You are on page 1of 24

PARADIGMA KRIMINOLOGI

MAKALAH

Tugas ini untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Kriminologi
Dosen pengampu
Ende Hasbi Nassaruddin, S.H. M.H

Di susun oleh :

Revina Aprilia Nurhidayat 1203050141

Riva Gita Juliana 1203050150

Riyan Saputra 1203050151

Roby Nurajab 1203050155

Sopia Alawiya Futri 1203050163

Widianti Maharani Dewi 1203050174

Zahra Putri Aulia 1203050184

Kelas: Ilmu Hukum/IV/D

JURUSAN ILMU HUKUM

FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN GUNUNG DJATI

BANDUNG
KATA PENGANTAR

Bismillahirrahmanirrahim

Alhamdulillah, puji dan syukur kita panjatkan kepada Allah SWT, karena atas rahmat
dan hidayah-Nyalah makalah ini dapat kami selesaikan. Shalawat serta salam tak lupa kami
ucapkan kepada baginda Muhammad SAW, tidak lupa pula kepada keluarganya, para
sahabatnya, tabi’in tabiatnya, serta kepada kita selaku umatnya yang semoga selalu taat pada
ajaran-Nya sampai hari kemudian.

Makalah ini kami sampaikan sesederhana mungkin dan semaksimal mungkin dengan
mata kuliah Kriminologi oleh dosen pengampu Bapak . sebagai salah satu tugas mata
kuliah tersebut. Adapun makalah ini berisi tentang “Paradigma Kriminologi”. Kami
mengucapkan terimakasih kepada seluruh pihak yang telah membantu dalam proses
pengerjaan makalah ini, baik secara langsung maupun tidak langsung.

Kami mengharapkan kritik dan saran yang membangun kepada ibu dosen khususnya,
umumnya para pembaca demi terciptanya karya atau tulisan yang lebih baik di masa yang
akan datang.

Bandung, 13 April 2022

Penyusun

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR..................................................................................................................................i
DAFTAR ISI.............................................................................................................................................2
BAB I PENDAHULUAN............................................................................................................................1
A. Latar Belakang...........................................................................................................................1
B. Rumusan Masalah.....................................................................................................................2
C. Tujuan........................................................................................................................................2
BAB II PEMBAHASAN.............................................................................................................................3
A. Kriminologi sebagai Ilmu Pengetahuan......................................................................................3
B. Pandangan Kriminologi Pengetahuan........................................................................................7
C. Pendekatan Pemikiran Kriminologi............................................................................................9
D. Ruang Lingkup, Objek Studi, dan Penelitian.............................................................................11
BAB III PENUTUP..................................................................................................................................19
A. Kesimpulan..............................................................................................................................19
DAFTAR PUSTAKA................................................................................................................................21

2
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Kriminologi (criminology) atau ilmu kejahatan sebagai disiplin ilmu sosial atau non-
normative discipline yang mempelajari kejahatan dari segi sosial. Kriminologi disebut
sebagai ilmu yang mempelajari manusia dalam pertentangannya dengan norma-norma
sosial tertentu, sehingga kriminologi juga disebut sebagai sosiologi penjahat. Kriminologi
berusaha untuk memperoleh pengetahuan dan pengertian mengenai gejala sosial di bidang
kejahatan yang terjadi di dalam masyarakat, atau dengan perkataan lain mengapa sampai
terdakwa melakukan perbuatan jahatnya itu.1

Kriminologi menurut Enrico Ferri berusaha untuk memecahkan masalah kriminalitas


dengan telaah positif dan fakta sosial, kejahatan termasuk setiap perbuatan yang
mengancam kolektif dan dari kelompok yang menimbulkan reaksi pembelaan masyarakat
berdasarkan pertimbangannya sendiri.2 Kriminologi mempelajari kejahatan sebagai
fenomena sosial sehingga sebagai perilaku kejahatan tidak terlepas dalam interaksi sosial,
artinya kejahatan menarik perhatian karena pengaruh perbuatan tersebut yang dirasakan
dalam hubungan antar menusia. Andaikan seseorang yang oleh masyarakatnya dinyatakan
telah berbuat jahat, maka perbuatan seperti itu bila dilakukan terhadap dirinya sendiri –
misalnya mengambil barang miliknya untuk dinikmati- atau perbuatan tersebut dilakukan
terhadap hewan-hewan di hutan bebas- misalnya menganiaya babi hutan yang
ditangkapnya- maka perbuatan itu tidak dianggap jahat dan perilaku itu tidak menarik
perhatian.3

Kriminologi lebih mengutamakan tindakan preventif oleh karena itu selalu mencari
sebab-sebab timbulnya suatu kejahatan baik di bidang ekonomi, sosial, budaya, hukum
serta faktor alamiah seseorang, dengan demikian dapat memberikan break through yang
tepat serta hasil yang memuaskan. Kriminologi lebih banyak menyangkut masalah teori
yang dapat mempengaruhi badan pembentuk undang-undang untuk menciptakan suatu
undang-undang yang sesuai dengan rasa keadilan masyarakat serta mempengaruhi pula
hakim di dalam menjatuhkan vonis kepada tertuduh.4

1
Sahetapy, 1982, Parados Kriminologi, Rajawali, Jakarta, hlm. 82
2
Georges Gurvitch, 1961, Sociolgy of Law dengan alih bahasa Sumantri Mertodipuro, Barata, Jakarta, hlm. 124.
3
Soedjono Dirdjosisworo, 1994, Sinopsis Kriminologi Indonesia, Mandar Maju, Bandung, hlm.
4
Benediktus Bosu, 1982, Sendi-sendi Kriminologi, Usaha Nasional, Surabaya, hlm.15

1
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang dapat diketahui masalah-masalah yang muncul, masalah-
masalah tersebut dapat diidentifikasikan sebagai berikut

1. Bagaimana Kriminologi dalam Pandangan Ilmu Pengetahuan?


2. Bagaimana Pendekatan Kriminologi?
3. Bagaimana Metedologi Kriminologi?

C. Tujuan
1. Mengetahui Kriminologi dalam Pandangan Ilmu Pengetahuan
2. Mengetahui Pendekatan Kriminologi
3. Mengetahui Metedologi Kriminologi

2
BAB II
PEMBAHASAN

A. Kriminologi sebagai Ilmu Pengetahuan


Menurut E. H Shuterland, kriminologi adalah seperangkat pengetahuan yang
mempelajari kejahatan sebagai fenomena sosial, termasuk di dalamnya proses pembuatan
undang-undang, dan reaksi terhadap pelanggaran undang-undang. Studi tentang kejahatan
(kriminologi) secara ilmiah dianggap baru lahir pada abad ke-19, yang ditandai lahirnya
statistic kriminal di Perancis pada tahun 1826 atau dengan diterbitkannya buku L’Uomo
Delinguente tahun 1876 oleh Cesare Lombroso. Para filsuf Yunani kuno, seperti
Aristoteles dan Plato, menjelaskan studi tentang kejahatan, khususnya usaha untuk
menjelaskan sebab-sebab kejahatan.5

Analisis kriminologi tentang kejahatan ini dimulai dengan penelitian Shuterland


tentang White Collar Crime yang terjadi di Amerika Serikat. Sebagian besar pelaku
kejahatan ini adalah mereka yang tergolong kaya, terhormat dan memiliki reputasi sosial
yang baik, serta usahawan sehinngga kemudian muncul penggolongan kejahatan atas
upper class dan lower class dalam masyarakat. Perkembangan masyarakat dari golongan
upper class semakin meningkat pesat, terutama sejak era global pada tahun 1970-an.
Perkembangan tersebut diperkuat oleh merebaknya aliran neo-liberalisme, yang saat ini
dipandang sebagai ideologi terutama perusahaan transnasional (transnational
corporation)6

1. Epistimologi dalam Kriminologi

Epistimologi erat kaitannya dengan metode, yaitu cara membuktikan atau


mempertahankan argumen tentang kebenaran ilmu pengetahuan. Dalam
epistimologi, pengetahuan ditegaskan atau dipertahankan kebenarannya melalui
pengalaman empirik dan penggunaan rasio.

Beberapa hal yang perlu dicermati tentang epistimologi, terutama dalam kajian
kriminologi, adalah tentang batas dan struktur ilmu pengetahuan itu sendiri.
Pengetahuan yang dianggap benar adalah pengetahuan yang dapat ditempatkan

5
Topo Santoso & Eva Achjani Z., 2010, Kriminologi, Jakarta: Rajawali Pers., hlm. 4
6
Op.cit., Santoso ,Topo., 2010, Kriminologi...., hlm. 7

3
dalam konteks ruang dan waktu. Dalam kriminologi, suatu teori yang menjelaskan
gejala sosial di lingkungan masyarakat tertentu, pada konteks waktu tertentu,
dapat dianggap benar, tetapi belum tentu dapat menjadi benar jika
diimplementasikan pada ruang masyarakat di tempat lain dan pada waktu yang
lain.7

Dalam epistimologi, kepercayaan kita terhadap sesuatu tidak dapat menjadi


dasar untuk mengatakan sesuatu itu benar, dan tidak dapat pula dijadikan kunci
untuk mendapatkan pengetahuan. Setiap pengetahuan yang dianggap benar harus
melalui proses pengumpulan berbagai bukti dan fakta yang dapat memperkuat dan
menegaskan kepercayaan kita tersebut. Dengan kata lain, seorang kriminolog
harus mampu memberikan bukti atau alasan tertentu bahwa kepercayaannya itu
benar, yang kemudian dapat menjadi pengetahuan yang dapat dibenarkan melalui
kepercayaannya.8

Pada ruang lingkup kriminologi, contohnya adalah cara dari Shuterland


berusaha mempelajari kebenaran ilmu dari teori Differential Association. Melalui
penelitiannya, yang kemudian dibukukan menjadi The Professional Thief (1937),
Shuterland mampu memberikan alasan dan bukti-bukti tentang kepercayaannya
bahwa kejahatan adalah sesuatu yang dipelajari. Hal iti ia buktikan dengan
mewawancari secara mendalam tentang kehidupan seseorang yang dianggap
sebagai raja pencuri pada satu lingkungan tertentu.

Shuterland (Jacoby, 1994) menjelaskan bahwa “the final definition of the


professional thief is found whitin the differential association. A person who is
received in the group and recognized as a professional thief is a professional
thief. The differential element in the association of thieves is primarily functional
rather than geographical”.9

Pencuri menjadi profesional karena lingkungannya yang mengajarkannya


demikian, dan dia menjadi profesional ketika telah diterima di lingkungannya.
Elemen perbedaan dalam kelompok pencuri lebih bersifat fungsional dari
geografikal.

7
Ende Hasbi Nassaruddin, S.H., M.H, Kriminologi, Pustaka Setia, Bandung, 2016, hlm. 41
8
Ende Hasbi Nassaruddin, S.H., M.H, Kriminologi, Pustaka Setia, Bandung, 2016, hlm. 42
9
Joseph E. Jacoby., 1994, Classics of Criminology, Waveland Press, Inc., hlm. 11

4
2. Arti Kriminologi bagi Hukum Pidana

Hubungan kriminologi dengan hukum pidana sangat erat, artinya hasil-hasil


penyelidikan kriminologi dapat membantu pemerintah dalam menangani masalah
kejahatan, terutama melalui hasil-hasil studi di bidang etimologi kriminal dan
penology (ilmu yang berkenaan dengan kepenjaraan).10

Penelitian kriminologi juga dapat dipakai untuk pembuatan undang-undang


pidana (kriminalisasi) atau pencabutan undang-undang (dekriminalisasi) sehingga
kriminologi sering disebut sebagai “signal-wetenschap”. Bahkan, aliran modern
yang diorganisasikan oleh Von Liszt menghendaki kriminologi bergabung dengan
hukum pidana sebagai ilmu bantunya untuk menangani hasil penyelidikan
kriminal yang memberikan petunjuk jitu terhadap penanganan hukum pidana dan
pelaksanaannya, sehingga mampu melindungi warga negara yang baik dari
penjahat.11

H. Mannheim (1991) menyebutkan berbagai bentuk perbuatan anti sosial yang


tidak dijadikan tindak pidana karena 3 alasan:12

a. Efisiensi dalam menjalankan undang-undang pidana banyak bergantung pada


adanya dukungan dari masyarakat luas, sehingga harus diselidiki apakah
kelakuan yang bersangkutan sama dalam masyarakat.
b. Sekalipun terdapat sikap yang sama, diselidiki pula apakah tingkah laku yang
bersangkutan merupakan tingkah laku yang penindakannya secara teknis
sangat sulit atau tidak. Apabila ini terjadi, akan timbul manipulasi dalam
pelaksanaannya.
c. Tingkah laku yang bersangkutan sebenarnya merupakan sesuatu yang tidak
sesuai untuk dijadikan objek hukkum pidana, artinya apakah nantinya tidak
terlalu banyak mencampuri kehidupan pribadi atau individu.

Kriminologi khususnya sebagai pegaruh pemikiran kritis, mengarahkan


studinya pada proses-proses (kriminalisasi), baik proses pembuatan maupun
bekerjanya undang-undang sehingga dapat memberikan sumbangan besar dalam

10
Ende Hasbi Nassaruddin, S.H., M.H, Kriminologi, Pustaka Setia, Bandung, 2016, hlm. 43
11
Ende Hasbi Nassaruddin, S.H., M.H, Kriminologi, Pustaka Setia, Bandung, 2016, hlm. 43
12
H. Karl Mannheim, 1991, Idologi dan Utopia: Menyingkap Kaitan Pikiran dan Politik, Yogyakarta: Kanisius,
hlm 104

5
bidang sistem peradilan, khususnya berupa penelitian tentang penegakan hukum
dan memperbaiki bekerjanya aparat penegak hukum, seperti untuk memberikan
perhatian terhadap hak-hak terdakwa ataupun korban kejahatan, organisasi
(birokrasi) penegakan hukum, serta perbaikan terhadap perundang-undangan itu
sendiri.13

3. Peran Ilmu Kriminologi

Ilmu kriminologi mempelajari penyebab timbulnya kejahatan dan keadaan


yang pada umumnya turut memengaruhi serta mempelajari cara memberantas
kejahatan tersebut. Kejahatan sebagaimana ia dirumuskan dalam hukum pidana
positif kriminologi adalah setiap tingkah laku yang merusakkan tindak susila
(dalam arti luas), tertentu, karena masyarakat tidak menyenangi tingkah laku
tersebut. Dengan demikian, kriminologi mengartikan kejahatan sebagai gejala
dalam masyarakat yang tidak pantas dan termasuk tidak/belum terikat pada
ketentuan tertulis.14

a. Sebab-sebab Terjadinya Kejahatan


Menurut Shuterland and Cressey (1974), kriminologi adalah himpunan
pengetahuan mengenai kejahatan sebagai gejala masyarakat. Ruang lingkupnya
adalah proses perbuatan perundangan, pelanggar perundangan, dan reaksi-reaksi
terhadap pelanggaran perundangan. Objek kriminologi adalah proses pembuatan
perundangan, pelanggaran perundangan, dan reaksi terhadap pelanggaran tersebut
yang saling memengaruhi secara beruntun.15 Shuterland menambahkan bahwa
kriminologi terdiri atas 3 bagian utama, yaitu :16
1) Ilmu kemasyarakatan dari hukum atau pemasyarakatan hukum (the
sociology of law), yaitu usaha penganalisisan keadaan secara ilmiah
yang akan turut memperkembangkan hukum pidana,
2) Etiologi kriminal, yaitu penelitian secara ilmiah mengenai sebab dari
kejahatan, dan
3) Pemberantasan atau pencegahan kejahatan (control of crime)
b. Etiologi Kriminal

13
Ende Hasbi Nassaruddin, S.H., M.H, Kriminologi, Pustaka Setia, Bandung, 2016, hlm. 44
14
Ende Hasbi Nassaruddin, S.H., M.H, Kriminologi, Pustaka Setia, Bandung, 2016, hlm. 44
15
Ende Hasbi Nassaruddin, S.H., M.H, Kriminologi, Pustaka Setia, Bandung, 2016, hlm. 44-45
16
E.H. Shuterland dan Cressey, D., 1974, Principles of Criminology, Fifth Edition, Lippincot Company, hlm 11

6
Etiologi kriminal artinya mempelajari sebab timbulnya sesuatu (atheos =
sebab-sebab). Penyebab timbulnya kejahatan dapat dibedakan menjadi 3 bagian,
yaitu (1) penyebab dalam yang bersumber pada bentuk jasmaniah, watak, atau
rohaniah seseorang (mazhab antropologis), (2) penyebab luar yang bersumber
pada derajat/tingkatan (nipeau) dan lingkungan (milieu) seseorang (mamzhab
sosiologis), dan (3) penyebab gabunngan antara penyebab dalam dan luar, yaitu
resultante dari faktor pribadi dan lingkungan (mazhab biososiologis).17

c. Politik Kriminal
Politik kriminal bertugas untuk menemukan cara memberantas kejahatan.
Setelah menemukan penyebab dari suatu kejahatan, hasil penemuan tersebut
digunakan untuk menemukan cara pemberantasan, atau pencegahannya. Cara
pemberantasan ada 2, yaitu :18
1) Cara kemasyarakatan, yaitu dengan cara memperbaiki masyarakat, antara lain
dengan mengadakan atau memperbaiki jaminan sosial, meniadakan
pengangguran, mengadakan perumahan rakyat yang layak, meniadakan
pemadatan, mabuk-mabukan, melokasikan pelacuran, serta mengaktifkan
olahraga, kebudayaan, dan mengusahakan pendidikan dan pengajaran yang
bermutu.
2) Cara perseorangan, yaitu denga melakukan perbaikan perseorangan, antara
lain pemidanaan dengan tujuan memperbaiki dan mendidik, reklasering,
menganjurkan kepada masyarakat agar aktif berperan untuk memperbaiki
seseorang yang anti sosial dan mereka yang kekanak-kanakan, serta membina
tunas-tunas muda.

B. Pandangan Kriminologi Pengetahuan


Terdapat pandangan bahwa kriminologi adalah kesatuan pengetahuan mengenai
kejahatan sebagai gejala sosial, mengemukakan ruang lingkup kriminologi mencakup
proses-proses pembuatan hukum, pelanggaran hukum dan reaksi atas pelanggaran hukum.
Definisi Kriminologi yaitu merupakan sebagai ilmu pengetahuan yang mempelajari
kejahatan sebagai masalah manusia. Definisi kriminologi seakan-akan tidak memberikan
gambaran bahwa pelaku kejahatan itupun mempunyai andil atas terjadinya kejahatan,
oleh karena terjadinya kejahatan bukan semata-mata perbuatan yang ditentang oleh

17
Ende Hasbi Nassaruddin, S.H., M.H, Kriminologi, Pustaka Setia, Bandung, 2016, hlm. 45
18
Ende Hasbi Nassaruddin, S.H., M.H, Kriminologi, Pustaka Setia, Bandung, 2016, hlm. 46

7
masyarakat, akan tetapi adanya dorongan dari si pelaku untuk melakukan perbuatan jahat
yang ditentang oleh masyarakat tersebut.

Kriminologi mempelajari kejahatan sebagai fenomena sosial sehingga sebagai pelaku


kejahatan tidak terlepas dari interaksi sosial, artinya kejahatan menarik perhatian karena
pengaruh perbuatan tersebut yang dirasakan dalam hubungan antar manusia. Kriminologi
merupakan kumpulan ilmu pengetahuan dan pengertian gejala kejahatan dengan jalan
mempelajari dan menganalisa secara ilmiah keterangan-keterangan,
keseragamankeseragaman, pola-pola dan faktor-faktor kausal yang berhubungan dengan
kejahatan, pelaku kejahatan serta reaksi masyarakat terhadap keduanya”.19

Objek studi Kriminologi meliputi :

a. Perbuatan yang disebut kejahatan


b. Pelaku kejahatan
c. Reaksi masyarakat yang ditujukan baik terhadap perbuatan maupun terhadap
pelakunya

Objek dari kriminologi adalah kejahatan sebagai gejala masyarakat (social


phaenomeen), kejahatan sebagaimana terjadi secara kongkrit dalam masyarakat dan
orang-orang yang melakukan kejahatan. Ilmu hukum pidana yang juga dinamakan ilmu
tentang hukumnya kejahatan, ada juga ilmu tentang kejahatan itu sendiri yang dinamakan
kriminologi, kecuali obyeknya berlainan dan tujuannya pun berbeda, dimana hukum
pidana adalah peraturan hukum yang mengenai kejahatan atau yang berkaitan dengan
pidana dengan tujuan ialah agar dapat dimengerti dan dipergunakan dengan sebaik-
baiknya dan seadil-adilnya sedangkan obyek kriminologi adalah kejahatan itu sendiri,
tujuannya mempelajari apa sebabnya sehingga orang yang melakukan dan upaya
penanggulangan kejahatan itu. Kriminologi merupakan ilmu pengetahuan tentang
kejahatan dan kelakuan-kelakuan jelek serta tentang orang-orang yang tersangkut pada
kejahatan dan kelakuan-kelakuan jelek itu. Dengan kejahatan yang dimaksud pada
pelanggaran, artinya perbuatan menurut undang-undang diancam dengan pidana dan
kriminalitas merupakan bagian masalah manusia dalam kehidupan sehari-hari.20

19
2 W.A Bonger, Pengantar Tentang Kriminologi, Pembangunan Dan Ghalia Indonesia, Jakarta, 1982, hal.21. 3
Mulyana W. Kusumah, Aneka Permasalahan Dalam Ruang Lingkup Kriminologi, Alumni, Bandung, 1981, hal.3 4
Ibid 5 Topo Santoso, Jual Beli Kriminologi, Rajawali Press, hal, 24
20
6 Ibid, hal 24 7 Kanter dan Sianturi, 2002, Asas-asas Hukum Pidana di Indonesia dan Penerapannya. Storia
Grafika, Jakarta, hal 38 8 Moeljatno, 1985, Asas-asas Hukum Pidana, Bina Aksara, Jakarta, hal 14.

8
C. Pendekatan Pemikiran Kriminologi
Aliran Pemikiran dalam kriminologi adalah cara pandang (paradigma) yang
digunakan oleh para pakar kriminolog dalam melihat, mananggapi, manafsirkan dan
menjelaskan mengenai fenomena kejahatan. Dalam sejarah Intelektual, terhadap masalah
penjelasan secara umum dapat dibedakan menjadi 2 cara pendekatan yang mendasar
yaitu:

 Pendekatan Spiritistik (demonologik)

Pendekatan Spiritistik berdasar pada adanya kekuasaan lain/spirit (roh). Unsur


utama yang terdapat dalam pendekatan Spiritistik ini adalah sifatnya yang melalui
dunia empirik (tidak terikat oleh batasan-batasan kebendaan/fisik, dan beroperasi
dalam cara-cara yang bukan menjadi subjek dari kontrol atau pengetahuan manusia
yang terbatas).

 Pendekatan Naturalistik

Sedangkan pendekatan Naturalistik sendiri, yaitu penjelasan yang diberikan


didalamnya lebih terperinci dan bersifat khusus, serta melihat dari segi objek dan
kejadian-kejadian dunia dalam lingkuo kebendaan dan fisik.21

kedua pendekatan tersebut merupakan pendekatan pada masa kuno maupun pada masa
moderen. Pendekatan Naturalistik dibedakan dalam 3 bentuk sistem pemikiran dan
paradigma, yaitu :

1. Kriminologi Classic

Kriminologi classic berdasarkan bahwa intelegensi dan rasionalitas merupakan


ciri fundamental manusia, dan serta menjadi dasar penjelasan prilaku manusia, baik
yang bersifat perorangan maupun bersifat kelompok. Kunci kemajuan dalam
kriminologi classic adalah kemampuan kecerdasan atau akal yang dapat ditingkatkan
melalui latihan dan pendidikan, sehingga manusia dapat mampu mengontrol dirinya
sendiri, baik itu dilingkungan masyarakat maupun terhadap diri sendiri.
Kejahatan diartikan sebagai perbuatan/pelanggaran yang bertentangan dengan
Undang-undang pidana, serta Penjahat adalah sebutan bagi seseorang yang
melakukan perbuatan kejahatan tersebut. Dalam hal tersebut, tugas dari kriminologi

21
"Fakultas Hukum: PENGERTIAN KRIMINOLOGI DAN PENDEKATANNYA"

9
adalah membuat pola dan menguji sistem hukuman yang dapat meminimalkan
terjadinya tindakan kejahatan. dan dalam literatur yang terdapat dalam kriminologi,
pemikiran classic (neo classic) maupun positif merupakan ide-ide yang penting dalam
usaha untuk memahami dan mencoba berbuat sesuatu terhadap kejahatan.

2. Kriminologi Positif

Kriminologi Positif bertolak pada pandangan bahwa prilaku manusia ditentukan


oleh faktor-faktor di luar kontrolnya, baik yang berupa faktor cultural (budaya),
maupun faktor biologis. Hal ini berarti, manusia bukanlah makhluk yang bebas untuk
menuruti dorongan keinginan dan intelegensinya, akan tetapi berarti makhluk yang
dibatasi/ditentukan oleh perangkat situasi cultural maupun biologisnya. Manusia
berkembang bukan semata-mata hanya karena intelegensinya saja, akan tetapi
melalui proses yang berjalan perlahan-lahan dari aspek evolusi cultural dan juga
aspek biologisnya. Dalam bidang Kriminologi aliran positif dapat dipandang sebagai
yang pertama kali memformulasikan dan menggunakan metodologi, cara pandang,
dan logika dari ilmu pengetahuan alam di dalam mempelajari perbuatan/tingkah laku
manusia. Dasar yang sesungguhnya dari positivisme dalam kriminologi adalah
konsep tentang sebab kejahatan yang banyak (multiple factor causation), yaitu adalah
faktor-faktor yang alami atau bisa disebut faktor yang dibawa oleh manusia dan
dunianya, yang sebagian besar bersifat karena faktor pengaruh lingkungan maupun
karena faktor biologisnya.

3. Kriminologi Kritis

Kriminologi Kritis adalah pemikiran kritis, atau yang lebih dikenal dalam
berbagai disiplin ilmu, seperti dalam bidang ekonomi, politik, filsafat dan sosiologi.
Kriminologi kritis muncul pada dasaarsa terakhir ini. Aliran pemikiran kritis tidak
berusaha menjawab pertanyaan "apakah perilaku manusia itu bebas atau ditentukan",
akan tetapi lebih mengarah pada "mempelajari proses-proses manusia dalam
membangun dunianya dimana dia hidup". Dalam kriminologi kritis, misalnya
berpendapat bahwa fenomena kejahatan sebagai konstruksi sosial, yang mana artinya
apabila masyarakat mendefinisikan tindakan tertentu sebagai kejahatan, maka orang-
orang tertentu akan tindakan-tindakan yang terjadi, yang mungkin pada waktu
tertentu memenuhi batasan sebagai kejahatan. Kriminologi Kritis mempelajari
proses-proses dimana kumpulan tertentu dari orang-orang dan tindakan-tindakan

10
ditunjuk sebagai kriminal pada waktu dan tempat tertentu. Kriminologi Kritis bukan
hanya sekedar mempelajari prilaku dari orang-orang yang didefinisikan sebagai
kejahatan, akan tetapi juga prilaku dari agen-agen penegak hukum (control social).

Dalam rangka mempelajari masalah kejahatan Hermann Mannheim


mengemukakan 3 pendekatan: 22

1. PENDEKATAN DESKRIPTIF

Adalah suatu pendekatan dengan cara melakukan observasi dan pengumpulan


data yang berkaitan dengan fakta-fakta tentang kejahatan dan pelaku kejahatan
seperti : (a). bentuk tingkah laku kriminal, (b). bagaimana kejahatan dilakukan, (c).
frekuensi kejahatan pada waktu dan tempat yang berbeda, (d). ciri-ciri pelaku
kejahatan, seperti usia, jenis kelamin dan sebagainya, dan (e). perkembangan karir
seorang pelaku kejahatan.

2. PENDEKATAN SEBAB AKIBAT

Pendekatan yang melihat bahwa fakta-fakta yang terdapat dalam masyarakat


dapat ditafsirkan untuk mengetahui sebab musabab kejahatan, baik dalam kasus-
kasus yang bersifat individual maupun yang bersifat umum. Hubungan sebab akibat
dalam kriminologi berbeda dengan sebab-akibat yang terdapat dalam hukum pidana.
Dalam hukum pidana, agar suatu perkara dapat dilakukan suatu penuntutan harus
dapat dibuktikan adanya hubungan sebab-akibat antara suatu perbuatan dengan akibat
yang dilarang.

3. PENDEKATAN SECARA NORMATIF

Kriminologi dikatakan sebagai idiographic-discipline dan nomothetic discipline.


Dikatakan sebagai idiographic discipline, karena kriminologi mempelajari fakta-
fakta, sebab-akibat, dan kemungkinan-kemungkinan dalam kasus yang bersifat
individual. Sedangkan yang dimaksud dengan nomothetic discipline adalah bertujuan
untuk menemukan dan mengungkapkan hukum-hukum yang bersifat ilmiah, yang
diakui keseragaman dan kecenderungan-kecenderungannya.

D. Ruang Lingkup, Objek Studi, dan Penelitian


 Ruang Lingkup
22
Hermann Mannheim, 1965. Comparative Criminology Vol 1., Boston: Houghton Miffin, hlm 3, dalam Made
Darma Weda, 1996. PT Raja Grapindo Persada, Jakarta. hlm 12

11
Pada hakikatnya ruang lingkup pembahasan kriminologi mencakup tiga hal pokok,
yakni:

1. Proses pembentukan hukum pidana dan acara pdana (making laws).


2. Etiologi kriminal, pokok pembahasannya yakni teori-teori yang menyebabkan
terjadinya (breaking of laws).
3. Reaksi terhadap pelanggaran hukum (reacting toward the breaking of laws). Reaksi
dalam hal ini bukan hanya ditujukan kepada pelanggar hukum berupa tindakan
represif tetapi juga reaksi terhadap “calon” pelanggar hukum berupa upaya-upaya
pencegahn kejahatan (criminal prevention).

Hal yang menjadi pembahasan dalam proses pembuatan hukum pidana (process of
making laws) di antaranya:

1. Definisi kejahatan;
2. Unsur-unsur kejahatan;
3. Realitivas pengertian kejahatan;
4. Statistik kejahatan.

Selanjutnya, yang dibahas dalam etiolgi kriminal (breaking laws) meliputi :

1. Aliran-aliran kriminologi;
2. Teori-teori kriminologi;
3. Berbagai perspektif kriminologi.

Pembahasan dari perlakuan terhadap pelanggar-pelanggar hukm (reacting toward the


breaking laws, antara lain:

1. Teori-teori penghukuman;
2. Upaya-upaya penanggulangan atau pencegahan kejahatan, baik berupa tindakan pre-
emtif, preventif, represif, maupun tindakan rehabilitatif.23

Menurut Herman Manheimm pada tahun 1960, dalam bukunya Pioneers in


criminology telah mengemukakan 3 (tiga) tipe masalah yang merupakan lingkup
pembahasan kriminologi sebagai berikut :

1. The problem of detecting the law breker (crimnalist).


2. The problem of the custody and treatment of the offender (Penologi).

23
Amir Ilyas Alam, ‘Kriminologi Suatu Pengantar’ (Jakarta: KENCANA, 2018), pp. 3–4.

12
3. The problem of explaining crime and criminal behavior (the problem of scientifically
accounting for presence of crime and criminals in society).

Menurut Herman Manheimm pada tahun 1960, dalam bukunya the crime problem
mengemjukakan 10 ruang lingkup atau wilayah yang merupakan bidang kerja
kriminologi:

1. Kriminologi mempelajari bagaimanakah kejahatan dilaporkan pada badanbadan resmi


dan bagaimana tindakan yang dilakukan menanggapi laporan itu.
2. Kriminologi mempelajari perkembangan dan perubahan hukum pidana dalam
hubungannya dengan ekonomi, politik serta tanggapan masyarakatnya.
3. Kriminologi mempelajari secara khusus keadaan penjahat, membenadingkan dengan
yang bukan penjahat mengenai sex, ras, kebangsaan, kedudukan ekonomi, kondisi
kekeluargaan, pekerjaan atau jabatan dan kedudukan, kondisi kejiwaan, phisik,
kesehatan dan jasmani rokhani dsb.
4. Kriminologi mempelajari daerah-daerah atau wilayah-wilayah dihubungan dengan
jumlah kejahatan dalam daerah atau wilayah yang dimaksud dan bahkan diteliti pula
bentuk spesifik dari kejahatan yang terjadi, misalnya penyeludupan di daerah
pelabuhan atau korupsi di lingkungan pejabat.
5. Kriminologi berusaha memberikan penjelasan mengenai faktor-faktor penyebab
kejahatan untuk menuangkan dalam bentuk ajaran dan teori.
6. Kriminologi mempelajari jenis kejahatan yang dimanifestasikan secara istimewa dan
menunjukan kelainan ari pada yang sering berlaku, organized crime, white-collar
crime yang berupa bentuk-bentuk kejahatan modern, termasuk pembajakan pesawat,
pencucian uang dan pembobolan ATM.
7. Kriminologi mempelajari hal-hal yang sangat erat hubungannya dengan kejahatan,
misalnya alkoholisme, narkoba, pelacuran, perjudian, vagrancy atau glandangan dan
pengemis.
8. Kriminologi mempelajari apakah peraturan perundang-undangannya beserta penegak
hukumnya sudah efektif.
9. Kriminologi mempelajari apakah kemanfaatan lembaga-lembaga yang digunakan
untuk menangkap, menahan dan menghukum.
10. Kriminologi mempelajari setiap usaha untuk mencegah kejahatan.

13
Walter C. Reckless, mengatakan bahwa ruang lingkup kriminologi yang sangat luas
tersebut memerlukan kelengkapan bahan-bahan dari disiplin ilmu seperti akhli biologi,
antropologi, ekonomi, hukum, penologi dsb dan sebaliknya para akhli itupun memerlukan
kriminologi sebagai pelengkap atas pengetahuan yang mereka miliki. Luas bidang
kriminologi dapat disimpulkan dengan mengacu tulisan Elmer Hubert Johnson dalam
bukunya Crime, Correction and Society sebagai berikut :

Criminology is the scientific study and practical application of findings in the areans
of:

1. Crime cusation and criminal behaviorand etiology.


2. The nature of the societal reaction as asymtom of the characteristics of the society,
and
3. The prevention of crime.

Dengan demikian, kriminologi menurut Elmer Hubert Johnson merupakan suatu


bidang studi ilmiah dan aplikasi praktis mengenai :

1. Sebab musabab kejahatan, perilaku para penjahat dan penelitian atas sumbersumber
kejahatan.
2. Bagaimana reaksi masyarakat dalam bentuk gejala tertentu.
3. Pencegahan kejahatan.

Kriminologi dalam arti sempit ruang lingkupnya adalah mempelajari kejahatan, yaitu
mempelajari bentuk tertentu perilaku criminal, agar selalu berpegangan pada batasan
dalam arti yuridis.

Rumusan E.H.Sutherland dan Kathrine S.Williams, sehingga rumusan ruang


lingkupnya sebagai berikut :

“Criminology ois the body knowledge, regarding crime is a social phenomenon,


includes the study of: the cluracteristics of the criminal law, the extend of crime, the
effects of crime on victims and on society, methods of crime prevention, the attributes of
criminals and the charrecteristics and working of the criminal justice system”

 Objek Kriminologi

Secara umum dapat ditarik suatu kesimpulan dari berbagai pendapat para ahli tersebut
diatas bahwa objek studi dalam Kriminologi mencakup tiga hal, yaitu:

14
1) Kejahatan

Apabila kita membaca KUHP ataupun UU Khusus, kita tidak akan menjumpai
suatu perumusan tentang kejahatan. Sehingga parasarjana hukum memberikan batasan
tentang kejahatan yang digolongkan dalam tiga aspek, yakni:

a) Aspek Yuridis Menurut Muljanto, kejahatan adalah perbuatan yang oleh


aturan hukum pidana dilarang dan diancam dengan pidana, barang siapa yang
melanggar larangan tersebut dinamakan perbuatan pidana.
b) Aspek Sosiologis Kejahatan dari aspek sosiologis mencari alasanalasan
perbedaan dalam hal angka kejahatan di dalam lingkungan sosial, memusatkan
perhatian pada kekuatankekuatan sosial yang menyebabkan seseorang
melakukan aktivitas kriminal.
c) Aspek Psikologis Kejahatan dari aspek psikologis merupakan manifestasi
kejiwaan yang terungkap pada tingkah laku manusia yang bertentangan
dengan norma-norma yangberlaku dalam masyarakat. Perbuatan yang
bertentangan dengan norma-norma yang berlaku dalam masyarakat
merupakan kelakuan yang menyimpang (abnormal) yang sangat erat kaitannya
dengan kejiwaan individu
2) Pelaku

Setelah mempelajari kejahatannya, maka sangatlah tepat kalau pelaku kejahatan


tersebut juga dipelajari. Akan tetapi, kesederhanaan pemikiran tersebur tidak
demikian adanya, yang dapat dikualifikasikan sebagai pelaku kejahatan untuk dapat
dikategorikan sebagai pelaku pelaku adalah mereka yang telah ditetapkan sebagai
pelanggar hukum oleh pengadilan. Objek penelitian Kriminologi tentang pelaku
adalah tentang mereka yang telah melakukan kejahatan, dan dengan penelitian
tersebut diharap dapat mengukur tingkat kesadaran masyarakat terhadap hukum yang
berlaku dengan muaranya adalah kebijakan hukum pidana baru.

3) Reaksi masyarakat terhadap kejahatan dan pelaku kejahatan

Studi mengenai reaksi terhadap kejahatan bertujuan untuk mempelajari pandangan


serta tanggapan masyarakat terhadap perbuatan-perbuatan atau gejala yang timbul
dalam masyarakat yang dipandang merugikan atau membhayakan masyarakat luas.
Sedangkan studi mengenai reaksi terhadap pelaku (penjahat) bertujuan untuk

15
mempelajari pandangan-pandangan dan tindakantindakan masyarakat terhdap pelaku
kejahatan.24

 Penelitian Kriminologi

Kriminologi sering disebut sebagai “signal wetenschap”. Bahkan aliran modern yang
diorganisasikan oleh von Liszt menghendaki kriminologi bergabung dengan hukum
pidana sebagai ilmu bantunya agar bersama-sama menangani hasil penyelidikan “politik
kriminal” sehingga memberikan petunjuk jitu terhadap penanganan hukum pidana dan
pelaksanaannya, yang semuanya ditunjukan untuk melindungi “warga negara yang baik”
dari penjahat.

Penelitian-penelitian kriminologi bertujuan untuk memproleh pengetahuan tentang


kejahatan dengan cara mengumpulkan, mengklasifikasikan, menganalisis, dan
menafsirkan fakta-fakta (kejahatan) serta hubungannya dengan fakta lain, sepeti fakta
sosial, ekonomi, politik, budaya, hukum hankam, dan struktur yang dilakukan dengan
menggunakan metode ilmiah. Kenyataan menunjukan bahwa cabang-cabang ilmu
pengembangan metodologinya disesuaikan dengan mempertimbangkan kesesuaiannya
dengan objek studi dan bukan sebaliknya.

Salah satu metode yang mendominasi penelitian kriminologi sehingga mempunyai


kedudukan sangat istimewa delam kriminologi adalah statistik kriminal. Akan tetapi
dengan munculnya aliran pemikiran kritis, kedudukan statistik kriminal sebagai sample
yang sah dipertanyakan kembali.

a. Metode Statistik

Adolphe Quetelet (1776-1874) dengan menggunakan data statistikkriminal di


Prancis, untuk pertama kalinya ia membuktikan bahwa kejahatan seperti halnya
banyak kejadian sosial lainnya, seperti perkawinan, kelahiran, kematian, dan
kejahatan lebih dari sekedar kejadian yang bersifat perseorangan, melainkan sebagai
fenomena yang bersifat masal. Olh karena itu, statistik kriminal menjadi metode yang
lebih baik untuk mempelajari kejahatan yang bersifat masaltersebut, atau hukum
sosial.

b. Statistik Kriminal

24
Tahar Rachman, ‘.’, Angewandte Chemie International Edition, 6(11), 951–952., 2018, 10–27.

16
Statistik kriminal adalah angka-angka yang menunjukan jumlah kriminalitas yang
tercatat pada suatu waktu dan tempat tertentu. Statistik kriminal disusun berdasarkan
kriminalitas yang tercatat, baik yang secara resmi (kepolisian, kejaksaan, pengadilan,
dan sebagainya) maupun yang dicatat oleh para peneliti sendiri.

Bagian kriminalitas yang tidak pernah diketahui dinamakan angka gelap (dark
number atau dark figures). Salah satu ciri (kelemahan) statistik kriminal adalah tidak
lengkap karena kriminal tidak pernah dapat mencatat seluruh kriminalitas yang ada.

Tujuan statistik kriminal leh pemerintah adalah memberkan gambaran/data


tentang kriminalitas yng ada pada masyarakat, seperti jumlahnya, frekuensinya, serta
penyebaran pelakunya dan kejahatannya. Berdasarkan data tersebut pemerintah
(khususnya penegak hukum) menyusun kebijakan penanggulangan kejadian sebab
dengan kejahatan tersebut, pemerintah (penegak hukum) dapat mengukur naik
turunnya kejahatan pada suatu periode tertentu disuatu daerah atau negara.
Pengukuran ini tentunya hanya dapat dilakukan dengan asumsi bahwa hubungan
antara kriminalitas yang dilaporkan dan tidak dilaporkan adalah tetap (konstan).

Asumsi ini tidak pernah terbukti karena tiga hal berikut:

1. Sifat dan bentuk dari kejahatan;


2. Peranan korban kejahatan dan masyarakat;
3. Aktivitas aparat penegak hukum khususnya polisi.

Cara-cara penggunaan statistik kriminal oleh pemerintah (polisi) dan kriminologi


yang menganggap statistik kriminal sebagai pencerminan kejahatan yang ada di
masyarakat, dalam arti diterima sebagai sample yang sah, mengandung beberapa
kelemahan berikut:

1. Hasil pencatatan dipengaruhi oleh kemauan korban untuk melaporkan.


2. Bebagai studi meunjukkan bahwa persepsi korban (dan masyarakat) terhadap
kejahatan bersifat berat sebelah (bias), terutama mengenai kejahatan white-colar.
Akibatnya, kejahatan yang dilaporkan bersifat berat sebelah, terutama berupa
kejahatan warungan dan sangat langka dengan kejahatan white-collar.
3. Persepsi polisi juga bersifat berat sebelah

Adapun penelitian kriminologi meliputi berbagai faktor, yang secara umum,


yaitu:

17
1. Penelitian tentang sifat , bentuk, dan peristiwa tindak kejahatan serta
persebarannya menurut faktor sosial, waktu, dan geografis;
2. Ciri-ciri fisik dan psikologis, riwayat hidup pelaku kejahatan (yang menetap) dan
hubungannya dengan adanya kelainan perilaku;
3. Perilaku menyimpang dari nilai dan norma masyarakat, seperti perjudian,
pelacuran, homoseksualitas, dan pemabukan;
4. Ciri-ciri korban kejahatan;
5. Peranan korban kejahatan dalam proses terjadiya kejahatan;
6. Kedudukan korban kejahatan dalam sistem peradilan pidana;
7. Sistem peradilan pidana, yang meliputi bekerjanya lembaga kepolisian,
kejaksaan, pengadilan, dan penghukuman dalam menangani pelaku pelanggaran
hukum pidana sebagai bentuk reaksi sosial formal terhadap kejahatan;
8. Metode pembinaan pelaku pelanggaran hukum;
9. Struktur sosial dan organisasi penjara;
10. Metode dalam mencegh dan mengendalikan kejahatan;
11. Penelitian terhadap kebijakan birokrasi dalam masalah kriminalitas, termasuk
analisis sosiologis terhadap proses pembuatan dan penegakan hukum;
12. Bentuk-bentuk reaksi non-formal masyarakat terhadap kejahatan, penyimpangan
perilaku, dan terhadap korban kejahatan.25

25
Ende Hasbi Nassaruddin, Kriminologi (Bandung: CV PUSTAKA SETIA, 2016).

18
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan

Menurut E. H Shuterland, kriminologi adalah seperangkat pengetahuan yang


mempelajari kejahatan sebagai fenomena sosial, termasuk di dalamnya proses
pembuatan undang-undang, dan reaksi terhadap pelanggaran undang-undang. Definisi
Kriminologi yaitu merupakan sebagai ilmu pengetahuan yang mempelajari kejahatan
sebagai masalah manusia.
Aliran Pemikiran dalam kriminologi adalah cara pandang (paradigma) yang
digunakan oleh para pakar kriminolog dalam melihat, mananggapi, manafsirkan dan
menjelaskan mengenai fenomena kejahatan. Dalam sejarah Intelektual, terhadap
masalah penjelasan secara umum dapat dibedakan menjadi 2 cara pendekatan yang
mendasar yaitu:
• Pendekatan Spiritistik (demonologik)
Pendekatan Spiritistik berdasar pada adanya kekuasaan lain/spirit (roh). Unsur
utama yang terdapat dalam pendekatan Spiritistik ini adalah sifatnya yang melalui
dunia empirik (tidak terikat oleh batasan-batasan kebendaan/fisik, dan beroperasi
dalam cara-cara yang bukan menjadi subjek dari kontrol atau pengetahuan manusia
yang terbatas).

• Pendekatan Naturalistik
Sedangkan pendekatan Naturalistik sendiri, yaitu penjelasan yang diberikan
didalamnya lebih terperinci dan bersifat khusus, serta melihat dari segi objek dan
kejadian-kejadian dunia dalam lingkuo kebendaan dan fisik.

Pada hakikatnya ruang lingkup pembahasan kriminologi mencakup tiga hal


pokok, yakni:

1. Proses pembentukan hukum pidana dan acara pdana (making laws).


2. Etiologi kriminal, pokok pembahasannya yakni teori-teori yang menyebabkan
terjadinya (breaking of laws).

19
3. Reaksi terhadap pelanggaran hukum (reacting toward the breaking of laws).
Reaksi dalam hal ini bukan hanya ditujukan kepada pelanggar hukum berupa
tindakan represif tetapi juga reaksi terhadap “calon” pelanggar hukum berupa
upaya-upaya pencegahn kejahatan (criminal prevention).

20
DAFTAR PUSTAKA

Amir Ilyas Alam, ‘Kriminologi Suatu Pengantar’ (Jakarta: KENCANA, 2018)


Benediktus Bosu, 1982, Sendi-sendi Kriminologi, Usaha Nasional, Surabaya
E.H. Shuterland dan Cressey, D., 1974, Principles of Criminology, Fifth Edition, Lippincot
Company
Ende Hasbi Nassaruddin, S.H., M.H, Kriminologi, Pustaka Setia, Bandung, 2016
Fakultas Hukum: PENGERTIAN KRIMINOLOGI DAN PENDEKATANNYA
Georges Gurvitch, 1961, Sociolgy of Law dengan alih bahasa Sumantri Mertodipuro, Barata,
Jakarta
H. Karl Mannheim, 1991, Idologi dan Utopia: Menyingkap Kaitan Pikiran dan Politik,
Yogyakarta: Kanisius
Hermann Mannheim, 1965. Comparative Criminology Vol 1., Boston: Houghton Miffin, hlm
3, dalam Made Darma Weda, 1996. PT Raja Grapindo Persada, Jakarta
Joseph E. Jacoby., 1994, Classics of Criminology, Waveland Press, Inc
Op.cit., Santoso ,Topo., 2010, Kriminologi
Sahetapy, 1982, Parados Kriminologi, Rajawali, Jakarta
Soedjono Dirdjosisworo, 1994, Sinopsis Kriminologi Indonesia, Mandar Maju, Bandung
Tahar Rachman, ‘.’, Angewandte Chemie International Edition, 6(11), 951–952., 2018
Topo Santoso & Eva Achjani Z., 2010, Kriminologi, Jakarta: Rajawali Pers
W.A Bonger, Pengantar Tentang Kriminologi, Pembangunan Dan Ghalia Indonesia, Jakarta,
1982, hal.21. 3 Mulyana W. Kusumah, Aneka Permasalahan Dalam Ruang Lingkup
Kriminologi, Alumni, Bandung, 1981, hal.3 4 Ibid 5 Topo Santoso, Jual Beli
Kriminologi, Rajawali Press

21

You might also like