You are on page 1of 24

FORMAT ANALISIS SINTESIS

TINDAKAN

Nama Mahasiswa : Widha Listyaninggar P27220017 163


Nama Kasus : Diagnosa keperawatan hipervolemi pada pasien
CKD Semester VIII
Mata Kuliah : Praktik Keperawatan
Kritis Kelas : 4B-DIV Keperawatan
Tanggal : 02 April 2021

Jenis Tindakan : Pengukuran JVP

A. Keluhan Utama

Pasien mengeluh sesak napas, pusing dan lemah

B. Diagnosa Medis

Chronic Kidney Disease (CKD) st.v

C. Diagnosa Keperawatan

Hipervolemi berhubungan dengan gangguan mekanisme regulasi

D. Data yang Mendukung Diagnosa Keperawatan

1. Data Subjektif :

a. Pasien mengatakan sesak nafas (dyspneu)

2. Data Objektif :

a. Acites pada perut pasien

b. Pitting edema (+) grade II di kaki pasien

c. Ada edema di perut, kaki, dan muka

d. BB = 85 kg, TB = 165, IMT = 31,5 intepretasi obesitas

e. Suara nafas cracles


f. HB = 10,3 gr/dl (normal 12-15)

g. HT = 31,7 % (normal 37-43%)

h. Oliguria (produksi urine 0,5 ml/jam)

i. Konjungtiva anemis

j. RR : 30x/ menit

k. TD : 214/116 mmHg

E. Dasar Pemikiran Tindakan

Kegagalan fungsi ginjal dapat menimbulkan komplikasi gangguan kesehatan


lainnya, salah satunya adalah kondisi overload cairan yang merupakan faktor pemicu
terjadinya gangguan kardiovaskuler bahkan kematian yang terjadi pada pasien Gagal
Ginjal Kronik (Meliana,2013).

Pemantauan distensi vena jugularis dan mengukur JVP dapat dilakukan


sehubungan dengan anatomi pembuluh darah tersebut bermuara pada vena sentral
(vena cava superior). Peningkatan pada vena sentral sehubungan dengan
meningkatnya volume sirkulai sistemik akan berdampak kepada peningkatan JVP
yang dapat terlihat dengan adanya distensi vena leher, jadi secara tidak langsung
terhadap distensi vena leher dan peningkatan JVP menunjukkan kemungkinan adanya
kondisi overload cairan (Smeltzer,Bare,Hinke&Ceever,2010).

Sedangkan dampak dari tidak dilaksanakannya pengukuran JVP adalah


perburukan kondisi pada pasien gagal jantung yang tidak terdeteksi, sehingga
mengakibatkan meningkatnya angka morbiditas dan mortalitas. Perburukan kondisi
pasien gagal jantung sering tidak dirasakan pasien, sehingga tiba-tiba pasien
mengalami sesak nafas, tubuh edema dan mengalami penurunan kesadaran. Oleh
karena itu perlu adanya pemantauan JVP pada pasien oliguria untuk menghindari
terjadinya penurunan kesadaran secara tiba-tiba.

F. Prinsip Tindakan Keperawatan


1. Persiapkan alat pengukuran JVP berupa :
a. 2 buah penggaris
b. Spidol / marker skin
c. Senter / pen light
d. Alat tulis untuk dokumentasi
2. Cuci tangan
3. Jelaskan maksud dan tujuan pemeriksaan, serta lakukan inform consen.
4. Pemeriksa berada di samping kanan pasien
5. Posisikan pasien berbaring di tempat tidur dan atur posisi kepala pada kemiringan
30 – 45o dari bidang horizontal.
6. Anjurkan pasien untuk menoleh dan menengadah ke sebelah kiri
7. Identifikasi vena jugularis
8. Tentukan puncak undulasi vena jugular
9. Tentukan titik angulius sternalis
10. Dengan penggaris pertama, proyeksikan titik tertinggi pulsasi vena secara
horizontal ke dada sampai titik manubrium sterni.
11. Kemudian penggaris kedua diletakkan vertikal dari angulus sternalis.
12. Lihat hasil pengukuran dengan melihat hasil angka pada penggaris kedua (titik
pertemuan antara mistar pertama dan kedua). Hasil pembacaan kemudian
ditambahkan angka 5 cm, sebagai asumsi jarak antara angulus sternalis dengan
atrium kanan.
13. Catat jarak dalam sentimeter dan tetntukan sudut kemiringan pasien berbaring
(missal denyut vena jugularis 5 cm di atas sudut sternal, dengan kepala dinaikkan
30 derajat.
14. Pengukuran yang lebih dari 3 sampai 4 cm di atas sudut sternal dianggap sebagai
suatu peningkatan JVP
15. Catat hasil / dokumentasikan (Potter et al., 2013), (Ball et al., 2015)

G. Analisis Tindakan

Pemeriksaan tekanan vena jugularis (Jugular Veinous Pressure “JVP”)


merupakan salah satu tehnik untuk mendeteksi adanya kerusakan pada sirkulasi
sistem kardiovaskuler. JVP merupakan prediktor penting dalam penyakit gagal
jantung, memberikan informasi yang sangat berguna tentang status volume cairan
tubuh dan fungsi jantung maka diperlukan pemantauan sistem hemodinamik serta
penatalaksanaan dan perawatan yang tepat. Pemantauan ini memberikan informasi
mengenai keadaan pembuluh darah, jumlah darah dalam tubuh, dan kemampuan
jantung untuk memompakan darah (Butrous & Hummel, 2016).

Tindakan keperawatan dalam mengatasi over-load meliputi pemantauan TTV


(TD), status mental, pengukuran CVP, distensi vena leher, suara nafas, berat badan,
status hidrasi, kolaborasi pembatasan cairan dan pantau intake ouput (Dongoes,
Moorthouse dan Murr,2010)
Pemeriksaan JVP merupakan gambaran tidak langsung dari tekanan atrium
kanan melalui vena kava. JVP memberikan informasi yang sangat berguna tentang
status volume cairan tubuh dan fungsi jantung untuk mencegah perburukan kondisi
pasien.

H. Bahaya Tindakan
Alat-alat yang digunakan harus steril apabila non steril akan memicu
masuknya bakteri sehingga bisa memperparah keadaan, komplikasi yang dapat terjadi
pada saat pemasangan JVP seperti emboli udara, balon pecah, aritmia, kelebihan
cairan,hematom, infeksi, rupture arteri pulmonalis, dan infark pulmonal, perdarahan
sepsis, distrimia,bakteriemia, tamponade perikard.

I. Tindakan Keperawatan Lain yang Dilakukan

1. Manajemen Hipervolemia Observasi

a. Memeriksa tanda dan gejala hipervolemia (edema, dispnea, suara


napastambahan)
b. Memonitor intake dan output cairan

c. Memonitor jumlah dan warna urin

2. Terapeutik

a. Membatasi asupan cairan dan garam

b. Meninggikan kepala tempat tidur

3. Edukasi

a. Menjelaskan tujuan dan prosedur pemantauan cairan


4. Kolaborasi

a. Mengkolaborasi pemberian diuretik

b. Mengkolaborasi penggantian kehilangan kalium akibat deuretik

c. Mengkolaborasi pemberian continuousrenal replecement therapy (CRRT),


jika perlu

J. Hasil yang Diharapkan Setelah Dilakukan Tindakan

1. S :

a. Pasien mengatakan sesak napas berkurang

2. O:

a. Produksi urin dalam batas normal (600-1600ml/hari)

b. Tidak terdapat edema, tidak terdapat pitting edema

c. IMT dalam batas normal 18,5-22,9, intepretasi normal

d. HB dalam batas normal (12-18g/dl), HT dalam batas normal (37-43%)

e. Konjungtiva tidak anemis

f. Tekanan Darah dalam rentang normal (sistolik 80-120 dan atau diastolic 60-
80 mmHg)

g. JVP tidak meningkat, acites berkurang

h. Suara nafas vesikuler

3. A:

a. Masalah teratasi sebagian

4. P:

a. Lanjutkan intervensi :

1) Monitor intake dan output cairan

2) Monitor jumlah dan warna urin

3) Batasi asupan cairan dan garam


4) Kolaborasai pemberian diuretik

5) Kolaborasi pemberian continuousrenal replecement therapy (CRRT),


jika perlu

K. Evaluasi Diri
Terdapat beberapa komponen yang harus dikuasai oleh tenaga kesehatan
dalam melaksanakan pemeriksaan JVP. serta mengikuti kaidah prosedur pelaksanaan
dalam pemeriksaan tekanan vena jugularis. Tindakan harus dilakukan dengan cermat
dan teliti agar tidak terdapat kesalahan selama proses tindakan pengukuran JVP.
Penguasaan terhadap konsep pemeriksaan JVP sangat diperlukan oleh seluruh
tenaga kesehatan Penerapan pemeriksaan JVP berdasarkan konsepnya, akan
memberikan hasil pemeriksaan yang akurat, sehingga dapat dijadikan sebagai
pedoman dalam penegakan diagnosa dan penatalaksanaan pada pasien.

L. Daftar Pustaka
Anggraini dan Arcellia. 2016. Pemantauan Intake Output Cairan pada Pasien Gagal
Ginjal Kronik dapt Mencegah Overload Cairan. Jurnal Keperawatan Indonesia.
Diakeses secara online pada tanggal 10 April 2021 pukul 16.00 WIB.
http://jki.ui.ac.id/index.php/jki/article/download/475/569

Ini’am,dkk..2020. Pemeriksaan Tekanan Vena Jugularis (Jvp) Pada Pasien Gagal


Jantung: Konsep Analisis. Journal of TSCNers. Universitas Diponegoro.
Diakeses secara online pada tanggal 10 April 2021
pukul 16.00 WIB.
http://ejournal.annurpurwodadi.ac.id/index.php/TSCNers/article/download/213/2
37
Jurnal Keperawatan Indonesia, Volume 19 No.3, November 2016, hal 152-160
pISSN 1410-4490, eISSN 2354-9203
DOI : 10.7454/jki.v19i3.475

PEMANTAUAN INTAKE OUTPUT CAIRAN PADA PASIEN GAGAL


GINJAL KRONIK DAPAT MENCEGAH OVERLOAD CAIRAN

Fany Angraini1*, Arcellia Farosyah Putri1

1. Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, Depok 16424, Indonesia

*Email: fany.angraini@ui.ac.id

Abstrak

Pola diet tidak sehat pada masyarakat perkotaan merupakan salah satu faktor risiko penyakit tidak menular DM dan
Hipertensi. Kedua penyakit tersebut menjadi dua penyebab utama kerusakan pada ginjal yang dapat berlanjut kepada
tahap gagal ginjal (GGK). Pasien GGK seringkali mengalami masalah overload cairan yang dapat menimbulkan
masalah kesehatan lainnya bahkan dapat berujung dengan kematian. Oleh karena itu, dibutuhkan program pembatasan
cairan yang efektif dan efisien untuk mencegah komplikasi tersebut, diantaranya melalui upaya pemantauan intake
output cairan. Penulisan karya ilmiah ini menggunakan metode studi kasus dengan tujuan menggambarkan metode
pemantauan intake output cairan pasien GGK dengan menggunakan fluid intake output chart. Pemantauan tersebut
terbukti efektif untuk menangani overload cairan pada klien, dibuktikan dengan berkurangnya manifestasi overload
cairan pada klien.

Kata kunci: DM, fluid intake output chart, GGK, hipertensi, masyarakat perkotaan, overload cairan, pemantauan
intake output cairan, pola diet yang tidak sehat

Abstract

Fluid Intake Output Monitoring of Chronic Renal Failure Patients can Prevent Fluid Overload. Unhealthy diet in
urban society as one of risk factor noncommunicable disease, such as Diabetes and Hypertension. Both of them is
leading causes of kidney disease and it can be End Stage Renal Disease stage (ESRS). ESRD patient often experience
fluid overload state, that can cause another health problem even it can be cause of death. That’s way, it is important to
make effective and efficient fluid restriction program to prevent the complication, one other thing is fluid intake output
monitoring. This scientific paper use case study method to describe analysis of clinical practice in fluid intake output
monitoring by using fluid intake output chart. Monitoring is proven effective to treat fluid overload, it is shown by
decreasing of patient’s fluid overload clinical manifestation

Keyword: diabetes, ESRD, fluid intake output chart, fluid intake output monitoring, Fluid Overload, hypertension,
unhealthy diet, urban society

Pendahuluan Iseki, Li, Platner, Saran Wang, Yang, 2013


dan Caturdevy, 2014). Kegagalan fungsi ginjal
Pola diet yang tidak sehat pada masyarakat dapat menimbulkan komplikasi gangguan
perkotaan identik dengan konsumsi makanan kesehatan lainnya, salah satunya adalah kondi-
siap saji ataupun makanan instan merupakan si overload cairan yang merupakan faktor pe-
faktor risiko pemicu terjadinya penyakit tidak micu terjadinya gangguan kardiovaskuler
menular (PTM) seperti Hipertensi dan Dia- bahkan kematian yang terjadi pada pasien
betes Mellitus (DM) (WHO, 2008 dalam GGK (Angelantonio, Chowdhury, Sarwar,
Kemenkes, 2011). Kedua penyakit tersebut Aspelund, Danesh, & Gudnason, 2010 dan
menjadi dua penyebab utama terjadinya Caturvedy, 2014). Meiliana (2013) menyata-
kerusakan ginjal yang dapat berlanjut kepada kan bahwa 54% pasien yang menjalani HD di
tahap gagal ginjal kronik (GGK) (Jha, Garcia, ruang HD RSUP Fatmawati memiliki riwayat
Anggraini, et al., Pemantauan Intake Output Cairan Pada Pasien Gagal Ginjal Kronik 153

overload cairan. Sementara itu, Wizemann


Hasil
(1995 dalam Tsai, Chen, Chiu, Kuo, Hwang,
& Hung 2014) menyatakan lebih dari 15% Pasien yang menjadi kelolaan pada studi kasus
kasus overload menyebabkan kematian pada ini adalah Ny. S (50 tahun), dirawat di RS
pasien yang menjalani hemodialisis. Kompli- sejak tanggal 7 Mei 2014 dengan keluhan keti-
kasi GGK sehubungan dengan overload dapat ka masuk, meliputi sesak nafas, kondisi kaki
dicegah melalui pembatasan intake cairan bengkak dan perut yang membesar, mual, serta
yang efektif dan efisien. lemas. Klien memiliki riwayat obesitas (riwa-
yat BB=100 kg, suka makan gorengan dan
Keefektifan pembatasan jumlah cairan pada makanan berpenyedap kuat), riwayat merokok
pasien GGK bergantung kepada beberapa hal, dan menderita DM tipe 2 (riwayat GDS 300
antara lain pengetahuan pasien terhadap mg/dl) sejak empat tahun yang lalu disertai
jumlah cairan yang boleh diminum. Upaya dengan hipertensi grade 1 (riwayat TD 160/90
untuk mencipta-kan pembatasan asupan cairan mmHg).
pada pasien GGK diantaranya dapat dilakukan
melalui pemantauan intake output cairan per Masalah keperawatan yang muncul berdasar-
harinya, sehubungan dengan intake cairan kan hasil pengkajian melalui anamnesa, peme-
pasien GGK bergantung pada jumlah urin 24 riksaan fisik dan pemeriksaan laboratorium,
jam (Europe-an Society for Parenteral and meliputi gangguan perfusi jaringan perifer,
Enteral Nutri-tion dalam Pasticci, Fantuzzi, kelebihan volume cairan, risiko gangguan
Pegoraro, Mc Cann, Bedogni, 2012). keseimbangan nutrisi, risiko infeksi, intole-
ransi aktivitas, serta kerusakan intergritas
Pemantauan dilakukan dengan cara mencatat kulit.
jumlah cairan yang diminum dan jumlah urin
setiap harinya pada chart/tabel (Shepherd, Gangguan Perfusi Jaringan Perifer. Ber-
2011). Sehubungan dengan pentingnya pro- dasarkan hasil pengkajian didapatkan data
gram pembatasan cairan pada pasien dalam berupa tampilan klien yang tampak pucat,
rangka mencegah komplikasi serta memper- konjungtiva anemis, punggung kuku pucat,
tahankan kualitas hidup, maka perlu dilakukan CRT memanjang (>3 detik), serta nilai Hb
analisis praktek terkait intervensi dalam yang menurun (5,7 gr/dl).
mengontrol jumlah asupan cairan melalui pen-
catatan jumlah cairan yang diminum serta urin Kelebihan Volume Cairan. Kelebihan
yang dikeluarkan setiap harinya. volume cairan ditunjukkan dengan adanya data
me- liputi keluhan klien yang mengalami pe-
nurunan frekuensi BAK (2-3 kali/hari), jumlah
Metode urin sedikit, data observasi berupa adanya
edema pitiing grade 3 pada kedua tungkai
Penulisan karya ilmiah ini menggunakan
bawah klien serta ascites, jumlah urin dalam
metode studi kasus, yaitu pasien dengan gagal
24 jam (400 cc), tekanan darah 130/90 mmHg.
ginjal kronik. Adapun teknik pengumpulan
data yang digunakan meliputi wawancara, Risiko Gangguan Nutrisi. Sehubungan
observasi partisipan, catatan individu, atau dengan masalah risiko gangguan nutrisi,
rekam medik dan perawatan. Data yang telah adanya risiko ditunjukkan dengan ada-nya data
terkumpul dianalisis untuk melihat masalah berupa keluhan tidak nafsu makan, mual dan
keperawatan yang dialami klien serta meninjau muntah, hasil observasi/pemeriksaan fisik dan
keefektifan intervensi yang telah dilakukan laboratorium (porsi makan hanya ¼ bagian
untuk menyelesaikan masalah keperawatan yang habis, BB=81 kg, TB 170 cm, postur
pasien, khususnya masalah kelebihan volume tinggi sedang, Hb=5,7 gr/dl, Albu-min=2,9
cairan. gr/dl, LILA=31 cm, status gizi = normal).
154 Jurnal Keperawatan Indonesia, Vol. 19, No. 3, November 2016, hal 152-160

Risiko Infeksi. Masalah keperawatan risiko Sehubungan dengan evaluasi tindakan kepera-
infeksi ditunjang dengan adanya data klien watan yang telah dilakukan didapatkan hasil
dengan riwayat penyakit kronik CKD se- sebagai berikut:
menjak 4 bulan yang lalu, hasil pemeriksaan
terlihat kulit klien kering dan meneglupas a. Masalah keperawatan gangguan perfusi
(Xerotic Skin), kadar Ureum meningkat (161 jaringan perifer teratasi penuh pada hari
mg/dl), penurunan kadar Hb (5,7 gr/dl), pe- rawat ke-3, setelah klien mendapatkan
nurunan kadar limfosit (limfosit 4). Keadaan transfusi PRC ke 4. Hal tersebut ditandai
tersebut meningkatkan risiko klien untuk ter- dengan peningkatan kadar Hb (8,3 gr/dl)
kena infeksi. dan berkurangnya anemis pada konjung-
tiva dan punggung kuku serta CRT < 3
Kerusakan Integritas Kulit. Kondisi kulit dtk. Meskipun demikian, pada hari ter-
klien dan peningkatan kadar ureum seperti akhir klien dirawat, kadar Hb klien kem-
yang sudah diuraikan sebelumnya, juga men- bali mengalami penurunan (Hb 7,3 gr/dl),
jadi data penunjang munculnya masalah ke- klien direncanakan transfusi on HD pada
rusakan integritas kulit. Data tambahan terkait jadwal HD berikutnya.
kerusakan integritas kulit lainnya adalah be-
rupa keluhan klien mengenai rasa gatal pada b. Masalah keperawatan kelebihan volume
kulit. cairan mulai teratasi pada hari rawat ke-2,
ditandai dengan penurunan derajat edema
Intoleransi Aktivitas. Intoleransi aktivitas (edema grade 2), ascites berkurang, tidak
dibuktikan dengan adanya data berupa keluhan ada penambahan BB dari hari sebelum-
lemas dari klien dan berdasarkan observasi nya, JVP tidak meningkat, balance cairan
klien tampak lemah, bed rest dan pemenuhan negatif, TD stabil (130/90 mmHg) dan
ADL dibantu keluarga. status mental CM. Masalah teratasi penuh
pada hari terakhir klien dirawat ditunjuk-
Adapun tindakan keperawatan yang telah di- kan dengan penurunan derajat edema (de-
lakukan selama pemberian asuhan keperawat- rajat 1), ascites berkurang, tidak ada
an kepada Ny. S meliputi pemantauan status penambahan BB dari hari sebelumnya,
mental/ neurologis, pemantauan tanda-tanda JVP tidak meningkat, balance cairan nega-
vital, pemantauan status hidrasi (pemantauan tif, suaran nafas vesikuler, status mental
BB, JVP, edema, ascites, intake output), pe- CM, dan TD stabil (130/90 mmHg).
mantauan toleransi klien dalam melakukan
c. Masalah risiko gangguan keseimbangan
ADL, pemberian motivasi kepada klien untuk
nutrisi mulai teratasi pada hari rawat ke-3,
meningkatkan intake makanannya, pemberi-
ditandai dengan keluhan mual yang dira-
an saran kepada klien untuk makan dengan sakan klien berkurang, porsi makanan
porsi kecil tapi sering, pemberian kesehatan yang habis bertambah (1/2 porsi), nafsu
tentang diet rendah garam dan rendah protein,
makan mulai membaik. Masalah teratasi
pendidikan kesehatan tentang hand hygiene,
penuh pada hari teakhir klien dirawat,
pemberian lotion pelembab untuk mengatasi
ditandai dengan hilangnya keluhan mual,
kulit klien yang kering, kolaborasi pembatas- nafsu makan membaik, porsi makanan
an intake cairan, kolaborasi pemberian diet, yang habis > 50% (3/4 porsi).
kolaborasi pemantauan hasil laboratorium
(Hb, Ur, & Cr), kolaborasi pemberian diure- d. Masalah risiko infeksi mulai teratasi pada
tik, antiemetik, antibiotik, antipruritus, serta hari pertama pemberian asuhan keperawa-
transfusi PRC, kolaborasi pemberian tindakan tan pada klien, ditandai dengan tidak ada
HD. tanda infeksi. Masalah teratasi penuh pada
Anggraini, et al., Pemantauan Intake Output Cairan Pada Pasien Gagal Ginjal Kronik 155

hari terkahir perawatan klien ditandai lan, makanan berpenyedap rasa yang kuat dan
dengan tidak adanya tanda infeksi pada rutin mengkonsumsi kopi setiap harinya. Pa-
klien serta kadar ureum darah klien yang sien tersebut memiliki riwayat obesitas,
sudah menurun (90 mg/dl). dengan beratnya pernah mencapai 100 kg,
e. Masalah kerusakan integritas kulit mulai riwayat DM dan hipertensi semenjak 4 tahun
teratasi pada hari rawat pertama ditandai yang lalu. Dapat disimpulkan DM dan menjadi
dengan berkurangnya keluhan gatal pada faktor pemicu GGK pada Ny. S.
kulit. Masalah teratasi penuh pada hari
terakhir klien dirawat, ditunjukkan rasa Gangguan Perfusi Jaringan Perifer. Kondisi
gatal pada kulit. Masalah teratasi penuh anemia (Hb 5,7 gr/dl) merupakan manifestasi
pada hari terakhir klien dirawat, ditunjuk- klinis lainnya yang dialami Ny. S. Kondisi
kan dengan rasa gatal pada kulit berku- tersebut berhubungan dengan kerusakan ginjal
rang, kulit sudah tidak terlalu kering dan yang mengakibatkan penurunan fungsi ginjal
mengelupas, kadar ureum darah menurun dalam mensintesis enzim eritropoetin yang
(90 mg/dl). merupakan prekusor pembentukan sel darah
merah pada sumsum tulang belakang. Selain
f. Masalah intoleransi aktivitas mulai terata- itu, keadaan anemia pada Ny. S diperparah
si pada hari rawat ke-4 ditandai dengan dengan deplesi komponen sel darah merah
berkurangnya keluhan lemas yang dirasa- sehubungan dengan uremia (Ureum 161 mg/
kan klien. Masalah teratasi penuh pada dl). Uremia memberikan dampak buruk berupa
hari rawat terakhir, klien sudah mampu hemolisis/pemendekan usia sel darah merah
mobilisasi ke kamar mandi, karena badan- yang normalnya berusia 120 hari (LeMone &
nya sudah tidak terlalu lemas. Burke, 2008).

Pembahasan Penurunan kadar Hb kurang dari 6 gr/dl dapat


mempengaruhi perfusi jaringan, sehingga ber-
Pola diet yang tidak sehat pada masyarakat dasakan data tersebut memunculkan masalah
perkotaan meningkatkan risiko masyarakat keperawatan gangguan perfusi jaringan perifer
perkotaan untuk terkena PTM, seperti Diabetes (Doengoes & Moorhouse, 2010).
Mellitus (DM) dan Hipertensi (Kemenkes,
2011). Kedua penyakit tersebut menjadi dua Kelebihan Volume Cairan. Manifestasi klinis
penyebab utama terjadinya kerusakan ginjal overload cairan yang dialami Ny. S berupa
yang dapat berlanjut kepada tahap gagal ginjal edema grade 3 dan ascites berhubungan
kronik (GGK) (Jha, Garcia, Iseki, Li, Platner, dengan penurunan kemampuan ginjal dalam
Saran Wang, Yang, 2013; Caturdevy, 2014). mere- gulasi penyerapan dan haluaran
elektrolit Na, sehingga menyebabkan retensi
Berdasarkan hasil observasi yang dilakukan di Na yang lebih lanjut meningkatkan volume
ruang rawat penyakit dalam menunjukkan cairan ekstrasel. Keadaan overload pada Ny. S
sebanyak 50% pasien yang dirawat adalah diperparah dengan adanya penurunan Laju
pasien GGK. Tiga puluh lima persen penderita Filtrasi Glo- merulus/ LFG (LFG 8,7 ml/mnt),
juga menderita DM dan hipertensi dengan sehubungan dengan gangguan regulasi air oleh
riwayat kebiasaan makan yang tidak sehat. ginjal (Black & Hawk, 2009).
Pola diet yang tidak sehat menjadi faktor
Tindakan keperawatan dalam mengatasi over-
pemicu awal gangguan ginjal yang dialami
load meliputi pemantauan TTV (TD), status
Ny.S. Berdasarkan hasil wawancara dengan
mental, CVP, distensi vena leher, suara nafas,
pasien, didapatkan bahwa klien sering meng-
berat badan, status hidrasi, pemantauan adanya
konsumsi gorengan yang dibeli di pinggir ja-
edema, ascites, kolaborasi pembatasan cairan
156 Jurnal Keperawatan Indonesia, Vol. 19, No. 3, November 2016, hal 152-160

dan pantau intake output (Dongoes, terdapat kelebihan cairan di rongga alveolus.
Moorhouse, & Murr, 2010). Akumulasi tersebut terjadi karena perpindahan
cairan dari kompartemen intravaskuler ke
Pemantauan tekanan darah menjadi salah satu dalam rongga alveolus sehubungan dengan
intervensi utama dalam penanganan klien terjadinya peningkatan tekanan hidrostatik
dengan overload karena TD merupakan salah yang dihasilkan jantung karena adanya pening-
satu indikator adanya peningkatan volume katan volume cairan di dalam pembuluh darah.
cairan intravaskuler. Peningkatan volume cai- Akumulasi cairan tersebut dapat menimbulkan
ran berlebih pada kompartemen intarvaskuler komplikasi gagal nafas.
lebih lanjut akan menyebabkan perpindahan
cairan dari dalam pembuluh darah menuju Intervensi selanjutnya yang dilakukan dalam
jaringan interstisial tubuh. Oleh sebab itu, mengatasi kelebihan cairan pada pasien GGK
intervensi pemantauan TD pada pasien GGK adalah berupa pemantauan berat badan, edema
sangat penting untuk memperkirakan kemung- atau ascites dan status hidrasi. Perubahan berat
kinan terjadinya overload pada pasien (Black badan secara signifikan yang terjadi dalam 24
& Hawk, 2009). jam menjadi salah satu indikator status cairan
dalam tubuh. Kenaikan 1 kg dalam 24 jam
Intervensi berupa pemantauan status mental menunjukkan kemungkinan adanya tambahan
pada pasien GGK merupakan hal yang penting akumulasi cairan pada jaringan tubuh seba-
karena salah satu kemungkinan penyebab nyak 1 liter. Pemantauan selanjutnya, berupa
perubahan status mental pada pasien GGK pemantauan adanya edema dan ascites menun-
adalah perpindahan cairan dari pembuluh jukkan adanya akumulasi cairan di jaringan
darah otak menuju jaringan interstisial (edema interstisial tubuh yang salah satu kemungkinan
serebral). Meskipun perubahan status mental penyebabnya perpindahan cairan ke jaringan.
pada pasien GGK lebih sering disebabkan Salah satu pemicu kondisi tersebut adalah
karena akumulasi ureum dalam darah, namun peningkatan volume cairan dalam pembuluh
akumulasi cairan pada jaringan otak dapat darah (Lewis, Heitkemper, Dirksen, O’Brien
diprediksi menjadi kemungkinan penyebab & Bucher, 2007).
lainnya (Ignatavicius & Workman, 2010).
Sehubungan dengan tindakan kolaborasi,
Pemantauan selanjutnya adalah berupa peman- intervensi keperawatan dalam menangani kele-
tauan adanya distensi vena jugularis dan me- bihan cairan diantaranya adalah kolaborasi
ngukur JVP. Hal tersebut dapat dilakukan pembatasan intake cairan. Pada pasien GGK
sehubungan dengan anatomi pembuluh darah pembatasan cairan harus dilakukan untuk
tersebut bermuara pada vena sentral (vena menyesuaikan asupan cairan dengan toleransi
cava superior). Peningkatan pada vena sentral ginjal dalam regulasi (ekresi cairan), hal terse-
sehubungan dengan meningkatnya volume but dikarenakan penurunan laju ekresi ginjal
sirkulasi sistemik akan berdampak kepada dalam membuang kelebihan cairan tubuh se-
peningkatan JVP yang dapat terlihat dengan hubungan dengan penurunan LFG. Pada
adanya distensi vena leher, jadi secara tidak pasien ginjal intake cairan yang
langsung terhadap distensi vena leher dan direkomendasikan bergantung pada jumlah
peningkatan JVP menunjukkan kemungkinan urin 24 jam, yaitu jumlah urin 24 jam
adanya kondisi overload cairan (Smeltzer, sebelumnya ditambahkan 500-800 cc (IWL)
Bare, Hinkle & Ceever, 2010). (Europan Society for Par- enteral and Enteral
Nutrition dalam Pasticci, Fantuzzi, Pegoraro,
Intervensi berupa pemeriksaan fisik (auskultasi Mc Cann, Bedogni, 2012).
paru) penting dilakukan, sehubungan dengan
adanya suara nafas abnormal crackle jika Pemantauan status hidrasi pada pasien GGK
meliputi pemantauan intake output cairan sela-
Anggraini, et al., Pemantauan Intake Output Cairan Pada Pasien Gagal Ginjal Kronik 157

ma 24 jam dengan menggunakan chart intake Pada tahap awal dalam memberikan intervensi
output cairan untuk kemudian dilakukan peng- mahasiswa terlebih dahulu memperkenalkan
hitungan balance cairan (balance positif me- chart meliputi nama serta tujuan pengisian
nunjukkan keadaan overload). Chart peman- chart. Setelah itu mahasiswa mulai memper-
tauan intake output cairan klien, tidak hanya kenalkan cara pengisian chart kepada klien.
diisi oleh mahasiswa saja, namun juga diisi Pada dasarnya klien ataupun keluarga tidak
oleh klien. Hal tersebut bertujuan untuk mela- memahami cara pengisian chart, karena cara
tih klien dalam memantau asupan dan haluaran pengisian yang cukup mudah seperti membuat
cairan, sehingga pada saat pulang ke rumah catatan harian.
klien sudah memiliki keterampilan berupa mo-
difikasi perilaku khususnya dalam manajemen Berdasarkan catatan perkembangan penggu-
cairan. Keterampilan tersebut diharapkan da- naan chart dalam rangka memantau intake
pat mencegah terjadinya overload cairan pada output cairan, terlihat bahwa upaya yang dila-
klien, mengingat jumlah asupan cairan klien kukan mahasiswa dalam manajemen kelebihan
bergantung kepada jumlah urin 24 jam. cairan cukup efektif, dibuktikan dengan jum-

Tabel 1 Chart Pemantauan Intake Output Cairan Klien

Tanggal: Berat Badan:


Cairan masuk (ml) Cairan keluar (ml)
Waktu (WIB) Minum Makanan Muntah Urin BAB Keterangan
01.00
02.00
03.00
04.00
05.00
06.00
07.00
SUB TOTAL
08.00
09.00
10.00
11.00
12.00
13.00
14.00
SUB TOTAL
15.00
16.00
17.00
18.00
19.00
20.00
21.00
22.00
23.00
24.00
SUB TOTAL
TOTAL /24 jam
Dimodifikasi dari Fluid Balance Record ( www.dxmedicalstationery.com.au)
158 Jurnal Keperawatan Indonesia, Vol. 19, No. 3, November 2016, hal 152-160

lah intake cairan klien terkontrol sesuai dengan intake output chart yang juga diberikan pada
haluaran urin, berkurangnya kelebihan cairan klien.
yang dialami klien dibuktikan dengan tidak
ada peningkatan BB yang meningkat signi- Risiko Gangguan Nutrisi. Keluhan klien
fikan setiap harinya, edema/ascites berkurang, berupa mual, penurunan nafsu makan terjadi
tekanan darah stabil, suara nafas vesikuler, sehubungan dengan uremia (161 mg/dl). Pe-
status mental CM, tidak ada distensi vena leher ningkatan ureum yang merupakan sampah sisa
(JVP tidak meningkat), serta balance cairan metabolisme protein dan semestinya dibuang
yang negatif. Pelaksanaan asuhan keperawatan dari dalam tubuh terjadi karena penurunan
yang dilakukan mahasiswa selama praktek fungsi klirens ginjal sehubungan dengan
tidak lepas dari kendala, diantaranya terkait penurunan LFG. Pada Ny. S, berdasarkan
sarana. formula kreatinin klirens didapatkan LFG
klien hanya 8,7 ml/mnt.
Adapun sarana yang dimaksud adalah belum
tersedianya gelas ukur urin dan formulir Risiko Infeksi. Peningkatan kadar ureum juga
khusus pemantauan intake output cairan menyebabkan gangguan pada fungsi leukosit
khususnya untuk pasien GGK di ruang rawat, sebagai agen yang berperan dalam sisitem
padahal kedua komponen tersebut merupakan imun. Pada klien terjadi penurunan kadar
bagian dari standar operasional prosedur Limfosit, hal tersebut menempatkan klien pada
pemantauan intake output cairan dengan risiko infeksi.
menggunakan intake output cairan (Sephard,
2010). Untuk menangani masalah tersebut, Kerusakan Integritas Kulit. Keluhan klien
mahasiswa mencoba mencari alternatif, berupa berupa rasa gatal pada kulit dan kondisi kulit
penggantian gelas ukur urin dengan menggu- yang kering/bersisik dan mengelupas merupa-
nakan tampung berupa botol air mineral bekas kan manifestasi klinis dari keadaan uremia
dan menggunakan formulir pemantauan intake yang dialami klien.
output yang diterjemahkan dan diadaptasi dari
luar negeri (Bennet, 2010 dalam Shepherd, Intoleransi Aktivitas. Penurunan kadar Hb
2011). yang menyebabkan kondisi anemia pada klien
menimbulkan manifestasi klinis berupa badan
Kendala yang ditemui selama penelitian tidak yang terasa lemas, kepala pusing, sehinggan
hanya berhubungan dengan sarana saja, tetapi membuat klien tidak mampu melakukan akti-
juga berhubungan dengan kerja sama klien vitas untuk pemenuhan ADL.
atau keluarga dalam memberikan informasi
intake output cairan yang benar. Klien atau
keluarga terkadang lupa untuk mengukur Kesimpulan
intake cairan maupun haluaran urin, sehingga Penyakit tidak menular yang sering ditemukan
dapat memengaruhi keakuratan data intake di perkotaan adalah DM dan hipertensi yang
output cairan klien karena pencatatan jumlah disebabkan oleh pola diet yang tidak sehat
cairan melalui perkiraan saja dan bukan me- misalnya konsumsi makaan siap saji yang
lalui pengukuran. Kendala tersebut tidak ber- mengandung kadar kolesterol, gula dan garam
langsung lama dan terjadi di awal pemberian yang tinggi. DM dan hipertensi lebih lanjut
asuhan keperawatan, setelah diberikan edukasi menyebabkan komplikasi gangguan kesehatan
dan diingatkan secara berulang-ulang, akhir- berupa GGK yang menyebabkan gangguan
nya kepatuhan klien/keluarga mengalami pe- regulasi cairan dan elektrolit dan memicu
ningkatan. Hal tersebut dibuktikan dengan ke- terjadinya kondisi overload cairan pada pen-
rutinan mencatat setiap intake dan output pada derita.
Anggraini, et al., Pemantauan Intake Output Cairan Pada Pasien Gagal Ginjal Kronik 159

Overload cairan lebih lanjut dapat menim- Dongoes, M.E., Moorhouse, M.F., & Murr, A.C.
bulkan komplikasi berupa gagal jantung, (2010). Nursing care plans:guideline for
edema paru yang dapat berujung kematian. individualizing client care across the life
Oleh sebab itu, dibutuhkan manajemen cairan span (8th Ed.). Philadelphia: F. A Davis
berupa pembatasan cairan efektif dan efisien Company
untuk mencegah kompilkasi tersebut. Upaya
untuk menciptakan program pembatasan cai- Ignatavicius, D. D., & Workman, M. L. (2010).
ran yang efektif dan efisien, salah satunya Medical-surgical nursing: Patient-centered
dapat dilakukan melalui pemantauan intake collaboraive care. (6th ed). St. Louis:
output cairan pasien selama 24 jam dengan Sauders Elsevier.
menggunakan fluid intake output chart.
Jha, V., Garcia-Garcia, G., Iseki, K., Li, Z.,
Sehubungan dengan pentingnya upaya pe- Naicker, S., Plattner, B., Saran, R., Wang,
mantauan intake output cairan pada pasien A.Y., & Yang, C.W. (2013). Chronic kidney
GGK, maka rumah sakit perlu menyediakan disease: global dimnesion and perspectives.
alat ukur urin serta formulir pemantauan intake Lancet, 382 (9888), 260-272. doi: 10.
output cairan yang sudah terstandarisasi tidak 1016/S0140-6736(13)60687-X
hanya di ruang perawatan kritis saja. Hal
Kementerian Kesehatan RI. (2011). Stategi
tersebut diperlukan untuk memfasilitasi pe-
nasional penerapan pola konsumsi dan
rawat dalam memberikan intervensi kepe-
aktifitas fisik untuk mencegah penyakit tidak
rawatan berupa pemantauan intake output
menular. Jakarta: Kementerian Kesehatan
yang akurat, sehingga komplikasi overload Republik Indonesia.
cairan pada pasien GGK dapat diminimalisasi
(US, TN). Meiliana, R. (2013). Hubungan kepatuhan
terhadap terjadinya overload pada pasien
Referensi gagal ginjal kronik post hemodialisa di
Rumah Sakit Fatmawati (Skripsi, tidak
Angelantonio, E. D., Chowdhury, R., Sarwar, dipublikasikan). Program Studi Sarjana
N., Aspelund, T., Danesh, J., & Gudnason, Fakultas Ilmu Keperawatan, Universitas
V. (2010). Chronic kidney disease and risk Indonesia, Depok – Jawa Barat, Indonesia.
of major cardiovascular disease and non-
vascular mortality: prospective population Pasticci, F., Fantuzzi, A. L., Pegoraro M., Mc
based cohort study. British medical journal Cann, M., & Bedogni, G. (2012). Nutritional
341, 768. management stage 5 of chronic kidney
disease. Journal of renal care, 38 (1), 50-58.
Black, J. M. & Hawks, J. H. (2009). Medical- doi: 10.1111/j.1755-6686.2012.00266.x
surgical nursing: Clinical management for
positive outcomes (8th Ed.). St. Louis: Shepherd, A. (2011) Measuring and managing
Saunders Elsevier. fluid balance. Nursing times 107(28), 12-16.
Diperoleh dari https://www.ncbi.nlm.
Caturvedy, M. (2014). Management of nih.gov/p ubmed/21941718
hypertension in CKD. Clinical queries:
nephrology 3, 1-4. Tsai, Y. C., Tsai, J. C., Chen, S. C., Chiu, Y. W.,
Hwang, S. Y., Hung, C. C., Chen, T. H.,
Dx Medical Stationery. 2013. Fluid balance Kuo, M. C., & Chen, H. C. (2014).
record data form. Diperoleh dari Association of fluid overload with kidney
http://dxmedicalstati onery.com.au. disease progression in advanced CKD: a
rospective cohort study. American of Journal
160 Jurnal Keperawatan Indonesia, Vol. 19, No. 3, November 2016, hal 152-160

Kidney Disease, 63 (1), 68-75. doi:


10.1053/j.ajkd.2013 .06.011

Western Health and Social Care Trust. (2010).


Policy for he recording of fluid balance/
intake-output. Diperoleh dari http://www.
nmc-uk.org
Journal of TSCNers Vol.5 No.1 Tahun 2020 ESSN: 2503-2453

PEMERIKSAAN TEKANAN VENA JUGULARIS (JVP)


PADA PASIEN GAGAL JANTUNG: KONSEP ANALISIS

Oleh;
Ulin Ni’am , Mochamad Ali Sobirin2), Chandra Bagus Ropyanto3)
1)

1)
Departemen Keperawatan, Universitas Diponegoro, Email; ners.ulinniam@gmail.com
2)
Departemen Ilmu Penyakit Jantung dan Pembuluh Darah Klinis, Universitas Diponegoro,
Email; dr_alibirin@fk.undip.ac.id
3)
Departemen Keperawatan, Universitas Diponegoro, Email; chandra.ropyanto@gmail.com

ABSTRAK

Latar belakang: Kondisi hipervolemia pada pasien gagal jantung merupakan situasi dimana
seorang pasien harus mendapat penanganan darurat. Tekanan vena jugularis (Jugular Venous
Pressure “JVP” adalah pengukuran tidak langsung dari tekanan vena kava. Vena kava
menentukan gambaran dari kondisi atrium kanan pada jantung. Meningkatnya JVP
diakibatkan adanya kegagalan jantung dalam memompa darah ke dalam sirkulasi. Sehingga,
pemantauan JVP sebagai prediktor kondisi jantung pada pasien merupakan komponen
penting dalam pengelolaan dan perawatan pada pasien gagal jantung.
Metode: Metodologi yang digunakan dalam penulisan ini adalah konsep analisis. Konsep ini
bertujuan untuk melakukan analisa terhadap konsep pemeriksaan JVP berdasarkan strategi
analisis konsep Walker dan Avant, meliputi indentifikasi antesenden, mendefinisikan atribut,
konsekuensi, referensi empiris, dan kasus yang terkait dengan konsep tersebut.
Hasil: Model konseptual pemeriksaan JVP memberikan petunjuk dalam penerapan asuhan
keperawatan sehingga memberikan mutu asuhan keperawatan yang berkualitas. Dampaknya,
kualitas hidup pasien dengan masalah pada sistem kardiovaskuler semakin meningkat dan
terhindar dari perburukan kondisi.
Kesimpulan: Penguasaan terhadap konsep pemeriksaan JVP sangat diperlukan oleh seluruh
tenaga kesehatan. Konsep menjadi dasar dalam menerapkan suatu teori. Penerapan
pemeriksaan JVP berdasarkan konsepnya, akan memberikan hasil pemeriksaan yang akurat,
sehingga dapat dijadikan sebagai pedoman dalam penegakan diagnosa dan penatalaksanaan
pada pasien.

Keyword : Gagal Jantung, Konsep Analisis, Pemeriksaan Fisik, Tekanan Vena Jugularis

http://ejournal.annurpurwodadi.ac.id/index.php/TSCNers 45
Journal of TSCNers Vol.5 No.1 Tahun 2020 ESSN: 2503-2453

MONITORING VENA JUGULARIS PRESURE (JVP) ON HEART DISEASE


PATIENTS : CONCEPT ANALYSIS

By;
Ulin Ni’am1), Mochamad Ali Sobirin2), Chandra Bagus Ropyanto3)
1)
Nursing Department, Universitas Diponegoro, Email; ners.ulinniam@gmail.com
2)
Department of Ilmu Penyakit Jantung dan Pembuluh Darah Klinis, Universitas
Diponegoro, Email; dr_alibirin@fk.undip.ac.id
3)
Nursing Department, Universitas Diponegoro, Email; chandra.ropyanto@gmail.com

ABSTRACT

Background: Jugular venous pressure (JVP) is an indirect measurement of vena cava


pressure. Vena cava determines the picture of the right atrial condition in the heart.
Increased JVP is caused by heart failure in pumping blood into the circulation. Thus,
monitoring JVP as a predictor of conditions Heart disease in patients is an important
component in the management and care of heart failure patients.
Method: The methodology used in this paper is the concept of analysis. This concept aims to
analyze the JVP examination concept based on the Walker and Avant concept analysis
strategies, including identification of antecedents, defining attributes, consequences,
empirical references, and cases related to the concept.
Results: The conceptual model of the JVP examination provides guidance in the application
of nursing care so as to provide quality nursing care. As a result, the quality of life of
patients with problems in the cardiovascular system increases and avoids worsening of the
condition.
Conclusion: Mastery of the concept of JVP examination is needed by all health workers. The
concept becomes the basis of applying theory. The application of the JVP examination based
on the concept will provide accurate examination results so that it can be used as a guideline
in the diagnosis and management of patients.

Keyword: Jugular Vein Pressure, Physical Examination, Heart Failure, Concept Analysis

http://ejournal.annurpurwodadi.ac.id/index.php/TSCNers 46
Journal of TSCNers Vol.5 No.1 Tahun 2020 ESSN: 2503-2453

PENDAHULUAN metode pengukuran secara invasif


Penyakit gagal jantung merupakan
memiliki akurasi yang baik, namun dalam
sekumpulan tanda dan gejala akibat dari
pelaksanaannya terdapat beberapa kendala
kegagalan jantung dalam memompa darah
yang patut dipertimbangkan. Sehingga
yang mengandung nutrisi dan oksigen ke
pemeriksaan JVP menjadi pilihan yang
seluruh tubuh (Wan et al., 2017). Kondisi
tepat dalam pemantauan hemodinamik
ini ditandai dengan berbagai gejala klinis
serta menjadi indikator penting dalam
seperti kelemahan, kelelahan, intoleransi
diagnosis serta pemantauan kondisi pada
aktifitas, sesak nafas, retensi cairan, dan
penyakit gagal jantung,
terdapat edema. Lebih sering menyerang
Pemeriksaan tekanan vena jugularis
pada laki-laki berusia diatas 65 tahun, dan
(Jugular Veinous Pressure “JVP”)
menjadi penyebab terbanyak seseorang
merupakan salah satu tehnik untuk
menjalani perawatan di rumah sakit (Desai
mendeteksi adanya kerusakan pada
& Stevenson, 2012; Kollia,
sirkulasi sistem kardiovaskuler. JVP
Giakoumidakis, & Brokalaki, 2016; Stout
merupakan prediktor penting dalam
et al., 2018; Wan et al., n.d.).
penyakit gagal jantung, memberikan
Gejala penyakit yang tidak segera
informasi yang sangat berguna tentang
terdeteksi dan ditangani dengan baik akan
status volume cairan tubuh dan fungsi
meningkatkan resiko terhadap perburukan
jantung (Bickley & Szilagyi, 2009),
kondisi, Oleh karena itu, diperlukan
(Ponikowski et al., 2016). Meyer
pemantauan sistem hemodinamik serta
menjelaskan dalam penelitiannya di
penatalaksanaan dan perawatan yang tepat.
Amerika dan Kanada, pasien gagal jantung
Pemantauan ini memberikan informasi
yang dilakukan pemeriksaan JVP
mengenai keadaan pembuluh darah,
mendapatkan hasil bahwa seluruh pasien
jumlah darah dalam tubuh, dan
mengalami peningkatan JVP. Kondisi ini
kemampuan jantung untuk memompakan
disinyalir menjadi penyebab meningkatnya
darah (Butrous & Hummel, 2016).
rawat inap dan kematian pada pasien gagal
Terdapat beberapa parameter yang harus
jantung (Meyer et al., 2009).
diperhatikan dalam pemantauan
Meskipun pemeriksaan JVP pada
hemodinamik, salah satunya adalah
pasien gagal jantung adalah pemeriksaan
tekanan vena sentral.
yang penting, namun masih banyak
Metode dalam pengukuran vena
dijumpai pemeriksaan ini tidak
sentral dikelompokkan menjadi dua, yakni
dilaksanakan dalam pemberian asuhan
metode invasif dan non-invasif. Meskipun
keperawatan. Adapun penyebab tidak
http://ejournal.annurpurwodadi.ac.id/index.php/TSCNers 47
Journal of TSCNers Vol.5 No.1 Tahun 2020 ESSN: 2503-2453

dilaksanakan pemeriksaan JVP ini, salah berjalan sesuai dengan mekanisme hukum
satunya adalah tidak adanya instrumen starling.
khusus untuk pemeriksaan JVP, serta Hukum Starling menyatakan bahwa
kurangnya pemahaman akan konsep dari dalam kondisi jantung yang sehat akan
pemeriksaan JVP. Sehingga pemeriksaan terjadi kontraktilitas yang proporsional.
JVP terasa sangat sulit untuk diaplikasikan Ketika miokardium meregang, kekuatan
dalam praktik keperawatan. Oleh karena kontraksi berikutnya akan meningkat.
itu, dibutuhkan peningkatan pemahaman Sedangkan pada kondisi jantung sakit,
perawat terhadap konsep pemeriksaan JVP baik dalam kondisi seperti kardiomiopati
melalui metode konsep analisis. atau infark miokard, hukum Starling tidak
berlaku karena peningkatan bentangan
METODE miokardium berada di luar batas fisiologis
Metode yang digunakan dalam jantung. Respons kontraktil berikutnya
penulisan ini berdasarkan strategi analisis menghasilkan volume stroke yang tidak
konsep Walker dan Avant, 2004. Konsep mencukupi, dan darah mulai "kembali"
ini meliputi; indentifikasi antesenden, dalam sirkulasi paru-paru (gagal jantung
mendefinisikan atribut, konsekuensi, kiri) atau sistemik (gagal jantung kanan).
referensi empiris, dan kasus yang terkait (Potter, Perry, Stockert, & Hall, 2013)
dengan konsep tersebut

DEFINISI ATRIBUT
IDENTIFIKASI ANTESENDEN Atribut dalam konsep analisis ini
Antesenden dan konsekuensi dari adalah pemeriksaan tekanan vena
konsep Walker menjelaskan bahwa jugularis. Metode pengukuran vena
antesenden merupakan cikal bakal terdapat dua macam, yakni secara
terjadinya konsep itu sendiri. (Walker & langsung (direct) dan secara tidak
Avant, 2004) Antesenden pada konsep langsung (indirect). Secara langsung,
analisis ini adalah JVP merupakan yakni pengukuran dilaksanakan secara
gambaran tidak langsung dari vena kava invasif dengan cara memasukkan kateter
yang akan mencerminkan kondisi atrium pada vena subclavia dextra dan berlanjut
kanan pada jantung. Kemampuan jantung sampai vena sentralis (vena cava superior)
dalam memompakan volume darah akan yang dihubungkan dengan sphygmomano-
menyebabkan pengosongan pada atrium meter.
kanan, sehingga sirkulasi darah dapat

http://ejournal.annurpurwodadi.ac.id/index.php/TSCNers 48
Journal of TSCNers Vol.5 No.1 Tahun 2020 ESSN: 2503-2453

Pertimbanagan dalam menentukan dimana aliran darah di dalamnya bersifat


metode yang akan digunakan dalam non-pulsatif, sehingga penilaian kontur
pemantauan hemodinamik berdasarkan vena jugularis tidak dapat dilakukan.
banyak hal. Diantaranya, tindakan invasif (Jyotsna, 2017)
hanya dapat dilaksanakan oleh profesi
dengan keahlian tertentu dan harus 2) Titik Acuan
dilakukan di ruang operasi, sehingga Metode Louis menjadi titik acuan
membutuhkan biaya yang lebih besar. dalam pengukuran JVP. Metode ini
Berbeda dengan metode pemeriksaan tidak dilakukan dengan cara mengukur
langsung berupa pemeriksaan JVP, ketinggian vena jugularis di atas sudut
pemeriksaan ini dapat dilakukan oleh sternum.(Jyotsna, 2017) Dengan
semua tenaga kesehatan, dapat dilakukan menggunakan sudut sternum sebagai titik
kapanpun sesuai dengan kebutuhan, serta acuan, dengan asumsi bahwa titik ini
hasil pemeriksaan dapat segera diketahui. terletak sekitar 5 cm di atas pusat atrium
Vena jugularis berfungsi sebagai pengganti kanan, sudut ini lebih banyak dikenal
sphygmomanometer dengan titik nol sebagai sudut Louis.(Laar, 2003) Posisi
berada pada mid atrium kanan. Titik ini pasien tidak mempengaruhi letak dari
kira-kira berada pada perpotongan antara sudut Louis ini, baik telentang, semi
garis tegak lurus dari angulus Ludoivici fowler, ataupun duduk.(Resident, Garg, &
menuju bidang yang dibentuk kedua linea Garg, n.d.) Selama pengukuran JVP, aliran
midaxilaris (Vincent, Nathaniel, Peter, & vena di bawah sudut rahang dihentikan
Solomon, n.d.). sementara dengan diberikan tekanan
ringan oleh jari agar puncak pulsasi terlihat
ATRIBUT PENGUKURAN JVP jelas. (Laar, 2003)
Dalam melakukan pengukuran JVP
sebaiknya memperhatikan beberapa hal 3) Refluks abdomino-jugularis
sebagai berikut; Biasa juga dikenal sebagai hepato-
1) Tentukan vena jugularis interna (JVI) jugularis. Hal ini dilakukan ketika pada
Pengukuran JVP dilakukan pada JVI pasien gagal jantung ketika dilakukan
karena vena ini berhubungan langsung pengukuran JVP didapatkan hasil yang
dengan atrium kanan melalui vena kava normal. Sehingga harus dilakukan
superior, sehingga memiliki aliran phasic manipulasi agar tampak hasil pengukuran
ke atrium kanan dengan akurat. Berbeda JVP. Refluks abdominal-jugularis
dengan vena jugularis eksterna (JVE), dilakukan dengan cara menekan bagian
http://ejournal.annurpurwodadi.ac.id/index.php/TSCNers 49
Journal of TSCNers Vol.5 No.1 Tahun 2020 ESSN: 2503-2453

perut di atas pusar selama 10-30 detik sphygmomanometer dalam pemeriksaan


seiring dengan inspirasi pasien. pasien tekanan vena secara invasif. Selain mudah
jangan sampai menahan perut atau nafas dalam pelaksanaannya, pemeriksaan JVP
cepat, sehingga penilaian JVP lebih jelas. dapat dilaksanakan sesuai kebutuhan
Hasil peningkatan JVP akan menghilang kapanpun, dan segera mendapatkan hasil
ketika tekanan dilepaskan. (Resident et al., pemeriksaan. Selain berfungsi sebagai
n.d.) indikator penting dalam diagnosis penyakit
gagal jantung, pemeriksaan JVP juga
4) Pencahayaan menjadi prediktor dalam pemantauan
Pencahayaan pada saat konndisi pasien gagal jantung.
mengidentifikasi vena jugularis sebelum Sedangkan dampak dari tidak
pemeriksaan dan ketika sedang melakukan dilaksanakannya pengukuran JVP adalah
pemeriksaan JVP harus adekuat dan perburukan kondisi pada pasien gagal
tangensial untuk meminimalisir adanya jantung yang tidak terdeteksi, sehingga
bayangan yang akan membiaskan mengakibatkan meningkatnya angka
penglihatan pada saat pengukuran JVP morbiditas dan mortalitas. Perburukan
(Jyotsna, 2017). kondisi pasien gagal jantung sering tidak
dirasakan pasien, sehingga tiba-tiba pasien
5) Gunakan alat yang lurus dan berskala mengalami sesak nafas, tubuh edema dan
Puncak dari pengukuran JVP yakni mengalami penurunan kesadaran
menentukan pertemuan jarak antara sudut (Pellicori, Kaur, & Clark, n.d.)
Louis (manubrio-sternal) dengan puncak
pulsasi vena jugularis. Penggaris lurus EMPIRICAL REFERENT
akan berpotongan dengan garis horizontal. Prosedur pelaksanaan pemeriksaan
Hasil inilah yang didapatkan dalam JVP tidak terdapat perbedaan pada tiap
pengukuran JVP (Jyotsna, 2017). negara. Berikut merupakan prosedur yang
secara umum digunakan berdasarkan
CONSEQUENCES Potter et al., dan Ball et al.;
Konsekuensi/ kesimpulan dari 1. Persiapkan alat pengukuran JVP
konsep analisis ini, pemeriksaaan JVP berupa :
merupakan suatu tindakan pemeriksaan a. 2 buah penggaris
untuk mengetahui tekanan pada atrium b. Spidol / marker skin
kanan secara indirect. Vena jugularis c. Senter / pen light
berperan sebagai pengganti d. Alat tulis untuk dokumentasi
http://ejournal.annurpurwodadi.ac.id/index.php/TSCNers 50
Journal of TSCNers Vol.5 No.1 Tahun 2020 ESSN: 2503-2453

2. Cuci tangan 14. Pengukuran yang lebih dari 3 sampai 4


3. Jelaskan maksud dan tujuan cm di atas sudut sternal dianggap
pemeriksaan, serta lakukan inform sebagai suatu peningkatan JVP
consen. 15. Catat hasil / dokumentasikan (Potter et
4. Pemeriksaa berada di samping kanan al., 2013), (Ball et al., 2015)
pasien
5. Posisikan pasien berbaring di tempat HASIL
tidur dan atur posisi kepala pada Konsep analisis dalam pemeriksaan
kemiringan 30 – 45o dari bidang tekanan vena jugularis ini memberikan
horizontal. petunjuk dalam penerapan asuhan
6. Anjurkan pasien untuk menoleh dan keperawatan sehingga memberikan mutu
menengadah ke sebelah kiri asuhan keperawatan yang berkualitas.
7. Identifikasi vena jugularis Dengan asuhan keperawatan yang
8. Tentukan puncak undulasi vena jugular berkualitas, maka mendorong tingkat
9. Tentukan titik angulius sternalis kesembuhan pasien, sehingga berdampak
10. Dengan penggaris pertama, pada kualitas hidup pasien dengan masalah
proyeksikan titik tertinggi pulsasi vena pada sistem kardiovaskuler semakin
secara horizontal ke dada sampai titik meningkat dan terhindar dari perburukan
manubrium sterni. kondisi. Terdapat beberapa atribut yang
11. Kemudian penggaris kedua diletakkan harus dikuasai oleh tenaga kesehatan
vertikal dari angulus sternalis. dalam melaksanakan pemeriksaan JVP.
12. Lihat hasil pengukuran dengan melihat Serta mengikuti kaidah prosedur
hasil angka pada penggaris kedua (titik pelaksanaan dalam pemeriksaan tekanan
pertemuan antara mistar pertama dan vena jugularis.
kedua). Hasil pembacaan kemudian
ditambahkan angka 5 cm, sebagai KESIMPULAN
asumsi jarak antara angulus sternalis Pemeriksaan JVP merupakan
dengan atrium kanan. gambaran tidak langsung dari tekanan
13. Catat jarak dalam sentimeter dan atrium kanan melalui vena kava. JVP
tetntukan sudut kemiringan pasien merupakan penanda penting dalam
berbaring (missal denyut vena jugularis penyakit gagal jantung, memberikan
5 cm di atas sudut sternal, dengan informasi yang sangat berguna tentang
kepala dinaikkan 30 derajat. status volume cairan tubuh dan fungsi

http://ejournal.annurpurwodadi.ac.id/index.php/TSCNers 51
Journal of TSCNers Vol.5 No.1 Tahun 2020 ESSN: 2503-2453

jantung untuk mencegah perburukan


Heart Failure Predict or Prevent?
kondisi pasien. https://doi.org/10.1161/CIRCULATI
Penguasaan terhadap konsep ONAHA.112.125435

pemeriksaan JVP sangat diperlukan oleh Jyotsna, M. (2017). JVP-Jugular Venous


seluruh tenaga kesehatan. Pemeriksaan Pressure, 2(2).

JVP merupakan kompetensi seluruh tenaga Kollia, Z. A., Giakoumidakis, K., &
kesehatan, sehingga setiap insan kesehatan Brokalaki, H. (2016). The
Effectiveness of Nursing Education
harus memahami serta melaksanakan on Clinical Outcomes of Patients
pemeriksaan JVP dalam memberikan With Heart Failure : A Systematic
Review. Jundishapur J Chronic Dis
asuhan keperawatan. Konsep menjadi Care, 5(2), 1–11.
dasar dalam menerapkan suatu teori. https://doi.org/10.17795/jjcdc-
35881.Review
Penerapan pemeriksaan JVP berdasarkan
konsepnya, akan memberikan hasil Laar, A. V. (2003). Why is the
measurement of jugular venous
pemeriksaan yang akurat, sehingga dapat pressure discredited? The Journal of
dijadikan sebagai pedoman dalam Medicinne, 61(7), 268–272.

penegakan diagnosa dan penatalaksanaan Meyer, P., Ekundayo, O. J., Adamopoulos,


pada pasien. C., Mujib, M., Aban, I., White, M.,
… Ahmed, A. (2009). A Propensity-
Matched Study of Elevated Jugular
DAFTAR PUSTAKA Venous Pressure and Outcomes in
Chronic Heart Failure. The American
Ball, J. W., Dains, J. E., Flynn, J. A., Journal of Cardiology, 103(6), 839–
Solomon, B. S., & Stewart, R. W. 844.
(2015). Seidel’s Guide to Physical https://doi.org/10.1016/j.amjcard.200
Examination (8th ed.). New York: 8.11.045
Elsevier.
Pellicori, P., Kaur, K., & Clark, A. L.
Bickley, L. S., & Szilagyi, P. G. (2009). (n.d.). Fluid Management in Patients
Buku Ajar Pemeriksaan Fisik & with Chronic Heart Failure.
Riwayat Kesehatan. (Edisi Bahasa https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/ar
Indonesia, L. Dwijayanthi, A. ticles/PMC5490880/pdf/cfr-01-90.pdf
Novrianti, & S. Karolina, Eds.) (8th
ed.). Jakarta: EGC Medical Publiser. Ponikowski, P., Voors, A. A., Anker, S.
D., Bueno, H., Cleland, J. G. F.,
Butrous, H., & Hummel, S. L. (2016). Coats, A. J. S., … van der Meer, P.
Heart Failure in Older Adults. The (2016). 2016 ESC Guidelines for the
Canadian Journal of Cardiology, diagnosis and treatment of acute and
32(9), 1140–1147. chronic heart failure. European Heart
https://doi.org/10.1016/j.cjca.2016.05 Journal, 37(27), 2129–2200.
.005 https://doi.org/10.1093/eurheartj/ehw
128
Desai, A. S., & Stevenson, L. W. (2012).
Special Report Rehospitalization for Potter, P., Perry, A. G., Stockert, P. A., &
http://ejournal.annurpurwodadi.ac.id/index.php/TSCNers 52
Journal of TSCNers Vol.5 No.1 Tahun 2020 ESSN: 2503-2453

Hall, A. M. (2013). Fundamentals Of


Nursing (8th ed.). Canada: Elsevier. Walker, L. O., & Avant, K. C. (2004).
Strategies for Theory Construction in
Resident, S., Garg, N., & Garg, N. (n.d.). Nursing. (M. Connor, Ed.) (4 th).
Jugular Venous Pulse : An Appraisal. New Jersey: Pearson Prentice Hall.
http://medind.nic.in/jac/t00/i3/jact00i
3p260.pdf Wan, T. T. H., Terry, A., Cobb, E., Mckee,
B., Tregerman, R., & Barbaro, S. D.
Stout, K. K., Daniels, C. J., Aboulhosn, J. S. (n.d.). Strategies to Modify the
A., Bozkurt, B., Broberg, C. S., Risk of Heart Failure Readmission: A
Colman, J. M., … Van Hare, G. F. Systematic Review and Meta-
(2018). 2018 AHA/ACC Guideline Analysis.
for the Management of Adults With https://doi.org/10.1177/23333928177
Congenital Heart Disease. Journal of 01050
the American College of Cardiology,
25255. Wan, T. T. H., Terry, A., Cobb, E., Mckee,
https://doi.org/10.1016/j.jacc.2018.08 B., Tregerman, R., & Barbaro, S. D.
.1029 S. (2017). Strategies to Modify the
Risk of Heart Failure Readmission :
Vincent, S. Y., Nathaniel, G. G., Peter, Y. A Systematic Review and Meta-
D., & Solomon, D. S. (n.d.). Analysis, 4, 1–16.
Zaria-made jugulometre: Assessing https://doi.org/10.1177/23333928177
its usefulness in bedside medicine. 01050
https://doi.org/10.4103/0189-
7969.152025

http://ejournal.annurpurwodadi.ac.id/index.php/TSCNers 53

You might also like