You are on page 1of 23

MAKALAH

AUDITING 2

“Pengujian Subtantif terhadap utang usaha”

Dosen Pengampu :

Dr. Moch. Ali Mashuri, S.Sos, M.si

KELOMPOK 5

Disusun Oleh:

1. AFIYATUN NISA’ (1962024)

2. FEBIOLAH ROUDOTUL JANNAH (1962183)

3. RAKA ARMANDA (1962043)

4. EKA ANIS ROFITA (1962149)

SEKOLAH TINGGI ILMU EKONOMI

PERSATUAN GURU REPUBLIK INDONESIA

DEWANTARA

JOMBANG

2022
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan ke hadapan Tuhan Yang Maha Esa, karena atas berkat
rahmat-Nyalah tulisan ini dapat diselesaikan tepat pada waktunya. Penulisan makalah yang
berjudul “Pengujian Subtantif terhadap utang usaha” dalam rangka untuk memenuhi
tugas mata kuliah Auditing 2.

Kami menyadari bahwa tulisan ini tidak luput dari kesalahan dan kekurangan. Hal ini
disebabkan oleh keterbatasan pengetahuan dan kemampuan yang kami miliki. Oleh karena
itu, semua kritik dan saran pembaca akan kami terima dengan senang hati demi perbaikan
makalah lebih lanjut.

Tulisan ini dapat terselesaikan berkat adanya bantuan dari berbagai pihak. Oleh
karena itu, sudah sepantasnya kami menyampaikan ucapan terima kasih kepada semua pihak.
Semoga makalah yang jauh dari kata sempurna ini dapat memberikan manfaat bagi pembaca
sekalian.

Jombang, 15 Maret 2022

Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR............................................................................................................i

DAFTAR ISI...........................................................................................................................ii

BAB I PENDAHULUAN.......................................................................................................1

1.1 Latar Belakang............................................................................................................1

1.2 Rumusan Masalah.......................................................................................................1

1.3 Tujuan..........................................................................................................................1

BAB II PEMBAHASAN........................................................................................................2

2.1 PENGUJIAN SUBSTANTIF ATAS HUTANG USAHA.............................................2

2.1.1 Pengertian hutang usaha...........................................................................................2

2.1.2 Perbedaan karakteristik utang lancar dengan aktiva lancar.....................................3

2.1.3 Perbedaan pengujian substantif antara utang lancar dengan aktiva lancar..............3

2.1.4 Tujuan pengujian substantif terhadap utang usaha..................................................4

2.2 PENENTUAN RISIKO DETEKSI UNTUK PENGUJIAN RINCIAN.......................4

2.3 PERANCANGAN PENGUJIAN SUBSTANTIF..........................................................5

2.4 PROSEDUR AWAL......................................................................................................11

2.4.1 PROSEDUR ANALITIS.......................................................................................12

2.4.2 PENGUJIAN RINCIAN TRANSAKSI................................................................12

2.4.3 PEMBAYARAN KEMUDIAN.............................................................................15

2.4.4 PROSEDUR LAINNYA.......................................................................................15

2.4.5 PENGUJIAN RINCIAN SALDO..........................................................................16

2.5 PERBANDINGAN PENYAJIAN LAPORAN DENGAN GAAP.............................17

BAB III PENUTUP..............................................................................................................18

3.1 Kesimpulan...............................................................................................................18

3.2 Saran.........................................................................................................................18

Daftar pustaka......................................................................................................................19

ii
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Audit terhadap siklus pengeluaran mencakup dua pendekatan yaitu
pengujian kepatuhan dan pengujian substantive. Pengujian kepatuhan bertujuan
untuk memahami struktur pengendalian intern terhadap siklus penjualan yang
selanjutnya digunakan sebagai dasar pengujian substantif. Pengujian substantif
dimaksudkan untuk melakukan verifikasi terhadap kelayakan jumlah rupiah serta
kesesuaian penyajiannya dengan prinsip akuntansi yang diterapkan di Indonesia.
Kedua pendekatan ini sangat berbeda dalam implementasinya, sehingga program
audit untuk yang kedua pendekatan tersebut juga sangat berbeda.
Sebelum membahas lebih lanjut siklus pengeluaran ini, terlebih dahulu
perlu dijelaskan pengertian pengeluaran yaitu adalah rangkaian kegiatan bisnis
dan operasional pemrosesan data terkait yang berhubungan dengan pembelian
serta pembayaran barang dan jasa. Dengan demikian, kami disini akan membahas
salah satu aspek mengenai utang usaha yaitu audit terhadap siklus pengeluaran:
pengujian substantif terhadap utang usaha.
1.2 Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan utang usaha?
2. Apa perbedaan pengujian substantif utang lancar dengan aktiva lancar?
3. Apa tujuan pengujian substantif utang usaha?
4. Prosedur apa saja yang ada pada pengujian substantif terhadap utang
usaha?
1.3 Tujuan Penulisan
1. Menjelaskan mengenai utang usaha
2. Menjelaskan perbedaan pengujian substantif utang lancar dengan aktiva
lancar
3. Memaparkan tujuan pengujian substantif terhadap utang usaha
4. Menjelaskan prosedur-prosedur dalam tahapan program pengujian
substantif terhadap utang usaha

1
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 PENGUJIAN SUBSTANTIF ATAS HUTANG USAHA

2.1.1 Pengertian hutang usaha

Hutang usaha termasuk sebagai unsur utang lancar. Hutang lancar meliputi
semua kewajiban yang akan dilunasi dalam periode jangka pendek (satu tahun
atau kurang dari tanggal neraca atau dalam siklus kegiatan normal perusahaan).

Seperti halnya dengan piutang usaha, hutang usaha biasanya juga dipengaruhi
oleh volume transaksi yang tinggi dan karenanya sangat rentan terhadap salah saji.
Akan tetapi, bila dibandingkan dengan audit atas saldo aktiva, audit atas hutang
usaha lebih ditekankan pada asersi kelengkapan daripada asersi eksistensi atau
kejadian. Alasannya adalah bahwa jika manajemen termotivasi untuk
memanipulasi hutang, maka ia cenderung menetapkan hutang terlalu rendah agar
dapat melaporkan posisi keuangan yang lebih menguntungkan.

Prinsip akuntansi berterima umum dalam penyajian utang lancar di neraca

Perlu diketahui terlebih dahulu bahwa prinsip akuntansi berterima umum di


Indonesia dalam penyajian utang lancar di neraca sebagai berikut:

1. Setiap jenis utang usaha lancar harus disajikan secara terpisah, jika jumlahnya
material.
2. Utang kepada perusahaan afiliasi, pemegang saham, dan karyawan perusahaan
harus dipisahkan dari utang kepada pihak ketiga yang independen.
3. Aktiva yang dijaminkan dalam penarikan utang lancar harus diungkapkan
dalam laporan keuangan.
4. Aktiva dan utang tidak boleh digabungkan dalam jumlah neto.
5. Utang bersyarat harus dijelaskan dalam neraca.

2
2.1.2 Perbedaan karakteristik utang lancar dengan aktiva lancar

1. Dalam penyajian aktiva lancar, klien berkecenderungan umum untuk


menyatakan aktiva tersebut lebih tinggi dari jumlah yang real.
Kecenderungan ini sering kali didorong oleh motif untuk memberikan
gambaran kerja modul kerja yang lebih bain sehingga kelihatannya
perusahaan memiliki likuiditas yang baik.
2. Gambaran modul kerja yang baik dapat ditempuh dengan menurunkan
nilai utang lancar, yaitu umumnya dengan cara tidak mencatat utang lancar
sehingga terdapat utang lancar yang tidak tercatat didalam laporan
keuangan (neraca).
3. Dalam penyajian aktiva lancar klien menghadapi masalah penilaian unsur-
unsur aktiva lancar per tanggal neraca.
4. Dalam penyajian utang lancar klien tidak menghadapi penilaian unsur-
unsur utang lancar per tanggal neraca.

2.1.3 Perbedaan pengujian substantif antara utang lancar dengan aktiva


lancar

1. Pengujian substantif terhadap utang lancar ditujukan untuk menemukan


adanya penyajian utang lancar yang lebih rendah dari jumlah yang seharusnya,
sedangkan aktiva lancar untuk menemukan penyajian aktiva lancar yang tinggi
dari jumlah yang seharusnya.
a. Dalam pengujian substantif terhadap kas auditor melakukan pengujian
fisik kas.
b. Dalam pengujian sustantif terhadap piutang auditor mengirimkan
konfirmasi terhadap debitur.
c. Dalam pengujian substantif terhadap persediaan auditor melakukan
pengamatan terhadap perhitungan fisik persediaan.
d. Berbagai unsur tersebut dilakukan untuk menemukan adanya over
statement dalam aktiva lancar.

3
e. Di lain pihak pengujian substantif terhadap utang lancar ditujukan untuk
menemukan adanya utang yang belum dicatat (unrecord liabilities) pada
tanggal neraca.
2. Dalam pengujian substantif terhadap aktiva lancar, auditor menghadapi
masalah penentuan kewajiban nilai aktiva lancar (nilai bersih yang dapat
direalisasikan) yang dicantumkan ke dalam neraca. Dilain pihak, dalam
pengujian substantif terhadap utang lancar auditor menghadapi kewajiban
perusahaan yang terjadi di masa lalu yang dalam jangka pendek harus
dilunasi.

2.1.4 Tujuan pengujian substantif terhadap utang usaha

 Memperoleh keyakinan tentang keandalan catatan akuntansi yang


bersangkutan dengan utang usaha.
 Membuktikan keberadaan utang usaha dan keterjadian transaksi yang
berkaitan dengan utang usaha yang dicantumkan di neraca.
 Membuktikan kelengkapan transaksi yang dicatat dalam catatan akuntansi
dan kelengkapan saldo utang usaha yang disajikan di neraca.
 Membuktikan kewajiban klien yang dicantumkan di neraca.
 Membuktikan kewajiban penyajian dan pengungkapan utang usaha di
neraca.

Dalam pembahasan ini, akan difokuskan pada hutang yang timbul dari
transaksi siklus pengeluaran. Hutang lainnya, seperti upah dan pajak penggajian
serta berbagai kewajiban tidak lancar akan diuraikan dalam pembahasan
selanjutnya.

2.2 PENENTUAN RISIKO DETEKSI UNTUK PENGUJIAN RINCIAN

Hutang usaha dipengaruhi baik oleh transaksi pembelian yang menambah


saldo maupun oleh transaksi pengeluaran kas yang menurunkan saldo tersebut.
Jadi, risiko pengujian rincian untuk asersi hutang usaha dipengaruhi oleh risiko
inheren, risiko prosedur analitis, dan faktor-faktor risiko pengendalian yang

4
berkaitan dengan kedua kelompok transaksi tersebut. Auditor menggunakan
metodologi untuk menghubungkan penilaian risko pengendalian yang tepat atas
asersi kelompok transaksi guna mencapai penilaian risiko pengendalian untuk
asersi-asersi saldo akun hutang usaha. Metodologi tersebut meliputi matriks risiko
deteksi yang dapat diterima pada tahap pengujian rincian. Penerapan proses ini
untuk hutang usaha diikhtisarkan pada Gambar 15-9. Tingkat risiko spesifik
dalam matriks ini hanya bersifat ilustratif dan akan, karenanya bervariasi menurut
situasi yang dihadapi klien.

Gambar 15-9: Korelasi Komponen risiko-Asersi hutang Usaha

Eksistensi Penilaian
atau Hak dan atau Penyajian dan
Komponen Risiko Kejadian Kelengkapan Kewajiban Alokasi Pengungkapan
Risiko Audit Rendah Rendah Rendah Rendah Rendah
Risiko Inheren Tinggi Tinggi Sedang Tinggi Tinggi
Risiko Prosedur Sedang Tinggi Sedang Sedang Tinggi
Analitis
Risiko Pengendalian- Rendah Tinggi Sedang Tinggi Sedang
Transaksi Pembelian
Risiko Pengendalian-
Transaksi Sedang Rendah Rendah Rendah Rendah
Pengeluaran Kas
Risiko Pengendalian Sedang Tinggi Sedang Tinggi Sedang
Gabungan
Risiko Pengujian Sedang Sangat Rendah Sedang Sedang Sangat Rendah
Rincian yang Dapat
Diterima

2.3 PERANCANGAN PENGUJIAN SUBSTANTIF

Tingkat risiko deteksi yang dapat diterima untuk setiap asersi laporan
keuangan yang signifikan dicapai dengan mengumpulkan bukti dan pengujian

5
rincian. Kerangka kerja umum untuk mengembangkan program audit atas
pengujian substantif dapat digunakan dalam merencanakan pengujian substantif
untuk hutang usaha. Daftar pengujian substantif yang mungkin, dimasukkan
dalam program audit yang dikembangkan atas dasar ini disajikan pada Gambar
15-10. Pengujian dalam gambar tersebut diarahkan pada satu atau lebih tujuan
audit atas saldo akun spesifik untuk hutang usaha. Juga perlu diperhatikan bahwa
pengujian berganda diarahkan ke setiap tujuan audit atas saldo akun.

Gambar 15-10: Pengujian yang Mungkin atas Asersi Hutang usaha

Tujuan Audit Saldo Akun


Kategori Pengujian Substantif EO3 C3 RO3 VA# PD#
Prosedur Awal 1. Mendapatkan pemahaman tentang     
bisnis dan industri serta menentukan:
a. Signifikasi pembelian dan hutang
usaha bagi perusahaan.
b. Pemicu ekonomi penting yang
mempengaruhi pembelian
perusahaan dan hutang usaha.
c. Termin perdagangan standar
dalam industri, termasuk tanggal
perdagangan dan sebagainya.
d. Luas konsentrasi aktivitas dengan
pemasok dan komitmen pembelian
yang berkaitan.
2. Melaksanakan prosedur awal atas
saldo hutang usaha dan catatan yang
akan diuji lebih lanjut.
a. Menelusuri saldo awal hutang
usaha ke kertas kerja tahun
sebelumnya.   3  5
b. Mereview aktivitas dalam akun
buku besar hutang usaha dan
menyelidiki ayat jurnal yang

6
tampak tidak biasa dari segi
jumlah atau sumbernya.
c. Mendapatkan daftar hutang usaha
pada tanggal neraca dan
menentukan bahwa hal tersebut
mencerminkan secara akurat
catatan akuntansi yang
mendasarinya dengan cara:
i. Menjumlahkan daftar dan
menentukan kesesuaiannya
dengan (1) total file voucher
yang belum dibayar, buku
pembantu, atau file induk
hutang usaha, dan (2) saldo
akun pengendali buku besar.
ii. Menguji kecocokan pemasok
dan saldo dalam daftar dengan
yang terdapat dalam catatan
akuntansi yang mendasarinya.
Prosedur 3. Melaksanakan prosedur analitis:    3.4
Analitis a. Mengembangkan akspektasi atau
hutang usaha dengan perusahaan,
termin perdagangan normal dan
sejarah perputaran hutang usaha.
b. Menghitung rasio-rasio:
i. Perputaran hutang usaha
(pembelian + hutang usaha)
ii. Hutang usaha terhadap total
kewajiban lancar.
c. Menganalisis hasil rasio
dibandingkan dengan ekspektasi
berdasarkan data tahun
sebelumnya, data industri, jumlah
yang dianggarkan, dan data

7
lainnya.
d. Membandingkan saldo beban
dengan tahun sebelumnya atau
jumlah yang dianggarkan untuk
menyelidiki kemungkinan kurang
saji yang berkaitan dengan hutang
yang tidak dicatat.
Pengujian 4. Menelusuri sampel catatan transaksi    3  3,4
Rincian hutang usaha ke dokumentasi
Transaksi pendukungnya.
a. Menelusuri kredit ke voucher
pendukung faktur penjual laporan
penerimaan, pesanan pembelian,
serta invormasi pendukung
lainnya.
b. Menelusuri debet ke pengeluaran
kas atau memo retur pembelian
5. Melaksanakan pengujian pisah batas  
pembelian.
a. Memilih sampel transaksi
pembelian yang dicatat dalam
beberapa hari sebelum dan
sesudah akhir tahun serta
memeriksa voucher pendukung
faktur penjual dan laporan
penerimaan untuk menentukan
bahwa pembelian telah dicatat
pada periode yang tepat.
b. Mengobservasi nomor laporan
penerimaan terakhir yang
diterbitkan pada hari terakhir
bisnis selama periode audit dan
menelusuri sampel laporan
penerimaan bernomor lebih kecil

8
dan lebih besar ke dokumen
pembelian terkait serta
menentukan bahwa transaksi telah
dicatat pada periode yang tepat.
6. Melaksanakan pengujian pisah batas 
pengeluaran kas.
a. Mengobservasi nomor acak
terakhir yang diterbitkan dan
dikirimkan pada hari terakhir
periode audit dan menelusuri ke
catatan akuntansi untuk
memverifikasi kekurangan pisah
batas, atau
b. Menelusuri tanggal pembayaran
cek yang dikembalikan dengan
laporan pisah batas bank akhir 
tahun ke tanggal yang telah
dicatat.
7. Melaksanakan pencarian kewajiban
yang belum tercatat.
a. Memeriksa pembayaran
berikutnya antara tanggal neraca
dan akhir pekerjaan lapangan,
serta apabila dokumen yang
bersangkutan menunjukkan bahwa
pembayaran dilakukan untuk
kewajiban yang ada pada tanggal
neraca, maka telusurilah ke daftar
hutang usaha.
b. Memeriksa dokumentasi hutang
yang dicatat pada akhir tahun yang
masih belum dibayar sampai akhir
pekerjaan lapangan.
c. Menyelidiki pesanan pembelian,

9
laporan penerimaan, faktur
penjual yang tidak sesuai pada
akhir tahun.
d. Melakukan tanya jawab dengan 
personil bagian akuntansi dan
pembelian mengenai hutang yang
belum dicatat.
e. Mereview anggaran modal,
perintah kerja, dan kontrak
konstruksi sebagai bukti atas
hutang yang belum dicatat.
Pengujian 8. Mengkonfirmasi hutang usaha      3,45

Rincian Saldo a. Mengidentifikasi pemasok utama


dengan mereview register voucher
atau buku pembantu atau file
induk hutang usaha dan
mengirimkan permintaan
konfirmasi kepada pemasok
dengan saldo yang besar, aktivitas
yang tidak biasa, bersaldo kecil
atau nol, dan bersaldo debet.
b. Menyelidiki dan merekonsiliasi
perbedaan.
9. Merekonsiliasi hutang yang belum
dikonfirmasi dengan laporan bulanan
yang diterima klien dari pemasok.

     3,45

Penyajian dan 10. Membandingkan penyajian laporan  3,45


Pengungkapan dengan GAAP.
a. Menentukan bahwa hutang telah
diidentifikasi dan diklasifikasikan

10
secara tepat menurut jenis serta
periode pembayaran yang
diperkirakan.
b. Menentukan apakah ada saldo
debet yang signifikan secara
keseluruhan sehingga harus
diidentifikasi.
c. Menentukan ketetapan
pengungkapan yang berkaitan
dengan pihak yang mempunyai
hubungan istimewa atau hutang
yang dijamin.
d. Mengajukan pembayaran kepada
manajemen tentang ekstensi
komitmen yang belum
diungkapkan atau kewajiban
kontinjensi.

2.4 PROSEDUR AWAL

Titik awal bagi setiap pengujian audit adalah mendapatkan pemahaman


tentang bisnis dan industri klien. Pemahaman tentang signifikan siklus pembelian
dalam perusahaan menyediakan konteks untuk penilaian risiko yang penting.
Pemahaman atas pemicu dan penggerak ekonomi perusahaan, termin perdagangan
standar, dan seberapa luas konsentrasi bisnis dengan pemasok tertentu
menyediakan konteks untuk mengevaluasi hasil prosedur analitis, pengujian
pengendalian, dan pengujian substantif.

Prosedur awal lainnya untuk pengujian substantif atas hutang usaha adalah
menelusuri saldo awal kertas kerja tahun sebelumnya, dan menggunakan
perangkat lunak audit tergeneralisasi dalam memeriksa akun buku besar untuk
melihat setiap ayat jurnal yang tidak biasa, serta untuk mengembangkan daftar
jumlah yang terutang pada tanggal neraca.

11
Biasanya klien mempunyai daftar file voucher yang belum dibayar, buku
pembantu hutang usaha, atau file induk dalam bentuk elektronik. Auditor juga
dapat menggunakan perangkat lunak audit tergeneralisasi untuk menentukan
ketetapan matematis dari daftar tersebut dengan cara menjumlah ulang total dan
dengan memverifikasi bahwa jumlahnya telah sesuai dengan akun saldo buku
besar.

2.4.1 PROSEDUR ANALITIS

Pada tahap awal pengujian substantive terhadap utang usaha, pengujian


analitik dimaksudkan untuk membantu auditor dalam memahami bisnis klien dan
menemukan bisang yang memerlukan audit lebih intensif.

Selain itu, tujuan auditor menerapkan prosedur analitis adalah untuk


mengembangkan ekspektasi atas saldo akun hutang dan hubungan antar hutang
usaha dengan akun-akun kunci seperti pembelian atau persediaan. Beberapa
prosedur analitis yang dapat dilakukan untuk mendapatkan bukti mengenai hutang
usaha. Suatu penurunan yang abnormal atas rasio lancar dapat menjadi indikator
bahwa kewajiban telah ditetapkan terlalu rendah. Prosedur analitis akan dilakukan
pada tahap akhir penugasan untuk memastikan bahwa bukti yang dievaluasi dalam
pengujian rincian telah konsisten dengan gambaran menyeluruh yang dilaporkan
dalam laporan keuangan.

2.4.2 PENGUJIAN RINCIAN TRANSAKSI

Tujuan pengujian saldo akun utang rinci adalah untuk memverifikasi:


 Keberadaan dan keterjadian
 Kelengkapan
 Kewajiban
 Penyajian dan pengungkapan

Keberadaan, kelengkapan, kewajiban serta penyajian dan pengungkapan


utang usaha di neraca di buktikan oleh auditor dengan mengirimkan surat

12
konfirmasi kepada debitor dan rekonsiliasi utang usaha yang tidak dikonfirmasi
penyataan piutang bulanan yang diterima oleh klien dari kreditur.

Dalam melaksanakan pengujian rincian transaksi, auditor terutama akan


menitikberatkan pada pendeteksian kurang saji hutang yang dicatat serta hutang
yang belum tercatat. Seberapa luas setiap pengujian tersebut dilakukan akan
bervariasi menurut tingkat risiko deteksi spesifik yang diterima untuk asersi-asersi
terkait.

Menelusuri Hutang yang Dicatat ke Dokumentasi Pendukung

Dalam pengujian ini, ayat jurnal kredit pada hutang usaha akan ditelusuri ke
dokumentasi pendukung dalam file klien, seperti voucher, faktur penjualan,
laporan penerimaan, dan pesanan pembelian.

Pendebetannya akan ditelusuri ke dokumen transaksi pengeluaran kas, seperti


buku pengeluaran cek, atau memo dari penjual menyangkut retur pembelian dan
pengurangan harga. Beberapa penelusuran mungkin telah dilakukan selama
pekerjaan interim, yaitu sebagai bagian dari dokumen sumber ke catatan
akuntansi. Luas penelusuran (vouching) ini berhubungan langsung dengan
kesimpulan auditor mengenai risiko inheren, risiko prosedur analitis, dan risiko
pengendalian. Pengujian ini terutama akan menghasilkan bukti untuk tujuan audit
spesifik yang berkaitan dengan empat dari lima asersi, terkecuali asersi
kelengkapan. Aplikabilitas dari pengujian ini terhadap asersi kelengkapan adalah
terbatas karena pengujian ini tidak dapat mendeteksi hutang yang tidak pernah
dicatat.

Melaksanakan Pengujian Pisah Batas Pembelian

Pengujian pisah batas pembelian (purchases cutoff) mencakup penentuan


bahwa transaksi pembelian yang terjadi mendekati tanggal neraca telah dicatat
pada periode yang tepat. Hal ini dapat dilakukan dengan menelusuri tanggal-
tanggal laporan penerimaan ke ayat jurnal register pendukungnya. Pengujian ini
biasanya mencakup periode antara lima sampai sepuluh hari bisnis sebelum dan

13
sesudah tanggal neraca. Buku yang diperoleh dari pengujian ini berkaitan dengan
asersi eksistensi atau kejadian dan kelengkapan untuk hutang usaha.

Dalam memeriksa dokumentasi sebagai bagian dari pengujian ini,


pertimbangan khusus harus diberikan atas barang yang masih dalam perjalanan
per tanggal neraca. Barang yang dikirimkan dengan syarat FOB (free on board)
shipping point harus dimasukkan dalam persediaan penjual serta dikeluarkan dari
persediaan dan hutang usaha pembeli hingga barang tersebut tiba di departemen
penerimaan pembeli. Dalam melakukan pengujian ini, auditor harus menentukan
bahwa pisah batas yang tepat telah dicapai ketika melakukan perhitugan fisik
persediaan.

Melaksanakan Pengujian Pisah Batas Pengeluaran Kas

Pisah batas yang tepat atas transaksi pengeluaran kas pada akhir tahun adalah
sangat penting untuk penyajian kas dan hutang usaha yang benar pada tanggal
neraca. Bukti tentang pengujian pisah batas pengeluaran kas (cash disbursement
cutoff test) dapat diperoleh melalui observasi langsung dan review atas
dokumentasi internal.

Apabila auditor dapat menyajikan pada tanggal neraca, maka ia secara langsung
dapat menyaksikan lembar cek terakhir yang ditarik klien. Penelusuran
selanjutnya atas bukti ini ke catatan akuntansi akan dapat memverifikasi
keakuratan pisah batas. Selain itu, auditor juga dapat menelusuri cek-cek yang
dibayar dalam periode beberapa hari sebelum dan sesudah tanggal neraca ke
tanggal cek tersebut dicatat.

Bukti yang diperoleh dari pengujian ini juga berkaitan dengan asersi eksistensi
atau kejadian dan kelengkapan untuk hutang usaha.

Melakukan Pencarian Hutang yang Belum Tercatat

14
Pencarian hutang usaha yang belum tercatat (search for unrecorded
accountans payable) terdiri dari prosedur terdiri dari prosedur-prosedur yang
dirancang secara khusus untuk mendeteksi kewajiban signifikan yang belum
dicacat pada tanggal neraca. Dengan demikian, prosedur ini berkaitan dengan
asersi kelengkapan untuk hutang usaha.

2.4.3 PEMBAYARAN KEMUDIAN.

Pemeriksaan atas pembayaran kemudian (subsequent payments) terdiri dari


pemeriksaan dokumentasi untuk cek-cek yang diterbitkan atau voucher yang
dibayar setelah tanggal neraca. Apabila dokumentasi ini menunjukkan behwa
pembayaran tersebut adalah untuk membayar kewajiban yang ada pada tanggal
neraca, maka auditor harus menelusuri ke daftar hutang usaha guna menentukan
apakah hal tersebut sudah termasuk dalam daftar hutang usaha guna menentukan
apakah hal tersebut sudah termasuk dalam daftar hutang usaha.

Pengujian ini dilakukan hingga akhir pekerjaan lapangan untuk


memperbesar peluang memperoleh bukti tentang hutang yang secara sengaja atau
karena kurang teliti tidak dimasukkan dalam daftar hutang pada tanggal laporan
keuangan. Dengan demikian, pengujian ini melebihi periode yang digunakan
dalam pengujian pisah batas yang telah diuraikan sebelumnya.

Biasanya penjual akan meminta pembayaran, walaupun kewajiban itu


tidak dicatat pada tanggal neraca oleh pembeli. Oleh karena itu, pembayaran
kemudian dapat menjadi cara yang efektif untuk mencari periode selanjutnya ini
dengan melihat lebih saji pembayaran kemudian dan memusatkan perhatikan pada
transaksi yang bernilai besar.

2.4.4 PROSEDUR LAINNYA.

Dokumentasi pendukung hutang yang telah dicatat, tetapi masih belum


dibayar sampai tanggal terakhir pekerjaan lapangan, juga harus diperiksa atas
dasar pengujian. Hal ini juga dapat mengungkapkan kewajiban yang ada tetapi
belum dicatat pada tanggal neraca. Prosedur lainnya yang dapat mengungkapkan

15
hutang yang belum dicacat meliputi: (1) menginvestigasi pesanan pembelian,
laporan penerimaan, dan faktur penjualan yang tidak sesuai pada akhir tahun, (2)
mengajukan pertanyaan kepada personil akuntansi dan pembelian tentang hutang
yang belum dicatat, serta (3) mereview anggaran modal, perintah kerja, dan
kontrak konstruksi untuk mencari bukti adanya hutang yang belum dicatat.

2.4.5 PENGUJIAN RINCIAN SALDO

Dua pengujian yang termasuk dalam kategori ini adalah (1) konfirmasi
hutang usaha, dan (2) rekonsiliasi hutang yang belum dikonfirmasi dengan
laporan bulanan yang diterima oleh klien dari penjual atau pemasok.

Konfirmasi Hutang Usaha

Tidak seperti konfirmasi piutang usaha, tidak ada anggapan yang dibuat
mengenai konfirmasi hutang usaha. Prosedur ini bersifat oposional karena (1)
konfirmasi ini tidak dapat menjamin bahwa hutang yang belum dicatat akan dapat
ditemukan, dan (2) bukti eksternal berupa faktur dan laporan bulanan penjual
harus tersedia untuk mendukung saldonya. Konfirmasi hutang usaha
direkomendasikan apabila risiko deteksi rendah, terdapat kreditor individual
dengan saldo yang relatif besar, atau perusahaan mengalami kesulitan dalam
memenuhi kewajibannya. Seperti dalam kasus konfirmasi piutang usaha, auditor
harus mengendalikan pembuatan dan pengiriman permintaan konfirmasi serta
harus meminta jawaban langsung dari respondensi.

Apabila konfirmasi akan dilakukan, maka akun dengan saldo nol atau
kecil harus ada di antara pilihan untuk konfirmasi karena saldo yang mungkin
ditetapkan terlalu rendah daripada akun dengan saldo yang besar.

Selain itu, konfirmasi juga harus dikirimkan kepada pemasok utama yang
(1) telah digunakan pada tahun sebelumnya, tetapi tidak dalam tahun berjalan, dan
(2) tidak mengirimkan laporan bulanan. Dapat diobservasi bahwa konfirmasi tidak
menyebutkan jumlah hutang yang harus dibayar. Dalam mengkonfirmasi hutang
usaha, auditor menghendaki agar kreditor menyebutkan jumlah yang terutang

16
karena jumlah itu akan direkonsiliasi dengan catatn klien. Perhatikan bahwa
informasi juga diminta mengenai komitmen pembelian dari klien dan setiap
jaminan atas hutang tersebut.

Pengujian ini dapat memberikan bukti untuk semua asersi hutang usaha.
Akan tetapi, bukti yang tersedia untuk asersi kelengkapan bersifat dan mengirim
permintaan konfirmasi kepada pemasok yang tidak mencatat kewajiban klien.

Merekonsiliasi Hutang yang Belum Dikonfirmasi dengan Laporan Pemasok

Dalam banyak kasus, para pemasok biasanya mengirimkan laporan


bulanan yang bisa dijumpai dalam file klien. Dalam kasus ini, jumlah yang
terutang kepada pemasok menurut daftar hutang klien dapat direkomendasikan
dengan laporan tersebut.

Bukti yang diperoleh dari prosedur ini juga berlaku untuk asersi yang
sama seperti konfirmasi, tetapi kurang dapat diandalkan karena laporan pemasok
telah dikirimkan kepada klien, dan bukan langsung kepada auditor. Selain itu,
laporan ini mungkin tidak tersedia dari pemasok tertentu.

2.5 PERBANDINGAN PENYAJIAN LAPORAN DENGAN GAAP

Hutang usaha harus diidentifikasikan secara tepat sebagai kewajiban


lancar. Jika saldo hutang mencakup pembayaran dimuka yang material kepada
beberapa pemasok untuk pengiriman barang dan jasa di masa depan, maka jumlah
semacam itu harus diklasifikasi sebagai uang muka kepada pemasok dan dicatat
sebagai aktiva. Selain itu, pengukuran juga perlu dilakukan atas penjaminan dan
serta kewajiban kontinjensi. Jadi, penyajian dan pengungkapan manajemen harus
dibandingkan dengan persyaratan GAAP.

17
BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Utang lancar memiliki karakteristik yang berbeda dengan karakteristik


aktiva lancar, yang berdampak terhadap pengujian substantif terhadap utang
lancar. Dalam menyajikan aktiva lancar, klien cenderung untuk menyajikan aktiva
tersebut lebih tinggi dari jumlah yang seharusnya. Di lain pihak, dalam
menyajikan utang lancar, klien cenderung umum untuk menyajikan utang tersebut
lebih rendah dari jumlah yang seharusnya. Kecenderungan ini di dorong oleh
keinginan untuk menyajikan gambaran modal kerja perusahaan yang lebih baik.
Oleh karena itu, pengujian substantif terhadap utang lancar di tujukan untuk
menemukan adanya penyajian utang lancar yang lebih rendah dari jumlah yang
seharusnya.
Pengujian substantif terhadap utang usaha di tujukan untuk memperoleh
keyakinan tentang keandalan catatan akuntansi bersangkutan dengan utang usaha,
membuktikan keberadaan utang usaha dan keterjadian transaksi yang berkaitan
dengan utang usaha yang dicantumkan di neraca, membuktikan kelengkapan
transaksi yang dicatat dalam catatan akuntansi serta membuktikan kewajaran
penyajian dan pengungkapan utang usaha di neraca.

3.2 Saran

Diharapkan dengan adanya makalah ini, dapat bermanfaat dan menambah


pengetahuan kita semua tentang auditing. Khususnya tentang audit terhadap siklus
pengeluaran pengujian substantive terhadap saldo utang usaha.

18
19
DAFTAR PUSTAKA

Boynton, Johnson, Kell (Modern Auditing, Seventh Edition), Erlangga 2003

20

You might also like