You are on page 1of 19

METODOLOGI PENYUSUNAN KITAB-KITAB HADIS

Makalah

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Tugas Mata Kuliah


Ulumul Hadis Program Studi Pendidikan Agama Islam
Pada Pascasarjana UIN Alauddin Makassar

Oleh:

RENALDI WAHAB
NIM 80200221018

Dosen Pengampuh:

1. Dr. Muh. Sabir Maidin, M.Ag.


2. Dr. Muh. Tasbih, M.Ag.

PROGRAM PASCASARJANA
UIN ALAUDDIN MAKASSAR
2021
DAFTAR ISI

JUDUL.................................................................................................................. i
DAFTAR ISI......................................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN............................................................................... 1
A. Latar Belakang Masalah................................................................ 1
B. Rumusan Masalah.......................................................................... 4
BAB II PEMBAHASAN.................................................................................. 5
A. Proses Penyusunan Kitab-Kitab Hadis.......................................... 5
B. Metodologi Penyusunan Kitab-Kitab Hadis................................... 7
BAB III PENUTUP............................................................................................ 15
A. Kesimpulan...................................................................................... 15
B. Implikasi.......................................................................................... 16
DAFTAR PUSTAKA............................................................................................... 17

ii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Hadis adalah segala sesuatu yang disandarkan kepada Nabi Muhammad saw.,

baik berupa perkataan, perbuatan, maupun persetujuan. Hadis berkaitan dengan

perbuatan nabi yang diucapkan sekali saja. Perbedaan antara hadis dan sunah terletak

pada pengimplementasian pada diri Rasullah saw., yaitu jika sunah berkali-kali

Rasulullah saw., lakukan sedangkan hadis cukup sekali saja dilakukan oleh Nabi

Muhammad saw.

“Hadis” atau al-Hadith menurut bahasa, berarti al-Jadid (sesuatu yang baru),

lawan kata dari al-Qadim (sesuatu yang lama). Kata Hadis juga berarti al-Khabar

(berita), yaitu sesuatu yang dipercakapkan dan dipindahkan dari seseorang kepada

orang lain. Jamaknya ialah al-Ahadith.1

Sedangkan secara terminologi, hadis adalah segala sesuatu yang disandarkan

kepada nabi Muhammad saw., baik dari segi perbuatan, perkataan, ikhwal atau sifat

Nabi sampai persetujuan Rasulullah saw., semua itu merupakan bagian yang

termaktub dalam hadis nabi Muhammad saw.

Keberadaan hadis sangat penting dalam kehidupan manusia, sebab kehadiran

hadis mampu dijadikan sebagai pedoman hidup setelah al Quran. Hal tersebut karena,

banyak ayat-ayat al Quran masih bersifat global atau umum. Oleh karena itu, hadis

hadir dalam menjelaskan beberapa ayat yang masih bersifat umum. Hadis sebagai

sumber pedoman hidup setelah al Quran menjadi pustaka yang harus dijaga

keberadaannya. Selain sebagai sumber hukum, hadis juga mampu dijadikan sebagai

1
Zainul Arifin, Studi Kitab Hadis (Surabaya: Al-Muna Surabaya, 2013), h. 1.

1
2

sumber dalam memperoleh ilmu, hal tersebut karena hadis berbicara tentang

kehidupan manusia yang tiada lain berbicara tentang ilmu.

Salah satu bentuk pentingnya hadis dalam kehidupan manusia adalah ketika

menjelaskan bagaimana tuntunan untuk melaksanakan salat. Sebab al Quran hanya

mengingatkan akan pentingnya melaksanakan salat, akan tetapi tidak disebutkan

bagaimana tata cara dalam melaksanakan salat. Sehingga hadis hadir dalam

menjelaskan mengenai hal tersebut. Dalam QS. al Ankabut/ 29: 45

‫ٓاء َوٱ ۡل ُمن َك ۗ ِر َولَ ِذ ۡكُر ٱللَّ ِه‬ َ َ َٰ َّ ‫ٱلص لَ ٰو ۖةَ ِإ َّن‬
ِ ‫ٱلص لَ ٰو َة تَ ۡنهى ع ِن ٱ ۡل َف ۡحش‬ ِ َ‫ك ِمن ٱ ۡل ِك ٰت‬
َّ ‫ب َوَأقِ ِم‬ ‫ِ ِإ‬
َ َ ‫ٱت ُل َم ٓا ُأوح َي لَ ۡي‬
ۡ
‫صَنعُو َن‬ ۡ َ‫َأ ۡكَب ۗ ُر َوٱللَّهُ ۡيعَلَ ُم َما ت‬
Terjemahnya:
Bacalah apa yang telah diwahyukan kepadamu, yaitu Al Kitab (Al Quran) dan
dirikanlah shalat. Sesungguhnya shalat itu mencegah dari (perbuatan-perbuatan)
keji dan mungkar. Dan sesungguhnya mengingat Allah (shalat) adalah lebih
besar (keutamaannya dari ibadat-ibadat yang lain). Dan Allah mengetahui apa
yang kamu kerjakan.2

Ayat ini penulis memahami bersifat secara umum, sehingga hadis hadir dalam

menjelaskan ayat tersebut. Sebagaimana dijelaskan dalam hadis Rasulullah saw.,

bahwa “salatlah sebagaimana engkau melihatku salat”. Oleh karena itu, kehadiran

hadis ditengah-tengah manusia memiliki peran penting sebagai rujukan dalam

menjalakan segala sesuatu di atas muka bumi.

Agar hadis mampu senantiasa eksis dalam kehidupan maka diperlukan proses

penulisan dalam membukukan hadis-hadis nabi, agar keaslian hadis terbut senantiasa

terjaga. Dalam penulisan kitab-kita hadis perlu dipahami secara umum terlebih lagi

metodologi penulisan hadis. Kitab hadis terdiri dari dua kata, yaitu kitab dan hadis.

Secara etimologi, kitab berarti buku atau bacaan. Dalam bahasa arab kitab, kitab
2
Kementerian Agama RI, Alquran dan Terjemahnya (Jakarta: CV Daru Sunnah, 2002), h.
401.
3

merupakan bentuk masdar dari kata kataba (menulis) yang artinya sesuatu yang

ditulis atau tulisan. Secara umum, kitab merupakan kumpulan dari beberapa tulisan

yang memuat beberapa bab, sub-sub bab serat masalah atau pembahasan. Sedangkan

hadis secara umum adalah sabda, perbuatan, sikap, pengakuan dan ikhwal nabi

Muhammad saw., sebagai Rasul.

Oleh karena itu, pengertian dari kitab hadis adalah kumpulan dari beberapa

hadis yang terkumpul jadi satu kitab atau buku. Pada masa khalifah Umar bin Abdul

Aziz pengumpulan dan penulisan hadis mulai gencar di lakukan, karena pada masa

itu al Quran telah selesai di bukukan dan telah tersebar di wilayah-wilayah Islam.

Sehingga ketakutan akan bercampurnya hadis dan al Quran tidak terjadi. Pada masa

ini dikenal dengan masa pembukuan hadis secara resmi, kenapa disebut resmi karena

pada waktu itu pembukuan hadis diperintahkan secara resmi oleh pemimpin, sehingga

pembukuan hadis dikenal secara resmi pada masa ini.

Perkembangan hadis ketika di bukukan melalui berbagai macam metode

pengumpulan, baik yang mengumpulkan saja tanpa menyaring hadis-hadis tersebut

(antara hadis shahih, hasan dan dhaif) ataupun melakukan penyaringan hadis melalui

sanad-sanadnya. Sehingga, terkumpulah berbagai kitab hadis dengan berbagai metode

penulisan hadis.

Dari pembukuan hadis tersebut, maka didapatkan berbagai macam metode

pengumpulan dan penyusunan kitab-kitab hadis. Kehadiran makalah ini, dengan judul

Metodologi Penyusunan Kitab-Kitab Hadis berisi sumber serta rujukan dalam

memperoleh ilmu mengenai metodologi penyusunan kitab hadis. Oleh karena itu,

makalah ini diharapkan mampun memberikan kontribusi yang baik kepada para

pembaca.
4

B. Rumusan Masalah

Dari latar belakang masalah di atas, penulis memperoleh rumusan masalah

sebagai berikut:

1. Bagaimana proses penyusunan hadis?

2. Bagaimana metodologi penyusunan kitab-kitab hadis?


BAB II

PEMBAHASAN

A. Proses Pengumpulan Hadis

Jika berangkat dari pembahasan sebelumnya, penulis telah mengkaji terkait

sejarah pembukuan hadis yang dilakukan secara resmi. Sebagaimana dalam materi

sebelumnya dijelaskan bahwa, Kodifikasi hadis telah dilakukan oleh para sahabat

pada zaman Rasulullah saw., akan tetapi pada masa ini belum dikenal sebagai

pengkodifikasian secara resmi. Barulah ketika pemerintahan sampai pada Umar bin

Abdul Aziz yang terkenal dengan adil dan wara’, tergerak hatinya untuk

membukukan hadis. Umar ibn Abdul Aziz memerintahkan secara resmi dan massal

kepada para gubernur untuk membukukan hadis. Dikatakan resmi karena dalam

kegiatan penghimpunan hadis tersebut merupakan kebijakan dari kepala negara, dan

dikatakan massal karena perintah kepala negara tersebut ditujukan kepada para

gubernur dan ulama ahli hadis pada zamannya.3

Dari penjelasan ini, penulis memahami bahwa proses pembukuan hadis

kedalam satu bagian resmi dilakukan pada masa pemerintahan Umar bin Abdul Aziz,

dikatakan resmi karena pada masa ini pemimpin yang langsung memberikan intruksi

dalam membukukan hadis-hadis Rasulullah saw., agar tetap terjaga keaslian.

Seiring berkembangnya zaman, proses penyusunan kitab-kitab hadis

mengalami perkembangan yang sangat pesat. Hal tersebut didasari karena zaman

yang semakin hari semakin moderen sehingga penyusunan kitab-kitab hadis yang

telah dilakukan sebelumnya kini mampu diperbanyak kemudian dicetak berbagai

3
M. Syuhudi Ismail, Metodologi Penelitian Hadis Nabi (Jakarta: Bulan Bintang, 1992), h. 17.

5
6

jenis kertas yang mampu mendorong juga minat para pembaca dalam

mempelajarinya.

Belakangan ini, banyak yang mempersoalkan penulisan hadis dari berbagai

aspek. Ini semua tidak lepas karena penulisan hadis pada zaman keemasan Islam

sangat minim yang diindikatori oleh larangan Rasulullah terhadap penulisan hadis

pada priode itu, karena ditakutkan terjadi pencampur-bauran antara hadis dan al

Quran. Bahkan para ulama hadis saling selisih pendapat tentang hal ini. Di antara

faktor yang menyebabkan perbedaan pendapat itu terjadi adalah karena adanya

didapati sabda-sabda Rasulullah yang melarang hal tersebut, tapi ternyata pada jalur

sanad yang lain, ada pula sabda beliau yang membolehkan bahkan menganjurkan hal

tersebut.

Menurut Ar-Ramahurmuzy hadis tidak bisa dikendalikan kecuali dengan

tulisan, kemudian dengan saling tukar dan saling melakukan kajian, mengingat dan

menghafal, mempelajarinya secara berulang-ulang dan bertanya, melakukan

penelitian mendalam dari para periwayat serta memahami apa yang mereka

riwayatkan. Penulisan memang dilarang oleh sebagian tokoh pada awal islam, karena

kedekatan masa dan pendeknya jalur periwayatan.4

Dari pernyataan di atas, penulis memahami bahwa penulisan hadis pada awal

didasari karena adanya kekwatiran Rasulullah saw., tercampurnya hadis dengan ayat-

ayat al Quran. Oleh karena itu, seiring berjalannya waktu kemudian al Quran telah

dikumpulkan dalam satu mushaf sehingga telah mudah membedakan antara hadis dan

ayat-ayat al Quran.

4
Muhammad ‘Ajaj Al-Khatib, Ushulul Hadis (diterjemahkan oleh Drs. H.M. Qodirun Nur), h.
151.
7

B. Metodologi Penyusunan Kitab-Kitab Hadis

Para Muhadditsin telah menulis berbagai jenis kitab hadis dalam berbagai

bidang bahasannya. Hal ini merupakan suatu khazanah ilmu hadis yang dapat

menjawab semua masalah yang dijumpai oleh para ulama dan peneliti berbagai kitab.

Terdapat teori atau metode yang yang dilakukan oleh para ulama dalam

mengklasifikasikan kitab hadis, yaitu sebagai berikut:

Pertama; Teori atau metode yang disajikan oleh Manna‘ al-Qattan dalam

kitabnya Mabahis fi ‘Ulum al-Hadis, ia mengklasifikasika ke dalam dua belas (12)

bagian yaitu:

1. Metode masanid (berdasarkan kumpulan hadis dari sahabat secara tersendiri,

baik hadis sahih, hasan maupun dhoif sesuai huruf hijaiyyah).

2. Metode al-Ma‘ajim (berdasarkan kumpulan hadis-hadis yang berurutan

berdasarkan nama-nama sahabat atau guru-guru penyusun atau negeri sesuai

huruf hijaiyyah).

3. Metode pengumpulan Hadis berdasarkan semua bab pembahasan agama,

seperti kitab-kitab al-jawami‘.

4. Metode penulisan hadis berdasarkan pembahasan fikih (menyebutkan bab-bab

fiqih secara berurutan).

5. Metode kitab-kitab yang penyusunnya menyatakan komitmen hanya menuliskan

hadis-hadis yang sahih.

6. Metode karya tematik (terbatas pada hadis-hadis tertentu berkaitan dengan tema

tertentu).

7. Metode kumpulan hadis hukum fikih (kutub al-ahkam)


8

8. Metode merangkaikan al-Majami‘ (berdasarkan kumpulan beberapa mushannaf

dan disusun berdasarkan urutan mushannaf yang telah disusun tersebut).

9. Metode al-ajza’ ([jamak dari juz], berdasarkan kumpulan riwayat seorang

perawi hadis atau yang berkaitan dengan satu permasalahan secara terperinci).

10. Metode al-atraf (berdasarkan musnad para sahabat dengan susunan nama

sesuai huruf-huruf hijaiyah, dengan menyebutkan awal matan hadis).

11. Metode kumpulan hadis-hadis yang masyhur diucapkan di lisan atau tematik

(dengan menjelaskan derajat hadis tersebut dari segi dha’if dan maudhu’nya,

atau yang tidak jelas asalnya meskipun sudah terbilang masyhur).

12. Metode al-zawa’id (berdasarkan kumpulan hadis-hadis tambahan terhadap

hadis yang ada pada sebagian kitab-kitab lain).5

Dari penjelasan metodologi penyusunan menutu Manna al Kattan, penulis

mampu memahami bahwa metode-metode di atas merupakan teknik serta prosedur

yang dilakukan dalam menyusun kitab-kitab hadis. Perlunya memahami metode-

metode tersebut agar tidak terjadi sebuah kekeliruan dalam menyusun kitab-kitab

hadis. Oleh karena itu, metode ini menurut Manna al Qatan merupakan metode yang

harus diperhatikan dalam menyusun kitab-kitab hadis.

Kedua, teori yang dikemukakan Ajjaj al-Khatib dalam karyanya Usul al-Hadis

(‘Ulumuhu wa Mustalahuhu), membagi kedalam beberapa klasifikasi kitab hadis

sebagai berikut:

1. Metode musannafat

2. Metode jami‘ atau majmu‘an

5
Manna‘ al-Qattan, Mabahis fi ‘Ulum al-Hadis, Diterjemahkan ke dalam Bahasa Indonesia
dengan judul Pengantar Studi Ilmu Hadits oleh Mifdhol Abdurrahman (Cet. VII; Jakarta: Pustaka al-
Kautsar, 2013 M.), h. 54- 65.
9

3. Metode al-majami‘

4. Metode al-masanid.6

Berbeda dengan metode yang dijelaskan sebelumnya, yang menjelaskan

sampai adanya dua belas metode yang harus disiapkan dalam menyusun kitab-kitab

hadis. Dalam pembahasan ini, penulis memahami bahwa penjelasan dari Ajjaj al-

Khatib yang menyebutkan bahwa metode yang dilakukan dalam penyusunan kitab-

kitab hadis hanya empat saja, karena menurut-Nya empat metode tersebut telah

mewakilan metode-metode yang lainnya.

Jika merujuk pada pembahasan penyusunan kitab hadis Ushuhli (kitab

sumber) yaitu kitab yang menghimpun hadis-hadis Nabi yang terperinci tentang

periwayatan, pencatatan, pengkajian serta uji materi atau status hadis. 7 Kitab sumber

merukan kumpulan dari hadis-hadis yang bersumber secara langsung serta berisi

tanpa adanya campuran dengan kitab-kitab yang lain. Oleh karena itu, penyusunan

kitab hadis yang berdasarkan kitab hadis ini yaitu sebagai berikut:

1. Kitab Hadis Muwaththa’/Musannaf

Secara bahasa, muwaththa’ berarti sesuatu yang dipersiapkan (al muhayya’)

dan dimudahkan (al-muyassar).8 Adapun secara bahasa kata musannaf berarti sesuatu

yang disusun. Di dalam bukunya, Idri menjelaskan secara terminologi kata musnaf

sama artinya dengan al-muwaththa’, yaitu tipe pembukuan hadis berdasarkan

klasifikasi hukum Islam dengan mencantumkan hadis-hadis marfu’, mawquf dan

maqthu. Selain itu, karakteristik kitab tipe musannaf dan muwaththa’ yaitu di

6
Ajjaj al-Khatib, Usul al-Hadis (Ulumuhu wa Mustalahuhu) (Bairut Lebanon: Dar al-Fikr,
1989 M/1409 H), h. 180-181.
7
Andi Yaqub, Metodologi Penyusunan Kitab Hadis (al-Riwayah dan al-Buhusi) (Makalah
yang di ajukan untuk memenuhi tugas mata kuliah Ulumul Hadis pada Program Pascasarjana UIN
Alaluddin Makassar, Makassar, 2012), h. 5.
8
Idri, Studi Hadis (Cet. I, Jakarta: Kencana, 2010), h. 115
10

dalamnya terdapat hadis-hadis sahih, hasan dan dhaif. Adapun ulama hadis yang

menggunakan tipe musannaf di antaranya:

a. Musannaf karya Abd al-Malik ibn Jurayh al-Basyiri (w. 150 H)

b. Musannaf karya Sa’id ibn Abi ‘Arubah (w. 161 H)

c. Musannaf karya Jamad ibn Salamah (w. 161 H), dan lain-lain.9

Penjelasan di atas penulis memahami bahwa kitab ini disusun berdasarkan

klasifikasi hukum Islam. Sehingga, penulis memahami bahwa kitab hadis ini disusun

berdasarkan klasifikasi hukum Islam. Selain itu, ada juga ulama yang menggunakan

tipe muwathtah yaitu antara lain:

a. Ibn Abi Dzi’b (w. 158 H);

b. Malik bin Anas (w. 179 H);

c. Abu Muhmmad al-Marwazi (w. 293 H).10

Oleh karena itu, penulis mampu memahami bahwa kitab hadis yang disusun

berdasarkan klasifikasi hukum Islam merupakan salah-satu dari metode penyusunan

kitab-kitab hadis.

2. Kitab Hadis Musnad

Di dalam bukunya M. Hasbi ash-Shiddiqy menjelaskan kitab-kitab musnad

ialah kitab-kitab yang di dalamnya disebut hadis menurut nama sahabat berdasar

kepada sejarah mereka memeluk agama Islam. Para penyusunnya memulai dengan

menyebut hadis-hadis yang diriwayatkan oleh sahabat sepuluh (sepuluh sahabat yang

dijamin masuk surga), kemudian hadis-hadis yang diriwayatkan oleh para sahabat

yang turut dalam peperangan Badar atau ditertibkan menurut nasab-nasab para

9
Idri, Studi Hadis, h. 117.
10
Idri, Studi Hadis, h. 116.
11

perawi. Di sebutkan lebih dahulu riwayat-riwayat Bani Hasyim yang terdekat dengan

Rasulullah kemudian sesudah mereka.11

Dari penjelasan di atas, penulis mampu memahami bahwa kitab musnad ini

merupakan kitab yang metode penyusunannya berdasarkan riwayat nama para

sahabat-sahabat dekat Rasulullah saw.

Begitu pula di jelaskan di dalam bukunya Nuruddin, bahwa kitab musnad

adalah kitab hadis yang di susun berdasarkan urutan nama sahabat. Urutan sahabat ini

adakalanya disusun berdasarkan huruf hijaiyah, adakalanya berdasarkan urutan

masuk Islam, dan adakalanya berdasarkan keluhuran nasabnya. 12 Diantara kitab-kitab

Musnad yaitu:

a. Musnad Abu Daud ath-Thayalisi (w. 204 H)

b. Musnad al-Imam Ahmad bin Hambal (w. 241 H) dan lain-lain.13

Kitab di atas merupakan kitab yang disusun berdasarkan riwayat para nama

sahabat Rasulullah yang dekat. Penulis memahami bahwa, metode penyusunan kitab

musnad ini merupakan metode penyusunan yang disusun berdasarkan nama sahabat

yang meriwayatkan, bahkan dijelaskan bahwa sahabat yang dimaksud adalah sahabat

yang sepuluh yang dijamin oleh Allah swt., masuk surga.

3. Kitab Hadis Jami’

Jami’ artinya mengumpulkan. Kalau banyak disebut jawami’.14 Kitab Jami’

menurut istilah para muhadditsin adalah kitab-kitab hadis yang disusun berdasarkan

bab dan mencakup hadis-hadis berbagai ajaran Islam dan sub-subnya yang secara

11
M. Hasbi ash-Shiddieqy, Pokok-pokok Ilmu Dirayah Hadits (Jakarta: PT. Bulan Bintang,
1994), h. 323
12
Nuruddin, Ulum al-Hadits I (Cet. II, Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 1995), h. 184.
13
M. Hasbi ash-Shiddieqy, Pokok-pokok Ilmu Dirayah Hadits, h. 323.
14
A. Qadir Hasan, Ilmu Mushthalah Hadits (Bandung: CV Penerbit Diponegoro, 2007), h.
427.
12

garis besar terdiri atas delapan bab, yaitu akidah, hukum, perilaku para tokoh agama,

adab, tafsir, fitan, tanda-tanda kiamat, dan manaqib.15 Karakteristik penyusunan kitab

jami’ adalah sebagai berikut:

a. Penyusunan kitab secara topikal berdasarkan bab-bab fiqh

b. Penyusunan bab-babnya dilakukan secara sistematis

c. Kebanyakan hadis-hadisnya marfu’

d. Kualitas hadisnya kebanyakan shahih

e. Memuat hadis-hadis berbagai macam masalah keagamaan seperti akidah, hukum,

perbudakan, tatacara makan dan minum, berpergian dan tinggal dirumah, tafsir,

sejarah, perilaku hidup, pekerjaan baik dan buru.16

Adapun contoh dari kitab-kitab jami’ adalah sebagai berikut:

a. Al-Jami’ ash-Shahih, Susunan Imam Bukhari (w. 256 H)

b. Al-Jami’ ash-Shahih, Susunan Imam Muslim (w. 261 H)

4. Kitab Hadis Sunan

Sunan artinya perjalanan-perjalanan. Maksudnya perjalanan-perjalanan Nabi

saw. Selain itu, sunan menjadi nama bagi kitab-kitab yang hadis-hadisnya diatur

secara bab-bab fiqh.17 Di dalam bukunya Idri menjelaskan karakteristik-karakteristik

kitab hadis bertipe sunan, yaitu:

a. Bab-babnya berurutan berdasarkan bab-bab fiqh

b. Penyususnan bab-babnya dilakukan secara sistematis

c. Hanya memuat hadis-hadis marfu’ saja, dan kalaupun ada yang mawquf dan

maqthu jumlahnya sangat sedikit

15
Nuruddin, Ulum al-Hadits I, h. 182.
16
Idri, Studi Hadis, h. 121.
17
A. Qadir Hasan, Ilmu Mushthalah Hadits, h. 428.
13

d. Tercampur antara hadis shahih, hasan dan dhaif

e. Pada sebagian kecil kitab dicantumkan penjelasan tentang kualitas hadis yang

bersangkutan.18

Kitab-kitab sunan yang masyhur adalah Sunan Abu Dawud, Sunan at

Turmudzi, Sunan an-Nasa’i dan Sunan Ibnu Majah. Dari penjelasan tersebut, penulis

memahami bahwa, kitab sunan ini disusun berdasarkan bab-bab serta disusun secara

sistematis serta hanya mengandung unsur-unsur hadis yang marfu’.

5. Kitab Hadis Ajza’/Juz’

Ajza’ artinya juz-juz yakni bagian-bagian. Kalau satu di sebut juz. Maksudnya

kitab-kitab yang disusun untuk satu-satu macam yang tertentu. 19 Begitupun di dalam

bukunya Muhammad Alawi al-Maliki bahwa kitab Ajza’ ialah kitab yang disusun

dengan menggunakan metode dan sistem penulisan himpunan hadis-hadis yang

diriwayatkan dari seorang sahabat atau orang-orang sesudahnya. Atau, menghimpun

hadis-hadis yang berhubungan dengan suatu masalah yang bersifat acuan.20

Dengan demikian berdasarkan uraian di atas bahwa karakteristik dari

penulisan kitab bertipe Ajza’ atau Juz’ yaitu:

a. Merupakan himpunan hadis-hadis yang diriwayatkan oleh seorang sahabat atau

orang-orang sesudahnya.

b. Merupakan himpunan hadis-hadis yang berhubungan dengan topik tertentu.

Contoh dari kitab Ajza’/Juz’ yang diriwayatkan oleh seorang sahabat atau

orang-orang setelahnya yaitu Juz Hadits Abi Bakar dan Juz Hadits Malik. Lalu,

contoh kitab Ajza’/Juz’ yang memuat hadis-hadis tentang suatu tema tertentu, seperti

18
Idri, Studi Hadis, h. 118
19
A. Qadir Hasan, Ilmu Mushthalah Hadits, h. 425.
20
Muhammad Alawi al-Maliki, Ilmu Ushul Hadis (Cet. III, Yogyakarta: Pustaka Pelajar,
2012), h. 247.
14

Juz’ al-Qira’ah Khalfa al-Imam karya al-Bukhari dan al-Rihlah fi Thalab al-Hadits

karya al-Khathib al-Baghdadi.21

Dari penjelasan di atas, penulis mampu memahami bahwa pada dasanya

metode penyusunan kitab-kitab hadis memiliki beragam macam metode. Dari

penjelasan di atas, diharapkan para pembaca mampu memahami mengenai metode-

metode penyusunan kitab-kitab hadis sehingga dapat dijadikan sebagai sumber ilmu

dalam memahami metode penulisan kitab hadis.

21
Nuruddin, Ulum al-Hadits I, h. 193
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Berdasarkan pembahasan sebelumnya, maka diperoleh kesimpulan sebagai

berikut:

1. Proses penyusunan kitab-kitab hadis mengalami perkembangan yang sangat

pesat. Hal tersebut didasari karena zaman yang semakin hari semakin moderen

sehingga penyusunan kitab-kitab hadis yang telah dilakukan sebelumnya kini

mampu diperbanyak kemudian dicetak berbagai jenis kertas yang mampu

mendorong juga minat para pembaca dalam mempelajarinya. Belakangan ini,

banyak yang mempersoalkan penulisan hadis dari berbagai aspek. Ini semua

tidak lepas karena penulisan hadis pada zaman keemasan Islam sangat minim

yang diindikatori oleh larangan Rasulullah terhadap penulisan hadis pada

priode itu, karena ditakutkan terjadi pencampur-bauran antara hadis dan al

Quran.

2. Metode penyusunan kitab-kitab hadis memiliki banyak macam karakteristik

dalam menyusun kitab-kitab hadis. Mulai dari metode penyusunan kitab hadis

menurut Manna al Qthan, serta Ajjaj al-Khatib dalam karyanya Usul al-Hadis

(‘Ulumuhu wa Mustalahuhu) mereka menjelaskan berbagai metode-metode

penyusunan kitab-kitab hadis yang harus dipahami. Metode tersebut menjadi

acuan dalam menulis serta menyusun kitab-kitab hadis berdasarkan kualitasnya.

B. Implikasi

15
16

Berdasarkan pembahasan penulis pada Makalah dengan Judul Metodologi

Penyusunan Kitab-Kitab Hadis maka makalah ini sangat bermanfaat bagai para

pembaca yang budimana dalam memperoleh sumber serta referensi dalam

mempelajari ilmu-ilmu yang berkaitan dengan Hadis.


DAFTAR PUSTAKA
‘Ajaj Al-Khatib, Muhammad. Ushulul Hadis. Diterjemahkan oleh Drs. H.M. Qodirun
Nur.
Ajjaj al-Khatib, Usul al-Hadis (Ulumuhu wa Mustalahuhu). Bairut Lebanon: Dar al-
Fikr, 1989 M/1409 H.
Alawi al-Maliki, Muhammad. Ilmu Ushul Hadis. Cet. III. Yogyakarta: Pustaka
Pelajar. 2012.
Al-Qattan, Manna’ Mabahis fi ‘Ulum al-Hadis. Diterjemahkan ke dalam Bahasa
Indonesia dengan judul Pengantar Studi Ilmu Hadits oleh Mifdhol
Abdurrahman. Cet. VII. Jakarta: Pustaka al-Kautsar. 2013.
Arifin, Zainul. Studi Kitab Hadis. Surabaya: Al-Muna Surabaya. 2013.
Ash-Shiddieqy, M. Hasbi. Pokok-pokok Ilmu Dirayah Hadits (Jakarta: PT. Bulan
Bintang, 1994.
Hasan, A. Qadir. Ilmu Mushthalah Hadits. Bandung: CV Penerbit Diponegoro. 2007.
Idri. Studi Hadis. Cet. I. Jakarta: Kencana. 2010.
Kementerian Agama R. Alquran dan Terjemahnya. Jakarta: CV Daru Sunnah. 2002.
M. Syuhudi Ismail, M. Syuhudi. Metodologi Penelitian Hadis Nabi. Jakarta: Bulan
Bintang. 1992.
Nuruddin, Ulum al-Hadits I. Cet. II. Bandung: PT Remaja Rosdakarya. 1995.
Yaqub, Andi. Metodologi Penyusunan Kitab Hadis (al-Riwayah dan al-Buhusi).
Makalah yang di ajukan untuk memenuhi tugas mata kuliah Ulumul Hadis
pada Program Pascasarjana UIN Alaluddin Makassar. 2012.

17

You might also like