You are on page 1of 9

KORBAN TINDAK KEKERASAN

diajukan untuk memenuh Tugas Mata Kuliah Praktik Pekerjaan Sosial dengan Tuna Sosial

Dosen Pengampu

Dr. Jumayar Marbun, M.Si

Oleh :

Fakhri Ardanu D 1804071


Anugrah Fitria B 1904118
Randika Alaydrus 1904263
Kajian Tuna Sosial

PROGRAM STUDI SARJANA TERAPAN PEKERJAAN SOSIAL


POLITEKNIK KESEJAHTERAAN SOSIAL
BANDUNG
2021/2022
KORBAN TINDAK KEKERASAN

A. Pengertian Korban Tindak Kekerasan


Korban tindak kekerasan adalah orang baik individu, keluarga, kelompok
maupun kesatuan masyarakat tertentu yang mengalami tindak kekerasan, baik
sebagai akibat perlakuan salah, eksploitasi, diskriminasi, bentuk-bentuk
kekerasan lainnya ataupun dengan membiarkan orang berada dalam situasi
berbahaya sehingga menyebabkan fungsi sosialnya terganggu. Warga
masyarakat yang paling rentan terhadap tindak kekerasan (potensial victim)
adalah anak, orang dewasa yang lemah (laki-laki dan perempuan dalam segala
usia baik individu, keluarga, maupun kelompok)) serta para lansia yang secara
langsung maupun tidak langsung mengalami tindak kekerasan.
Kriteria:
-mengalami perlakuan salah
-mengalami penelantaran
-mengalami tindakan eksploitasi
-mengalami perlakuan diskriminasi dan dibiarkan dalam situasi berbahaya.

B. Pengertian Tindak Kekerasan


Perilaku (verbal dan non-verbal) yang dilakukan denan sengaja yang
mengakibatkan cedera fisik dan gangguan mental, seksual, sosial, ekonomi yang
melanggar hak asasi manusia dan nilai-nilai serta norma-norma masyarakat.

C. Jenis dan Bentuk Penanganan Korban Tindak Kekerasan


1) Tindak Kekerasan Fisik
Perilaku yang sengaja mencederai fisik, dari mulai tindakan yang paling
ringan sampai paling berat seperti menendang, memukul, menjambak,
mencekik, melempar, meracuni, mengancam, dll
Penanganan
a. Penanganan medis (contoh: visum et repertum) dan pemeriksaan serta
perawatan kesehatan
b. Penanganan dalam bentuk manajemen kasus, terapi psikososial dan
psikiatris serta berbagai konseling mental spiritual
c. Pelayanan melalui rumah perlindungan/shelter
d. Penanganan hukum

2) Tindak kekerasan Emosional


Perilaku yang disengaja yang mengakibatkan trauma psikis bagi orang lain
sehingga berdampak tidak menguntungkan bagi perkembangan kepribadian
korban. Antara lain menghina, merendahkan harga diri orang lain,
menyalahkan orang lain karena suatu persoalan, memberbudak, mendiamkan
selama berjam-jam/berhari-hari
Penanganan
a) Penanganan medis-psikiatris
b) Penanganan dalam bentuk manajemen kasus terapi psikososial dan
psikiatris serta berbagai konseling mental spiritual
c) Pelayanan melalui pusat trauma/trauma center

3) Tindak Kekerasan Seksual/Reproduksi


Tindak kekerasan seksual meliputi: pemerkosaan, kontak seksual secara
paksa, pemaksaan untuk menampilkan aksi seks yang bertentangan dengan
keinginan korban, menyerang bagian erotic korban.
Penanganan
a) Penangan medis (contoh: visum et repertum) dan pemeriksaan serta
perawatan kesehatan
d) Penanganan dalam bentuk manajemen kasus terapi psikososial dan
psikiatris serta berbagai konseling mental spiritual
b) Pelayanan melalui pusat rehabilitasi psiko sosial pusat trauma
c) Penanganan hukum

4) Tindak kekerasan sosial


Tindakan yang membatasi ataua membahayakan kehidupan sosial orang lailn
secara individu maupun kelompok dengan menghilangkan atau membatasi
hak-hak hidupnya seperti pembatasan akses untuk bersosialisasi dan
berkomunikasi dengan orang lain, keseluruhan sosial, penggusuran yang
disertai kekerasan.
Penanganan
a) Penanganan medis-psikiatris
b) Penanganan dalam bentuk manajemen kasus terapi psikososial dan
psikiatris serta berbagai konseling mental spiritual
d) Pelayanan melalui pusat rehabilitasi psiko sosial pusat trauma

5) Tindak Kekerasan Ekonomi


Berupa ekploitasi ekonomi, pelantaran, pengabaian, perlakuan salah,
penindasan dan penghisapan oleh seseorang atau sekelompok orang untuk
kepentingan ekonomi.
Penanganan
a) Pemberdayaan ekonomi (pemberian bantuan usaha, penyediaan bengkel
kerja terlindung)
c) Penanganan dalam bentuk manajemen kasus terapi psikososial dan
psikiatris serta berbagai konseling mental spiritual
b) Penanganan hukum

D. Korban Tindak Kekerasan atau Diperlakukan Salah (akibat perlakuan salah)


Orang yang menjadi korban tindak kekerasan atau diperlakukan salah adalah
orang yang terancam secara fisik dan nonfisik karena tindak kekerasan,
diperlakukan salah atau tidak semestinya dalam lingkungan keluarga atau
lingkungan sosial terdekatnya, sehingga tidak terpenuhi kebutuhan dasarnya
dengan wajar baik secara jasmani, rohani maupun sosial.
Kriteria :
a) Laki-laki/perempuan dalam segala usia
b) Sering mendapat perlakuan kasar dan kejam dan tindakan yang berakibat
secara fisik dan/atau psikologis; 
c) Pernah dianiaya dan/atau diperkosa; dan 
d) Dipaksa bekerja (tidak atas kemauannya) 

E. Korban Tindak Kekerasan Mengalami Eksploitasi


Dalam kamus besar bahasa Indonesia (KBBI) eksploitasi adalah pengusaha,
pendayagunaan, pemanfaatan untuk diri sendiri, pengisapan, pemerasan (tenaga
orang) atas diri sendiri merupakan tindakan yang tidak terpuji. Sehingga dapat
disimpulkan bahwa eksploitasi adalah pemanfaatan untuk keuntungan sendiri
melalui anak, keluarga maupun kelompok. Dengan kata lain individu, keluarga
maupun kelompok tersebut digunakan sebagai media untuk mencari uang. Pada
umumnya eksploitasi sering terjadi pada anak. ’Pengertian secara umum
eksploitasi terhadap anak adalah mempekerjakan seorang anak dengan tujuan
ingin meraih keuntungan.
Banyak faktor – faktor pendorong sehingga eksploitasi anak kerap terjadi di
Indonesia, diantaranya :
1) Faktor lingkungan keluarga
Tugas orang tua sebagai pendidik adalah mendidik mengajarkan kepada
anak – anak hal – hal yang bersifat positif sehingga anak – anak menjadi
penerus bangsa yang mampu membawa bangsa menjadi suatu bangsa yang
mampu menjadi contoh bagi bangsa – bangsa lain. Bahkan orang tua ikut
seharusnya menjadi contoh yang baik kepada anak – anak mereka harus
menjadi anak – anak yang berguna bagi bangsa dan negara.
2) Faktor lingkungan keamanan
Permasalahan yang timbul juga disebabkan faktor lingkungan keamanan
sekitar. Dari fakta yang ada, dalam kurun waktu lima tahun terakhir ratusan
ribu anak terjebak dalam berbagai konflik di tanah air, seperti yang terjadi di
poso, aceh, irian, maluku, dan tempat – tempat lain baik di jawa maupun di
luar jawa.
3) Faktor ekonomi (kemiskinan)
Sebagai salah satu konsekuensi dari krisis multi dimensional yang menimpa
masyarakat dunia pada umumnya, di Indonesia pada khususnya, kemiskinan
merupakan salah satu faktor terbesar yang menyebabkan pengekspolitasian
anak terjadi.

F. Pendekatan
1. Pelayanan berbasiskan korban yaitu menempatkan korban tindak kekerasan
sebagai sasaran utama bantuan dengan memberdayakan potensi yang ada
pada korban dan lingkungan terdekat / keluarga
2. Pelayanan berbasiskan keluarga korban tindak kekerasan sebagai sarana
media utama bantuan sosial
3. Pelayanan berbasiskan kelembagaan yaitu menempatkan korban tindak
kekerasan pada lembaga pelayanan (Rumah Perlindungan atau Pusat Krisis
Korban Tindak Kekerasan)
4. Pelayanan berbasiskan masyarakat, sebagai pusat dalam bantuan sosial
korban tindak kekerasan
5. Pengembangan kebijakan, menempatkan peraturan daerah sebagai payung
hukum dalam penanganan masalah korban tindak kekerasan

D. Korban Tindak Kekerasan Mengalami Diskriminasi


Istilah diskriminasi telah dikenal dalam bahasa Inggris pada awal abad ke-17.
Istilah ini berasal dari bahasa Latin discriminat, berakar dari kata dis (berarti
memilah atau memisah) dan crimen (berarti diputusi berdasarkan suatu
pertimbangan baik-buruk). Sebelum Perang Saudara Amerika pada abad ke-,
istilah "diskriminasi" hanya digunakan digunakan dalam arti biasa "untuk
membedakan". Setelah Perang Saudara Amerika, istilah "diskriminasi"
berkembang sebagai kosakata bahasa Inggris untuk menjelaskan sikap
prasangka negatif.

Di Indonesia, mengacu pada Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang


Hak Asasi Manusia (HAM), pengertian diskriminasi adalah: setiap pembatasan,
pelecehan, atau pengucilan yang langsung ataupun tak langsung didasarkan
pada perbedaan manusia atas dasar agama, suku, ras, etnik, kelompok,
golongan, status sosial, status ekonomi, jenis kelamin, bahasa, keyakinan politik,
yang berakibat pengurangan, penyimpangan atau penghapusan pengakuan,
pelaksanaan atau penggunaan HAM dan kebebasan dasar dalam kehidupan baik
individual maupun kolektif dalam bidang politik, ekonomi, hukum, sosial, budaya,
dan aspek kehidupan sosial lainnya.

Pada konteks korban tindak kekerasan, diskriminasi merupakan salah satu


hal yang menjadi faktor pendorong terjadinya kekerasan pada suatu individu
ataupun kelompok. Selain pada aspek faktor pendorong, diskiriminasi juga masih
erat kaitannya dengan upaya penanganan kasus korban tindak kekerasan, bila
bicara konteks hukum yang berlaku di Indonesia.

Tindakan diskriminasi yang terjadi dalam masyarakat umum disebabkan oleh dua
hal, yaitu:
1. Prasangka
Prasangka merupakan perasaan negatif terhadap seseorang atau kelompok
semata-mata berdasar pada keanggotaan dalam sebuah kelompok tertentu.
Prasangka dari suatu kelompok terhadap kelompok lain muncul karena agresi.
Sebuah kelompok akan melakukan agresi apabila usahanya untuk
memperoleh kekuasaan terhalang. Apabila agresi terhalang oleh kelompok
lain, maka agresi akan dialihkan dengan mengkambinghitamkan kelompok lain
tersebut. Tindakan ini akan berkembang menjadi prasangka yang dianut oleh
anggota kelompok yang melancarkan agresi.

2. Stereotip
Stereotip merupakan citra kaku tentang kelompok ras atau budaya lain tanpa
memerhatikan kebenaran dari citra tersebut. Contoh stereotip adalah
pandangan terhadap lapisan bawah masyarakat yang dinilai bersifat malas,
bodoh, tidak berambisi, dan lain-lain.

E. Bentuk-bentuk kekerasan lainya


1. Kekerasan fisik: yaitu jenis kekerasan yang kasat mata. Artinya, siapapun bisa
melihatnya karena terjadi sentuhan fisik antara pelaku dengan korbannya.
Contohnya adalah: menampar, menimpuk, menginjak kaki, menjegal,
meludahi, memalak, melempar dengan barang, dll.

2. Kekerasan non fisik: yaitu jenis kekerasan yang tidak kasat mata. Artinya, tidak
bisa langsung diketahui perilakunya apabila tidak jeli memperhatikan, karena
tidak terjadi sentuhan fisik antara pelaku dengan korbannya.

Kekerasan non fisik ini dibagi menjadi dua, yaitu;


1. Kekerasan verbal: kekerasan yang dilakukan lewat kata-kata. Contohnya:
membentak, memaki, menghina, menjuluki, meneriaki, memfitnah, menyebar
gosip, menuduh, menolak dengan kata-kata kasar, mempermalukan di depan
umum dengan lisan, dll.

2. Kekerasan psikologis/psikis: kekerasan yang dilakukan lewat bahasa tubuh.


Contohnya memandang sinis, memandang penuh ancaman, mempermalukan,
mendiamkan, mengucilkan, memandang yang merendahkan, mencibir &
memelototi.

Jika dibagi dalam konteks tipologi kekerasan dapat diagi menjadi 3 (tiga), yaitu:
1. Kekerasan Langsung. Kekerasan langsung disebut juga sebagai sebuah
peristiwa (event) dari terjadinya kekerasan. Kekerasan langsung terwujud
dalam perilaku, misalnya: pembunuhan, pemukulan, intimidasi, penyiksaan.
Kekerasan langsung merupakan tanggungjawab individu, dalam arti individu
yang melakukan tindak kekerasan akan mendapat hukuman menurut
ketentuan hukum pidana.
2. Kekerasan Struktural (kekerasan yang melembaga). Disebut juga sebuah
proses dari terjadinya kekerasan. Kekerasan struktural terwujud dalam konteks,
sistem, dan struktur, misalnya: diskriminasi dalam pendidikan, pekerjaan,
pelayanan kesehatan. Kekerasan struktural merupakan bentuk tanggungjawab
negara, dimana tanggungjawab adalah mengimplementasikan ketentuan
konvensi melalui upaya merumuskan kebijakan, melakukan tindakan
pengurusan.administrasi, melakukan pengaturan, melakukan pengelolaan dan
melakukan pengawasan. Muaranya ada pada sistem hukum pidana yang
berlaku.

3. Kekerasan Kultural. Kekerasan kultural merupakan suatu bentuk kekerasan


permanen. Terwujud dalam sikap, perasaan, nilai-nilai yang dianut dalam
masyarakat, misalnya: kebencian, ketakutan, rasisme, ketidaktoleranan, aspek-
aspek budaya, ranah simbolik yang ditunjukkan oleh agama dan ideologi,
bahasa dan seni, serta ilmu pengetahuan. Sama dengan kekerasan struktural,
kekerasan kultural merupakan bentuk tanggungjawab negara, dimana
tanggungjawab adalah mengimplementasikan ketentuan konvensi melalui
upaya merumuskan kebijakan, melakukan tindakan pengurusan.administrasi,
melakukan pengaturan, melakukan pengelolaan dan melakukan pengawasan.
Muaranya ada pada sistem hukum pidana yang berlaku.

F. Dampak dari Tindak Kekerasan


Dari tindak kekerasan yang terjadi kepada individu atau kelompok, pasti akan
menimbulkan luka secara fisik ataupun psikis. Berikut beberapa jenis dampak dari
tindak kekerasan yaitu :
 Dampak Fisik
Dampak fisik pada korban kekerasan seksual, kata Gina, memang tidak semua
dapat terlihat pada tubuh korban. Tetapi dampak fisiklah yang paling cepat
diketahui dan disadari.

Namun, tetap ada banyak kemungkinan beberapa kondisi berikut yang dialami
oleh korban tindak kekerasan.
-Masalah somatik
-Kesehatan fisik yang memburuk
-Disabilitas

 Dampak Psikiatrik
Pada aspek psikiatrik dari korban kekerasan, jejaknya tidak cepat diketahui
atau disadari oleh orang lain maupun bahkan korban itu sendiri.

Berikut beberapa dampak psikiatrik yang cenderung sering dialami oleh korban
kekerasan.
-Tekanan Psikologis
-Disosiasi
-Gejala gangguan stres akibat trauma
-Kegelisahan
-Perilaku menyakiti diri sendiri
-Pikiran dorongan untuk mengakhiri hidup

 Dampak Sosial
Dampak sosial menjadi konsekuensi yang paling lambat sekali disadari bagi
korban kekerasan. Hal ini dikarenakan tampilan fisik tidak semuanya yang
mengisyaratkan kondisi di dalam tubuh, baik pikiran maupun perasaan
seseorang.

Korban tindak kekerasan seksual akan mengalami setidaknya kondisi sebagai


berikut.
-Sulit percaya orang lain
-Melakukan isolasi diri atau menutup diri
-ketakutan membina hubungan atau menjalin kontak secara langsung maupun
tidak langsung

Meskipun demikian, dapat ditegaskan bahwa tidak berarti semua dan setiap
korban tindak kekerasan akan mengalami semua dampak tersebut. Oleh sebab
itu, dengan intervensi yang cepat dan tepat, dampak yang terjadi baik pada fisik,
psikiatrik maupun sosial yang dialami korban bisa segera ditangani.

G. Peran Pekerja Sosial dalam Pemberdayaan Korban Tindak Kekerasan


Dalam penangan korban tindak kekerasan, pekerja sosial memiliki beberapa
peran dalam menanganinya diantara lain sebagai berikut :
 Konselor
Pekerja sosial berperan sebagai konselor yaitu pekerja sosial melakukan
konseling secara individu terhadap klien korban Kekerasan. Pekerja sosial
menjadi pendengar dan bersama klien menemukan solusi dari masalah
tersebut. Konseling individu sering lebih efektif dibandingkan dengan konseling
secara kelompok. Kedekatan antara klien dengan pekerja sosial pun bisa
terjalin.

 Mediator
Peran Pekerja sosial sebagai mediator yaitu menghubungkan klien dengan
lembaga baik pemerintah maupun swasta dalam menangani klien, P2TP2A,
psikolog, dokter, dan kepolisian. Melalui lembaga terkait, pekerja sosial
membantu menyelesaikan dengan menghubungkan klien dengan pihak-pihak
yang berwenang pada bidangnya. Pekerja sosial berperan sebagai
penghubung adalah membantu menyelesaikan konflik diantara dua sistem atau
lebih, menyelesaikan masalah antara klien dengan pelaku atau pihak yang
terkait, serta memperoleh hak-hak korban.

 Educator
Pekerja sosial sebagai educator yaitu memberikan bekal pengetahuan dan
keterampilan agar menjadi individu yang lebih baik. Bentuk kegiatan yang
dilakukan yaitu melalui bimbingan fisik, mental, sosial, dan keterampilan.
Seluruh kegiatan tersebut bertujuan untuk meningkatkan kognitif, afektif dan
psikomotorik korban.

You might also like