seperti kerja rodi dan membayar pajak tanah. Disamping itu, juga
terdapat pemungutan pajak yang diborongkan kepada orang-orang
Cina. Pemungutan yang dilakukan bersifat memeras dan menjadi
beban buat rakyat.
b. Sebab Khusus
Sebab khusus Perang Diponegoro adalah pembuatan jalan yang
melalui tanah makam leluhur Pangeran Diponegoro di Tegalrejo.

5
Pembuatan jalan itu dilaksanakan oleh Patih Danurejo IV sebagai kaki
tangan bangsa Belanda. Patok-patok yang dipasang atas perintah Patih
Danurejo IV dicabut oleh pasukan pangeran diponegoro. Pemasangan
dan pencabutan patok-patok tanda pembuatan jalan itu telah terjadi
berulang kali. akhirnya Pangeran Diponegoro memerintahkan agar
patok-patok itu diganti dengan tombak sebagai pernyataan perang.
Sementara itu, pihak Belanda tidak menginginkan terjadinya
perang. Pihak Belanda mengirim Pangeran Mangkubumi (Paman
Pangeran Diponegoro) untuk membujuk Pangeran Diponegoro agar
mau bertemu dengan Residen Belanda di rumah dinasnya. Pangeran
Diponegoro menolak, karena telah mengetahui maksud Belanda.
Ketika pembicaraan antara Pangeran Mangkubumi dengan Pangeran
Diponegoro sedang berlangsung, tiba-tiba pihak Belanda melancarkan
serangan. Serangan pihak Belanda itulah yang menjadi awal dari
Perang Diponegoro.
4. Taktik Perang Diponogoro
Karena taktik dan strategi yang jitu hanya dapat dibangun melalui
penguasaan informasi.Serangan-serangan besar rakyat pribumi selalu
dilaksanakan pada bulan-bulan penghujan; para senopati menyadari sekali
untuk bekerjasama dengan alam sebagai “senjata” tak terkalahkan. Bila
musim penghujan tiba, gubernur Belanda akan melakukan usaha usaha
untuk gencatan senjata dan berunding, karena hujan tropis yang deras
membuat gerakan pasukan mereka terhambat.
Penyakit malaria, disentri, dan sebagainya merupakan “musuh yang
tak tampak” melemahkan moral dan kondisi fisik bahkan merenggut
nyawa pasukan mereka. Ketika gencatan senjata terjadi, Belanda akan
mengkonsolidasikan pasukan dan menyebarkan mata-mata dan
provokator mereka bergerak di desa dan kota; menghasut, memecah belah
dan bahkan menekan anggota keluarga para pengeran dan pemimpin
perjuangan rakyat yang berjuang dibawah komando pangeran Dipanegara.
Namun pejuang pribumi tersebut tidak gentar dan tetap berjuang melawan
Belanda.
5. Akhir Perang Diponegoro
Tahun 1829 merupakan tahun kemunduran bagi Diponegoro. Di
tahun itu pula Diponegoro sudah tidak pernah mengadakan ofensif lagi
dan justru inisiatif serangan beralih ke tangan Belanda. Pengikut

6
Diponegoro banyak yang menyerah kepada Belanda karena sudah tidak
kuat dengan cobaan dan perang gerilya.
Sementara itu Pangeran Diponegoro dapat menembus kepungan
Belanda di Pengasih dan melarikan diri ke Kedu. Daerah Kedu adalah
daerah yang bergunung-gunung sehingga memudahkan Diponegoro
melakukan gerilya dan menyusahkan Belanda dalam bergerak. Tetapi de
Kock segera membangun benteng-benteng untuk mengepung daerah
Kedu sehingga gerakan Diponegoro dapat dibatasi.Pengepungan atas
Kedu ini membuat Diponegoro dan pengikutnya hidup dalam
keprihatinan yang luar biasa walaupun masih tetap melanjutkan perang
gerilya.Banyak pemimpin perang Diponegoro yang menyerahkan diri
pada Belanda.
Sementara pada tahun 1829 pula terjadi pergantian kepemimpinan
di Hidia-Belanda. Komisaris Gubernur Jenderal Du Bus yang
menjalankan pemerintahan sejak Van Der Capellen mengundurkan diri
pada tahun 1826 digantikan oleh Johaness Van den Bosch. Di tubuh
militer sendiri terjadi rotasi pergantian, De Kock diangkat sebagai
panglima militer untuk seluruh Hindia-Belanda, dan sebagai panglima
tentara Belanda di Jawa daingkat Mayor Jenderal Benjamin Bisschof.
Tetapi sebelum menunaikan tugasnya Bisschof meninggal karena sakit.
Kemudian kepada gubernur jenderal De Kock meminta agar tetap
dipercaya memimpin langsung penumpasan terhadap Diponegoro.
Di tahun 1829, Diponegoro kembali pada taktik perang gerilya.
Berkat perubahan taktik ini Diponegoro mampu kembali menguasai
Bagelen, sebagian sungai progo, sebagian sungai bogowonto, dan
Banyumas. Ini semua berkat taktik gerilya Gusti Bei yang brilian.De
Kock membalas gerakan Pasukan Diponegoro ini dengan sebuah serangan
cepat dan kuat. Segera Bagelen direbut, Sungai Bogowonto diseberangi
dari Timur ke Barat. Selanjutnya serangan dilanjutkan ke Ledok dan
Karangkobar.
Dua daerah itu dipertahankan oleh Imam Musbah. Dalam serangan
ini Belanda memakai pasukan pribumi dari Sulawesi Utara, Maluku, Bali
dan pasukan Belanda sendiri. Kemudian pasukan Belanda bergerak ke
Boyolali-Kanigoro. Mereka lalu bergabung dengan pasukan Kasunanan
Surakarta. Kedua pasukan ini segera menyerang pasukan Diponegoro
yang dipimpin oleh Adipati Urawan dan Pangeran Sumonegoro. Pasukan

7
Diponegoro berhasil didesak, sementara itu Adipati Danu memimpin 200
orang pasukan Diponegoro bermaksud membantu pasukan Adipati
Urawan dan Pangeran Sumonegoro. Pasukan Bulkiya pimpinan Haji
Usman juga ikut serta bergerak untuk memberi bantuan. Tidak
ketinggalan pula Gusti Basah (putra Diponegoro) bersama pasukannya
turut bergerak memberi bantuan.
Di lain pihak, pasukan bantuan Belanda dari Magelang turut
bergerak memberi bantuan. Sementara dari Yogyakarta bergerak pasukan
Yogyakarta dan Belanda, dari Surakarta juga bergerak Legioen
Mangkunegaran. Pasukan Belanda berjumlah 3000 orang sedangkan
gabungan pasukan Diponegoro berjumlah 5000 orang bertemu di Desa
Genjuran. Meletuslah pertempuran sengit. Walaupun Belanda tidak bisa
dikatakan menang tetapi lebih banyak prajurit Diponegoro tewas dalam
pertempuran ini, bahkan komandan pasukan Bulkiya yaitu Haji Usman
tewas.Pada tanggal 30 April 1829 terjadi pertempuran di RawaGenda.
Basah Prawirokusumo terkena pecahan meriam dan lumpuh dalam
serangan Belanda itu. Sementara Tumenggung Banyak Wedi menyerah
pada pimpinan pasukan Belanda (Kapten Busseheus).
Pada tanggal 17 Juli 1829, markas Gusti Bei di Desa Geger
diserang. Gudang dan pabrik amunisi pasukan Diponegoro turut
diratakan. Gusti Bei yang terluka melarikan diri sementara Raden
Joyonegoro meneruskan perlawanan sampai dia mati. Dengan direbutnya
Geger maka suply amunisi pasukan Diponegoro sangat terganggu.
Pada 30 Juli 1829, Letkol. Sollevipu memimpin pasukan
menyerang sebuah desa yang dicurigai sebagai markas pasukan
Diponegoro. Dalam sergapan itu berhasil ditangkap Raden Hasa Mahmud
dan Pangeran Anom Diponegoro (putra tertua Pangeran Diponegoro).
Belanda mengancam akan membunuh Anom Diponegoro jika
Diponegoro tidak menyerah. Tetapi ancaman ini tidak digubris. Akhirnya
Anom Diponegoro tidak dibunuh.
Tanggal 31 Juli, istri Pangeran Mangkubumi, putranya Raden Mas
Wiryokusumo, Raden Mas Wiryoatmojo dan Raden Mas Surdi menyerah
pada Belanda. Belanda kemudian meminta kepada Pangeran
Mangkubumi untuk menyerah dan memberitahukan letak persembunyian
keluarga Pangeran Diponegoro dan keluarga para panglima perlawanan
yang lain, tetapi tuntutan itu tidak dijawab. Seperti kita ketahui bahwa

8
Pangeran Mangkubumi adalah pimpinan pasukan Jogokaryo yang
bertanggung jawab atas keamanan keluarga Pangeran Diponegoro dan
keluarga para panglima perang lain.
Pada bulan September 1829, Tumenggung Wonorejo, Tumenggung
Wiryodirjo dan ratusan pengikutnya menyerah pada Belanda menyusul
kemudian Tumenggung Surodeksono, Pangeran Pakuningrat beserta
pengikut-pengikutnya. Dan Raden Ayu Anom (istri kedua Pangeran
Mangkubumi) juga menyerah beserta 50 orang pengikutnya.Pada tanggal
28 September 1829, Pangeran Mangkubumi akhirnya menyerah setelah
keluarga-keluarga panglima perang yang dilindunginya dikembalikan
pada Pangeran Diponegoro. Pada tanggal 30 September 1829, pukulan
kembali terjadi. Gusti Bei dan kedua putranya Joyokusumo dan
Harnokusumo disergap oleh Belanda di Desa Sangir dan mereka semua
gugur.
Satu-satunya senopati perang Pangeran Diponegoro yang tak
terkalahkan hanyalah Sentot. Tetapi walaupun masih ditakuti kondisi
pasukan Sentot sendiri mengkhawatirkan karena kekurangan bahan
makanan dan terputus jalur logistiknya. Akhirnya dengan perantaraan
Bupati Madiun, Belanda melakukan perundingan dengan Sentot. Sentot
bersedia menyerah dengan syarat sebagai berikut :
a. Diberi uang sebesar 10.000 Ringgit
b. Tetap memimpin pasukan Pinilih nya
c. Diberi 500 pucuk senapan.
d. Tetap memeluk agama Islam
e. Sentot dan pasukannya tetap diijinkan memakai surban
Belanda memenuhi permintaan Sentot itu. Akhirnya pada tanggal
17 Oktober 1829 Sentot menyerah pada Belanda di Imogiri. Pada tanggal
24 Oktober 1829 Sentot dan pasukannya masuk ke Yogyakarta, ketika
melewati jalan-jalan kota Yogyakarta banyak rakyat duduk bersimpuh
dan menyembah sebagai tanda penghormatannya. Sentot kemudian
menghadap Sultan Hamengkubuwono V di kraton.Oleh Belanda Sentot
diberi pangkat Mayoor Cavalerie dengan gaji 100 ringgit per bulan.

9
B. Perlawanan Bali
1. Sejarah Perang Bali 1846-1849
Pada abad 19 sesuai dengan cita-citanya mewujudkan Pax
Netherlandica (perdamaian di bawah Belanda), Pemerintah Hindia
Belanda berusaha membulatkan seluruh jajahannya atas Indonesia
termasuk Bali. Upaya Belanda itu dilakukan antara lain melalui perjanjian
tahun 1841 dengan kerajaan Klungkang, Badung dan Buleleng. Salah satu
isinya bebunyi:
Raja-raja Bali mengakui bahwa kerajaankerajaan di Bali berada
di bawah pengaruh Belanda. Perjanjian ini merupakan bukti keinginan
Belanda untuk menguasai Bali.
Masalah utama adalah adanya hak tawan karang yang dimiliki raja-
raja Bali. Hak ini dilimpahkan kepada kepala desa untuk menawan perahu
dan isinya yang terdampar di perairan wilayah kerajaan tersebut.
Antara Belanda dengan pihak kerajaan Buleleng yaitu Raja I Gusti
Ngurah Made Karang Asem besarta Patih I Gusti Ketut Jelantik telah ada
perjanjian pada tahun 1843 isinya pihak kerajaan akan membantu Belanda
jika kapalnya terdampar di wilayah Buleleng namun perjanjian itu tidak
dapat berjalan dengan semestinya.
Pada tahun 1844 terjadi perampasan terhadap kapal-kapal Belanda
di pantai Prancah (Bali Barat) dan Sangsit (Buleleng bagian Timur).
Belanda menuntut agar kerajaan Buleleng melepaskan hak tawan
karangnya sesuai perjanjian tahun 1843 itu namun ditolak. Kejadian
tersebut dijadikan alasan oleh Belanda untuk menyerang Buleleng.
Pantai Buleleng diblokade dan istana raja ditembaki dengan
meriam dari pantai. Satu persatu daerah diduduki dan istana dikepung
oleh Belanda. Raja Buleleng berpura-pura menyerah kemudian
perlawanan dilanjutkan oleh Patih I Gusti Ketut Jelantik. Perang Buleleng
disebut juga pertempuran Jagaraga karena pusat pertahanannya adalah
benteng di desa Jagaraga. Perang ini disebut pula Perang Puputan, Kenapa
dikatakan dengan Perang Puputan?, Karena perang dijiwai oleh semangat
puputan yaitu perang habis-habisan. Bagi masyarakat Bali, puputan
dilakukan dengan prinsip sebagai berikut:
a. Nyawa seorang ksatri berada diujung senjata kematian di medan
pertempuran merupakan kehormatan.

10
b. Dalam mempertahankan kehormatan bangsa dan negara maupun
keluarga tidak dikenal istilah menyerah kepada musuh.
c. Menurut ajaran Hindu, orang yang mati dalam peperangan, rohnya
akan masuk surga.
d. Benteng Jagaraga berada di atas bukit, berbentuk “Supit Urang” yang
dikelilingi dengan parit dan ranjau untuk menghambat gerak musuh.
Selain laskar Buleleng maka raja-raja Karangasam, Mengwi, Gianyar
dan Klungkung juga mengirim bala bantuan sehingga jumlah
seluruhnya mencapai 15000 orang. Semangat para prajurit ditopang
oleh isteri Jelantik bernama Jero Jempiring yang menggerakkan dan
memimpin kaum wanita untuk menyediakan makanan bagi para
prajurit yang bertugas digaris depan.
Pada tanggal 7 Maret 1848 kapal perang Belanda yang didatangkan
dari Batavia dengan 2265 serdadu mendarat di Sangsit. Parukan Belanda
dipimpin oleh Mayor Jendral Van der Wijck menyerang Sangsit lalu
menyerbu benteng Jagaraga. Serangan Belanda dapat digagalkan.
Pada tanggal 1849 Belanda mendatangkan pasukan yang lebih
banyak berjumlah 15000 orang lebih terdiri dari pasukan infanteri,
kavaleri, artileri dan Zeni dipimpin oleh Jendral Mayor A.V Michiels dan
Van Swieten. Benteng Jagaraga dihujani meriam dengan gencar. Tak ada
seorangpun laskar Buleleng yang mundur, mereka semuanya gugur pada
tangal 19 April 1849 termasuk isteri Patih Jelantik yang bernama Jero
Jempiring. Dengan jatuhnya benteng Jagaraga maka Belanda dapat
menguasai Bali utara. Selain puputan Buleleng, perlawanan rakyat Bali
juga terjadi melalui puputan Badung, Klungkung dan daerah lain
walaupun akhirnya pada tahun 1909 seluruh Bali jatuh ke tangan Belanda.
2. Perlawanan Rakyat Bali Terhadap Penjajahan Belanda
Meskipun Bali merupakan pulau kecil dengan wilayah yang
sempit, tetapi pulau ini memiliki beberapa kerajaan seperti Kerajaan
Buleleng dan Karangasem sehingga pemerintah Belanda ingin menguasai
sebagian wilayah kekuasaan kerajaan Bali.
Keinginan Belanda untuk menguasai Bali dimulai sejak tahun 1841
dan seluruh raja di Bali dipaksa untuk menandatangani perjanjian yang
isinya agar raja di Bali mengakui dan tuntuk kepada pemerintah Belanda.
Sikap Belanda yang sewenang-wenang ini mendapat perlawanan dari
rakyat Bali.

11
Keinginan Belanda untuk menguasai Bali selalu tidak berhasil
karena Bali masih bersifat konservatif (masih berlaku adat atau tradisi),
yaitu hak tawan karang yang dianggap oleh Belanda sangat merugikan.
Pada tahun 1844, kapal Belanda terdampar di Pantai Buleleng dan
dikenakan hukum tawan karang. Pihak Belanda menolak dan
menunjukkan sikap tidak terpuji, yaitu selalu turut campur urusan
kerajaan di Bali dengan mengajukan tuntutan dengan isi sebagai berikut:
a. Membebaskan Belanda dari hukum Tawan Karang.
b. Kerajaan Bali mengakui pemerintahan Hindia Belanda.
c. Kerajaan Bali melindungi perdagangan milik pemerintah Belanda.
d. Semua raja di Bali harus tunduk terhadap semua perintah kolonial
Belanda.
Semua tuntutan yang diajukan pemerintah Belanda terhadap rakyat
Bali ditolak sehingga pada tahun 1846 Belanda menyerang wilayah Bali
Utara dan memaksa Raja Buleleng untuk menandatangani perjanjian
perdamaian yang isinya antara lain sebagai berikut:
a. Benteng Kerajaan Buleleng agar dibongkar.
b. Pasukan Belanda ditempatkan di Buleleng.
c. Biaya perang harus ditanggung oleh Raja Buleleng.
Pada tahun 1848, raja-raja di Bali tidak lagi mematuhi kehendak
Bali, bahkan beberapa kerajaan telah bersiap-siap untuk menghadapi
Belanda. Pos-pos pertahanan Belanda di Bali diserbu dan semua senjata
dirampas oleh Gusti Jelantik. Peristiwa ini menimbulkan kemarahan
Belanda dan menuntut agar Gusti Jelantik diserahkan kepada Belanda.
Pada tahun 1849, pasukan Belanda datang dari Batavia untuk
menyerbu dan menguasai seluruh pantai Buleleng dan menyerbu Benteng
Jagaraga. Pasukan Bali melakukan perlawanan habis-habisan (puputan)
tetapi akhirnya Benteng Jagaraga dapat dikuasai oleh Belanda. Sejak
runtuhnya Kerajaan Buleleng, perjuangan rakyat Bali makin lemah.
Meskipun demikian, Kerajaan Karangasem dan Klungkung masih
berusaha melakukan perlawanan terhadap Belanda.
3. Perlawanan Rakyat Bali Terhadap Belanda (1846–1905)
Di Bali timbulnya perlawanan rakyat melawan Belanda, setelah
Belanda berulang kali memaksakan kehendaknya untuk menghapuskan
hak tawan karang. Hak tawan karang yakni hak bagi kerajaan-kerajaan

12
Bali untuk merampas perahu yang terdampar di pantai wilayah kekuasaan
kerajaan yang bersangkutan.
Telah berulang kali kapal Belanda hendak dirampas, namun
Belanda memprotes dan mengadakan perjanjian sehingga terbebas. Raja-
raja Bali yang pernah diajak berunding ialah Raja Klungklung dan Raja
Badung (1841); Raja Buleleng dan Raja Karangasem (1843). Akan tetapi,
kesemuanya tidak diindahkan sehingga Belanda memutuskan untuk
menggunakan kekerasan dalam usaha menundukkan Bali.
Dalam menghadapi perlawanan rakyat Bali, pihak Belanda terpaksa
mengerahkan ekspedisi militer secara besar-besaran sebanyak tiga kali.
Ekspedisi pertama (1846) dengan kekuatan 1.700 orang pasukan dan
gagal dalam usaha menundukkan rakyat Bali.
Ekspedisi kedua (1848) dengan kekuatan yang lebih besar dari
yang pertama dan disambut dengan perlawanan oleh I Gusti Ktut Jelantik,
yang telah mempersiapkan pasukannya di Benteng Jagaraga sehingga
dikenal dengan Perang Jagaraga I. Ekspedisi Belanda ini pun juga
berhasil digagalkan.
Kekalahan ekspedisi Belanda baik yang pertama maupun yang
kedua, menyebabkan pemerintah Hindia Belanda mengirimkan ekspedisi
ketiga (1849) dengan kekuatan yang lebih besar lagi yakni 4.177 orang
pasukan, kemudian menimbulkan Perang Jagaraga II. Perang berlangsung
selama dua hari dua malam (tanggal 15 dan 16 April 1849) dan
menunjukkan semangat perjuangan rakyat Bali yang heroik dalam
mengusir penjajahan Belanda.
Dalam pertempuran ini, pihak Belanda mengerahkan pasukan darat
dan laut yang terbagi dalam tiga kolone. Kolone 1 di bawah pimpinan
Van Swieten; kolone 2 dipercayakan kepada La Bron de Vexela, dan
kolone 3 dipimpin oleh Poland. Setelah terjadi pertempuran sengit,
akhirnya Benteng Jagaraga jatuh ke tangan Belanda. Prajurit Bali dan para
pemimpin mereka termasuk I Gusti Jelantik, berhasil meloloskan diri.
Perlawanan rakyat Bali tidaklah padam. Pada tahun 1858, I
Nyoman Gempol mengangkat senjata melawan Belanda, namun berhasil
dipukul mundur. Selanjutnya, tahun 1868 terjadi lagi perlawanan di
bawah pimpinan Ida Made Rai, ini pun juga mengalami kegagalan.
Perlawanan masih terus berlanjut dan baru pada awal abad ke-20 (1905),
seluruh Bali berada di bawah kekuasaan Belanda.

13
4. Perlawanan Di Bali
Bali adalah sebuah pulau kecil yang terkenal di Indonesia. Pada
abad ke 19 bali belum banyak menarik perhatian orang-orang. Baru tahun
1830 pemerintahan Hindia Belanda aktif menanamkan pengaruhnya.
Perkembangan dominasi belanda menyulut api perlawanan rakyat bali
“perang puputan”.
Mengapa terjadi perang puputan di bali?
Abad ke 19 bali sudah berkembang kerajaan-kerajaan berdaulat.
Contohnya Kerajan Buleleng dll. Pada masa Gubernur Jenderal Daendels
ada kontak dengan kerajaan bali menyangkut hubungan dagang dan sewa.
Tapi Hindia Belanda ingin menanamkan pengaruh dan berkuasa di bali.
Pertama G.A Granpre moliere misi ekonomi, kedua huskus koopman misi
politik. Misi ekonomi jauh lebih berhasil dari pada misi politik namun
terus di usahakan dan di capai perjanjian antara raja bali dan
belanda.perjanjian kontrak antara raja-raja bali dengan belanda seputar
hukum tawan karang agar di hapuskan.
Karena kelihaian belanda raja-raja bali dapat menerima perjanjian
untuk meratifikasi penghapusan hukum tawan karang.tahun 1844 raja
Buleleng dan Karang Asem belum melaksanakan perjanjian tersebut
dibuktikan dengan perampasan atas isi 2 kapal belanda yang terdampar
dipantai sangsit (Buleleng) dan Jembrana (buleleng ) . belnda memaksa
raja Buleleng untuk melaksanakan perjanjian tersebut,benda juga
memaksa untuk membayar ganti rugi antas kapal belanda. Pihak buleleng
menolak dengan tegas tuntutan tersebut yang menyebabkan perang
terjadi. Pati Ktut Jelantik mempersiapkan pos-pos dan prajurit.
Buleleng juga mendapat dukungan dari kerajaan karang asem dan
klungkung. Tanggal 27 juli 1846 1.700 pasukan barat menyerbu
kampung-kampung tepi pantai  ada juga pasukan laut dengan kapal selam.
Karena persenjataan belanda lebih lengkap dan modern pejuang buleleng
demakin terdesak dan jebol . ibu kota singaraja dikuasai belanda.
Kemudian belanda mendesak untuk menandatangani perjanjian tanggal 6
juli 1846 yang isinya 1.dalam waktu 3 bulan,raja buleleng harus
menghancurkan semua benteng buleleng yang pernah digunakan dan
tidak boleh membangun benteng baru, 2.raja buleleng harus membayar
ganti rugi dari biaya perang yang telah dikeluarkan belanda,sejumlah
75.000 gulden,dan raja harus menyerahkan I Gusti Ktut Jelantik kepada

14
pemerintah belanda,3. Belanda diizinkan menempatkan pasukannya di
Buleleng.
Tipu daya dilakukan oleh rakyat bali untuk berpura-pura menerima
isi perjanjian itu. Tapi dibalik itu raja dan patih ketut jelantik memperkuat
pasukannya. Di Jagaraga dibangun pertahanan yang kuat bagaikan gelar-
supit urang. Rakyat juga mempertahankan hukum tawan karang. Tahun
1847 kapal-kapal asing terdampar dipantai kusumba Klungkung,dirampas
oleh kerajaan, hal itu menimbulkan amarah Belanda.belanda memaksa
untuk melaksanakannya tapi raja-raja bali tidak menghiraukan rakyat
justru dipersiapkan untuk berperang.
Tanggal 7 dan 8 juni 1848 mendarat bala bantuan belanda. Tanggal
8 juni serangan di jagaraga dimulai. Sebagai pemimpin tentara belanda
J.van Swieten, Letkol Sutherland benteng jagaraga dimulai namun dengan
pertahanan gelar-supit urang berhasil menjebak Belanda. Pasukan
Belanda ditarik mundur. Kekalahan itu menyakitkan perasaan pimpinan
belanda, kemudian terjadi serangan balasan awal april 1849 datang
serdadu belanda dalam jumlah belanda besar. Tanggal 15 april 1849
seranggan Belanda dimulai di jagaraga ,tanggal 16 April Jagaraga berhasil
dilumpuhkan belanda.
Terbunuhnya raja buleleng dan Patih Ketut Jelantik
jatuhlah Kerajaan Buleleng. Menyusul karang asem yang ditakhlukan 18
mei 1849. Pertempuran terus terjadi. Tahun 1906 perang puputan terjadi
di Bandung, tahun 1908 perang Puputan di Klungkung.

C. Perang Banjar
1. Latar Belakang
Perang Banjar (1859-1905) adalah perang perlawanan terhadap
penjajahan kolonial Belanda yang terjadi di Kesultanan Banjar yang
meliputi wilayah provinsi Kalimantan Selatan dan Kalimantan Tengah.
Perang Banjar berlangsung antara 1859 -1905 (menurut sumber
Belanda 1859-1863. Konflik dengan Belanda sebenarnya sudah mulai
sejak Belanda memperoleh hak monopoli dagang di Kesultanan Banjar.
Dengan ikut campurnya Belanda dalam urusan kerajaan, kekalutan makin
bertambah. Pada tahun 1785, Pangeran Nata yang menjadi wali putra

15
makota, mengangkat dirinya menjadi raja dengan gelar Sultan
Tahmidullah II (1785-1808) dan membunuh semua putra almarhum
Sultan Muhammad. Pangeran Amir, satu-satunya pewaris tahta yang
selamat, berhasil melarikan diri lalu mengadakan perlawanan dengan
dukungan pamannya Arung Turawe, tetapi gagal. Pangeran Amir
(kakek Pangeran Antasari) akhirnya tertangkap dan dibuang ke Srilangka.
2. Sejarah Terjadinya Perang Banjar
Sejarah terjadinya Perang Banjar adalah sebagai berikut :
a. Rakyat tidak puas terhadap campur tangan Belanda dalam
penggantian tahta di Banjar.
Sultan Adam memerintah tahun 1825-1857. Sebelum wafat
beliau mengangkat puteranya yang bernama Prabu Anom sebagai
penggantinya. Pemerintah Belanda tidak menyetujuinya, karena
Belanda mengetahui bahwa Prabu anom memusuhi Belanda. Belanda
menunjuk putera Sultan Adam yang lain yang bernama Bagusnya,
tetapi meninggal dunia pada tahun 1852.
Selanjutnya terjadilah kericuhan-kericuhan dalam soal
pemilihan calon pengganti sultan. Akhirnya Sultan Adam menunjuk
cucunya yang bernama Pangeran Hidayatullah, tetapi Belanda
mencalonkan cucunya yang lain yang bernama Pangeran Tamjidillah.
Setelah Sultan Adam wafat (tahun 1857), Belanda memaksakan
Pangeran Tamjidillah untuk menjadi sultan Banjar yang ke-21, dan
Pangeran Hidayatullah sebagai mangkubumi dengan maksud untuk
menghapuskan Kesultanan Banjar.
Pangeran Tamjidillah setelah menjadi sultan, memfitnah
Pangeran Hidayatullah dengan cara menyuruh orangnya untuk
merusak bangunan-bangunan tambang batu bara di Pengaron yang
menjadi milik Belanda dengan maksud agar kesalahannya ditimpakan
kepada Pangeran Hidayatullah. Tetapi setelah diadakan pengusutan,
tipu muslihat Pangeran Tamjidillah itu diketahui oleh Belanda.

16
Pangeran Tamjidillah terpaksa diturunkan dari tahta dan daerah
Kesultanan Banjarmasin dihapuskan oleh Belanda (Juni 1860).
b. Belanda menangkap Prabu Anom (1857) seorang bangsawan yang
terkenal memusuhi Belanda.
Dengan adanya penangkapan Prabu Anom yang terus
diasingkan ke Bandung, menimbulkan kemarahan rakyat. Akibatnya
rakyat Banjar mengadakan perlawanan di bawah pimpinan Pangeran
Antasari yang mendapat dukungan dari: Kyai Demang Leman,
Tumenggung Surapati,dan lain-lain.
3. Penyebab Terjadinya Perang Banjar
a. Sebab Umum
1) Rakyat tidak senang dengan merajalelanya Belanda yang
mengusahakan perkebunan dan pertambangan di Kalimantan
Selatan.
2) Belanda terlalu banyak campur tangan dalam urusan intern
kesultanan.
3) Belanda bermaksud menguasai daerah Kalimantan Selatan karena
daerah ini ditemukan pertambangan batubara. (Karena ditemukan
Batubara di kota Martapura Belanda telah merencanakan untuk
memindah ibukota kesultanan ke kota Negara - bekas ibukota pada
zaman Hindu). 
b. Sebab Khusus
1) Karena Pangeran Hidayatullah yang seharusnya menjadi Sultan
Banjar tidak disetujui oleh Belanda yang kemudian menganggap
Tamjidullah sebagai sultan yang sebenarnya tidak berhak menjadi
sultan. Kemudian setelah Belanda mencopot Tamjidullah dari
kursi sultan, Belanda membubarkan Kesultanan Banjar.
2) Faktor ekonomi. Belanda melakukan monopoli perdagangan lada,
rotan, damar, serta hasil tambang yaitu emas dan intan. Monopoli
tersebut sangat merugikan rakyat maupun pedagang di daerah
tersebut sejak abad 17. Pada abad 19 Belanda bermaksud

17
menguasai Kalimantan Selatan untuk melaksanakan Pax
Netherlandica. Apalagi di daerah itu diketemukan tambang batu
bara di Pangaronan dan Kalangan.
3) Faktor politik. Belanda ikut campur urusan tahta kerajaan yang
menimbulkan berbagai ketidak senangan. Pada saat menentukan
pengganti Sultan Adam maka yang diangkat adalah Pangeran
Tamjidillah yang disenangi Belanda. Sedangkan Pangeran
Hidayatullah yang lebih berhak atas tahta hanya dijadikan
Mangkubumi karena tidak menyukai Belanda.
4. Jalannya Perang
Jalannya peperangan terekam dalam beberapa tulisan berikut;
“Sambil bertandak dan berdoa mereka menerobos sampai 10
langkah dari carre` (formasi tempur berbentuk persegi empat ); meriam
houwitser diisi lagi. “Tembak!!” , kedengaran dari mulut komandan, akan
tetapi baik pipa houwitser maupun beberapa bedil macet. Beberapa orang
musuh sekarang datang melalui houwitser masuk kedalam carre’: dengan
pemimpinnya yang berpakaian kuning di muka sekali. Kopral Smit
mendapat tusukan tombak pada saat akan memasang lagi isian bedil; van
Halderen mendapat dua sabetan klewang yang mematikan pada saat akan
memasang lagi pipa yang baru. Pistol kepunyaan van der Heijden juga
macet, ketika ia akan menembak kepala penyerbu itu. Kepala yang gagah
berani ini telah menerjangnya dan akan menekankan ujung tombak ke
dadanya. Koch segera melompat, menangkis dengan pedang tusukan itu,
akan tetapi ia sendiri terpanggang tusukan tombak dan keris, dan jatuh
tersungkur”. (De Bandjermasinsche Krijg hal. 205)
“Tentara (Hindia Belanda) telah mempertahankan kehormatan
namanya, banyak perwira dan prajurit telah menunjukan keluarbiasaanya,
banyak yang mengucurkan darahnya, banyak yang mengorbankan
nyawanya.
Celakanya, terlalu sering !

18
Barisan menjadi tipis, rumah-rumah sakit dan kapal-kapal
pengangkut diisi penuh prajurit yang kelelahan karena perang.
Terlalu sering kita ini wajib mengganti pasukan, dan
menggantikannya dengan yang baru, yang didatangkan dari Jawa; bahkan
demikian seringnya, sehingga kita dalam melukiskan jalannya peperangan
segera berhenti memuat semua mutasi !!!”. (De Bandjermasinsche Krijg
hal. 395 )
Perang yang tidak berkesudahan, kekalahan yang terus menerus,
kematian prajurit maupun pimpinan tentara Hindia Belanda yang tiada
henti, sungguh membuat bingung, lelah dan frustasi, sehingga
dipersiapkanlah cara-cara yang sangat keji dan licik. Sebuah tipu muslihat
yang sangat tidak pantas dipersiapkan untuk memperoleh suatu
kemenangan dalam peperangan.
Penipuan itu dimulai dengan ditangkapnya Ratu Siti , Ibunda
Sultan Hidayatullah, kemudian Pihak Belanda menulis surat atas nama
Ratu Siti kepada Sultan, agar mengunjungi beliau sebelum dihukum
gantung oleh Pihak Belanda. Surat tersebut tertera cap Ratu Siti…,
padahal semua itu hanya rekayasa & tipuan tanpa pernah Ratu Siti
membuat surat tersebut. Ketika bertemu dengan Ibunda Ratu Siti
ditangkaplah Sultan Hidayatullah dan diasingkan ke Cianjur.
Penangkapannya dilukiskan pihak belanda: “Pada tanggal 3 Maret 1862
diberangkatkan ke Pulau Jawa dengan kapal perang ‘Sri Baginda
Maharaja Bali” seorang Raja dalam keadaan sial yang dirasakannya
menghujat dalam, menusuk kalbu karena terjerat tipu daya. Seorang Raja
yang pantas dikasihani daripada dibenci dan dibalas dendam, karena dia
telah terperosok menjadi korban fitnah dan kelicikan yang keji setelah
selama tiga tahun menentang kekuasaan kita (Hindia Belanda) dengan
perang yang berkat kewibawaanya berlangsung gigih, tegar dan dahsyat
mengerikan. Dialah Mangkubumi Kesultanan Banjarmasin yang oleh
rakyat dalam keadaan huru-hara dinobatkan menjadi Raja Kesultanan
yang sekarang telah dihapuskan (oleh kerajaan Hindia Belanda), bahkan

19
dia sendiri dinyatakan sebagai seorang buronan dengan harga f 1000,-
diatas kepalanya. Hanya karena keberanian, keuletan angkatan darat dan
laut (Hindia Belanda) dia berhasil dipojokan dan terpaksa tunduk. Itulah
dia yang namanya: Pangeran Hidajat Oellah Anak resmi Sultan muda
Abdul Rachman dst, dst, dst….. “. (Buku Expedities tegen de versteking
van Pangeran Antasarie, gelegen aan de Montallatrivier. Karya J.M.C.E.
Le Rutte halaman 10).
Dengan penangkapan Sultan ini maka berakhirlah peperangan
besar yang terjadi, peperangan yang terjadi berikutnya dilukiskan oleh
tentara Hindia Belanda sebagai pemberontakan-pemberontakan kecil.
“Dengan Hidayat, pengganti sah dari Sultan Adam, rakyat yang
memberontak itu kehilangan tonggak penunjangnya; dengan Hidayat,
pemimpin Agama, para pemimpin agama kehilangan senjata yang paling
ampuh untuk menghasut rakyat; oleh kepergian Hidayat, hilanglah semua
khayalan untuk memulihkan kembali kebesaran dan kekuasaan Kerajaan
Banjar, dengan kepergian Hidayat maka pemberontakan memasuki tahap
terakhir”. (De Bandjermasinsche krijg hal. 280)
“Dengan Hidayat hilanglah semua khayalan, hasrat suci yang
berlebihan, pendorong semangat dan penyebab dari perang ini” (De
Bandjermasinsche Krijg hal. 342)
5. Akibat Dari Perang Banjar
a. Bidang politik
1) Daerah Kalimantan Selatan dikuasai sepenuhnya oleh pemerintah
kolonial Belanda.
2) Dibubarkannya negara Kesultanan Banjar.
b. Bidang ekonomi
Dikuasainya tambang batubara dan perkebunan di daerah Kalimantan
Selatan

20
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
1. Perang Diponegoro
Dari penjabaran di halaman yang telah dijelaskan di depan, dapat
ditarik kesimpulan sebagai berikut :
Pangeran Diponegoro merupakan putra pertama Sri Sultan
Hamengkubuwono II sehingga tidak lain lagi beliau adalah Sri Sultan
Hamengkubuwono III sekaligus pewaris tahta kerajaan di Yogyakarta.
Walaupun Pangeran Diponegoro adalah putera seorang raja, beliau tidak
senang tinggal di istana, karena adanya pengaruh dari Belanda. Karena
Pengaruh dari Belanda membawa dampak yang sangat besar baik di
kalangan keraton maupun di kalangan rakyat biasa. Oleh sebab itulah
beliau tidak suka tinggal di istana. Adapun pengaruh yang kurang baik
diantaranya :
a. Adat istiadat banyak yang dilanggar.
b. Ajaran agama diabaikan.
c. Uang dihambur-hamburkan untuk pesta.
Adapun sebab khususnya adalah sebagai berikut:
a. Belanda akan membuat jalan raya yang melewati makam leluhur
Diponegoro tanpa meminta izin terlebih dahulu.
b. Pangeran Diponegoro mencabuti patok-patok yang telah ditancapkan
oleh Belanda.
Akibatnya Pangeran Diponegoro beserta rakyat bergabung untuk
melawan dan mengusir Belanda dari tanah Jawa. Walaupun demikian
Pemerintah Belanda tetap bersikeras untuk bertahan di tanah Jawa serta
melakukan perlawanan terhadap Pangeran Diponegoro. Namun Pangeran
Dipenegoro memiliki taktik untuk bisa mengalahkan Pemerintah Belanda.
Taktik perang tersebut adalah taktik perang Gerilya.
Taktik gerilya membawa keuntungan dan kemenangan. Walaupun
saat itu Belanda telah menggunakan senjata modern. Bahwa perilaku yang
luhur Pangeran Diponegoro menimbulkan simpati baik di kalangan
bangsawan sampai di kalangan rakyat jelata, yang akhirnya mereka
bersatu untuk melawan Belanda. Mereka sangat bersemangat dalam

21
mengusir Belanda bahkan nyawa dipertaruhkan untuk bisa mengusir
Belanda. Harga diri dan kehormatan keluarga adalah segala-galanya bagi
Pangeran Diponegoro. Namun tipu muslihat dan kelicikan Belanda
menyeret Pangeran Diponegoro ke meja perundingan, sekaligus
pengasingan beliau, sampai ajal menjemputnya.
2. Perang Bali
Ditinju dari kedatangan orang-orang Belanda pertama kali di Bali
yang dilakukan oleh sebuah ekspedisi dibawah pimpinan Cornelis de
Houtmanpada tahun1597, ternyata kunjungan yang pertama itu
memperlihatkan sifat-sifat persahabatan yang saling hormat
menghormati. 
Kemudian barulah dilanjutkan dengan hubungan yang bersifat
politik yang dating dari pihakBelanda, seperti yang terjadi pada tahun
1826, dimana Belanda secara licik dengan tekanan-tekanan berat telah
mengadakan ikatan perjanjian dengan raja-raja di Bali yang bersifat
mengurangi kekuasaan Belanda di Bali. 
3. Perang Banjar
Dari pembahasan di atas kita dapat mengetahui sebab terjadinya
perang Banjar :
a. Rakyat tidak puas terhadap campur tangan Belanda dalam
penggantian tahta di Banjar.
b. Belanda menangkap Prabu Anom (1857) seorang bangsawan yang
terkenal memusuhi Belanda.

B. Saran
Saran kami selaku yang membuat makalah ini kita harus selalu
mengenang dan menghargai perjuangan pahlawan-pahlawan kita yang sudah
memperjuangkan nyawa dan hidupnya untuk membela negeri kita dari para
penjajah. Dan dalam penulisan makalah ini juga penulis menyadari bahwa
masih banyak kekurangannya atau masih jauh dari kesempurnaannya seperti
yang diharapkan oleh karena itu kritik dan saran baik itu dari bapak/Ibu Guru
maupun rekan siswa/siswi yang bersifat konstruktif sangat diharapkan guna
memperbaiki penulisan lebih lanjut.

22
DAFTAR PUSTAKA

https://www.academia.edu/37379085/
MAKALAH_PERANG_DIPONEGORO_KATA_PENGANTAR
https://bagiartikel24.blogspot.com/2016/12/makalah-perang-bali.html
http://myblogsosialone2013.blogspot.com/2014/12/normal-0-false-false-false-en-
us-x-none.html

23

You might also like