You are on page 1of 15

MAKALAH

INDIVIDU AGAMA
Tentang :
“Adat Istiadat”

Dosen Pengampu:

Fatoni Achmad

Disusun oleh :
Siti Safa N
Universitas Khairun Ternate
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur senantiasa kami panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan
karunianya kepada kami sehingga kami dapat menyelesaikan penulisan makalah ini yang
berjudul “Adat Istiadat”.

Selawat beriringkan salam juga tidak lupa kami sampaikan kepada Nabi Muhammad
SAW, karena dengan berkat kegigihan dan kesabaran beliaulah kita dapat menuntut ilmu
pengetahuan seperti sekarang ini. Kami menyadari bahwa makalah ini jauh dari kesempurnaan,
baik secara penulisan maupun isi yang terkandung di dalamnya. Oleh karena itu, kami sangat
mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun sehingga kami dapat berkarya dengan
lebih baik di masa yang akan datang.

Akhirnyan dengan satu harapan dari kami, semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi
kami

Khusunya dan bagi rekan-rekan pembaca umunya. Aamiin Yarabbal’alamin.

Ternate, 4 Januari 2022

Penulis

1
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ..............................................................................................................1


DAFTAR ISI ............................................................................................................................. 2

BAB I PENDAHULUAN

I.I Latar Belakang .......................................................................................................... 3

BAB II PEMBAHASAN

II.I Pengertian Adat Istiadat ......................................................................................... 7


II.II Agama dan Tradisi di Pulau Jawa .......................................................................... 7

BAB III PENUTUP

III.I Kesimpulan .............................................................................................................. 13


III.II Saran ......................................................................................................................... 13
DAFTAR PUSTAKA............................................................................................................... 14

2
BAB I

PENDAHULUAN

I.I Latar Belakang


Pulau Jawa merupakan salah satu pulau dalam rangkaian kepulauan di Indonesia,
pulau Jawa terbagi dalam lima wilayah administrasi pemerintahan provinsi yaitu, Jawa
Timur, Jawa Tengah, D.I Yogyakarta, Jawa Barat dan DKI Jakarta, secara antropologi
budaya, yang disebut suku bangsa Jawa adalah orang-orang yang secara turun-temurun
menggunakan bahasa Jawa dengan berbagai ragam dialeknya dalam kehidupan
kesehariannya, dan bertempat tinggal di wilayah Jawa Tengah, D.I Yogyakarta dan Jawa
Timur, wilayah suku bangsa Jawa biasanya disebut Tanah Jawa. Pada masa lalu sistem
kekeluargaan di Jawa tergambar adat-istiadatnya, akan tetapi hal tersebut berangsur-
angsur
menghilang karena modernisasi semakin menuntut hukum adat agar berubah, dasar-dasar
kemasyarakatan Jawa itu harus menyesuaikan perkembangan zaman, sehngga adat-
istiadat
(tradisi) pun semakin banyak ditinggalkan setelah Indonesia merdeka. Sisa-sisa kearifan
lokal seperti tradisi adat masyarakat tradisional Jawa itu sebagian masih ada yang
diberlakukan khususnya dalam bentuk acara-acara seremonial, seperti kelahiran,
kematian ,bersih desa, makam dan pernikahan (Budiono Herusatoto, 2008: 68)
Masyarakat Jawa sangat kental dengan aktivitas tradisi, tradisi Jawa masih
mendominasi berbagai macam tradisi nasional di Indonesia. Di antara faktor
penyebabnya
adalah begitu banyaknya orang Jawa yang menjadi elite negara yang berperan dalam
percaturan kenegaraan di Indonesia sejak zaman sebelum kemerdekaan maupun
sesudahnya. Nama-nama Jawa juga sangat akrab ditelinga bangsa Indonesia, begitu pula
istilah-istilah Jawa. Hal ini membuktikan bahwa tradisi dan budaya Jawa memberi warna
dalam berbagai permasalahan bangsa dan negara di Indonesia. Di sisi lain ternyata tradisi

3
Jawa tidak hanya memberikan warna dalam pencaturan kenegaraan, tetapi juga
berpengaruh dalam keyakinan dan praktik-praktik keagamaan. Masyarakat Jawa yang
memiliki tradisi banyak di pengaruhi oleh ajaran kepercayaan Hindhu dan Buddha yang
terus bertahan hingga sekarang, meskipun mereka telah memiliki keyakinan atau Agama
yang dipeluk meskipun berbeda-beda seperti Islam, Kristen, atau yang lainnya.
(Muhammad Subhan, dalam EbookBrowse.com : 4)
Tradisi sebagai unsur budaya Jawa masih sangat dipertahankan di Indonesia
terutama di Pulau Jawa seperti halnya Kenduren atau selametan adalah tradisi yang sudah
turun temurun dari zaman Hindhu-Budha yang diadopsi oleh Islam untuk menyebarkan
agama Islam. Kenduren yaitu do’a bersama yang di hadiri oleh masyarakat dan dipimpin
oleh pemuka adat yang dituakan disetiap lingkungan, dan yang disajikan berupa tumpeng,
atau nasi rames lengkap beserta lauk-pauknya, tumpeng dan nasi rames inilah yang
nantinya akan dibagikan kepada para hadirin yang datang menghadiri acara tersebut,
tujuan dari acara ini adalah meminta keselamatan untuk yang di doa’akan dan
keluarganya agar mendapatkan keberkahan. Selain Kenduren juga ada Sekaten yaitu
sebuah upacara kerajaan yang dilaksanakan selama tujuh hari, konon asal-usul upacara ini
yaitu berasal dari pengaruh kerajaan Demak, upacara ini sebenarnya merupakan sebuah
perayaan hari kelahiran Nabi Muhammad SAW, menurut cerita rakyat kata Sekaten
berasal dari istilah dalam agama Islam Syahadatain, Sekaten dimulai dengan keluarnya
dua perangkat Gamelan Sekati, Kyai Gunturmadu dan Kyai Guntursari, dari keraton
untuk ditempatkan di depan Masjid Agung Surakarta selama enam hari, mulai hari
keenam sampai kesebelas bulan maulud dalam kalender Jawa, kedua perangkat gamelan
tersebut dimainkan sebagai pertanda perayaan Sekaten dimulai, akhirnya pada hari
ketujuh ditutup dengan keluarnya Gunungan Maulud.
Tradisi Jawa yang serupa dengan Kenduren yaitu Tingkeban atau Mitoni berasal
dari kata pitu yang artinya tujuh, upacara ini dilaksanakan pada usia kehamilan seorang
wanita memasuki usia tujuh bulan, dalam upacara ini sang calon ibu dimandikan dengan
air bunga setaman dan disertai do’a yang bertujuan untuk memohon kepada Tuhan YME
agar selalu diberikan rahmat dan berkah sehingga bayi yang akan dilahirkan sehat dan
selamat (Wikipedia.com//Macam-macam Tradisi Jawa_html) Tradisi pengaruh dari Jawa
tidak hanya pada saat acara-acara biasa saja melainkan juga pada saat acara yang sakral

4
seperti pernikahan, pernikahan dalam adat Jawa merupakan pengaruh dari keraton
Surakarta dan Yogyakarta, pengaruh ini menyebar hingga ke penjuru tanah air, proses
dalam pernikahan adat Jawa berbeda-beda tergantung dengan tradisi upacara
dari keraton mana yang dipakai dalam upacara pernikahan, masyarakat Jawa cenderung
selalu menggunakannya karena merupakan bagian dari identitas sebagai masyarakat Jawa
yang masih mempertahankan kearifan tradisi peninggalan nenek moyang suku bangsa
Jawa
tradisi Jawa dalam pernikahan juga masih dipertahankan di tengah-tengah masyarakat
Desa
Dukuhbangsa, dimana desa ini merupakan salah satu desa yang berada di Kecamatan
Jatinegara Kabupaten Tegal, letak desa ini strategis karena akses jalan menuju ke pasar
maupun kota sangat mudah, desa ini mayoritas penduduknya beragama Islam, mata
pencaharian dari sebagian besar masyarakatnya adalah masih mengandalkan pertanian
sebagai cara untuk memperoleh penghasilan, sebagai desa yang cukup berkembang dalam
bidang pertanian membuat keadaan sosial dan pemikiran masyarakatnya juga semakin
maju, hal ini dibuktikan dengan semakin banyaknya masyarakat yang sadar akan
pentingnya pendidikan terutama para generasi muda yang melanjutkan pendidikan ke
jenjang yang lebih tinggi, juga karena faktor perkembangan zaman yang mengharuskan
sebagian masyarakat merantau di kota-kota besar sehingga masyarakat banyak
terpengaruh oleh pemikiran dari dunia luar, meskipun demikian masyarakat Dukuhbangsa
masih mempertahankan tradisi Jawa terutama dalam pernikahan.
Pernikahan dalam menggunakan adat Jawa di masing-masing daerah tentunya
memiliki kesamaan karena merupakan adat pengaruh dari keraton, akan tetapi kekhasan
tradisi tersebut tentunya berbeda, mulai dari awal prosesnya hingga pada saat pelaksanaan
seperti halnya di Desa Dukuhbangsa, meskipun tradisi ini dari Jawa akan tetapi tradisi ini
dipadukan dengan pengaruh dari agama Islam, sebelum pernikahan mempelai laki-laki
diwajibkan untuk berziarah ke makam anggota keluarga yang telah meninggal dengan
membawa para teman serta kerabatnya untuk bersama-sama mendoakan ahli kubur,
selanjutnya mengadakan Tasyakuran atau Pendurenan di pagi hari pada jam 6 pagi dan
malam hari setelah Ba’da Isya, maksud dari Tasyakuran menurut waktunya itu adalah
sama

5
untuk memohon agar diberi kesehatan, keselamatan dan kelancaran dalam pernikahan,
akan tetapi karena hal itu biasa dilakukan oleh masyarakat terdahulu akhirnya
menimbulkan rasa ingin selalu mempertahankan agar kebiasaan itu tetap ada sebagai
syarat sebelum dilakukannya pernikahan. Tradisi Jawa dalam pernikahan sering
dilakukan karena masyarakat Desa Dukuhbangsa masih kental dengan tradisi Jawanya
maupun kebiasaan-kebiasaan yang sering dilakukan oleh nenek moyang, tradisi dalam
pernikahan masyarakat Dukuh bangsa merupakan hal yang umum dan merupakan
keharusan yang wajib diadakan, ada banyak macam tradisi dalam pernikahan, setiap
prosesnya memiliki arti dan nilai yang berbeda karena selain dengan khas adat Jawa juga
dengan menggunakan Pengaruh dari Syariat Islam dalam setiap prosesnya sebelum dan
pada saat pelaksanaan, Melihat kondisi tersebut peneliti merasa sangat tertarik untuk
mengungkap Tradisi Adat Jawa Dalam Acara Pernikahan Di Desa Dukuhbangsa
Kecamatan Jatinegara Kabupaten Tegal penelitian ini sekaligus untuk menggali makna
dan kebiasaan suatu masyarakat yang masih melestarikan adat-istiadat peninggalan nenek
moyang di Kabupaten Tegal.

6
BAB II
LANDASAN TEORI

II.I Pengertian Adat Istiadat


Adat istiadat merupakan aturan atau tata kelakuan yang dihormati dan dipatuhi
oleh masyarakat secara turun temurun. Fungsinya untuk mengatur masyarakat agar
tercipta ketertiban di suatu daerah. Secara etimologi, kata adat sendiri berasal dari bahasa
Arab, yakni “adah” yang artinya cara atau kebiasaan. Dalam hal ini, adat diartikan
sebagai perbuatan yang dilakukan berulang sehingga menjadi kebiasaan yang harus
dipatuhi masyarakat di suatu lingkungan.
Adat istiadat memiliki beberapa unsur pembentuk, yaitu nilai budaya yang
dianggap penting oleh masyarakat, sistem norma, sistem hukum yang tegas, dan aturan
khusus yang bersifat mengikat masyarakat. Berdasarkan bentuknya, adat istiadat dapat
dibedakan menjadi tertulis dan tidak tertulis. Adat tertulis biasanya berupa penataran
desa. Kemudian, adat tidak tertulis dapat berupa upacara adat seperti ngaben di Bali atau
acara sesajen pada masyarakat Jawa. Meskipun tidak tertulis, adat istiadat tetap memiliki
pengaruh yang kuat dan mengikat untuk masyarakat. Jika ada yang melanggar, akan ada
sanksi sebagai hukumannya. Biasanya, sanksi tersebut berupa sanksi sosial seperti
pengucilan dari masyarakat.

II.II Agama dan Tradisi di Pulau Jawa


1. Provinsi Banten

7
Provinsi Banten adalah sebuah provinsi di pulau Jawa, Indonesia. Provinsi ini
adalah provinsi paling barat di Jawa. Provinsi ini pernah menjadi bagian dari provinsi
Jawa Barat, tetapi provinsi ini menjadi wilayah pemekaran sejak tahun 2000, dengan
keputusan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2000. Sebagian besar anggota
masyarakat memeluk Agama Islam dengan semangat religius yang sangat tinggi, tetapi
pemeluk agama lain dapat hidup berdampingan dengan damai. Potensi dan kekhasan
budaya masyarakat Banten, antara lain Seni Bela Diri Pencak Silat, Debus, Rudad,
Umbruk, Tari Saman, Tari Topeng, Tari Cokek, Dog-dog, Palingtung, dan Lojor. Di
samping itu juga terdapat peninggalan warisan leluhur antara lain Masjid Agung
Banten Lama, Makam Keramat Panjang, dan masih banyak peninggalan lainnya.Di
Provinsi Banten terdapat Suku Baduy.
Suku Baduy Dalam merupakan suku asli Sunda Banten yang masih menjaga
tradisi anti modernisasi, baik cara berpakaian maupun pola hidup lainnya. Suku
Baduy-Rawayan tinggal di kawasan Cagar Budaya Pegunungan Kendeng seluas
5.101,85 hektare di daerah Kanekes, Kecamatan Leuwidamar, Kabupaten Lebak.
Perkampungan masyarakat Baduy umumnya terletak di daerah aliran Sungai Ciujung
di Pegunungan Kendeng. Daerah ini dikenal sebagai wilayah tanah titipan dari nenek
moyang, yang harus dipelihara dan dijaga baik-baik, tidak boleh dirusak.
2. Provinsi DKI Jakarta
Jakarta, atau secara resmi bernama Daerah Khusus Ibukota Jakarta adalah ibu
kota negara dan kota terbesar di Indonesia. Jakarta merupakan satu-satunya kota di
Indonesia yang memiliki status setingkat provinsi. Jakarta terletak di pesisir bagian
barat laut Pulau Jawa. Masyarakat Betawi dikenal memegang teguh ajaran Islam.
Mereka mengajarkan membaca Alquran. Anak-anak diperkenalkan huruf hijaiyah
beserta tanda bacanya. Jika sudah mampu membaca Alquran, anak-anak akan
diarahkan untuk menghafalkan surat-surat pendek yang ada pada Juz 30.
Kalau sudah hafal Juz Amma, anak-anak akan diarahkan untuk membaca Alquran
dari juz awal hingga akhir. Dimulai dari membaca surah al-Fatihah, kemudian akan
masuk ke surah al-Baqarah hingga surat yang terakhir. Jika sudah khatam membaca
Alquran, orang tua biasanya merayakannya dalam bentuk khataman Alquran. Ada nasi
tumpeng yang disiapkan untuk hadirin yang merupakan tetangga sekitar tempat

8
tinggalnya. Si anak yang mengkhatamkan "dipajang" dengan memakai pakaian gamis
seperti seorang syekh. Hadirin kemudian membacakan doa agar anak yang
mengkhatamkan Alquran menjadi anak yang baik. Tradisi khataman ini sering
dilaksanakan. Ini merupakan salah satu tradisi Muslim di Betawi. 
3. Provinsi Jawa Barat
Provinsi Jawa Barat adalah sebuah provinsi di Indonesia, ibu kotanya berada di kota
Bandung. Sebanyak 97% Penduduk Jawa Barat Beragama Islam. Beberapa tadisi
yang biasa dilakukan oleh masyarakat Jawa Tengah :

 Upacara Adat Pesta Laut


Kebiasaan Upacara Adat Pesta Laut ini umumnya digelar di daerah Jawa Barat
seperti Pelabuhan Ratu (Sukabumi) dan Pangandaran (Ciamis). Kegiatan ini
bertujuan sebagai bentuk ucapan rasa syukur kepada Allah SWT atas segala hasil
laut yang diperoleh oleh para nelayan dengan alat transportasi laut, juga ditujukan
sebagai permohonan keselamatan agar para nelayan selalu diberi keselamatan dan
hasil laut yang melimpah.
 Upacara Sempitan / Sunatan
Kebiasaan Upacara Adat Pesta Laut ini umumnya digelar di daerah Jawa Barat
seperti Pelabuhan Ratu (Sukabumi) dan Pangandaran (Ciamis). Kegiatan ini
bertujuan sebagai bentuk ucapan rasa syukur kepada Allah SWT atas segala hasil
laut yang diperoleh oleh para nelayan dengan alat transportasi laut, juga ditujukan
sebagai permohonan keselamatan agar para nelayan selalu diberi keselamatan dan
hasil laut yang melimpah.
4. Provinsi Jawa Tengah
Jawa Tengah adalah sebuah provinsi Indonesia yang terletak di bagian tengah Pulau
Jawa. Ibu kotanya adalah Semarang. Provinsi ini berbatasan dengan Provinsi Jawa
Barat di sebelah barat, Samudra Hindia dan Daerah Istimewa Yogyakarta di sebelah
selatan, Jawa Timur di sebelah timur, dan Laut Jawa di sebelah utara.
Mayoritas Penduduk Jawa Tengah Beragama Islam. Beberapa tadisi yang biasa
dilakukan oleh masyarakat Jawa Tengah :
 Ruwatan

9
Ruwatan dikenal sebagai upacara pembebasan dari nasib buruk. Upacara
tradisional Jawa ini juga diartikan sebagai upaya untuk menghindarkan atau
mengatasi kesulitan batin yang mungkin akan diterima seseorang dalam hidupnya.
Upacara Ruwatan berawal dari keyakinan bahwa manusia yang dianggap cacat
karena keberadaannya perlu ditempatkan dalam tata kosmis yang benar, sehingga
perjalanan hidupnya menjadi lebih sejahtera dan bahagia. Ada beberapa tata cara
upacara ruwatan, yaitu menggelar wayang kulit dengan lakon murwakala siraman,
potong rambut, menanam potongan rambut dan sesajen, serta tirakatan semalam
suntuk.
 Tingkeban
Tradisi Tingkeban biasanya digelar oleh wanita yang tengah hamil anak pertama.
Tradisi ini diselenggarakan untuk mendoakan bayi agar nantinya lahir dengan
normal, lancar, dan dijauhkan dari hal-hal buruk. Tradisi ini mencakup
sungkemen, siraman, brojolan, memutus lawe atau lilitan benang, memasukkan
kelapa gading muda, memecahkan periuk dan gayung, minum jamu, nyolong
endhog, dan berganti busana.
 Tedhak Siten
Tedhak siten atau upacara turun tanah digelar untuk anak-anak berusia tujuh
selapan atau 7 x 35 hari. Tujuannya untuk membuat anak mandiri, kuat, dan
mampu menghadapi rintangan hidup. Di samping itu, tedhak siten juga
menandakan persiapan anak dari kecil hingga dewasa untuk menghadapi hidup
dengan lancar serta penghormatan atas bumi yang menjadi tempat pijakan sang
anak.
5. Provinsi DI Yogyakarta
Kota Yogyakarta adalah ibu kota dan pusat pemerintahan provinsi Daerah Istimewa
Yogyakarta, Indonesia. Kota ini adalah kota besar yang mempertahankan konsep
tradisional dan budaya jawa. Kota Yogyakarta adalah kediaman bagi Sultan
Hamengkubuwana dan Adipati Paku Alam. Sebanyak 92,87% Penduduk Yogyakarta
Beragama Islam. Beberapa tadisi yang biasa dilakukan oleh masyarakat Jawa Timur :
 Sekaten

10
Upacara Sekaten merupakan rangkaian dari upacara Gerebek Maulud. Tradisi adat
yang satu ini merupakan upacara Keraton Jogja yang kental dengan nuansa
religius (Islam). Sekaten merupakan penghormatan kepada hari lahirnya Nabi
Muhammad SAW dan rutin diadakan setiap 5 sampai 11 Rabiul Awal. Para abdi
dalem akan berkumpul di alun-alun Jogja dan Solo. Mereka mengarak tumpeng
dan satu set gamelan Kyai Nogowilongo dan Kyai Gunturmadu. Para abdi dalem
berbaris dengan pakaian prajurit lengkap. Sultan juga akan hadir ke Masjid Gedhe
Kauman untuk mengikuti acara. Ia akan melakukan “udhik-udhik” atau
menyebarkan uang receh. Setelah pembacaan riwayat Nabi Muhammad SAW,
bunga cempaka akan disematkan pada daun telinga kanan Sri Sultan.

 Labuhan Parangkusumo
Upacara Labuhan Parangkusumo merupakan bagian dari rangkaian tradisi Hajad
Dalem Tingalan Jumenengan atau upacara adat penobatan tahta Sultan Jogja. Ini
merupakan upacara puncak yang bertujuan meminta keselamatan kesejahteraan
pada Tuhan Yang Maha Esa. Acara ini dilakukan di empat tempat yang berbeda.
Lokasi pertama yaitu Pantai Parangkusumo, tempat melarung berbagai sesaji ke
laut. Pantai ini dipilih bukan tanpa alasan. Pantai Parangkusumo dipercaya
sebagai tempat Panembahan Senopati bertapa dan bertemu Nyai Roro Kidul yang
berjanji membangun kerajaan besar dan kemudian berdirilah Kerajaan Mataram.
 Siraman Pusaka
Setiap kerajaan pasti memiliki benda pusaka, termasuk Keraton Jogja. Setiap
tahun, keraton melakukan upacara Siraman Pusaka untuk merawat benda-benda
pusaka tersebut. Upacara ini dilaksanakan pada bulan Sura, tepatnya di Selasa
Kliwon atau Jumat Kliwon. Upacara dilakukan selama dua hari dan bersifat
tertutup. Benda-benda pusaka milik Keraton Jogja adalah Keris KK Ageng
Sengkelat, Kereta Kuda Nyai Jimat, Tombak KK Ageng Plered. Benda-benda
tersebut dibersihkan oleh pangeran, wayah dalem, dan bupati. Selain dicuci,
benda-benda pusaka diperlakukan dengan istimewa karena dipercaya bersifat
sakral dan memiliki kekuatan surpanatural. Semuanya disimpan di tempat yang

11
khusus dan tidak dipakai secara sembarangan. Ini juga berguna untuk menjaga
kelestarian benda dari kerusakan.
6. Provinsi Jawa Timur
Jawa Timur adalah sebuah provinsi di bagian timur Pulau Jawa, Indonesia. Ibu kota
Jawa Timur ialah kota Surabaya. Mayoritas penduduk Jawa Timur umumnya
menganut agama Islam, dan sebagian kecil lainnya menganut agama Kristen, Katolik,
Hindu, dan Buddha. Beberapa tadisi yang biasa dilakukan oleh masyarakat Jawa
Timur :

 Pingitan
Pingitan berasal dari kata pingit yang berarti mengurung diri di dalam rumah.
Pingitan adalah sebuah pendidikan bagi wanita yang beranjak dewasa sampai
akan menikah. Pada saat itulah wanita mulai belajar bekerja membantu ibu di
dapur dan belajar urusan rumah tangga. Dan khususnya dalam pernikahan,
pingitan ini bertujuan untuk menjaga wanita tetap suci dan terhindar dari
marabahaya. Karena, kata Orang Jawa Kuno, orang yang akan menikah itu rentan
oleh penyakit yang nggak terlihat (sambekala, sarap dan sawan). Dengan kata
lain, sesuatu yang bisa membuat kecemasan dan halangan. Namun, sekarang ini
sudah jarang yang melakukannya. Karena, kesibukan dari si wanita yang
kebanyakan adalah wanita karir dan libur cutinya nggak boleh terlalu lama.
Karena pingitan prosesnya lama, ada yang 1-2 bulan dan paling singkat 7 hari.
 Ritual Tumpeng Sewu
Tumpeng Sewu merupakan tradisi adat Suku Osing, suku asli Banyuwangi yang
digelar setiap tahunnya seminggu sebelum Hari Raya Idul Adha sebagai rasa
syukur mereka kepada Yang Maha Kuasa. Uniknya, nggak jarang warga dari luar
desa, luar kota bahkan luar negeri juga datang ke sini demi ingin mengikuti tradisi
yang sejak dulu ada dan turun temurun ini. Sebelum makan tumpeng sewu, warga
melakukan mepe kasur (menjemur kasur) secara masal di halaman rumah pada
pagi hari, kemudian pembacaan doa dan ritual. Sekarang, nggak
cuman mepe kasur, doa dan ritual, tapi ada pertunjukan seninya juga.

12
BAB III

PENUTUP

III.I Kesimpulan

Adat istiadat merupakan kebiasan disuatu suku atau daerah tertenu yg dipercaya
oleh masyarakat setempat. Adat istiadat perlu dilaksanakan berdasarkan adat tempat
dimana anda berada. Jika melanggar norma ini, sanksi yang diberikan juga sesuai daerah
tersebut, adat istiadat juga rutin dilaksanakan di waktu yang sudah di tentukan dari
biasanya. Juga dilakukan dengan sesuatu ajaran agamanya masing masing termasuk
dengan agama islam yang banyak dikaitkan dalam tradisi yang ada di pulau jawa.

Setiap tradisi merupakan suatu kebiasaan yang turun temurun dalam suatu
masyarakat, tradisi menjadi bagian dari kehidupan suatu kelompok masyarakat yang ada
di Indoneseia. Contohnya seperti suku jawa dalam mempertahankan kebudayaan nya
dengan tetap memegang teguh adat dan kebudayaan nya, dengan tetap memakai bahasa
Jawa pada sesama orang Jawa dan mengajarkan adat istiadat yang berlaku di daerah
tersebut ke anak – anaknya.

III.II Saran

13
Sebelum nilai nilai adat istiadat ini pudar dan tidak mendapat dukungan lagi dari
warga masyarakatnya, maka perlu sedini mungkin nilai nilai adat istiadat ini
diinventarisikan dan di dokumentasikan, karena adat istiadat senantiasa akan berubah dan
berganti setiap waktu. Perubahan adat istiadat akan terus mengikuti perkembangan
masyarakat, oleh karena bukan kepastian hukum yang lebih utama dipentingkan,
melainkan kerukunan hidup dan rasa keadilan yang dapat diwujudkan tidak karena
paksaan tetapi karena kesadaran dan keserasian, keselarasan dan kedamaian di dalam
masyarakat. Penulis sarankan agar makalah ini dapat dijadikan pedoman dalan membuat
kebijaksanaan khususnya kebijaksanaan di bidang tradisi perkawinan.

DAFTAR PUSTAKA

1. https://www.silontong.com/2019/02/12/adat-istiadat-suku-sunda/?amp
2. https://www.google.com/amp/s/m.kumparan.com/amp/berita-hari-ini/macam-macam-adat-
istiadat-jawa-tengah-dan-tujuannya-1x2SDPydncJ
3. https://www.google.com/amp/s/m.republika.co.id/amp/nwo3s821
4. https://www.google.com/amp/s/www.idntimes.com/hype/fun-fact/amp/riyan-sumarno/
tradisi-jawa-timur-c1c2
5. https://www.google.com/amp/s/m.brilio.net/amp/jalan-jalan/4-upacara-adat-terkenal-di-
jogja-yang-wajib-diketahui-1908271.html
6. https://www.google.com/amp/s/travel.okezone.com/amp/2021/05/12/406/2409604/grebeg-
syawal-sebuah-tradisi-lebaran-di-yogyakarta-yang-tak-lekang-waktu
7. https://www.silontong.com/2019/02/12/adat-istiadat-suku-sunda/?amp
8. https://m.merdeka.com/jabar/4-tradisi-di-jabar-ini-bantu-sucikan-diri-jelang-bulan-
ramadan.html?page=4

14

You might also like