Professional Documents
Culture Documents
Yeny Tutut Hydroterapi
Yeny Tutut Hydroterapi
SKRIPSI
Disusun oleh:
YENY TUTUT PUSPITASARI
2213074
i
ii
iii
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas limpahan rahmat-
Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan proposal yang berjudul “Pengaruh
Hidroterapi Minum Air Putih Terhadap Penurunan Kadar Gula Darah Sesaat Pada
Pasien Diabetes Mellitus Tipe 2 di Wilayah Kerja Puskesmas Mlati 1 Sleman
Yogyakarta”. Penyusunan proposal ini merupakan syarat dalam rangka
menyelesaikan studi S1 Keperawatan di Stikes Jendral Achmad Yani Yogyakarta.
Penyusunan proposal ini telah dapat diselesaikan, atas bimbingan, arahan, dan
bantuan berbagai pihak yang tidak bisa disebutkan satu persatu. Pada kesempatan
ini penulis mengucapkan terimakasih kepada:
1. dr. Kuswanto Hardjo, M.Kes selaku Ketua Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan
Jendral Achmad Yani Yogyakarta.
2. Tetra Saktika Adinugraha., M.Kep., Ns.Sp.Kep.MB, selaku penguji yang
telah bersedia meluangkan waktu untuk menguji, mengoreksi, dan
memberikan saran serta masukan terhadap penyusunan proposal ini.
3. Dwi Kartika Rukmini, M.Kep., Ns.Sp.Kep.MB, selaku dosen Pembimbing
yangt telah banyak memberi bimbingan, pengarahan, dan masukan kepada
saya dalam penyusunan proposal.
4. Puskesmas Malti 1 Sleman Yogyakarta yang telah memberikan
kesempatan bagi saya untuk melakukan penelitian.
5. Kepada semua pihak yang terlibat dalam penulisan ini yang tidak bisa
disebutkan satu persatu, terimakasih atas dukungan dan bantuannya.
iv
DAFTAR ISI
Hal
HALAMAN JUDUL i
HALAMAN PENGESAHAN ii
PENYATAAN iii
KATA PENGANTAR iv
DAFTAR ISI v
DAFTAR TABEL vii
DAFTAR GAMBAR viii
DAFTAR LAMPIRAN ix
INTISARI x
ABSTRACT xi
BAB I PENDAHULUAN 1
A. Latar Belakang 1
B. Rumusan Masalah 4
C. Tujuan Penelitian 4
D. Manfaat Penelitian 5
E. Keaslian Penelitan 6
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 9
A. Tinjauan Teori 9
1. Diabetes Mellitus 9
2. Glukosa Darah 11
3. Hidroterapi 21
B. Kerangka Teori 25
C. Kerangka Konsep 26
D. Hi
potesis 26
BAB III METODE PENELITIAN 27
A. Desain Penelitian 27
B. Lokasi dan Waktu Penelitian 28
C. Populasi dan Sampel Penelitian 28
D. Variabel Penelitian 30
E. Definisi Operasional 31
F. Alat dan Metode Pengumpulan Data 32
G. Metode Pengolahan Data dan Analisa Data 33
H. Etika Penelitian 35
I. Pelaksanaan Penelitian 36
v
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 40
A. Hasil Penelitian 40
B. Pembahasan 47
C. K
eterbatasan Penelitian 54
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 55
A. Kesimpulan 55
B. Saran 56
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
vi
DAFTAR TABEL
Hal
Tabel 3.1 Alur penelitian 27
Tabel 3.2 Definisi operasional pengaruh hdroterapi minum
air putih terhadap penurunan kadar gula darah sesaat
pada pasien diabetes mellitus tipe2 31
Tabel 4.1 Karakteristik responden berdasarkan jenis kelamin
dan usia di wilayah kerja Puskesmas Malti I
Sleman Yogakarta 41
Tabel 4.2 Distribusi frekuensi aktivitas fisik responden di wilayah
kerja Puskesmas Mlati I Sleman Yogyakarta 41
Tabel 4.3 Distribusi frekuensi status hidrasi responden di wilayah
kerja Puskesmas Mlati I Sleman Yogyakarta 42
Tabel 4.4 Distribusi frekuensi tingkat stress responden di wilayah
kerja Puskesmas Mlati I Sleman Yogyakarta 42
Tabel 4.5 Kadar gula darah sewaktu pada pasien diabetes mellitus
tipe 2 sebelum dan sesudah tanpa hidroterapi
minum air putih (kelompok kontrol) 43
Tabel 4.6 Kadar gula darah sewaktu pada pasien diabetes mellitus
tipe 2 sebelum dan sesudah hidroterapi minum
air putih (kelompok intervensi) 43
Tabel 4.7 Hasil uji normalitas data pada kelompok kontrol 44
Tabel 4.8 Hasil uji normalitas data pada kelompok intervensi 44
Tabel 4.9 Perbedaan rata-rata kadar gula darah sewaktu pada
pasien diabetes mellitus tipe 2 sebelum dan sesudah
tanpa hidroterapi minum air putih 44
Tabel 4.10 Perbedaan rata-rata kadar gula darah sewaktu pada
pasien diabetes mellitus tipe 2 sebelum dan sesudah
hidroterapi minum air putih 45
Tabel 4.11 Perbedaan rata-rata kadar gula darah sewaktu posttest
pada pasien diabetes mellitus tipe 2 antara kelompok
intervensi dan kelompok kontrol 46
vii
DAFTAR GAMBAR
Hal
Gambar 2.1 Warna urin untuk pengukuran tingkat hidrasi 20
Gambar 2.2 Kerangka teori 25
Gambar 2.3 Kerangka konsep 26
Gambar 3.1 Alur jalan penelitian 39
viii
DAFTAR LAMPIRAN
ix
PENGARUH HIDROTERAPI MINUM AIR PUTIH TERHADAP
PENURUNAN KADAR GULA DARAH SESAAT PADA
PASIEN DIABETES MELLITUS TIPE 2 DI WILAYAH
KERJA PUSKESMAS MLATI 1 SLEMAN
YOGYAKARTA
INTISARI
x
THE EFFECT OF HYDROTHERAPY WITH MINERAL WATER
CONSUMPTION ON BRIEF BLOOD SUGAR LEVEL REDUCTION IN
PATIENTS WITH DIABETES MELLITUS OF TYPE 2 IN THE
OPERATIONAL AREA OF MLATI 1 COMMUNITY HEALTH CENTER
OF SLEMAN, YOGYAKARTA
ABSTRACT
xi
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Peningkatan kemakmuran di negara berkembang dari tahun ke tahun
menyebabkan perubahan gaya hidup menjadi tidak sehat. Hal ini mengakibatkan
peningkatan prevalensi penyakit degeneratif yaitu Diabetes Mellitus (DM)
berkembang di Indonesia ( Suyono, dkk., 2015). DM adalah penyakit kronis, yang
terjadi ketika pankreas tidak memproduksi insulin yang cukup, atau ketika tubuh
tidak dapat secara efektif menggunakan insulin yang dihasilkan. Hal ini
menyebabkan peningkatan konsentrasi glukosa dalam darah (hiperglikemia)
(WHO, 2016).
Berdasarkan data World Health Organization (2016), jumlah penderita
DM telah meningkat dari 108 juta jiwa pada tahun 1980 menjadi 422 juta pada
tahun 2014. Prevalensi kejadian DM dunia ada orang dewasa di atas usia 18 tahun
telah meningkat dari 4,7% pada tahun 1980 menjadi 8,5% di tahun 2014.
Sedangkan, pada tahun 2012, dilaporkan bahwa DM merupakan penyebab
langsung dari 1,5 juta kematian. Kematian yang disebabkan DM tersebut terjadi di
negara-negara berpenghasilan rendah dan menengah. Senada dengan WHO,
berdasarkan data International Diabetes Federation (IDF, 2015) tercatat sekitar
415 juta orang penderita DM dan akan meningkat menjadi 642 juta orang pada
tahun 2040. Selain itu, dilaporkan sekitar 5 juta kematian pada tahun 2015
disebabkan oleh DM.
Berdasarkan data International Diabetes Federation (IDF, 2015)
Indonesia menempati urutan ke-7 dengan jumlah 10 juta orang yang menderita
DM pada tahun 2015 dan diperkirakan pada tahun 2040 Indonesia menempati
urutan ke-6 dengan jumlah 16,2 juta orang yang menderita diabetes. Hasil Riset
Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2013 menunjukkan bahwa terjadi peningkatan
jumlah penderita DM dari 1,1% pada tahun 2007 menjadi 2,1% pada tahun 2013.
Peningkatan jumlah penderita DM tersebut banyak terjadi terutama di kota-kota
besar dengan adanya perubahan gaya hidup.
1
Diantara berbagai provinsi yang ada di Indonesia. Daerah Istimewa
Yogyakarta (DIY) menepati urutan ke-5 dengan prevalensi DM berdasarkan
diagnosis dokter atau gejala adalah 3,0% (Riskesdas, 2013). Kota Yogyakarta
sendiri terdiri dari 5 kabupaten, yaitu : Kulonprogo, Bantul, Gunungkidul,
Sleman, dan kota Yogyakarta. Menurut Riskesdas (2013) prevalensi DM pada
umur ≥15 tahun berdasarkan diagnosis dokter untuk Kulonprogo 2,3%, Bantul
2,0%, Gunungkidul 2,0%, Sleman 3,1%, Kota Yogyakarta 3,4% dan prevalensi
DM pada umur ≥15 tahun berdasarkan diagnosis dokter atau gejala untuk
Kulonprogo 2,7%, Bantul 2,4%, Gunungkidul 2,9%, Sleman 3,3%, Kota
Yogyakarta 4,2%.
Ada beberapa tipe DM berdasarkan klasifikasinya yaitu Diabetes Melitus
Tipe 1, Diabetes Mellitus Tipe 2, dan Diabetes Gestasional. Di negara-negara
berpenghasilan tinggi, sekitar 87% sampai 91% dari semua orang dengan diabetes
diperkirakan adalah diabetes tipe 2, 7% sampai 12% diperkirakan memiliki
diabetes tipe 1 dan 1% hingga 3% diperkirakan diabetes gestasional. DM tipe 2
sudah menjadi epidemik dan merupakan salah satu ancaman kesehatan di dunia.
Sekitar 3,2 juta kematian berhubungan dengan DM tipe 2. Sedikitnya 1 dari 10
kematian orang dewasa (35 - 64 tahun) juga berhubungan dengan DM tipe 2
(WHO, 2016)
Berdasarkan data 10 penyakit utama penyebab kematian di rumah sakit di
Indonesia tahun 2010, dilihat dari pola 10 penyakit terbanyak pada pasien rawat
jalan di rumah sakit tahun 2010 pasien dengan DM tipe 2 menempati urutan ke-7
(Kemenkes RI, 2012).
DM tipe 2 ini biasanya menyerang orang – orang yang menjalankan gaya
hidup yang tidak sehat, sehingga orang-orang yang terkena DM tipe 2 diharuskan
mengontrol kadar glukosa dalam darahnya.Jika kadar glukosa terlalu tinggi
(hiperglikemia) dan tidak diobati, banyak dari sistem tubuh bisa rusak parah,
terutama saraf dan pembuluh darah. Hal ini dapat menyebabkan kerusakan pada
mata atau kerusakan ginjal dan peningkatan risiko serangan jantung, stroke atau
amputasi tungkai bawah (Suyono, dkk., 2015).
2
Manajemen hiperglikemia yang dapat dilakukan perawat dalam aktivitas
keperawatan untuk mengatasi masalah hiperglikemia adalah mendorong pasien
untuk meningkatkan intake cairan secara oral dan memonitor status cairan
pasien(Bulechek, Butcher, Dochterman, & Wagner, 2013). Terapi lain yang dapat
digunakan dalam pengobatan diabetes yaitu penggunaan daun sambiloto, jambu
biji dan konsumsi air putih (Husna & Junios, 2013). Konsumsi air putih
membantu prosespemecahan gula (James, 2010 cid. Sy, Afrianti, Bahri &
Yuniarti, 2012).
Cairan merupakan komponen terbesar yang membentuk tubuh, 60% dari
berat badan orang dewasa terdiri atas cairan (Potter & Perry, 2010). Kekurangan
air putih dapat menyebabkan dehidrasi yang berakibat buruk pada kinerja organ-
organ tubuh, selain itu dehidrasi juga dapat menyebabkan cepat lupa, sulit
berkonsentrasi, mudah lelah bahkan sukar menyelesaikan persoalan yang
sederhana (Guyton & Hall, 2007).Air putih mengandung dan terdiri dari senyawa
hidrogen (H2)dan senyawa oksigen(O2) yang sangat dibutuhkan oleh tubuh
(Marks, dkk., 2000).
Sementara itu, air yang dibutuhkan oleh tubuh setiap harinya adalah
sekitar 50 ml/kgBB/hari (Potter & Perry, 2010). Konsumsi air putih (hidroterapi)
atau ketika asupan air meningkat, ini dapat mencegah atau menunda timbulnya
hiperglikemia dan diabetes berikutnya (Roussel, 2011). Dalam penelitian Sy,
Afrianti, Bahri, & Yuniarti, (2012) tentang efek hidroterapi pada penurunan kadar
gula darah sesaat (KGDS) terhadap 27 pasien Diabetes Mellitus tipe 2 yang
diberikan minum air putih sebanyak 1,5 liter setiap pagi dengan selang waktu
selama 20 menit diperoleh hasil berupa nilai p=0,000 yang berarti ada perbedaan
yang signifikan rata-rata nilai kadar gula darah sesaat antara kelompok kontrol
dan kelompok intervensi. Sedangkan peneliti akan memberikan hidroterapi
minum air putih berdasarkan Roussel (2011), hidroterapi minum air putih yang
akan dilakukan sebanyak 500 ml-1000 ml dengan banyaknya air putih yang
diberikan adalah 640 ml ketika bagun pada pagi hari (Tilong, 2015).
Menurut hasil studi pendahuluan yang dilakukan peneliti pada tanggal 19
April 2017 di wilayah kerja puskesmas Mlati 1 Sleman yaitu kelurahan
3
Sendangadi dan kelurahan Sinduadi. 8 orang penderita DM tipe 2 yang
diwawancarai semuanya mengatakan selain minum obat, mereka hanya mengatur
pola makan saja tetapi tidak mengetahui bahwa minum air putih cukup bisa
membantu menurunkan kadar gula darah.
Berdasarkan latar belakang di atas maka peneliti tertarik melakukan
penelitian dengan judul pengaruh hidroterapi minum air putih terhadap penurunan
kadar gula darah sesaat pada pasien Diabetes Mellitus Tipe 2 di wilayah kerja
Puskemas Mlati 1 Sleman.
B. Rumusan Masalah
C. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum
Diketahui pengaruh hidroterapi minum air putih terhadap
penurunan kadar gula darah sewaktu pada pasien Diabetes Mellitus tipe 2.
2. Tujuan Khusus
a. Diketahui karakteristik pasien DM tipe 2 di wilayah kerja Puskesmas
Mlati 1 Sleman.
b. Diketahui kadar gula darah sewaktu pasien DMtipe 2 sebelum dan
sesudah intervensi pemberian obat oral tanpa pemberian hidroterapi
minum air putih (Kelompok Kontrol).
c. Diketahui kadar gula darah sewaktu pasien DM tipe 2 sebelum dan
sesudah intervensi pemberian obat oral dengan hidroterapi minum air
putih (Kelompok Intervensi).
4
d. Diketahui perbandingkan perbedaan rerata kadar gula darah sewaktu
pada kelompok dengan intervensi pemberian obat oral tanpa
pemberian hidroterapi minum air putih (Kelompok kontrol) dengan
rerata kadar gula darah sewaktu pada kelompok dengan intervensi
pemberian obat oral dengan hidroterapi minum air putih (Kelompok
intervensi).
D. Manfaat Penelitian
1. Manfaat Teoritis
Mengetahui cara pengontrolan gula darah dengan teknik
nonfarmakologi hidroterapi, sehingga dapat meningkatkan pengetahuan
perawat dan dapat digunakan sebagai terapi komplementer atau terapi
pendamping dari farmakologi.
2. Manfaat Praktis
a. Bagi Puskesmas
Penelitian ini dapat memberikan kontribusi sebagai tambahan
pengembangan asuhan keperawatan terutama dalam keperawatan
komunitas dan keperawatan komplementer.
b. Bagi Profesi Keperawatan
Penelitian ini dapat memberikan kontribusi sebagai dasar dalam
pengembangan asuhan keperawatan khususnya pada pasien Diabetes
Mellitus tipe 2 dan dapat diaplikasikan pada tatanan pelayanan
kepeawatan baik di rumah sakit maupun komunitas yang menitik
beratkan pada pelibatan pasien dalam pengelolaan penyakitnya.
c. Bagi Institusi Pendidikan
Sebagai bahan masukan untuk kegiatan proses pembelajaran mengenai
terapi air putih (hidroterapi)pada pasien Diabetes Mellitus tipe 2.
5
d. Bagi Pasien
Memberikan pengetahuan dan wawasan tentang pentingnya menjaga
kadar gula darah dengan mengkonsumsi air putih.
e. Bagi Peneliti
Menambah ilmu dan wawasan tentang terapi nonfarmakologi untuk
pasien Diabetes Mellitus Tipe 2
E. Keaslian Penelitian
1. Husna, E., & Junios, (2013), meneliti tentang “Pengaruh Terapi Air Putih
Terhadap Kadar Gula Darah Pada Pasien Diabetes Mellitus Tipe 2 Di
Wilayah Kerja Puskesmas Baso Tahun 2013”. Penelitian ini menggunakan
desain Quasi Eksperiment dengan rancangan Non Equivalent Control
Group Design dengan jenis desain dua kelompok control dan kelompok
intervensi. Teknik pengambilan sampel yang dilakukkan dalam penelitian
ini adalah purpossive sampling. Jumlah responden 12 orang terdiri dari 6
orang kelompok intervensi dan 6 orang kelompok kontrol. Penelitian ini
menggunakan teknik analisis Paired Sampel Test dan Independent Sampel
Test. Hasil yang diperoleh dari penelitian ini adalah untuk kelompok
intervensi (p=0,006) dan untuk kelompok kontrol (p=0,070). Persamaan
dengan penelitian ini adalah sama-sama memberikan terapi air putih
(hidroterapi) pada pasien DM tipe 2 dan waktu pemberian terapi yaitu
selama 7 hari. Perbedaan dengan penelitian ini adalah penelitian ini
memberikan terapi air putih sebanyak 1,5 liter setiap pagi selama 14 hari
dan penelitian yang akan saya lakukan adalah dengan memberikan terapi
air putih sebanyak 2 x 160 ml gelas air atau sekitar 640 ml segera setelah
bangun tidur pada pagi hari.
2. Sy, E., Afrianti, E., Bahri, N., & Yuniarti, (2012), meneliti tentang “Efek
Hidroterapi Pada Penurunan Kadar Gula Darah Sesaat (KGDS) Terdapat
Penderita Diabetes Meliitus Tipe 2 Tahun 2012”. Penelitian ini
menggunakan desain Quasi Eksperiment dengan pendekatan Control
6
Group Design With Pretest and Posttest. Metode dalam penelitian adalah
pada minggu pertama dilatih minum air putih sebanyak 2 gelas kemudian
pada hari ke-7 responden sanggup minum 6 gelas dalam 20 menit dana
setelah itu menganjurkan respinden minum air putih sebanyak 1,5 liter
sampai hari ke-14. Teknik pengambilan sampel yang digunakan dalam
penelitian ini adalah non probability sampling dengan pendekatan
purpossive sampling. Jumlah responden 27 orang yang terdiri dari
kelompok intervensi 12 orang dan 15 orang dari kelompok control.
Penelitian ini menggunakan teknik analisis Uji t Dependent Sampel Test.
Hasil yang diperoleh dari penelitian ini adalah nilai p=0,000 yang berarti
ada perbedaan yang signifikan rata-rata nilai kadar gula darah sesaat
anatara kelompok kontrol dan kelompok intervensi. Persamaan dengan
penelitian ini adalah sama-sama memberikan terapi air putih (hidroterapi)
pada pasien DM tipe 2. Perbedaan dengan penelitian ini adalah penelitian
ini memberikan terapi air putih sebanyak 1,5 liter segera setelah bangun
pagi selama 14 hari dan penelitian yang akan saya lakukan adalah dengan
memberikan terapi air putih sebanyak 2 x 160 ml gelas air atau sekitar 640
ml segera setelah bangun tidur pada pagi hari selama 7 hari.
3. Hasaini, A., (2015), meneliti tentang “Efektifitas Progressive Muscles
Relaxation (PMR) Teradapat Kadar Glukosa Darah Pada Kelompok
Penderita Diabetes Mellitus Tipe 2 Puskesmas Martapura 2015”.
Penelitian ini menggunakan Quasi Eksperiment dengan rancangan The
Unthreatad Control Group Design with Pretest and Posttest. Relaksasi
otot progresif diberikan 1 kali dalam 3 hari selama ± 15-20 menit. Teknik
pengambilan sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah
consecutive sampling. Jumlah responden 34 yang terdiri dari kelompok
intervensi dan kelompok kontrol. Penelitian ini menggunakan teknik
analisis uji beda mean. Hasil yang diperoleh dari penelitian adalah ada
perbedaan yang signifikan selisih mean KGD hari 1, hari ke-2, dan hari
ke-3 antara kelompok intervensi dengan kelompok kontrol dengan selisih
mean KGD hari 1 sebesar 35,18 mg/dl, KGD hari ke 2 sebesar 26,41
7
mg/dl dan KGD hari ke 3 sebesar 21,24 mg/dl dengan nilai efektifitas
sebesar 67% (p value<0,05). Persamaan dengan penelitian ini adalah pada
variabel terikatnya yaitu penurunan kadar gula darah sesaat pada pasien
DM tipe 2. Perbedaan dengan penelitian ini adalah penelitian ini
menggunakan terapi otot progresif dan penelitian yang akan saya lakukan
adalah terapi air putih sebanyak 2 x 160 ml gelas air atau sekitar 640 ml
segera setelah bangun tidur pada pagi hari selama 7 hari.
8
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Hasil
1. Gambaran Umum Lokasi Penelitian
Puskesmas Mlati I Sleman Yogyakarta memiliki program bagi
pasien DM yang sudah berjalan setiap bulannya. Puskesmas Mlati I
Sleman juga mempunai organisasi untuk pasien-pasien DM yaitu
PERSADIA (Persatuan Diabetes Indonesia). Program yang sudah
dijalankan Puskesmas Mlati I Sleman Yogyakarta yaitu Senam Kesehatan
Jasmani (SKJ), senam kesehatan jasmani yang dilakukan setiap hari
Jumat. Puskesmas Mlati I juga mengadakan penyuluhan, senam diabetes,
cek GDS, penimbangan BB, dan pemberian obat diabetes untuk anggota
PERSADIA setiap sebulan sekali.Puskesmas Malti I Sleman juga
mengadakan posyandu ke wilayah kerja Puskesmas Malti I Sleman setiap
satu minggu sekali.
Wilayah kerja Puskesmas Mlati I meliputi 2 desa (40% dari desa di
Kecamatan Mlati), yaitu 1 desa terletak di perkotaan (Sinduadi), 1 desa
terletak antara perkotaan dan pedesaan (Sendangadi). Luas wilayah
keseluruhan adalah 1.273 ha, dengan penggunaan lahan : 23,25% (295,98
ha) untuk pemukiman dan perdagangan. Secara administrasi wilayah
Puskesmas Mlati I terdiri 2 Desa, 32 dusun, 97 RW, 300 RT.
Dalam meningkatkan derajat kesehatan masyarakat, Puskesmas
Mlati I Sleman melakukan upaya kesehatan secara merata. Penelitian ini
dilakukan di wilayah kerja Puskesmas Mlati I Sleman pada tahun 2017
dengan jumlah responden 12 orang.
2. Analisa Hasil Penelitian
Subjek penelitian adalah pasien DM tipe 2 yang berjumlah 12
orang. Pasien DM tipe 2 yang mendapatkan perlakuan hidroterapi minum
air putih sebanyak 6 orang sedangkan kelompok pembanding yang tidak
diberikan perlakuan hidroterapi minum air putih sebanyak 6 orang.
40
Gambaran karakteristik subjek penelitian dijelaskan dalam bentuk
distribusi frekuensi berdasarkan variabel dalam penelitian.
a. Analisa Univariat
1) Karakteristik Responden
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan di wilayah
kerja Puskesmas Mlati I, diperoleh hasil mengenai gambaran
karakteristik responden penelitian disajikan didalam Tabel 4.1
Tabel 4.1 Karakteristik Responden berdasarkan Jenis
Kelamin dan Usia Di Wilayah Kerja Puskesmas Mlati I
Sleman Yogyakarta
Frekuensi (n) Frekuensi (%)
Karakteristik Sig.
Kontrol Intervensi Kontrol Intervensi
Jenis
Kelamin
1,000
Laki-laki 2 2 16,7% 16,7%
Perempuan 4 4 33,3% 33,3%
Usia
31-45 Tahun 0 2 0,0% 16,7%
0,580
46-60 Tahun 4 3 33,3% 25,0%
>60 Tahun 2 1 16,7% 8,3%
Berdasarkan tabel 4.1 diketahui bahwa sebagian besar
responden berjenis kelamin perempuan sebanyak 4 orang (33,3%)
pada kelompok kontrol dan kelompok intervensi. Pada
karakteristik usia, diketahui bahwa mayoritas responden berusia
46-60 tahun sebanyak 4 orang (33,3%) pada kelompok kontrol dan
3 orang (25,0%) pada kelompok intervensi.
41
Berdasarkan tabel 4.2 diketahui bahwa sebagain besar
aktivitas fisik responden DM tipe 2 berada dalam kategori sedang
yaitu sebanyak 3 orang (25,0%) pada kelompok kontrol dan
kelompok intervensi.
42
yaitu sebanyak 5 orang (41,7% ) pada kelompok kontrol dan 4 orag
(33,3%) pada kelompok intervensi.
43
1) Hasil uji normalitas data
Hasil uji normalitas data dengan menggunakan Shapiro-Wilk
diperlihatkan pada tabel sebagai berikut:
Tabel 4.7 Hasil Uji Normalitas Data Pada Kelompok Intervensi
44
Tabel 4.9 Perbedaan Rata-rata Kadar Gula Darah
Sewaktu Pada Pasien Diabetes Mellitus Tipe 2 Sebelum dan
Sesudah Tanpa Diberi Hidroterapi Minum Air Putih.
Standar Standar T p
Variabel N Mean
Deviasi Error hitung value
Kadar
Gula
Darah 6 52,167 59,334 24,223 2,154 0,084
Pretest-
Posttest
Berdasarkan tabel 4.9 menunjukkan hasil uji statistik
menggunakan paired sample t-test diperoleh p value = 0,084 (α
= 0,05), yang berarti p value lebih besar dari α. Dengan kata
lain tidak ada perbedaan rata-rata (Mean) kadar gula darah pada
pasien diabetes mellitus tipe 2 pada kelompok kontrol.
b) Perbedaan Rata-rata Kadar Gula Darah Sewaktu Pada Pasien
Diabetes Mellitus Tipe 2 Sebelum dan Sesudah Diberi
Hidroterapi Minum Air Putih
Tabel 4.10 Perbedaan Rata-rata Kadar Gula Darah
Sewaktu Pada Pasien Diabetes Mellitus Tipe 2 Sebelum dan
Sesudah Diberi Hidroterapi Minum Air Putih.
Standar
Variabel N Mean Standar T p
Deviasi Error hitung value
Kadar
Gula
Darah 6 147,667 67,084 27,386 5,392 0,003
Pretest-
Posttest
Berdasarkan tabel 4.10 menunjukkan hasil uji statistik
menggunakan Paired sample t-test diperoleh p value = 0,003 (α
= 0,05), yang berarti p value lebih kecil dari α. Dengan kata
lain ada pengaruh hidroterapi minum air putih terhadap
penurunan kadar gula darah pasien diabetes mellitus tipe 2 di
wilayah Kerja Puskemas Mlati I Sleman Yogyakarta atau
kelompokintervensi.
45
c) Perbedaan Rata-rata Kadar Gula Darah Sewaktu Posttest Pada
Pasien Diabetes Mellitus Tipe 2 Antara Kelompok Intervensi
dan Kelompok Kontrol.
Tabel 4.11 Perbedaan Rata-rata Kadar Gula Darah
Sewaktu Posttest Pada Pasien Diabetes Mellitus Tipe 2
Antara Kelompok Intervensi dan Kelompok Kontrol.
T Mean Std.
Variabel F Sig. p value
hitung Differenc Error
e
Kadar
Gula
9,019 0,013 -2,832 0,018 -65,500 23,127
Darah
Pretest
Berdasarkan tabel 4.11 menunjukkan hasil uji statistk
Independent sample t –test diperoeh nilai sig. 0,013, karena
nilai p < 0,05 maka varian data kedua kelompok berbeda.
Angka p value menunjukkan hasil 0,018 dengan perbedaan
rerata (mean difference) sebesar -65,500 karena nilai p < 0,05,
maka dapat disimpulkan terdapat perbedaan rerata nilai kadar
gula darah posttest antara kelompok intervensi dan kelompok
kontrol. Dimana nilai kadar gula darah kelompok inervensi
lebih rendah dari kadar gula darah kelompok kontrol.
B. Pembahasan
1. Karakteristik Responden
Berdasarkan tabel 4.1 sebagian besar pasien DM tipe 2 yang
berada di wilayah kerja Puskesmas Mlati I Sleman adalah berjenis kelamin
perempuan sebanyak 4 (33,3%) responden pada kelompok kontrol dan
kelompok intervensi, sedangkan untuk jenis kelamin laki-laki sebanyak 2
(16,7%) responden pada kelompok kontrol dan kelompok intervensi.
Menurut penelitian RI & Wirawanni (2012) menyatakan jenis kelamin
terbanyak pada penderita DM Tipe 2 adalah perempuan sebanyak 29
(63%). Menurut penelitian Adnan, Mulyati, & Isworo (2013) menyatakan
46
sebagian besar sampel berjenis kelamin perempuan yaitu sebanyak 29
orang (78,4%). Menurut penelitian Awad, Langi, & Pandelaki (2013)
menyatakan sebanyak 138 pasien DM tipe-2 di Poliklinik Endokrin RSU
Prof.Dr.R.D. Kandou Manado. Dari 138 kasus tersebut, 78 pasien (57%)
adalah perempuan. Penyakit DM ini lebih sering terjadi pada perempuan,
karena kebiasaan perempuan yang suka mengkonsumsi makanan-makanan
yang mengandung cokelat, gula, dan jajananjajanan siap saji, hal ini
menyebabkan peningkatan kadar gula darah pada perempuan yang lebih
beresiko dibanding laki-laki akibat pola makan yang tidak baik
(Sumangkut, Supit, & Onibala, 2013).
Berdasarkan tabel 4.1 usia respoden yaitu sebanyak 4 (33,3%)
responden pada kelompok kontrol dan 3 (25,0%) responden pada
kelompok intervensi berada direntang usia 46-60 tahun, responden dengan
usia >60 tahun sebanyak 2 (16,7%) responden pada kelompok kontrol dan
1 (8,3%) responden pada kelompok intervesi, dan responden dengan usia
31-45 tahun sebanyak 2 (16,7%) pada kelompok intervensi. Menurut
penelitian RI & Wirawanni (2012) menyatakan sebagian besar (65,2%)
responden berusia antara 40-59 tahun dengan rerata 56,35±8,09. Menurut
penelitian Adnan, Mulyati, & Isworo (2013) menyatakan sebagian besar
responden berada pada kelompok umur 46-60 tahun (73%). Menurut
penelitian Trisnawati & Styorogo (2013) menyatakan sebagian besar
responden yang menderita DM tipe 2 adalah kelompok umur ≥45 tahun
sebanyak 24 (48%). Kesavadev et al (2003) menyebutkan jika pada
negara berkembang, mayoritas penderita diabetes mellitus tipe 2 berada
pada usia 45-64 tahun. Resiko seseorang untuk menderita diabetes mellitus
tipe 2 akan bertambah seiring berjalannya usia terutama usia di atas 45
tahun disebabkan karena pada usia tersebut mulai terjadi peningkatan
intolenransi glukosa (Sunjaya, 2009). Hal ini dikarenakan berkurangnya
kemampuan sel β dalam memproduksi insulin karena bertambahnya usia
(Arisman, 2011).
47
Berdasarkan tabel 4.2 diketahui bahwa sebagain besar aktivitas
fisik responden DM tipe 2 di wilayah kerja Puskesmas Mlati I Sleman
berada dalam kategori sedang yaitu sebanyak 3 (25,0%) responden pada
kelompok kontrol dan kelompok intervensi, dikategorikan berat yaitu
sebanyak 2 (16,7%) responden pada kelompok kontrol dan keompok
intervensi, dan kategori ringan yaitu sebanyak 1 (8,3%) responden pada
kelompok kontrol dan kelompok intervensi . Menurut penelitian Hariyanto
(2013) menyatakan pasien yang termasuk dalam kategori aktivitas ringan
sebanyak 8 (40%) dari 20 pasien, sedangkan yang dalam kategori aktivitas
fisik sedang sebanyak 12 (60%) dari 20 pasien. Menurut penelitian Nur,
Wilya & Ramadhan (2016) menyatakan sebagain besar responden
aktivitas fisik dalam kategori sedang sebanyak 18 (48,6%) responden,
sedangkan yang dikategorikan aktivitas fisik ringan sebanyak 11 (29,7%)
responden dan dikategorikan aktivitas fisik berat sebanyak 8 (21,6%)
responden. Menurut Suyono (2011) menyebutkan kurangnya aktivitas fisik
merupakan salah satu faktor resiko kejadian diabetes melitus tipe 2. Ketika
aktivitas tubuh tinggi, penggunaan glukosa oleh otot akan ikut meningkat.
Sintesis glukosa endogen akan ditingkatkan untuk menjaga agar kadar
glukosa dalam darah tetap seimbang. Pada keadaan normal, keadaan
homeostasis ini dapat dicapai oleh berbagai mekanisme dari sistem
hormonal, saraf, dan regulasi glukosa (Kronenberg, dkk., 2008).
Berdasarkan tabel 4.3 diketahui sebagian besar status hidrasi
responden DM tipe 2 di wilayah kerja Puskesmas Mlati I Sleman berada
dalam kategori hidrasi baik atau tidak dehidrasi yaitu sebanyak 3 (25,0%)
responden pada kelompok kontrol dan 5 (41,7%) responden pada
kelompok intervensi, kategori dehidrasi ringan yaitu sebanyak 1 (8,3%)
responden pada kelompok kontrol dan kelompok intervensi, kategori
dehidrasi sedang yaitu sebanyak 1 (8,3%) responden pada kelompok
kontrol, dan kategori dehidrasi berat 1 (8,3%) responden pada kelompok
kontrol. Hal ini tidak sejalan dengan penelitian Andayani, Kusumawati,
dan Hakim. Menurut penelitian Andayani (2013) menyatakn bahwa hanya
48
28,8% subjek yang memiliki status hidrasi baik. Sisanya ditemukan subjek
mengalami pre-dehidrasi (dehidrasi ringan 37,0% dan dehidrasi sedang
15,0%), sedangkan yang mengalami dehidrasi sebesar 19,2%. Menurut
penelitian Kusumawati (2016) menyatakan sebagian jumlah subjek
berdasarkan indikator warna urin menggunakan kartu PURI menunjukan
bahwa 57.1% tergolong dalam kategori dehidrasi. Menurut Hakim (2016)
menyatakan sebagian besar subjek (61.0%) mengalami dehidrasi apabila
menggunakan metode PURI. Dehidrasi adalah suatu kondisi di mana
tubuh kekurangan cairan sehingga keseimbangan air menjadi negatif.
Ketika tubuh kekurangan cairan, maka tubuh akan melakukan kompensasi
dengan cara mengaktifkan sistem renin-angiotensin. Angiotensin II
kemudian akan merangsang pelepasan vasopresin yang salah satu efeknya
adalah meningkatkan reabsorpsi air oleh tubulus ginjal (Sherwood, 2011).
Vasopresin merangsang proses glukoneogenesis dan pelepasan glukagon
sehingga meningkatkan kadar glukosa dalam darah (Roussel et al, 2011).
Berdasarkan tabel 4.4 diketahui sebagian besar tingkat stress
responden DM tipe 2 di wilayah kerja Puskesmas Mlati I Sleman berada
dalam kategori stress ringan yaitu sebanyak 5 (41,7%) responden pada
kelompok kontrol dan 4 (33,3%) responden pada kelompok intervensi,
stress sedang yaitu sebanyak 1 (8,3%) responden pada kelompok kontrol
dan 2 (16,7%) responden pada kelompok intervensi. Menurut penelitian
Sari, Nurdin, & Defrin (2015) menyatakan bahwa yang termasuk dalam
kategori stress ringan sebanyak 74 (44,8%) orang, kategori stress sedang
sebanyak 21 (12,7%) orang, dan kategori stress berat sebanyak 11 (6,7%)
orang. Menurut penelitian Agustini (2010) menyatakan bahwa yang
termasuk dalam kategori stress ringan sebnyak 1 (2,7%) orang, kategori
stress sedang sebanyak 23 (62,2%) orang, dan kategori stress berat
sebanyak 13 (35,1%) orang. Stress, baik stress fisik maupun neurogenik,
akan merangsang pelepasan ACTH (adrenocorticotropic hormone) dari
kelenjar hipofisis anterior. Selanjutnya, ACTH akan merangsang kelenjar
adrenal untuk melepaskan hormon adrenokortikoid, yaitu kortisol.
49
Hormon kortisol ini kemudian akan menyebabkan peningkatan kadar
glukosa dalam darah (Guyton & Hall, 2007). Hormon ini meningkatkan
katabolisme asam amino di hati dan merangsang enzim-enzim kunci pada
proses glukoneogenesis. Akibatnya, proses glukoneogenesis meningkat.
Selain itu, stress juga merangsang kelenjar adrenal untuk menyekresikan
epinefrin. Epinefrin menyebabkan glikogenolisis di hati dan otot dengan
menstimulasi enzim fosforilase (Murray, dkk., 2009).
2. Perbedaan Rata-rata Kadar Gula Darah Sewaktu Pada Pasien
Diabetes Mellitus Tipe 2 Sebelum dan Sesudah Tanpa Diberi
Hidroterapi Minum Air Putih
Berdasarkan analisis hasil penelitian diketahui tidak ada perbedaan
rerata kadar gula darah sewaktu sebelum dan sesudah pada kelompok
tanpa intervensi hindroterapi minum air putih, dimana hasil uji statistik
menunjukkan p value = 0,084 (p<0,05). Hasil penelitian ini lebih rendah
dibandingkan dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Husna & Junios
(2013) yang menunjukkan p value = 0,070 (p<0,05) yang dapat
disimpulkan tidak ada perbedaan rerata kadar gula darah sewaktu sebelum
dan sesudah pada kelompok tanpa intervensi hindroterapi minum air putih.
Hasil yang diperoleh sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Husna
& Junios (2013) yaitu pengaruh terapi minum air putih terhadap kadar
gula darah pada pasien diabetes mellitus tipe 2 di wilayah kerja puskesmas
Baso tahun 2013. Hasil penelitian ini menunjukan adanya penurunan kadar
gula darah pasien diabetes mellitus tipe 2 sebesar 25,667 mg/dL dan hasil
uji statistik menggunakan paired sample t-test diperoleh p value = 0,070
(p<0,05), yang berarti p value > α. Dengan kata lain tidak ada perbedaan
rata-rata kadar gula darah pada pasien diabetes mellitus tipe 2 sebelum dan
sesudah tanpa diberikan intervensi terapi air putih.
Menurut Sherwood (2011) menyatakan bahwa ketika tubuh
kekurangan cairan, maka tubuh akan melakukan kompensasi dengan cara
mengaktifkan sistem renin-angiotensin. Angiotensin II kemudian akan
merangsang pelepasan vasopresin yang salah satu efeknya adalah
50
meningkatkan reabsorpsi air oleh tubulus ginjal. Hal ini didukung oleh
penelitian Roussel et al (2011) yang menyatakan Vasopresin merangsang
proses glukoneogenesis dan pelepasan glukagon sehingga meningkatkan
kadar glukosa dalam darah.
3. Perbedaan Rata-rata Kadar Gula Darah Sewaktu Pada Pasien
Diabetes Mellitus Tipe 2 Sebelum dan Sesudah Diberi Hidroterapi
Minum Air Putih
Berdasarkan analisis hasil penelitian diketahui perbedaan rerata
kadar gula darah sewaktu sebelum dan sesudah pada kelompok intervensi
hindroterapi minum air putih, dimana hasil uji statistik menunjukkan p
value = 0,003 (p<0,05). Dengan kata lain ada pengaruh hidroterapi minum
air putih terhadap penurunan kadar gula darah pasien diabetes mellitus tipe
2 di wilayah Kerja Puskemas Mlati I Sleman Yogyakarta. Hasil yang
diperoleh sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Husna & Junios
(2013) yaitu pengaruh terapi minum air putih terhadap kadar gula darah
pada pasien diabetes mellitus tipe 2 di wilayah kerja puskesmas Baso
tahun 2013. Hasil penelitian ini menunjukan adanya penurunan kadar gula
darah pasien diabetes mellitus tipe 2 sebesar 131 mg/dL dan dapat
disimpulkan terdapat perbedaan rata-rata (Mean) kadar gula darah pasien
diabetes mellitus tipe 2 sebelum (pretest) dan sesduah (posttest) diberikan
intervensi terapi air putih di wilayah kerja puskesmas Baso tahun 2013.
Hasil uji statistik menggunkan paired sampel t-test diperoleh p value =
0,006 (p<0,05), yang berarti p value <α. Dengan kata lain ada pengaruh
terapi air putih terhadap kadar gula darah pada pasien diabetes mellitus
tipe 2 di wilayah kerja puskesmas Baso tahun 2013. Menurut James (2010)
cid. Sy, Afrianti, Bahri & Yuniarti (2012) menyatakan bahwa dengan
minum air putih dapat menyebabkan terjadinya pemecahan gula.
Air berperan penting dalam hal ini karena air merupakan molekul
yang bersifat polar. 𝑂2 dalam molekul air lebih elektronnegatif dari pada
atom 𝐻+. Sehingga dapat menurunkan viskositas darah dan osmolaritas
darah. Agar dapat larut dalam air, molekul harus memiliki ikatan
51
bermuatan atau bersifat polar yang dapat berikatan dengan ion bermuatan
positif (+) danion bermuatan negatif (–) parsial yang terdapat dalam air.
Senyawa organik yang mengandung gugus hidrofilik juga cenderung larut
dalam air. Gugus hidroksil pada glukosa misalnya, bersifat polar dan
menyebabkan glukosa larut hampir tak terbatas dalam air (Marks, D.,
Marks, A., & Smith, 2000; Guyton & Hall, 2007; Sherwood, 2011).
4. Perbedaan Rata-rata Kadar Gula Darah Sewaktu Posttest Pada
Pasien Diabetes Mellitus Tipe 2 Antara Kelompok Intervensi dan
Kelompok Kontrol
Berdasarkan analisis hasil penelitian diketahui perbedaan rerata
kadar gula darah sewaktu posttest pada kelompok intervensi hidroterapi
minum air putih dan kelompok tanpa intervensi hindroterapi minum air
putih adalah -65,000 mg/dL dengan nila p value = 0,018 (p<0,05), maka
dapat disimpulkan terdapat perbedaan rerata nilai kadar gula darah posttest
antara kelompok intervensi dan kelompok kontrol. Dimana nilai kadar
gula darah kelompok inervensi lebih rendah dari kadar gula darah
kelompok kontrol. Hal ini membuktikan bahwa dengan terapi air putih
640ml dapat menurunkan kadar gula darah sewaktu pada psien diabetes
mellitus tipe 2. Hasil penelitian ini sesuai dengan teori yang disampaikan
oleh Hamad (2007) cid. Sy, Afrianti, Bahri & Yuniarti (2012) bahwa
mengkonsumsi air dalam jumlah yang banyak pada pagi hari setelah
bangun tidur adalah baik untuk pasien diabetes mellitus tipe 2, karena pada
kondisi tersebut lambung dalam keadaan kosong sehingga dinding
lambung dapat menyerap air dengan cepat kemudian dialirkan kedalam
darah lalu dialirkan oleh darah ke ginjal kemuadian dikeluarkan lewat
urin.
Hasil yang diperoleh sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh
Sy, Afrianti, Bahri & Yuniarti (2012) yaitu efek hidroterapi pada
penurunan kadar gula darah sesaat (KGDS) terhadap penderita diabetes
mellitus tipe 2. Hasil penelitian ini menunjukan bahwa nilai rata-rata kadar
gula darah sesaat (KGDS) pada kelompok kontrol setelah diberikan terapi
52
oral pada hari ke-14 adalah 240,07 mg/dL dengan standar deviasinya lebih
kurang 66,49 ,g/dL. Nilai terendah 44,49 mg/dL dan nilai tertinggi 127,14
mg/dL, nilai t = 4,27. Rata-rata nilai kadar gula darah sesaat (KGDS) pada
kelompok intervensi setelah diberikan terapi oral dan hidroterapi pada hari
ke-14 adalah 154,25 mg/dL dengan standar deviasinya lebih kurang 21,72
mg/dL. Nilai terendah 47,35 mg/dL dan nilai tertinggi 124,28 mg/dL, nilai
t = 4,69. Hasil uji statistik didapatkan nilai p value = 0,000 (p<0,05), yang
dapat disimpulkan ada perbedaan yang signifikan rata-rata nilai kadar gula
darah sesaat antara kelompok kontrol (kelompok diberikan terapi oral saja)
dan kelompok intervensi (kelompok setelah diberikan terapi oral dan
hidroterapi).
Menurut penelitian Husna & Junios (2013) yaitu pengaruh terapi
air putih terhadap kadar gula darah pada pasien diabetes mellitus tipe 2 di
wilayah kerja puskesmas Baso tahun 2013. Hasil uji statistik dengan
menggunakan independent sampel test menunjukkan nilai sig. = 0,313
(p>0,05), maka varian data kedua kelompok adalah sama. Angka p value =
0,001 (p<0,05) dengan perbedaan rerata (Mean Difference) sebesar -
56,00000, maka dapat disimpulkan terdapat perbedaan rerata nilai kadar
gula darah posttest antara kelompok intervensi dan kelompok kontrol,
dimana nilai kadar gula darah kelompok intervensi lebih rendah dari pada
kadar gula darah kelompok kontrol.
Hasil penelitian ini selaras dengan teori Sherwood (2011) yang
menyatakan bahwa ketika tubuh kekurangan cairan, maka tubuh akan
melakukan kompensasi dengan cara mengaktifkan sistem renin-
angiotensin. Angiotensin II kemudian akan merangsang pelepasan
vasopresin yang salah satu efeknya adalah meningkatkan reabsorpsi air
oleh tubulus ginjal. Hal ini didukung oleh penelitian Roussel et al (2011)
yang menyatakan Vasopresin merangsang proses glukoneogenesis dan
pelepasan glukagon sehingga meningkatkan kadar glukosa dalam darah.
Ketika kadar glukosa darah meningkatmenyebabkan viskositas
darah dan osmolaritas darah meningkat. Dalam hal ini air berperan penting
53
karena air merupakan molekul yang bersifat polar. 𝑂2 dalam molekul air
lebih elektronnegatif dari pada atom 𝐻+. Sehingga dapat menurunkan
viskositas darah dan osmolaritas darah. Agar dapat larut dalam air,
molekul harus memiliki ikatan bermuatan atau bersifat polar yang dapat
berikatan dengan ion bermuatan positif (+) danion bermuatan negatif (–)
parsial yang terdapat dalam air. Senyawa organik yang mengandung gugus
hidrofilik juga cenderung larut dalam air. Gugus hidroksil pada glukosa
misalnya, bersifat polar dan menyebabkan glukosa larut hampir tak
terbatas dalam air (Marks, D., Marks, A., & Smith, 2000; Guyton & Hall,
2007; Sherwood, 2011).
C. Keterbatasan Penelitian
1. Pada penelitian ini, masih ada variabel penggangu yang mempengaruhi
kadar gula darah sewaktu pada pasien DM tipe 2 yang tidak dikendalikan
seperti aktivitas fisik, dehidrasi, dan stress.
2. Responden yang digunakan terlalu sedikit yaitu 12 responden dengan
jumlah pasien DM tipe 2 di wilayah kerja Puskesmas Mlati I Sleman yang
terbilang banyak yaitu 756 selama 6 bula terakhir terhitung dari bulan
Desember 2016 sampai bulan Mei 2017.
3. Pada penelitian ini peniliti tidak bisa mengamati konsumsi karbohidrat.
54
BAB V
KEIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
55
B. Saran
1. Bagi Puskesmas
Diharapkan dapat mempertahankan serta meninkatkan mutu pelayanan
keperawatan dengan cara tetap memberikan pendidikan kesehatan
mengenai pengetahuan diet DM sehingga pasien dapat menjaga pola hidup
yan sehat serta dapat mengurangi resiko terjadinya komplikasi DM.
2. Bagi Profesi Keperawatan
Diharapkan perawat bisa lebih meningkatkan dalam memerikan asuhan
keperawatan khususnya keperawatan komplementer dan memberikan
penyuluhan terkait pengetahuan DM seperti faktor-faktor yang
menyebabkan DM serta penyuluhan terkait diet DM seperti jumlah diet
pada pasien DM
3. Bagi Institusi Pendidikan
Hasil penilitan ini diharapkan bisa menambah pembelajaran khususnya
dalam keperawatan komplementer.
4. Bagi Pasien
Hasil penelitian ini diharapkan sebagai informasi penting menjaga kadar
gula darah dengan mengkonsumsi air putih.
5. Bagi Peneliti Lain
Diharapkan peneliti selanjutnya mampu meneliti beberapa variabel
pengganggu yang tidak dikendalikan pada penelitian ini seperti aktivitas
fisik, dehidrasi, dan stres.
56
DAFTAR PUSTAKA
Adnan, M., Mulyati, T., & Iswprp, J. K. (2013), Hubungan Indeks Massa Tubuh
(IMT) Dengan Kadar Gula Darah Penderita Diabetes Mellitus (DM) Tipe
2 Rawat Jalan Di RS Tugurejo Semarang, Jurnal Gizi Universitas
Muhammadiyah Semarang, 2, 20-21.
Awad, N., Langi, Y. A., & Pandelaki, K. (2013), Gambaran Faktor Resiko Pasien
Diabetes Mellitus Tipe II Di Poliklinik Endokrin Bagian/SMF KK-
UNSRAT RSUP Prof. dr. R. D. Kandou Manado Periode Mei 2011-
Oktober 2011, Jurnal e-Biomedik (eBM), 1, 45-49.
Bhat, et.al. (2008), Dose Response Relationship Between Cigarette Smoking and
Risk of Ischemic Stroke Young Women, Journal of The American Stroke
Association, 39, 2439-2443.
0
Guyton, A. C., &Hall, J. E. (2007), Buku Ajar Fisiologis Kedokteran, Edisi 11,
Alih bahasa Inggris-Indonesia oleh: Lukman Y. R., Heriawati H., Adriana
N., & Nanda W, EGC, Jakarta, Indonesia.
Hariyanto, F. (2013), ‘Hubungan Aktivitas Fisik Dengan Kadar Gula Darah Puasa
Pada Pasien Diabetes Mellitus Tipe 2 Di Rumah Sakit Umum Daerah Kota
Cilegon Tahun 2013’, Skripsi, Sarjana Kedokteran, Universitas Islam
Negeri Syarif Hidayatullah, Jakarta.
Husna, E., and Junios. (2013), Pengaruh Terapi Air Putih Terhadap Kadar Gula
Darah Pada Pasien Diebates Mellitus Tipe 2 DI Wilayah Kerja
Puskesmas Baso Tahun 2013, Jurnal Kesehatan STIKes Prima Nusantara
Bukittinggi, 4, 99.
Katzung, B. G. (2010), Farmakologi Dasar Dan Klinik, Edisi 10, Alih bahasa
Ingris-Indonesia oleh Nugroho, A. W., Rendy, L., & Dwijayanthi. L,
EGC, Jakarta, Indonesia.
Kesavadev, J., Short, K., & Nair, K. S. (2013), Diabetes In Old Age: An
Emerging Epidemic, JAPI, 51, 1083-1094
55
Kronenberg, H. M., Melmed, S., Polonsky, K. S., & Larsen, P. R. (2008),
Williams Textbook of Endocrinology, Edisi 11, Saunders, Philadelphia.
Kuswandi, A., Sitorus, R., & Gayatri, D. (2008), Pengaruh Relaksasi Terhadap
Penurunan Kadar Gula Darah Pada Pasien Diabetes Mellitus Tipe 2
Disebutkan Rumah Sakit Di Tasikmalaya, Jurnal Keperawatan Indonesia,
12, 108-114.
Le Mone, O., & Burke, K. (2008), Medical Surgical Nursing: Critical Thinking in
Client Care, Edisi 4, Pearson Prentice Hall, New Jersey.
Marks, D. B, Marks, A., D., & Smith, C. M. (2000), Biokimia Kedokteran Dasar:
Sebuah Pendekatan Klinis, Alih bahasa Inggris-Indonesia oleh Brahm U.
P., EGC, Jakarta, Indonesia.
Mathew, C. S., Babu, B., Shanji, C., Pothan, N., Kutoor, D. S., & Abraham, E.
(2016), Hydrotherapy: A Review, International Journal Of
Pharmaceutical and Chemical Sciences,5, 196-197.
Muhilal, 1994. Widyakarya Nasional Pangan dan Gizi, LIPI, Jakarta, Indonesia.
Murray, R. K., Granner, D. K., & Rodwell, V. W. (2009), Biokimia Harper, Edisi
27, Alih bahasa Inggris-Indonesia oleh Brahm U. P., EGC, Jakarta,
Indonesia.
55
Nur, A., Wilya, V., & Ramadhan, R. (2016), Kebiasaan Aktivitas Fisik Pasien
Diabetes Mellitus Terhadap Kadar Gula Darah Di Rumah Sakit Umum dr.
Fauziah Bireven, SEL, 3, 43.
Pin, T., L. (2011), ‘Hubungan Kebiasaan Berolahraga dengan Tingkat Stres pada
Mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara Tahun
Masuk 2008’, Skripsi, Sarjana Kedokteran, Universitas Sumatera Utara,
Medan.
RISKESDAS RI, (2013), Riset Kesehatan Dasar Tahun 2013, Badan Penelitian
dan Pengembangan Kesehatan Kementrian Kesehatan RI Tahun 2013.
Royal College of Nursing, (2007), Water for Health Hydration Best Practice
Toolkit for Hospitals and Heatlhcare, National Patien Safety Agency, UK.
Roussel, R at al, (2011), Law Water Intake and Risk for New-Onset
Hyperglycemia, Diabetes Care, 34, 2552-2553.
Sari, D., Nurdin, A. E., & Defrin. (2015), Hubungan Stres Dengan Kejadian
Desminore Primer Pada Mahasiswi Pendidikan Dokter Fakultas
Kedokteran Universitas Andalas, Jurnal Kesehatan Andalas, 4, 568.
55
Sherwood, L. (2011), Fisiologis Manusia: Dari Sel ke Sistem, Edisi 6, Alih
bahasa Inggris-Indonesia oleh Brahan U. P., EGC, Jakarta, Indonesia.
Smeltzer, S, C. & Bare, B. (2007), Medical Surgical Nursing, Edisi 10, Alih
bahasa Inggris-Indonesia oleh Agung Waluyo, dkk., Lippincott
Williams & Wilkins, St. Louis.
Sumangkut, S., Supit, W., & Onibala, F. (2013), Hubungan Pola Makan Dengan
Kejadian Penyakit Diabetes Mellitus Tipe-2 Di Poli Interna BLU. RSUP.
Prof. dr. R. Kandou Manado, ejounal Keperawatan (e-Kep), 1, 4.
Sudoyo, A.W., Setiyohadi, B., Alwi, I., Simadibrata, M.K. & Setiati, S. (2009).
Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, jilid III, edisi V. Jakarta : Interna
Publishing.
Suyono, S., Waspadji, S., Soegondo, S., Soewondo, P., Subekti, I., Semiardji, G.,
dkk. (2015), Penatalaksanaan Diabetes Mellitus Terpadu, Edisi 2,
Balai Penerbit FKUI, Jakarta, Indonesia.
Sy, E., Afrianti, E., Bahri, N., & Yuniarti. (2012), Efek Hidroterapi Pada
Penurunan Kadar Gula Darah Sesaat (KGDS) Terhadap Pederita Diabetes
Mellitus Tipe 2, Majalah Kedokteran Andalas, 36, 204.
55
Yunir, A.& Soebardi, (2011), Hubungan Anatara Dukungan Keluarga Dengan
Kualias Hidup Pasien Diabetes Mellitus Tipe 2 di Poliklinik Penyakit
Dalam Rumah Sakit Umum Pusat Fatmawati Jakarta, Tesis, Depok, FKUI.
55
Lampiran 2. Lembar Bimbingan Skripsi
a
Lampiran 2. Lembar Bimbingan Skripsi
a
Lampiran 6. Kuisioner Penelitian Karakteristik Responden
KUISIONER PENELITIAN
A. Petunjuk Pengisian
1. Bacalah dengan cermat pertanyaan dibawah ini.
2. Jawablah pertanyaan dibawah ini sesuai dengan keadaan yang sebenarnya
dengan cara memberikan tanda centang ( √ ) pada jawaban yang dipilih
3. TP : Tidak Pernah, KDG : Kadang-kadang, S : Sering, SS : Sangat sering
No Pertanyaan TP KDG S SS
1. Seberapa sering Anda merasa
terganggu mengenai sesuatu yang
terjadi tanpa
terduga?
2. Seberapa sering Anda merasa bahwa
tidak dapat mengendalikan hal-hal
penting
dalam kehidupan Anda?
3. Seberapa sering Anda merasa gelisah
dan tegang?
4. Seberapa sering Anda merasa yakin
mengenai kemampuan Anda dalam
menangani masalah-masalah pribadi
Anda?
5. Seberapa sering Anda merasa bahwa
segalanya berjalan mengikut kehendak
Anda?
6. Seberapa sering Anda menemukan
bahwa Anda tidak dapat mengatasi
segala hal
yang harus Anda lakukan?
7. Seberapa sering Anda mampu
mengontrol gangguan dalam
kehidupan Anda?
a
8. Seberapa sering Anda merasa senang
dalam segala hal yang Anda lakukan?
9. Seberapa sering Anda merasa marah
karena hal-hal yang berada di luar
pengawasan Anda?
10. Seberapa sering Anda merasa
kesulitan yang menumpuk sehingga
Anda tidak
dapat mengatasinya?