You are on page 1of 19

MAKALAH

MANAJEMEN FARMASI
STANDAR PELAYANAN APOTEK

DISUSUN OLEH KELOMPOK 2

Nama Anggota : 1. Selfira Putri Utami (F1G020002)


2. Yayu Herlinsa (F1G020003)
3. Nur Aulia Siswidiarni (F1G020005)
4. Darsinda Aura Hafisyah (F1G020010)
5. Rahmat Osama Ramadan (F1G020013)
6. Mahmudanti (F1G020015)
7. Ayyu Shavitry (F1G020017)
8. Ghina Jaisy Putri (F1G020026)
9. Yureka Arsimida (F1G020027)
10. Dinah Khairunnisa (F1G020028)
11. Putri Serindang Bulan (F1G020029)
12. Geatika Virania (F1G020031)
13. M. Hammam Muhaimin (F1G020039)
14. Messsy Retno Falupi (F1G020044)
15. Rosa Anjelina (F1G020047)
Hari/Tanggal : Selasa/29 Maret 2022
Dosen Pengampu : Yona Harianti Putri, M.farm., Apt.
PROGRAM STUDI S1 FARMASI
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS BENGKULU
2022

i
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan
hidayah-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan tugas Makalah Mata Kuliah
“Manajemen Farmasi”. Adapun tujuan dari penulisan dari makalah ini adalah
untuk memenuhi tugas dosen pada Mata Kuliah Manajemen Farmasi. Selain itu,
makalah ini juga bertujuan untuk menambah wawasan tentang materi Standar
Pelayanan Apotek.

Kami mengucapkan terima kasih kepada ibu Yona Harianti Putri, M.Farm,
Apt., selaku dosen mata kuliah yang telah memberikan tugas ini sehingga dapat
menambah pengetahuan dan wawasan sesuai dengan bidang studi yang kami
tekuni. Kami juga mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah
membagi sebagian pengetahuannya sehingga kami dapat menyelesaikan makalah
ini. Kami menyadari makalah yang kami tulis ini jauh dari kata sempurna. Oleh
karena itu, kritik dan saran yang membangun akan kami nantikan demi
kesempurnaan makalah ini.

Bengkulu, 31 Maret 2022

Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ............................................................................................. i

DAFTAR ISI ........................................................................................................... ii

BAB I ...................................................................................................................... 1

PENDAHULUAN .................................................................................................. 1

1.1 Latar Belakang ......................................................................................... 1

1.2 Rumusan Masalah .................................................................................... 2

1.3 Tujuan Pembelajaran ................................................................................ 2

BAB II ..................................................................................................................... 3

PEMBAHASAN ..................................................................................................... 3

2.1 Pengertian Apotek .................................................................................... 3

2.2 Standar Pelayanan Kefarmasian Di Apotek ............................................. 4

2.3 Standar Operasional Prosedur (SOP) ..................................................... 11

BAB III ................................................................................................................. 13

PENUTUP ............................................................................................................. 13

3.1 Kesimpulan ............................................................................................. 13

3.2 Saran ....................................................................................................... 13

DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................... 14

LAMPIRAN .......................................................................................................... 15

ii
1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Hingga beberapa tahun belakangan ini, pertumbuhan inudstri farmasi menjadi
lebih baik dan berkembang. Salah satu faktor pendorong tumbuhnya industri
farmasi adalah banyaknya jangkauan kepesertaan dari Jaminan Kesehatan
Nasional (JKN) atau BPJS Kesehatan yang telah mencapai 175 juta anggota
hingga Maret 2017, atau 66% dari total populasi penduduk Indonesia. Hal ini juga
didukung komitmen pemerintah menjadikan industri farmasi sebagai salah satu
industri prioritas di Indonesia.
Perkembangan perindustrian farmasi ini juga menyebabkan bisnis-bisnis
yang bergerak dalam dunia farmasi juga turut mengalami peningkatan, salah
satunya adalah usaha bisnis apotek, yang juga turut bertambah dan berkembang.
Pertumbahnya jumlah apotek ini menyebabkan persaingan yang semakin ketat.
Diperlukan suatu standar kerja di perusahaan untuk menjaga konsistensi kinerja
perusahaan, maka dari itu diperlukan Standar Operasional Prosedur (SOP) dalam
penerapannya. Standart Operasional Prosedur (SOP) adalah suatu penetapan
standar ukur perusahaan, penggunaan sumber daya yang tepat, pemilihan proses
operasional yang sesuai, pelaksanaan operasi-operasi yang perlu dilakukan, dan
pemeriksaan produk/jasa untuk meneliti kesesuaiannya dengan spesifik.
Standarisasi menyangkut penetapan spesifikasi- spesifikasi yang tepat atau
pengukuran-pengukuran yang teliti.
Fungsi Standar Operasional Prosedur (SOP) adalah untuk menjelaskan semua
konsep dan teknik, serta persyaratan yang dibutuhkan, yang terdapat dalam setiap
aktivitas peruahaan yang disampaikan ke dalam suatu bentuk yang langsung dapat
diterapkan oleh karyawan dalam pelaksanaan aktivitas kerja perusahaan sehari-
hari. Tanpa SOP perusahaan tidak memiliki suatu media sebagai pedoman yang
pasti, dan peluang unkonsistensi dalam menjalankan proses-proses aktivitas
perusahaan sangat mungkin terjadi sehingga kualitas kinerja perusahaan tidak
maksimal, terdapat kesalahan-kesalahan dalam pelaksanaan prosedur-prosedur
perusahaan seperti kesalahan tatacara penyimpanan obat, dan peroses pembukuan
yang masih menggunakan sistem manual yang memakan waktu sehingga
mengganggu kinerja perusahaan. Semua itu untuk memenuhi segala kebutuhan
dan tuntutan yang berikan oleh lingkungan eksteranal maupun lingkungan internal
perusahaan sendiri. Maka dari itu diperlukan suatu tatacara atau peraturan
perusahaan yang dapat menjaga segala aktivitas perusahaan agar tetap berjalan
sesuai dengan tujuan perusahaan sendiri, seperti Standar Operasional Prosedur.
Dengan SOP diharapkan mutu barang yang dijual dapat terjaga, dimana
tatacara penyimpanan obat telah dijalankan dengan baik dan benar sesuai dengan
ketentuan masing-masing obat, pengadaan barang menjadi lebih efisien dan
1
2

efektif dari segi waktu sehingga tidak mengganggu proses kerja yang lain,
penyimpanan barang dan pembagian jenis produk menjadi lebih efektif dengan
tataletak obat yang mudah untuk diperiksa dan dikelolah, dan pelayanan kepada
konsumen menjadi lebih baik. Diharapkan dengan hadirnya SOP di perusahaan
produktifitas perusahaan dapat meningkat menjadi lebih baik dimana pengaturan
waktu menjadi lebih baik dan efektif, dan tatacara penyimpanan obat sesuai
dengan ketentuan, dan perusahaan mampu untuk menghadapi keadaan pasar saat
ini.
Pelayanan kefarmasian di apotek adalah satu kesatuan yang tidak dapat
dipisahkan dari pelaksanaan upaya kesehatan yang berperan penting dalam
meningkatkan mutu pelayanan kesehatan yang baik bagi masyarakat. Pengelolaan
sediaan farmasi merupakan salah satu kegiatan pelayanan kefarmasian yang
dimulai dari perencanaan, permintaan, penerimaan, penyimpanan, pendistribusian,
pengendalian, pencatatan dan pelaporan serta pemantauan dan evaluasi.
Tujuannya adalah untuk menjamin kelangsungan ketersediaan dan keterjangkauan
obat dan bahan medis habis pakai yang efisien, efektif dan rasional, serta
meningkatkan kompetensi/kemampuan tenaga kefarmasian, mewujudkan sistem
informasi manajemen, dan melaksanakan pengendalian mutu pelayanan
(Kemenkes RI 2014)
Pengelolaan perbekalan farmasi di Apotek harus efisien dan optimal sehingga
menjamin terpenuhinya kriteria tepat jenis, tepat jumlah, tepat sasaran, tepat dosis
dan tepat waktu (Kemenkes RI 2014). Pelayanan Kefarmasian di Apotek meliputi
2 (dua) kegiatan, yaitu kegiatan yang bersifat manajerial berupa pengelolaan
Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai dan pelayanan
farmasi klinik. Kegiatan tersebut harus didukung oleh sumber daya manusia,
sarana dan prasarana.

1.2 Rumusan Masalah


1. Apa yang dimaksud dengan apotek?
2. Apa saja standar pelayanan farmasi di apotek?
3. Apa itu Standar Operasional Prosedur (SOP)?

1.3 Tujuan Pembelajaran


2. Untuk mengetahui pengertian apotek
3. Untuk mengetahui standar pelayanan farmasi di apotek
4. Untuk mengetahui mengenai Standar Operasional Prosedur (SOP)
3

BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Apotek


Apotek adalah tempat tertentu tempat dilakukan pekerjaan kefarmasian
dan penyaluran sediaan farmasi, perbekalan kesehatan lainnya kepada
masyarakat (Anonim, 2002; Anonim, 2004 dalam Hartini, 2016). Tugas dan
fungsi apotek adalah sebagai tempat pengabdian profesi seorang apoteker
yang telah mengucapkan sumpah jabatan; sebagai sarana farmasi yang
melaksanakan peracikan, pengubahan bentuk, pencampuran dan penyerahan
obat atau bahan obat dan sebagai sarana penyalur perbekalan farmasi yang
harus menyebarkan obat yang diperlukan masyarakat secara meluas dan
merata (Anonim, 1980 dalam Hartini, 2016).

Apotek merupakan salah satu sarana pelayanan kesehatan dalam


membantu mewujudkan tercapainya derajat kesehatan yang optimal bagi
masyarakat, selain itu juga sebagai salah satu tempat pengabdian dan praktek
profesi apoteker dalam melakukan pekerjaan kefarmasian (Hartini dan
Sulasmono, 2007 dalam Hartini, 2016).

Dalam Undang Undang (UU) no.23 tahun 1992 dalam Hartini, 2016
tentang Kesehatan dinyatakan bahwa tenaga kesehatan berhak memperoleh
perlindungan hukum dalam melaksanakan tugas sesuai dengan profesinya.
Tenaga kesehatan dalam melakukan tugasnya berkewajiban untuk memenuhi
standar profesi dan menghormati hak pasien. Apoteker adalah tenaga
kefarmasian dan merupakan salah satu tenaga kesehatan, maka apoteker dalam
melakukan tugasnya berkewajiban untuk memenuhi standar profesi. Standar
profesi adalah pedoman yang harus dipergunakan sebagai petunjuk dalam
menjalankan profesi secara baik (Anonim, 1992; Anonim, 1996 dalam Hartini,
2016). Untuk menjamin mutu pelayanan kefarmasian kepada masyarakat,
telah disusun dan mulai diberlakukan sejak 15 September 2004 suatu standar
pelayanan kefarmasian di apotek yang bertujuan sebagai pedoman praktik
apoteker dalam menjalankan profesi; untuk melindungi masyarakat dari
pelayanan yang tidak profesional dan untuk melindungi profesi dalam
menjalankan praktik kefarmasian. Apoteker harus memberikan konseling
mengenai sediaan farmasi, pengobatan dan perbekalan kesehatan lainnya
sehingga dapat memperbaiki kualitas hidup pasien atau yang bersangkutan
terhindar dari bahaya penyalahgunaan atau penggunasalahan sediaan farmasi
atau perbekalan kesehatan lainnya. Sebagai care giver, apoteker diharapkan
juga dapat melakukan pelayanan kefarmasian yang bersifat kunjungan ke
rumah, khususnya untuk kelompok lansia dan pasien dengan pengobatan
penyakit kronis lainnya. Untuk aktivitas ini apoteker harus membuat catatan
4

berupa catatan pengobatan setiap pasien (medication record) (Anonim, 2004


dalam Hartini, 2016). Perlu dilihat sampai sejauh mana pelaksanaan standar
pelayanan kefarmasian di apotek pada tempat dimana praktek profesi apoteker
dilaksanakan.

Berdasarkan kewenangan pada peraturan perundang-undangan, Pelayanan


Kefarmasian telah mengalami perubahan yang semula hanya berfokus kepada
pengelolaan Obat (drug oriented) berkembang menjadi pelayanan
komprehensif meliputi pelayanan Obat dan pelayanan farmasi klinik yang
bertujuan untuk meningkatkan kualitas hidup pasien. Peraturan Pemerintah
Nomor 51 Tahun 2009 tentang Pekerjaan Kefarmasian menyatakan bahwa
Pekerjaan Kefarmasian adalah pembuatan termasuk pengendalian mutu
Sediaan Farmasi, pengamanan, pengadaan, penyimpanan dan pendistribusian
atau penyaluran Obat, pengelolaan Obat, pelayanan Obat atas Resep dokter,
pelayanan informasi Obat, serta pengembangan Obat, bahan Obat dan Obat
tradisional. Pekerjaan kefarmasian tersebut harus dilakukan oleh tenaga
kesehatan yang mempunyai keahlian dan kewenangan untuk itu. Peran
Apoteker dituntut untuk meningkatkan pengetahuan, keterampilan, dan
perilaku agar dapat melaksanakan interaksi langsung dengan pasien. Bentuk
interaksi tersebut antara lain adalah pemberian informasi Obat dan konseling
kepada pasien yang membutuhkan (Kemenkes, 2016).

Pelayanan Kefarmasian di Apotek meliputi 2 (dua) kegiatan, yaitu


kegiatan yang bersifat manajerial berupa pengelolaan Sediaan Farmasi, Alat
Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai dan pelayanan farmasi klinik.
Kegiatan tersebut harus didukung oleh sumber daya manusia, sarana dan
prasarana.

2.2 Standar Pelayanan Kefarmasian Di Apotek


Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek meliputi standar ; a.
Pengelolaan sediaan farmasi, alat kesehatan, dan bahan medis habis pakai, dan
b. Pelayanan farmasi klinik.

A. Pengelolaan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis


Habis Pakai

Pengelolaan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis


Pakai dilakukan sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku
meliputi perencanaan, pengadaan, penerimaan, penyimpanan, pemusnahan,
pengendalian, pencatatan dan pelaporan.
5

a. Perencanaan Dalam membuat perencanaan pengadaan Sediaan


Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai perlu
diperhatikan pola penyakit, pola konsumsi, budaya dan
kemampuan masyarakat.
b. Pengadaan Untuk menjamin kualitas Pelayanan Kefarmasian maka
pengadaan Sediaan Farmasi harus melalui jalur resmi sesuai
ketentuan peraturan perundang-undangan.
c. Penerimaan Penerimaan merupakan kegiatan untuk menjamin
kesesuaian jenis spesifikasi, jumlah, mutu, waktu penyerahan dan
harga yang tertera dalam surat pesanan dengan kondisi fisik yang
diterima.
d. Penyimpanan
1) Obat/bahan Obat harus disimpan dalam wadah asli dari pabrik.
Dalam hal pengecualian atau darurat dimana isi dipindahkan
pada wadah lain, maka harus dicegah terjadinya kontaminasi
dan harus ditulis informasi yang jelas pada wadah baru. Wadah
sekurang- kurangnya memuat nama Obat, nomor batch dan
tanggal kadaluwarsa.
2) Semua Obat/bahan Obat harus disimpan pada kondisi yang
sesuai sehingga terjamin keamanan dan stabilitasnya.
3) Tempat penyimpanan obat tidak dipergunakan untuk
penyimpanan barang lainnya yang menyebabkan kontaminasi
4) Sistem penyimpanan dilakukan dengan memperhatikan bentuk
sediaan dan kelas terapi Obat serta disusun secara alfabetis.
5) Pengeluaran Obat memakai sistem FEFO (First Expire First
Out) dan FIFO (First In First Out).
e. Pemusnahan dan penarikan
1) Obat kadaluwarsa atau rusak harus dimusnahkan sesuai dengan
jenis dan bentuk sediaan. Pemusnahan Obat kadaluwarsa atau
rusak yang mengandung narkotika atau psikotropika dilakukan
oleh Apoteker dan disaksikan oleh Dinas Kesehatan
Kabupaten/Kota. Pemusnahan Obat selain narkotika dan
psikotropika dilakukan oleh Apoteker dan disaksikan oleh
tenaga kefarmasian lain yang memiliki surat izin praktik atau
surat izin kerja. Pemusnahan dibuktikan dengan berita acara
pemusnahan menggunakan Formulir 1 sebagaimana terlampir.
2) Resep yang telah disimpan melebihi jangka waktu 5 (lima)
tahun dapat dimusnahkan. Pemusnahan Resep dilakukan oleh
Apoteker disaksikan oleh sekurang-kurangnya petugas lain di
Apotek dengan cara dibakar atau cara pemusnahan lain yang
dibuktikan dengan Berita Acara Pemusnahan Resep
6

menggunakan Formulir 2 sebagaimana terlampir dan


selanjutnya dilaporkan kepada dinas kesehatan kabupaten/kota.
3) Pemusnahan dan penarikan Sediaan Farmasi dan Bahan Medis
Habis Pakai yang tidak dapat digunakan harus dilaksanakan
dengan cara yang sesuai dengan ketentuan peraturan
perundangundangan.
4) Penarikan sediaan farmasi yang tidak memenuhi
standard/ketentuan peraturan perundang-undangan dilakukan
oleh pemilik izin edar berdasarkan perintah penarikan oleh
BPOM (mandatory recall) atau berdasarkan inisiasi sukarela
oleh pemilik izin edar (voluntary recall) dengan tetap
memberikan laporan kepada Kepala BPOM.
5) Penarikan Alat Kesehatan dan Bahan Medis Habis Pakai
dilakukan terhadap produk yang izin edarnya dicabut oleh
Menteri.
f. Pengendalian
Pengendalian dilakukan untuk mempertahankan jenis dan jumlah
persediaan sesuai kebutuhan pelayanan, melalui pengaturan sistem
pesanan atau pengadaan, penyimpanan dan pengeluaran. Hal ini
bertujuan untuk menghindari terjadinya kelebihan, kekurangan,
kekosongan, kerusakan, kadaluwarsa, kehilangan serta
pengembalian pesanan. Pengendalian persediaan dilakukan
menggunakan kartu stok baik dengan cara manual atau elektronik.
Kartu stok sekurang- kurangnya memuat nama Obat, tanggal
kadaluwarsa, jumlah pemasukan, jumlah pengeluaran dan sisa
persediaan.
g. Pencatatan dan Pelaporan
Pencatatan dilakukan pada setiap proses pengelolaan Sediaan
Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai meliputi
pengadaan (surat pesanan, faktur), penyimpanan (kartu stok),
penyerahan (nota atau struk penjualan) dan pencatatan lainnya
disesuaikan dengan kebutuhan. Pelaporan terdiri dari pelaporan
internal dan eksternal. Pelaporan internal merupakan pelaporan
yang digunakan untuk kebutuhan manajemen Apotek, meliputi
keuangan, barang dan laporan lainnya. Pelaporan eksternal
merupakan pelaporan yang dibuat untuk memenuhi kewajiban
sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan, meliputi
pelaporan narkotika, psikotropika dan pelaporan lainnya. Petunjuk
teknis mengenai pencatatan dan pelaporan akan diatur lebih lanjut
oleh Direktur Jenderal.
7

B. Pelayanan Farmasi Klinik.

Pelayanan farmasi klinik di Apotek merupakan bagian dari Pelayanan


Kefarmasian yang langsung dan bertanggung jawab kepada pasien berkaitan
dengan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai
dengan maksud mencapai hasil yang pasti untuk meningkatkan kualitas hidup
pasien. Pelayanan farmasi klinik meliputi:

1. Pengkajian dan pelayanan Resep;


Kegiatan pengkajian Resep meliputi administrasi, kesesuaian
farmasetik dan pertimbangan klinis. Kajian administratif meliputi:
1) Nama pasien, umur, jenis kelamin dan berat badan;
2) Nama dokter, nomor Surat Izin Praktik (SIP), alamat, nomor
telepon dan paraf; dan
3) Tanggal penulisan Resep.
Kajian kesesuaian farmasetik meliputi:
1) Bentuk dan kekuatan sediaan;
2) Stabilitas; dan
3) Kompatibilitas (ketercampuran Obat).
Pertimbangan klinis meliputi:
1) Ketepatan indikasi dan dosis Obat;
2) Aturan, cara dan lama penggunaan Obat;
3) Duplikasi dan/atau polifarmasi;
4) Reaksi Obat yang tidak diinginkan (alergi, efek samping Obat,
manifestasi klinis lain);
5) Kontra indikasi; dan
6) Interaksi.
Jika ditemukan adanya ketidaksesuaian dari hasil pengkajian maka
Apoteker harus menghubungi dokter penulis Resep.
Pelayanan Resep dimulai dari penerimaan, pemeriksaan ketersediaan,
penyiapan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis
Pakai termasuk peracikan Obat, pemeriksaan, penyerahan disertai
pemberian informasi. Pada setiap tahap alur pelayanan Resep dilakukan
upaya pencegahan terjadinya kesalahan pemberian Obat (medication
error). Petunjuk teknis mengenai pengkajian dan pelayanan Resep akan
diatur lebih lanjut oleh Direktur Jenderal.

2. Dispensing;
Dispensing terdiri dari penyiapan, penyerahan dan pemberian
informasi Obat. Setelah melakukan pengkajian Resep dilakukan hal
sebagai berikut:
1) Menyiapkan Obat sesuai dengan permintaan Resep:
a) Menghitung kebutuhan jumlah Obat sesuai dengan Resep;
8

b) Mengambil Obat yang dibutuhkan pada rak penyimpanan


dengan memperhatikan nama Obat, tanggal kadaluwarsa dan
keadaan fisik Obat.
2) Melakukan peracikan Obat bila diperlukan
3) Memberikan etiket sekurang-kurangnya meliputi:
a) warna putih untuk Obat dalam/oral;
b) warna biru untuk Obat luar dan suntik;
c) menempelkan label “kocok dahulu” pada sediaan bentuk
suspensi atau emulsi.
4) Memasukkan Obat ke dalam wadah yang tepat dan terpisah untuk
Obat yang berbeda untuk menjaga mutu Obat dan menghindari
penggunaan yang salah.
Setelah penyiapan Obat dilakukan hal sebagai berikut:
1) Sebelum Obat diserahkan kepada pasien harus dilakukan pemeriksaan
kembali mengenai penulisan nama pasien pada etiket, cara penggunaan
serta jenis dan jumlah Obat (kesesuaian antara penulisan etiket dengan
Resep);
2) Memanggil nama dan nomor tunggu pasien;
3) Memeriksa ulang identitas dan alamat pasien
4) Menyerahkan Obat yang disertai pemberian informasi Obat;
5) Memberikan informasi cara penggunaan Obat dan hal-hal yang terkait
dengan Obat antara lain manfaat Obat, makanan dan minuman yang harus
dihindari, kemungkinan efek samping, cara penyimpanan Obat dan lain-
lain;
6) Penyerahan Obat kepada pasien hendaklah dilakukan dengan cara yang
baik, mengingat pasien dalam kondisi tidak sehat mungkin emosinya tidak
stabil;
7) Memastikan bahwa yang menerima Obat adalah pasien atau keluarganya;
8) Membuat salinan Resep sesuai dengan Resep asli dan diparaf oleh
Apoteker (apabila diperlukan);
9) Menyimpan Resep pada tempatnya;
10) Apoteker membuat catatan pengobatan pasien dengan menggunakan
Formulir 5 sebagaimana terlampir.
Apoteker di Apotek juga dapat melayani Obat non Resep atau
pelayanan swamedikasi. Apoteker harus memberikan edukasi kepada
pasien yang memerlukan Obat non Resep untuk penyakit ringan dengan
memilihkan Obat bebas atau bebas terbatas yang sesuai.

3. Pelayanan Informasi Obat (PIO);


Pelayanan Informasi Obat merupakan kegiatan yang dilakukan
oleh Apoteker dalam pemberian informasi mengenai Obat yang tidak
memihak, dievaluasi dengan kritis dan dengan bukti terbaik dalam segala
9

aspek penggunaan Obat kepada profesi kesehatan lain, pasien atau


masyarakat. Informasi mengenai Obat termasuk Obat Resep, Obat bebas
dan herbal. Informasi meliputi dosis, bentuk sediaan, formulasi khusus,
rute dan metoda pemberian, farmakokinetik, farmakologi, terapeutik dan
alternatif, efikasi, keamanan penggunaan pada ibu hamil dan menyusui,
efek samping, interaksi, stabilitas, ketersediaan, harga, sifat fisika atau
kimia dari Obat dan lain-lain.
Kegiatan Pelayanan Informasi Obat di Apotek meliputi:
1) Menjawab pertanyaan baik lisan maupun tulisan;
2) Membuat dan menyebarkan buletin/brosur/leaflet, pemberdayaan
masyarakat (penyuluhan);
3) Memberikan informasi dan edukasi kepada pasien;
4) Memberikan pengetahuan dan keterampilan kepada mahasiswa
farmasi yang sedang praktik profesi;
5) Melakukan penelitian penggunaan Obat;
6) Membuat atau menyampaikan makalah dalam forum ilmiah;
melakukan program jaminan mutu.

4. konseling;
Konseling merupakan proses interaktif antara Apoteker dengan
pasien/keluarga untuk meningkatkan pengetahuan, pemahaman, kesadaran
dan kepatuhan sehingga terjadi perubahan perilaku dalam penggunaan
Obat dan menyelesaikan masalah yang dihadapi pasien.

5. Pelayanan Kefarmasian di rumah (home pharmacy care);


Apoteker sebagai pemberi layanan diharapkan juga dapat
melakukan Pelayanan Kefarmasian yang bersifat kunjungan rumah,
khususnya untuk kelompok lansia dan pasien dengan pengobatan penyakit
kronis lainnya.\
Jenis Pelayanan Kefarmasian di rumah yang dapat dilakukan oleh
Apoteker, meliputi :
1) Penilaian/pencarian (assessment) masalah yang berhubungan
dengan pengobatan
2) Identifikasi kepatuhan pasien
3) Pendampingan pengelolaan Obat dan/atau alat kesehatan di rumah,
misalnya cara pemakaian Obat asma, penyimpanan insulin
4) Konsultasi masalah Obat atau kesehatan secara umum
5) Monitoring pelaksanaan, efektifitas dan keamanan penggunaan
obat berdasarkan catatan pengobatan pasien
6) Dokumentasi pelaksanaan Pelayanan Kefarmasian di rumah dengan
menggunakan Formulir.
10

6. Pemantauan Terapi Obat (PTO); dan


Merupakan proses yang memastikan bahwa seorang pasien
mendapatkan terapi Obat yang efektif dan terjangkau dengan memaksimalkan
efikasi dan meminimalkan efek samping.
Kriteria pasien:
1) Anak-anak dan lanjut usia, ibu hamil dan menyusui.
2) Menerima Obat lebih dari 5 (lima) jenis.
3) Adanya multidiagnosis.
4) Pasien dengan gangguan fungsi ginjal atau hati.
5) Menerima Obat dengan indeks terapi sempit.
6) Menerima Obat yang sering diketahui menyebabkan reaksi Obat yang
merugikan.
Kegiatan:
1) Memilih pasien yang memenuhi kriteria.
2) Mengambil data yang dibutuhkan yaitu riwayat pengobatan pasien yang
terdiri dari riwayat penyakit, riwayat penggunaan Obat dan riwayat
alergi; melalui wawancara dengan pasien atau keluarga pasien atau
tenaga kesehatan lain
3) Melakukan identifikasi masalah terkait Obat. Masalah terkait Obat
antara lain adalah adanya indikasi tetapi tidak diterapi, pemberian Obat
tanpa indikasi, pemilihan Obat yang tidak tepat, dosis terlalu tinggi, dosis
terlalu rendah, terjadinya reaksi Obat yang tidak diinginkan atau
terjadinya interaksi Obat
4) Apoteker menentukan prioritas masalah sesuai kondisi pasien dan
menentukan apakah masalah tersebut sudah atau berpotensi akan
terjadi
5) Memberikan rekomendasi atau rencana tindak lanjut yang berisi
rencana pemantauan dengan tujuan memastikan pencapaian efek terapi
dan meminimalkan efek yang tidak dikehendaki
6) Hasil identifikasi masalah terkait Obat dan rekomendasi yang telah
dibuat oleh Apoteker harus dikomunikasikan dengan tenaga kesehatan
terkait untuk mengoptimalkan tujuan terapi.
7) Melakukan dokumentasi pelaksanaan pemantauan terapi Obat dengan
menggunakan Formulir.

7. Monitoring Efek Samping Obat (MESO).


Merupakan kegiatan pemantauan setiap respon terhadap Obat yang
merugikan atau tidak diharapkan yang terjadi pada dosis normal yang
digunakan pada manusia untuk tujuan profilaksis, diagnosis dan terapi atau
memodifikasi fungsi fisiologis.
Kegiatan dalam Monitoring Efek Samping Obat (MESO), yaitu :
1) Mengidentifikasi Obat dan pasien yang mempunyai resiko tinggi
mengalami efek samping Obat.
11

2) Mengisi formulir Monitoring Efek Samping Obat (MESO)


3) Melaporkan ke Pusat Monitoring Efek Samping Obat Nasional
dengan menggunakan Formulir 10 sebagaimana terlampir.
Faktor yang perlu diperhatikan:
1) Kerjasama dengan tim kesehatan lain.
2) Ketersediaan formulir Monitoring Efek Samping Obat.

2.3 Standar Operasional Prosedur (SOP)


Standart Operasional Prosedur adalah suatu media untuk menetapkan
standar ukur suatu perusahaan, penggunaan sumber daya yang tepat,
pemilihan proses operasional yang tepat, pelaksanaan proses-proses yang
perlu dilakukan, dan pemeriksaan produk/jasa untuk meneliti kesesuaiannya
dengan spesifik. Standarisasi menyangkut penetapan spesifikasispesifikasi
yang tepat atau pengukuran-pengukuran yang teliti. Dengan membuat
Standard Operating Procedure (SOP), diharapkan suatu perusahaan
mendapatkan beberapa manfaat (Gasperz, 2002 dalam Setiawan, 2018),
seperti dapat menjadi media untuk menyampaikan secara terperinci semua
aktivitas perusahaan yang dijalankan, menstandarkan semua aktivitas yang
dilakukan pihak-pihak yang bersangkutan, membantu menyederhanakan
seluruh syarat yang diperlukan dalam proses pengambilan keputusan, dan
meningkatkan komunikasi antar anggota peruahaan, terutama untuk para
pekerja dengan pihak manajemen. Sebagai perusahaan yang belum memiliki
Standar Operasional Prosedur atau SOP (Setiawan, 2018).

Berikut beberapa contoh SOP yang dapat diterapkan pada Apotek:

1. SOP (Standar Operasional Prosedur) penerimaan perbekalan farmasi di


Apotek. Meliputi kesesuaian antara nama apotek, alamat apotek, nama
barang, jumlah barang, expired, nomor batch, bentuk sediaan dengan
faktur dari PBF. Jika barang yang datang tidak sesuai dengan surat
pesanan atau yang terterapada faktur maka dilakukan returlangsung
dengan dicatat dalam berita acara pengembalian rangkap 2 (dua), 1 (satu)
untuk arsip apotek dan 1 (satu) lagi untuk PBF disertai tanda tangan
petugas farmasi yang mempunyai legalitas. Selanjutnya barang diletakkan
di tempat transit untuk dilakukan pelabelan (nama PBF, tanggal, bulan,
tahun). Faktur penerimaan yang telah sesuai segera dilakukan inputdata ke
komputer. Terakhir barang disimpan sesuai spesifikasi masing-masing
serta mendokumentasikan faktur sebagai arsip dengan cara dibendel sesuai
sumber atau PBF.
2. SOP (Standar Operasional Prosedur) penyimpanan perbekalan farmasi di
Apotek menggunakan prinsip FIFO (First In First Out) obat yang masuk
lebih dulu maka harus keluar lebih dulu, prinsip FEFO (First Expired First
12

Out) obat yang kadaluarsa lebih awal maka harus keluar lebih dulu, untuk
LASA (Look Alike Sound Alike) tidak diberi tanda dan tidak diberi
pemisah. Obat-obatan disusun secara alfabetis dan dikelompokkan
berdasarkan bentuk sediaan seperti sirup paten, sirup generik, tablet paten,
tablet generik, salep mata, salep kulit, tetes mata, tetes telinga, inhaller.
Penggunaan lemari khusus untuk menyimpan OOT (Obat-Obat Tertentu),
obat Psikotropika, Narkotika. Penggunaan lemari pendingin untuk sediaan
suppo, ovula, insulin, injeksi. Dalam sediaan obat dicantumkan nama obat
beserta kandungannya ditata dengan rapi agar memudahkan saat
pencarian. Bahan medis habis pakai disimpan di rak khusus. Alat
kesehatan di-displaydi depan area pelayanan.Barang yang memakan
tempat seperti kapas, diaper didisplay di lemari khusus. Obat-obatan
dalam kaleng atau botol dengan jumlah banyak disimpan dalam kardus
dan diberi tanda (Hernawan, 2021).
13

BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Apotek adalah tempat tertentu tempat dilakukan pekerjaan kefarmasian
dan penyaluran sediaan farmasi, perbekalan kesehatan lainnya kepada
masyarakat (Anonim, 2002; Anonim, 2004 dalam Hartini, 2016). Apotek
merupakan salah satu sarana pelayanan kesehatan dalam membantu
mewujudkan tercapainya derajat kesehatan yang optimal bagi masyarakat,
selain itu juga sebagai salah satu tempat pengabdian dan praktek profesi
apoteker dalam melakukan pekerjaan kefarmasian (Hartini dan Sulasmono,
2007 dalam Hartini, 2016). Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek
meliputi standar ; a. Pengelolaan sediaan farmasi, alat kesehatan, dan bahan
medis habis pakai, dan b. Pelayanan farmasi klinik. Standart Operasional
Prosedur adalah suatu media untuk menetapkan standar ukur suatu
perusahaan, penggunaan sumber daya yang tepat, pemilihan proses
operasional yang tepat, pelaksanaan proses-proses yang perlu dilakukan, dan
pemeriksaan produk/jasa untuk meneliti kesesuaiannya dengan spesifik.
Standarisasi menyangkut penetapan spesifikasispesifikasi yang tepat atau
pengukuran-pengukuran yang teliti. Dengan membuat Standard Operating
Procedure (SOP), diharapkan suatu perusahaan mendapatkan beberapa
manfaat (Gasperz, 2002 dalam Setiawan, 2018), seperti dapat menjadi media
untuk menyampaikan secara terperinci semua aktivitas perusahaan yang
dijalankan, menstandarkan semua aktivitas yang dilakukan pihak-pihak yang
bersangkutan, membantu menyederhanakan seluruh syarat yang diperlukan
dalam proses pengambilan keputusan, dan meningkatkan komunikasi antar
anggota peruahaan, terutama untuk para pekerja dengan pihak manajemen.

3.2 Saran
Kami ucapkan terima kasih terhadap semua pihak yang sudah
berpartisipasi didalam pembuatan makalah ini sehingga bisa diselesaikan tepat
pada waktunya. Diharapkan selain menjadi bahan pertimbangan nilai pada
tugas ini, makalah ini dapat menjadi sumber belajar atau referensi dari pada
pembaca terkait Manajemen Farmasi materi Standar Pelayanan apotek yang
dapat membantu dikemudian hari.
14

DAFTAR PUSTAKA
Depkes, R. I. (2014). Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 56
Tahun 2014 tentang Klasifikasi dan Perijinan Rumah Sakit. Jakarta:
Departemen Kesehatan RI.

Hartini, Y. S., & Sulasmono, S. (2017). M., dan Kurniawan, A., 2016.
Pelaksanaan Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek di Sleman dan
Yogyakarta. IAI.

Hernawan, J. Y., & Swandari, P. (2021). Gambaran Penerimaan dan Penyimpanan


Perbekalan Farmasi di Apotek Pharm 24 Godean Tahun 2020. Jurnal
Permata Indonesia, 12(1).

Menkes, R. I. (2016). Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 73


tahun 2016 tentang Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek. Menteri
Kesehatan Republik Indonesia, Jakarta.

Setiawan, D. (2018). Analisa Standar Operasional Prosedur CV. Apotek Lawang


Gali. Agora, 6(1).
15

LAMPIRAN

You might also like