Professional Documents
Culture Documents
Laporan Tutorial KEL 8 SK 1 BLOK 11
Laporan Tutorial KEL 8 SK 1 BLOK 11
OLEH
KELOMPOK 8
SEMESTER 4
Dosen Tutor
i
DAFTAR ISI
HALAMAN PERSETUJUAN..................................................................................i
DAFTAR ISI...........................................................................................................ii
DAFTAR GAMBAR..............................................................................................iv
DAFTAR TABEL...................................................................................................iv
BAB 1 PENDAHULUAN......................................................................................1
1.1.SKENARIO...............................................................................................1
1.2.ANAMNESIS............................................................................................1
ii
2.13 KEDOKTERAN ISLAM YANG BERKAITAN DENGAN GERD..........40
BAB 4 PEMBAHASAN.......................................................................................46
BAB 5 PENUTUP..............................................................................................48
5.1 Kesimpulan.............................................................................................48
5.2 Saran......................................................................................................48
DAFTAR PUSTAKA............................................................................................49
iii
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1. Anatomi lambung................................................................................5
Gambar 2. Fiksasi lambung..................................................................................6
Gambar 3. Vaskularisasi lambung........................................................................8
Gambar 4. Mukosa EB dengan metaplasia intestinal yang tidak lengkap
(specialised mucosa)..........................................................................................10
Gambar 5. Gambar limfosit di mukosa lambung (panah) sebagai tanda adanya
inflamasi kronis (pewarnaan HE)........................................................................10
Gambar 6. Gambaran sel neutrofil pada mukosa lambung (panah) sebagai
tanda adanya inflamasi akut (pewaranaan HE).................................................11
Gambar 7. Metaplasia intestinal pada gaster dengan pewarnaan HE...............11
Gambar 8.Tahap orofaring ketika menelan........................................................14
Gambar 9. Peristaltik pada esofagus.................................................................15
Gambar 10. Pengosongan dan pencampuran lambung....................................17
Gambar 11. Patofisiologi GERD.........................................................................20
Gambar 12. Saluran Cerna.................................................................................28
Gambar 13. Bagan untuk memastikan GERD...................................................30
Gambar 14. Alogaritma Tatalaksana GERD......................................................38
DAFTAR TABEL
Tabel 1. GERD-Q...............................................................................................27
Tabel 2. Klasifikasi Los Angeles.........................................................................29
Tabel 3. Keefektivan pengobatan pada GERD..................................................35
Tabel 4. Dosis PPI..............................................................................................36
Tabel 5. Alogaritma Penatalaksanaan GERD di Indonesia...............................36
Tabel 6. Alarm Symptomps GERD.....................................................................38
iv
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1.SKENARIO
Judul Skenario : Dada terasa seperti terbakar
1.2.ANAMNESIS
- Seorang perempuan berusia 50 tahun, seorang Ibu rumah tangga
dengan anak SMA.
- Keluhan dada terasa panas sejak 4 bulan yang lalu semakin memberat
semenjak 1 minggu terakhir .
- Keluhan disertai dengan makan cepat kenyang, nyeri ulu hati , perut
kembung, sering bersendawa terutama setelah makan.
- Lokasi keluhan di daerah ulu hati menyebar ke dada atas bagian tengah.
- Panas didada terasa setiap hari terutama malam hari.
- Setiap 2 hari sekali merasa ada makanan yang kembali naik ke
tenggorokan setelah makan.
- Memberat ketika kekenyangan dan berbaring mau tidur, hampir setiap
malam dan membuat pasien sulit tidur.
- RPD;-
- RPK; -
- RSE; Kehidupan sehari-hari menggunakan uang pensiun suami, Suka
minum soft drink dan jamu.
- Sudah pernah diobati dengan mengkonsumsi promaag setiap hari
namun tidak berkurang.
1
1.2.1 Pemeriksaan Fisik
Keadaan Umum : Tampak sakit ringan
Vital Sign
TD : 110/70 mmHg
Nadi : 100 x/menit (reguler, kuat angkat)
RR : 20x/menit
Temp : 36 C
Kepala & Leher
Mulut : Bibir tidak kering, tidak pucat, tidak sianosis. tonsil T1-T1, faring
tidak hiperemis
Leher : Kelenjar Getah Bening leher tidak membesar, Vena juguler tidak
tampak
Thorax
Abdomen
2
Inspeksi : Bentuk datar, kulit sawo matang, venektasi (-)
Auskultasi : Bising usus (+) tidak meningkat, venous hum (-), arterial
bruit (-)
Palpasi : Supel, nyeri tekan (-), turgor kulit baik, hepar dan lien tidak
teraba, undulasi(-)
Ekstremitas
3
2. X-ray Thorax :
Cor: cardiomegaly -
Pulmo: pulmonary infiltrates –
Kesimpulan : Normal
3. USG
Hepar, lien, ginjal, empedu dalam batas normal
4. EKG
Sinus 80x/menit dengan axis normal
5. Endoskopi
Didapatkan hasil : gambaran eritematous pada GEJ (adanya kelainan:
salah satu diagnosis untuk esophagitis, jika ada gambaran ini
menandakan ada asam lambung yang naik), Gaster normal, Duodenum
Normal
4
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
5
Terdapat 2 Muara:
o Ostium cardiacum
(oesophagus – gaster)
o Ostium pyloricum
(gaster - duodenum)
Fiksasi Gaster
6
fundus karena dilatasi utama untuk mengakomodasi makanan terjadi disini.
Antrum ditandai dengan mukosa yang lebih datar dan lebih kuat menempel
pada submukosa dibawahnya.
Bagian paling distal dari pars pyloric gaster adalah pylorus. Pylorus
terlihat pada permukaan gaster dengan nadanya konstriksi pyloricus yang
berisi suatu cincin musculorum gaster yang menebal, sphincter pyloricum,
yang mengelilingi lubang distal gaster, ostium pyioricum. Ostium pyloricum
berada tepat di sisi kanan garis tengah pada suatu bidang yang melewati
tepi bawah vertebra LI (planum transpyloricum). Ciri-ciri lain dari gaster
meliputi:
7
Vaskularisasi Gaster
8
• V. gastrica posterior/brevis, bermuara kedalam vena lienalis.
c. Inn pylorica
Inervasi :
9
mikroskop tampak sel goblet mempunyai karakteristik berupa musin
dan granul. Sel kolumnar musin mempunyai bentuk intermediat
diantara sel mukous lambung dan sel absorbsi intestinal.
Terdapat 3 tipe mukosa yang tampak pada EB yaitu mukosa
intestinal, mukosa kardia dan mukosa fundus. Pada beberapa
penelitian menunjukkan kebanyakan EB merupakan campuran antara
ketiga jenis mukosa, dimana yang terutama adalah mukosa tipe
intestinal. Lapisan epitel terdiri dari sel goblet yang berada diantara sel-
sel intermediet pada permukaan dan kelenjar epitel (HE, perbesaran
400x).
Jaringan Lambung
1. Inflamasi kronik
3. Metaplasia
Metaplasia merupakan perubahan sel-sel yang berdiferensiasi ke
sel tipe lain mengindikasikan stimulus terhadap lingkungan. Metaplasia
intestinal diinisasi oleh sel punca gaster, biasanya dicetuskan oleh
iritasi menetap pada gaster. Metaplasia tipe intestinal adalah bentuk
metaplasia tersering dan dapat menjadi precursor kanker gaster,
termasuk lesi prekeganasan karena berhubungan dengan terjadinya
adenoma dan adenokasrinoma berdiferensiasi baik.
4. Displasia
11
Perubahan neoplastic yang nyata pada epitel mukosa lambung
yang belum menyusup ke epitel mukosa lambung yang belum
menyusup ke lamina propria. Dikenal juga dengan istilah neoplasma
intra-epitel. Displasia epitel lambung banyak dijumpai pada kelainan
lambung seperti gastritis atrofi dan metaplasia intestinal. Dianggap
sebagai lesi pre-kanker. Displasia yang dijumpai pada sediaan biopsi
berarti ada kemungkinan displasia bersamaan dengan carsinoma,
mengindikasikan pasien beresiko tinggi menjadi carsinoma.
12
Liur mempermudah proses menelan dengan membasahi partikel
makanan sehingga partikel-partikel tersebut menyatu, serta
menghasilkan pelumasan oleh adanya mukus yang kental dan
licin.
Proses pencernaan yang terjadi pada faring dan oesophagus hanya satu
yaitu proses mekanik, yaitu proses menelan. Menelan dimulai ketika suatu
bolus, secara sengaja didorong oleh lidah ke belakang mulut menuju
faring. Tekanan bolus merangsang reseptor-reseptor tekanan faring, yang
mengirim impuls aferen ke pusat menelan yang terletak di medula batang
otak. Pusat menelan kemudian secara refleks mengaktifkan dalam urutan
yang sesuai otot-otot yang terlibat dalam proses menelan. Menelan
adalah refleks yang paling kompleks di tubuh. Pada proses menelan,
terjadi pengaktifan berbagai respons yang sangat terkoordinasi dalam
13
suatu periode waktu. Menelan dimulai secara volunter, tetapi sekali
dimulai maka gerakan ini tidak bisa dihentikan.
14
mendorong suatu lipatan kecil jaringan tulang rawan, epiglotis (epi
artinya "di atas"), ke belakang menutupi glotis sebagai proteksi
tambahan agar makanan tidak masuk ke saluran napas.
15
Gambar 9. Peristaltik pada esofagus
LAMBUNG
16
lambung harus diubah menjadi kimus sebelum dapat dialirkan ke
duodenum. (Sherwood. 2014)
17
Penyakit gastroesofageal bersifat multifactorial. Esophagitis dapat
terjadi sebagai akibat dari refluks gastroesofageal apabila terjadi kontak
dalam waktu cukup lama antara bahan refluksat dengan mukosa esofagus
dan terjadi penurunan resistensi jaringan mukosa esofagus walaupun
kontak antara bahan refluksat dengan esofagus tidak cukup lama.
18
Sedangkan faktor ofensif ialah potensi daya rusak refluksat. Kandungan
lambung yang menambah potensi daya rusak refluksat terdiri dari HCl,
pepsin, garam empedu, dan enzim pankreas. Derajat kerusakan mukosa
esofagus makin meningkat pada pH <2, atau adanya pepsin atau garam
empedu. Namun yang memiliki daya rusak paling tinggi ialah asam.
Faktor lain yang turut berperan dalam timbulnya gejala GERD adalah
kelainan di lambung yang meningkatkan terjadinya refluks fisiologis adalah
dilatasi lambung atau obstruksi gastric outlet dan delayed gastric emptying.
(Aru WS, Bambang S, Idrus A, Marcellus SK, Siti S, 2006)
Secondary GERD
19
Gambar 11. Patofisiologi GERD
2. Obesitas
3. Usia >40
20
Menurut Heeney dkk. GERD lebih banyak di dapatkan pada
pasien tua, dimana hal itu dapat di sebabkan karena obat-obat yang
dikonsumsi, seperti antihipertensi selain itu semakin tua seseorang
lebih cenderung untuk kehilangan massa otot dikareakan sedikitnya
aktivitas fisik yang dilakukan (kurang olah raga) sehingga terjadi
pelambatan pembakaran kalori yang memicu kenaikan berat badan.
4. Perokok
Nikon dapat merelaksasikan cincin otot di esofagus yang lebih
rendah posisinya. Dengan demikian, asam lambung bisa naik ke atas
dan menyebabkan sensasi perasaan dada seper terbakar (heartburn).
21
obesitas. Data epidemiologi di AS menunjukkan bahwa satu dari lima
orang dewasa mengalami gejala refluks esofagus (mulas) dan / atau
regurgitasi asam sekali dalam seminggu dan lebih dari 40% di antaranya
memiliki gejala setidaknya sekali dalam sebulan. Prevalensi esofagitis di
negara barat menunjukkan kisaran nilai rata-rata antara 10-20%;
sedangkan di Asia prevalensinya berkisar antara 3-5% dengan
pengecualian di Jepang dan Taiwan dengan kisaran antara 13-15% dan
15%. Sebuah studi baru-baru ini tentang prevalensi di Jepang
mengungkapkan nilai rata-rata 11,5% dan GERD didefinisikan sebagai
sensasi terbakar di dada setidaknya dua kali seminggu. Hingga saat ini,
Indonesia belum memiliki data epidemiologi yang lengkap mengenai
kondisi tersebut. Data yang tersedia merupakan laporan dari penelitian
yang dilakukan oleh Lelosutan SAR dkk di Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia, Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo, Jakarta
(FKUI / RSCM-Jakarta), yang menunjukkan bahwa dari 127 subyek
penelitian yang menjalani endoskopi saluran cerna bagian atas, 22,8% (30
subjek di antaranya) menderita esofagitis.6 Studi lain yang dilakukan oleh
Syam AF dkk. yang juga dari RSCM / FKUI-Jakarta, menunjukkan bahwa
dari 1718 pasien yang menjalani endoskopi saluran cerna bagian atas
dengan indikasi dispepsia selama 5 tahun (1997-2002), terjadi
peningkatan prevalensi esofagitis, dari 5,7% pada tahun 1997 menjadi
25,18% pada 2002 (nilai rata-rata 13,13% per tahun) .
22
karena struktur atau keganasan yang berkembang dari Barrets
esophagus. (Usaktiana,2019)
1. Heratbrun
23
merupakan gejala khas dari refluks gastriesofageal (RGE) yang
paling sering dikeluhkan oleh penderita. Bila simptom heartbrun
dan regurgitasi yang paling dominan dikeluhkan penderita maka
diagnosa GERD memiliki sensitifitas yang tinggi 89-95%.
2. Regurgitasi
(Usaktiana,2019)
24
2.9 PENEGAKKAN DIAGNOSIS
Pengambilan anamnesis secara seksama adalah metode utama
untuk menegakkan diagnosis GERD. Gejala spesifik adalah heartbrun dan
atau regurgitasi yang terjadi setelah makan. Namun, harus ditekankan
bahwa sebagian besar studi diagnostik gejala heartburn dan regurgitasi
dilakukan pada populasi Kaukasia. Di Asia, heartbrun dan regurgitasi
bukan ciri khas untuk GERD. Namun, para ahli telah sepakat bahwa
kedua gejala adalah karakteristik untuk GERD.
1. Empirical Therapy
2. Use of Endoscopy
3. Ambulatory Reflux Monitoring
4. Esophageal Manometry (lebih direkomendasikan untuk evaluasi
preoperasi untuk eksklusi kelainan motilitas yang jarang seperti
achalasia atau aperistaltik yang berhubungan dengan suattu
kelainan, misalnya seleroderma).
25
1. Endoskopi dengan biopsi dilakukan untuk pasien yang mengalami
gejala esofagus dari GERD dengan disfagia yang mengganggu.
Biopsi harus mecakup area yang diduga mengalami metaplasia,
displasia, atau dalam hal tidak dijumpainya kelainan secra visual,
mukosa yang normal (minimal 5 sampel untuk esifagus eosinofilik).
2. Endoskopi dilakukan untuk mengevaluasi pasien yang mengalami
gejala esofagus dari GERD yang tidak berespon terhadap terapi
empiris berupa PPI 2 kali sehari. Biopsi harus mencakup area yang
diduga mengalami metaplasia, diplasia, atau malignasi.
3. Manometri dilakukan untuk mengevaluasi pasien dengan dugaan
gejala GERD yang tidak berespon terhadap terapi empiris berupa
PPI 2 kali sehari dan gambaran endoskopinya normal.
4. Pemantauan dengan ambulatory impedance-pH, catheter-pH, atau
wireless-pH dilakukan (terapi PPI dihentikan selama 7 hari) untuk
mengevaluasi pasien dengan dugaan gejala GERD yang tidak
berespon terhadap terapi.
26
mengakkan diagnosis, GERD-Q juga dapat digunakan untuk
memantau respon terapi.
Tabel 1. GERD-Q
27
setelah pengobatan dihentikan, maka diagnosis GERD dapat
ditegakkan
Gambar
Gambar 12.Saluran
13. Saluran Cerna
Cerna
Derajat
Gambaran endoskopi
kerusakan
A Erosi kecil-kecil pada mukosa esophagus dengan
28
diameter < 5 mm
Erosi pada mukosa/lipatan mukosa dengan diameter > 5
B
mm tanpa saling berhubungan
Lesi yang konfluen tetapi tidak mengenai/mengelilingi
C
seluruh lumen
Lesi mukosa esophagus yang bersifat sirkumferensial
D
(mengelilingi seluruh lumen esophagus)
Tabel 2. Klasifikasi Los Angeles
29
muntah atau regurgitasi diindikasikan untuk melakukan pemeriksaan
ini.
D. Manometri esofagus
Tes ini untuk menilai pengobatan sebelum dan sesudah
pemberian terapi pada pasien NERD.Pemeriksaan ini juga untuk
menilai gangguan peristaltik/motilitas esofagus.
E. Histopatologi
Pemeriksaan untuk menilai adanya metaplasia, displasia atau
keganasan. Tetapi bukan untuk memastikan GERD
Diagnosis Banding
30
- Gejala menetap selama 3 bulan dalam 1 tahun terakhir
- Nyeri epigastrium yang menetap atau sering kambuh (recurrent)
- Tidak ada kelainan organik yang jelas (termasuk endoskopi)
- Tidak ada tanda-tanda IBS (Irritable Bowel Syndrome) – symptom
tidak hilang dengan defekasi – tidak ada perubahan frekuensi dan
konsistensi tinja
3. Gamngguan Hepatobilier (Kolelitiasis)
4. Gangguan Jantung (Angina Pektoris)
31
GERD termasuk disfagia (termasuk dari striktur peptik, cincin
Schatzki), perdarahan dari esofagitis erosif, dan adenokarsinoma
esofagus (dibahas di bagian lain dari masalah ini). Dalam 3 studi
berbasis populasi pasien yang setuju untuk menjalani endoskopi terlepas
dari gejalanya, prevalensi esofagitis erosif berkisar dari 6,4% di Cina
hingga 15,5% di Swedia. Di antara individu tanpa gejala GERD,
prevalensi esofagitis erosif berkisar dari 6,1% di Cina sampai 9,5% di
Swedia. Esofagitis erosif seringkali merupakan fenomena sementara.
Dalam studi prospektif longitudinal, 26% individu dengan penyakit refluks
non-erosif pada awal ditemukan memiliki esofagitis erosif pada
endoskopi berulang 2 tahun kemudian, dan dalam penelitian serupa
lainnya, esofagitis erosif ditemukan pada 10% individu 5 tahun
kemudian. Dan di antara mereka dengan esofagitis erosif derajat A Los
Angeles pada awal, 21% memiliki temuan yang lebih parah pada 5
tahun. (Richter & Rubenstein, 2019).
32
erosif. Etiologi lain termasuk radiasi, infeksi, cedera lokal yang
disebabkan oleh obat-obatan, esofagitis pil, dan esofagitis
eosinofilik (EoE). Gejala tersering pada penderita esofagitis
adalah nyeri dada, odynophagia, dan disfagia. Pasien dengan
EoE mungkin datang dengan impaksi makanan. Jika esofagitis
parah dan menyebabkan penyempitan, fistulisasi, dan perforasi,
pasien mungkin datang dengan gejala yang berhubungan dengan
entitas tersebut. (Antunes & Sharma, 2020).
2. Barrett’s esophagus
3. Esophageal adenocarcinoma
Kanker esofagus adalah keganasan yang mematikan dengan
kelangsungan hidup yang sangat rendah, bahkan dengan
pengobatan. Di Amerika Serikat, kanker esofagus merupakan
kanker saluran pencernaan paling umum kelima dengan perkiraan
16.940 kasus per tahun dan merupakan kanker paling umum
keenam di seluruh dunia. Kegiatan ini membahas tentang etiologi,
epidemiologi, evaluasi dan pengobatan kanker esofagus secara
bertahap. (Boiles & Babiker, 2020).
33
8. Masalah pernafasan jika terjadi aspirasi.
34
- Kejadian hiatal hernia
- Tekanan intra-abdomen
- Pengeluaran enzim pancreas dan empedu
2. Meninggikan kepala ± 15-20 cm/ menjaga kepala agar tetap
elevasi saat posisi berbaring
Tidur dengan posisi kepala dinaikkan berhubungan secara signifikan
dengan berkurangnya paparan asam pada esofagus bila
dibandingkan dengan tidur secara datar.
3. Makan malam paling lambat 2 – 3 jam sebelum tidur
4. Menghindari makanan yang dapat merangsang GERD seperti
cokelat, minuman mengandung kafein, alkohol, dan makanan
berlemak - asam – pedas
- Terapi Medikamentosa
Terapi medikamentosa merupakan terapi menggunakan obat-obatan.
PPI merupakan salah satu obat untuk terapi GERD yang memiliki
keefektifan serupa dengan terapi pembedahan. Jika dibandingkan dengan
obat lain, PPI terbukti paling efektif mengatasi gejala serta menyembuhkan
lesi esophagitis.
35
4. Esomeprazole 40 mg, dan
5. Rabeprazole 20 mg.
PPI dosis tunggal umumnya diberikan pada pagi hari sebelum makan pagi.
Sedangkan dosis ganda diberikan pagi hari sebelum makan pagi dan
malam hari sebelum makan malam.
36
pasien terduga GERD yang mendapat skor GERD-Q > 8 dan tanpa tanda
alarm. Penggunaan PPI sebagai terapi inisial GERD menurut Guidelines for
the Diagnosis and Management of Gastroesophageal Reflux Disease dan
Konsensus Nasional Penatalaksanaan Penyakit Refluks Gastroesofageal di
Indonesia adalah dosis tunggal selama 8 minggu. Apabila gejala tidak
membaik setelah terapi inisial selama 8 minggu atau gejala terasa
mengganggu di malam hari, terapi dapat dilanjutkan dengan dosis ganda
selama 4 – 8 minggu. Bila penderita mengalami kekambuhan, terapi inisial
dapat dimulai kembali dan dilanjutkan dengan terapi maintenance. Terapi
maintenance merupakan terapi dosis tunggal selama 5 – 14 hari untuk
penderita yang memiliki gejala sisa GERD.
37
Tabel 6. Alarm Symptomps GERD
Keterangan:
Review : Pasien GERD kronis perlu di-review minimum setahun sekali
untuk mendiskusikan gejala dan obatobat yang digunakan. Sebagian
38
kecil pasien tetap mengalami gejala meskipun sudah diterapi dengan
PPIs. Pilihan terapinya : menggunakan double dose PPIs,
menambahkan H2RAs pada malam hari sebelum tidur, dan
memperpanjang durasi pengobatan.
Self care: antasida bila perlu untuk mengurangi gejala dengan cepat,
penatalaksanaan nonfarmakologi (menurunkan berat badan, dsb.),
menghindari faktorfaktor yang diketahui memicu terjadinya refluks.
- Terapi Pemeliharaan
Terapi pemeliharaan diberikan kepada pasien GERD yang tetap
mengalami gejala setelah PPIs dihentikan dan kepada pasien yang
mengalami komplikasi, termasuk esofagitis erosif dan esofagus Barret.
Terapi pemeliharaan PPIs diberikan dalam dosis terkecil yang masih efektif,
termasuk diberikan sesuai permintaan/kebutuhan (on demand) atau terapi
intermitten.
- Simpulan Terapi
Terapi awal adalah terapi inisial dengan PPI dosis tunggal selama 8
minggu. Apabila tidak membaik, pengobatan dilanjutkan dengan PPI dosis
ganda selama 4 – 8 minggu. Untuk penderita dengan gejala sisa atau
kambuh, diberikan PPI dosis tunggal selama 5 – 14 hari. Selain PPI, obat
lain yang adalah antagonis reseptor H2, antasida, dan prokinetik (antagonis
dopamin dan antagonis reseptor serotonin).
- Terapi Bedah
Surgical treatment termasuk antireflux surgery ( Nisses fundoplication
corrective surgery for hiatal hernia, dan lain-lain ) dan pembedahan untuk
memperbaiki komplikasi. Antireflux surgery dapat disarankan untuk pasien
yang tidak toleran terhadap terapi pemeliharaan atau mereka yang
bergejala menganggu yang terjadi terus – menerus ( Refractory GERD ),
dari studi yang ada menunjukkan bahwa jika dilakukan dengan baik
efektivitas surgery treatment sama dengan terapi medikamentosa, namun
39
surgery treatment bisa memberikan efek samping berupa disfagia,
kembung, kesulitan bersendawa, dan gangguan usus setelah operasi.
- Pencegahan GERD
1. Menghindari konsumsi daging secara berlebihan dalam waktu
singkat, tetap konsumsi sayur dan buah-buahan
2. Hindari tidur dalam waktu 2 jam setelah makan/langsung tidur
setelah makan
3. Hindari makanan asam dan pedas
4. Hindari minum kopi, alcohol, atau minuman bersoda
5. Hindari stress berlebihan
6. Mengontrol berat badan.
40
Ayat di atas tidak hanya diperuntukan memperhatikan makanan yang
bersifat bahaya. Namun tidak demikian di zaman modern ini, kemakmuran
hidup dengan taraf ekonomi yang semakin meningkat turut mempengaruhi
gaya hidup manusia,8seperti manusia lebih banyak makan di warung-
warung dan restoran yang kebersihannya belum terjamin dibanding
memasak di rumah. Terutama juga dalamhal memilih makanan banyak
varian yang gunanya hanya memenuhi selera lidah (Rahayu.M,2019).
اش َرب ُۡوا َواَل تُ ۡس ِرفُ ۡوا ۚ اِنَّهٗ اَل يُ ِحبُّ ۡال ُم ۡس ِرفِ ۡي
ۡ ٰيبَنِ ۡۤى ٰا َد َم ُخ ُذ ۡوا ِز ۡينَتَ ُكمۡ ِع ۡن َد ُكلِّ َم ۡس ِج ٍد َّو ُكلُ ۡوا َو
“Hai anak Adam, pakailah pakaianmu yang indah di setiap (memasuki) mesjid,
makan dan minumlah, dan janganlah berlebih-lebihan. Sesungguhnya Allah
tidak menyukai orang-orang yang berlebih-lebihan”
41
Salah satunya merupakan penyakit yang sering mendapat perhatian
umum, yaitu obesitas atau kegemukan. Berdasarkan data yang dikeluarkan
oleh organisasi kesehatan dunia atau World Health Organization (WHO)
pada tahun 2016, obesitas saat itu merupakan masalah epideimologi global
yang menjadi ancaman serius bagi kesehatan masyarakat dunia. Seperti
pada sebagian besar penduduk dunia yang tinggal di negara-negara lain, di
mana kelebihan berat badan dan obesitas membunuh lebih banyak orang
daripada orang yang kurang gizi, ini terjadi di setiap wilayah kecuali bagian
sub-Sahara Afrika dan Asia. (Rahayu.M,2019)
42
BAB 3
FINAL CONCEPT MAP
Seorang perempuan berusia 50 tahun datang ke Puskesmas dengan keluhan dada terasa
panas sejak 4 bulan yang lalu yang semakin memberat semenjak 1 minggu terakhir.
Problem List
IKD - Perempuan 50 thn
- datang ke puskesmas keluhan dada terasa panas
Patogenesis sejak 4 bulan
Patofisiologi - Keluhan memberat 1 minggu terakhir dan terasa
Farmakologi setiap terutama malam hari.
KDI - Lokasi di ulu hati menjalar ke dada atas bagian
tengah.
- Disertai makan cepat kenyang, perut kembung,
sendawa.
- Memberat ketika berbaring jadi sulit tidur
- Pernah diobati dengan promaag dan tetap
- Suka minum soft drink dan jamu
- 2 hari sekali ada makanan yang naik ke
tenggorokan.
Hipotesis
GERD
Etiologi Definisi:
Refluks aliran spontan pada saat kelainan dimana isi lambung berulang kali
relaksasi LES yang tidak adekuat. masuk kembali ke esofagus sehingga
menyebabkan gejala dan atau komplikasi yang
Aliran retrogad yang mendahului
kembalinya tonus LES setelah menelan. mengganggu
43
Meningkatnya tekanan intra abdomen.
Fisiologi pencernaan: Faktor Risiko:
1. Jenis kelamin
1. Mulut
2. Obesitas
-Secara Mekanik 3. Usia >40
4. Penggunaan farmako
-Secara Kimiawi 5. Merokok
6. Konsumsi Alkohol
2. Faring dan Oesophagus 7. Konsumsi Jamu
8. Konsumsi soft drinks
3. Lambung 9. Riwayat keluarga dengan penyakit
saluran cerna
-Secara Mekanik 10. Transient lower esophageal relaxation
Patofisiologi: Anatomi:
1. Pars cardiaca
2. Fundus gastricus
3. Corpus gastricum
4. Pars pylorica
Vaskularisasi
1. A/V. gastrica sinistra
2. A/V. gastrica dextra
3. A/V. gastroepiploica dextra
4. A/V. gastroepiploica sinistra
5. A/V. gastrica posterior
Histologi:
1. Esofagus Barrett (EB)
2. Inflamasi kronik
3. Inflamasi akut
4. Metaplasia
5. Displasia
Komplikasi:
Manifestasi Klinis: 1. Esophagitis
1. Regurgitasi
2. Heartburn 2. Barrett’s esophagus
3. Kembung 3. Esophageal adenocarcinoma
4. Mual
4. Refluks laringofaring
5. Cepat kenyang
6. Bersendawa 5. Pendarahan
7. Hipersalivasi 6. Striktur
8. Disfagia hingga odinofagia
7. Masalah menelan
8. Masalah pernafasan jika
44
terjadi aspirasi
Epidemiologi Tata laksana
o Pantoprazole
o Lansoprazole
KDI:
- Antagonis reseptor H2
QS. Al-Baqarah : 168
QS Al-A’raf : 31 - Antasida
HR. Ahmad - Prokinetic
2. Terapi bedah
3. Pencegahan
- Hindari konsumsi daging
- Hindari tidur 2 jam setelah
makan
- Hindari makanan pedas dan
asam, alcohol, kopi, soda
- Hindari stress
- Control berat badan
45
BAB 4
PEMBAHASAN
46
Disease (GERD), esofagitis dan dispepsia. Kelompok kami pun menentukan
Gastroesophageal Reflux Disease (GERD) sebagai diagnosis utama.
Dikarenakan usia pasien yang >40 tahun, mempunyai kebiasaan gemar
mengonsumsi soft drinks dan jamu sehingga pasien ini mengarah ke factor
resiko dari GERD, selain itu juga di tinjau dari system gejala GERD
berdasarkan kuisioner GERD-Q yang merupakan sebuah kuisioner terdiri dari
6 pertanyaan mengenai gejala klasik GERD dimana hasil dari kuisioner
pasien ini adalah 17 yang berarti pasien menderita GERD. Pada pasien
GERD harus dilakukan pengobatan yang memiliki beberapa tujuan yakni
untuk mengatasi gejala, memperbaiki kerusakan mukosa, mencegah
kekambuhan, dan mencegah komplikasi.
47
BAB 5
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Pada pasien setelah dilakukan anamnesis, pemeriksaan fisik dan
penunjang. Bisa dikerucutkan dari beberapa hipotesis yang ada menjadi
pasien terkena Gastroesophageal Reflux Disease (GERD) yang merupakan
kondisi kelainan dimana isi lambung berulang kali masuk kembali ke
esofagus sehingga menyebabkan gejala dan atau komplikasi yang
mengganggu. Ditunjang dengan gejala- gejala yang dialami pasien seperti
sudah cukup umur (lansia), mengeluhkan dada terasa panas di daerah ulu
hati menyebar ke dada atas bagian tengah, ketika kekenyangan dan
berbaring mau tidur keluhan memberat, hampir setiap malam membuat
pasien sulit tidur, makan cepat kenyang, nyeri ulu hati , perut kembung,
sering bersendawa terutama setelah makan, merasa ada makanan yang
kembai naik ke tenggorokan setelah makan, sudah pernah diobati dengan
promaag setiap hari namun tidak berkurang dan juga suka minum soft drink
dan jamu. Gejala-gejala yang dialami pasien inilah yang dapat
mengkerucutkan diagnosa kelompok kami menuju ke Gastroesophageal
Reflux Disease (GERD) ini, karena berkaitan dengan melemahnya fungsi
Low Esophageal Sphincter pada esofagus serta kebiasaan pasien
mengkonsumsi jamu dan soft drink terlalu sering.
5.2 Saran
Dalam pembuatan laporan ini masih banyak kekurangan referensi yang
detail dan gamblang dalam menjelaskan kasus yang dianalisis. Selain itu,
dalam proses pengeditan laporan ini juga masih belum sempurna.
Harapannya untuk laporan selanjutnya akan menjadi lebih baik lagi.
48
DAFTAR PUSTAKA
49
Khieu Michelle, Mukherjee Sandeep. (2020). Barrett Esophagus. StatPearls.
Retrieved from https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK430979/ .
Diakses pada 29 Maret 2021, pukul 22.30.
L. Richard., V. Wayne., W. Adam. (2012). Dasar Dasar Anatomi
Gray.Philadelphia. Elsevier .
National consensus on management of GERD in Indonesia. (2014). Vol. 46,
Number. 3: Department of Internal Medicine, Faculty of Medicine,
Universitas Indonesia - Cipto Mangunkusumo Hospital, Jakarta,
Indonesia.
National Institute of Diabetes and Digestive and Kidney Diseases. (2013).
Gastroesophageal reflux (GER) and gastroesophageal reflux disease
(GERD) in Adults. NIH Publication.
PGI. (2016). Konsensus Nasional Penatalaksanaan Penyakit Refluks
Gastroesofageal (Gastroesofageal Reflux Disease/GERD) Indonesia.
Paulsen, F., Waschke J, (2010). Organ Dalam (Visceral) Abdomen, Dalam :
Sugiharto L, Sobotta Atlas Anatomi Manusia Jilid 1. Jakarta: Buku
Kedokteran EGC.
Perkumpulan Gastroenterologi Indonesia. (2013). Revisi konsensus nasional
penatalaksanaan penyakit refluks gastroesofageal (gastroesophageal
reflux disease/ GERD) di Indonesia. Jakarta: Perkumpulan
Gastroenterologi Indonesia.
Pratomo Bogi, Taringan C Ricky. (2019). “Analisis Faktor Risiko Gastroesfageal
Refluks di RSUD Saiful Anwar Malang”. Jurnal penyakit dalam
Indonesia, vol. 6, no. 2, juni 2019.
Rahayu,M. (2019). Pola Makan Menurut Hadis Nabi Saw (Suatu Kajian
Tahlili).Makassar: Pasca Sarjana Konsentrasi Ilmu Hadis UIN Alauddin
Makassar.
Richter Joel, F, Rubenstein Joel, H. (2019). Presentation and Epidemiology of
Gastroesophageal Reflux Diseases. HHS Public Access.
Saputra., M.D., Budianto. W. (2017). Diagnosis dan Tatalaksana
Gastroesophageal Reux Disease (GERD) di Pusat Pelayanan
Kesehatan Primer. Jakarta Barat. Fakultas Kedokteran Universitas
50
Tarumanagara, Jakarta Barat Departemen Ilmu Penyakit Dalam Rumah
Sakit Bhayangkara, Semarang, Indonesia. CDK-252/ vol. 44 no. 5 th.
Sherwood, L. (2014). Fisiologi manusia : dari sel ke sistem. Edisi 8. Jakarta:
EGC.
Simic P John. (2019). Acid Reflux (GERD). Emedicinehealth. Retrieved from
https://www.emedicinehealth.com/acid_reflux_disease_gerd/article_em.h
tm. Diakses pada 30 Maret 2021, pukul 17.00.
Subagjo,dr. (2016). Anatomi 2. Surabaya: Departemen Anatomi dan Histologi
Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga.
51