You are on page 1of 12

PREVALENSI KLASIFIKASI MALOKLUSI SKELETAL DAN INKLINASI

GIGI INSISIVUS RAHANG ATAS DENGAN METODE STEINER


YANG DITINJAU DARI RADIOGRAF SEFALOMETRI DI
RUMAH SAKIT GIGI DAN MULUT PRIMA MEDAN

PROPOSAL PENELITIAN

SKRIPSI

Dosen Pembimbing : drg. Phimatra Jaya Putra.,M.M, Sp.RKG,


Subsp.Rad.D (K)

Peneliti : Andreas Kevin Butarbutar (193308010017)

FAKULTAS KEDOKTERAN, KEDOKTERAN GIGI DAN ILMU KESEHATAN

PROGRAM STUDI S1-PENDIDIKAN DOKTER GIGI

UNIVERSITAS PRIMA INDONESIA

MEDAN

2022
BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Maloklusi kini diakui sebagai masalah kesehatan di seluruh dunia karena


maloklusi dapat mempengaruhi kualitas hidup manusia. Maloklusi diartikan sebagai
tidak sesuainya hubungan rahang atau susunan gigi serta adanya perubahan skeletal
yang akan menyebabkan masalah estetika dan fungsional. Menurut World Health
Organization (WHO), maloklusi diartikan sebagai gangguan fungsional yang dapat
menimbulkan hambatan fisik maupun emosional dari penderitanya. Karena tidak ada
hubungan dinamis antara gigi, tulang rahang dan tulang wajah, hal tersebut dapat
mempengaruhi estetika dan penurunan fungsi. WHO menganggap maloklusi sebagai
bagian dari Handicapping Dentofacial Anomaly yang artinya kelainan yang
menyebabkan ketidaksesuaian antara rahang, gigi terhadap tulang wajah yang dapat
menjadi masalah kesehatan bagi pasien, sehingga perlu melakukan perawatan
ortodontik. (Alvaro et al., 2013; Farani Wustha & Abdilla., 2021; Utari Ratya dan
Putri., 2019; Sandep et al., 2012)

Berdasarkan dari Riset Kesehatan Dasar Nasional tahun 2013 melaporkan


bahwa sebanyak 25,9% penduduk Indonesia mempunyai masalah pada gigi dan
mulut. Maloklusi merupakan masalah terbesar kedua dan 80% diantaranya Indonesia
mengalami maloklusi. Hal ini ditambah dengan tingkat kesadaran perawatan gigi
yang masih minim dan masyarakat belum menyadari bahwa pentingnya pemeliharaan
kesehatan gigi dan mulut. ( Wustha & Abdilla., 2021)

Maloklusi menempati posisi ketiga yang terjadi pada gigi dan mulut setelah
karies gigi dan penyakit periodontal sehingga maloklusi telah menjadi prioritas ketiga
pada masalah kesehatan mulut di seluruh dunia. Maloklusi sering sekali
mempengaruhi kesehatan jaringan periodontal dan menyebabkan peningkatan
insidensi karies gigi dan permasalahan sendi temporomandibular. Pada dasarnya,
maloklusi bukan suatu penyakit, melainkan suatu keadaan abnormal. Maloklusi telah
diabaikan oleh sebagian masyarakat karena maloklusi tidak menimbulkan simtom
atau gejala, tidak seperti karies dan penyakit periodontal yang dapat menimbulkan
gejala dan rasa tidak nyaman. (Yuanisa et al. 2016).

Pengetahuan tentang pertumbuhan dan perkembangan sangat penting dalam


ortodontik untuk mendapatkan diagnosis yang akurat dan menyusun rencana
perawatan yang tepat. Pertumbuhan yaitu peningkatan ukuran dan jumlah sel,
sedangkan perkembangan adalah peningkatan kemampuan, struktur dan fungsi yang
lebih kompleks. Kebanyakan perawatan ortodontik dilakukan pada anak-anak yang
masih dalam masa tumbuh kembang dan berpengaruh pada pertumbuhan kraniofasial.
Terjadinya maloklusi akibat adanya penyimpangan dari proses tumbuh kembang
sehingga berpengaruh terhadap insidensi maloklusi. (Proffit, W.R., 2014; Wilar, L.A.,
2014; Fitriahadi dan Priskila., 2020).

Tercapainya tumbuh kembang yang optimal tergantung pada potensi biologis


individu sebagai hasil dari interaksi antara faktor genetik dan lingkungan. Tingkat
keparahan maloklusi berbeda-beda yang menunjukkan adanya variasi biologis dari
setiap individu. Bentuk dari variasi tersebut harus dikelompokkan sehingga
diperlukan klasifikasi maloklusi. Klasifikasi yang dimaksud adalah deskripsi
penyimpangan dari maloklusi berdasarkan karakteristik-karakteristik kelainan yang
terjadi. (Muttaqin Zulfan et al., 2019)

Terdapat beberapa klasifikasi maloklusi seperti, klasifikasi Angle, klasfikasi


Simon, dan klasifikasi Salzmann (klasifikasi skeletal), namun klasifikasi Angle dan
klasifikasi Salzmann menjadi klasifikasi yang paling umum digunakan hingga saat ini
dikarenakan penggunaanya mudah dan sering dipakai. Maloklusi memiliki etiologi
multifaktor dan tidak memiliki satu penyebab yang pasti. Banyak faktor yang dapat
menimbulkan terjadinya maloklusi seperti genetic, cacat bawaan, supernumery teeth,
oral bad habit dan malnutrisi. (Muttaqin Zulfan et al., 2019; Wijayanti et al., 2014.,
Fitriahadi dan Priskila., 2020)

Penggunaan radiografi gigi atau yang biasa disebut dengan radiografi dental
telah lama dikenal sebagai sarana penunjang pemeriksaan dalam kedokteran gigi.
Dental radiography adalah suatu teknik pengambilan radiograf dari
dentomaxillofacial dan jaringan sekitarnya. Radiograf banyak digunakan dalam
pemeriksaan penunjang yang dapat membantu dokter gigi untuk melihat kondisi
rongga mulut yang lebih rinci, namun banyak dokter gigi belum dapat
mengaplikasikan radiograf sebagai pemeriksaan penunjang dalam praktik mereka
(Raidha dkk., 2019).
Radiografi yang digunakan dalam bidang kedokteran gigi berdasarkan dari
teknik pencitraan dan penempatan film, dapat dibedakan menjadi dua, yaitu teknik
radiografi ekstra oral yang berarti melalui luar mulut pasien, dan teknik radiografi
intraoral yang berarti pengambilan radiografi melalui dalam mulut pasien. Contoh
teknik radiografi ekstraoral adalah radiografi panoramik, proyeksi lateral sefalometri.
Teknik radiografi intraoral merupakan teknik pencitraan radiografi dari gigi geligi
dan jaringan disekitarnya, contoh dari radiografi intraoral seperti radiografi
periapical, radiografi bitewing dan radiografi oklusal. (Heryanto dan Nehemia, 2013).

Lebih dari 80% bahwa kasus dalam kedokteran gigi memerlukan


pemeriksaan radiograf dalam tatalaksana penyakit gigi dan mulut serta tingkat
keakuratan radiograf yang tinggi sangatlah diperlukan dalam manajemen kasus
penyakit gigi dan mulut. Pencitraan radiografi dengan kualitas tinggi akan
menunjukkan struktur anatomi jaringan keras dan lunak secara detail tanpa adanya
distorsi atau pembesaran, sehingga nantinya akan memberikan hasil yang optimal
untuk dilakukan interpretasi. Kesalahan teknik radiografi dapat mempengaruhi
keakuratan hasil radiograf yang sangat berpengaruh terhadap keberhasilan rencana
perawatan dan salah satunya adalah terjadinya distorsi. (Anggara, Iswani., 2015)
Radiografi sefalometri adalah metode standar yang digunakan untuk
mendapatkan gambaran radiograf tulang kepala dan jaringan sekitarnya yang berguna
untuk menyusun rencana perawatan dan menganalisis tumbuh kembang pasien.
Sefalometri adalah ilmu yang mempelajari pengukuran yang bersifat kuantitatif
terhadap tulang kepala, maksila, mandibula, gigi rahang atas dan gigi rahang bawah
untuk mendapatkan informasi tentang pola kraniofasial. Hubungan antara jaringan
keras dan jaringan lunak pada dentofasial dapat dilihat dengan menggunakan
radiograf sefalometri lateral. (Holroyd J.R., 2011; Cristiany, et al., 2013).

Metode analisis Steiner dianggap sebagai analisis modern karena


pengerjaannya cepat dan mudah untuk menentukan rencana perawatan ortodontik.
Analisis steiner mencakup perhitungan posisi dan inklinasi gigi terhadap rahang dan
posisi rahang terhadap kranium. Tidak hanya analisis Steiner, namun tersedia juga
metode analisis lainnya seperti analisis Downs, analisis Rickets dan analisis Tweed.
(Proffit, W.R., 2014)

Di Rumah Sakit Gigi dan Mulut Prima Medan terdapat beberapa kasus
maloklusi sehingga berdasarkan uraian latar belakang diatas, maka penulis tertarik
untuk melakukan suatu penelitian terkait dengan penggunaan radiograf sefalometri
sebagai pemeriksaan penunjang dalam menentukan diagnosis maloklusi dengan judul,
“Prevalensi Klasifikasi Skeletal dan Inklinasi Gigi Insisivus Rahang Atas dengan
Metode Steiner yang Ditinjau dari Radiograf Sefalometri di Rumah Sakit Gigi dan
Mulut Prima Medan.”

1.2. Rumusan Masalah


Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan sebelumnya, maka penulis dapat
merumuskan masalah, yaitu:
Bagaimana prevalensi maloklusi skeletal dan inklinasi gigi insisivus rahang atas
dengan metode Steiner yang ditinjau dari radiograf sefalometri di Rumah Sakit Gigi
dan Mulut Prima Medan?
1.3. Tujuan Penelitian
Adapun tujuan dilakukan penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Untuk mengetahui prevalensi maloklusi skeletal yang ditinjau dari radiograf
sefalometri di Rumah Sakit Gigi dan Mulut Prima, Medan.
2. Untuk mengetahui inklinasi gigi insisivus rahang atas dengan metode Steiner
yang ditinjau dari radiograf sefalometri di Rumah Sakit Gigi dan Mulut Prima
Medan?

2.1. Manfaat Penelitian


2.1.1. Manfaat Institusional
Dalam penelitian ini, diharapkan memberikan manfaat institusional, sebagai berikut:
1. Dapat digunakan sebagai media pembelajaran untuk menambah pengetahuan dan
informasi dalam bidang penelitian.
2. Dapat digunakan sebagai sumber informasi bagi institusi dalam hal akademik.
3. Dapat menambah data penelitian dan bahan acuan untuk penelitian lebih lanjut.

2.1.2. Manfaat Praktisi


Dalam penelitian ini, diharapkan memberikan manfaat praktisi, yaitu:
1. Dapat dijadikan sebagai sumber referensi yang dapat dipertimbangkan dalam
menyusun rencana perawatan ortodontik pada pasien.
2. Dapat dijadikan indikator yang digunakan oleh dokter gigi dalam melakukan
perawatan ortodontik yang ditinjau dengan radiograf sefalometri berdasarkan
prevalensi maloklusi.

2.1.3. Manfaat Kemasyarakatan


Dalam penelitian ini, diharapkan memberikan manfaat kepada masyarakat, yaitu:
1. Dapat memberikan pengetahuan kepada masyarakat tentang maloklusi skeletal.
2. Dapat digunakan sebagai sumber pengetahuan dan bahan acuan dalam penelitian
selanjutnya.

BAB II

METODE PENELITIAN

2.1. Jenis Penelitian


Adapun jenis penelitian ini adalah deskriptif observasional yang bertujuan
untuk mendeskripsikan atau menggambarkan jumlah kasus maloklusi dan inklinasi
gigi insisivus rahang atas yang ditinjau dengan radiograf sefalometri di Rumah Sakit
Gigi dan Mulut Prima, Medan.

2.2. Lokasi Penelitian


Penelitian ini dilakukan di bagian instalasi Radiologi Kedokteran Gigi
Universitas Prima Indonesia, Medan.

2.3. Waktu Penelitian


Penelitian ini dilakukan pada bulan Juni 2022 sampai Oktober 2022.

2.4. Populasi dan Sampel Penelitian

2.4.1. Populasi Penelitian

Populasi penelitian ini adalah radiograf sefalometri tentang kasus maloklusi


pada masa fase gigi bercampur di RSGM Prima, Medan periode Januari 2022 sampai
April 2022. Dimana jumlah radiograf yang diteliti sebanyak 50 radiograf sefalometri
di RSGM Prima, Medan.

2.4.2. Sampel Penelitian


Sampel pada penelitian ini adalah seluruh populasi yang memenuhi kriteria
sampel penelitian, dengan kriteria sebagai berikut:
1. Usia dengan fase gigi bercampur
2. Dibedakan sesuai jenis kelamin
3. Foto sefalometri dalam kondisi baik dan dapat dibaca
Adapun penentuan besar sampel pada penelitian ini dihitung dengan
menggunakan rumus Slovin, dengan sistematikanya sebagai berikut:

N
n= 2
1+ Ne
Keterangan:
n = Jumlah Sampel
N = Jumlah Populasi (50 foto radiograf sefalometri)
e = presentase kelonggaran ketidaktelitian karena kesalahan pengambilan sampel,
dengan e = 3% atau e=0,03

Berdasarkan rumus perhitungan Slovin diatas, maka total sampel yang


digunakan dalam penelitian ini sebanyak 48 foto radiograf.

2.5. Teknik Sampling


Teknik sampling atau teknik pengambilan sampel yang digunakan dalam
penelitian dilakukan secara random sampling dimana karakteristik pengambilan
sampel ini dilakukan secara acak dan disesuaikan dengan tujuan penelitian.

2.6. Kriteria Inklusi dan Eksklusi


2.6.1. Kriteria Inklusi
Kriteria inklusi pada penelitian ini adalah foto radiograf sefalometri kasus
maloklusi di RSGM Prima Medan yang telah memenuhi syarat umum interpretasi
radiografi.

2.6.2. Kriteria Eksklusi


Kriteria eksklusi pada penelitian ini dari foto radiograf sefalometri yang tidak
memenuhi syarat umum penelitian, seperti foto radiograf tidak terbaca, foto radiograf
yang terpotong, teknik pengambilan foto yang salah.
2.7. Variabel Penelitian
Adapun variabel dalam penelitian ini didapatkan dari foto sefalometri yang
dalam fase gigi bercampur yang ditracing dengan mengukur sudut SNA, SNB, ANB,
inklinasi insisisvus rahang atas.

2.8. Definisi Operasional

Tabel 2.1. Definisi Operasional Penelitian

Variabel Definisi Alat Hasil Skala


Ukur Ukur Ukur
Maloklusi merupakan suatu
keadaan abnormal
dentofasial
Maloklusi - - -
yang mengganggu fungsi
sistem mastikasi, penelanan,
berbicara serta keharmonisan
wajah.
Gambaran radiograf dari
cranium yang berguna untuk
membuat rencana perawatan
Foto serta menunjang dalam
Sefalometri - - -
melakukan diagnosis dan
bersifat kuantitatif terhadap
bagian tertentu dari kepala
untuk mendapat informasi
mengenai pola kraniofasial.
Hasil tracing sudut yang Penggaris Derajat Nominal
SNA dibentuk oleh garis SN dan (degree)
titik maksila (A), yang
menyatakan posisi maksila
terhadap basis cranial dalam
satuan derajat.
Hasil tracing yang dibentuk Penggaris Derajat Nominal
oleh garis SN dan titik (degree)
SNB mandibula (B), yang
menyatakan posisi mandibula
terhadap basis cranial dalam
satuan derajat.
Hasil tracing sudut yang Penggaris Derajat Nominal
merupakan perbedaan antara (degree)
ANB sudut SNA, SNB dan
menyatakan relasi antara
maksila dan mandibula.
Hasil tracing sudut yang Penggaris Derajat Nominal
Inklinasi ditentukan dari relasi gigi- (degree),
Insisivus RA gigi rahang atas terhadap milimeter
(I – NA) garis N-A dalam satuan (mm)
derajat.

2.9. Alat dan Bahan Penelitian


2.9.1. Alat Penelitian
Alat-alat yang digunakan untuk penelitian ini adalah:
1. Tracing box viewer
2. Alat tulis (pensil, spidol, penggaris, dan penghapus)
3. Gunting dan selotip
4. Program SPSS

2.9.2. Bahan Penelitian


Bahan yang digunakan untuk penelitian ini adalah:
1. Kertas asetat tracing
2. Foto radiograf sefalometri

Tabel 2.2. Alat dan bahan penelitian.

2.10. Prosedur Pengambilan Data


1. Mencatatat identitas umum dari sampel, meliputi nama, usia, dan jenis kelamin.
2. Melakukan tracing sefalometri terhadap hasil foto dari masing-masing sampel.
3. Menganalisis hasil sefalometri dengan mengukur sudut SNA, SNB, ANB,
inklinasi insisivus rahang atas.
4. Mengintepretasi hasil analisis sefalometri dari masing-masing sampel.
5. Mengolah hasil interpretasi.

2.11. Analisis Data


Analisis data dilakukan secara deskriptif yang bertujuan untuk mengetahui
jumlah kasus maloklusi skeletal dan inklinasi gigi insisivus rahang atas dengan
metode Steiner yang ditinjau dari radiograf sefalometri di RSGM Prima yang
disajikan dalam bentuk tabel distribusi frekuensi dan persentase serta pengolahan data
dilakukan melalui software SPSS.
2.12. Alur Penelitian

Survey Lokasi

RSGM Prima Bagian Radiologi

Pengumpulan dan Pengambilan Data

Pengolahan dan Analisa Data

Penyajian Data

Pengolahan dan Analisa Data

Kesimpulan dan Saran

You might also like