You are on page 1of 37

MAKALAH KEPERAWATAN GAWAT DARURAT ENDOKRIN

DIGESTIF DAN UROGENITAL


MANAJEMEN KEGAWATDARURATAN HIPERTIROID DAN
KOMA MIKSEDEMA

Disusun Oleh:

Adinda Rosa Amalia P07220218001


Muhammad Tedy K P07220218015
Serly Hardania P07220218017
Rona Caesardestiana P07220218056
Triana Wulandari P07220218034
Yuni Dwi Kartika P07220218040

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA


POLITEKNIK KESEHATAN KALIMANTAN TIMUR
PRODI SARJANA TERAPAN KEPARAWATAN
2022
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas limpahan
rahmat dan karunia-Nya dan tidak lupa shalawat serta salam kepada junjungan
kita Nabi Muhammad SAW. Sehingga kami dapat menyelesaikan makalah
“Manajemen Kegawatdaruratan Hipertiroid dan Koma Miksedema” untuk
memenuhi tugas mata kuliah Keperawatan Gawat Darurat Endokrin Digestif dan
Urogenital.
Kami menyadari bahwa makalah ini masih terdapat kekurangan baik tulisan
maupun informasi yang ada di dalamnya. Oleh karena itu, kami berterima kasih
kepada Bapak Ns. Frana Andrianur, S.Kep., M.Kep atas bimbingannya dalam
menyusun makalah ini, sehingga kami dapat membuat makalah sesuai dengan
kaidah dalam membuat karya tulis.
Walaupun makalah ini masih banyak terdapat banyak kekurangan, kami
sangat mengharapkan kepada para pembaca untuk menyampaikan kritik dan saran
yang sifatnya membangun demi kebaikan dan kesempurnaan makalah selanjutnya.
Semoga makalah ini dapat selalu bermanfaat bagi pembaca dan atas
kekurangan dalam makalah ini kami mohon maaf. Terakhir tidak lupa kami
mengucapkan terima kasih.

Samarinda, 02 Maret 2022

Penyusun

i
DAFTAR ISI

Halaman judul...........................................................................................................
Kata Pengantar..........................................................................................................i
Daftar Isi..................................................................................................................ii
BAB I.......................................................................................................................1
1.1 Latar belakang................................................................................................1
1.2 Rumusan masalah...........................................................................................2
1.3 Tujuan penulisan............................................................................................2
1.4 Manfaat...........................................................................................................3
BAB II......................................................................................................................4
2.1 Konsep Hipertiroid....................................................................................4
2.2 Konsep Asuhan Keperawatan Hipertiroid...............................................13
2.1 Konsep Koma Miksedema......................................................................18
2.2 Konsep Asuhan Keperawatan Koma Miksedema...................................24
BAB III..................................................................................................................32
3.1 Kesimpulan..............................................................................................32
3.2 Saran........................................................................................................32
DAFTAR PUSTAKA............................................................................................33

ii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Hipertiroidisme adalah suatu kondisi dimana kelenjar tiroid memproduksi
hormon tiroid secara berlebihan, biasanya karena kelenjar terlalu aktif.
Kondisi ini menyebabkan beberapa perubahan baik secara mental maupun
fisik seseorang, yang disebut dengan thyrotoxicosis (Bararah, 2009).
Hipertiroid adalah gangguan yang terjadi ketika kelenjar tiroid memproduksi
hormon tiroid lebih dari yang dibutuhkan tubuh. Hal ini kadang-kadang
disebut tirotoksikosis, istilah untuk hormon tiroid terlalu banyak dalam darah.
Sekitar 1% dari penduduk AS memiliki hipertiroidisme, perempuan lebih
mungkin mengembangkan hipertiroidisme daripada pria.
Di Amerika Serikat, penyakit Graves adalah bentuk paling umum dari
hipertiroid. Sekitar 60-80% kasus tirotoksikosis akibat penyakit Graves.
Kejadian tahunan penyakit Graves ditemukan menjadi 0,5 kasus per 1000
orang selama periode 20 tahun, dengan terjadinya puncak pada orang berusia
20-40 tahun. Gondok multinodular (15-20% dari tirotoksikosis) lebih banyak
terjadi di daerah defisiensi yodium. Kebanyakan orang di Amerika Serikat
menerima yodium cukup, dan kejadian gondok multinodular kurang dari
kejadian di wilayah dunia dengan defisiensi yodium. Adenoma toksik
merupakan penyebab 3-5% kasus tiroktoksikosis (Lee et al, 2011).
Selain itu, penyakit kedaruratan pada kelenjar tiroid yang membahayakan
jiwa akibat hipotiroidisme ekstrim adalah Koma miksedema. Hipotiroidisme
adalah gangguan umum disertai gambaran klinis yang luas, pasien dapat
asimptomatik atau dapat mengalami sakit berat disertai koma miksedema.
Hipotiroidisme sering terjadi pada wanita dan insidennya meningkat sesuai
bertambahnya usia. Sekitar 10%-15% pasien lansia mengalami peningkatan
TSH akibat hipotiroidisme dan penapisan rutin kelompok berisiko tinggi
sering dilakukan pada lingkungan keperawatan primer (Morton, 2011).
Menurut data insiden pada umumnya koma miksedema mengenai individu
berusia 30-50 tahun. Hipotiroidisme sering terjadi pada wanita yang memiliki

1
2

jumlah prevelensi 1-2% dan meningkat dengan usia (10% dewasa >65 tahun).
Koma miksedema merupakan hipotiroidisme paling serius dan sering di picu
oleh penyakit lain. Koma miksedema juga dapat meningkatkan mortalitas
100% jika tidak diobati(Corwin, 2009). Angka kematian dapat diturunkan
hingga kurang dari 20% dengan tirotoksikosis yang terkendali dan
penanganan dini krisis tiroid.
Buruknya kondisi pasien dengan koma miksedema bila tidak ditangani
lebih awal dapat berakibat fatal karena dalam keadaan ini dijumpai
dekompensasi satu atau lebih sistem organ. Berdasarkan data-data tersebut,
koma miksedema menyebabkan mortalitas yang sangat tinggi, kecurigaan
dengan diagnosis yang dini dan penanganan yang adekuat prognosis biasanya
akan lebih baik. Oleh karena itu diperlukan perawatan yang intensif dan
pengawasan terus-menerus dan juga yang terpenting adalah pemahaman yang
tepat tentang kasus tersebut terutama mengenai diagnosis dan
penatalaksanaanya baik secara medis maupun keperawatan. Sehingga dengan
pemahaman tersebut dapat lebih meningkatkan kualitas dan kuantitas asuhan
keperawatan yang diberikan kepada pasien dengan koma miksedema.
1.2 Rumusan Masalah
Bagaimana konsep teori dan asuhan kegawatdaruratan pada kasus hipertiroid
dan koma miksedema?
1.3 Tujuan
1.3.1 Tujuan Umum
Mahasiswa mampu memberikan asuhan kegawat darurat pada
kasus hipertiroid dan koma miksedema.
1.3.2 Tujuan Khusus
a. Untuk mengetahui konsep penyakit hipertiroid
b. Untuk mengetahui konsep penyakit koma miksedema
c. Untuk mengetahui asuhan kegawatdaruratan pada kasus hipertiroid
d. Untuk mengetahui asuhan kegawatdaruratan pada kasus koma
miksedema
3

1.4 Manfaat
Terkait dengan tujuan, maka makalah ini diharapkan dapat memberi manfaat :
a. Praktisi Keperawatan & Mahasiswa
Manfaat bagi praktisi keperawatan dan mahasiswa adalah untuk
mengetahui informasi mengenai masalah hipertiroid dan koma
miksedema.
b. Instansi Kesehatan
Manfaat bagi instansi kesehatan untuk mengetahui informasi
mengenai masalah trauma kepala berat dapat menggunakan data ini untuk
memberikan pelayanan pada masalah hipertiroid dan koma miksedema.
c. Penulis Selanjutnya
Manfaat bagi penulis selanjutnya adalah untuk dijadikan bahan
referensi dalam meneliti tentang masalah hipertiroid dan koma
miksedema.
BAB II
TINJAUAN TEORI

1.1 Konsep Hipertiroid


1.1.1 Definisi Hipertiroid
Penyakit kelenjar tiroid termasuk penyakit yang sering ditemukan
di masyarakat, salah satunya penyakit hipertiroid. Penyakit hipertiroid
merupakan penyakit hormonal yang menepati urutan kedua terbesar di
Indonesia setelah diabetes mellitus. Berdasarkan hasil Riskesdes tahun
2013, prevalensi diabetes mellitus dan hipertiroid di Indonesia
berurutan sebesar diabetes mellitus yaitu 1,5% dan hipertiroid yaitu
0,4%. Hipertiroid adalah salah satu penyakit gangguan kelenjar
endokrin yang disebabkan karena adanya peningkatan produksi
hormon tiroid secara berlebihan oleh kelenjar tiroid (R. Dewi &
Permatasari, 2020).
Hipertiroidisme (Tiroktosikosis) merupakan suatu keadaan di mana
didapatkan kelebihan hormon tiroid karena ini berhubungan dengan
suatu kompleks fisiologis dan biokimiawi yang ditemukan bila suatu
jaringan memberikan hormon tiroid berlebihan. Hipertiroidisme dapat
didefinisikan sebagai respon jaringan-jaringan terhadap pengaruh
metabolik terhadap hormon tiroid yang berlebihan sehingga
menghasilkan hormon tiroid yang berlebihan di dalam darah(Yanti &
Leniwita, 2019).
1.1.2 Etiologi
Hipertiroidisme dapat terjadi akibat disfungsi kelenjar tiroid,
hipofisis, atau hipotalamus. Peningkatan TSH akibat malfungsi
kelenjar tiroid akan disertai penurunan TSH dan TRF karena umpan
balik negatif HT terhadap pelepasan keduanya. Hipertiroidisme akibat
malfungsi hipofisis memberikan gambaran kadar HT dan TSH yang
finggi. TRF akan rendah karena umpan balik negatif dari HT dan
TSH. Hipertiroidisme akibat malfungsi hipotalamus akan
memperlihatkan HT yang tinggi disertai TSH dan TRH yang

4
5

berlebihan.
Menurut Tarwoto dkk (2012) dalam (P. diah sandi Dewi et al.,
2018) penyebab hipertiroid diantaranya adenoma hipofisis, penyakit
graves, modultiroid, tiroiditis, konsumsi banyak yodium dan
pengobatan hipotiroid.
a. Adenoma hipofisis
Penyakit ini merupakan tumor jinak kelenjar hipofisis dan
jarang terjadi.
b. Penyakit grave
Penyakit graves atau toksi goiter diffuse merupakan penyakit
yang disebabkan karena autoimun, yaitu dengan terbentuknya
antibody yang disebut thyroid-stimulatin immunoglobulin (TSI)
yang melekatisel-seltiroid. TSI merinu tindakan TSH dan
merangasang tiroid untuk membuat hormon tiroid terlalu banyak.
Penyakit ini dicirikan adanya hipertiroidisme, pembesaran kelenjar
tiroid atau (goiter) dan eksoftalmus (mata yang melotot).
c. Tiroditis
Tiroditis merupakan inflamasi kelenjar tiroid yang biasanya
disebabkan oleh bakteri seperti streptococcus pyogenes,
staphycoccus aureus dan pnemucoccus pneumonia. Reaksi
peradangan ini menimbulkan pembesaran pada kelenjar tiroid,
kerusakan sel dan peningkatan jumlah hormon tiroid.
Tiroditis dikelompokan menjadi tiroiditis sub akut, tiroiditis post
partum, dan tiroiditis tersembunyi. Pada tiroiditis subakut terjadi
pembesaran kelenjar tiroid dan biasanya hilang dengan sendirinya
setelah beberapa bulan.
Tiroiditis post partum terjadi sekitar 8% wanita setelah beberapa
bulan melahirkan. Penyebabnya diyakini karena autoimun. Seperti
halnya dengan tiroiditis subakut, tiroiditis wanita dengan post
partum sering mengalami hipotiroidisme sebelum kelenjar tiroid
benar-benar sembuh. Tiroiditis tersembunyi juga disebabkan juga
karna autoimun dan pasien tidak mengeluh nyeri, tetapi mungkin
6

juga terjadi pembesaran kelenjar. Tiroiditis tersembunyi juga dapat


mengakibatkan tiroiditis permanen.

d. Konsumsi yodium yang berlebihan, yang mengakibatkan


peningkatan sistesis hormon tiroid.
e. Terapi hipertiroid
Pemberian obat-obatan hipotiroid untuk menstimulasi sekresi
hormon tiroid. Penggunaan yang tidak tepat menimbulkan
kelebihan jumlah hormon tiroid.
1.1.3 Manifestasi Klinis
Beberapa tanda dan gejala hipertiroid diantaranya :
a. Sistem kardiovaskuler
Meningkatnya heartrate, stroke volume, kardiak output,
peningkatan kebutuhan oksigen otot jantung, peningkatan vaskuler
perifer resisten, tekanan darah sistol dan diastol meningkat 10-15
mmHg, palpitasi, disritmia, kemungkinan gagal jantung, edema.
b. Sistem pernafasan
Pernafasan cepat dan dalam, bernafas pendek, penurunan
kapasitas paru.
c. Sistem perkemihan : retensi cairan, menurunnya output urin.
d. Sistem gasterointestinal
Meningkatnya peristaltik usus, peningkatan nafsu makan,
penurunan berat badan, diare, peningkatan penggunaan cadangan
adipose dan protein, penurunan serum lipid, peningkatan sekresi
gastrointestinal, hiponatremia, muntah dan kram abdomen.
e. Sistem muskuloskeletal : keseimbangan protein negatif,
kelemahan otot, kelelahan, tremor.
f. Sistem integumen
Berkeringat yang berlebihan, kulit lembab, merah,hangat, tidak
toleran panas, keadaan rambut lurus, lembut, halus, dan mungkin
terjadi kerontokan rambut.
g. Sistem endokrin : biasanya terjadi pembesaran kelenjar tiroid
7

h. Sistem saraf
Meningkatnya refleks tendon dalam, tremor halus, gugup,
gelisah, emosi tidak stabil seperti kecemasan, curiga, tegang dan
emosional.
i. Sistem reproduksi : amenorahea, anovulasi, menstruasi tidak
teratur, menurunnya libido, dan impoten.
j. Eksoftalamus
Keadaan dimana bola mata menonjol ke depan seperti mau
keluar. Eksoftalmus terjadi karena adanya penimbunan
karbohidrat kompleks yang menahan air di belakang mata. Retensi
cairan ini mendorong bola mata kedepan sehingga bola mata
nampak menonjol keluar rongga orbita. Pada keadaan ini dapat
terjadi kesulitan dalam menutup mata secara sempurna sehingga
mata menjadi kering, iritasi atau kelainan kornea(P. diah sandi
Dewi et al., 2018).
1.1.4 Patofiologi
Penyebab hipertiroidisme biasanya adalah penyakit graves, goiter
toksika, dan tiroiditis. Pada kebanyakan penderita hipertiroidisme,
kelenjar tiroid membesar dua sampai tiga kali dari ukuran normalnya,
disertai dengan banyak hiperplasia dan lipatan-lipatan sel-sel folikel
kedalam folikel, sehingga jumlah sel-sel ini lebih meningkat beberapa
kali dibandingkan dengan pembesaran kelenjar. Juga, setiap sel
meningkatkan kecepatan sekresinya beberapa kali lipat dengan
kecepatan 5-15 kali lebih besar daripada normal.
Pada hipertiroidisme, kosentrasi TSH plasma menurun, karena ada
sesuatu yang “menyerupai” TSH, Biasanya bahan – bahan ini adalah
antibodi immunoglobulin yang disebut TSI (Thyroid Stimulating
Immunoglobulin), yang berikatan dengan reseptor membran yang
sama dengan reseptor yang mengikat TSH. Bahan – bahan tersebut
merangsang aktivasi cAMP dalam sel, dengan hasil akhirnya adalah
hipertiroidisme. Karena itu pada pasien hipertiroidisme kosentrasi
TSH menurun, sedangkan konsentrasi TSI meningkat. Bahan ini
8

mempunyai efek perangsangan yang panjang pada kelenjar tiroid,


yakni selama 12 jam, berbeda dengan efek TSH yang hanya
berlangsung satu jam. Tingginya sekresi hormontiroid yang
disebabkan oleh TSI selanjutnya juga menekan pembentukan TSH
oleh kelenjar hipofisis anterior.
Pada hipertiroidisme, kelenjar tiroid “dipaksa” mensekresikan
hormon hingga diluar batas, sehingga untuk memenuhi pesanan
tersebut, sel-sel sekretori kelenjar tiroid membesar. Gejala klinis
pasien yang sering berkeringat dan suka hawa dingin termasuk akibat
dari sifat hormon tiroid yang kalorigenik, akibat peningkatan laju
metabolisme tubuh yang diatas normal. Bahkan akibat proses
metabolisme yang menyimpan gini, terkadang penderita
hipertiroidisme mengalami kesulitan tidur. Efek pada kepekaan sinaps
saraf yang mengandung tonus otot sebagai akibat dari hipertiroidisme
ini menyebabkan terjadinya tremor otot yang halus dengan frekuensi
10-15 kali perdetik, sehingga penderita mengalami gemetar tangan
yang abnormal. Nadi yang takikardi atau diatas normal juga
merupakan salah satu efek hormontiroid pada sistem kardiovaskuler.
Eksopthalmus yang terjadi merupakan reaksi inflamasi autoimun yang
mengenai daerah jaringan periorbital dan otot-otot ekstraokuler,
akibatnya bola mata terdesak keluar.
9

1.1.5 Pathway

Penyakit graves Nodultiroid


Tiroidi (antibody reseptor toxic
tis TSH
merangsangaktivit
astiroid)

Sekresi
hormone tiroid
yang
berlebihan

Hipertiroi
dise

Hipermetabo Aktivitassimpa Gerakan


lismemening tikberlebihan kelopakmata
kat relative
lambatterhadap
bola mata

Perubahankond
uksilistrikjantu Infiltrasilimfosit, sel
Peristaltic Suhutub mast kejaringan
usus↑ ng
uhmenin orbital dan ototmata
gkat
Reabso Beban
rbsime kerjajantungme
nurun eksoftal
Hiperte ningkat
mus
Berat rmia
Diare badan Risikokerusaka
menurun Peningkatankon
nintegritaskulit
sumsi O2 oleh
miokardium

Gangguanp
DefisitNutrisi ernafasan

Aritmia,
takikardia Pernafasanc
epat dan
dangkal
Risikopenuru
nancurahjant Pola
ung NafasTidakEf
ektif
10

1.1.6 Pemeriksaan Diagnostik


a. Pemeriksaan darah yang mengukur kadar HT (T3 dan T4), TSH,
dan TRH akan memastikan diagnosis keadaan dan lokalisasi
masalah di tingkat susunan saraf pusat atau kelenjar tiroid.
b. TSH (Tiroid Stimulating Hormone)
c. Bebas T4 (Tiroksin)
d. Bebas T3 (Triodotironin)
e. Diagnosa juga boleh dibuat menggunakan ultrasound untuk
memastikan pembesaran kelenjar tiroid.
f. Hipertiroidisme dapat disertai penurunan kadar lemak serum
g. Penurunan kepekaan terhadap insulin, yang dapat menyebabkan
hiperglikemia.
Test penunjang lainnya :
a. CT Scan Tiroid, mengetahui posisi, ukuran dan fungsi kelenjar
tiroid. Iodine radioaktif (RAI) diberikan secara oral kemudian
diukur pengambilan iodine oleh kelenjar tiroid. Normalnya tiroid
akan mengambil iodine 5-35% dari dosis yang diberikan setelah
24 jam, pada pasien Hipertiroid akan meningkat.
b. USG, untuk mengetahui ukuran dan komposisi dari kelenjar tiroid
apakah massa atau nodule.
c. ECG, menilai kerja jantung, mengetahui adanya takikardia, atria
fibrilasi dan perubahan gelombang P dan T (Tarwoto dkk, 2012).
1.1.7 Penatalaksanaan
Menurut (P. diah sandi Dewi et al., 2018) tujuan pengobatan
adalah untuk membawa tingkat hormon tiroid keadaan normal,
sehingga mencegah komplikasi jangka panjang, dan mengurangi
gejala tidak nyaman. Tiga pilihan pemberian obat-obatan, terapi
radioiod, dan pembedahan.
a. Obat-obatan anti tiroid
1) Propylthiouracil (PTU), merupakan obat anti hipertiroid
pilihan, tetapi mempunyai efek samping agranulocitosis
sehingga sebelum di berikan harus dicek sel darah putihnya.
11

PTU tersedia dalam bentuk tablet 50 dan 100 mg.


2) Methimozole (Tapazole), bekerja dengan cara memblok reaksi
hormon tiroid dalam tubuh. Obat ini mempunyai efek samping
agranulositosis, nyeri kepala, mual muntah, diare, jaundisce,
ultikaria. Obat ini tersedia dalam bentuk tablet 3 dan 20 mg.
3) Adrenargikbloker, seperti propanolol dapat diberikan untuk
mengkontrol aktifitas saraf simpatetik. Pada pasien graves
yang pertama kali diberikan OAT dosis tinggi PTU 300-600
mg/hari atau methimazole 40-45mg/hari. Pada pasien graves
yang pertama kali diberikan OAT dosis tinggi, PTU 300-600
mg/hari atau methimazole 40-45 mg/hari.
b. Terapi radioiod
Radio aktif iodin-131, iodium radio aktif secara bertahap akan
melakukan sel-sel yang membentuk kelenjar tiroid namun tidak
akan menghentikan produksi hormon tiroid.
c. Bedah tiroid
Pembedahan dan pengangkatan total atauparsial (tiroidektomy).
Operasi efektif dilakukan pada pasien dengan penyakit graves.
Efek samping yang mungkin terjadi pada pembedahan adalah
gangguan suara dan kelumpuhan saraf kelenjar tiroid.
Perawatan Hipertiroid
a. Pre-Hospital : stabilisasi dan perawatan suportif
b. Manajemen gejala
1) Manajemen airway, breathing, circulation
2) Monitor jantung dan monitor untuk disritmia
3) Pemberian oksigen tambahan untuk mengatasi dispnea dan
(kemungkinan) gagal jantung.
4) Pemberian cairan IV (menggantikan elektrolit yang hilang)
dan monitor status cairan.
5) Lakukan langkah-langkah pendinginan :
a) Acetaminophen untuk mengatasi demam, hindari aspirin
(dapat menyebabkan peningkatan kadar hormon tiroid
12

aktif).
b) Selimur pendingin
6) Monitor tanda – tanda vital terutama pada suhu dan
peningkatan detak jantung.
7) Berikan beta blocker untuk mengurangi gejala simpatis
8) Berikan lingkungan yang tenang untuk mengurangi kecemasan
dan iritabilitas
9) Berikan perawatan mata kaji pasien memiliki eksoftalmus
seperti berikan obat tetes mata untuk mengurangi kekeringan
dan kortikosteroid untuk mengurangi peradangan.
1.1.8 Komplikasi
Beberapa komplikasi dapat terjadi pada hipertiroidisme sering kali
apabila kondisinya tidak diobati, diantaranya :
1) Masalah mata (Eksoftalmus)
Biasa disebut dengan Thyroid eye disease atau
Graves’ophthalmopathy. Gejalanya biasanya mata terasa kering
dan berpasir, sensitif terhadap cahaya, mata berair, kabur atau
penglihatan ganda, mata merah, kelopak mata terlipat kebelakang,
mata melotot (bola mata menonjol keluar).
2) Underactive thyroid (Hipotiroid)
Pengobatan hipertiroid dapat mengakibatkan tingkat hormon
terlalu rendah yang disebut dengan hipotiroid. Hipotiroid biasanya
terjadi sementara, namun seringkali berakibat permanen dan
membutuhkan pengobatan jangka panjang.
3) Masalah kehamilan
Jika selama hamil, klien mengalami hipertiroid dan kondisinya
tidak terkontrol dengan baik, maka kemungkinan berisiko terjadi :
pre-eclampsia, keguguran, melahirkan bayi premature atau dengan
berat badan lahir rendah.
4) Stroma tiroid
Dalam kasus yang jarang terjadi, hipertiroid yang tidak
terdiagnosis atau tidak terkontrol dapat mengakibatkan masalah
13

serius dan mengancam nyawa yang disebut stroma tiroid. Tanda


gejala stroma tiroid yaitu detak jantung cepat, demam tinggi, diare
dan muntah, jaundice, agitasi berat dan kegelisahan, dan
penurunan kesadaran. Keadaan ini merupakan keadaan emergensi,
sehingga penanganan harus lebih khusus.
5) Komplikasi lain seperti : atrial fibrilasi, gagal jantung, dan
osteoporosis.
1.2 Konsep Asuhan Keperawatan Hipertiroid
1.2.1 Pengkajian Keperawatan
1. Primary Survey
a. Airway : kaji kepatenan jalan nafas pasien, ada tidaknya
sputum atau benda asing yang menghalangi jalan nafas.
b. Breathing : kaji frekuensi, bunyi nafas, ada tidaknya otot bantu
pernafasan. Pada hipertiroid biasanya mengalami takipneu,
dispneu, edema paru.
c. Circulation : kaji nadi, capillary refill time, warna kulit,
perdarahan, akral, tekanan darah, dan suhu. Pada hipertiroid
biasanya terjadi palpitasi, nyeri dada, disritmia (fibrasi atrium),
irama gallop, murmur, peningkatan tekanan darah, takikardi
saat istirahat, sirkulasi kolaps, diaforesis (keringat berlebihan),
diare, suhu meningkat diatas 37,5 oC.
d. Disability : mengkaji respon pasien, tingkat kesadaran, dan
nyeri. Pada pasien hipertiroid : bicara cepat dan parau,
gangguan status mental dan perilaku seperti bingung,
disorientasi, gelisah, peka rangsang, delirium, sikosis, stupor,
koma, tremor halus pada tangan, tanpa tujuan dan beberapa
bagian tersentak-sentak.
2. Secondary Survey
a. Observasi dan pemeriksaan kelenjar tiroid
Palpasi kelenjar tiroid dan kaji adanya massa atau pembesaran.
Observasi ukuran dan kesimetrisan pada goiter, pembesaran
dapat terjadi empat kali dari ukuran normal.
14

b. Optalmopathy (penampilan dan fungsi mata yang tidak


normal)
Pada hipertiroid sering ditemukan adanya retraksi kelopak
mata dan penonjolan bola mata. Pada tiroksikosis, kelopak
mata mengalami kegagalan untuk turun ketika klien melihat
kebawah.
c. Observasi adanya bola mata yang menonjol karena edema
pada otot ekstraokuler dan peningkatan jaringan di bawah
mata. Penekanan pada saraf mata dapat mengakibatkan
kerusakan pandangan seperti penglihatan ganda, tajam
penglihatan.
d. Pemeriksaan jantung, komplikasi yang sering timbul pada
hipertiroid adalah gangguan jantung seperti kardioditis dan
gagal jantung, oleh karenanya pemeriksaan jantung perlu
dilakukan seperti tekanan darah, takikardia, disritmia, bunyi
jantung, pembesaran jantung.
e. Muskuloskeletal, biasanya ditemukan adanya kelemahan otot,
hiperakitf pada refleks tendon dan tremor, iritabilitas.
1.2.2 Diagnosis Keperawatan
Diagnosis keperawatan yang mungkin muncul pada kasus
Hipertiroid berdasarkan SDKI (2017), diantaranya :
1. Pola Nafas Tidak Efektif b.d Hiperventilasi, keletihan otot
pernafasan. (D.0005)
2. Risiko Penurunan Curah Jantung b.d Perubahan After Load,
Perubahan Kontraktilitas, Perubahan frekuensi jantung, perubahan
irama jantung (D.0011)
3. Hipertermia b.d Penyakit hipertiroid, peningkatan laju
metabolisme (D.0130)
4. Diare b.d Peningkatan peristaltik usus (D.0020)
1.2.3 Intervensi Keperawatan
Rencana tindakan keperawatan yang terdiri dari tujuan dan kriteria
hasil sesuai SLKI (2019) dan intervensi keperawatan sesuai SIKI
15

(2018), diantaranya :
Diagnosa Tujuan dan Kriteria Hasil
No. Intervensi Keperawatan (SIKI)
Keperawatan (SLKI)
1. Pola Nafas Tidak L.01004 Pola Nafas I.01011 Manajemen Jalan Nafas
Efektif (D.0005) Setelah dilakukan intervensi Observasi
keperawatan selama 1 x 8 - Monitor pola nafas (frekuensi,
jam maka Pola Nafas kedalaman, usaha nafas)
membaik, dengan kriteria - Monitor bunyi nafas tambahan
hasil : (gurgling, mengi, wheezing,
- Dispnea menurun ronkhi kering)
- Penggunaan otot bantu - Monitor sputum (jumlah, warna,
nafas menurun aroma)
- Frekuensi nafas membaik Terapeutik
- Kedalaman nafas - Posisikan semi-fowler atau
membaik fowler
- Berikan oksigen
- Lakukan penghisapan lendir
kurang dari 15 menit
2. Risiko Penurunan L.02008 Curah Jantung I.02076 Perawatan Jantung Akut
Curah Jantung Setelah dilakukan intervensi Observasi
(D.0011) keperawatan selama 1 x 8 - Monitor EKG
jam maka diharapkan curah - Monitor aritmia (kelainan irama
jantung meningkat dengan dan frekuensi)
kriteria hasil : - Monitor saturasi oksigen
- Lelah menurun Terapeutik
- Dispnea menurun - Pertahankan tirah baring
- Palpitasi menurun - Pasang akses IV
3. Hipertemia (D.0130) L.14134 Termoregulasi I.15506 Manajemen Hipertermia
Setelah dilakukan intervensi Observasi
keperawatan selama 1 x 8 - Monitor suhu tubuh
jam maka termoregulasi Terapeutik
membaik, dengan kriteria - Berikan cairan oral
hasil : - Lakukan pendinginan eksternal
- Menggigil menurun - Hindari pemeberian antipiretik
- Suhu tubuh membaik atau aspirin
Kolaborasi
- Kolaborasi pemberian cairan dan
elektrolit intravena, jika perlu
4. Diare (D.0020) L.04033 Eliminasi Fekal I.03101 Manajemen Diare
Setelah dilakukan intervensi Observasi
keperawatan selama 1 x 8 - Monitor tanda dan gejala
jam maka eliminasi fekal
16

membaik, dengan kriteria hipovolemia


hasil : - Monitor jumlah pengeluaran
- Frekuensi defekasi diare
membaik Terapeutik
- Peristaltik usus membaik - Berikan asupan cairan oral
- Pasang jalur intravena
- Berikan cairan intravena
- Ambil sampel darah
Kolaborasi
- Kolaborasi pemberian obat
antimotilitas

1.2.4 Telaah jurnal

Judul Tiroidektomi meningkatkan IMT (Indeks Massa Tubuh) Pada Pasien Hipertiroid
Di RSUP DR. Kariadi Semarang
Hipertiroid merupakan peningkatan kadar hormon tiroid bebas secara berlebihan
dalam sirkulasi peredaran darah dan dapat menyebabkan peningkatan laju
metabolisme yang pada akhirnya menyebabkan penurunan berat badan. Kondisi ini
Latar Belakang masih banyak dijumpai di Indonesia. Tiroidektomi merupakan satu bentuk pilihan
terapi hipertiroid. Data penelitian sebelumnya menyebutkan bahwa pasien yang
diterapi dengan tiroidektomi mengalami peningkatan berat badan dibandingkan
dengan pasien yang diterapi dengan pengobatan antitiorid lainnya.
Tujuan Mengetahui perbedaan status IMT pada pasien hipertiroid pada periode pra dan
pascaoperasi tiroidektomi.
Rata-rata status IMT praoperasi tiroidektomi adalah 23,01 dan rata-rata status
IMT pascaoperasi tiroidektomi adalah 24,46. Terdapat kenaikan bermakna pada
Hasil IMT pascaoperasi tiroidektomi dan jenis kelamin juga berpengaruh secara
signifikan terhadap kenaikan IMT pascaoperasi tiroidektomi. IMT praoperasi dan
usia tidak berpengaruh terhadap perubahan IMT pascaoperasi tiroidektomi.
Kesimpulan Tiroidektomi meningkatkan IMT pascaoperasi pasien hipertiroid dan kenaikan ini
dipengaruhi oleh jenis kelamin.
Widyawigata, et al.2019. Tiroidektomi Meningkatkan IMT (Indeks Massa
Sumber Tubuh) Pada Pasien Hipertiroid di RSUP DR Kariadi Semarang. Jurnal
Kedokteran Diponegoro(JKD).Vol.8(4)

Judul Efficacy of Vitamin D Supplement on Thyroid Profile in Children with Graves’


Disease
Latar Belakang Banyak penelitian menunjukkan kadar vitamin D yang rendah sebagai faktor risiko
penyakit autoimun, terutama multiple sclerosis dan penyakit tiroid. Penyakit Graves
adalah penyakit autoimun yang disebabkan oleh autoantibodi yang merangsang
reseptor tiroid-stimulating hormone(TSH) dengan meningkatkan sintesis dan sekresi
17

hormon tiroid. Beberapa penelitian melaporkan bahwa banyak pasien dengan


penyakit tiroid autoimun tervasuk graves memiliki status vitamin D yang rendah.
Tujuan Untuk mengevaluasi efek suplemen vitamin D pada pasien graves pada peningkatan
dalam kadar hormon tiroid.
Dari 25 anak dengan penyakit graves disertai defisiensi vitamin D dengan nilai
rata-rata vitamin D adalah 16ng/ml. Anak dengan graves yang mendapat
Hasil methimazole dengan suplemen vitamin D mengalami peningkatan kadar TSH
dalam 3 bulan terapi yang berbeda nyata dibandingkan anak dengan graves yang
hanya mendapat methimazole dan peningkatan TSH juga diikuti dengan
peningkatan kadar vitamin D.
Semua anak dengan graves deases mengalami defisiensi vitamin D, dan penambahan
Kesimpulan suplemen vitamin D ke terapi penyakit graves akan meningkatkan TSH lebih cepat
daripada anak-anak yang tidak meneriman suplemen vitamin D.
Pratita, Winra., Karina, S.A., & Nindia, S.A.2020. Efficacy of Vitamin D
Sumber Supplement on Thyroid Profile in Children with Graves’ Disease. Scientific
Foundation SPIROSKI.Vol.8(B) Hal 798-801
18

1.3 Konsep Koma Miksedema


1.3.1 Definisi Koma Miksedema
Miksedema adalah istilah yang umumnya digunakan untuk
menunjukkan hipotiroidisme berat. Miksedema juga digunakan untuk
menggambarkan perubahan dermatologis yang terjadi pada
hipotiroidisme.
Koma miksedema adalah gangguan langka yang ditandai dengan
perubahan status mental, hipotermia, dan penurunan fungsi berbagai
sistem organ. (Ono et al, 2017).
Koma miksedema adalah komplikasi yang langka dan mengancam
jiwa (rendahnya kadar hormon tiroid dalam aliran darah) yang
ditandai dengan hilangnya fungsi otak (koma)(Davis, 2021).
1.3.2 Etiologi
Menurut (Lee & Wira, 2009), banyak kasus koma miksedema
dilatarbelakangi karena hipotiroidisme berat, pembedahan kelenjar
tiroid, atau karena pengaruh radioaktif yodium pada pengobatan
gangguan tiroid.
Koma miksedema diakibatkan oleh malfungsi kelenjar tiroid,
hipofisis, atau hipotalamus. Apabila disebabkan oleh malfungsi
kelenjar tiroid, maka kadar Hormon Tiroid (HT) yang rendah akan
disertai oleh peningkatan kadar Tiroid Stimulating Hormon (TSH) dan
Tiroid Releaxing Hormon (TRH) karena tidak adanya umpan balik
negatif oleh HT pada hipofisis anterior dan hipotalamus.
Apabila hipotiroidisme terjadi akibat malfungsi hipofisis, maka
kadar HT yang rendah disebabkan oleh rendahnya kadar TSH. TRH
dari hipotalamus tinggi karena tidak adanya umpan balik negatif baik
dari TSH maupun HT.
Hipotiroidisme yang disebabkan oleh malfungsi hipotalamus akan
menyebabkan rendahnya kadar HT, TSH, dan TRH. Penurunan
Hormon Tiroid dalam darah menyebabkan laju metabolism basal
turun, yang mempengaruhi semua sistem tubuh.
Menurut (Mathew et al, 2011), mekanisme homeostatis yang
19

terganggu pada pasien hipotiroid menyebabkan koma miksedema. Ada


banyak faktor pencetus, antara lain :
a. Infeksi : infeksi saluran kemih, pneumonia, infeksi virus,
influenza, dll.
b. Luka bakar, retensi karbondioksida, dan trauma
c. Hipotermia dan hipoglikemia
d. Hipoksemia dan kecelakaan serebrovaskular
e. Obat-obatan : amiodaron, lithium, sedatif, penenang, anastesi,
opioid, beta-blocker(mengingat metabolisme obat yang lambat
pada pasien dengan hipotiroidisme, pasien memiliki risiko
overdosis anastesi dan obat penenang).
f. Gagal jantung kongestif
g. Perdarahan gastrointestinal
1.3.3 Manifestasi Klinis
Hampir seluruh sistem organ dan proses metabolik menurun
fungsinya pada keadaan hipotiroid yang berat. Tanda penting dari
myxedema coma adalah penurunan status mental dan hipotermia,
tetapi hipotensi, bradikardia, hipoglikemia, dan hipoventilasi
terkadang dapat juga dijumpai. (Elshimy & Correa, 2020).
Deskripsi singkat tentang manifestasi klinis spesifik pada sistem
organ, antara lain :
a. Sistem Kardiovaskuler
Gejala kardiovaskular yang umum terjadi penurunan frekuensi
denyut jantung, hipotensi, pembesaran jantung (jantung
miksedema), penurunan curah jantung, syok, aritmia, dan blok
jantung.
b. Sistem Pernafasan
Gejala pada sistem ini ditandai dengan hipoventilasi yang
disebabkan oleh gangguan respon ventilasi hipoksia dan
hiperkapnia dan kelemahan otot diafragma. Penyebab utama
lainnya yaitu, depresi pusat pernafasan karena penurunan respons
terhadap hiperkapnia, serta masalah yang mendukung adalah
20

pengurangan volume tidal karena efusi pleura atau


asites(Chatzitomaris, 2015).
c. Sistem Neurologis
Perjalanan koma miksedema umumnya merupakan
perkembangan yang lambat untuk sampai ke fase koma. Biasanya
pasien tidak datang dengan koma, terutama pada fase awal, tetapi
pasien datang dengan keluhan lesu. Manifestasi lain yang mungkin
termasuk meliputi, deprei, disorientasi, penurunan refleks tendon
dalam, psikosis mental yang lambat, paranoia dan ingatan yang
buruk(Ueno et al, 2015).
d. Sistem Gastrointestinal
Tanda dan gejala pada sistem ini berupa sakit perut, mual,
muntah, ileus, anoreksia, sembelit, dan asites (Khalid et al, 2016).
e. Ginjal dan Elektrolit
Gejala yang khas pada sistem ini adalah hiponatremia dan
penurunan laju filtrasi glomerulus, selain itu terjadi peningkatan
hormon antidiuretik (ADH). Pasien mungkin juga mengalami
atonia kandung kemih yang menyebabkan retensi urin(Kargili,
2010).
f. Hematologi
Pasien dengan koma miksedema ditandai dengan peningkatan
risiko perdarahan karena sindrom von willebrand didapat tipe 1
dan penurunan faktor V, VII, VIII, IX dan X(Olukman, 2010).
1.3.4 Patofisiologis
Koma miksedema terjadi sebagai akibat dari hipotiriodisme yang
berlangsung lama, tidak terdiagnosis, atau tidak diobati dan biasanya
dipicu oleh penyakit sistemik. Koma miksedema dapat disebabkan
oleh salah satu penyebab hipotiroidisme, paling sering tiroiditis
autoimun kronis. Ini juga dapat terjadi pada pasien yang menjalani
tiroidektomi atau menjalani terapi yodium radioaktif untuk
hipertiroidisme. Penyebab yang jarang terjadi seperti hipotiroidisme
sekunder dan obat-obatan seperti lithium dan amiodarone (Nicoloff &
21

LoPresti, 2015).
Mengingat pentingnya hormon tiroid dalam metabolisme sel,
hipotiroidisme yang berlangsung lama dikaitkan dengan penurunan
tingkat metabolisme dan penurunan konsumsi oksigen, yang
mempengaruhi semua sistem tubuh. Hal ini menyebabkan hipotermia,
yang merupakan prediktor kuat kematian. Konsekuensi lain adalah
penurunan metabolisme obat yang menyebabkan overdosis obat
terutama obat penenang, hipnotik, dan agen anestesi yang dapat
memicu koma miksedema (Nicoloff & LoPresti, 2015).
22

1.3.5 Pathway

Hipotiroidisme Koma Metabolisme Hipervolemia


miksedema tubuh (D.0022)

Obat-obatan (sedative,
narkotika, dan obat anastesi), Produksi ATP dan ADP
faktor infeksi, stroke, trauma,
gagal jantung, perdarahan
saluran pencernaan, hipotermia,
kegagalan pengobatan Energi Otot Pembentukan
gangguan kelenjar tiroid kalor tubuh

Hipotermia
(D.0131)
Metabolisme Tidak Kekuatan
anaerob adekuatnya kontraksi otot
kerja otot jantung Aktivitas GI
pernafasaan
Kelelahan
Penurunan Bradikardia Gerak
peristaltik
Intoleransi fungsi
usus
Aktivitas pernafasan
Hipotensi
(D.0056)
Konstipasi
CO (D.0049)
Depresi Supply O2
ventilasi ke otak

Dyspnea Gangguan
neurologis

Pola Nafas
Tidak Efektif Penurunan
(D.0005) kesadaran

Risiko Perfusi Serebral


Tidak Efektif Koma
(D.0017)
23

1.3.6 Pemeriksaan Diagnostik


Pemeriksaan darah yang mengukur kadar Hormon Tiroid (T3 dan
T4), Tiroid Stimulating Hormon, dan Tiroid Releasing Hormon akan
dapat mendiagnosis kondisi dan lokalisasi masalah di tingkat susunan
saraf pusat atau kelenjar tiroid. Pemeriksaan laboratorium untuk
mengetahui fungsi tiroid biasanya menunjukkan :
1) T4 serum rendah, TSH meningkat
2) Respon dari TSH ke TRH meningkat
3) Kolesterol meningkat, karena penghambatan enzim lipoprotein
lipase
4) Hiponatremia dengan osmolaritas serum rendah dan kreatinin
meningkat(meningkatkan ADH dengan penurunan kemampuan
ginjal untuk mengeksresikan air).
5) Konsentrasi pCO2 meningkat (Hipoksemia)
6) Pemeriksaan rontgen dada bisa menunjukkan adanya pembesaran
jantung
7) Pemeriksaan EKG dan enzim-enzim jantung diperlukan untuk
mengetahui adanya gangguan fungsi jantung(Kargili, 2010).
1.3.7 Penatalaksanaan
Miksedema/Koma miksedema adalah situasi yang mengancam
nyawa yang ditandai oleh eksaserbasi (perburukan) semua gejala
hipotiroidisme termasuk hipotermi tanpa menggigil, hipotensi,
hipoglikemia, hipoventilasi, dan penurunan kesadaran hingga koma.
Penatalaksanaan dilakukan untuk stabilisasi semua gejala dan
mencegah terjadinya kematian.
Dalam keadaan darurat pasien (misal koma miksedema) dapat
muncul secara ekstremis, tindakan yang dapat dilakukan meliputi :
a. Melakukan tindakan resusitasi awal, termasuk pemasangan akses
IV, pemantauan jantung, dan terapi oksigen sesuai indikasi.
b. Ventilasi mekanis diindikasikan untuk pasien dengan penurunan
kesadaran.
24

c. Evaluasi penyebab yang mengancam jiwa dari perubahan status


mental.
d. Jika dicurigai koma miksedema pada kesan klinis, dapat diberikan
pengobatan hormon T4 (Levothyroxine) dan T3 (Triiodothyronine,
Liothyronine). Dosis awal intravena T4 diberikan (200-400 mcg
sebanyak 1 kali), dilanjutkan 50-100 mcg setiap hari sampai pasien
dapat menggunakan T4 via oral. Dan dosis awal untuk T3 sebanyak
5-20 mcg intravena, dilanjutkan dengan dosis sebanyak 2,5-10 mcg
tiap 8 jam diwaktu yang sama. T3 dihentikan jika ada perbaikan
klinis dan pasien stabil. Dan pemberian hidrokortison intravena
sebanyak 100 mg setiap 8 jam-12 jam selama 2 hari, kemudian
dilanjutkan dosis yang lebih rendah).
e. Melakukan tindakan penghangatan seperti memberikan selimut dan
mengganti pakaian yang basah.
f. Mengatasi hiponatremia dengan pembatasan cairan, namun jika
kadar natrium <120 mEq/L atau kejang terjadi, cairan salin
hipertonik dapat diberikan.
g. Hindari obat-obatan, seperti obat penenang, anastesi, dll(Dubbs &
Spangler, 2014).
1.3.8 Komplikasi
Menurut (Murthy et al, 2015), apabila koma miksedema tidak
diobati dapat berakibat fatal seperti :
1) Koma
2) Gagal nafas
3) Iskemia miokard
4) Sepsis
5) Perdarahan gastrointestinal
1.4 Konsep Asuhan Keperawatan Koma Miksedema
1.4.1 Pengkajian Keperawatan
1. Primary Survey
a. Airway
Hal pertama yang dinilai adalah kelancaran airway.
25

Meliputi pemeriksaan adanya obstruksi jalan nafas yang dapat


disebabkan benda asing atau adanya penumpukan sekret akibat
kelemahan reflek batuk. Dalam hal ini dapat dilakukan chin lift
atau jaw thrust.
b. Breathing
Kelemahan menelan, batuk, melindungi jalan napas,
timbulnya pernapasan yang sulit dan/atau tak teratur, suara
nafas terdengar ronchi, aspirasi, whezing, sonor, stidor/
ngorok, ekspansi dinding dada.
c. Circulation
TD dapat normal atau meningkat, cek nadi dan irama, kaji
warna kulit (adanya sianosis), kaji adanya perdarahan,
kirimkan sampel darah untuk melakukan cek laboratorium,
capiler refill (3-4 detik), kaji tanda-tanda syok.
d. Disability
Penilaian neurologis secara cepat yaitu tingkat kesadaran,
ukuran dan reaksi pupil, serta menilai fungsi motorik dan
sensorik ekstremitas.
e. Exsposure
Mengkaji apakah ada cedera yang terlewat dengan
memeriksa seluruh tubuh, serta menjaga suhu pasien agar tidak
mengalami hipotermi. Pada pasien koma miksedema hipotermi
dapat terjadi.
2. Secondary Survey
Pengkajian sekunder meliputi anamnesis dan pemeriksaan fisik.
Anamnesis dapat meggunakan format SAMPLE
(Symptom,Alergi, Medikasi, Post illnes, Last meal, dan Event/
Environment yang berhubungan 5 dengan kejadian). Pemeriksaan
fisik dimulai dari kepala hingga kaki dan dapat pula ditambahkan
pemeriksaan diagnostik. Pengkajian sekunder dapat dilakukan
dengan cara mengkaji data dasar klien yang kemudian
digolongkan dalam SAMPLE. Pengkajian sekunder dilakukan
26

dengan menggunakan metode SAMPLE, yaitu sebagai berikut :


a. S : Sign and Symptom.
b. A : Allergies Riwayat alergi yang diderita klien atau keluarga
klien. Baik alergi obat-obatan ataupun kebutuhan akan
makan/minum.
c. M : Medications (Anticoagulants, insulin and cardiovascular
medications especially). Pengobatan yang diberikan pada
klien sebaiknya yang sesuai dengan keadaan klien dan tidak
menimbulka reaksi alergi. Pemberian obat dilakukan sesuai
dengan riwayat pengobatan klien.
d. P :Previous medical/surgical history. Riwayat pembedahan
atau masuk rumah sakit sebelumnya.
e. L :Last meal (Time) Waktu klien terakhir makan atau minum.
f. E :Events /Environment surrounding the injury;. Exactly
what happened.
Pada pengkajian dilakukan wawancara dan pemeriksaan fisik
untuk memperoleh informasi dan data yang nantinya akan
digunakan sebagai dasar untuk membuat asuhan keperawatan
klien.
a. Biodata/identitas klien meliputi : nama, umur, jenis kelamin,
agama, bahasa, pekerjaan, kebangsaan, alamat, pendidikan,
tanggal MRS, nomor register.
b. Keluhan utama : keluhan yang dirasakan klien pada saat
dikaji. Biasanya klien mengeluh : tampak lelah, loyo, tidak
tahan dingin, daya ingat menurun, sembelit, menstruasi tidak
teratur.
c. Kebiasaan hidup sehari-hari, seperti :
1) Pola makan (misal : mengkonsumsi makanan yang kadar
yodiumnya rendah, dan nafsu makan menurun).
2) Pola tidur (misal : klien menghabiskan banyak waktu
untuk tidur, sering tidur larut malam).
27

3) Pola aktivitas (misal : klien terlalu memporsir pekerjaan


sehingga sering mengeluh kelelahan).
d. Pengkajian psikososial
Klien sangat sulit membina hubungan sosial dengan
lingkungannya, mengurung diri/bahkan mania. Klien sangat
malas beraktivitas, dan ingin tidur sepanjang hari. Mengkaji
bagaimana konsep diri klien mencakup kelima komponen
diri.
e. Pengkajian fungsi seksual
1) Penurunan libido
2) Impotensi, infertilitas
3) Abnormalitas menstruasi (amenorea atau perdarahan
menstruasi lama)
f. Pemeriksaan fisik
a. B1 (Breathing)
Terdapat penurunan pernafasan seperti hipoventilasi,
penahanan CO2, dispnea, edema, penahanan air, bisa
terjadinya efusi pleura. Selain itu terdapata juga tanda-
tanda adanya gerakan dada, retraksi atau otot bantu
pernafasan, pada saat auskultasi terdengar adanya bunyi
nafas tambahan (gurgling, krakels, ronkhi, wheezing).
b. B2 (Blood)
Terdapat penurunan fungsi jantung seperti penurunan
kontraktilitas jantung, penurunan stroke volume,
penurunan HR, dan penurunan cardiac output. Pasien
dapat berkembang menjadi efusi pericardial sehingga
adanya perubahan atau penurunan listrik jantung pada
EKG.
Terjadinya hipotensi karena stimulasi adrenergik
menurun akibat penurunan tiroid. Terdapat juga tanda
berupa ektremitas pucat, dingin, nadi lambat dan lemah,
28

waktu pengisian kapiler >3 detik, tekanan darah turun,


dan sianosis.
c. B3 (Brain)
Terdapat tanda dan gejala akibat penurunan
metabolisme yang menghasilkan penurunan kesadaran,
depresi, letargi, somnolen, kurang berkonsntrasi, suara
parau, hiporefleksia. Pengaturan panas tubuh menurun
sehingga terjadinya hipotermia <35oC dan bisa terjadi
kegawatan.
d. B4 (Bladder)
Penurunan keluaran urin akibat fungsi ginjal terganggu
dengan penurunan kecepatan filtrasi glomerulus dan
kegagalan kemampuan untuk mengekskresikan beban
cairan.
e. B5 (Bowel)
Terdapat tanda dan gejala berupa penurunan bising
usus, anoreksia, konstipasi, ileus paralisis, peningkatan
berat badan dan asites.
f. B6 (Bone)
Penurunan refleks otot, kulit kering, dan bersisik,
rambut kepala tipis dan rapuh, pertumbuhan kuku buruk,
kuku menebal, rambut rontok, edema kulit terutama
dibawah mata.
1.4.2 Diagnosis Keperawatan
Diagnosis keperawatan yang mungkin muncul pada kasus Koma
Miksedema berdasarkan SDKI (2017), diantaranya :
1. Pola Nafas Tidak Efektif b.d Depresi Pusat Pernafasan (D.0005)
2. Risiko Perfusi Serebral Tidak Efektif b.d Penurunan Suplai
Oksigen ke Otak (D.0017).
3. Hipervolemia b.d Gangguan Mekanisme Regulasi (D.0022)
4. Konstipasi b.d Penurunan Motilitas Gasterointestinal (D.0049)
5. Intoleransi Aktivitas b.d Kelemahan (D.0056)
29

6. Hipotermia b.d Penurunan Laju Metabolisme (D.0131)


1.4.3 Intervensi Keperawatan
Rencana tindakan keperawatan yang terdiri dari tujuan dan kriteria
hasil sesuai SLKI (2019) dan intervensi keperawatan sesuai SIKI
(2018), diantaranya :
Diagnosa Tujuan dan Kriteria Hasil
No. Intervensi Keperawatan (SIKI)
Keperawatan (SLKI)
1. Pola Nafas Tidak L.01004 Pola Nafas I.01011 Manajemen Jalan Nafas
Efektif (D.0005) Setelah dilakukan intervensi Observasi
keperawatan selama 1 x 8 - Monitor pola nafas (frekuensi,
jam maka Pola Nafas kedalaman, usaha nafas)
membaik, dengan kriteria - Monitor bunyi nafas tambahan
hasil : (gurgling, mengi, wheezing,
- Dispnea menurun ronkhi kering)
- Penggunaan otot bantu - Monitor sputum (jumlah, warna,
nafas menurun aroma)
- Frekuensi nafas membaik Terapeutik
- Kedalaman nafas - Posisikan semi-fowler atau
membaik fowler
- Berikan oksigen
- Lakukan penghisapan lendir
kurang dari 15 menit
2. Risiko Perfusi L.02014 Perfusi Serebral I.06198 Pemantauan Tekanan
Serebral Tidak Efektif Setelah dilakukan intervensi Intra Kranial
(D.0017) keperawatan selama 1 x 8 Observasi
jam maka tingkat nyeri - Identifikasi penyebab
menurun, dengan kriteria peningkatan TIK.
hasil : - Monitor TTV
- Tingkat kesadaran Terapeutik
meningkat - Pertahankan posisi kepala dan
- Tekanan intra kranial leher tetap netral
menurun
- Sakit kepala menurun
- TTV membaik
3. Hipervolemia (D.0022) L.05020Keseimbangan I.03114 Manajemen Hipervolemia
Cairan Observasi
Setelah dilakukan intervensi - Periksa tanda dan gejala
keperawatan selama 1 x 8
hipervolemia
jam maka keseimbangan
cairan meningkat, dengan - Monitor status hemodinamik
kriteria hasil : - Monitor intake dan output cairan
- Keluaran urin meningkat Terapeutik
- Edema menurun - Batasi asupan cairan
30

- Turgor kulit membaik - Tinggikan kepala tempat tidur


30-40oC.
4. Hipotermia (D.0131) L.14134 Termoregulasi I.14507 Manajemen Hipotermia
Setelah dilakukan intervensi Observasi
keperawatan selama 1 x 8 - Monitor suhu tubuh
jam maka termoregulasi - Monitor tanda dan gejala akibat
membaik, dengan kriteria hipotermia
hasil : Terapeutik
- Menggigil menurun - Lakukan penghangatan aktif dan
- Suhu tubuh membaik pasif
- Lakukan penghangatan aktif
internal (mis. infus cairan
hangat, oksigen hangat
5. Konstipasi (D.0049) L.04033 Eliminasi Fekal I.04155 Manajemen Konstipasi
Setelah dilakukan intervensi Observasi
keperawatan selama 1 x 8 - Periksa tanda dan gejala
jam maka eliminasi fekal konstipasi
membaik, dengan kriteria Terapeutik
hasil : - Anjurkan diet tinggi serat
- Kontrol pengeluaran - Lakukan massase abdomen, jika
feses meningkat perlu
- Keluhan defekasi lama Kolaborasi
dan sulit menurun - Kolaborasi pemberian obat
- Frekuensi defeksi pencahar, jika perlu
membaik
- Peristaltik usus membaik
6. Intoleransi Aktivitas L.05047 Toleransi Aktivitas I.05178 Manajemen Energi
(D.0056) Setelah dilakukan intervensi Observasi
keperawatan selama 1 x 8 - Identifikasi gangguan fungsi
jam maka toleransi aktivitas tubuh yang mengakibatkan
meningkat, dengan kriteria kelelahan
hasil : - Monitor pola dan jam tidur
- Frekuensi nadi meningkat - Monitor lokasi dan
- Keluhan lelah menurun ketidaknyaman selama
- Dispnea saat aktivitas melakukan aktivitas
menurun Terapeutik
- Dispnea setelah aktivitas - Sediakan lingkungan nyaman
menurun dan rendah stimulus
- Lakukan latihan gerak pasif
dan/atau pasif
- Berikan aktivitas distraksi yang
menenangkan
31

1.4.4 Telaah Jurnal


Judul Status Mineral dan Hormon Tiroid Pada Penderita Hipotiroidisme
Rendahnya kadar hormon tiroid dalam sirkulasi mengakibatkan hipotiroidisme
Latar Belakang klinis dan menyebabkan berbagai proses metabolik turun. Untuk
mempertahankan sintesis hormon tiroid dan pelepasannya diperlukan suplai
beberapa mineral yang adekuat.
Tujuan untuk menentukan kadar mineral Zn, Cu, Fe, dan Se dalam serum anak yang
menderita hipotiroidisme dibandingkan dengan kontrol.
Kadar mineral yang diperiksa(Zn, Cu, Fe, dan Se) tidak berbeda bermakna (p >
Hasil 0,05) antara penderita hipotiroidisme dengan kelompok kontrol. Rendahnya
kadar Zn dan Se merupakan faktor risiko tingginya kadar thyroid stimulating
hormone (TSH) sebagai penanda terjadinya hipotiroidisme.
Rendahnya kadar beberapa mineral terutama Zn dan Se merupakan faktor risiko
Kesimpulan terjadinya hipotiroidisme. Karena kadar TSH dalam serum tidak hanya
dipengaruhi oleh kadar mineral dalam tubuh, perlu dilakukan studi lebih lanjut
dalam skala yang lebih besar dengan pengukuran faktor perancu lain.
Hastuti, P., Untung, S.W., & Roni, Oktarizal. 2018. Status Mineral dan
Sumber Hormon Tiroid Pada Penderita Hipotiroidisme. Journal of Community
Empowerment for Health.Vol.1(1) Hal 54-60

Judul Efek hipotyroidisme Terhadap Keterlambatan Usia Menarche


Hormon Tiroid memiliki peran yang penting terhadap perkembangan dan fungsi
organ reproduksi wanita. Pasien wanita dengan hipotiroidisme seringkali
Latar Belakang mengalami abnormalitas pada sistem reproduksi, termasuk terlambatnya usia
menarche, gangguan siklus haid dan gangguan kesuburan. Mekanisme
abnormalitas menstruasi pada hipotiroidisme belum sepenuhnya diketahui.
Tujuan untuk mengetahui hubungan hipotyroidisme sebagai salah satu penyebab
keterlambatan menarche.
Pada group hipotiroidisme (+) kelompok usia terbanyak usia 40-45 tahun (35%).
Mayoritas memiliki pekerjaan petani (40%) dan ibu rumah tangga (37,5%).
Pendidikan terakhir SLTP (40%) dan diikuti dengan pendidikan terakhir SD
Hasil (32,5%). Rata rata usia menarche pada group hipotyroidisme (+) (14,08 tahun ),
lebih tinggi dibanding group hipotyroidisme (-) (12,53 tahun), namun secara
statistik perbedaan usia menarche pada kedua group itu tidak signifikan
(p=0,098).
Status hipotyroidisme (+) tidak berpengaruh secara signifikan terhadap
Kesimpulan permulaan usia menarche. Hipotyroidisme tidak berbengaruh signifikan terhadap
keterlambatan usia menarche.
Sumber Jusup, A.A et, al. 2019. Efek hipotyroidisme Terhadap Keterlambatan Usia
Menarche. SMART MEDICAL JOURNAL.Vol.2(2)
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Hipertiroid adalah gangguan yang terjadi ketika kelenjar tiroid
memproduksi hormon tiroid lebih dari yang dibutuhkan tubuh. Hal ini
kadang-kadang disebut tirotoksikosis, istilah untuk hormon tiroid terlalu
banyak dalam darah.
Selain itu, penyakit kedaruratan pada kelenjar tiroid yang
membahayakan jiwa akibat hipotiroidisme ekstrim adalah Koma
miksedema. Hipotiroidisme adalah gangguan umum disertai gambaran
klinis yang luas, pasien dapat asimptomatik atau dapat mengalami sakit
berat disertai koma miksedema. Hipotiroidisme sering terjadi pada wanita
dan insidennya meningkat sesuai bertambahnya usia. Sekitar 10%-15%
pasien lansia mengalami peningkatan TSH akibat hipotiroidisme dan
penapisan rutin kelompok berisiko tinggi sering dilakukan pada lingkungan
keperawatan primer
3.2 Saran
Makalah ini sangat bagus untuk dibaca sebagai pedoman kita
dalam memahami penanganan kegawatdaruratan pada kasus
hipertiroid dan koma miksedema. Sehingga kedepan nanti kita bisa
bekerja dengan baik, dan dapat menerapkan asuhan keperawatan ini.
Sehingga kita bisa memberikan keperawatan yang baik kepada
pasien.

32
DAFTAR PUSTAKA

Chatzitomaris A, Scheeler M, Gotzmann M, Köditz R, Schildroth J, Knyhala KM,


Nicolas V, Heyer C, Mügge A, Klein HH, Dietrich JW. Second degree AV
block and severely impaired contractility in cardiac myxedema: a case
report. Thyroid Res. 2015;8:6.

Dewi, P. diah sandi, Putri, I. M. N., Yanti, N. P. E. S., Sri, Parwati, I. G. A.,
Saputra, I. M. D. T., Pratiwi, A., & Handayani, K. Y. (2018). KASUS
KEGAWATDARURATAN SISTEM ENDOKRIN: HIPERTIROIDISME.
KEPERAWATAN.

Dewi, R., & Permatasari, D. A. (2020). Pola Penggunaan Obat Antitiroid Pada
Pasien Hipertiroid Di Rsud Raden Mattaher Jambi. Journal of Healthcare
Technology and Medicine, 6(1), 114–124.
http://jurnal.uui.ac.id/index.php/JHTM/article/download/677/293

Dubbs SB, Spangler R. Hypothyroidism: causes, killers, and life-saving


treatments. Emerg Med Clin North Am. 2014 May. 32 (2):303-17

Elshimy G, Chippa V, Correa R. Myxedema. 2021 Oct 1. In: StatPearls [Internet].


Treasure Island (FL): StatPearls Publishing; 2022 Jan–. PMID: 31424777

Kargili A, Turgut FH, Karakurt F, Kasapoglu B, Kanbay M, Akcay A. 2010. A


forgotten but important risk factor for severe hyponatremia: myxedema
coma. Clinics (Sao Paulo).65(4):447-8

Khalid S, Asad-Ur-Rahman F, Abbass A, Gordon D, Abusaada K. 2016.


Myxedema Ascites: A Rare Presentation of Uncontrolled
Hypothyroidism. Cureus. 8(12):e912.

Lee CH, Wira CR. 2009. Severe angioedema in myxedema coma: a difficult
airway in a rare endocrine emergency. Am J Emerg Med. 27(8):1021.e1-2

33
34

Murthy TA, Rangappa P, Jacob I, Janakiraman R, Rao K. 2015. Myxoedema


coma in adults: Experience from a tertiary referral hospital intensive care
unit. Indian J Anaesth.59(5):315-7

Olukman O, Sahin U, Kavakli T, Kavakli K. 2010. Investigation of acquired von


Willebrand Syndrome in children with hypothyroidism: reversal after
treatment with thyroxine. J Pediatr Endocrinol Metab. 23(9):967-74.

Ono Y, et al. 2017. Clinical characteristics and outcomes of myxedema coma:


Analysis of a national inpatient database in Japan. J Epidemiol. 2017
Mar;27(3):117-122. doi: 10.1016/j.je.2016.04.002. Epub 2017 Jan 5. PMID:
28142035; PMCID: PMC5350620.

Tim Pokja SDKI DPP PPNI. 2016. Standar Diagnosa Keperawatan Indonesia
(1st ed). Jakarta : Dewan Pengurus Pusat Persatuan Perawatan Nasional
Indonesia

Tim Pokja SIKI DPP PPNI. 2018. Standar Intervensi Keperawatan Indonesia (I).
Jakarta. Dewan Pengurus Pusat Persatuan Perawatn Nasional Indonesia

Tim Pokja SIKI DPP PPNI. 2018. Standar Luaran Keperawatan Indonesia (I).
Jakarta. Dewan Pengurus Pusat Persatuan Perawatn Nasional Indonesia.

Ueno S, Tsuboi S, Fujimaki M, Eguchi H, Machida Y, Hattori N, Miwa H. Acute


psychosis as an initial manifestation of hypothyroidism: a case report. J Med
Case Rep. 2015 Nov 17;9:264

Yanti, A & Leniwita, H. (2019). Modul Keperawatan Medikal Bedah II. 1-323.
http://repository.uki.ac.id/2750/1/fmodulKMB2.pdf

You might also like