You are on page 1of 24

MAKALAH KIMIA BAHAN ALAM LAUT

“SPIRULINA”

DISUSUN OLEH :
KELOMPOK 6

ANGGOTA :

DINDA DAMAYANTI (51721011020)

LISA INDRIANI (51621011112)

WA ODE NUR AL FITRI (51621011066)

AFRIANA ABDULLAH (51721011001)

JURUSAN FARMASI

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

UNIVERSITAS PANCASAKTI

TAHUN 2022/2023
DAFTAR ISI
DAFTAR ISI ............................................................................................................................. ii

BAB I PENDAHULUAN ........................................................................................................... 1

I.1 Latar Belakang................................................................................................................ 1

I.2 Rumusan Masalah .......................................................................................................... 2

I.3 Tujuan ............................................................................................................................. 3

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ................................................................................................ 4

II.1 Rumput Laut.................................................................................................................. 4

II.2 Sargassum cristaefolium ............................................................................................... 9

II.3 Alginat ........................................................................................................................ 10

II.4 Proses Pembuatan Alginat........................................................................................... 14

II.5 Fulselaran .................................................................................................................... 17

II.6 Proses Pembuatan Fulselaran ...................................................................................... 17

II.7 Laminaran ................................................................................................................... 19

II.8 Proses Pembuatan Laminaran ..................................................................................... 20

BAB III PENUTUP .................................................................................................................. 23

III.1 Kesimpulan ................................................................................................................ 23

III.1 Saran .......................................................................................................................... 24

DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................................... 25

ii
BAB I

PENDAHULUAN

I.1. LATAR BELAKANG

Spirulina merupakan mikroalga yang digolongkan ke dalam cyanobacteria,


berwarna hijau-kebiruan, berbentuk spiral, tidak berkoloni dan bersel satu1 . Spirulina
memiliki kandungan nutrisi yang tinggi. Biomassa Spirulina platensis mengandung
nutrisi diantaranya protein 60-70%, karbohidrat 20-25%, lipid 4-6%, beberapa asam
lemak tidak jenuh, beberapa vitamin, mineral, asam amino, karotenoid, klorofil dan
fikosianin. Spirulina juga sering digunakan sebagai bahan baku untuk industri kimia
(biopigmen), pangan (suplemen), dan pakan (Susanna, et al., 2007)
Spirulina adalah cyanobacteria berbentuk spiral, memiliki klorofil, dan
mengandung protein sekitar 50-70% berat kering, beberapa vitamin dan mineral.
Spirulina sp dapat dibudidayakan pada media air tawar, air payau dan air laut. Spirulina
sp. banyak dimanfaatkan secara luas di dalam berbagai bidang seperti bidang kosmetik,
kesehatan, pangan, dan budidaya perairan, dalam budidaya perairan Spirulina sp.
dimanfaatkan sebagai pakan alami bagi larva dan sebagai pakan bagi zooplankton.
Semakin banyaknya kebutuhan dalam bidang budidaya perairan dan kesehatan terhadap
pakan alami yang secara terus menerus maka perlu diupayakan untuk meningkatkan
kuantitas dan juga kualitas produksi Spirulina sp (Moelyono, 2016).
Karotenoid adalah salah satu kandungan spirulina yang sangat diminati di pasar
global karena aplikasinya yang luas dalam bidang kesehatan, obat-obatan, zat pewarna
makanan, serta kosmetik. Karotenoid sebagai zat aditif pada makanan perlu ditingkatkan
karena mempunyai manfaat kesehatan dan dapat menambah daya tarik produk. Zat Aditif
makanan sintetis yang umum digunakan sekarang banyak dikurangi pemakaiannya
karena diduga dapat bertindak sebagai promotor karsinogenesis dan menyebabkan
toksisitas hati dan ginjal. Karena itulah perlu diganti zat aditif makanan sintetis dengan
pigmen alami seperti karotenoid (Sutomo, 1991).
Seiring bertambahnya tingkat kesadaran masyarakat untuk kesehatan
menyebabkan meningkatnya kebutuhan masyarakat akan pangan fungsional. Pangan
fungsional dapat diperoleh dengan ditambahkannya bahan-bahan yang mempunyai fungsi

1
khusus bagi kesehatan seperti protein, karotenoid, asam lemak dan lainnya. Banyak hasil
penelitian yang menunjukkan bahwa mikroalga memiliki potensi yang besar sebagai
sumber bahan pangan fungsional. Mikroalga memiliki kandungan lipid dan asam lemak
yang dapat dijadikan sebagai bahan pangan fungsional. Spirulina mengandung Poly
Unsaturated fatty Acid (PUFA) sekitar 1,3 hingga 15% dari lemak totalnya. Selain itu
juga terkandung Gamma Linoleic Acid (GLA) sekitar 25 hingga 60% dari total lemak,
asam oleat (1 hingga 15,5%), asam linoleat (10,8 hingga 30,7%) (Moelyono, 2016).
Berdasarkan latar belakang diatas maka penulis mengangkat topik yang di beri
judul makalah Spirulina untuk mengatahui tentang spirulina, proses pengolahan dan
produk yang berasal dari spirulina

I.2. RUMUSAN MASALAH

1. Apa yang dimaksud dengan Spirulina ?

2. Bagaimana Proses pembuatan spirulina ?

3. Bagaimana pemanfaatan spirulina di bidang kesehatan?

I.3. TUJUAN

1. Untuk mengetahui tentang spirulina

2. Untuk mengetahui proses pembuatan spirulina

3. Untuk mengetahuia pemanfaatan spirulina di bidang kesehatan

2
BAB II

PEMBAHASAN

II.1 SPIRULINA

Spirulina sp. merupakan mikroalga yang menyebar secara luas, dapat ditemukan
di berbagai berbagai tipe lingkungan, lingkungan, baik di perairan perairan payau, laut dan
tawar. Ciri-ciri morfologinya yaitu filamen yang tersusun dari trikoma multiseluler
berbentuk spiral yang bergabung menjadi satu, memil satu, memiliki sel berkolom
membentuk filamen terpilin menyerupai spiral, tidak bercabang, autotrof, dan berwarna biru
kehijauan Filamen sel-sel spirulina berawal dari sel-sel muda yang membelah pada sisi luar
sumbu utama filamen, sehingga terbentuk satu filament yang berisi beberapa sel yang
merupakan satu rangkaian. Rangkaian sel tersebut disebut trikom. Spirulina sp dapat
bergerak sepanjang garis tengahnya dengan cara menggelinding. Bentuk tubuh Spirulina
platensis yang menyerupai benang merupakan rangkaian sel yang berbentuk silindris dengan
dinding sel yang tipis, berdiameter 1-12 mikrometer. (Ciferri, 1983).

II.1.1 Morfologi Spirulina

Spirulina sp merupakan mikroorganisme autotrof berwarna hijau kebiruan,


dengan sel berkoloni membentuk filament terpiin menyerupai spiral (helix), sehingga
disebut alga hijau-biru berfilamen. Menrut (Ciferri, 1983) diameter trikom untuk
ukuran jenis kecil berkisar antan 1-3 pm dan 3-12 jam untuk ukuran jenis besar.
Ukuran trikom yang berbeda-beda tidak dapat dipertahankan bila kondisi
lingkungannya tidak sesuai dengan kondisi alamiali Bentuk spiral trikom dan

3
Spirulina sp ini hanya dapat dipertahankan path medium cair, sedangkan pada media
padat akan memendek secan perlahan tergantung kandungan air pada permukaan.

Spirulina sp merupakan mikroalga mufti seluler, terdini dan sel-sel silindris


yang membentuk koloni Koloni tersebut merupakan hasil pembelahan sel secara
berulang-ulang pada bidang tunggal dan membentuk rantai yang disebut trikom.
Trikom tersebut dapat berlekatan satu dengan yang lainnya, dengan penghubung
berupa selubung gelatin yang mengelilinginya. Trikom dan selubung yang
mengelilinginya disebut filament.

Dinding sel Spirulina sp terdiri dan beberapa lapisan yaitu mukopolimer.


Komponen pektin dan dibagian luarnya terdapat lapisan lendir yang terbuat dan
polisakanida dan tidak mengandung bahan selulosa. Dibawah mikroskop elektron
dapat diketahui bahwa struktur dinding Spirulina sp terdini dan empat lapis. Lapisan
pertama yaitu lapisan terluar terdiri dan materi yang susunannya sejajar dengan
trikom. Lapisan kedua tendini dan benang-benang protein yang saling terikat dalam
bentuk spiral yang mengelilingi trikom. Lapisan ketiga terdapat pada bagian dalam
filamen dan banyak mengandung peptidoglikan. Lapisan ini menempel pada lapisan
keempat Lapisan keempat merupakan lapisan yang memisahkan bagian luar dengan
inti sel. Dibawah mikroskop elektron lapisan kesatu dan ketiga setelah di preparasi
hanya tersusun dan peptidoglikan. Struktun dinding sel Spirulina sp tipis seperti pada
bakteri gram negatif dengan kandungan lipid sebesar 11% sampai 22%.

Isi sel spirulina sp terbagi menjadi dua bagian yaitu sentroplasma yag berada di
bagian pusat dan dilekilingi oleh kloroplasma adalah daerah berpigmen di luar inti sel
dan berstruktur homogeny, sedangkan sentroplasma berbentuk tidak teratur,
mendominasi sepertiga volume sel dan memiliki massa yang padat, yang umumnya
disebut inti. Inti ini tidak memiliki membrane pembatas sehingga tidak mengalami
pembelahan mitosis. Sitoplasma spirulina sp tersusun atas system organisasi tilakoid.
Tilakoid merupakan membrane organel sel berbentuk kantong memanjang dan
dikelilingi oleh sitoplasma yang diselubungi oleh membrane plasma dan sifatnya non
granular.

4
II.1.2 Klasifikasi Spirulina

Klasifikasi Spirulina sp. menurut Bold dan Wyne (1985) adalah sebagai berikut
:

Kingdom : Protista

Divisio : Cyanophyta

Class : Cyanophyceae

Ordo : Nostocales

Family : Oscilatoriaceae

Genus : Spirulina

Species : Spirulina sp.

II.1.3 Kandungan Spirulina

Analisis kimia Spirulina sp. dimulai pada tahun 1970 yang menunjukkan
Spirulina sp. sebagai sumber yang sangat kaya protein, vitamin, dan mineral.
Kandungan protein pada Spirulina sp. berkisar antan 60%-70% dan berat kering,
mengandung provitamin A tinggi, sumber betakaroten yang kaya vitamin B 12 dan
digunakan dalam pengobatan anemia, kandungan lipid sekitar 4-7%, serta
karbohidrat sekitan 13,6%. Spirulina sp. juga mengandung kalium, protein dengan
kandungan Gomma Linolenic Acid (GLA) yang tinggi. Spirulina juga kaya akan
vitamin diantaranya vitamin B1: B2. B3, B6. B9. B12. vitamin C, vitamin D dan
vitamin E. Komposisi pigmen pada Spirulina sp. Merupakan komposisi pigmen yang
kompleks dan umum ditemukan pada alga hijau biru. Komposisi tersebut
diantaranya adalah klorofil –a, xanthophyll, fikosianin dan zeaxanthin. Spirulina sp.
Mengandung fikosianin yang tinggi sehingga warnanya cenderung hijau biru (Ali et
al., 2015).
Kandungan Nutrisi yang paling banyak terkandung dalam Spirulina plantesis
adalah protein Pada tabel di bawah ini akan menujukkan kandungan nutrisi Spirulina
plantesis dalam 100 gram serbuk kering. kandungan protein pada Spirulina plantesis

5
adalah sebesar 60%-70%, sisanya merupakan kandungan lain berupa karbohidrat,
lemak, mineral dan air (Kabinawa, 2006).

Warna hijau biru dari Spirulina plantesis disebabkan karena kandungan


berbagai macam pigmen. Fikobiliprotein adalah golongan pigmen yang paling
banyak terdapat pada Spirulina plantesis, kandungannya mencapai 20% dari 100
gram serbuk kering. Fikobiliprotein merupakan golongan pigmen fotosintetik yang
berperan dalam transfer energi secara efisien pada rantai fotosintesis (Kabinawa,
2006).
II.1.4 Manfaat Spirulina
Spirulina sp merupakan salah satu pakan alami yang telah dtmanfaatkan
sebagai pakan alami pada budidava organisme laut seperti rotifer, larva oyster,
kerang mutiara, abalone, udang, kakap dan kerapu (Isnansetyo dan Kurniastuty,
1995). Suminto (2009) menyatakan baliwa kandungan protein Spirulina sp sebesar
60-71 %, lemak 8 %, karbohidrat 16 %, 1,6 % kiorofil -a, 18 % pikosianin, 17 %
betacarotin, 20-30 % asam linoleat dan vitamin. Spirulina sp juga mengandung
pigmen warna caretonoid yang tinggi serta sebagai sumber potassium, kalsium,
krom, tembaga, besi, magnesium, fosfor, selenium, sodium dan seng.
Spirulina sp mengandung pigmen biru fikosianin sekitar 20% berat keringnya.
Kandungan fikosianin dalam Spirulina, sp. tergantung pada suplai nitrogen.
Fikosianin telah digunakan sebagai pewarna alami makanan, kosmetika, dan
obatobatan. Fikosianin merupakan protein kompleks yang mampu meningkatkan
kekebalan tubuh, bersifat antikanker dan antioksidan (Kozlenko dan Henson, 1998),
Ganggang ini mengandung kadar protein yang tinggi sehingga dijadikan
sumber makanan. Spirullina mampu menghasilkan karbohidrat dan senyawa organik

6
lain yang sangat diperlukan oleh tubuh, juga menghasilkan protein yang cukup tinggi
Manfaat lain dari mikroalga Spirulina adalah sebagai pakan zooplankton, larva
udang atau ikan dan hewan-hewan kecil lainnya. Di Jepang Spirulina diberikan pada
ikan mas koki dan ikan hias lainnya untuk meningkatkan kualitas warna ikan hias
tersebut. Hingga saat ini di Indonesia belum terdapat pembudidayaan Spirulina skala
massal yang dilakukan oleh peternak ikan untuk kepentingan pakan alami.
Spiriluna juga dapat menstabilkan jumlah sel-sel darah merah, sel-sel darah
putih, dan hemoglobin. Selain itu, memenuhi kebutuhan nutrisi dalam tubuh serta
mengurangi efek samping terhambatnya produksi stem sel atau sel-sel penghasil sel
darah. Pada percobaan terhadap hewan, terlihat bahwa spirulina meningkatkan
hematopoiesis yakni pembentukan sel darah merah. Itu diyakini karena tingginya
kandungan zat besi di dalamnya.
Manfaat penambahan Spirulina pada makanan ikan adalah mencerahkan warna
ikan, menaikan pertumbuhan rata-rata. Sementara bagi ikan konsumsi sprirulina
berpengaruh pada bau dari ikan tersebut, Ikan memberikan respon kepada rasa
Spirulina dan membuat ikan lebih berdaging. Ikan akan tumbuh lebih cepat, rasanya
lebih enak, dan mencegah penyakit. Pada spesies ikan tropis, spirulina merupakan
bagian yang penting dalam kandungan makanan. Lima manfaat Spirulina untuk
kesehatan ikan adalah sebagai berikut:
1) Spirulina mengandung vitamin dan mineral.
2) Spirulina kaya akan muco protein baik untuk kesehatan kulit.
3) Kandungan phycocyanin yang dapat mengurangi obesitas dan membuat ikan
menjadi lebih sehat.
4) Kandungan asam lemak yang berguna untuk pertumbuhan organ.
5) Spirulina mengandung zat pewarna natural seperti carotenoids.
Dengan memberi Spirulina, ikan tropis akan menjadi lebih indah, sehat, dan
dapat hidup lebih lama.
II.1.5 Habitat Spirulina
Spiruilna sp merupakan phytoplankton yang dapat ditemukan pada daerah
airtawar, air payau dan air asin. Round (1973) dalam Ali et al., (2015), mengatakan
bahwa alga spirulina sp dapat tuinbuh di daerah tercemar dan sistem air buangan

7
limbah. Spiruilna sp memiliki toleransi yang cukup tinggt terhadap salinitas tempat
hidupnya, sehingga mampu hidup di air payau, air tawar, kolam pasang surut dan
kolam bersalinitas tinggi.
II.1.6 Lingkungan fisik, kimia air untuk pertumbuhan Spirulina
Kondisi lingkungan dan intensitas sinar matahari berpengaruh terhadap jumlah
populasi fitoplankton. Factor lingkungan yang mempengaruhi pertumbuhan sel
spirulina sp adalah suhu, salinitas, intensitas cahaya, dan ketersediaan makro dan
mikronutrien
a) Suhu
Suhu air merupakan faktor fisika yang mempengaruhi kultur alga di
laboratortum. Secara langsung suhu merupakan faktor yang mempengaruhi
proses metabolisme, sedangkan secara tidak langsung suhu akan mempenaruhi
kondisi lingkungan media pertumbuhan Pertumbuhan kondisi lingkungan ini
nantinya akan mempenaruhi proses metabolisme dan reproduksi sel. Menurut
Fogg (1975) dalam Ariyati (1998), temperatur yang balk untuk kultur alga di
laboratortum adalah beulasar antara 20°C — 30°C sedangkan temperatur
optimum untuk kultur Spirulina sp adalah berkisar antara 30°C — 35°C.
b) Salinitas
Salinitas merupakan salah satu faktor yang berpengaruh terhadap organisme
air dalam mempertahankan tekanan osmotik yang seimbang dengan air sebagai
lingkungan hidupnya. Kebanvakan alga termasuk spirulina sp mempunyai
toleransi yang cukup besar terhadap perubahan salinitas. Eppley (1977) dalam
Ariyati (1998) mengemukakan bahwa spirulina sp merupakan salah satu jenis
mikroalga euryhaline.
Menurut angka dan suhartono (2000), kebanyakan alga sangat peka terhadap
perubahan salinitas, selanjutnya dikatakan pula bahwa salinitas pada media
kultur dapat mempengaruhi proses fotosintesis. Penurunan salinitas air media
menyebabkan air media bersama ion-ion yang terlarut masuk ke dalam
sitoplasma sel dan mengubah pH sitoplasma sel. Perubahan pH sitoplasma sel ini
menyebabkan aktivitas enzim sebagai biokatalisator reaksi kimia sistem biologis
mengalami penurunan

8
Variasi kadar salinitas air, mulai dan salinitas air tawar sampai pada salinitas
air laut (0-33 ppt). Spirulina sp dapat tumbuh baik pada salinitas 13-20 ppt
(Hariyati. 2008). Salinitas akan mempengaruhi tekanan osmosis antara sel dan
medium serta laju disostasi senyawa anorganik nutrien alga. Bila salinitas terlalu
tinggi akan mengakibatkan mediapemeliharaan bersifuit hipertonis terhadap sel
dan mengakibatkan kurang baiknya penyerapan nutrien oleh sel.
c) Ph
Derajat keasaman (pH) berperan dalam menentukan kepadatan populasi,
konsentrasi karbondioksida dan keseimbangan antar karbonat dan bikarbonat
dalam suatu media kultur. Spirulina sp tumbuh dengan baik pada kondisi pH
agak basa dan mempunyai toleransi yang tinggi terhadap pH basa daripada pH
asam. pH optimum dalam kultur Spirulina sp adalah 8,5-9,5, jika pH 10 atau
kurang dan 8 akan menghambat pertumbuhan dan ketidaksesuaian pH ini akan
menyebabkan lisis atau kerusakan sel (Hariyati, 2008)
d) Cahaya
Cahava merupakan faktor penting untuk kultur alga tertnasuk Spirulina sp
karena intesitas cahaya merupakan sumber energi yang diikat dalam proses
fotostntesis intensitas cahaya yang diperlukan untuk fotosintesa alga yang baik
antara 3000 lux - 30000 lux. Sedangkan menurut Martosudarmo (1990)
intensitas cahaya yang dibutuhkan dalam kultur alga berkisar 500 lux - 5000 lux.
Aktivitas fotosintesis dapat menaikkan produksi oksigen yang naik secara linier
dengan naiknya intensitas cahaya sampai 5000 lux. Akan tetapi di atas intensatas
ini derajat kenaikan produksi oksigen semakin berkurang Cahaya yang
diperlukan oleh alga untuk proses fotosintesis di laboratorium dapat digantikan
dengan lampu neon (TL). Intensitas cahaya optimal untuk Spirulina sp berkisar
antara 2000-3000 lux

II.2. PROSES PEMBUATAN SPIRULINA

Prinsip dasar ekstraksi adalah melarutkan senyawa polar dalam pelarut polar dan
senyawa non-polar dalam pelarut non-polar. Serbuk diekstraksi berturut-turut dengan
pelarut yang berbeda polaritasnya (Harbone, 1996). Proses ekstraksi merupakan penarikan

9
zat pokok yang diinginkan dari bahan mentah dengan menggunakan pelarut yang dipilih
dengan zat yang diinginkan larut (Winarno, 1996).
Maserasi menurut Darwis (2000) merupakan proses perendaman sampel dengan
pelarut organik yang digunakan pada suhu ruangan. Proses ini menyebabkan isolasi
senyawa bahan dengan perendaman sampel tersebut akan terjadi pemecahan dinding dan
membran sel akibat adanya tekanan osmosis menyebabkan perbedaan tekanan di dalam
dan di luar sel, sehingga metabolit sekunder yang ada dalam sitoplasma akan terlarut
dalam pelarut organik. Pemilihan pelarut yang sesuai akan memberikan efektivitas yang
tinggi dengan memperhatikan kelarutan senyawa bahan alami pelarut tersebut. Ekstraksi
secara dingin (cold maseration) prinsipnya tidak memerlukan pemanasan. Hal ini
diperuntukan untuk bahan alam yang mengandung komponen kimia yang tidak tahan
pemanasan dan bahan alam yang mempunyai struktur yang lunak (Ditjen POM, 1986).
Ekstraksi secara fisik freezing-thawing merupakan metode siklus yang paling efisien
dalam mengekstrak fikosianin dari biomassa cyanobacteria. Siklus dilakukan berulang
dengan pembekuan pada -25 hingga -15º C, lalu dicairkan hingga 4- 30º C (Abalde,
1998).Menurut Ridlo dkk. (2015) proses pembekuan dan pencairan masing-masing
dilakukan selama 12 jam, dan siklus dilakukan sebanyak 2 kali.
Menurut Salama dkk. (2015) dampak dari adanya proses freezing adalah
terjadinya pembengkakan sel dan kerusakan sel yang disebabkan oleh pembentukan kristal
tajam yang terbentuk selama pembekuan. Langkah berikutnya dengan proses thawing
akan menyebabkan kontraksi seluler akibat tertusuknya sel akibat terbentuknya kristal
tajam tersebut, sehingga akan terjadi kebocoran sel yang mengakibatkan keluarnya
pigmen selular. Perulangan dalam siklus ini wajib dilakukan agar tidak ada pigmen yang
tertinggal dalam sel.
Menurut Salama dkk. (2015) dampak dari adanya proses freezing adalah
terjadinya pembengkakan sel dan kerusakan sel yang disebabkan oleh pembentukan kristal
tajam yang terbentuk selama pembekuan. Langkah berikutnya dengan proses thawing
akan menyebabkan kontraksi seluler akibat tertusuknya sel akibat terbentuknya kristal
tajam tersebut, sehingga akan terjadi kebocoran sel yang mengakibatkan keluarnya
pigmen selular. Perulangan dalam siklus ini wajib dilakukan agar tidak ada pigmen yang
tertinggal dalam sel.

10
II.2.1 Proses Ekstraksi

Serbuk simplisia Spirulina plantesis diekstraksi dengan metode maserasi


menggunakan pelarut aquadest seperti yang dilakukan oleh Shalaby dan Shanab
(2013). Maserasi adalah proses perendaman sampel untuk menarik komponen
yang diinginkan dengan kondisi dingin. Metode maserasi ini digunakan karena
memeberikaan beberapa keuntungan, seperti sederhana, mudah, jumlah pelarut
yang digunakan sedikit, dan tidak memerlukan pemanasan. Pelarut yang digunakan
untuk merendam sampel adalah pelarut yang dapat melarutkan senyawa yang
dituju. Pelarut tersebut akan mendesak masuk melalui dinding sel, kemudian
masuk kedalam rongga sel dan akan melarutkan senyawa yang dituju (Depkes,
1985).
Pelarut yang digunakan untuk maserasi Spirulina plantesis adalah
aquadest. Aquadest dipilih sebagai pelarut karena merupakan pelarut yang murah,
tidak toksik dan mampu melarutkan senyawa yang diinginkan, yaitu senyawa
golongan fikobiliprotein. Senyawa tersebut akan berdifusi dari serbuk Spirulina
plantesis menuju ke pelarut akibat adanya perbedaan konsentrasi fikobiliprotein
pada serbuk Spirulina plantesis dan pada pelarut aquadest. Difusi ini akan berhenti
sampai pelarut jenuh dengan zat terlarut. Dan pada proses maserasi dilakukan
penggojongan menggunakan shaker agar agar seluruh pelarut dapat berkontak
dengan zat terlarut.Ketika dilakukan penggojongan dengan shaker maka zat
terlarut akan terdistribusi secara homogen pada seluruh pelarut, kemudian akan
terjadi perbedaan konsentrasi kembali antara serbuk dengan pelarut dan difusi akan
berlangsung sampai seluruh pelarut jenuh dengan zat terlarut.
Ekstrak Spirulina plantesis yang dihasilkan akan berwarna biru tua dan
berbau khas Spirulina plantesis contoh ekstraknya yaitu :

11
II.3. SPIRULINA DI BIDANG KESEHATAN

Spirulina diketahui memiliki kandungan protein tinggi tetapi kadar lemaknya rendah,
oleh karena itu dilakukan penelitian tentang pembuatan tablet Spirulina dengan tambahan
sumber lain untuk mendapatkan nutrisi lengkap dan seimbang yang sangat diperlukan.
Naskah ini melaporkan formulasi Spirulina yang diperkaya dengan mikroenkapsulat virgin
fish oil (VFO) mata tuna; yang terdiri dari tiga tahap, yaitu kultivasi Spirulina; preparasi,
ekstraksi, dan mikroenkapsulasi VFO mata tuna (Thunnus sp.); serta formulasi tablet. Ada
tiga formula dalam hal rasio Spirulina dan mikroenkapsulat VFO mata tuna, yaitu P1
(250:180 mg); P2 (200:230 mg); P3 (150:280 mg). Hasil penelitian menunjukkan bahwa
formula P3 merupakan formulasi terbaik berdasarkan karakteristik fisik, aktivitas
antioksidan (IC50 133,27 ppm), dan kadar lemak 14,67%. Tablet P3 memiliki proporsi
asam amino arginin tertinggi (3,30%) dan asam dokosaheksaenoat (18,03%), serta dapat
memenuhi 18,6% dari angka kecukupan gizi asam lemak omega-3 untuk wanita hamil
trimester pertama (Huriyah, et all.,2019)

II.3.1 Spirulina pada sediaan farmasi

Beberapa penelitian menunjukkan Spirulina telah banyak dimanfaatkan


dalam aplikasi produk, seperti makanan yang diekstrusi (Joshi, Bera, & Panesar,
2014), suplemen tablet hisap (Fahleny, Trilaksani, & Setyaningsih, 2014), dan
suplemen kesehatan (Santos, Freitas, Moreira, Zanfonato, & Costa, 2016) berikut
adalah beberapa produk penelitian yang menggunakan Spirulina :

1) Formulasi tablet suplemen spirulina yang diperkaya dengan virgin fish oil

12
mata tuna (Thunnus sp.)

Formula tablet P3 dalam satu kali takaran saji 9 g menyumbang energi


sebesar 37,48 kkal. Jumlah asupan omega-3 ibu hamil trimester 1 yang
terpenuhi dalam satu kali takaran saji yaitu 18,6% dengan jumlah DHA 240 mg
dan EPA 20,72 mg. Nilai tersebut sudah memenuhi satu per enam dari
kebutuhan omega-3 per hari. Kemenkes (2013) menganjurkan wanita usia 19-
29 tahun dalam kondisi hamil trimester 1 mengkonsumsi asam lemak omega-3
sebesar 1,4 g.

Konsumsi tablet untuk orang dewasa dengan rerata kecukupan energi


2.150 kkal, dengan takaran saji 7.5 g dapat memenuhi satu per lima dari
kebutuhan omega-3 yang disarankan Kemenkes (2013), yaitu 1,1 g. Informasi
nilai gizi formula tablet P3 ditunjukkan pada Tabel

2) Sediaan gel anti aging ekstrak spirulina


13
Spirulina mengandung beberapa bahan aktif terutama Phycocyanin dan β
karoten yang memiliki aktivitas antioksidan dan antininflamasi yang kuat.
Phycocyanin memiliki kemampuan untuk mengikat radikal bebas, termasuk
radikal alkoxyl, hidroksil, dan peroksil. Hal ini mengurangi produksi nitrit,
menekan ekspresi inducible nitric oxide synthase (iNOS), dan menghambat
lipid peroksidasi. Penelitian yang dilakukan oleh Guan Y. juga menemukan
bahwa kandungan kalsium yang tinggi dan natrium rendah pada spirulina
memberikan efek yang positif pada tekanan darah (Sakti dkk., 2015).

3) Pemanfaatan Spirulina Platensis Sebagai Suplemen Protein Sel tunggal (PST)

Kandungan protein yang tinggi dalam Spirulina platensis dapat


dimanfaatkan sebagai sumber Protein Sel Tunggal (PST). Dengan
menggunakan mencit (Mus musculus), penelitian ini bertujuan untuk
mengetahui pemanfaatan biomassa kering Spirulina platensis sebagai suplemen
Protein Sel Tunggal (PST) dengan mengukur pertumbuhan berat badan mencit.
Sebanyak 30 ekor mencit jantan, dengan berat antara 30-50 gram, dan umur
antara 5-7 minggu. Sebanyak 25 ekor sebagai Perlakuan yaitu dengan membuat
perbandingan antara biomassa kering dan pelet sebagai makanan tikus sebesar
10 %, 20 %, 30 %, 40 %, dan 50 %, dan 5 ekor sisanya sebagai Kontrol tanpa
diberi biomassa (100 % pelet). Pengukuran berat badan dilakukan setiap hari,
data dianalisis denga menggunakan t-test dan analisis varians. Hasil penelilitan
menunjukkan bahwa pemberian biomassa kering S. platensis kepada mencit

14
(Mus musculus) dapat mempengaruhi kenaikan berat badan pada pengamatan
dari hari pertama sampai hari kedua belas, tetapi menurun pada hari ke-tiga
belas sampai hari ke-empat belas, dan mengalami kestabilan sampai hari ke-
tujuh belas. Ada perbedaan yang bermakna antara berat badan sebelum
pemberian dan setelah pemberian biomassa kering S. platensis selama 17 hari.
Perbedan terjadi pada Minggu I dan II, tidak semua konsentrasi biomassa
mempunyai pengaruh yang sama terhadap pertambahan berat badan mencit.
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa sebagai biomassa kering ganggang
hijau biru bersel tunggal yang banyak mengandung protein yang dapat
berpengaruh terhadap kenaikan baerat badan mencit, maka dapat diasumsikan
bahwa biomassa S. platensis dapat dianggap sebagai sumber protein sel tunggal
(PST) mencit (Mus musculus) pada konsentrasi yang tertentu.

Dari hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa biomassa kering S.


Platensis mempunyai pengaruh yang labih baik dibandingkan dengan bahan
pakan pelet. Penambahan biomassa kering Spirulina platensis kepada mencit
(Mus musculus) akan terjadi penambahan berat badan mencit sampai hari ke
12 dan mengalami penurunan pada hari ke 13 dan puncak penurunan terjadi
pada hari ke-14. Pemberian biomassa kering S. platensis kepada mencit
menghasilkan perbedaan yang nyata secara statistik (p < 0,05) antara sebelum
pemberian dan setelah pemberian selama 17 hari. Pemberian biomassa kering
Spirulina platensis kepada mencit pada minggu I menghasilkan hasil yang baik
pada perbandingan antara makanan mencit (pelet) dengan biomassa pada 0 %
dengan 40 % dan 50 %, juga pada konsentrasi 10 % dengan 40 % dan 50%,
konsentrasi 20% dengan 40%, konsentrasi biomassa 30% dengan 40%.
Pemberian biomassa kering S. Platensis kepada mencit pada minggu II
menghasilkan hasil yang baik pada perbandingan antara pelet dengan biomassa
pada 0% dengan 40% dan 50%, konsentrasi 20% dengan 40% dan 50%. Pada
minggu III tidak ada perbedaan berat badan pada mencit setelah pemberian
biomassa kering S. platensis. Penelitian pemanfaatan biomassa kering sebagai
suplemen protein sel tunggal (PST) dapat digunakan sebagai studi pendahuluan
uji coba pada binatang yang lebih besar seperti kelinci, sapi, kerbau, kambing,

15
dll. Dampak positif lainnya dan dampak negatif pemanfaatan S. Platensis ini
juga perlu dilakukan (Dewi, dkk., 2007)
II.3.2 Kandungan kimia spirulina untuk kesehatan
1. Antioksidan
Salah satu komponen utama yang terkandung dalam Spirulina platensis
adalah protein Phycocyanin. Ekstrak protein Spirulina platensis ini merupakan
salah satu komponen utama yang bertanggung jawab untuk aktivitas antioksidan
yang dapat mengikat radikal bebas potensial (radikal hidroksil dan peroksil) dan
dapat menghambat peroksidasi lipid microsomal (Estrada dkk., 2001)
Wu dkk., (2016) menyatakan bahwa berkat kandungan protein dan
vitamin yang tinggi, spirulina dapat digunakan sebagai antioksidan. Spirulina
mengaktifkan enzim antioksidan pada sel, menghambat peroksidasi lipid dan
kerusakan DNA, mengikat radikal bebas, dan meningkatkan aktivitas
superoksida dismutase dan katalase. 60,51±0,11mg/g yang diekstraksi dengan
pelarut buffer fosfat pH 7. Aktivitas antioksidan Phycocyanin yang diekstraksi
dengan aquades lebih tinggi (IC 50 = 110,80 ppm) dibandingkan phycocyanin
yang diekstraksi dengan buffer fosfat pH 7 (IC 50 =186,76 ppm) (Ridlo dkk.,
2015).
Dalam studi kasus penelitian dilakukan studi klinis selama 3 bulan
pemakaian suplemen spirulina yang di aplikasikan dua kali sehari ke wajah
dengan 44 subjek sehat (30-50 tahun). Sesudah pemakaian 28, 54, dan 84 hari
kadar air stratum korneum, Trans Epidermal Water Loss (TEWL), elastisitas
kulit dan pigmentasi dilakukan pengukuran. Hasilnya, suplemen antioksidan
spirulina saat diformulasikan menjadi formulasi tabir surya mampu secara
signifikan meningkatkan pigmentasi kulit, degradasi kolagen pada dermis dan
elastisitas pada kulit setelah 84 hari pemakaian dibandingkan dengan tabir surya
saja (Souza dkk., 2017).
Dalam studi saat ini, ekstrak air dari Spirulina platensis diselidiki untuk
toksisitas akut dan aktivitas penyembuhan luka pada tikus Swiss Albino dan
kelinci putih New Zealand. Setelah aplikasi salep pada luka (induksi luka
dengan mekanik, kimia, dan panas) selama 5 minggu menghasilkan kelompok

16
yang diobati dengan spirulina tidak mengalami kontaminasi dengan mikroba
dibandingkan dengan yang lain. Penelitian ini menegaskan bahwa Spirulina
platensis dapat dianggap sebagai agen terapi potensial untuk penyembuhan luka
tidak hanya sebagai obat komplementer tetapi juga dalam pengobatan
konvensional (Seghiri, R. and A. Essamri, 2018).
2. Antidiabetes
Joventino dkk., (2012) dan Pankaj dkk., (2013) melaporkan bahwa
penggunaan Spirulina platensis pada tikus diabetes yang diinduksi aloksan
mempunyai aktivitas sebagai antidiabetes. Selain itu Spirulina platensis juga
dikaitkan dengan aktivitas antiinflamasi. Hal tersebut disebabkan karena adanya
hubungan antara diabetes dan peradangan.
Mengkonsumsi suplementasi spirulina selama 4 minggu dapat
menurunkan kadar glukosa darah, kadar TG, serta TD sistolik. Namun, tidak
berpengaruh pada kadar kolesterol HDL dan TD diastolic (Sakti, dkk., 2015).
Spirulina platensis mengandung Phycocyanin spektrum alami campuran
karoten dan pigmen xantofil (pigmen yang menyebabkan warna kuning pada
tumbuhan), yang dengan Phycocyanin dari Spirulina plantesis dapat
menghambat nefropati diabetes terhadap stress oksidatif. Hasil pengamatan
menunjukkan bahwa pemberian streptozozin sebagai penginduksi yang
dilanjutlan dengan spirulina pada dosis 720 mg/hari menyebabkan penurunan
kadar glukosa darah yang paling tinggi dibandingkan tanpa pemberian Spirulina
plantesis (Kintoko dkk., 2018).
Menurut Yo Ou dkk., (2013) efek antidiabetes dari Phycocyanin pada
Mencit KKAy yang diberikan Phycocyanin 100mg/kg BB selama 3 minggu
dapat dikarenakan peningkatan efektifitas insulin, perbaikan resistensi insulin
dari jaringan perifer dan regulasi metabolisme glikolipid.
Bahkan El-Baz dkk., (2013) menunjukkan penggunaan ekstrak etanol
Spirulina platensis dosis 15mg/Kg BB selama 45 hari pada tikus yang diinduksi
diabetes dengan streptozosin memiliki kemampuan setara dengan Glibenklamid
5 mg/kg BB dalam mengatasi Diabetes Melitus. Spirulina platenesis telah
terbukti memiliki aktivitas antidiabetes sehingga kedepannya mikroalga ini

17
menjadi alternatif pengobatan yang potensial.
Spirulina sebagai obat tradisional telah digunakan secara luas oleh
masyarakat Indonesia. Phycocyanin sebagai pigmen utama spirulina adalah
senyawa antioksidan yang dibutuhkan untuk menghambat kerusakan sel dengan
mengikat radikal bebas dan molekul yang reaktif. Pasien dengan diabetes
mengklaim peningkatan produksi radikal bebas sehingga menyebabkan
kerusakan protein seluler lipid membran dan asam nukleat dan menyebabkan
kematian sel (beta pankreas). Adanya kandungan fitochemical pada Spirulina
platensis (Phycocyanin) dapat meningkatkan sintesis dan mobilisasi protein di
hati dan juga sekresi eritrhopoietin sehingga kadar volume sel, konsentrasi Hb
dan perbaikan sel beta pankreas yang rusak menjadi meningkat pada pasien
diabetes.
3. Antihipertensi

Spirulina terbukti memiliki aktivitas sebagai antihipertensi karena adanya


senyawa Ile-Gln-Pro yang merupakan fraksi peptida dari Alcalase Digestions
Spirulina platensis yang dimurnikan. Senyawa tersebut dilaporkan memiliki
aktivitas sebagai antihipertensi melalui mekanisme penghambatan enzim
pengonversi angiotensin I (ACE) (Lu dkk., 2001), (Suetsuna dkk., 2001). Lu
dkk., (2001)
melaporkan bahwa penghambat enzim pengonversi angiotensin I (ACE)
yaitu Ile-Gln-Pro dengan nilai IC50 5,77 (0,09 μM) yang dimurnikan dari
Alcalase Digestions Spirulina platensis dengan pemberian oral pada dosis 10
mg/kg menunjukkan adanya penurunan yang signifikan dari tekanan darah
sistolik tertimbang (SBP) dan tekanan darah diastolik (DBP) pada tikus
hipertensi spontan (SHR) pada 4, 6, dan 8 jam setelah pengobatan. Hasil isolasi
peptida antihipertensi dari Alcalase Digest Spirulina platensis tersebut
menunjukkan bahwa ACE inhibitor peptida dari Spirulina platensis mungkin
memiliki potensi untuk digunakan dalam pencegahan dan pengobatan
hipertensi.
Carrizzo dkk., (2019) menyatakan bahwa studi saat ini memberikan

18
informasi baru tentang potensi efek dari Spirulina platensis pada homeostasis
kardiovaskular. Selain itu, identifikasi peptida bioaktif tunggal dari kebanyakan
molekul yang dihasilkan dari simulasi GID dari Spirulina platensis, dan
menggambarkan kemanjurannya pada in vivo, membuka skenario baru dalam
pengembangan terapi tambahan non farmakologis yang mungkin
dikombinasikan dengan senyawa farmakologis untuk meningkatkan fungsi
endotel dan mengendalikan tekanan darah.

19
BAB III

PENUTUP

III.1. KESIMPULAN

Dari uraian materi di atas maka dapat di tarik beberapa kesimpulan yaitu sebagai
berikut :

1. Spirulina merupakan mikroalga yang digolongkan ke dalam cyanobacteria, berwarna


hijau-kebiruan, berbentuk spiral, tidak berkoloni dan bersel satu1 . Spirulina memiliki
kandungan nutrisi yang tinggi.

2. Cara pembuatan alginat dilakukan dengan menggunakan metode ekstraksi maserasi


yaitu metode dingin dengan menggunakan pelarut aquadest dan dilakukan
penggojongan menggunakan shaker hingga jenuh

3. Beberapa penelitian menunjukkan Spirulina telah banyak dimanfaatkan dalam aplikasi


produk, seperti makanan yang diekstrusi. suplemen tablet hisap dan suplemen
kesehatan.

III.2. SARAN

Jika ada hal-hal yang dirasa kurang diharapkan dapat memberikan masukan kepada
penulis

20
DAFTAR PUSTAKA

Ali, R., S. Sedjati Dan E. Supriyantini. 2015. Aktivitas Antioksidan Fikosianin Dari Spirulina
Sp. Menggunakaan Metode Transfer Electron Dengan DPPH (1,1- Difenil-2-
Pikrilhidrazil. Jurnal Kelautan Tropis. 18(2) : 58-63

Almatsier, 2005. Prinsip dasar ilmu gizi. Pt.Gramedia Pustaka utama : Jakarta

Ariyati, S. (1998). Pengaruh Salinitas dan Dosis Pupuk Urea terhadap Pertumbuhan Populasi
Spirulina sp. Skripsi. Jurusan Biologi. Fakultas Matematikan danIlmu Pengetahuan
Alam. Universitas Diponegoro. Semarang.

Bold, H.C Dan Wynne. 1985. Intriduction Of The Algae. Second Edition. Prentice Hall. Engle
Wood.

Buwono, N. R Dan R. Q. Nurhasanah. 2018. Studi Pertumbuhan Populasi Spirulina Sp Pada


Skala Kultur Yang Berbeda. Jurnal Ilmiah Perikanan Dan Kelautan. 10(1) :35-46

Carrizzo Albino , Giulio Maria Conte, Eduardo Sommella, Antonio Damato, Mariateresa
Ambrosio, Marina Sala, Maria Carmina Scala, Rita Patrizia Aquino, Massimiliano De
Lucia, Michele Madonna, Francesca Sansone, Carmine Ostacolo, Mario Capunzo,
Serena Migliarino, Sebastiano Sciarretta, Giacomo Frati, Pietro Campiglia, Carmine
Vecchione. (2019). Novel Potent Decameric Peptide of Spirulina platensis Reduces
Blood Pressure Levels Through a PI3K/ AKT/ eNOS Dependent Mechanism.
(Hypertension. 2019; 73:449 - 457. DOI:10.1161/Hypertensionaha. 118.11801.)

Cifferi, O. 1983. Sprrulina, The Edible Organism. American Society For Microbiology. USA.
47(4).

Costa, Jorge Alberto Vieira. Gisele Medianeira Barbieri Moro, Daza de Moraes Vaz Batista
Filgueira, Emanuela Corsini, and Telma Elita Bertolin. (2017). The Potential of
Spirulina and Its Bioactive Metabolites as Ingested Agents for Skin Care. Industrial
Biotechnology. DOI: 10.1089/ind.2017.0010.

Dewi, 2007. Pemanfaatan Spirulina Platensis Sebagai Suplemen Protein Sel Tunggal (Pst)
Mencit (Mus Musculus). . Departemen Kesehatan Lingkungan, Fakultas Kesehatan
Masyarakat, Universitas Indonesia, Depok 16424, Indonesia 2. Mahasiswa
Pascasarjana, Pusat Studi Lingkungan, Universitas Indonesia, Depok 16424, Indonesia

El-Baz ,Farouk K. , Hanan F. Aly , El-Sayed, A.B3 , and Amal A. Mohamed. (2013). Role of
Spirulina platensis in the control of glycemia in DM2 rats. International Journal of
Scientific & Engineering Research, Volume 4, Issue 12, December-2013 ISSN 2229-
5518.

21
Estrada, J.E. Pin ero, P. Bermejo Besco´s, A.M. Villar del Fresno. (2001). Antioxidant activity
of different fractions of Spirulina platensis protean extract. Departamento de
Farmacologı´a, Facultad de Farmacia, Uniersidad Complutense de Madrid (UCM) , A.
Complutense s/n Madrid 28040 , Spain. Il Farmaco 56:497–500.

Fabrowska, J, B. Leska, G. Schroeder, B. Messyasz, dan M. Pikosz. (2015). “Biomass and


Extracts of Algae as Material for Cosmetics.” In Marine Algae Extracts: Processes,
Products, and Applications, edited by Se-Kwon Kim and Katarzyna Chojnacka, First
Edit, 681–706. Wiley-VCH Verlag GmbH & Co. KGaA.

Halliwell B, Gutteridge JM. (1990)Role of free radicals and catalytic metal ions in human
disease: An overview. Meth Enzymol. 186: 1-85.

Hariyati, R. (2008). Pertumbuhan dan Biomasa Spirulina sp dalam Skala Laboratoris. BIOMA.
10 : 19-22.

Hariyati, R. 2008. Pertumbuhan Dan Biomassa Spirulina Sp Dalam Skala Laboratorium.


Laboratorium Ekologi Dan Biosistematik Fakultas Matematika Dan Ipa . Universitas
Diponegoro.

Huriyah et al., 2019. Formulasi Tablet Suplemen Spirulinayang Diperkaya Dengan Virgin Fish
Oil Mata Tuna (Thunnus sp.) Departemen Teknologi Hasil Perairan, Fakultas Perikanan
dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor, Jalan Agatis Kampus IPB Dramaga Bogor,
Indonesia

Isnansetyo Dan Kurniastuty.1995.Teknik Kultur Phytoplankton Dan Zooplankton. Kanisius.


Jogjakarta. 198 Hal

Joventino, Ivan P.; Alves, Henrique G.R.; Neves, Lia C.; PinheiroJoventino, Francisca; Leal,
Luzia Kalyne A.M.; Neves, Samya A.; Ferreira, Francisco Valdeci; Brito, Gerly Anne
C.; and Viana, Glauce B. (2012) "The Microalga Spirulina platensis Presents
Antiinflammatory Action as well as Hypoglycemic and Hypolipidemic Properties in
Diabetic Rats," Journal of Complementary and Integrative Medicine: Vol. 9:

Martosudarmo, B., Dan Wulan. 1990. Petunjuk Pemeliharaan Kultur Murni Dan Sel Mikroalga.
Proyek Pengembangan Budidaya Udang. Jepara.

Suminto,. 2009. Penggunaan Media Jenis Kultur Teknis Terhadap Produksi Dan Kandungan
Nutrisi Sel Spirulina Sp. Program Studi Budidaya Perairan Jurusan Perikanan Fakultas
Perikanan Dan Ilmu Kelautan Universitas Diponegoro. Semarang

22

You might also like