Professional Documents
Culture Documents
DRK Kelompok IV
DRK Kelompok IV
OLEH
KELOMPOK IV
Karina Ayu Serin (P1337420921
Lia Oktaria (P1337420921206)
Ribka Westinia (P1337420921)
Julyanto Putra Admaja(P1337420921)
Puji syukur senantiasa kami panjatkan atas kehadirat Tuhan yang Maha Esa, yang
telah memberi karunia nikmat bagi umatnya. Atas ridhoNya kami dapat menyusun
Laporan Diskusi Refleksi Kasus pada stase Keperawatan Dasar Profesi ini dengan sebaik-
baiknya sehingga laporan ini dapat dibuat tepat pada waktunya.
Proposal ini dibuat dalam rangka memenuhi tugas praktek pada stase
Keperawatan Dasar Profesi dari dosen dan merupakan standart kompetensi sebagai
mahasiswa Profesi Ners keperawatan. Semoga isi dari laporan ini bisa diambil manfaat
dan hikmahnya untuk kita semua pada umumnya dan untuk kami pribadi sebagai penulis
khususnya.
Dan mohon maaf apabila dalam penulisan dan isinya masih banyak sekali
kekurangan, karena kami sebagai mahasiswa masih dalam tahap belajar menuju manusia
yang lebih baik lagi yang tentunya berkualitas. Segala kritik dan saran, kami terima
dengan lapang dada, agar laporan ini menjadi lebih baik lagi nantinya dan atas
perhatiannya kami ucapkan terima kasih.
Penulis
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Dekubitus adalah kerusakan struktur anatomis dan fungsi kulit normal akibat
dari tekanan eksternal yang berhubungan dengan penonjolan tulang dan tidak
sembuh dengan urutan dan waktu yang tidak biasa. Selanjutnya, gangguan ini terjadi
pada individu yang berbeda di atas kursi atau di atas tempat tidur, sering kali pada
inkontinensia, malnutrisi, ataupun individu yang mengalami kesulitan makan sendiri,
serta mengalami gangguan tingkat kesadaran (Potter dan Perry, 2005). Dekubitus
terjadi pada pasien-pasien neurologis yang mengalami gangguan mobilitas seperti
pasien stroke, fraktur tulang belakang atau penyakit degenerative. Banyak keluarga
yang tidak mengetahui perawatan bedrest. Pengetahuan dekubitus yang tidak
diberikan secara dini akan mempengaruhi perilaku keluarga memiliki pasien bedrest
total.
Penelitian menunjukkan bahwa prevalensi luka dekubitus bervariasi, tetapi
secara umum dilaporkan bahwa 5-11% terjadi di tatanan perawatan akut (acute care),
15-25% di tatanan perawatan jangka panjang (longterm care), dan 7-12% di tatanan
perawatan rumah (home care) (Mukti, 2005). Prevalensi terjadinya luka dekubitus di
Amerika Serikat cukup tinggi. Hasil penelitian di Amerika Serikat menunjukkan
bahwa 2%-40% dari pasien yang dirawat di rumah sakit terkena dekubitus (Mukti,
2002).
Prevalensi dekubitus di Indonesia sekitar 30%, 60% padatahun 2003. Annas
dan Purwaningsih (2000) menyebutkan bahwa dari 72 pasien tirah baring yang
dirawat di RSUP. Dr. Wahidin Sudirohusodo, Makasar sebanyak 12 orang (15,8%)
mendapatkan dekubitus. Setyajati (2001) juga melakukan penelitian yang
menghitung angka kejadian dekubitus pada pasien tirah baring di RS. Moewardi,
Surakarta, pada Oktober 2002 angka kejadian dekubitus sebanyak 38,18%. Angka
kejadian yang diperoleh dari rekam medic tahun 2015 dan data yang diperoleh dari
Ruang Aster RSUD Dr. Hardjono Ponorogo, klien dengan dekubitus sekitar 254
pasien dalam kurun waktu 6 bulan (bulan Januari sampai bulan Juni 2015
Dekubitus terjadi karena terjepitnya pembuluh darah antara tulang penderita
dan papanan tempat tidurnya. Akibat terjepitnya pembuluh darah tersebut maka
jaringan yang terdapat pada daerah itu tidak bias memperoleh makanan dan oksigen,
akibatnya jaringan tersebut mengalami kematian (Ilmu Kep. 1991 : 100). Faktor-
faktor yang mempengaruhi terbentuknya luka dekubitus ialah gaya gesek, friksi,
kelembaban, nutrisiburuk, anemia, kekeksia, obesitas, gangguan jaringan perifer,
danusia (Potter & Perry, 2005). Sedangkan dampak dari dekubitus dari segi fisik
ialah kulit tidak utuh lagi, merusak penampilan dan dari segi psikologis yang terjadi
pada penderi tadi antaranya pasien akan merasa minder atau malu jika berhubungan
dengan orang lain. Pencegahan dekubitus pada pasien diantaranya hygiene dan
perawatan kulit, pengaturan posisi alas pendukung, perawat harus menjaga kulit
klien tetap bersih dan kering.
Dari dekubitus juga bias menimbulkan nyeri yang sangat dan
ketidaknyamanan bagi pasien. Oleh karena itu keluarga sebagai orang terdekat yang
merawat pasien dengan dekubitus perlu mengetahui pengetahuan tentang segala
sesuatu yang berhubungan dengan dekubitus agar keluarga itu sendiri dapat
mencegah terjadinya dekubitus.
Sehubungan dengan hal tersebut, maka dibutuhkan sosialisasi dan
penyuluhan dari tenaga kesehatan dalam upaya untuk meningktakan pengetahuan
keluarga pasien tentang luka dekubitus sehingga dapat menekan angka luka
dekubitus pada pasien.
Berdasarkan latar belakang di atas, penulis tertarik untuk melakukan
penelitian tentang pengetahuan keluarga tentang dekubitus, sebagai tempat
penelitiannya di ruang Aster RSUD dr. Hardjono Ponorogo karena ruang Aster
adalah Unit Stroke yang tinggi jumlah pasien bedrest dan berpotensi adanya luka
dekubitus.
B. Tujuan
1. Umum
Menerapkan penelitian pengaruh spiritual self healing terhadap penurunan skala
nyeri pasien Dekubitus di ruang Flamboyan RSUD dr.Doris Sylvanus Palangka
Raya
2. Khusus
C. Manfaat Penelitian
1. Bagi Pasien
Membantu pengelolaan sindrom post operasi dan strategi koping dalam proses
perawatan dengan cara memberikan intervensi mandiri agar proses
penyembuhan dapat tercapai dengan maksimal.
2. Bagi Pelayanan Kesehatan
Hasil penelitian ini dapat dijadikan model bagi perawat praktisi tentang
spiritual self healing dalam pengelolaan l u k a d e k u b i t u s dalam proses
penyembuhan pada pasien dekubitus, sehingga peran mandiri perawat lebih
meningkat.
3. Bagi Peneliti dan Peneliti Selanjutnya
Mendapatkan informasi dan pengetahuan tentang pengelolaan luka decubitus
dan strategi koping sebagai data awal untuk penelitian lanjutan mengenai
intervensi spiritual self healing agar bisa dikembangkan dan sebagai data dasar
pada penelitian selanjutnya.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Konsep Dekubitus
1. Pengertian
Ulkus dekubitus adalah kerusakan atau kematian kulit sampai jaringan
dari bawah kulit bahkan menembus otot sampai mengenai tulang, akibat adanya
penekanan pada suatu area secara terus- menerus sehingga mengakibatkan
gangguan sirkulasi darah.
Ulkus dekubitus adalah ulkus yang ditimbulkan karena tekanan yang kuat
oleh berat badan pada tempat tidur.
Luka dekubitus adalah nekrosis pada jaringan lunak antara tonjolan
tulang dan permukaan padat, paling umum akibat imobilisasi.
2. Etiologi
Tekanan
Kelembaban
Gesekan
3. Tipe Ulkus Dekubitus
Berdasarkan waktu yang diperlukan untuk penyembuhan dari suatu ulkus
dekubitus dan perbedaan temperatur dari ulkus dengan kulit sekitarnya,
dekubitus dapat dibagi menjadi tiga?
Tipe normal: Mempunyai beda temperatur sampai dibawah lebih kurang
2,5oC dibandingkan kulit sekitarnya dan akan sembuh dalam perawatan
sekitar 6 minggu. Ulkus ini terjadi karena iskemia jaringan setempat akibat
tekanan, tetapi aliran darah dan pembuluh-pembuluh darah sebenarnya baik.
Tipe arterioskelerosis: Mempunyai beda temperatur kurang dari 1oC antara
daerah ulkus dengan kulit sekitarnya. Keadaan ini menunjukkan gangguan
aliran darah akibat penyakit pada pembuluh darah (arterisklerotik) ikut
perperan untuk terjadinya dekubitus disamping faktor tekanan. Dengan
perawatan, ulkus ini diharapkan sembuh dalam 16 minggu.
Tipe terminal: Terjadi pada penderita yang akan meninggal dunia dan tidak
akan sembuh.
4. Faktor-Faktor Yang Menyebabkan Ulkus
Faktor Umum
Karena adanya tekanan yang lama pada satu sisi tubuh, kelembaban kulit
yang dapat menyebabkan peregangan dan anggulasi pembuluh darah serta
faktor gesekan dimana berlipatnya kulit akibat gesekan badan yang sangat
kurus.
Faktor Pediatrik
Faktor pediatrik juga menyebabkan ulkus dimana pada masa ini lapisan dan
jaringan kulit belum berfungsi sempurna. Jika mengalami tekanan pada
daerah tubuh yang sama, gesekan kulit secara terus menerus rentan timbul
ulkus.
Faktor Transcultural
Budaya yang mana anggapan masyarakat banyak orang sakit (orang sakit
berat) harus bedrest dalam tahap penyembuhan dapat menjadi faktor
penyebab ulkus.
Faktor Gerontology
Pada masa ini fungsi organ tubuh seorang mulai menurun. Begitu pula
dengan lapisan kulit rentan terkena ulkus.
5. Patofisiologi
Tekanan imobilisasi yang lama akan mengakibatkan terjadinya dekubitus,
kalau salah satu bagian tubuh berada pada suatu gradient (titik perbedaan antara
dua tekanan). Jaringan yang lebih dalam dekat tulang, terutama jaringan otot
dengan suplai darah yang baik akan bergeser kearah gradient yang lebih rendah,
sementara kulit dipertahankan pada permukaan kontak oleh friksi yang semakin
meningkat dengan terdapatnya kelembaban, keadaan ini menyebabkan
peregangan dan angggulasi pembuluh darah (mikro sirkulasi) darah yang dalam
serta mengalami gaya geser jaringan yang dalam, ini akan menjadi iskemia dan
dapat mengalami nekrosis sebelum berlanjut ke kulit.
6. Penampilan Klinis Dari Dekubitus
Karakteristik penampilan klinis dari dekubitus dapat dibagi sebagai berikut;
Derajat I Reaksi peradangan masih terbatas pada epidermis, tampak
sebagai daerah kemerahan/eritema indurasi atau lecet.
Derajat II Reaksi yang lebih dalam lagi sampai mencapai seluruh dermis
hinggah lapisan lemah subkutan, tampak sebagai ulkus yang
dangkal, dengan tepi yang jelas dan perubahan pigmen kulit.
Derajat III Ulkus menjadi lebih dalam, meliputi jaringan lemak subkutan
dan menggaung, berbatasan dengan fascia dari otot-otot.
Sudah mulai didapat infeksi dengan jaringan nekrotik yang
berbau.
Derajat IV Perluasan ulkus menembus otot, hingga tampak tulang di
dasar ulkus yang dapat mengakibatkan infeksi pada tulang
atau sendi
B. Konsep Nyeri
1. Pengertian Nyeri
The International Association for the Study of Pain (IASP), nyeri
merupakan pengalaman sensoris dan emosional tidak menyenangkan yang
disertai oleh kerusakan jaringan secara potensial dan aktual.
Nyeri adalah pengalaman sensori dan emosional yang tidak
menyenangkan dari kerusakan jaringan yang actual atuapun potensial. Nyeri itu
merupakan alas an utama seseorang untik mencari bantuan perawatan Kesehatan
dan yang paling banyak dikeluhkan. Nyeri akut didefinisikan sebagai
pengalaman sensori dan emosional yang muncul akibat kerusakan jaringan
dengan gejala yang tiba-tiba atau lambat dari intensitas ringan hingga berat
dengan akhir yang dapat diatisipasi atau diprediksi.
a) Klasifikasi nyeri
Klasifikasi nyeri dapat berdasarkan waktu, yaitu:
nyeri akut dan kronis dan dapat berdasarkan etiologi, yaitu: nyeri nosiseptif
dan nyeri neuropatik
Nyeri akut dan nyeri kronis
Nyeri akut adalah pengalaman sensori dan emosional yang tidak
menyenangkan yang muncul akibat kerusakan jaringan yang aktual atau
potensial atau digambarkan dalam hal kerusakan sedemikian rupa serangan
yang tiba-tiba atau lambat dari intesitas ringan hingga berat dengan akhir
yang dapat diantidipasi atau diprediksi dan berlangsung < 6 bulan.
Nyeri kronik adalah nyeri konstan atau intermiten yang
menetap sepanjang suatu periode waktu. Nyeri ini berlangsung di luar
waktu penyembuhan yang diperkirakan dan sering tidak dapat dikaitkan
dengan penyebab atau cedera spesifik. Nyeri berdasarkan tembatnya.
Nyeri nonsiseptif dan nyeri neuropatik
Nyeri secara patofisiologi dapat dibagi menjadi nosiseptif dan nyeri
neuropatik. Nyeri nosiseptif adalah nyeri inflamasi yang dihasilkan oleh
rangsangan kimia, mekanik dan suhu yang menyebabkan aktifasi maupun
sensitisasi pada nosiseptor perifer (saraf yang bertanggung jawab terhadap
rangsang nyeri). Nyeri nosiseptif biasanya memberikan respon terhadap
analgesik opioid atau non opioid.
Nyeri neuropatik merupakan nyeri yang ditimbulkan akibat
kerusakan neural pada saraf perifer maupun pada sistem saraf pusat yang
meliputi jalur saraf aferen sentral dan perifer, biasanya digambarkan
dengan rasa terbakar dan menusuk. Pasien yang mengalami nyeri
neuropatik sering memberi respon yang kurang baik terhadap analgesic
opioid.
b) Mekanisme Nyeri
Rangsangan nyeri masuk ke medulla spinalis (spinal card) melalui
karnu dorsalis yang bersinapsis dari daerah posterior, kemudian naik ke
tractus lissur dan menyilang dari garis median ke garis/ sisi lain dan
berakhir dari korteks sensoris tempat rangsangan nyeri tersebut
diteruskan.dikenal dengan teori pemisahan specificity theory.
Rangsangan nyeri masuk melalui akar ganglion dorsal ke medulla
spinalis aktivitas substansia gelatinosa dan membuka pintu mekanisme,
sehingga merangsang dan merangsang sel T dan mengakibatkan suatu respon
yang merangsang ke bagian yang lebih tinggi yaitu korteks serebri serta
kontraksi menimbulkan persepsi dan otot berkontraksi sehingga terjadi nyeri
dikenal dengan theory pola atau pathern theory.
Impuls nyeri dapat diatur atau dihambat oleh mekanisme pertahanan
di samping jalan sistem saraf pusat. Teori ini mengatakan bahwa impuls nyeri
dihantarkan saat sebuah pertahanan dibuka dan impuls dihambat saat
sebuah pertahanan tertutup upaya menutup merupakan dasar teori
menghilangkan nyeri.
Suatu keseimbangan aktivitas dari neuron sensori dan serabut kontrol
desenden dari otak mengatur proses pertahanan. Neuron delta-A dan C
melepaskan substansi C melepaskan substansi P untuk mentranmisi impuls
melalui mekanisme pertahanan. Selain itu terdapat mekanoreseptor, neuron
beta-A yang lebih tebal, yang lebih cepat yang melepaskan neurotransmiter
penghambat. Apabila masukan yang dominan berasal dari serabut beta-A,
maka akan menutup mekanisme pertahanan. Mekanisme penutupan ini
dapat terlihat saat seorang perawat menggosok punggung pasien dengan
lembut yang dapat menstimulasi mekanoreseptor, apabila masukan yang
dominan berasal dari serabut delta A dan serabut C, maka akan
membuka pertahanan tersebut dan pasien mempersepsikan sensasi nyeri.
Impuls nyeri dihantarkan ke otak, terdapat pusat kortek yang lebih
tinggi di otak yang memodifikasi nyeri. Alur saraf desenden melepaskan opiat
endogen, seperti endorfin dan dinorfin, suatu pembunuh nyeri alami yang
berasal dari tubuh. Neuromedulator ini menutup mekanisme pertahanan
dengan menghambat pelepasan substansi P. Tehnik distraksi, konseling dan
pemberian plasebo merupakan upaya untuk melepaskan endorphin dikenal
dengan teori pengendalian gerbang atau gate control theory.
Stimulus pada nociceptor memulai transmisi impuls- impuls saraf,
sehingga transm isi impuls nyeri menjadi efektif oleh impuls-impuls saraf.
Pada serabut-serabut besar yang memblok impuls-impuls lamban dan
endogen opials system supresif yang disebut transmisi dan inhibisi.
c) Respon Tubuh Terhadap Nyeri ).
Respon Fisik
Respon fisik timbul karena pada saat impuls nyeri ditransmisikan oleh
medula spinalis menuju batang otak dan talamus, sistem saraf otonom
terstimulasi, sehingga menimbulkan respon yang serupa dengan respon
tubuh terhadap stress. Pada nyeri skala ringan sampai moderat serta
pada nyeri superfisial, tubuh bereaksi membangkitkan “General Adaption
Syndrom” (reaksi Fight or Flight), dengan merangsang sistem saraf
simpatis. Sedangkan pada nyeri yang berat dan tidak dapat ditoleransi
serta nyeri yang berasal dari organ viseral, akan mengakibatkan stimulus
terhadap saraf parasimpatis.
Respon psikologis
Respon psikologis sangat berkitan dengan pemahaman pasien
terhadap nyeri yang terjadi atau arti nyeri bagi pasien. Pasien yang
mengartikan nyeri sebagai sesuatu yang “negatif” cenderung memiliki
suasana hati yang sedih, berduka, ketidakberdayaan dan dapat berbalik
menjadi rasa marah dan frustasi. Sebaliknya pada pasien yang memiliki
persepsi nyeri sebagai pengalaman “positif” akan menerima mengalami
nyeri yang dialaminya. Pemahaman dan pemberian arti bagi nyeri sangat
dipengaruhi tingkat pengetahuan, persepsi, pengalaman masa lalu dan juga
faktor sosial budaya.
d) Faktor yang mempengaruhi nyeri
Rasa nyeri merupakan suatu hal yang bersifat kompleks, mencakup
pengaruh fisiologis, sosial, spiritual, psikologis dan budaya. Oleh karena itu
pengalamn nyeri masing-masing individu berbeda-berbeda
Faktor fisiologis
Faktor fisiologis terdiri dari usia, gen, dan fungsi neurologis. Ada beberapa
faktor yang mempengaruhi persepsi normal dari nyeri (seperti cedera
spinal cord, neuropati perifer, atau penyakit neurologi) sebagai respons
pasien.26
Faktor spiritual
Spiritualitas dan agama merupakan kekuatan bagi seseorang, apabila
seseorang memiliki kekuatan spiritual dan agama yang lemah, maka
akan menganggap nyeri sebagai suatu hukuman, akan tetapi apabila
seseorang memiliki kekuatan spiritual dan agama yang kuat, maka akan
lebih tenang sehingga akan lebih cepat sembuh. Filosofi dasar yang
mendasari terapi spiritual adalah interaksi energi seimbang yang berfungsi
meningkatkan kemampuan penerima dalam penyembuhan diri (self-
healing) Filosofi ini menunjukkan bahwa penyakit menyebabkan
gangguan energi alam sehingga membatasi aliran dan ketersediaan energi
yang bersangkutan. Spiritual self healing berusaha memulihkan dan
menyeimbangkan pola ritmis dan transfer energi, menciptakan lingkungan
yang mendorong akselerasi proses penyembuhan tubuh secara alami.
Faktor psikologis
Faktor psikologis dapat juga mempengaruhi tingkat nyeri. Faktor tersebut
terdiri dari kecemasan dan teknik koping. Kecemasan dapat meningkatkan
persepsi terhadap nyeri. Teknik koping memengaruhi kemampuan untuk
mengatasi nyeri.
Pengalaman sebelumnya
Pengalaman nyeri sebelumnya tidak selalu berarti bahwa individu akan
menerima nyeri dengan lebih mudah pada masa yang akan datang. Apabila
individu sejak lama sering mengalami serangkaian episode nyeri tanpa
pernah sembuh maka rasa takut akan muncul, dan juga sebaliknya.
Akibatnya pasien akan lebih siap untuk melakukan tindakan-tindakan yang
diperlukan untuk menghilangkan nyeri.
e) Faktor penyebab nyeri
Penyebab nyeri dapat dikelompokan menjadi dua golongan yaitu faktor fisik
dan psikologis
Faktor Fisik
Nyeri yang disebabkan oleh faktor fisik seperti trauma mengakibatkan
terganggunya serabut syaraf reseptor nyeri, serabut ini terletak dan
tersebar pada lapisan kulit dan pada lapisan-lapisan tertentu yang terletak
lebih dalam, tindakan operasi merupakan salah satu bentuk trauma fisik
yang sengaja buat dan salah satu tindakan operasi ialah kraniatomi.
Faktor Psikologis
Nyeri yang disebabkan oleh faktor psikologis merupakan nyeri yang
dirasakan bukan karena penyebab organik melaikan akibat trauma
psikologis dan pengaruhnya terhadap fisik.
f) Kompensasi nyeri
Nyeri dapat berdampak terhadap organ dan aktifitas seperti pelepasan
ketokolamin, aldosteron, kortisol, ADH dan aktifitas angiotensin II akan
menimbulkan efek pada kardiovaskular. Hormon- hormon ini mempunyai
efek langsung pada miokardium atau pembuluh darah yang meningkatkan
retensi Na dan air. Angiotensin II menimbulkan vasokontriksi. Ketokolamin
menimbulkan takikardi, meningkatkan otot jantung dan resistensi vaskular
verifier, sehingga terjadi hipertensi.
Takikardi serta disritmia dapat menimbulkan iskemia miokard.
Sementara dampak nyeri terhadap respirasi terjadi karena bertambahnya
caitran ekstra seluler di paru-paru yang menimbulkan kelainan ventilasi
perfusi. Nyeri di daerah dada atau abdomen akan menimbulkan peningkatan
otot tonus di daerah tersebut sehingga muncul resiko hipoventilasi,
kesulitan bernafas dalam mengeluarkan sputum, sehingga mudah hipoksia
dan atelectasis.
Dampak lain pada nyeri yaitu peningkatan aktifitas simpatis serta
menimbulkan inhibisi fungsi saluran cerna. Gangguan pasase usus sering
terjadi pada penderita nyeri. Terhadap fungsi imunologik, nyeri akan
menimbulkan limfopenia dan leukositosis sehingga menyebabkan resistensi
terhadap kuman pathogen menurun. Selain itu komplikasi luka bedah dapat
terjadi seperti seroma dimana terjadi pengumpulan lemak, serum, dan cairan
limfatik yang mencair, sehingga terjadi pembengkakan atau jaringan
disekitar atau dibawah insisi, hematoma merupakan kumpulan dari darah
dapat menyebabkan infeksi dan menimbulkan nyeri serta hasil kosmetik
penyembuha luka yang buruk, infeksi pada luka muncul 3-4 hari setelah
operasi, berupa kemerahan sepajang garis insisi, edema yang menetap,
peningkatan nyeri, dan meningkatnya drainase, drainase menjadi purulen dan
berbau.
Pasien menderita nyeri akut yang berat terhadap psikologis akan
mengalami koping emosional ,rasa takut dan gangguan tidur. Hal ini
disebabkan karena ketidak nyamanan pasien dengan kondisinya, dimana
pasien menderita rasa nyeri yang dialaminya kemudian pasien juga tidak
dapat beraktivitas, akibat nyeri yang lama pasien dapat mengalami gangguan
depresi, kemudian pasien akan frustasi dan mudah marah terhadap orang
sekitar dan dirinya sendiri. Kondisi pasien seperti cemas dan rasa takut akan
membuat pelepasan kortisol dan ketokolamin, dimana hal tersebut akan
merugikan pasien karena dapat berdampak pada system organ lainya,
gangguan system organ yang terjadi kemudian akan membuat kondisi
pasien bertambah buruk dan psikologis pasien akan bertambah parah.
g) Pengukuran nyeri
Menurut uliyah (2012) penilaian klinis dari nyeri dapat deilakukan dengan
Skala Pendeskripsi Verbal ( verbal Descriptor Scale-VDS), penilaian
Numerik (Numerical Ratng Scale-NRS), dan Skala Analog Visual (visual
Analog Scale-VAS).
Skala Pendeskripsi Verbal ( Verbal Deskriptor Scale-VDS)
VDS merupakan sebuah garis yang terdiri atas tiga sampai lima kata
pendiskripsian yang tersusun dengan jarak yang sama disepanjang garis.
Pendiskripsi ini dirangking dari tidak terasa nyeri sampai sangat nyeri
(nyeri yang tidak tertahankan). Pengukur menunjukan kepada pasien skala
tersebut dan memintanya untuk memilih intensitas nyeri yang
dirasakannya.
Gambar Skala Pendiskripsi Verbal (Verbal Descriptor Scale- VDS)
h) Penatalaksanaan nyeri
Penatalaksanaan nyeri menurut Bahiyatun 2013 yaitu dengan mengosongkan
kandung kemih yang penuh menyebabkan kontraksi uterus tidak optimal.
Ketika kandung kemih kosong, ibu dapat telungkup dengan bantal dibawah
perut. Hal ini akan menjaga kontraksi dan menghilangkan nyeri. Beri tahu
ibu bahwa ketika ia telungkup pertama kali, ia akan merasakan kram yang
hebat sekitar 5 menit sebelum nyeri hilang. Penatalaksanaan disesuaikan
berdasarkan kebutuhan pasien.
Penatalaksanaan secara farmakologis
Analgesik, pemberian obat analgesik dilakukan guna memblok transmisi
stimulus nyeri agar terjadi perubahan persepsi dengan cara mengurangi
kortikal terhadap nyeri. Jenis analgesiknya adalah narkotika dan non
narkotika. Jenis narkotika digunakan untuk menurunkan tekanan darah.
Jenis non narkotika seperti Aspirin, Asetaminofen, dan Nonsteroid anti
inflamantory drug (NSAID) (seperti Ibuprofen, asam mefenamat,
fenoprofen, neprofen, dll).
Penatalaksanaan secara nonfarmakologis
Imaginery
Metode ini menggunakan memori tentang peristiwa-peristiwa yang
menyenangkan bagi pasien atau mengembangkan pemikiran-pemikiran
untuk mengurangi nyeri.
Teknik relaksasi
Ketegangan otot, kecemasan, dan nyeri adalah perasaan yang tidak
nyaman. Teknik relaksasi dapat membantu memutuskan siklus ini. Teknik
tercepat dan termudah untuk meningkatkan relaksasi adalah
menginstruksikan wanita untuk menarik nafas dalam atau menguap dan
kemudian rileks saat menghembuskan nafas.
Distraksi
Metode ini berfokus pada perhatian seseorang atas sesuatu selain dari
nyeri dengan kata lain mengalihkan perhatian, misalnya denga berinteraksi
dengan bayi, menonton TV, membaca buku, mendengarkan musik, dll.
Panas dan dingin
Panas dan dingin telah digunakan untuk meredakan nyeri. Panas baik
untuk meredakan ketegangan dan meningkatkan relaksasi secara
keseluruhan karena panas mendilatasi pembuluh darah. Reseptor dingin
didalam kulit jauh melebihi jumlah reseptor panas. Dingin juga
memperlambat transmisi impuls nyeri disepanjang alur saraf
Self healing
Self healing adalah metode penyembuhan penyakit bukan dengan
obat, melainkan dengan menyembuhkan dan mengeluarkan perasaan dan
emosi yang terpendam di dalam tubuh. Sealin itu, self-healing juga dapat
dilakukan dengan hipnosis, terapi qolbu, atau menenangkan pikiran.
Self healing merupakan bagian dari intervensi keperawatan dengan
membantu meningkatkan kemampuan penerima, dalam penyembuhan diri.
Self healing perlu dikembangkan lebih luas terutamauntuk mengatasi
sindrom post operasi, agar tidak perlu tergantung pada terapi
farmakologis, terutama pada klien post operasi yang bersifat elektif.
Mengingat proses inflamasi pada efek penyembuhan luka merupakan
proses fisiologis sehingga perlu mengurangi terapi farmakologis dan
perawat berperan lebih besar dalam penanganan nyeri.
BAB III
METODE PENULISAN
A. Rancangan Solusi yang Ditawarkan
Penulisan ini disusun menggunakan desain studi kasus atau case study. Case study
adalah metode yang digunakan untuk memahami individu yang dilakukan secara
integrative dan menyeluruh, dengan tujuan didapatkannya pemahaman yang
mendalam mengenai kondisi individu tersebut beserta masalah yang dihadapi,
dengan tujuan untuk menyelesaikan permasalahan dan memperoleh perkembangan
diri yang baik (Rahrjo & Gudnanto, 2010)
Step 0 :
Menumbuhkan semangat berpikir kritis (bertanya dan menyelidiki)
perancangan observasi kegiatan self healing untuk menurunkan skala
nyeri pada pasien Luka Dekubitus.
Step 1 : Menanyakan pertanyaan klinik dengan menggunakan PICO/PICOT:
P : Pasien yang mengalami nyeri
I : Self healing
C : Pengaruh self healing terhadap penurunan skala nyeri
O : Skala nyeri dibawah 3
Step 2 :
Mencari dan mengumpulkan bukti-bukti (artikel penelitian) yang
relevan dengan PICO/PICOT.
Step 3 :
Melakukan penelitian terhadap bukti-bukti (artikel penelitian).
Menerapkan kritisi jurnal dengan prinsip validaty, reability, importance
pada format critical appraisal yang terlampir
Step 4 :
Mengintegrasikan bukti-bukti (artikel penelitian) terbaik dengan
pandangan ahli di klinik serta memperhatikan keinginan dan manfaatnya
bagi klien dalam membuat keputusan atau perubahan.
Perancang menentukan keputusan dengan konsultasi ke pembimbing
klinik, sesuai kebutuhan klien dan artikel penelitian terbaik.
Step 5 :
Mengevaluasi outcome dari perubahan yang telah diputuskan
berdasarkan bukti- bukti (artikel penelitian).
Perancang melakukan evaluasi intervensi dan mengkaji ulang manfaat
intervensi dalam perubahan pelayanan berdasarkan EBP dengan kualitas
baik.
Step 6 :
Menyebarluaskan hasil EBP Perancang menyusun proposal hingga
presentasi laporan hasil dan intervensi yang telah dilakukan sebagai
penerapan EBP.
A. BIODATA
1. Biodata Pasien
a. Nama : An. S
b. Umur : 10 tahun 9 bulan
c. Alamat : Jln. Lawu
d. Pendidikan : SD
e. Pekerjaan : Pelajar
f. Tanggal masuk : 16/03/2022
g. Diagnosa medis : Meningoencephalitis
h. Nomor register : 39.62.11
B. KELUHAN UTAMA
Orang tua klien mengatakan anaknya kesakitan dan kelihatan meringis ketika
badannya diangkat atau dipindahkan posisinya dan ketika dilakukan
perawatan luka di bokong.
C. RIWAYAT KESEHATAN
1. Riwayat Kesehatan sekarang
Orang tua klien mengatakan klien sudah sakit sejak 8 bulan yang lalu,
pada tanggal 15 maret 2022 klien dibawa oleh orang tuanya ke RS
Muhamadiyah Palangka Raya dan di IGD dilakukan perawatan luka ulkus
di bokongnya oleh perawat disana, klien dirawat selama 1 hari disana dan
dibawa pulang oleh keluarga. Kemudian pada tanggal 16 maret 2022 klien
dibawa lagi oleh orang tuanya ke RSUD dr. Doris Syilvanus Palangka
Raya karena nyeri (+) pada luka ulkus di bokong dan kaku pada tangan
dan kaki, setelah dilakukan observasi di IGD klien dipindahkan ke ruang
flamboyan pada pukul 10.00 wib dan disana mendapatkan terapi infus
Nacl 0.9% 20 tetes permenit dan dilakukan pengecekan suhu tubuh,
didapatkan hasil 37,5º C. Klien pada saat dipindahkan dari kursi roda ke
atas tempat tidur kelihatan meringis menahan nyeri di bokong.
2. Riwayat Kesehatan Dahulu
Orang tua klien mengatakan anaknya sudah sakit selama 8 bulan yang lalu,
ada riwayat kejang demam waktu umur 1 tahun dan ada riwayat jatuh dari
sepeda 8 bulan yang lalu. Sudah 6 bulan keadaan klien lemah, kaku bagian
tangan dan kaki kiri berjalan seperti orang pincang, ayah klien mengatakan
awalnya karena main hp kelamaan dari pagi sampai siang, oleh keseringan
main hp pergelangan tangan sebelah kiri mulai kaku tidak bisa diluruskan
lama-kelamaan kaki sebelah kiri juga ikut kaku, keluarga klien
mengatakan bahwa klien tidak pernah dibawa ke puskesmas atau fasilitas
kesehatan untuk mendapatkan penanganan khusus, klien hanya dirawat
sendiri oleh keluarga dirumah dan dibawa ke orang pintar serta tukang urut
saja 1 minggu sekali selama 2 bulan dan tidak ada perubahan sama sekali
pada keadaan klien. Selama 3 bulan klien tidak bisa makan dan minum,
dan 2 bulan hanya berbaring saja ditempat tidur tidak ada dilakukan alih
baring oleh keluarga sehingga terjadinya luka ulkus di bokong karena
kelamaan tirah baring, selama 1 bulan luka ulkus dirawat sendiri oleh
keluarga terdapat nanah (+) dan bau (+), ada dikasih salep domex bubuk,
kunyit dan dioleskan madu di sekitar luka.
3. Riwayat Kesehatan Keluarga
Keluarga klien mengatakan anggota keluarga tidak ada yang mengalami
sakit seperti yang diderita klien saat ini dan di anggota keluarga tidak ada
yang menderita penyakit kronis seperti TBC, DM dan penyakit Jantung.
3. Pola eliminasi
a. Buang Air Besar (BAB):
Frekuensi : 1 kali/hari
Karakteristik feses:
- Warna : Coklat
- Konsistensi : Keras
- Bau : Khas
Keluhan : Tidak ada
b. Buang Air Kecil (BAK):
Frekuensi : 6 kali/hari
Karakteristik urine:
- Warna : Kuning
- Kejernihan : Jernih
- Bau : Amoniak
Keluhan : Tidak ada
E. PEMERIKSAAN FISIK
1. Keadaan umum :
Keadaan umum klien tampak lemah, kesadaran compos mentis, klien
berbaring ditempat tidur dengan posisi telentang, kaki dan tangan masih
tampak kaku, terpasang infus D5 ½ NS 20 tetes per menit di lengan
sebelah kanan, dan terpasang NGT di lubang hidung sebelah kanan.
2. Tanda-tanda vital :
Tekanan Darah : 128/80 mm/Hg
Nadi : 98x/menit
Suhu : 37,5 º C
Respirasi : 20x/menit
3. Body
Systems
a. Pernapasan
- Hidung : Bentuk hidung simetris kiri dan kanan, tidak ada polip
hidung, penciuman normal, terpasang NGT
- Trakhea : Bentuk leher simetris, tidak ada pembesaran tiroid, tidak
ada peradangan
- Bentuk rongga dada : Simetris antara kiri dan kanan, retraksi dada
(+) pengembangan kanan dan kiri sama
- Tipe pernapasan : Normal, tanpa alat bantu napas
- Bunyi napas : Vesikuler/normal
b. Pengindraan
- Mata : Penglihatan kabur/berkurang, gerakan bola mata normal,
seklera normal, konjungtiva pucat/anemis, kornea bening
- Telinga : Bentuk simetris, tidak ada serumen, tidak ada peradangan,
pendengaran normal, tidak ada kelainan
c. Kardiovaskuler
- Nyeri dada : Tidak ada
- Suara jantung : Normal s1 dan s2, dan s3 lupp dup, murmur
d. Persyarafan
- GCS
E : 4 (klien mampu membuka mata dengan spontan)
V : 2 (suara klien tidak jelas atau bergumam)
M :4 (klien menarik diri terhadap nyeri atau menghindari nyeri)
- Pupil : Isokor
- Refleks cahaya : Kanan dan kiri positif
e. Pencernaan
- Mulut dan gigi : Bibir klien tampak kering, gigi lengkap, tidak ada
perdarahan gusi, tidak ada pembengkakan
- Tenggorokan : Klien tidak dapat menelan makanan dan minuman
dengan baik
- Abdomen : Tidak ada ascites, tidak ada nyeri tekan
- Rektum/Anus : Tidak ada hemorid, tidak ada lesi, ulkus dan nodul
sehingga saat BAB tidak ada rasa nyeri atau sakit
f. Tulang otot – kulit (muskuluskeletal – integumen)
- Tulang dan otot
Kekuatan : Klien tidak mampu mampu mengangkat beban, kekuatan
otot ekstermitas atas dan bawah 1, 1, 1, 1 (sedikit) kontraksi otot dapat
dipalpasi tanpa gerakan persendian
Bentuk tulang : Tidak ada kelainan, tidak ada patah tulang, tida ada
peradangan, tidak ada perlukaan
- Integumen
Warna kulit : sawo matang
Turgor kulit : Baik CRT < 2 detik, elastis
Kebersihan : Bersih
Rambut : Hitam
Kuku : Pucat
g. Reproduksi
Jenis kelamin : Laki-laki
Penis : Bersih, tidak ada kemerahan
Skrotum : Tidak ada pembengkakan atau kemerahan
F. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
1. Laboratorium
2. Radiologi
No. Terapi
1. Inf. D5 ½ NS 500 ml 20 tpm
2. Inf. Manitol 4 x 40 ml
3. Injeksi Intravena Citicolin 2 x 500 mg
4. Injeksi Intravena Ranitidine 3 x 25 mg
5. Injeksi Intravena Ceftrioxone 2 x 1 gr
6. Injeksi Intravena Phenytoin 3 x 40 mg
7. Injeksi Intarvena Dexamethasone 3 x ½ ampul
8. Injeksi ntravena Ketorolac 3 x 10 mg
9. Injeksi Intravena ODR 3 x 2 mg
10. Injeksi Intravena Methylprednisolon 2 x 62, 5 mg
11. Skin Test IC negatif
DAFTAR MASALAH
Do:
- Klien tampak
merintih menaha
nyeri
- Klien tampak
meringis menahan
nyeri
- Frekuensi nadi
meningkat
98x menit.
2. 21/03/2022 Ds: Penurunan Gangguan
Jam: - Keluarga klien kekuatan otot Mobilitas
10.00 mengatakan anaknya Fisik
WIB tampak lemah dan
tidak bisa melakukan
aktivitasnya sendiri
- Keluarga klien
mengatakan semua
aktivitas klien
dibantu total
Do:
- Klien tampak lemah
- Kekuatan otot
klien menurun
(1,1,1,1)
- Sendi tangan dan
kaki kaku
- Rentang gerak
klien menurun
- Aktivitas klien dibantu
keluarga
- TTV :
- TD : 128/80
- Nadi : 98x/menit
- Respirasi : 20x/menit
- Suhu : 37,5 ºC
3. 21/03/2022 Ds: Kurangnya Defisit Nutrisi
Jam: - Keluarga klien asupan
10.00 mengatakan nafsu makanan
WIB makan anaknya
berkurang
- Keluarga klien
mengatakan
anaknya tidak bisa
makan dan minum
selama 3 bulan
Do:
- Klien tampak kurus
- BB awal : 65 kg
- BB sekarang : 35 kg
- IMT : 15,5 kg/m²
- BB Ideal : 45 kg
RENCANA KEPERAWATAN
TINDAKAN KEPERAWATAN
P : Lanjutkan intervensi
- Mengidentifikasi skala nyeri
- Menganjurkan memonitor nyeri secara mandiri
- Mengajarkan teknik nonfarmakologis untuk mengurangi rasa nyeri
- Mengkolaborasi pemberian analgetik, jika perlu
21/03/2022 Gangguan S : Keluarga klien mengatakan klien masih belum mampu melakukan
Mobilitas Fisis
Jam : 09.00 WIB aktivitas secara mandiri dan masih dibantu, tangan dan kaki masih
D.0054
kaku
O : - Klien tampak masih lemah Ribka W.
- Klien tampak terbaring ditempat tidur
- Aktivitas klien dibantu total oleh keluarga
- Otot-otot tangan dan kaki masih kaku
A : Masalah intoleransi aktivitas belum teratasi
P : Lanjutkan intervensi
- Memfasilitasi aktivitas rutin (mis. mobilisasi)
- Memfasilitasi aktivitas motorik untuk merelaksasi otot
- Melibatkan keluarga dalam aktivitas, jika perlu
- Memfasilitasi pasien dan keluarga memantau kemjuannya sendiri
untuk mencapai tujuan
- Mengkolaborasi dengan terapis okupasi dalam merencanakan dan
memonitor program aktivitas
22/03/2022 Gangguan S : Keluarga klien mengatakan klien dalam beraktivitas masih dibantu
Mobilitas Fisis
Jam : 09.30 WIB tidak bisa melakukan aktivitas secara mandiri, otot-otot tangan dan
D.0054
kaki masih kaku tetapi masih mendingan dari yang kemaren
O : - Klien tampak masih terbaring lemah Ribka W.
terpasang
- Makanan yang diberikan bubur cair (150 cc sekali diberikan)
memakai spuit 50 cc, makan bubur 3 kali sehari
- Susu yang diberikan (200 cc sekali diberikan) memakai spuit 50 cc,
minum susu 3 kali sehari
A : Masalah defisit nutrisi teratasi sebagian
P : Lanjutkan intervensi
- Mengidentifikasi status nutrisi
- Mengidentifikasi kebutuhan kalori dan jenis nutrien
- Memonitor asupan makanan
- Memonitor berat badan
- Mengajarkan diet yang diprogramkan
- Mengkolaborasi dengan ahli gizi untuk menentukan jumlah kalori
dan jenis nutrien yang dibutuhkan, jika perlu
22/03/2022 Defisit Nutrisi S : Keluarga klien mengatakan bahwa klien tidak bisa makan dan minum
D.0019
Jam : 13.30 WIB dari mulut dan hanya makan dan minum melalui selang NGT
O : - Klien tampak terpasang selang NGT di lubang hidung sebelah kanan
- Klien tampak makan dan minum melalui selang NGT yang Ribka W.
terpasang
- Makanan yang diberikan bubur cair (150 cc sekali diberikan)
memakai spuit 50 cc, makan bubur 3 kali sehari
- Susu yang diberikan (200 cc sekali diberikan) memakai spuit 50 cc,
minum susu 3 kali sehari
- BB sekarang : 35 kg
A : Masalah defisit nutrisi teratasi sebagian
P : Lanjutkan intervensi
- Memonitor asupan makanan
- Memonitor berat badan
- Mengajarkan diet yang diprogramkan
- Mengkolaborasi dengan ahli gizi untuk menentukan jumlah ka
dan jenis nutrien yang dibutuhkan, jika perlu
23/03/2022 Defisit Nutrisi S : Keluarga klien mengatakan bahwa klien masih tidak bisa makan d
D.0009
Jam : 14.00 WIB minum dari mulut dan hanya makan dan minum melalui selang N
O : - Klien tampak terpasang selang NGT di lubang hidung sebelah k
- Klien tampak makan dan minum melalui selang NGT yang
terpasang
- Makanan yang diberikan bubur cair (150 cc sekali diberikan)
memakai spuit 50 cc, makan bubur 3 kali sehari
- Susu yang diberikan (200 cc sekali diberikan) memakai spuit 5
minum susu 3 kali sehari
- BB sekarang : 35 kg
A : Masalah defisit nutrisi teratasi sebagian
P : Lanjutkan intervensi
- Memonitor asupan makanan
- Memonitor berat badan
- Mengajarkan diet yang diprogramkan
- Mengkolaborasi dengan ahli gizi untuk menentukan jumlah ka
dan jenis nutrien yang dibutuhkan, jika perlu