Professional Documents
Culture Documents
Nurul Fathya Azizah-Fdk
Nurul Fathya Azizah-Fdk
Skripsi
Diajukan Kepada Fakultas Ilmu Dakwan dan Ilmu Komunikasi untuk
Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Sosial (S.Sos)
Oleh:
KONSENTRASI JURNALISTIK
JURUSAN KOMUNIKASI DAN PENYIARAN ISLAM
FAKULTAS ILMU DAKWAH DAN ILMU KOMUNIKASI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
1439 H/2018 M
ABSTRAK
i
ii
KATA PENGANTAR
Wassalam
Peneliti
vi
DAFTAR ISI
ABSTRAK......................................................................................i
KATA PENGANTAR..................................................................ii
DAFTAR ISI................................................................................vi
DAFTAR TABEL........................................................................ix
DAFTAR GAMBAR....................................................................x
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah...............................................1
B. Batasan dan Rumusan Masalah....................................7
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian.....................................7
D. Metodologi Penelitian..................................................7
1. Paradigma Penelitian..............................................8
2. Pendekatan Penelitian...........................................10
3. Metode Penelitian.................................................10
4. Waktu dan Tempat Penelitian..............................11
5. Subjek dan Objek Penelitian................................11
6. Teknik Pengumpulan Data...................................12
E. Tinjauan Pustaka........................................................13
F. Sistematika Penulisan.................................................16
C. Media Massa...............................................................36
D. Media Online..............................................................38
E. Media Siber (Cyber Media)........................................40
F. Kekerasan Terhadap Perempuan................................43
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan...............................................................150
B. Saran.........................................................................151
DAFTAR PUSTAKA...............................................................153
LAMPIRAN..............................................................................156
viii
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1 Struktur Analisis van Dijk
Tabel 2.2 Elemen Analisis Wacana van Dijk
Tabel 3.1 Struktur Kepengurusan Konde.co
ix
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1 Model Analisis van Dijk
Gambar 3.1 Bounce Rate Pengunjung Konde.co
Gambar 3.2 Jenis Kelamin Pengunjung Konde.co
Gambar 3.3 Pendidikan Pengunjung Konde.co
Gambar 3.4 Browsing Location Pengunjung Konde.co
BAB I
PENDAHULUAN
1
2
2
Lembar Fakta Catatan Tahunan (CATAHU) Komnas Perempuan
Tahun 2017 diakses pada 27 Oktober 2017 dari
https://www.komnasperempuan.go.id/reads-catatan-tahunan-kekerasan-
terhadap-perempuan-2017
3
Fadilah Suralaga, Tati Hatimah, dkk, Pengantar Kajian gender,
(Jakarta: MCGill Project/IISEP, 2003), h. 58
3
4
Trisakti Handayani, Sugiati, M.Si., Konsep dan Teknik Penelitian
Gender, (Malang, UMM Press, 2002), h. 18
5
Konde Institute, “Forum Pengadaan Layanan, Penumbuh Harapan
Bagi Korban Kekerasan Gender”, artikel diakses pada 25 November 2017
dari http://www.konde.co/2016/11/forum-pengada-layanan-penumbuh-
harapan.html
4
http://www.konde.co/p/about.html
7
B. Batasan Masalah
Batasan masalah penelitian ini adalah menemukan
bagaimana sebuah teks diproduksi. Penelitian ini hanya meneliti
sampai bagaimana sebuah teks dibentuk dalam sebuah media.
Sehingga analisis wacana Teun A van Dijk yang digunakan
dalam penelitian ini hanya sampai level kognisi sosial.
C. Rumusan Masalah
Dari batasan masalah diatas rumusan masalah penelitian ini
adalah “Bagaimana wacana kekerasan terhadap perempuan
dikonstruksi oleh media online Konde.co?”
E. Metodologi Penelitian
1. Paradigma Penelitian
Paradigma disebut juga sebagai sistem keyakinan
dasar atau cara pandang terhadap dunia yang
membimbing peneliti.9 Dalam penelitian ini peneliti
menggunakan paradigma konstruktivisme. Dalam
pandangan konstruktivisme, bahasa tidak lagi hanya
dilihat sebagai alat memahami realitas objektif belaka.
Konstruktivisme menganggap subjek sebagai faktor
sentral dalam kegiatan wacana serta hubungan-hubungan
sosialnya.10
9
Imam Gunawan, Metode Penelitian Kualitatif: Teori dan Praktik,
(Jakarta: Bumi Aksara, 2013), h. 26
10
Eriyanto, Analisis Wacana: Pengantar Analisis Teks Media,
(Yogyakarta: LkiS Group, 2011), h.5
9
11
Jumroni dan Suhaemi, Metode-metode Penelitian Komunikasi,
(Jakarta: UIN Jakarta Press, 2006), hal. 83
12
Eriyanto, Analisis Wacana: Pengantar Analisis Teks Media, h.5
1
2. Pendekatan Penelitian
Penelitian ini menggunakan pendekatan penelitian
kualitatif. Pendekatan kualitatif adalah penelitian yang
bermaksud memahami tentang apa yang dialami oleh
subjek penelitian, perilaku, persepsi, motivasi, tindakan
dan lain-lain secara holistik. Dijabarkan dalam bentuk
kata secara deskriptif dengan memanfaatkan berbagai
metode ilmiah. 13
Penelitian ini bertujuan untuk menangkap berbagai
fakta melalui pengamatan. Kemudian menganalisanya dan
berupaya untuk merefleksikan hasil analisa dengan cara
deskriptif. Peneliti menggunakan pendekatan kualitatif
bertujuan untuk mendapatkan pemahaman yang diperoleh
setelah melakukan analisis terhadap permasalahan
penelitian.
3. Metode Analisis Data
Metode penelitian yang digunakan adalah metode
analisis wacana model Teun A van Djik. Penelitian ini
dilakukan dengan cara mendeskripsikan kekerasan
terhadap perempuan menurut kacamata penulis berita di
Konde.co.
Teun A. van Djik memiliki tiga struktur
pewacanaan, yaitu teks, kognisi sosial, dan konteks sosial.
Metode ini juga memiliki tiga elemen teks dalam
menganalisis wacana, yaitu struktur makro, superstruktur,
13
Lexy J Moleon, Metodologi Penelitian Kualitatif, (Bandung:
PT remaja Rosdakarya, 2006), h. 6
1
14
Eriyanto, Analisis Wacana Pengantar Analisis Teks Media,
2
1
15
Imam Gunawan, Metode Penelitian Kualitatif: Teori dan Praktik,
h.176
16
Lexy J. Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif, h. 186
17
Imam Gunawan, Metode Penelitian Kualitatif: Teori dan
h.
1
F. Tinjauan Pustaka
a. Skripsi Weldania Isnaini (1110051100053) Fakultas
Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi Program
Konsentrasi Jurnalistik dengan judul Analisis
Wacana Pemberitaan Tes Keperawanan Pada
Calon Polwan di Republika Online. Skripsi ini
membahas mengenai pemberitaan tes keperawanan
yang dilakukan pada para calon polwan. Pemberitaan
tersebut mendapat banyak tentangan karena tes
keperawanan merupakan pelanggaran HAM dan
pelecehan terhadap perempuan. Penelitian ini
menggunakan paradigma konstruktivisme, dan
analisis wacana Teun A.van Dijk. Hasil penelitian ini
adalah pada level teks disimpulkan bahwa teks
keperawanan merupakan bentuk kekejaman dan
menimbulkan trauma bagi yang menjalankannya. Pada
kognisi sosial menyebutkan bahwa tes keperawanan
pada calon polwan adalah tidakan yang tidak penting,
karena masih banyak kasus lain yang lebih penting
untuk ditangani oleh polisi. Pada level konteks,
disimpulkan bahwa tes keperawanan tidak ada
hubungannya dengan kinerja yang sangat diharapkan
masyarakat dari seorang polwan.
Perbedaan penelitian yang ditulis Weldiana Isnaini
dengan penelitian ini adalah perbedaan objek
penelitian. Selain itu penelitian ini berfokus pada
1
G. Sistematika Penulisan
BAB I. PENDAHULUAN
Pada bab ini peneliti akan menguraikan tentang latar
belakang masalah, rumusan dan batasan masalah, tujuan
dan manfaat penelitian, waktu dan tempat penelitian,
subjek dan objek penelitian, teknik pengumpulan data,
tinjauan pustaka, dan sistematika penulisan.
BAB II. LANDASAN TEORI DAN KONSEPTUAL
Bab ini peneliti menguraikan tentang teori analisis wacana
Teun A. van Dijk, konsep media massa, konsep media
online, kondep media siber (cyber media) dan kekerasan
terhadap perempuan.
BAB III. GAMBARAN UMUM
Bab ini peneliti membahas tentang profil Konde.co, visi
dan misi Konde.co, struktur kepengurusan Konde.co, dan
jenis rubrik di Konde.co.
BAB IV. TEMUAN DAN ANALISIS DATA
Bab ini berisikan analisis teks, analisis kognisi sosial dan
analisis konteks sosial pemberitaan isu kekerasan terhadap
perempuan.
BAB V. PENUTUP
Bab lima adalah penutup yang berisikan kesimpulan dari
penelitian mengenai hasil penelitian ini.
BAB II
A. Analisis Wacana
Analisis wacana terdiri dari dua kata, yaitu analisis
dan wacana. Analisis menurut Kamus Besar Bahasa
Indonesia (KBBI) adalah penyelidikan terhadap suatu
peristiwa (karangan, perbuatan, dan sebagainya) untuk
mengetahui keadaan yang sebenarnya (sebab musabab,
duduk perkaranya, dan sebagainya); penguraian suatu pokok
atas berbagai bagiannya dan penelaah bagian itu sediri serta
hubungan antar bagian untuk memperoleh pengertian yang
tepat dan pemahaman arti keseluruhan.1
Istilah wacana diperkenalkan oleh para ahli linguis
(ahli bahasa) di Indonesia sebagai terjemahan dari istilah
bahasa inggris, ‘discourse’. Kata ‘discourse’ sendiri berasal
dari bahasa Latin, discursus (lari ke sana ke mari). Kata ini
diturunkan dari kata ‘dis’ (dan/ dalam arah yang berbeda-
beda) dan kata ‘currere’ (lari).2
Kamus Bahasa Indonesia Kontemporer menuliskan
tiga makna dari istilah wacana. Pertama, percakapan, ucapan,
dan tutur. Kedua, keseluruhan tutur atau cakapan yang
merupakan satu kesatuan. Ketiga, satuan bahasa terbesar
1
Depdikbud, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai
Pustaka, Cet. Ke-1, 1998), h. 32
2
Dede Oetomo, Kelahiran dan Perkembangan Analisis Wacana,
(Yogyakarta: Kanisis, 1993), h.3
17
7
3
Peter Salim dan Yenny Salim, Kamus Besar Bahasa Indonesia
Kontemporer, (Jakarta: Modern English Press, Edisi Ke-3 2002), h. 1709
4
Alex Sobur, Analisis Teks Media, (Bandung, PT Remaja
Rosdakarya, 2012), h.68
5
Alex Sobur, Analisis Teks Media,
7
6
Alex Sobur, Analisis Teks Media,
h.71
7
8
Alex Sobur, Analisis Teks Media, h.71
9
Alex Sobur, Analisis Teks Media,
h.71
7
11
Alex Sobur, Analisis Teks Media, h.72
12
Alex Sobur, Analisis Teks Media, h.72
13
Eriyanto, Analisis Wacana Pengantar Analisis Teks Media,
(Yogyakarta: Lkis group, 2011), h.221
7
Teks
Kognisi sosial
Konteks sosial
1. Teks
Pada dimensi teks, yang diteliti adalah struktur dari
teks. Van Dijk memanfaatkan dan mengambil analisis
linguistik untuk menjelaskan dan memaknai suatu teks.
Dalam menganalisa teks, Van Djik membaginya menjadi
tiga elemen, yaitu Struktur Makro, Superstruktur, dan
Struktur Mikro.
Pertama struktur makro adalah makna global/umum
dari suatu teks yang dapat diamati dengan melihat topik atau
tema yang dikedepankan dalam suatu berita. Kedua,
superstruktur merupakan struktur wacana yang berhubungan
dengan kerangka suatu teks, bagaimana bagian-bagian teks
tersusun ke dalam berita secara utuh. Ketiga, struktur mikro
adalah makna wacana yang dapat diamati dari bagian kecil
dari suatu teks yakni kata, kalimat proposisi, anak kalimat,
gambar dan parafrase. 14
Tabel. 2.1
Struktur Analisis van Dijk
Struktur Makro
Makna global dari suatu teks yang dapat diamati dari topik/tema yang diangka
Superstruktur
Kerangka suatu teks, seperti bagian pendahuluan, isi,
14
Eriyanto, Analisis Wacana: Pengantar Analisis Teks Media, h. 226
7
Struktur Mikro
Makna lokal dari suatu teks yang dapat diamati daari pilihan kata. Kalimat da
Stilistik Leksikon
Bagaimana pilihan kata yang
dipakai dalam teks berita
Retoris Grafis, Metafora,
Bagaimana cara penekanan Ekspresi
dilakukan
Sumber: Eriyanto, Analisis Wacana: Pengantar Analisis Teks Media, h.228-
229
a. Tematik
Elemen ini menunjukkan pada gambaran umum dari
suatu teks. Bisa disebut juga sebagai gagasan utama atau inti
dari suatu teks. Topik menggambarkan apa yang ingin
diungkapkan oleh wartawan dalam pemberitaannya. Topik
7
15
Eriyanto, Analisis Wacana: Pengantar Analisis Teks Media, h.
229
7
b. Skematik
Sebuah teks atau wacana umumnya mempunyai alur
atau skema dari pendahuluan sampai akhir. Alur tersebut
menunjukkan bagian-bagian dalam teks disusun dan
diurutkan sehingga membentuk kesatuan arti. Menurut van
Dijk, arti penting dari skematik adalah strategi wartawan
untuk mendukung topik tertentu yang ingin disampaikan
dengan menyusun bagian-bagian dengan urutan tertentu.
Skematik memberikan tekanan bagian mana yang
didahulukan dan bagian mana yang bisa disembunyikan.17
Berita umumnya mempunyai dua kategori skema
besar. Pertama, summary.18 Terdapat dua elemen yang
menjadi bagian dari Summary yaitu judul dan lead. Lead
merupakan pengantar singkat tentang apa yang ingin
disampaikan sebelu masuk kedalam isi berita. Judul dan lead
biasanya menunjukkan tema yang ingin disampaikan
wartawan dalam pemberitaannya.
Kedua, story yakni isi berita secara keseluruhan. Isi
berita ini memiliki dua subkategori. Pertama berupa situasi,
yakni proses terjadinya peristiwa, sedangkan yang kedua
adalah komentar yang ditampilkan dalam teks.19
Subkategori situasi terbagi menjadi dua. Pertama,
mengenai episode dari kisah utama peristiwa tersebut.
Kedua, adalah latar untuk mendukung episode yang
17
Eriyanto, Analisis Wacana: Pengantar Analisis Teks Media, h. 234
18
Eriyanto, Analisis Wacana: Pengantar Analisis Teks Media, h.
232
8
20
Eriyanto, Analisis Wacana: Pengantar Analisis Teks Media, h.
233
8
22
Alex Sobur, Analisis Teks Media, h.
79
8
24
Alex Sobur, Analisis Teks Media, h.80-81
25
Alex Sobur, Analisis Teks Media,
h.81
8
27
Alex Sobur, Analisis Teks Media, h.82
28
Alex Sobur, Analisis Teks Media,
8
2. Kognisi Sosial
Van Dijk berpandangan bahwa untuk mengetahui
ideologi dan makna yang tersembunyi tidak cukup jika
hanya mengamati struktur teks. Namun, perlu dilakukan
pendekatan kognitif untuk melihat kesadaran mental
pembuat berita yang memberikan makna pada berita yang
ditulisnya. Menurut van Dijk, dibutuhkan penelitian
representasi kognisi dan strategi wartawan dalam
memproduksi berita.31
Wartawan bukanlah individu yang netral. Wartawan
merupakan individu yang memiliki ideologi, pandangan
hidup yang lahir dari pengalaman, pengetahuan dan
pengaruh ideologi yang didapat di kehidupannya. Hal inilah
29
Alex Sobur, Analisis Teks Media, h.84
30
Alex Sobur, Analisis Teks Media, h.84
31
Eriyanto, Analisis Wacana Pengantar Analisis Teks Media,
8
32
Eriyanto, Analisis Wacana Pengantar Analisis Teks Media, h.262-
263
33
Eriyanto, Analisis Wacana Pengantar Analisis Teks Media,
8
3. Konteks Sosial
Wacana adalah bagian dari wacana yang berkembang
dalam masyarakat, sehingga meneliti teks perlu dilakukan
penelitian intertekstual dengan meneliti bagaimana wacana
tentang suatu hal diproduksi dan dikonstruksi oleh
masyarakat.38 Konteks sosial didapat dengan meneliti kondisi
masyarakat (hal apa yang sedang berkembang dalam
34
Eriyanto, Analisis Wacana Pengantar Analisis Teks Media, h.269
35
Eriyanto, Analisis Wacana Pengantar Analisis Teks Media, h.270
36
Eriyanto, Analisis Wacana Pengantar Analisis Teks Media, h.270
37
Eriyanto, Analisis Wacana Pengantar Analisis Teks Media, h.270
C. Media Massa
Media massa merupakan alat atau sarana yang
digunakan dalam penyampaian pesan dari sumber
(komunikator) kepada khalayak (komunikan/penerima)
dengan menggunakan alat-alat komunikasi mekanis, seperti
surat kabar, radio, televisi, film dan internet.41
Dalam buku Mass Communication Theories (1989),
McQuaill menyatakan ada enam perseptif tentang peran
media massa dalam konteks masyarakat modern, yaitu
sebagai berikut:42
1. Media massa sebagai sarana belajar untuk mengatahui
berbagai informasi dan peristiwa. Ia ibarat “jendela”
untuk melihat apa yang terjadi di luar kehidupan.
2. Media massa adalah refleksi fakta, terlepas dari rasa
suka atau tidak suka. Ia ibarat “cermin” peristiwa yang
ada dan terjadi di masyarakat ataupun dunia.
3. Media massa sebagai filter yang menyeleksi berbagai
informasi dan issue yang layak mendapat perhatian
atau tidak.
4. Media massa sebagai penunjuk arah berbagai
ketidakpastian atau alternatif yang beragam.
40
Eriyanto, Analisis Wacana Pengantar Analisis Teks Media, h.274
41
Indah Suryawati, Jurnalistik Suatu Pengantar, (Bogor: Penerbit
Ghalia Indonesia, 2011), h. 27
42
Indah Suryawati, Jurnalistik Suatu Pengantar, h.
8
43
Nurani Soyomukti, Pengantar Ilmu Komunikasi, (Yogyakarta: Ar-
ruzz Media, 2010), h.198
44
Nurani Soyomukti, Pengantar Ilmu Komunikasi, h.201
45
Nurani Soyomukti, Pengantar Ilmu Komunikasi, h.199
9
D. Media Online
Media online adalah media komunikasi yang
memanfaatkan internet. Media online tergolong pada
katergori media massa yang popular dan bersifat khas.
Kekhasannya terletak pada keharusan untuk memiliki
jaringan teknologi informasi untuk menikmati medianya.
Meskipun kehadirannya bisa dibilang baru, media online
dianggap sebagai salah satu media massa yang memiliki
pertumbuhan yang cepat. Banyak orang sudah menjadikan
9
46
Indah Suryawati, Jurnalistik Suatu Pengantar, h.46
47
Indah Suryawati, Jurnalistik Suatu Pengantar, h.46
9
48
Indah Suryawati, Jurnalistik Suatu Pengantar, h.48
49
Indah Suryawati, Jurnalistik Suatu Pengantar, h.49
50
Dr. Rulli Nasrullah, M.Si, Cyber Media, (Yogyakarta: IDEA
Press), 2013), h.16
53
Dr. Rulli Nasrullah, M.Si, Cyber Media, h.30
54
Dr. Rulli Nasrullah, M.Si, Cyber Media,
9
55
Dr. Rulli Nasrullah, M.Si, Cyber Media, h.35
56
Dr. Rulli Nasrullah, M.Si, Cyber Media, h.35
57
Dr. Rulli Nasrullah, M.Si, Cyber Media, h.43
9
58
Dadang S. Anshori, Engkos Kosasih, dan Farida Sarimaya,
Membincangkan Feminisme: Refleksi Muslimah atas Peran Sosial Kaum
Perempuan, (Bandung: Pustaka Hidayah, 1997), h. 66
59
Dr. Niken Savitri, SH., MCL. HAM Perempuan Kritik Teori
Hukum Feminis Terhadap KUHP, (Bandung: PT Refika Aditama, 2008), h.5
60
Komnas Perempuan, Memecah Kebisuan: Agama Mendengar
Suara Perempuan Korban Kekerasan Demi Keadilan, (Open Society
Institute), h. 24
9
61
Komnas Perempuan, Memecah Kebisuan: Agama Mendengar
Suara Perempuan Korban Kekerasan Demi Keadilan, h. 26
9
62
Komnas Perempuan, Memecah Kebisuan: Agama Mendengar
Suara Perempuan Korban Kekerasan Demi Keadilan, h. 28
1
GAMBARAN UMUM
A. Profil Konde.co
1
About us, diakses tangal 17 April 2018 dari
2
Wawancara pribadi dengan pemimpin Konde.co, 03 April
5
http://www.konde.co/p/about.html
2
Wawancara pribadi dengan pemimpin Konde.co, 03 April
5
5
sebuah isu dari sudut pandang yang berbeda yaitu dari sisi para
masyarakat marjinal. Hasil tulisan yang dihasilkan para peserta
pelatihan menulis tersebut dipublish ke website Konde.co dan
sebagian diterbitkan menjadi buku atau jurnal.
5
Profil Konde.co, diakses tanggal 19 April 2017 dari
http://www.konde.co/p/about.html
6
About us diakses pada 10 April 2017 dari
http://www.konde.co/p/about.html
5
7
About us, diakses pada 10 April 2017 dari
http://www.konde.co/p/about.html
8
Facebook Konde.co, diakses pada 19 April 2018 dari
https://web.facebook.com/kondedotco?hc_ref=ARTz-
i7EhQKU1bRKAXrAzavxBfcjNna_b7wldKTPAlZw-
mFN9K7_HPQ2mRGKdvhA6Sw&fref=nf
9
Twitter Konde.co, diakses pada 19 April 2018 dari
https://twitter.com/kondedotco
5
Gambar 3.1 11
Gambar 3.2 12
10
Site Info Konde.co, diakses pada 16 April 2018 dari
https://www.alexa.com/siteinfo/konde.co
11
Site Info Konde.co, diakses pada 16 April 2018 dari
https://www.alexa.com/siteinfo/konde.co
12
Site Infro Konde.co, diakses pada 16 April 2018 dari
https://www.alexa.com/siteinfo/
5
Gambar 3.3 13
13
Site Info Konde.co, diakses pada 16 April 2018 dari
https://www.alexa.com/siteinfo/
5
Gambar 3.4 14
Visi
Misi
14
Site Info Konde.co, diakses pada 16 April 2018 dari
https://www.alexa.com/siteinfo/konde.co
15
About us, diakses pada 13 Mei 2018 dari
http://www.konde.co/p/about.html
5
(Litbang)
16
Wawancara pribadi dengan pemimpin Konde.co, 03 April 2018
17
Pengelola, diakses pada tanggal 13 Mei 2018 dari
http://www.konde.co/p/pengelolah.html
5
D. Rubrikasi Konde.co
Peristiwa
18
Wawancara pribadi dengan pemimpin Konde.co, 03 April 2018
6
Perspektif
Resensi
Perempuan inspiratif
61
6
2) Detil
6
Kapolri Ucapan Seksis dalam Menyalahkan Korban Perkosaan,
diakses pada tanggal 23 Mei 2018 dari http://www.konde.co/2017/10/kapolri-
ucapan-yang-seksis-dan.html.
7
Kapolri Ucapan Seksis dalam Menyalahkan Korban Perkosaan,
diakses pada tanggal 23 Mei 2018 dari http://www.konde.co/2017/10/kapolri-
ucapan-yang-seksis-dan.html.
8
Kapolri Ucapan Seksis dalam Menyalahkan Korban Perkosaan,
diakses pada tanggal 23 Mei 2018 dari http://www.konde.co/2017/10/kapolri-
ucapan-yang-seksis-dan.html.
7
3) Maksud
Elemen pada maksud yang terkandung dalam
pemberitaan ada pada paragraf ketujuh:
“Lini Zurlia, Nissa Yura dan Dhyta Caturani yang
mewakili Gendor menyatakan bahwa Gendor menggugat
analogi Tito Karnavian yang tidak ramah pada korban.
kami yang terdiri dari berbagai elemen; perempuan,
aktivis, pegiat HAM dan elemen masyarakat lain
menggugat analogi tersebut yang semakin menegaskan
sikap bahwa institusi penegang hukum tidak ramah dan
tidak berpihak pada korban kekerasan seksual, pantas saja
jika banyak kasus kekerasan seksual jarang dilaporkan
oleh korbannya atau bahkan korban yang melapor justru
disalahkan. Artinya, kepolisian sebagai institusi penegak
hukum berkontribusi dalam mencenderai rasa keadilan.” 9
(Paragraf 7)
2) Koherensi
3) Kata Ganti
13
Eriyanto, Analisis Wacana: Pengantar Analisis Teks Media, h. 253
14
Kapolri Ucapan Seksis dalam Menyalahkan Korban Perkosaan,
16
Kapolri Ucapan Seksis dalam Menyalahkan Korban Perkosaan,
diakses pada tanggal 23 Mei 2018 dari http://www.konde.co/2017/10/kapolri-
ucapan-yang-seksis-dan.html.
17
Kapolri Ucapan Seksis dalam Menyalahkan Korban Perkosaan,
2) Metafora
Metafora merupakan bentuk kiasan. Metafora
digunakan sebagai ornamen atau bumbu dari suatu
berita.22 Metafora dalam berita ini terdapat pada kalimat:
20
Kapolri Ucapan Seksis dalam Menyalahkan Korban Perkosaan,
diakses pada tanggal 23 Mei 2018 dari
http://www.konde.co/2017/10/kapolri- ucapan-yang-seksis-dan.html.
21
Kapolri Ucapan Seksis dalam Menyalahkan Korban Perkosaan,
diakses pada tanggal 23 Mei 2018 dari
http://www.konde.co/2017/10/kapolri- ucapan-yang-seksis-dan.html.
7
22
Kapolri Ucapan Seksis dalam Menyalahkan Korban Perkosaan,
diakses pada tanggal 23 Mei 2018 dari
http://www.konde.co/2017/10/kapolri- ucapan-yang-seksis-dan.html.
23
Kapolri Ucapan Seksis dalam Menyalahkan Korban Perkosaan,
diakses pada tanggal 23 Mei 2018 dari
http://www.konde.co/2017/10/kapolri- ucapan-yang-seksis-dan.html.
8
b. Superstruktur (Skematik)
28
Perempuan Menjadi Korban Penyebaran Konten Seksual di Media
Sosial diakses pada tanggal 23 Mei 2018 dari
http://www.konde.co/2017/10/perempuan-menjadi-korban-penyebaran.html
29
Perempuan Menjadi Korban Penyebaran Konten Seksual di
Media Sosial diakses pada tanggal 23 Mei 2018 dari
http://www.konde.co/2017/10/perempuan-menjadi-korban-
8
32
Perempuan Menjadi Korban Penyebaran Konten Seksual di
Media Sosial diakses pada tanggal 23 Mei 2018 dari
http://www.konde.co/2017/10/perempuan-menjadi-korban-
9
2) Koherensi
Koherensi pada pemberitaan ini terdapat pada
paragraf:
“LBH Masyarakat dalam pemetaannya
juga menyatakan bahwa kasus HA bukanlah kasus
pertama dan satu-satunya. Ada banyak kasus
penyebaran konten seksual pribadi tanpa
persetujuan lainnya yang tidak dapat diproses
karena kekosongan hukum, ketakutan korban akan
dipersalahkan ketika melapor dan opini negatif
publik terkait korban.”34 (Paragraf 9)
33
Perempuan Menjadi Korban Penyebaran Konten Seksual di Media
Sosial diakses pada tanggal 23 Mei 2018 dari
http://www.konde.co/2017/10/perempuan-menjadi-korban-penyebaran.html
37
Perempuan Menjadi Korban Penyebaran Konten Seksual di
Media Sosial diakses pada tanggal 23 Mei 2018 dari
http://www.konde.co/2017/10/perempuan-menjadi-korban-
penyebaran.html
38
Perempuan Menjadi Korban Penyebaran Konten Seksual di
Media Sosial diakses pada tanggal 23 Mei 2018 dari
9
39
Perempuan Menjadi Korban Penyebaran Konten Seksual di
Media Sosial diakses pada tanggal 23 Mei 2018 dari
http://www.konde.co/2017/10/perempuan-menjadi-korban-
penyebaran.html
40
Perempuan Menjadi Korban Penyebaran Konten Seksual di
Media Sosial diakses pada tanggal 23 Mei 2018 dari
9
41
Kriminalisasi Tubuh Perempuan: Perempuan yang Diarak dan
Ditelanjangi diakses pada 23 Mei 2018 dari
http://www.konde.co/2017/11/kriminalisasi-tubuh-perempuan-
98
42
Kriminalisasi Tubuh Perempuan: Perempuan yang Diarak dan
Ditelanjangi diakses pada 23 Mei 2018 dari
http://www.konde.co/2017/11/kriminalisasi-tubuh-perempuan-perempuan.html
9
b. Superstruktur (Skemantik)
Superstruktur bisa dilihat dari skema pemberitaan
sebagai berikut:
1) Pada bagian pendahuluan, diawali dengan judul
“Kriminalisasi Tubuh Perempuan: Perempuan yang
Diarak dan Ditelanjangi”. Pada bagian judul
wartawan menggunakan kata “kriminalisasi” terlihat
bahwa wartawan hendak menunjukkan bahwa
adanya tindakan pidana yang terjadi dalam
pemberitaan ini. “Tubuh perempuan” wartawan
kembali menggunakan kata tubuh perempuan untuk
menunjukkan bahwa yang menjadi korban dalam
pemberitaan ini bukan hanya perempuannya tetapi
tubuh perempuan telah menjadi korban.
“Perempuan yang diarak dan ditelanjangi” pada
bagian judul wartawan menuliskan tindak kriminal
yang dilakukan yaitu diarak dan ditelanjangi. Selain
itu wartawan menuliskan perempuan, seperti dilihat
dari pemberitaan yang ada bahwa kasus ini
mengakibatkan dua korban yaitu laki-laki dan
perempuan. Tetapi dari judul terlihat bahwa
wartawan hendak memfokuskan pada perempuan.
Wartawan berusaha menunjukkan bahwa korban
perempuan mengalami tindak kejahatan yang lebih
mendalam dibanding dengan korban laki-laki.
10
43
Kriminalisasi Tubuh Perempuan: Perempuan yang Diarak dan
Ditelanjangi diakses pada 23 Mei 2018 dari
http://www.konde.co/2017/11/kriminalisasi-tubuh-perempuan-perempuan.html
44
Kriminalisasi Tubuh Perempuan: Perempuan yang Diarak dan
Ditelanjangi diakses pada 23 Mei 2018 dari
http://www.konde.co/2017/11/kriminalisasi-tubuh-perempuan-perempuan.html
45
Kriminalisasi Tubuh Perempuan: Perempuan yang Diarak dan
Ditelanjangi diakses pada 23 Mei 2018 dari
http://www.konde.co/2017/11/kriminalisasi-tubuh-perempuan-perempuan.html
10
2) Detil
Detil pada berita ini terdapat pada:
“Seperti yang dikatakan Kepala Polres
Kabupaten Tangerang AKBP Sabilul dalam
kompas.com, kronologi peristiwa yang terjadi
pada Sabtu (11/11/2017) malam itu, awalnya,
perempuan berinisial MA minta dibawakan
makanan oleh R, pacarnya. Sekitar pukul 22.00
48
Kriminalisasi Tubuh Perempuan: Perempuan yang Diarak dan
Ditelanjangi diakses pada 23 Mei 2018 dari
http://www.konde.co/2017/11/kriminalisasi-tubuh-perempuan-perempuan.html
49
Kriminalisasi Tubuh Perempuan: Perempuan yang Diarak dan
Ditelanjangi diakses pada 23 Mei 2018 dari
http://www.konde.co/2017/11/kriminalisasi-tubuh-perempuan-perempuan.html
50
Kriminalisasi Tubuh Perempuan: Perempuan yang Diarak dan
Ditelanjangi diakses pada 23 Mei 2018 dari
http://www.konde.co/2017/11/kriminalisasi-tubuh-perempuan-
10
51
Kriminalisasi Tubuh Perempuan: Perempuan yang Diarak dan
Ditelanjangi diakses pada 23 Mei 2018 dari
http://www.konde.co/2017/11/kriminalisasi-tubuh-perempuan-perempuan.html
52
Kriminalisasi Tubuh Perempuan: Perempuan yang Diarak dan
Ditelanjangi diakses pada 23 Mei 2018 dari
http://www.konde.co/2017/11/kriminalisasi-tubuh-perempuan-perempuan.html
11
53
Kriminalisasi Tubuh Perempuan: Perempuan yang Diarak dan
Ditelanjangi diakses pada 23 Mei 2018 dari
http://www.konde.co/2017/11/kriminalisasi-tubuh-perempuan-perempuan.html
11
54
Kriminalisasi Tubuh Perempuan: Perempuan yang Diarak dan
Ditelanjangi diakses pada 23 Mei 2018 dari
http://www.konde.co/2017/11/kriminalisasi-tubuh-perempuan-perempuan.html
3) Kata Ganti
Menggunakan kata ganti orang ketiga jamak
“mereka”, dalam kalimat berikut:
“Beberapa hari yang lalu saya
mendapatkan video tentang laki-laki dan
perempuan yang diarak dan ditelanjangi dan
dipaksa mengaku kalau mereka sudah berbuat
mesum di sebuah rumah kost. Peristiwa ini terjadi
di Cikupa, Tangerang, Banten.”57 (Paragraf 1)
“Terus terang saya tidak tega, marah
melihat sang perempuan yang memohon ampun
dengan air mata bercucuran mengatakan bahwa
mereka berdua tidak melakukan perbuatan
mesum...”58 (Paragraf 2)
“…Usai menggedor pintu dan masuk ke
dalam kontrakan, ketiga orang itu memaksa R dan
MA mengakui mereka telah berbuat mesum…”59
(Paragraf 5)
“Tidak hanya memaksa mengaku tetapi
mereka sudah melakukan kekerasan mencekik,
menempeleng dan menganiaya sampai akhirnya
melucuti pakaian keduanya. Meskipun ketika
mereka menggedor pintu dan masuk, keduanya
sedang tidak berbuat mesum tetapi tetap dianggap
berbuat mesum…”60 (Paragraf 6)
“…Mereka menjadi kepo, merasa berhak
menghakimi dan ingin tahu. Mereka cenderung
57
Kriminalisasi Tubuh Perempuan: Perempuan yang Diarak dan
Ditelanjangi diakses pada 23 Mei 2018 dari
http://www.konde.co/2017/11/kriminalisasi-tubuh-perempuan-perempuan.html
58
Kriminalisasi Tubuh Perempuan: Perempuan yang Diarak dan
Ditelanjangi diakses pada 23 Mei 2018 dari
http://www.konde.co/2017/11/kriminalisasi-tubuh-perempuan-perempuan.html
59
Kriminalisasi Tubuh Perempuan: Perempuan yang Diarak dan
Ditelanjangi diakses pada 23 Mei 2018 dari
http://www.konde.co/2017/11/kriminalisasi-tubuh-perempuan-perempuan.html
60
Kriminalisasi Tubuh Perempuan: Perempuan yang Diarak dan
Ditelanjangi diakses pada 23 Mei 2018 dari
http://www.konde.co/2017/11/kriminalisasi-tubuh-perempuan-
11
61
Kriminalisasi Tubuh Perempuan: Perempuan yang Diarak dan
Ditelanjangi diakses pada 23 Mei 2018 dari
http://www.konde.co/2017/11/kriminalisasi-tubuh-perempuan-perempuan.html
62
Kriminalisasi Tubuh Perempuan: Perempuan yang Diarak dan
Ditelanjangi diakses pada 23 Mei 2018 dari
http://www.konde.co/2017/11/kriminalisasi-tubuh-perempuan-
perempuan.html
63
Kriminalisasi Tubuh Perempuan: Perempuan yang Diarak dan
Ditelanjangi diakses pada 23 Mei 2018 dari
11
64
Kriminalisasi Tubuh Perempuan: Perempuan yang Diarak dan
Ditelanjangi diakses pada 23 Mei 2018 dari
http://www.konde.co/2017/11/kriminalisasi-tubuh-perempuan-perempuan.html
65
Kriminalisasi Tubuh Perempuan: Perempuan yang Diarak dan
Ditelanjangi diakses pada 23 Mei 2018 dari
http://www.konde.co/2017/11/kriminalisasi-tubuh-perempuan-perempuan.html
66
Kriminalisasi Tubuh Perempuan: Perempuan yang Diarak dan
Ditelanjangi diakses pada 23 Mei 2018 dari
http://www.konde.co/2017/11/kriminalisasi-tubuh-perempuan-
perempuan.html
67
Kriminalisasi Tubuh Perempuan: Perempuan yang Diarak dan
Ditelanjangi diakses pada 23 Mei 2018 dari
11
68
Kriminalisasi Tubuh Perempuan: Perempuan yang Diarak dan
Ditelanjangi diakses pada 23 Mei 2018 dari
http://www.konde.co/2017/11/kriminalisasi-tubuh-perempuan-
perempuan.html
69
Kriminalisasi Tubuh Perempuan: Perempuan yang Diarak dan
Ditelanjangi diakses pada 23 Mei 2018 dari
11
70
Kriminalisasi Tubuh Perempuan: Perempuan yang Diarak dan
Ditelanjangi diakses pada 23 Mei 2018 dari
http://www.konde.co/2017/11/kriminalisasi-tubuh-perempuan-
perempuan.html
71
Kriminalisasi Tubuh Perempuan: Perempuan yang Diarak dan
Ditelanjangi diakses pada 23 Mei 2018 dari
12
2) Metafora
Metafora pada teks berita ini terdapat pada
paragraf 11:
72
Kriminalisasi Tubuh Perempuan: Perempuan yang Diarak dan
Ditelanjangi diakses pada 23 Mei 2018 dari
http://www.konde.co/2017/11/kriminalisasi-tubuh-perempuan-
12
73
http://www.konde.co/2017/11/kriminalisasi-tubuh-perempuan-
b. Superstruktur (Skematik)
Superstruktur dapat dilihat dari skema pemberitaan.
Skema pemberitaan pada teks keempat sebagai
berikut:
74
Penghakiman Terhadap Remaja di Tangerang, Bentuk Penyiksaan
Seksual diakses pada tanggal 23 Mei 2017 dari
http://www.konde.co/2017/11/penghakiman-terhadap-remaja-
12
2) Detil
Detil pada berita ini terdapat pada paragraf 4:
“Komnas Perempuan berpandangan bahwa
tindakan tersebut sebagai bentuk penyiksaan
seksual dan penghukuman yang tidak manusiawi
dan bernuansa seksual yang dilakukan oleh
masyarakat. Dalam Rancangan Undang-Undang
(RUU) Penghapusan Kekerasan seksual,
penyiksaan seksual dilakukan dengan tujuan
menghakimi atau memberikan penghukuman atas
suatu perbuatan yang diduga olehnya ataupun oleh
orang lain untuk mempermalukan dan
merendahkan martabatnya.” (Paragraf 4)
79
82
Penghakiman Terhadap Remaja di Tangerang, Bentuk Penyiksaan
Seksual diakses pada tanggal 23 Mei 2017 dari
http://www.konde.co/2017/11/penghakiman-terhadap-remaja-di.html
2) Koherensi
Koherensi pada pemberitaan ini terdapat pada:
3) Kata ganti
86
Penghakiman Terhadap Remaja di Tangerang, Bentuk Penyiksaan
Seksual diakses pada tanggal 23 Mei 2017 dari
http://www.konde.co/2017/11/penghakiman-terhadap-remaja-di.html
89
Penghakiman Terhadap Remaja di Tangerang, Bentuk Penyiksaan
Seksual diakses pada tanggal 23 Mei 2017 dari
http://www.konde.co/2017/11/penghakiman-terhadap-remaja-di.html
90
Penghakiman Terhadap Remaja di Tangerang, Bentuk
Penyiksaan Seksual diakses pada tanggal 23 Mei 2017 dari
http://www.konde.co/2017/11/penghakiman-terhadap-remaja-di.html
13
93
Wawancara pribadi dengan Luviana Ariyanti, Pemimpin Konde.co,
Selasa, 03 April 2018
94
Wawancara pribadi dengan Luviana Ariyanti, Pemimpin
Konde.co, Selasa, 03 April 2018
14
95
Rosmarie Putnam Tong, Feminist Thought: Pengantar Paling
Komprehensif Kepada Aliran Utama Pemikiran Feminis, h. 3
yang tidak terjadi pada dirinya melainkan adalah kisah dari orang
lain yang disampaikan kepada peneliti. Tetapi dari pendapatnya
akan konsep berpikir seperti itu dapat disimpulkan bahwa
Luviana tidak menginginkan adanya dominasi hirarki antara
perempuan dan laki-laki. Hal tersebut dapat diartikan bahwa
Luviana memiliki ideologi feminis radikal.
Luviana merupakan seseorang yang lama aktif dalam
jaringan perempuan. cara berpikir Luviana sudah dapat
memberikan sedikit gambaran pada wartawan Konde.co yang
lain. Karena mereka memiliki latar belakang yang sama, yaitu
para aktivis gender yang bergerak pada jaringan perempuan.
Dapat dipastikan bahwa konsep berpikir feminis yang dimilik
Luviana juga kemungkinan dimiliki pula oleh para wartawan
Konde.co yang lain. Ideologi itulah yang menyebabkan teks yang
dihasilkan Konde.co memiliki keberpihakan pada perempuan dan
cenderung menyudutkan oknum yang melakukan tindakan tidak
adil pada perempuan.
“Di Indonesia itu sangat kuat dan mengakar norma
adat istiadat. Semua orang terbiasa dengan konsep bahwa
bila tidak mematuhi norma dan adat istiadat itu buruk.
Jadi selalu menjudge seseorang jelek dan bagus itu dilihat
dari apakah orang tersebut patuh pada norma ada istiadat
atau tidak.”97
99
Wawancara pribadi dengan Luviana Ariyanti, Pemimpin Konde.co,
Selasa, 03 April 2018
14
100
Drs. Trisakti Handayani, Dra. Sugiati, M.Si, Konsep dan Teknik
Penelitian Gender, (Malang: UMM Press, 2002), h.6
101
Drs. Trisakti Handayani, Dra. Sugiati, M.Si, Konsep dan Teknik
Penelitian Gender, h.10
102
Drs. Trisakti Handayani, Dra. Sugiati, M.Si, Konsep dan Teknik
Penelitian Gender,h. 11
14
PENUTUP
A. Kesimpulan
150
15
Buku
Balai Pustaka).
Society Institute).
153
15
Rosdakarya).
Internet
LAMPIRAN
LAMPIRAN
HASIL WAWANCARA
Luviana- www.Konde.co
Penangkapan terhadap kelompok LGBT tidak hanya dlakukkan di ranah publik tapi
juga di wilayah privat seperti tempat tinggal, salah satunya adalah penangkapan di
sebuah sauna dengan tuduhan melanggar UU Pornografi. Meski terdapat banyak
tempat sauna, gym dan tempat sejenisnya namun justeru tempat-tempat tersebut
yang menjadi sasaran target kepolisian atas tuduhan aktifitas LGBT melanggar UU
Pornografi.
Selain itu perlu dicatat, UU pornografi bukan UU anti LGBT tapi mengapa mereka
yang menjadi kelompok sasaran.
Analogi tersebut menunjukkan bahwa institusi penegak hukum mulai dari hirarki
paling tinggi memang tidak ramah dan tidak berpihak pada korban. Berdasarkan
berbagai pengalaman gerakan perempuan dan aktivis perempuan yang
mendampingi dan berjuang bersama korban perkosaan, langkah hukum yang
ditempuh dengan melaporkan kasus perkosaan ke Kepolisian merupakan satu
langkah perjuangan berani, di tengah aparat penegak hukum yang masih terus
menyalahkan korban. Pernyataan jenderal Polisi seperti ini akan semakin
membungkam korban dan menjauhkan keadilan bagi masyarakat terutama
perempuan dan korban perkosaan.
Lini Zurlia, Nisaa Yura dan Dhyta Caturani yang mewakili Gedor menyatakan
bahwa Gedor menggugat analogi Tito Karnavian yang tidak ramah pada korban.
Kami yang terdiri dari berbagai elemen; perempuan, aktivis, pegiat HAM dan
elemen masyarakat lain menggugat analogi tersebut yang semakin menegaskan
sikap bahwa intitusi penegak hukum tidak ramah dan tidak berpihak pada korban
kekerasan seksual, pantas saja jika banyak kasus kekerasan seksual jarang
dilaporkan oleh korbannya atau bahkan korban yang melapor justeru disalahkan.
Artinya, kepolisian sebagai institusi penegak hukum berkontribusi dalam
mencederai rasa keadilan.
Untuk itu dalam surat terbuka berupa gugatan ini kami menuntut dan meminta
kepada Jenderal Kapolri Tito Karnavian meminta maaf kepada publik atas
pernyataan tersebut.
Kami juga menuntut agar Intitusi pengegak hukum termasuk Kepolisian, agar
membenahi cara berpikir dalam memandang korban kejahatan yang seharusnya
dilindungi, bukan malah menyalahkan korban. Institusi penegak hukum harus
berpihak pada korban perkosaan, menciptakan rasa aman, melindungi dan
mencegah tindakan kekerasan seksual termasuk perkosaan dan mewujudkan
keadilan bagi seluruh masyarakat.
Organisasi:
1. Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Indonesia
2. Aliansi Mahasiswa Papua (AMP)
3. Asosiasi Pelajar Indonesia
4. Arus Pelangi
5. Belok Kiri Festival
6. Bhinneka Region Bandung
7. Desantara
8. Federasi SEDAR
9. Federasi Mahasiswa Kerakyatan (FMK)
10. Forum Solidaritas Yogyakarta Damai (FSYD)
11. Garda Papua
12. Gerakan Mahasiswa Kristen Indonesia (GMKI)
13. Gereja Komunitas Anugrah (GKA) Salemba
14. Gusdurian
15. Institute for Criminal Justice Reform (IJCR)
16. Imparsial
17. Indonesian Legal Roundtable (ILR)
18. INFID
19. Institut Titian Perdamaian (ITP)
20. Integritas Sumatera Barat
21. International People Tribunal (IPT) „65
22. Jaringan Kerja Lembaga Pelayanan Kristen (JKLPK) Indonesia
23. Koalisi Seni Indonesia
24. Koalisi Nelayan Tradisional Indonesia (KNTI)
25. Kongres Aliansi Serikat Buruh Indonesia (KASBI)
26. KPO-PRP
27. komunalstensil
28. Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS)
29. Komite Perlindungan Jurnalis dan Kebebasan Berekspresi (KPJKB) Makassar
30. Komunitas Buruh Migran (KOBUMI)
31. Konfederasi Pergerakan Rakyat Indonesia (KPRI)
32. Konsorsium Pembaruan Agraria (KPA)
33. LBH Pers
34. LBH Pers Ambon
35. LBH Pers Padang
36. LBH Pers Makassar
37. LBH Jakarta
38. LBH Bandung
39. LBH Makassar
40. LBH Padang
41. LBH Pekanbaru
42. LBH Yogya
43. LBH Semarang
44. Lembaga Informasi Perburuhan Sedane (LIPS)
45. Lembaga Studi dan Advokasi Masyarakat (Elsam)
46. Lembaga Studi Pers dan Pembangunan (LSPP)
47. Marjinal
48. Papua Itu Kita
49. Partai Pembebasan Rakyat (PPR)
50. Partai Rakyat Pekerja (PRP)
51. PEMBEBASAN
52. Perempuan Mahardhika
53. Perhimpunan Pers Mahasiswa Indonesia (PPMI)
54. Perhimpunan Mahasiswa Katolik Republik Indonesia (PMKRI)
55. Perjuangan Mahasiswa untuk Demokrasi (PM-D)
56. Perpustakaan Nemu Buku – Palu
57. Pergerakan Indonesia
58. Politik Rakyat
59. Pusat Perjuangan Rakyat Indonesia (PPRI)
60. PULIH Area Aceh
61. PurpleCode Collective
62. Remotivi
63. RedFlag
64. Sanggar Bumi Tarung
65. Satjipto Rahardjo Institut (SRI)
66. Serikat Jurnalis Untuk Keragaman (SEJUK)
67. Serikat Perjuangan Rakyat Indonesia (SPRI)
68. Simponi Band
69. Southeast Asia Freedom of Expression Network (SAFEnet)
70. Sentral Gerakan Mahasiswa Kerakyatan (SGMK)
71. Sentral Gerakan Buruh Nasional (SGBN)
72. Sloka Institute
73. Suara Bhinneka (Surbin) Medan
74. YouthProactive
75. www.konde.co
PEREMPUAN MENJADI
KORBAN PENYEBARAN
KONTEN SEKSUAL DI
SOSIAL MEDIA
posted by Konde Institute
Luviana- www.Konde.co
Jakarta, Konde.co – Dalam kurun waktu seminggu ini, terdapat penyebaran konten
video HA yang diduga dilakukan oleh media massa dan masyarakat. Penyebaran
konten seksual yang dilakukan tanpa persetujuan ini jelas merupakan kejahatan
seksual di dunia maya.
LBH Masyarakat mengecam penyebaran pemberitaan dan konten video HA, oleh
media massa dan publik. Penyebaran konten seksual pribadi tanpa persetujuan
merupakan kejahatan kekerasan seksual dan pelanggaran atas hak privasi korban.
Pemetaan LBH Masyarakat dalam pernyataan persnya pada 26 Oktober 2017 lalu
menyebutkan bahwa hingga saat ini, sedikitnya tiga puluh (30) media online dan
cetak telah memberitakan mengenai video HA dengan menyebutkan nama jelas
dan menampilkan foto korban.
Pemberitaan oleh media-media ini telah melanggar Kode Etik Jurnalistik Pasal 2
mengenai profesionalisme jurnalis dan Pasal 9 mengenai penghormatan hak
narasumber tentang kehidupan pribadinya. Selain itu, berita-berita yang
berkembang juga melanggar hak atas privasi korban yang telah diatur dalam Pasal
28I Undang-Undang Dasar 1945, Pasal 4 Undang-Undang No. 39 Tahun 2009
Tentang Hak Asasi Manusia, dan Pasal 17 Kovenan Internasional Hak-Hak Sipil
dan Politik.
Media massa menurut analis gender LBH Masyarakat, Arinta Dea Dini Singgi
seharusnya turut melindungi korban dengan tidak menyebutkan nama korban
ataupun identitas lainnya, tidak menyebarkan stigma, dan tidak menyalahkan
korban penyebaran konten seksual tanpa persetujuan.
Beberapa hari lalu saya mendapat video tentang laki-laki dan perempuan yang
diarak dan ditelanjangi dan dipaksa mengaku kalau mereka sudah berbuat mesum
di sebuah rumah kost. Peristiwa ini terjadi di Cikupa, Tangerang, Banten.
Terus terang saya tidak tega, marah melihat sang perempuan yang memohon-
mohon ampun dengan air mata berucucuran dan mengatakan bahwa mereka
berdua tidak melakukan perbuatan mesun. Tetapi sepertinya pengurus kampung
dan sejumlah warga di tempat mereka tinggal, tidak peduli dan tetap menelanjangi
keduanya.
Video tersebut kemudian viral hampir di semua group whatsapp bahkan sudah
diunggah ke youtube dan media sosial lain.
Seperti yang dikatakan Kepala Polres Kabupaten Tangerang AKBP Sabilul dalam
kompas.com, kronologi peristiwa yang terjadi pada Sabtu (11/11/2017) malam itu,
awalnya, perempuan berinisial MA minta dibawakan makanan oleh R, pacarnya.
Sekitar pukul 22.00 WIB, R tiba di kontrakan MA untuk mengantarkan makanan.
Keduanya masuk ke dalam kontrakan untuk menyantap makan malam bersama.
Peristiwa seperti ini sebetulnya bukan yang pertama kali. Masyarakat seperti
menjadi polisi moral ketika ada perempuan dan laki-laki dalam satu rumah. Mereka
menjadi kepo, merasa berhak menghakimi dan ingin tahu. Mereka cenderung
berpikiran mesum dan berimaginasi adanya ‘seks liar’ di dalamnya. Selalu
bersemangat menelanjangi tanpa memberikan kesempatan untuk membela diri.
Alasan yang selalu diungkapkan adalah agar mereka jera, dan untuk menjaga
ketertiban kampung. Apa benar mereka ingin menjaga ketertiban kampung? Atau
sebenarnya mereka ingin mencocokkan imaginasi liar mereka tentang tubuh
perempuan dan ingin melihat serta menelanjangi?
Dalam kasus seperti ini, perempuan adalah pihak yang paling dirugikan. Apalagi di
era teknologi seperti sekarang ini kejadian itu langsung menyebar ke jaringan
seluruh dunia tanpa ada penjelasan dan pembelaan. Sayangnya klarifikasi oleh
pihak kepolisian bahwa mereka tidak berbuat mesum, tidak ikut viral di whatsapp
group. Orang tetap akan menganggap bahwa mereka berbuat mesum. Wajah
perempuan yang ditelanjangi dan memohon ampun masih lekat dalam ingatan.
Hal lain, apakah pemuatan video yang tersebar meluas ini bisa distop dari
sekarang? Jika bisa, apakah ada jaminan bahwa orang lain tidak menyimpannya
dan mengunggahnya lagi suatu saat nanti? Hal inilah yang tidak pernah dipikirkan
orang yang menghakimi tubuh perempuan.
Tanpa pembuktian melalui proses hukum, masyarakat sama sekali tidak punya hak
untuk melakukan penghukuman, penganiayaan, dan melanggar hak kebebasan
orang lain yang dijamin dalam Konstitusi.
“Tindakan main hakim sendiri atas nama moralitas kerap kali dijadikan alasan untuk
melakukan tindakan kekerasan seksual kepada perempuan, termasuk dengan cara-
cara menebar ketakutan yang menyasar pada tubuh perempuan. Kasus ini secara
nyata juga terjadi di beberapa wilayah seperti Aceh, Sragen, Riau dan lainnya,” ujar
Komisioner Komnas Perempuan, Adriana Venny.
Komnas Perempuan berpandangan bahwa tindakan tersebut sebagai bentuk
penyiksaan seksual dan penghukuman yang tidak manusiawi dan bernuansa
seksual yang dilakukan oleh masyarakat.
Tindak main hakim sendiri ini telah meruntuhkan integritas dan martabat korban
secara personal, termasuk juga keluarganya, dan akan berdampak panjang pada
masa depan korban.