You are on page 1of 68

LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER

DI APOTEK KIMIA FARMA 320 CINUNUK


PERIODE NOVEMBER 2020

DISUSUN OLEH :
DELA AGUSTINA
192FF05057

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN APOTEKER


FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS BHAKTI KENCANA BANDUNG
2020
i

HALAMAN PENGESAHAN

LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER


APOTEK KIMIA FARMA 320 CINUNUK
PERIODE NOVEMBER 2020

Laporan ini disusun untuk memenuhi persyaratan mata kuliah PKPA Program
Studi Profesi Apoteker Universitas Bhakti Kencana

Bandung, November 2020


Disetujui oleh :

Preseptor Pembimbing

(apt. Shintia Andam Devi, S.Farm) (apt. Ani Anggriani, M.Si)

Diketahui :
PT. Kimia Farma Apotek
Unit Bisnis

(apt. Drs. Hermanta Tarigan, M.Si)

i
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala
rahmat serta karunia yang telah diberikan-Nya kepada penulis sehingga penulis
dapat menyelesaikan Laporan Praktek Kerja Profesi Apoteker di Apotek Kimia
Farma 320 Cinunuk dengan baik. Laporan ini diajukan sebagai salah satu syarat
untuk mengikuti Ujian Apoteker pada Program Pendidikan Profesi Apoteker di
Universitas Bhakti Kencana.
Dalam menyelesaikan laporan ini penulis menyadari tanpa adanya
dukungan dan bantuan dari berbagai pihak, laporan ini tidak terselesaikan. Oleh
karena itu penulis mengucapkan terima kasih kepada :
1. Dr. Entris Sutrisno, MH.Kes., Apt. selaku Rektor Fakultas Farmasi Universitas
Bhakti Kencana.
2. Dr.apt. Patonah, M.Si., selaku Dekan Fakultas Farmasi Universitas Bhakti
Kencana.
3. apt. Ani Anggriani, M.Si., selaku Pembimbing Akademik.
4. apt. Herni Kusriani, M.Si. selaku Ketua Program Studi Profesi Apoteker
Fakultas Farmasi Universitas Bhakti Kencana.
5. apt. Shintia Andam Devi, S.Farm selaku pembimbing PKPA dari Apotek
Kimia Farma 320 Cinunuk.
6. Seluruh staf dan karyawan Apotek Kimia Farma 320 Cinunuk atas dukungan
dan kerjasamanya selama pelaksanaan Praktek Kerja Profesi Apoteker.
7. Kepada kedua orang tua ku tercinta yang tidak henti-hentinya memberikan
dukungan baik moral maupun materi kepada penulis.
Penulis menyadari bahwa laporan ini masih terdapat banyak kekurangan.
Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari
semua pihak. Semoga laporan ini dapat bermanfaat dan dapat digunakan sebagai
tambahan informasi bagi semua pihak yang membutuhkan.

Bandung, November 2020

Dela Agustina
192FF05057

ii
DAFTAR ISI
Halaman

LEMBAR PENGESAHAN ............................................................................. i


KATA PENGHANTAR.................................................................................. ii
DAFTAR ISI .................................................................................................. iii
DAFTAR GAMBAR ...................................................................................... iv
DAFTAR LAMPIRAN ................................................................................... vi
SUMPAH APOTEKER ................................................................................. vii
KODE ETIK APOTEKER .............................................................................. viii
PEDOMAN DISIPLIN APOTEKER .............................................................. xi
STANDAR KOPETENSI APOTEKER INDONESIA .................................... xvii
BAB I PENDAHULUAN ............................................................................... 1
1.1 Latar Belakang....................................................................................... 2
1.2 Tujuan ................................................................................................... 2
1.3 Waktu dan Tempat ................................................................................. 2
BAB II TINJAUAN UMUM APOTEK .......................................................... 3
2.1 Pengertian Apotek ................................................................................. 3
2.2 Persyaratan Apotek ................................................................................ 3
2.3 Tugas dan Fungsi Apotek....................................................................... 4
2.4 Pengelola Apotek ................................................................................... 5
2.5 Peranan Apoteker di Apotek .................................................................. 9
2.6 Susunan Organisasi Apotek ................................................................... 10
2.7 Tata Cara Pendirian Apotek ................................................................... 10
2.8 Perizinan Berusaha Terintegrasi Secara Elektronik ................................ 12
2.9 Laporan-laporan di Apotek .................................................................... 13
BAB III TINJAUAN KHUSUS APOTEK ...................................................... 15
3.1 Lokasi dan Bangunan ............................................................................. 15
3.2 Struktur Organisasi................................................................................. 17
3.3 Tugas dan Tanggung Jawab Apotek ....................................................... 18
3.4 Pengelolaan Apotek................................................................................ 18
3.5 Pembukuan dan Pengelolaan Keuangan.................................................. 28

iii
3.6 Sistem Penjualan di Apotek Kimia Farma 320 Cinunuk ......................... 29
BAB IV TUGAS KHUSUS ............................................................................ 31
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN........................................................... 44
5.1 Kesimpulan ............................................................................................ 44
5.2 Saran ...................................................................................................... 44
DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................... 45

iv
DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman
3.1 Apotek Kimia Farma 320 Cinunuk ............................................... 15
3.2 Struktur Organisasi Apotek Kimia Farma 320 Cinunuk ............... 17
4.1 Penamaan Obat Berdasarkan Tall Man Letter ............................... 34
4.2 Stiker LASA ................................................................................. 34
4.3 Penyimpanan Obat LASA ............................................................. 35

v
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran Halaman
1. Kartu Stok .................................................................................... 40
2. Form Copy Resep ......................................................................... 41
3. Penyimpanan Obat ....................................................................... 42
4. Form Surat Pemesanan Narkotika ................................................. 43
5. Form Surat Pemesanan Psikotropika ............................................. 44
6. Form Surat Pemesanan Prekusor .................................................. 45
7. Form Surat Pemesanan Reguler .................................................... 46
8. Form UPDS (Upaya Pengobatan Diri Sendiri) .............................. 47
9. Form Surat Penggunaan Psikotropika ........................................... 48
10. Form Surat Penggunaan Narkotika ............................................... 48

vi
SUMPAH APOTEKER

SAYA BERSUMPAH / BERJANJI AKAN MEMBAKTIKAN HIDUP SAYA


GUNA KEPENTINGAN PERIKEMANUASIAAN TERUTAMA DALAM
BIDANG KESEHATAN.

SAYA AKAN MERAHASIAKAN SEGALA SESUATU YANG SAYA


KETAHUI KARENA PEKERJAAN SAYA DAN KEILMUAN SAYA
SEBAGAI APOTEKER.

SEKALIPUN DIANCAM, SAYA TIDAK AKAN MEMPERGUNAKAN


PENGETAHUAN KEFARMASIAN SAYA UNTUK SESUATU YANG
BERTENTANGAN DENGAN HUKUM PERIKEMANUSIAAN.
SAYA AKAN MENJALANKAN TUGAS SAYA DENGAN SEBAIK -
BAIKNYA SESUAI DENGAN MARTABAT DAN TRADISI LUHUR
JABATAN KEFARMASIAN.

DALAM MENUNAIKAN KEWAJIBAN SAYA, SAYA AKAN BERIKHTIAR


DENGAN SUNGGUH - SUNGGUH SUPAYA TIDAK TERPENGARUH
OLEH PERTIMBANGAN KEAGAMAAN, KEBANGSAAN, KESUKUAN,
KEPARTAIAN, ATAU KEDUDUKAN SOSIAL.

SAYA IKRAR SUMPAH / JANJI INI DENGAN SUNGGUH-SUNGGUH


DENGAN PENUH KEINSYAFAN

vii
KODE ETIK APOTEKER

MUKADIMAH
Bahwasanya seorang Apoteker di dalam menjalankan tugas kewajibannya serta
dalam mengamalkan keahliannya harus senantiasa mengharapkan bimbingan dan
keridhaan Tuhan Yang Maha Esa. Apoteker di dalam pengabdiannya serta dalam
mengamalkan keahliannya selalu berpegang teguh kepada sumpah/janji Apoteker.
Menyadari akan hal tersebut Apoteker di dalam pengabdian profesinya
berpedoman pada satu ikatan moral yaitu :

BAB I
KEWAJIBAN UMUM
Pasal 1
Seorang Apoteker harus menjunjung tinggi, menghayati dan mengamalkan
Sumpah / Janji Apoteker.
Pasal 2
Seorang Apoteker harus berusaha dengan sungguh-sungguh menghayati dan
mengamalkan Kode Etik Apoteker Indonesia.
Pasal 3
Seorang Apoteker harus senantiasa menjalankan profesinya sesuai kompetensi
Apoteker Indonesia serta selalu mengutamakan dan berpegang teguh pada prinsip
kemanusiaan dalam melaksanakan kewajibannya.
Pasal 4
Seorang Apoteker harus selalu aktif mengikuti perkembangan di bidang kesehatan
pada umumnya dan di bidang farmasi pada khususnya.
Pasal 5
Di dalam menjalankan tugasnya Seorang Apoteker harus menjauhkan diri dari
usaha mencari keuntungan diri semata yang bertentangan dengan martabat dan
tradisi luhur jabatan kefarmasian.
Pasal 6
Seorang Apoteker harus berbudi luhur dan menjadi contoh yang baik bagi orang
lain.

viii
Pasal 7
Seorang Apoteker harus menjadi sumber informasi sesuai dengan profesinya.
Pasal 8
Seorang Apoteker harus aktif mengikuti perkembangan peraturan perundang-
undangan dibidang kesehatan pada umumnya dan dibidang farmasi pada
khususnya.

BAB II
KEWAJIBAN APOTEKER TERHADAP PASIEN
Pasal 9
Seorang Apoteker dalam melakukan praktik kefarmasian harus mengutamakan
kepentingan masyarakat menghormati hak azasi pasien dan melindungi makhluk
hidup insani.

BAB III
KEWAJIBAN APOTEKER TERHADAP TEMAN SEJAWAT
Pasal 10
Seorang Apoteker harus memperlakukan teman Sejawatnya sebagaimana ia
sendiri ingin diperlakukan.
Pasal 11
Sesama Apoteker harus selalu saling mengingatkan dan saling menasehati untuk
mematuhi ketentuan-ketentuan kode Etik.
Pasal 12
Seorang apoteker harus mempergunakan setiap kesempatan untuk meningkatkan
kerjasama yang baik sesama Apoteker di dalam memelihara keluhuran martabat
jabatan kefarmasian, serta mempertebal rasa saling mempercayai di dalam
menunaikan tugasnya.

ix
BAB IV
KEWAJIBAN APOTEKER TERHADAP SEJAWAT PETUGAS
KESEHATAN LAIN
Pasal 13
Seorang Apoteker harus mempergunakan setiap kesempatan untuk membangun
dan meningkatkan hubungan profesi, saling mempercayai, menghargai dan
menghormati sejawat petugas kesehatan lain
Pasal 14
Seorang Apoteker hendaknya menjauhkan diri dari tindakan atau perbuatan yang
dapat mengakibatkan berkurangnya atau hilangnya kepercayaan masyarakat
kepada sejawat petugas kesehatan lain.

BAB V
PENUTUP
Pasal 15
Seorang Apoteker bersungguh-sungguh menghayati dan mengamalkan kode
etik Apoteker Indonesia dalam menjalankan tugas kefarmasiannya sehari-hari.
Jika seorang Apoteker baik dengan sengaja maupun tak sengaja melanggar atau
tidak mematuhi kode etik Apoteker Indonesia, maka dia wajib mengakui
dan menerima sanksi dari pemerintah, ikatan/organisasi profesi farmasi yang
menanganinya (IAI) dan mempertanggungjawabkannya kepada Tuhan Yang
Maha Esa.

x
PEDOMAN DISIPLIN APOTEKER INDONESIA

BAB I
PENDAHULUAN
Apoteker Indonesia merupakan bagian dari masyarakat Indonesia yang
dianugerahi bekal ilmu pengetahuan dan teknologi serta keahlian di bidang
kefarmasian, yang dapat dimanfaatkan sebesar-besarnya bagi kemanusiaan,
peningkatan kesejahteraan rakyat dan pengembangan pribadi warga negara
Republik Indonesia, untuk mewujudkan masyarakat yang adil dan makmur,
berazaskan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945.

Disiplin Apoteker merupakan tampilan kesanggupan Apoteker untuk


menaati kewajiban dan menghindari larangan sesuai dengan yang ditetapkan
dalam peraturan perundang- undangan dan/atau peraturan praktik yang apabila
tidak ditaati atau dilanggar dapat dijatuhi hukuman disiplin.

Pelanggaran disiplin adalah pelanggaran terhadap aturan-aturan dan/atau


ketentuan penerapan keilmuan, yang pada hakikatnya dapat dikelompokkan dalam
tiga hal, yaitu:
1. Melaksanakan praktik Apoteker dengan tidak kompeten.
2. Tugas dan tanggungjawab profesional pada pasien tidak dilaksanakan dengan
baik.
3. Berperilaku tercela yang merusak martabat dan kehormatan
Apoteker.Pelanggaran disiplin berupa setiap ucapan, tulisan, atau perbuatan
Apoteker yang tidak menaati kewajiban dan/atau melanggar larangan
ketentuan disiplin Apoteker.

BAB II
TINJAUAN UMUM
1. Disiplin Apoteker adalah kesanggupan Apoteker untuk menaati kewajiban dan
menghindari larangan yang ditentukan dalam peraturan perundang-undangan
dan/atau peraturan praktik yang apabila tidak ditaati atau dilanggar dijatuhi
hukuman disiplin.

xi
2. Penegakan Disiplin adalah penegakan aturan-aturan dan/atau ketentuan
penerapan keilmuan dalam pelaksanaan pelayanan yang harus diikuti oleh
Apoteker.
3. Majelis Etik dan Disiplin Apoteker Indonesia yang disingkat MEDAI, adalah
organ organisasi profesi Ikatan Apoteker Indonesia yang bertugas membina,
mengawasi dan menilai pelaksanaan Kode Etik Apoteker Indonesia oleh
Anggota maupun oleh Pengurus, dan menjaga, meningkatkan dan
menegakkan disiplin apoteker Indonesia.
4. Apoteker adalah sarjana farmasi yang telah lulus sebagai Apoteker dan telah
mengucapkan sumpah jabatan Apoteker.
5. Praktik kefarmasiaan yang meliputi pembuatan termasuk pengendalian mutu
sediaan farmasi, pengamanan, pengadaan, penyimpanan dan pendistribusian
obat, pelayanan obat atas resep dokter, pelayanan informasi obat serta
pengembangan obat, bahan obat dan obat tradisional, harus dilakukan oleh
tenaga kesehatan yang mempunyai keahlian dan kewenangan sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan.
6. Tenaga kefarmasian adalah tenaga kesehatan yang melakukan pekerjaan
kefarmasian, yang terdiri atas Apoteker dan Tenaga Teknis Kefarmasian.
7. Tenaga Teknis Kefarmasian adalah tenaga kesehatan yang membantu
Apoteker dalam menjalankan pekerjaan kefarmasian, terdiri atas Sarjana
Farmasi, Ahli Madya Farmasi, Analis Farmasi dan Tenaga Menengah
Farmasi/ Asisten Apoteker.
8. Standar Pendidikan Apoteker Indonesia, yang selanjutnya disingkat SPAI
adalah pendidikan akademik dan pendidikan profesional yang diarahkan guna
mencapai kriteria minimal sistem pendidikan, penelitian, dan pengabdian
kepada masyarakat, di seluruh wilayah hukum Negara Kesatuan Republik
Indonesia.
9. Kode Etik adalah Kode Etik Apoteker Indonesia yang menjadi landasan etik
Apoteker Indonesia.
10. Kompetensi adalah seperangkat kemampuan profesional yang meliputi
penguasaan ilmu pengetahuan, ketrampilan dan nilai-nilai (knowledge, skill
dan attitude), dalam melaksanakan tugas profesionalnya.

xii
11. Standar Kompetensi adalah seperangkat tindakan cerdas dan
bertanggungjawab yang dimiliki oleh seorang Apoteker sebagai syarat untuk
dinyatakan mampu oleh masyarakat dalam melaksanakan profesinya.
12. Sertifikat kompetensi profesi adalah surat tanda pengakuan terhadap
kompetensi seorang Apoteker untuk dapat menjalankan pekerjaan/praktik
profesinya di seluruh Indonesia setelah lulus uji kompetensi.
13. Registrasi adalah pencatatan resmi terhadap tenaga kefarmasian yang telah
memiliki sertifikat kompetensi dan telah mempunyai kualifikasi tertentu serta
diakui secara hukum untuk menjalankan pekerjaan/praktik profesinya.
14. Surat Tanda Registrasi Apoteker, yang selanjutnya disingkat STRA adalah
bukti tertulis yang diberikan oleh Menteri kepada Apoteker yang telah
diregistrasi.
15. Praktik Apoteker adalah upaya untuk pemeliharaan kesehatan, pencegahan
penyakit, peningkatan kesehatan, pengobatan penyakit dan pemulihan
kesehatan.
16. Standar Praktik Apoteker adalah pedoman bagi Apoteker dalam menjalankan
praktiknya yang berisi prosedur-prosedur yang dilaksanakan apoteker dalam
upaya untuk pemeliharaan kesehatan, pencegahan penyakit, peningkatan
kesehatan, pengobatan penyakit dan pemulihan kesehatan.
17. Surat Izin Praktik Apoteker, yang selanjutnya disingkat SIPA adalah surat izin
yang diberikan kepada Apoteker untuk dapat melaksanakan praktik
kefarmasian pada fasilitas pelayanan kefarmasian.
18. Standar Prosedur Operasional, yang selanjutnya disingkat SPO adalah
serangkaian instruksi tertulis yang dibakukan mengenai berbagai proses
penyelenggaraan aktivitas organisasi, bagaimana dan kapan harus dilakukan,
dimana dan oleh siapa dilakukan.
19. Surat Izin Kerja Apoteker, yang selanjutnya disebut SIKA adalah surat izin
praktik yang diberikan kepada Apoteker untuk dapat melaksanakan pekerjaan
kefarmasian pada fasilitas produksi atau fasilitas distribusi atau penyaluran.
20. Organisasi profesi adalah organisasi tempat berhimpun para Apoteker di
Indonesia.

xiii
BAB III
LANDASAN FORMAL
1. Undang-Undang Nomor 419 Tahun 1949 tentang Obat Keras.
2. Undang-Undang tentang Nomor 5 Tahun 1997 tentang Psikotropika.
3. Undang-Undang tentang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika.
4. Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan.
5. Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit.
6. Peraturan Pemerintah Nomor 20 Tahun 1962 tentang Sumpah Apoteker.
7. Peraturan Pemerintah Nomor 72 Tahun 1998 tentang Pengamanan Sediaan
Farmasi dan Alat Kesehatan.
8. Peraturan Pemerintah Nomor 51 Tahun 2009 tentang Pekerjaan Kefarmasian.
9. Peraturan Menteri Kesehatan, Peraturan Menteri Kesehatan, dan peraturan
turunannya. 10.Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga Ikatan
Apoteker Indonesia (IAI), Kode Etik Apoteker Indonesia, serta peraturan-
peraturan organisasi lainnya yang dikeluarkan oleh IAI.

BAB IV
BENTUK PELANGGARAN DISIPLIN APOTEKER
1. Melakukan praktik kefarmasian dengan tidak kompeten. Penjelasan:
Melakukan Praktek kefarmasian tidak dengan standar praktek Profesi/standar
kompetensi yang benar, sehingga berpotensi menimbulkan/ mengakibatkan
kerusakan, kerugian pasien atau masyarakat.
2. Membiarkan berlangsungnya praktek kefarmasian yang menjadi tanggung
jawabnya, tanpa kehadirannya, ataupun tanpa Apoteker pengganti dan/ atau
Apoteker pendamping yang sah.
3. Mendelegasikan pekerjaan kepada tenaga kesehatan tertentu dan/ atau tenaga-
tenaga lainnya yang tidak memiliki kompetensi untuk melaksanakan pekerjaan
tersebut.
4. Membuat keputusan profesional yang tidak berpihak kepada kepentingan
pasien/ masyarakat.
5. Tidak memberikan informasi yang sesuai, relevan dan “up to date” dengan
cara yang mudah dimengerti oleh pasien/masyarakat, sehingga berpotensi
menimbulkan kerusakan dan/ atau kerugian pasien.

xiv
6. Tidak membuat dan/atau tidak melaksanakan Standar Prosedur Operasional
sebagai Pedoman Kerja bagi seluruh personil di sarana pekerjaan/pelayanan
kefarmasian, sesuai dengan kewenangannya.
7. Memberikan sediaan farmasi yang tidak terjamin “mutu”, “keamanan”, dan
“khasiat/ manfaat” kepada pasien.
8. Melakukan pengadaan (termasuk produksi dan distribusi) obat dan/atau bahan
baku obat, tanpa prosedur yang berlaku, sehingga berpotensi menimbulkan
tidak terjaminnya mutu, khasiat obat.
9. Tidak menghitung dengan benar dosis obat, sehingga dapat menimbulkan
kerusakan atau kerugian kepada pasien.
10. Melakukan penataan, penyimpanan obat tidak sesuai standar, sehingga
berpotensi menimbulkan penurunan kualitas obat.
11. Menjalankan praktik kefarmasian dalam kondisi tingkat kesehatan fisik
ataupun mental yang sedang terganggu sehingga merugikan kualitas
pelayanan profesi.
12. Dalam penatalaksanaan praktik kefarmasian, melakukan yang seharusnya
tidak dilakukan atau tidak melakukan yang seharusnya dilakukan, sesuai
dengan tanggung jawab profesionalnya, tanpa alasan pembenar yang sah,
sehingga dapat membahayakan pasien.
13. Melakukan pemeriksaan atau pengobatan dalam pelaksanaan praktik swa-
medikasi (self medication) yang tidak sesuai dengan kaidah pelayanan
kefarmasian.
14. Memberikan penjelasan yang tidak jujur, dan/ atau tidak etis, dan/atau tidak
objektif kepada yang membutuhkan.
15. Menolak atau menghentikan pelayanan kefarmasian terhadap pasien tanpa
alasan yang layak dan sah.
16. Membuka rahasia kefarmasian kepada yang tidak berhak.
17. Menyalahgunakan kompetensi Apotekernya.
18. Membuat catatan dan/atau pelaporan sediaan farmasi yang tidak baik dan
tidak benar.

xv
19. Berpraktik dengan menggunakan Surat Tanda Registrasi Apoteker (STRA)
atau Surat Izin Praktik Apoteker/Surat Izin kerja Apoteker (SIPA/SIKA)
dan/atau sertifikat kompetensi yang tidak sah.
20. Tidak memberikan informasi, dokumen dan alat bukti lainnya yang diperlukan
MEDAI untuk pemeriksaan atas pengaduan dugaan pelanggaran disiplin.
21. Mengiklankan kemampuan/pelayanan atau kelebihan kemampuan/pelayanan
yang dimiliki, baik lisan ataupun tulisan, yang tidak benar atau menyesatkan.
22. Membuat keterangan farmasi yang tidak didasarkan kepada hasil pekerjaan
yang diketahuinya secara benar dan patut.

BAB V
SANKSI DISIPLIN
Sanksi disiplin yang dapat dikenakan oleh MEDAI berdasarkan Peraturan per-
Undang- Undangan yang berlaku adalah:
1. Pemberian peringatan tertulis
2. Rekomendasi pembekuan dan/atau pencabutan Surat Tanda Registrasi
Apoteker, atau Surat Izin Praktik Apoteker, atau Surat Izin Kerja Apoteker;
dan/atau
3. Kewajiban mengikuti pendidikan atau pelatihan di institusi pendidikan
apoteker.
Rekomendasi pencabutan Surat Tanda Registrasi atau Surat Izin Praktik yang
dimaksud dapat berupa:
1. Rekomendasi pencabutan Surat Tanda Registrasi atau Surat Izin Praktik
sementara selama-lamanya 1 (satu) tahun, atau
2. Rekomendasi pencabutan Surat Tanda Registrasi atau Surat Izin Praktik tetap
atau selamanya;
Kewajiban mengikuti pendidikan atau pelatihan di institusi pendidikan apoteker
yangdimaksud dapat berupa:
a. Pendidikan formal; atau
b. Pelatihan dalam pengetahuan dan atau ketrampilan, magang di institusi
pendidikan atau sarana pelayanan kesehatan jejaringnya atau sarana pelayanan
kesehatan yang ditunjuk, sekurang-kurangnya 3 (tiga) bulan dan paling lama1
(satu) tahun.

xvi
BAB VI
PENUTUP
PEDOMAN DISIPLIN APOTEKER INDONESIA ini disusun untuk
menjadi pedoman bagi Majelis Etik dan Disiplin Apoteker Indonesia (MEDAI)
dalam menetapkan ada/atau tidak adanya pelanggaran disiplin oleh para praktisi
dibidang farmasi, serta menjadi rambu-rambu yang tidak boleh dilanggar oleh
para praktisi tersebut agar dapatmenjalankan praktik kefarmasian secara
profesional.

Dengan ditegakkannya disiplin kefarmasian diharapkan pasien akan


terlindungi dari pelayanan kefarmasian yang kurang bermutu; dan meningkatnya
mutu pelayanan apoteker; serta terpeliharanya martabat dan kehormatan profesi
kefarmasian.

xvii
STANDAR KOMPETENSI APOTEKER INDONESIA

Standar Kompetensi :
1. Praktik kefarmasian secara profesional dan etik
2. Optimalisasi penggunaan sediaan farmasi
3. Dispensing sediaan farmasi dan alat kesehatan
4. Pemberian informasi sediaan farmasi dan alat kesehatan
5. Formulasi dan produksi sediaan farmasi
6. Upaya preventif dan promotif kesehatan masyarakat
7. Pengelolaan sediaan farmasi dan alat kesehatan
8. Komunikasi efektif
9. Ketrampilan organisasi dan hubungan interpersonal
10. Peningkatan kompetensi diri

xviii
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Berdasarkan kewenangan pada peraturan perundang-undangan, pelayanan
kefarmasian telah mengalami perubahan yang semula hanya berfokus kepada
pengelola obat (drug oriented) berkembang menjadi pelayanan komprehensif
meliputi pelayanan farmasi klinik. Menurut permenkes 73 tahun 2016 Pelayanan
farmasi klinik di Apotek merupakan bagian dari pelayanan kefarmasian yang
langsung dan bertanggung jawab kepada pasien berkaitan dengan sediaan farmasi,
alat kesehatan, dan bahan medis habis pakai dengan maksud mencapai hasil yang
pasti untuk meningkatkan kualitas hidup pasien.
Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan No.73 Tahun 2016 Tentang
Pelayanan Kefarmasian di Apotek, kegiatan kefarmasian terdiri dari dua kegiatan,
yaitu kegiatan pengelolaan sediaan farmasi, alat kesehatan, dan bahan medis habis
pakai yang meliputi : perencanaan, pengadaan, penerimaan, penyimpanan,
pemusnahan, pengendalian, pencatatan, dan pelaporan serta pelayanan farmasi
klinik. Kegiatan pelayanan farmasi klinik di apotek meliputi Pengkajian resep,
dispensing, pelayanan informasi obat (PIO), konseling, pelayanan kefarmasian di
rumah (home pharmacy care), pemantauan terapi obat (PTO), dan monitoring
efek samping obat (MESO).
Menurut Peraturan Menteri Kesehatan No.9 Tahun 2017 tentang apotek,
setiap apoteker dan tenaga teknis kefarmasian harus bekerja sesuai dengan standar
profesi, standar prosedur operasional, standar pelayanan, etika profesi,
menghormati hak pasien dan mengutamakan kepentingan pasien.
Penyelenggaraan pelayanan kefarmasian di apotek harus menjamin ketersediaan
sediaan farmasi, alat kesehatan dan bahan medis habis pakai yang aman, bermutu,
bermanfaat, dan terjangkau.
Praktik Kerja Profesi Apoteker (PKPA) di Apotek Kimia Farma 320
Cinunuk yang dilaksanakan pada tanggal 09 November - 30 November 2020.
Kegiatan tersebut diharapkan dapat bermanfaat untuk memahami peran atau
tanggung jawab apoteker di apotek dan meningkatkan profesionalisme tenaga
kerja sebagai apoteker dalam menanggulangi permasalahan di bidang farmasi.

1
2

1.2 Tujuan
Tujuan dari penyelenggaraan PKPA di Apotek adalah sebagai berikut:
1. Meningkatkan pemahaman calon apoteker mengenai peran, fungsi, posisi,
serta tanggung jawab apoteker dalam pelayanan kefarmasian di apotek.
2. Membekali calon apoteker agar memiliki wawasan, pengetahuan,
ketrampilan, dan pengalaman praktis untuk melakukan pekerjaan
kefarmasian di apotek.
3. Mempersiapkan calon apoteker untuk menjadi tenaga farmasi yang
profesional ketika memasuki dunia kerja dan Memberikan gambaran nyata
tentang berbagai permasalahan di dunia kerja yang berkaitan dengan
bidang farmasi di apotek.

1.3 Waktu dan Tempat


Kegiatan Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA) telah dilaksanakan pada
tanggal 09 November - 30 November 2020 di Apotek Kimia Farma Cinunuk yang
berlokasi di Jl. Raya Cinunuk No.192, Cinunuk Bandung. Waktu praktek kerja
dibagi menjadi dua shif yaitu shif pagi jam 07.00-14.00 WIB dan shif siang jam
14.00-21.00 WIB.

i
BAB II
TINJAUAN UMUM APOTEK

2.1 Pengertian Apotek


Apotek adalah sarana pelayanan kefarmasian tempat dilakukan praktek
kefarmasian oleh apoteker. Bangunan apotek harus memiliki fungsi keamanan,
kenyamanan, dan kemudahan dalam pemberian pelayanan kepada pasien dan
bangunannya bersifat permanen (Permenkes No.9 tahun 2017).
2.2 Persyaratan Apotek
Dalam Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 9 tahun 2017 tentang
apotek. Pendirian Apotek harus memenuhi persyaratan, meliputi:
1. Lokasi
Pemerintah daerah kabupaten/kota dapat mengatur persebaran Apotek di
wilayahnya dengan memperhatikan akses masyarakat dalam mendapatkan
pelayanan kefarmasian.
2. Bangunan
Bangunan Apotek harus memiliki fungsi keamanan, kenyamanan, dan
kemudahan dalam pemberian pelayanan kepada pasien serta perlindungan
dan keselamatan bagi semua orang termasuk penyandang cacat, anak-
anak, dan orang lanjut usia. Bangunan apotek harus bersifat permanen
yang merupakan bagian dan/atau terpisah dari pusat perbelanjaan,
apartemen, rumah toko, rumah kantor, rumah susun, dan bangunan yang
sejenis.
3. Sarana, prasarana, dan peralatan
Bangunan paling sedikit memiliki sarana ruang yang berfungsi:
a. Penerimaan Resep
b. Pelayanan Resep dan peracikan (produksi sediaan secara terbatas)
c. Penyerahan Sediaan Farmasi dan Alat Kesehatan
d. Konseling;
e. Penyimpanan Sediaan Farmasi dan Alat Kesehatan
f. Arsip
Prasarana Apotek paling sedikit terdiri atas :
a. Instalasi air bersih

3
b. Instalasi listrik
c. Sistem tata udara
d. Sistem proteksi kebakaran.
Peralatan Apotek meliputi semua peralatan yang dibutuhkan dalam
pelaksanaan pelayanan kefarmasian. Peralatan tersebut antara lain meliputi
rak obat, alat peracikan, bahan pengemas obat, lemari pendingin, meja,
kursi, komputer, sistem pencatatan mutasi obat, formulir catatan
pengobatan pasien dan peralatan lain sesuai dengan kebutuhan. Formulir
catatan pengobatan pasien merupakan catatan mengenai riwayat
penggunaan sediaan farmasi atau alat kesehatan atas permintaan tenaga
medis dan catatan pelayanan apoteker yang diberikan kepada pasien.
4. Ketenagakerjaan.
Apoteker pemegang SIA dalam menyelenggarakan apotek dapat
dibantu oleh apoteker lain, tenaga teknis kefarmasian dan/atau tenaga
administrasi. Apoteker dan Tenaga Teknis Kefarmasian wajib memiliki
surat izin praktik sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
2.3 Tugas dan Fungsi Apotek
Berdasarkan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 51 Tahun
2009 tentang Pekerjaan Kefarmasian, Tugas dan Fungsi Apotek adalah :
a. Tempat pengabdian profesi seorang Apoteker yang telah mengucapkan
sumpah jabatan.
b. Sarana yang digunakan untuk melakukan pekerjaan kefarmasian.
c. Sarana yang digunakan untuk memproduksi dan distribusi sediaan
farmasi, antara lain obat, bahan obat, obat tradisional, dan kosmetika.
d. Sarana pembuatan dan pengendalian mutu sediaaan farmasi, pengamanan,
pengadaan, penyimpanan dan pendistribusian atau penyaluran obat,
pengelolaan obat, pelayanan obat atas resep dokter, pelayanan informasi
obat, serta pengembangan obat, bahan obat, dan obat tradisional.
Menurut Permenkes RI No. 9 tahun 2017 Tentang Apotek, apotek
menyelenggarakan fungsi:
a. Pengelolaan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis
Pakai
b. Pelayanan farmasi klinik, termasuk di komunitas.

4
Apotek hanya dapat menyerahkan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan
Bahan Medis Habis Pakai kepada apotek lainnya, puskesmas, Instalasi Farmasi
Rumah Sakit (IFRS), Instalasi Farmasi Klinik, dokter, bidan praktik mandiri,
pasien, dan masyarakat.

2.4 Pengelolaan Apotek


A. Sumber Daya Manusia
Pelayanan kefarmasian di apotek diselenggarakan oleh Apoteker, dapat
dibantu oleh Apoteker pendamping atau tenaga teknis kefarmasian yang memiliki
Surat Tanda Registrasi dan Surat Izin Praktik. Dalam Peraturan Menteri
Kesehatan No. 73 Tahun 2016 Tentang Standar Pelayanan Kefarmasian di
Apotek, ketika melakukan pelayanan kefarmasian Apoteker harus memenuhi
kriteria :
a. Persyaratan administrasi
1) Memiliki ijazah dari institusi pendidikan farmasi yang terakreditasi
2) Memiliki Surat Tanda Registrasi Apoteker (STRA)
3) Memiliki Sertifikat Kompetensi yang masih berlaku
4) Memiliki Surat Izin Praktik Apoteker (SIPA)
b. Menggunakan atribut praktik, antara lain baju praktik, tanda pengenal.
c. Wajib mengikuti pendidikan berkelanjutan/Continuing Professional
Development (CPD) dan mampu memberikan pelatihan yang
berkesinambungan.
d. Apoteker harus mampu mengidentifikasi kebutuhan akan pengembangan diri,
baik melalui pelatihan, seminar, workshop, pendidikan berkelanjutan atau
mandiri.
e. Harus memahami dan melaksanakan serta patuh terhadap peraturan perundang
undangan, sumpah Apoteker, standar profesi (standar pendidikan, standar
pelayanan, standar kompetensi dan kode etik) yang berlaku.
B. Sarana dan Prasarana Apotek
Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan No. 73 Tahun 2016, Apotek
harus mudah diakses oleh masyarakat. Sarana dan prasarana apotek harus dapat
menjamin mutu sediaan farmasi, alat kesehatan, dan bahan medis habis pakai

5
serta kelancaran praktik pelayanan kefarmasian. Sarana dan prasarana yang
diperlukan untuk menunjang pelayanan kefarmasian di apotek, meliputi :
a. Ruang penerimaan resep sekurang-kurangnya terdiri dari tempat penerimaan
resep, 1 (satu) set meja dan kursi, serta 1 (satu) set komputer. Ruang
penerimaan resep ditempatkan pada bagian paling depan dan mudah terlihat
oleh pasien.
b. Ruang pelayanan resep dan peracikan (produksi sediaan secara terbatas)
Ruang pelayanan resep dan peracikan atau produksi sediaan secara terbatas
meliputi rak obat sesuai kebutuhan dan meja peracikan. Di ruang peracikan
sekurang-kurangnya disediakan peralatan peracikan, timbangan obat, air
minum (air mineral) untuk pengencer, sendok obat, bahan pengemas obat,
lemari pendingin, termometer ruangan, blanko salinan resep, etiket dan label
obat. Ruang ini diatur agar mendapatkan cahaya dan sirkulasi udara yang
cukup, dapat dilengkapi dengan pendingin ruangan (air conditioner).
c. Ruang penyerahan obat berupa konter penyerahan obat yang dapat
digabungkan dengan ruang penerimaan resep.
d. Ruang konseling sekurang-kurangnya memiliki satu set meja dan kursi
konseling, lemari buku, buku-buku referensi, leaflet, poster, alat bantu
konseling, buku catatan konseling dan formulir catatan pengobatan pasien.
e. Ruang penyimpanan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis
Habis Pakai. Ruang penyimpanan harus memperhatikan kondisi sanitasi,
temperatur, kelembaban, ventilasi, pemisahan untuk menjamin mutu produk
dan keamanan petugas. Ruang penyimpanan harus dilengkapi dengan
rak/lemari obat, pallet, pendingin ruangan (AC), lemari pendingin, lemari
penyimpanan khusus narkotika dan psikotropika, lemari penyimpanan obat
khusus, pengukur suhu dan kartu suhu.
f. Ruang arsip dibutuhkan untuk menyimpan dokumen yang berkaitan dengan
pengelolaan sediaan farmasi, alat kesehatan, dan bahan medis habis pakai
serta pelayanan kefarmasian dalam jangka waktu tertentu.
C. Pengelolaan Sediaan Farmasi dan Perbekalan Kesehatan Lainnya
Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan No. 73 tahun 2016,
Pengelolaan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai

6
dilakukan sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku meliputi
perencanaan, pengadaan, penerimaan, penyimpanan, pemusnahan, pengendalian,
pencatatan dan pelaporan.
a. Perencanaan
Dalam membuat perencanaan pengadaan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan,
dan Bahan Medis Habis Pakai perlu diperhatikan pola penyakit, pola konsumsi,
budaya dan kemampuan masyarakat.
b. Pengadaan
Untuk menjamin kualitas pelayanan kefarmasian maka pengadaan sediaan
farmasi harus melalui jalur resmi sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.
c. Penerimaan
Penerimaan merupakan kegiatan untuk menjamin kesesuaian jenis spesifikasi,
jumlah, mutu, waktu penyerahan dan harga yang tertera dalam surat pesanan
dengan kondisi fisik yang diterima.
d. Penyimpanan
1) Obat/bahan obat harus disimpan dalam wadah asli dari pabrik. Dalam hal
pengecualian atau darurat dimana isi dipindahkan pada wadah lain, maka
harus dicegah terjadinya kontaminasi dan harus ditulis informasi yang
jelas pada wadah baru. Wadah sekurang-kurangnya memuat nama obat,
nomor batch dan tanggal kadaluwarsa.
2) Semua obat/bahan obat harus disimpan pada kondisi yang sesuai sehingga
terjamin keamanan dan stabilitasnya.
3) Sistem penyimpanan dilakukan dengan memperhatikan bentuk sediaan
dan kelas terapi obat serta disusun secara alfabetis.
4) Pengeluaran obat memakai sistem FEFO (First Expire First Out) dan
FIFO (First In First Out).
e. Pemusnahan
Obat kadaluwarsa atau rusak harus dimusnahkan sesuai dengan jenis dan
bentuk sediaan. Pemusnahan obat kadaluwarsa atau rusak yang mengandung
narkotika atau psikotropika dilakukan oleh Apoteker dan disaksikan oleh Dinas
Kesehatan Kabupaten/Kota. Pemusnahan obat selain narkotika dan psikotropika
dilakukan oleh Apoteker dan disaksikan oleh tenaga kefarmasian lain yang

7
memiliki surat izin praktik. Resep yang telah disimpan melebihi jangka waktu 5
(lima) tahun dapat dimusnahkan. Pemusnahan resep dilakukan oleh Apoteker
disaksikan oleh sekurang-kurangnya petugas lain di apotek dengan cara dibakar
atau cara pemusnahan lain yang dibuktikan dengan Berita Acara Pemusnahan
Resep yang selanjutnya dilaporkan kepada Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota.
f. Pengendalian
Pengendalian dilakukan untuk mempertahankan jenis dan jumlah persediaan
sesuai kebutuhan pelayanan, melalui pengaturan sistem pesanan atau pengadaan,
penyimpanan dan pengeluaran. Hal ini bertujuan untuk menghindari terjadinya
kelebihan, kekurangan, kekosongan, kerusakan, kadaluwarsa, kehilangan serta
pengembalian pesanan. Pengendalian persediaan dilakukan menggunakan kartu
stok baik dengan cara manual atau elektronik. Kartu stok sekurang-kurangnya
memuat nama obat, tanggal kadaluwarsa, jumlah pemasukan, jumlah pengeluaran
dan sisa persediaan.
g. Pencatatan dan Pelaporan
Pencatatan dilakukan pada setiap proses pengelolaan Sediaan Farmasi, Alat
Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai meliputi pengadaan (surat pesanan,
faktur), penyimpanan (kartu stok), penyerahan (nota atau struk penjualan) dan
pencatatan lainnya disesuaikan dengan kebutuhan.
Pelaporan terdiri dari pelaporan internal dan eksternal. Pelaporan internal
merupakan pelaporan yang digunakan untuk kebutuhan manajemen apotek,
meliputi keuangan, barang dan laporan lainnya. Pelaporan eksternal merupakan
pelaporan yang dibuat untuk memenuhi kewajiban sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan meliputi pelaporan narkotika, psikotropika dan
pelaporan lainnya.

2.5 Peranan Apoteker di Apotek


Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan No. 73 Tahun 2016 tentang Standar
Pelayanan Kefarmasian di Apotek, dalam melakukan Pelayanan Kefarmasian
seorang apoteker harus menjalankan peran yaitu:

8
1. Pemberi layanan
Apoteker sebagai pemberi pelayanan harus berinteraksi dengan
pasien. Apoteker harus mengintegrasikan pelayanannya pada sistem
pelayanan kesehatan secara berkesinambungan.
2. Pengambil keputusan
Apoteker harus mempunyai kemampuan dalam mengambil
keputusan dengan menggunakan seluruh sumber daya yang ada secara
efektif dan efisien.
3. Komunikator
Apoteker harus mampu berkomunikasi dengan pasien maupun
profesi kesehatan lainnya sehubungan dengan terapi pasien. Oleh karena
itu harus mempunyai kemampuan berkomunikasi yang baik.
4. Pemimpin
Apoteker diharapkan memiliki kemampuan untuk menjadi
pemimpin. Kepemimpinan yang diharapkan meliputi keberanian
mengambil keputusan yang empati dan efektif, serta kemampuan
mengkomunikasikan dan mengelola hasil keputusan
5. Pengelola
Apotek er harus mampu mengelola sumber daya manusia, fisik,
anggaran dan informasi secara efektif. Apoteker harus mengikuti
kemajuan teknologi informasi dan bersedia berbagi informasi tentang Obat
dan hal-hal lain yang berhubungan dengan Obat.
6. Pembelajar seumur hidup
Apoteker harus terus meningkatkan pengetahuan, sikap dan
keterampilan profesi melalui pendidikan berkelanjutan (Continuing
Professional Development atau CPD)

7. Peneliti
Apoteker harus selalu menerapkan prinsip atau kaidah ilmiah
dalam mengumpulkan informasi Sediaan Farmasi dan Pelayanan
Kefarmasian dan memanfaatkannya dalam pengembangan dan
pelaksanaan Pelayanan Kefarmasian.

9
2.6 Susunan Organisasi Apotek
Berdasarkan PP RI No. 51 Tahun 2009 tentang Pekerjaan Kefarmasian,
bahwa tenaga kefarmasian terdiri atas Apoteker dan Tenaga Teknis Kefarmasian,
dimana Apoteker sebagai penanggung jawab Apotek dan dibantu oleh Tenaga
Teknis Kefarmasian yang terdiri dari Sarjana Farmasi, Ahli Madya Farmasi,
Analis Farmasi, dan Tenaga Menengah Farmasi atau Asisten Apoteker. Dalam
pengelolaan apotek yang baik, organisasi merupakan salah satu faktor yang dapat
mendukung keberhasilan suatu apotek. Oleh karena itu, dibutuhkan adanya garis
wewenang dan tanggung jawab yang jelas, saling membantu disertai dengan job
description (pembagian tugas) yang jelas pada masing-masing bagian di dalam
struktur organisasi tersebut.
2.7 Tata Cara Pendirian Apotek
Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 9
Tahun 2017 tentang Apotek, izin Apotek diberikan oleh Menteri yang
melimpahkan wewenang pemberian izin Apotek kepada Kepala Dinas
Kesehatan Kabupaten atau Kota.
Ketentuan dan tata cara perizinan Apotek adalah sebagai berikut :
a. Permohonan Izin Apotek diajukan kepada Kepala Dinas Kesehatan
Kabupaten atau Kota.
b. Permohonan sebagaimana dimaksud harus ditandatangani oleh Apoteker
disertai dengan kelengkapan dokumen administratif meliputi :
1) Fotokopi STRA dengan menunjukkan STRA asli.
2) Fotokopi Kartu Tanda Penduduk (KTP).
3) Fotokopi Nomor Pokok Wajib Pajak Apoteker.
4) Fotokopi peta lokasi dan denah bangunan; dan
5) Daftar prasarana, sarana, dan peralatan.
c. Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten atau Kota selambat-lambatnya 6
(enam) hari kerja setelah menerima permohonan dapat meminta bantuan
tim pemeriksa untuk melakukan pemeriksaan setempat terhadap kesiapan
Apotek untuk melakukan kegiatan.

10
d. Tim pemeriksa sebagaimana dimaksud pada poin 3 harus melibatkan unsur
Dinas Kesehatan Kabupaten atau Kota yang terdiri atas tenaga kefarmasian
dan tenaga lainnya yang menangani bidang sarana dan prasarana.
e. Tim Dinas Kesehatan Kabupaten atau Kota atau tim pemeriksa selambat-
lambatnya 6 (enam) hari kerja setelah permintaan bantuan teknis dari
Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten atau Kota melaporkan hasil
pemeriksaan setempat yang dilengkapi Berita Acara Pemeriksaan (BAP)
kepada Pemerintah Daerah Kabupaten atau Kota.
f. Dalam jangka waktu 12 (dua belas) hari kerja setelah diterima laporan hasil
pemeriksaan, atau pernyataan Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten atau
Kota setempat mengeluarkan Surat Izin Apotek (SIA) dengan tembusan
kepada Direktur Jenderal, Kepala Dinas Kesehatan Provinsi, Kepala Balai
POM, Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten atau Kota, dan Organisasi
Profesi.
g. Dalam hal hasil pemeriksaan Tim Dinas Kesehatan Kabupaten atau Kota
atau tim pemeriksa masih belum memenuhi syarat Kepala Dinas Kesehatan
Kabupaten atau Kota setempat dalam waktu 12 (dua belas) hari kerja
mengeluarkan Surat Penundaan.
h. Terhadap Surat Penundaan, Apoteker diberi kesempatan untuk melengkapi
persyaratan yang belum dipenuhi selambat-lambatnya dalam jangka waktu
1 (satu) bulan sejak tanggal Surat Penundaan.
i. Terhadap permohonan izin Apotek yang ternyata tidak memenuhi
persyaratan atau lokasi Apotek tidak sesuai dengan permohonan, maka
Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten atau Kota setempat dalam jangka
waktu selambat lambatnya 12 (dua belas) hari kerja wajib mengeluarkan
Surat Penolakan disertai dengan alasan-alasannya.
j. Apabila Pemerintah Daerah Kabupaten atau Kota dalam menerbitkan SIA
melebihi jangka waktu 12 (dua belas) hari, Apoteker pemohon dapat
menyelenggarakan Apotek dengan menggunakan BAP sebagai pengganti
SIA.

11
2.8 Perizinan Berusaha Terintegrasi Secara Elektronik
Menurut Peraturan Menteri Kesehatan No.26 Tahun 2018 Perizinan Berusaha
Terintegrasi Secara Elektronik atau Online Single Submission yang selanjutnya
disingkat OSS adalah Perizinan Berusaha yang diterbitkan oleh lembaga OSS
untuk dan atas nama menteri, pimpinan lembaga, gubernur, atau bupati/wali kota
kepada pelaku usaha melalui sistem elektronik yang terintegrasi.
Prosedur Izin Usaha dan Izin Komersial atau Operasional, Pelaku Usaha wajib
mengajukan permohonan Izin Usaha dan Izin Komersial atau Operasional melalui
OSS. Lembaga OSS menerbitkan NIB setelah Pelaku Usaha melakukan
Pendaftaran melalui pengisian data secara lengkap dan mendapatkan NPWP, jika
pelaku usaha yang melakukan pendaftaran belum memiliki NPWP. NIB
merupakan identitas berusaha dan digunakan oleh Pelaku Usaha untuk
mendapatkan Izin Usaha dan Izin Komersial atau Operasional termasuk untuk
pemenuhan persyaratan Izin Usaha dan Izin Komersial atau Operasional. Tata
cara pemenuhan komitmen izin Apotek yaitu :
 Pelaku Usaha yang telah memiliki NIB dan memenuhi Komitmen sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan mengenai pelayanan
perizinan terintegrasi secara elektronik, wajib memenuhi Komitmen Izin
Apotek
 Pemenuhan Komitmen oleh Pelaku Usaha paling lama 6 (enam) bulan.
 Pelaku Usaha menyampaikan dokumen pemenuhan Komitmen melalui
sistem OSS.
 Pemerintah daerah kabupaten/kota melakukan pemeriksaan lapangan paling
lama 6 (enam) hari sejak Pelaku Usaha memenuhi Komitmen sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan mengenai pelayanan perizinan
terintegrasi secara elektronik. Dengan melibatkan unsur dinas kesehatan
daerah kabupaten/kota yang terdiri atas tenaga kefarmasian dan tenaga
lainnya yang menangani bidang sarana dan prasarana.
 Dalam pemeriksaan lapangan Pemerintah Daerah kabupaten/kota membuat
berita acara pemeriksaan.
 Berdasarkan hasil evaluasi dan berita acara pemeriksaan dinyatakan tidak
terdapat perbaikan, Pemerintah Daerah kabupaten/kota menyampaikan

12
notifikasi pemenuhan Komitmen Izin Apotek/Izin Toko Obat paling lama 3
(tiga) Hari melalui sistem OSS.
 Jika berita acara pemeriksaan diperlukan perbaikan, Pemerintah Daerah
kabupaten/kota menyampaikan hasil evaluasi kepada Pelaku Usaha melalui
sistem OSS. Pelaku Usaha wajib melakukan perbaikan dan menyampaikan
kepada Pemerintah Daerah kabupaten/kota melalui sistem OSS paling lama
1 (satu) bulan sejak diterimanya hasil evaluasi.
 Berdasarkan perbaikan yang disampaikan oleh Pelaku Usaha terhadap hasil
evaluasi dan dinyatakan tidak terdapat perbaikan, Pemerintah Daerah
kabupaten/kota menyampaikan notifikasi pemenuhan Komitmen Izin
Apotek paling lama 3 (tiga) Hari melalui sistem OSS.
 Jika hasil evaluasi dan verifikasi menyatakan Pelaku Usaha tidak memenuhi
Komitmen, Pemerintah Daerah kabupaten/kota menyampaikan notifikasi
penolakan melalui sistem OSS.

2.9 Laporan-laporan di Apotek


1. Laporan keuangan
Merupakan suatu sistem pencatatan, pengukuran, dan pengkomunikasian
informasi keuangan yang dibuat dalam berbagai bentuk antara lain berupa laporan
laba rugi, aliran kas (cash flow), dan neraca, yaitu:
a. Laporan laba rugi adalah laporan akuntansi keuangan yang menggambarkan
tentang jumlah penjualan, biaya variabel, biaya tetap, dan laba.
b. Laporan aliran kas dibuat untuk menggambarkan tentang perkiraan rencana
jumlah penerimaan dan jumlah pengeluaran uang kas Apotek selama periode
waktu tertentu. Unsur-unsur yang terdapat pada laporan aliran kas adalah saldo
awal, penerimaan kas dari hasil operasi dan investasi, pengeluaran kas dari
kegiatan operasi dan investasi, dan saldo akhir.
c. Neraca adalah laporan akuntansi keuangan yang menggambarkan tentang
kondisi harta (aktiva), hutang (pasiva), dan modal sendiri (ekuity) yang
dimiliki Apotek pada tanggal tertentu

2. Laporan Narkotika/Psikotropika

13
Pelaporan narkotika dan psikotropika yaitu importir, eksportir, pabrik
obat, pedagang besar farmasi, sarana penyimpanan sediaan farmasi pemerintah,
Apotek, rumah sakit, puskesmas, balai pengobatan, dokter, dan lembaga ilmu
pengetahuan, wajib membuat, menyampaikan, dan menyimpan laporan berkala
mengenai pemasukan dan/atau pengeluaran narkotika dan psikotropika yang ada
dalam penguasaannya setiap bulannya, dan paling lambat dilaporkan tanggal 10
bulan berikutnya.

14
BAB III
TINJAUAN KHUSUS

3.1 Lokasi dan Bangunan


A. Lokasi
Apotek Kimia Farma 320 Cinunuk berlokasi di Jalan Raya Cinunuk No. 192,
Bandung. Lokasi ini sangat strategis karena berada di pinggir jalan raya, dekat
pusat perbelanjaan, pertokoan, dan perumahan warga serta berada dijalur lalu
lintas yang padat dan banyak dilalui oleh masyarakat dan angkutan umum.

Gambar 3.1. Apotek Kimia Farma 320 Cinunuk


B. Bangunan
Bangunan Apotek Kimia Farma 320 Cinunuk terdiri dari ruang tunggu
pasien, ruang pelayanan resep (penerimaan resep, penyerahan obat, dan kasir),
ruang peracikan, penyiapan obat, penyimpanan obat, Klinik praktek dokter, toilet,
dan musolla. Tata ruang Apotek Kimia Farma 320 Cinunuk terdiri dari beberapa
bagian yang dapat menunjang dalam pelayanan kefarmasian yaitu:
1. Area Swalayan (Counter OTC atau HV)
Area ini berada tepat didepan pintu masuk, dimana terdapat gondola
tempat untuk meletakkan barang-barang dengan kategori obat-obat bebas dan
bebas terbatas (sirup dan tablet)/medicine, snack, tradisional medicine,
personal care, topical, vitamin tab and syrup, milk and nutrition, baby and
child care, food suplement dan alat kesehatan. Area swalayan dirancang
dengan cara merchandising. Area swalayan ini memudahkan konsumen
mencari dan memilih sendiri produk yang diperlukan.

15
2. Ruang Tunggu
Terdapat dua ruang tunggu di Apotek Kimia Farma 320 Cinunuk,
yang pertama ruang tunggu apotek tempat pasien menunggu pelayanan
obat dan ruang tunggu dokter praktek tempat pasien menunggu antrean
dokter. Ruang tunggu apotek terdapat pada bagian depan pintu masuk
apotek. Ruangan ini dilengkapi dengan pendingin ruangan, penerangan
yang baik, beberapa kursi besi yang tersusun rapi.
3. Tempat Penerimaan Resep
Tempat ini dibatasi oleh counter yang membatasi ruang dalam
apotek dengan pasien. Tempat ini bertujuan untuk :
a. Tempat Penyerahan Obat
Tempat penyerahan obat berada di bagian ujung meja pelayanan
pasien. Di tempat ini dilakukan penyerahan obat, pemberian informasi
mengenai obat, konsultasi serta edukasi pasien. Penyerahan obat disertai
pemberian informasi obat menjadi tanggung jawab Apoteker.
b. Kasir
Tempat petugas apotek memberi harga dan pembayaran obat resep
ataupun non resep dan barang-barang swalayan.
c. Ruang Peracikan
Ruangan ini terletak di bagian belakang yang berdampingan
dengan wastafel yang dilengkapi dengan blender, mortar, stamper, kertas
perkamen, cangkang kapsul, pot salep/krim, botol obat, pipet drop, gelas
ukur, dan alat-alat meracik lainnya. Di ruangan ini dilakukan pencampuran
dan peracikan obat (peracikan kapsul, puyer, krim, salep, rekonstitusi dry
syrup yang dilayani berdasarkan resep dokter).
d. Ruang Penyiapan Obat
Tempat ini berada di dekat meja racik. Meja penyiapan terdiri dari
perlengkapan untuk pengemasan obat seperti plastik obat, etiket biru dan
putih, label obat antibiotik, label obat yang memberi efek mengantuk,
kwitansi, copy resep dan bon pengambilan obat kurang. Kegiatan di
tempat penyiapan obat yaitu pengambilan obat-obatan, pengemasan
dengan plastik obat, penulisan etiket, penulisan copy resep dan kwitansi.

16
e. Ruang Penyimpanan Obat
Tempat ini terdiri dari rak kayu dan kaca serta laci. Sistem
penyimpanan berupa bentuk sediaan dan kelas terapi serta disusun secara
alfabetis, dan pengeluaran obat memakai sistem FEFO ( First Expired First
Out) dan FIFO (First In First Out). Rak sediaan sirup, rak obat luar (salep,
obat tetes, inhaler), rak obat generik, rak khusus untuk produk kimia farma
dan rak yang berdasarkan farmakologinya. Untuk lemari tertutup yang
terkunci terdiri dari lemari narkotik dan psikotropika. Beberapa obat yang
disimpan di lemari pendingin seperti sediaan insulin, suppositoria, dan
ovula. Nama-nama obat pada setiap rak dan lemari disusun secara alfabetis
dan diberikan warna setiap tempat penyimpanan agar memudahkan dan
mempercepat pada saat pencarian dan penyiapan obat.
3.2 Struktur Organisasi
Apotek Kimia Farma 320 Cinunuk dipimpin oleh seorang Apoteker
Penanggung Jawab (APJ) Apotek. Dalam menjalankan tugasnya, APJ dibantu
oleh seorang Apoteker Pendamping, dan 3 orang Tenaga Teknis Kefarmasian.
Berikut adalah struktur organisasi di Apotek Kimia Farma 320 Cinunuk.

Apoteker Penanggung Jawab Apotek


apt. Shintia Andam Devi, S.Farm

Apoteker Pendamping
apt. Adam Aulia Rahman S.Farm

TTK TKK TTK


Suhartati Kholifatun Umammi Yusep Saefudin

Gambar 3.2. Struktur Organisasi Apotek Kimia Farma 320 Cinunuk

17
3.3 Tugas dan Tanggung Jawab Apoteker
A. Tugas dan Tanggung Jawab Apoteker Pengelola Apotek (APA)
1) Memimpin seluruh kegiatan Apotek dan bertanggung jawab terhadap
pengembangan serta kelangsungan hidup Apotek.
2) Mengelola, melaksanakan, dan mengawasi administrasi.
3) Melakukan kegiatan pengembangan dengan jalan mengikuti dan
merencanakan usaha pengembangan Apotek, meningkatkan pelaksanaan
dan kegiatan usaha di bidang manajemen Apotek.
4) Memimpin dan mengawasi seluruh karyawan bawahan serta menilai
prestasi kerja mereka.
5) Mengusahakan agar Apotek yang dipimpinnya dapat memberikan hasil
yang optimal sesuai dengan rencana kerja.
6) Meningkatkan pengetahuan dan keterampilan karyawan, kedisiplinan,
serta loyalitas karyawan terhadap perusahaan.
7) Mengusahakan agar kebijakan dan strategi yang telah ditetapkan dapat
berjalan dengan baik dan lancar.
B. Tugas dan Tanggung Jawab Apoteker Pendamping (APING)
1) Mengidentifikasi masalah terkait obat melalui skrining resep.
2) Menyerahkan obat disertai Pelayanan Informasi Obat (PIO) mengenai
nama, indikasi atau khasiat, aturan pakai, dan serta interaksi obat.
3) Melakukan pelayanan monitoring obat (terutama pasien lansia dan kronis).
4) Melakukan pencatatan Patient Medication Record (PMR).
5) Melakukan monitoring penggunaan obat.
6) Melakukan Pelayanan Kefarmasian di Rumah (Home Pharmacy Care).
3.4 Pengelolaan Apotek
Dalam standar pelayanan kefarmasian Apotek Kimia Farma 320 Cinunuk,
menerapkan standarnya yaitu :
1. Aspek Manajerial
A. Perencanaan
Perencanaan dilakukan dengan memperhatikan beberapa hal dalam
pelaksanaannya yaitu:

18
a. Berdasarkan Pareto
Pareto terdiri dari Pareto A dimana jumlah barang tersebut di apotek hanya
sekitar 20% namun dapat menghasilkan omset sebesar 80%. Contoh barang
barang pareto A di Apotek Kimia Farma Cinunuk yaitu intunal, dextamin plus,
pyrex, tremenza, pil kb andalah, rhinos, dan cortidex. Pareto B dimana jumlah
barang tersebut di apotek sekitar 30-40% tetapi menghasilkan omset hanya
15%. Pareto C dimana jumlah barang tersebut di apotek sekitar 40-50% tetapi
menghasilkan omset hanya 5%. Contoh untuk barang pareto B yaitu kondom,
susu bayi, dan sabun, dan untuk pareto C yaitu alat kesehatan seperti kursi
roda, dan pispot.
b. Berdasarkan Pola Penyakit
Perencaanan dilakukan dengan melihat pola penyakit masyarakat sekitar
apotek. Pola penyakit salah satunya dapat ditentukan dengan perubahan
musim. Jika masa musim kemarau maka stok obat obatan untuk antialergi,
asma, dan krim krim pelembab akan diperbanyak. Sedangkan jika musim hujan
terjadi maka obat obat flu dan diare akan diperbanyak.
c. Peresepan Dokter
Hal lain yang perlu diperhatikan dalam perencanaan di apotek yaitu
peresepan obat yang dilakukan oleh dokter, misalkan untuk obat antibiotik
sirup kering yang sering diresepkan oleh dokter yaitu sporetik yang berisi
antibiotik cefixim, dan untuk obat asma sirup yang sering diberikan oleh dokter
yaitu lasal expectorant. Maka dari itu apotek akan lebih banyak melakukan
perencanaan penyediaan barang barang tersebut dibandingkan oat antibiotik
maupun obat asma yang lain.
B. Pengadaan
Pengadaan merupakan kegiatan untuk merealisasikan kebutuhan yang
telah direncanakan dan disetujui. Pengadaan obat-obatan di apotek biasanya
dilakukan melalui pembelian/pemesanan yang dilakukan melalui jalur resmi
sesuai dengan peraturan perundang-undangan medis.

Pengadaan di apotek Kimia Farma memiliki banyak jenis. Pengadaan


dilakukan dengan mempertimbangkan banyak faktor. Jenis jenis pengadaan yang
ada di apotek diantaranya:

19
a. Pengadaan Rutin
1. Forecast

Sistem Forecast dimana mengacu pada jumlah minimal dan jumlah maksimal
barang yang harus tersedia, yang secara otomatis pada sistem. Barang yang sudah
mencapai batas minimal persediaan, maka akan terpesan secara otomatis ke pihak
BM untuk dilakukan pengadaan. Sistem ini didasarkan pada data penjualan
selama 3 bulan terkahir, dimana pihak BM pusat kemudian akan membuat análisis
data pareto. Kemudian data tersebut akan dikirim ke Apotek berbentuk Surat
Pesanan dan BM pusat juga mengirim ke PBF dalam bentuk DKB (Daftar
Kebutuhan Barang) untuk disesuaikan kembali, jika data telah sesuai, jika sesuai
PBF akan mengirim barang pesanan ke Apotek. Pengadaan ini biasanya dilakukan
sebanyak dua kali dalam sebulan.

Pengadaan Non-Rutin
1. Cito
Cito merupakan pengadaan yang dilakukan apotek melalui Business Manajer
ke distributor, permintaan dapat dilakukan kapan saja asalkan selama hari kerja.
Permintaan dapat dilakukan dalam skala besar maupun kecil tetapi dalam
kemasan utuh maksimal 10 item barang dan maksimal jam 10.00 .

2. Dropping antar Apotek Kimia Farma


Dropping antar apotek merupakan permitaan perbekalan/sediaan farmasi ke
outlet apotek kimia farma yang lain dengan menggunakan permintaan atau
penyerahan mendesak. Pengadaan ini dilakukan jika obat yang dibutuhkan oleh
pasien tidak tersedia di Apotek Kimia Farma 320, dengan tujuan untuk
mengurangi/ menghindari penolakan resep pasien. Sistem dropping dilakukan
dengan mengecek terlebih dahulu ketersediaan barang di apotek lain. Selanjutnya
apotek yang membutuhkan akan menghubungi apotek yang bersangakutan.
3. Pembelian mendesak
Pembelian mendesak dilakukan jika barang yang diminta tidak ada dalam
persediaan di Apotek Kimia Farma lainnya, yang dibeli hanya sejumlah obat
untuk pelayanan resep yang dibutuhkan atau harus dalam jumlah yang kecil dan

20
tidak untuk kebutuhan stok barang. Pembelian barang dapat dilakukan ke apotek
swasta lainnya, yaitu apotek selain Apotek Kimia Farma, kerugian pembelian
mendesak adalah harga beli yang tinggi serta laba kecil. Harga beli yang tinggi
terjadi karena PPN ditanggung Apotek Kimia Farma sebagai konsumen.
4. Barang konsinyasi
Merupakan barang-barang titipan dari perusahaan lain. Barang tersebut tidak
dibeli oleh apotek tetapi apotek akan mendapatkan sebagian keuntungan jika
barang tersebut telah terjual. Contoh barang konsinyasi di apotek Kimia Farma
Cinunuk yaitu suplement dan produk multivitamin seperti nutrimax dan sea quill.
5. Barang SP 4
Barang barang SP 4 merupakan barang yang terdapat di apotek tanpa apotek
melakukan permintaan. Barang-barang yang ada pada pemesanan ini merupakan
barang yang dikirim langsung dari perusahaan yang sudah melakukan kerjasama
dengan pihak BM/Apotek Kimia Farma Pusat, produk-produk yang termasuk
kedalam pemesanan ini yaitu OBH Combi, Susu Nutren, Bisolvon dan Dulcolax.
6. Pemesanan Narkotika, Psikotropika, Prekursor, Obat-Obat Tertentu (OOT)
Pemesanan narkotika, psikotropik dan prekursor pemesanannya dilakukan
hanya jika stock sudah kosong. Pemesanan narkotika, psikotropika dan prekursor
tidak sama seperti pemesanan lainnya karena pemesanan ini ditulis oleh APA
pada Surat Pemesanan (SP) khusus dengan kriteria sebagai berikut :
a) Surat Pemesanan Narkotika : Terdiri dari 4 rangkap, dimana 1 lembar untuk
arsip apotek , 3 lembar untuk distributor (1 lembar untuk PBF, 1 lembar untuk
diberikan kepada BPOM, 1 lembar lagi untuk diberikan kepada Dinas
Kesehatan). Satu lembar SP hanya diperbolehkan untuk memesan satu jenis
produk obat.
b) Surat Pemesanan Psikotropika : Terdiri dari 2-3 rangkap tergantung permintaan
distributor. Tahapan pemesanan psikotropika sama seperti pemesanan
narkotika, tetapi pada surat pemesanan Psikotropika sediaan farmasi yang
ditulis/dipesan boleh lebih dari 1 item namun sediaan farmasi tersebut harus
dipesan pada PBF yang sama.
c) Surat Pemesanan Prekursor dan OOT : Terdiri dari 3 rangkap, dimana 1 lembar
untuk Apotek Kimia Farma yang melakukan pemesanan, 1 lembar untuk

21
diserahkan ke BM/Apotek Kimia Farma pusat dan 1 lembar lagi untuk PBF.
Pada surat pemesanan prekursor sediaan farmasi yang ditulis/dipesan boleh
lebih dari 1 item namun sediaan farmasi tersebut harus dipesan di distributor
yang sama.
C. Penerimaan
Penerimaan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai
yang dilakukan di Apotek Kimia Farma 320 Cinunuk yaitu dengan melihat faktur
barang yang datang dengan kondisi barang. Hal hal yang perlu diperhatikan
diantaranya yaitu alamat penerima, nomor batch, expired date, kesesuaian jumlah
barang, kesesuaian jenis dan fisik barang, harga barang, dan kesesuaian dengan
surat pesanan.
Apabila barang yang diperiksa telah sesuai dengan faktur, maka staff Apotek
akan menandatangani faktur tersebut disertai dengan nama jelas dan diberi
stempel Apotek. Faktur asli akan dibawa oleh pihak PBF, sementara salinan
faktur akan diberikan kepada Apotek. Namun, apabila barang yang diterima tidak
sesuai dengan faktur atau barang mengalami kerusakan, maka akan dikembalikan
lagi ke distributor dan dibuat nota pengembalian barang (retur).
Apabila barang yang diterima sesuai, maka barang akan diinput pada komputer
sebagai stok obat. Obat biasa boleh diterima oleh semua staff Apotek, namun
untuk obat narkotika, psikotropika, dan prekursor harus diterima oleh Apoteker
Pengelola Apotek (APA) dengan mencantumkan nama jelas, nomor SIPA, serta
stempel Apotek. Pengecualian, penerimaan obat narkotika, psikotropika dan
prekursor boleh di terima oleh staff lain apabila Apoteker Pengelola Apotek
(APA) memberikan surat kuasa atau surat delegasi penerimaan obat tersebut.
D. Penyimpanan
Penyimpanan di apotek Kimia Farma 320 Cinunuk dilakukan sesuai wadah asli
dari pabrik. Pada wadah sekurang kurangnya harus memuat nama obat, nomor
batch dan tanggal kadaluwarsa. Semua obat/bahan obat harus disimpan pada
kondisi yang sesuai sehingga terjamin keamanan dan stabilitasnya. Sistem
penyimpanan dilakukan dengan memperhatikan bentuk sediaan dan kelas terapi
obat serta disusun secara alfabetis.

22
Penyimpanan berdasarkan bentuk sediaan yaitu misalnya sediaan padat seperti
tablet, sediaan semi padat seperti salep mata dan salep kulit, sediaan cair untuk
pemakaian luar seperti tetes mata, dan sediaan cair untuk obat dalam seperti sirup
dan suspensi disimpan terpisah. Untuk obat obat yang tidak tahan terhadap suhu
ruangan di simpan di lemari es, seperti suppositoria, ovula, insulin dan beberapa
cream.
Kemudian penyimpanan berdasarkan kelas terapi obat di apotek ini terdiri dari
sistem saraf (Alpetin, Cataflam, Falamr), tulang (Nutriflam, Zylonic, Atrodar),
sistem pencernaan (Buscopan, Gastrula, Disflatyl), jantung (Aspilet, Concor,
Irvask), antibiotik (Amoxsan, Erysnbe, Rifamtibi), sistem hormon (Cripsa,
Yasmine, Utrogestan), alergi (Dexahersen, Histopan, Intrizine), sistem pernafasan
(Antiza, Lasal, Paratusin), gula (Glucophage, Junvia, Jardiance) dan vitamin
(Becom-Z, Alinamin, Aspar K). Selain itu juga terdapat kelas obat seperti kelas
pareto (Alpara, Andalan, Dextamine), obat-obat BPJS, dan obat-obat produk
kimia farma (Topgesic, Kamaflam, Alergine).
Untuk obat golongan narkotika disimpan pada lemari khusus yang terbuat dari
kayu atau bahan lain yang kokoh dan kuat yang menempel pada dinding, memiliki
2 kunci yang berbeda, dan terdiri dari 2 pintu dan kunci. Untuk penyimpanan
psikotropika juga diletakan di lemari yang terbuat dari kayu yang kokoh dan kuat.
Semua obat disimpan dengan sistem FIFO (First In First Out) barang yang
pertama kali masuk, itu barang yang harus pertama keluar dan FEFO (First
Expired First Out) barang yang mendekati masa kadaluarsa, yaitu barang yang
harus pertama keluar.

E. Pemusnahan
a. Pemusnahan Resep
Resep dimusnahkan apabila usianya telah 5 tahun. Pemusnahannya
dilakukan dengan cara :
 Pemusnahan resep biasa : resep ditimbang terlebih dahulu, disaksikan oleh
sekurang-kurangnya petugas di Apotek.
 Pemusnahan resep narkotika dan psikotropika : resep narkotika diberi
garis merah dan resep psikotropika diberi garis biru. Kemudian dihitung

23
setiap lembarnya dan ditimbang beratnya, serta disaksikan oleh tenaga
kefarmasian lain yang memiliki SIP atau SIK.
b. Pemusnahan Obat
Obat yang sudah memasuki masa kadaluarsa dipisahkan dari obat atau produk
yang lain agar segera dilakukan pemusnahan. Pemusnahan obat yang sudah
kadaluarsa harus disaksikan oleh petugas dari Dinas Kesehatan Kabupaten atau
Kota setempat. Hal yang harus diperhatikan saat akan melakukan pemusnahan
obat, yaitu diperlukannya Berita Acara Pemusnahan (BAP) yang ditandatangani
oleh Apoteker Pengelola Apotek (APA). Salah satu cara penanganan pemusnahan
obat yaitu :
 Sediaan solid (tablet) : Dilakukan dengan dikeluarkan seluruh isinya dari
kemasan primernya, kemudian digerus atau diblender sampai hancur. Lalu
ditimbun atau dikubur dalam tanah.
 Sedian cair (sirup) : sebelum dibuang, cairan obat dikeluarkan dari wadah,
kemudian dilarutkan terlebih dahulu dengan air, baru setelah itu dialirkan
atau dibuang kedalam toilet atau saluran air.
F. Pengendalian
a. Kartu Stok
Kartu stok merupakan dokumen pengendali persediaan di Apotek. Dalam
pengendalian barang, Apotek Kimia Farma 320 Cinunuk menyediakan kartu stok
untuk masing-masing obat. Setiap obat datang, dicatat pada kartu stok, meliputi
asal barang, jumlah barang datang, sisa, no batch, tanggal kadaluarsa dan paraf
petugas yang mencatat. Selain menggunakan kartu stok, penerimaan dan
pengeluaran barang di input dalam data komputer dengan menggunakan sistem
POS (Peentar Online System). Contoh kartu stok obat terlampir pada Lampiran 1 .
b. Uji Petik
Uji petik merupakan kegiatan pengendalian barang di Apotek dengan cara
menghitung jumlah persediaan barang yang ada secara fisik dan dibandingkan
dengan pencatatan pada stok yang ada di komputer. Uji petik dilakukan terhadap
minimal 20 item obat setiap hari per pegawai. Apabila terdapat ketidaksesuaian,
maka harus segera ditelusuri kesalahannya, apakah karena faktur belum dientri

24
atau karna barang hilang, sehingga diharapkan dapat menunjang pengendalian
barang di Apotek.
c. Stok Opname
Stok opname merupakan kegiatan perhitungan persediaan fisik barang atau
stok yang berada di tempat penyimpanan, dilakukan setiap 3 bulan sekali
dengan tujuan untuk mengetahui kebenaran catatan pembukuan yang
merupakan salah satu fungsi sistem pengendalian internal. Stok opname akan
menghasilkan data variabel stok akhir yang dapat digunakan untuk menghitung
nilai HPP realisasi.
d. Spreading
Spreading merupakan permintaan barang yang dilakukan antara sesama
outlet Kimia Farma lainnya. Tujuannya adalah untuk mengurangi barang
yang mengalami over stock dan pencairan pasif di Apotek Kimia Farma 320
Cinunuk ke outlet Kimia Farma yang membutuhkan barang tersebut.

G. Pencatatan dan Pelaporan


Pencatatan bertujuan untuk mempermudah pengawasan terhadap
persediaan obat dan kebutuhan masing-masing obat, serta mengawasi arus
barang agar penyalurannya mengikuti aturan FEFO dan FIFO sehingga
mengurangi resiko obat-obat kadaluarsa.
Pelaporan yang dilakukan di Apotek Kimia Farma 320 Cinunuk terdiri
dari pelaporan internal dan eksternal. Pelaporan internal meliputi :
a) Pelaporan harian, meliputi : Bukti Setoran Kas (BSK), Laporan
Ikhtisar Penjualan Harian (LIPH), dan penerimaan faktur.
b) Pelaporan mingguan, meliputi : Laporan Pengeluaran Dana Kas Kecil
(LPDKK).
c) Pelaporan bulanan, meliputi : rekap dropping, laporan pembelian
mendesak, laporan BPBA, laporan kredit bulanan, retur, LIPH bulanan,
dan laporan permintaan mendesak.
Untuk pelaporan eksternal meliputi pelaporan penggunaan narkotika dan
psikotropika Pelaporan ini dilakukan melalui sistem online melalui SIPNAP
(Sistem Pelaporan Narkotika dan Psikotropika), yaitu sipnap.kemenkes.go.id.

25
Apoteker setiap bulannya menginput data penggunaan narkotika dan psikotropika
melalui SIPNAP paling lama sebelum tanggal 10 pada bulan berikutnya. Laporan
meliputi laporan pemakaian narkotika untuk bulan bersangkutan (meliputi nomor
urut, nama bahan/sediaan, satuan, stok awal, penerimaan, pengeluaran, dan stok
akhir).
2. Pelayanan Farmasi Klinik
A. Pegkajian Resep
Kegiatan pengkajian Resep meliputi kajian administrasi, kesesuaian
farmasetik dan pertimbangan klinis.
- Kajian administratif terdiri dari nama pasien, umur, jenis kelamin dan
berat badan, nama dokter, nomor Surat Izin Praktik (SIP), alamat, nomor
telepon dan paraf dan tanggal penulisan resep.
- Kajian kesesuaian farmasetik meliputi bentuk dan kekuatan sediaan,
stabilitas dan kompatibilitas (ketercampuran Obat).
- Kajian klinis meliputi ketepatan indikasi dan dosis Obat, aturan, cara dan
lama penggunaan Obat, duplikasi/polifarmasi, reaksi Obat yang tidak
diinginkan (alergi, efek samping Obat, manifestasi klinis lain), kontra
indikasi, dan interaksi obat.
B. Dispensing
Dispensing terdiri penyiapan obat sesuai dengan permintaan resep, pada resep
racikan perlu untuk menghitung kebutuhan jumlah obat sesuai dengan resep. Jika
terdapat resep racikan, proses racik harus dilakukan secara rapi dan bersih agar
obat terhindar dari kontaminasi. Kemudian setelah itu diberikan etiket warna putih
untuk penggunaan obat dalam/oral, warna biru untuk obat luar seperti salep, krim,
tetes mata dan suntik.
Setelah obat disiapkan, kemudian obat dilakukan pemeriksaan kembali
mengenai penulisan nama pasien pada etiket, cara penggunaan serta jenis dan
jumlah obat (kesesuaian antara penulisan etiket dengan Resep), obat kemudian
diserahkan disertai pemberian informasi obat kepada pasien. Informasi yang
diberikan yaitu cara penggunaan obat dan hal-hal yang terkait dengan obat antara
lain manfaat obat, makanan dan minuman yang harus dihindari, kemungkinan
efek samping, cara penyimpanan obat.

26
Apoteker di apotek juga dapat melayani obat non resep atau pelayanan
swamedikasi. Apoteker harus memberikan edukasi kepada pasien yang
memerlukan Obat non resep untuk penyakit ringan dengan memilihkan obat bebas
atau bebas terbatas yang sesuai resep. Hal yang perlu ditanyakan pada saat
melakukan swamedikasi kepada pasien yaitu, untuk siapa obat yang akan dibeli,
apa keluhannya dan sudah berapa lama mengalami keluhan tersebut, tindakan dan
pengobatan lain yang telah dilakukan serta ada tidaknya perbaikan setelah
menggunakan obat tersebut, kemudian menanyakan riwayat alergi pasien setelah
itu menyarankan obat pada pasien beserta cara penggunaannya.
C. Pelayanan Informasi Obat
Pelayanan Informasi Obat (PIO) bertujuan untuk memberikan informasi
mengenai penggunaan obat yang aman, efektif, dan rasional kepada pasien
maupun keluarga pasien, sehingga diharapkan dapat memperlancar proses
penyembuhan pasien.
Tahapan yang harus dilakukan sebelum pemberian informasi obat, yaitu :
a) Memanggil nama pasien.
b) Konfirmasi ulang nama dan alamat pasien.
c) Menanyakan kembali kepada pasien mengenai siapa yang
mengkonsumsi obat tersebut.
d) Menjelaskan nama obat, khasiat, dosis, dan aturan pakai obat.
e) Cara penyimpanan.
f) Efek samping yang mungkin timbul dan cara mengatasinya.
D. Konseling
Konseling merupakan proses interaktif antara Apoteker dengan
pasien/keluarga untuk meningkatkan pengetahuan, pemahaman, kesadaran dan
kepatuhan sehingga terjadi perubahan perilaku dalam penggunaan Obat dan
menyelesaikan masalah yang dihadapi pasien. Untuk mengawali konseling,
Apoteker menggunakan three prime questions. Apabila tingkat kepatuhan pasien
dinilai rendah, perlu dilanjutkan dengan metode Health Belief Model.
Kriteria pasien/keluarga pasien yang perlu diberi konseling yaitu pasien
dengan kondisi khusus seperti pasien pediatri, geriatri, gangguan fungsi hati
dan/atau ginjal, ibu hamil dan menyusui). Pasien dengan terapi jangka

27
panjang/penyakit kronis misalnya diabetes mellitus, pasien yang menggunakan
Obat dengan instruksi khusus (penggunaan kortikosteroid dengan tappering
down/off). Pasien yang menggunakan Obat dengan indeks terapi sempit (digoksin,
fenitoin, teofilin). Pasien dengan polifarmasi dan pasien dengan tingkat kepatuhan
rendah.
E. Pelayanan Kefarmasian di Rumah (Home Pharmacy Care)
Pelayanan Kefarmasian di rumah dilakukan untuk kelompok lansia dan pasien
dengan pengobatan penyakit kronis lainnya. Jenis Pelayanan Kefarmasian di
rumah yang dapat dilakukan oleh Apoteker, meliputi penilaian/pencarian
(assessment) masalah yang berhubungan dengan pengobatan, identifikasi
kepatuhan pasien, pendampingan pengelolaan Obat dan/atau alat kesehatan di
rumah, misalnya cara pemakaian Obat asma, penyimpanan insulin, konsultasi
masalah obat atau kesehatan secara umum, monitoring pelaksanaan, efektifitas
dan keamanan penggunaan Obat berdasarkan catatan pengobatan pasien.
F. Pemantauan Terapi Obat
Merupakan proses yang memastikan bahwa seorang pasien mendapatkan
terapi Obat yang efektif dan terjangkau dengan memaksimalkan efikasi dan
meminimalkan efek samping. Kriteria pasien yang perlu dilakukan pemantauan
terapi obat yaitu anak-anak dan lanjut usia, ibu hamil dan menyusui, pasien yang
menerima obat lebih dari 5 (lima) jenis, adanya multidiagnosis, pasien dengan
gangguan fungsi ginjal atau hati, pasien dengan obat indeks terapi sempit, serta
pasien yang menerima obat yang sering diketahui menyebabkan reaksi obat yang
merugikan.
G. Monitoring Efek Samping Obat
Merupakan kegiatan pemantauan setiap respon terhadap Obat yang merugikan
atau tidak diharapkan yang terjadi pada dosis normal yang digunakan pada
manusia untuk tujuan profilaksis, diagnosis dan terapi atau memodifikasi fungsi
fisiologis. Kegiatan yang dilakukan yaitu mengidentifikasi obat dan pasien yang
mempunyai resiko tinggi mengalami efek samping Obat, mengisi formulir
Monitoring Efek Samping Obat (MESO) dan melaporkan ke Pusat Monitoring
Efek Samping Obat Nasional

28
3.5 Pembukuan dan Pengelolaan Keuangan
A. Pembukuan Keuangan
Apotek Kimia Farma 320 Cinunuk merupakan Apotek pelayanan, sehingga
laporan yang berhubungan dengan keuangan, yaitu :
1. Bukti Setoran Kas (BSK) Apotek
Bukti setoran kas berisi jumlah penerimaan uang yang berasal dari penjualan
produk di Apotek, baik penjualan obat dengan menggunakan resep Dokter atau
tanpa resep Dokter. Hasil penjualan dikurangi pengeluaran adalah jumlah uang
yang disetorkan ke bagian administrasi keuangan untuk disetorkan ke bank yang
ditunjuk.
2. Laporan Ikhtisar Penjualan Harian (LIPH)
Laporan ikhtisar penjualan harian berisi rincian penerimaan uang di Apotek
yang berasal dari penjualan obat dan perbekalan kesehatan lainnya baik melalui
resep atau non-resep (UPDS), yang selanjutnya akan dilaporkan ke pihak BM.
Rincian yang terdapat dalam LIPH, meliputi penjualan tunai, penjualan kredit,
omset, breakdown resep, UPDS, HV, engross, pengeluaran dan total penerimaan
setelah dikurangi pengeluaran.

B. Pengelolaan Keuangan
1. Penerimaan Uang dari Penjualan Tunai
Penerimaan uang ini berasal dari penjualan tunai yang diberikan oleh kasir,
disertai dengan Bukti Setoran Kas (BSK) dan dicatat dalam Laporan Ikhtisar
Penjualan Harian (LIPH) untuk disetorkan kepada pihak BM.
2. Pendataan Hasil Penjualan Kredit
Apotek akan membuat copy resep kredit dan persyaratan administrasinya.
Kemudian berkas akan dikirim ke pihak BM sebagai bukti penagihan ke instansi
terkait.
3. Penyimpanan Uang Kas
Penyimpanan uang kas digunakan untuk keperluan operasional sehari-hari.
Dimana bon dari setiap penggunaan akan dikumpulkan dan direkap, kemudian
Apotek Kimia Farma 320 Cinunuk akan membuat Laporan Pengeluaran Dana Kas
Kecil (LPDKK) yang akan diberikan ke pihak BM untuk digantikan lagi uang

29
yang terpakai sebesar pengeluaran uang tersebut. LPDKK dilakukan seminggu
sekali pada hari Senin.
3.6 Sistem Penjualan di Apotek Kimia Farma 320 Cinunuk
a. Pelayanan HV (Hand Verkoop) atau Penjualan Bebas
Pelayanan HV merupakan penjualan obat dan perbekalan farmasi lainnya
yang dapat dibeli tanpa resep Dokter, misalnya obat OTC (Over the Counter).
b. UPDS (Upaya Pengobatan Diri Sendiri) atau Swamedikasi
Dalam pelayanan obat UPDS atau swamedikasi perlu dilakukan penggalian
informasi dari pasien dengan metode :
1) Who (siapa yang akan menggunakan obat tersebut)
2) What (apa gejala yang dirasakan)
3) How (berapa lama gejala tersebut dirasakan)
4) Action (tindakan apa yang telah dilakukan untuk mengatasi gejala
tersebut)
5) Medicine (obat lain yang sedang dikonsumsi untuk mengatasi gejala
tersebut)
Apabila telah mengetahui informasi dari pasien, Apoteker harus membantu
untuk menentukan obat yang diperlukan pasien dalam mengatasi gejalanya. Obat
yang dapat diberikan untuk pelayanan UPDS yaitu obat golongan bebas, obat
bebas terbatas, obat tradisional, dan obat keras tertentu yang termasuk dalam
Daftar Obat Wajib Apotek (DOWA). Contoh form UPDS terlampir pada
Lampiran 8.
c. Pelayanan Resep Tunai
Penjualan obat dengan resep tunai dilakukan terhadap pasien yang datang
membawa resep ke Apotek untuk menebus obat yang dibutuhkan dan
membayarnya langsung secara tunai atau dengan menggunakan debit.
d. Pelayanan Resep Kredit
Pelayanan obat dengan resep kredit dilakukan atas kerjasama yang telah
disepakati oleh suatu perusahaan atau instansi dengan Apotek Kimia Farma 320
Cinunuk. Pada dasarnya pelayanan resep kredit sama dengan pelayanan resep
tunai, namun perbedaannya hanya pada administrasi dan cara pembayarannya.
Pembayaran resep kredit tidak dilakukan langsung oleh pasien, melainkan akan

30
dibayar oleh pihak asuransi dalam jangka waktu yang telah ditentukan. Pasien
dengan resep kredit harus memberikan persyaratan yang diperlukan oleh Apotek
untuk mengklaim biaya pengobatannya ke instansi terkait. Apotek Kimia Farma
320 Cinunuk menerima pelayanan resep kredit dari BPJS, PLN, Mandiri-in
Health, dan admedika.

31
BAB IV
TUGAS KHUSUS
PENANDAAN OBAT LASA

4.1 Pengertian LASA


LASA merupakan singkatan dari Look Alike Sound Alike atau (Nama Obat
Rupa dan Ucapan Mirip/NORUM) adalah obat yang memiliki kemasan yang
terlihat mirip atau obat yang memiliki nama yang terdengar mirip. Obat yang
terindikasi merupakan LASA harus menjadi perhatian khusus terutama pada saat
dispensing obat karena bisa saja terjadi kesalahan dalam pengambilan obat yang
dapat berakibat fatal bagi pasien.

Kemajuan teknologi saat ini, menuntut para pemberi pelayanan


kesehatan agar memberikan pelayanan yang bermutu. Oleh karena itu, dalam
rangka meningkatkan derajat kesehatan masyarakat, peningkatan mutu kualitas
layanan merupakan salah satu aspek yang sangat penting. Rumah sakit sebagai
salah satu penyedia pelayanan kesehatan harus dapat memberikan pelayanan yang
profesional dan berkualitas.

Menurut Permenkes RI No. 1691/MENKES/PER/VIII/2011 Tentang


Keselamatan Pasien Rumah Sakit, Look Alike Sound Alike masuk ke dalam obat-
obatan yang perlu diwaspadai (high-alert medications), yaitu obat yang sering
menyebabkan terjadi kesalahan/kesalahan serius (sentinel event), obat yang
berisiko tinggi menyebabkan dampak yang tidak diinginkan (adverse outcome).

4.2 PENYEBAB DAN TUJUAN

4.2.1 Penyebab Penggolongan Obat LASA

Keselamatan pasien didefinisikan sebagai suatu upaya untuk mencegah


terjadinya bahaya atau cedera pada pasien selama proses pengobatan.Kejadian
medication error merupakan salah satu ukuran pencapaian keselamatan pasien.
Medication error adalah kejadian yang merugikan pasien akibat kesalahan
pemakaian obat selama perawatan,yang sebenarnya dapat dicegah.

32
Hasil dari berbagai studi membuktikan bahwa medication error terjadi
di berbagai tahap penggunaan obat, dari proses penggunaan obat mulai dari
peresepan (1,5%-15%), dispensing oleh farmasi (2,1%-11%), pemberian obat
kepada pasien (5%-19%), dan ketika pasien menggunakan obat. Melihat
besarnya presentase kesalahan pada fase dispensing obat, diperlukan suatu strategi
untuk menekan angka tersebut, salah satu caranya adalah label LASA. Adapun
penyebab lainnya sebagai berikut :

a) Tulisan tangan dokter yang sulit terbaca, sehingga menimbulkan potensi


kesalahan pembacaan
b) Kurangnya pengetahuan apoteker terhadap nama obat
c) Tersedia banyak produk obat baru yang dipasarkan sehingga dapat
memungkinkan pelabelan dan kemasan beberapa obat terlihat mirip
d) Dosis, sediaan, dan frekuensi administrasi yang mirip
e) Penggunaan klinis yang mirip

4.2.2 Tujuan Penggolongan Obat LASA

Untuk mengurangi kebingungan tersebut, digunakan penggolongan obat


LASA yang memiliki tujuan sebagai berikut:

a) Mengurangi kebingungan apoteker dalam menghadapi obat dengan rupa


dan ucapan mirip
b) Mengurangi risiko terjadinya medication error berkaitan dengan
dispensing obat
c) Menjamin kemanan penggunaan obat oleh pasien agar menghasilkan
outcomes yang diharapkan
d) Meningkatkan keselamatan pasien
e) Meningkatkan mutu pelayanan apotek/rumah sakit

4.3 KETENTUAN PENANGANAN OBAT HA DAN LASA


4.3.1 Pengadaan
a) Meminimalisir ketersediaan obat dengan dosis yang beragam
b) Apabila memungkinkan, menghindari pengadaan obat dengan
kemasan dan tampilan yang mirip.

33
4.3.2 Penyimpanan

a) Menggunakan Tall Man lettering untuk memperjelas perbedaan pada obat


dengan pengucapan nama yang serupa. Tall Man lettering adalah teknik
menulis nama obat dengan huruf kapital untuk membedakan obat LASA.
The Institute for Safe Medication Practices (ISMP), US Food and Drug
Administration (FDA), The Joint Commission dan organisasi serupa
lainnya telah mempromosikan penggunaan Tall Man lettering sebagai
salah satu cara mengurangi kebingungan akibat nama obat yang serupa.

Gambar 1. Penamaan obat berdasarkan Tall Man lettering

b) Menggunakan label peringatan untuk obat high alert khusunya obat


dengan tampilan yang serupa (LASA). Label dibuat dengan bentuk, warna,
dan tulisan yang mencolok sehingga memudahkan untuk dilihat secara
cepat.

Gambar 2. Stiker Lasa

34
c) Meletakkan obat LASA terpisah dari pasangan LASA-nya. Apabila
memungkinkan, menghindari peletakkan produk pada tempat yang
berdekatan satu sama lain.

Gambar 3. Penyimpanan obat LASA

4.4 Cara Menghindari Medication Error


Dalam menghindari medication error yang berkaitan dengan obat
HAkhususnya LASA, ada dua unsur yang berperan penting, yaitu apoteker dan
produsen.

4.4.1 Peran apoteker :

a) Nama dan informasi penting obat harus dieja dan dilakukan berulang-
ulang(double-check) untuk meyakinkan bahwa yang diambil adalah
obat yang benar
b) Tentukan tujuan penggunaan obat sebelum diberikan kepada pasien.
Banyak produk dengan tampilan dan pengucapan nama yang serupa
namun berbeda tujuan penggunaannya
c) Meletakkan obat LASA pada tempat yang berbeda dan tidak berdekatan
d) Menambahkan label peringatan LASA agar dapat berhati-hati
e) Menghindari penerimaan resep secara lisan atau telepon. Apabila
terpaksa, pastikan untuk mengeja nama obat dan dosisnya.

4.4.2 Peran produsen:


a) Meningkatkan keterbacaan label dan kemasan obat.
b) Mengurangi kekacauan pada kemasan.
c) Menggunakan warna dengan pola background atau border yang memiliki
ciri khas.

35
d) Menyediakan label dua sisi.
e) Memastikan kontrasnya nama obat, dosis dan informasi rute pemakaian
padakemasan.
f) Menggunakan tipe tulisan dengan ukuran besar dan kecil untuk
mempermudah pembedaan nama obat.
4.5 Contoh Obat Lasa Di Apotek Kimia Farma Cinunuk
Nama Obat
Sporetic >< Sporacid
Zitromax >< Zibramax
Myores >< Myonep
Moxic Forte >< Moxic
Tebokan Sp >< Tebokan
Galvus >< Galvusmet
Glucophage >< Glucovance
Piracetam >< Piroxicam
Redacid >< Dismeno
Kenalog >< Myco-Z
Candesartan 8 mg >< Candesartan 16 mg
Atrocon >< Atorvastatin
Brainact 500 mg >< Brainact 1000 mg
Alpentin 100 mg >< Alpentin 300 mg
Amlodipin 5 mg >< Amlodipin 10 mg
Simvastatin 10 mg >< Simvastatin 20 mg
Eflagen 25 mg >< Eflagen 50 mg
Lyrica 150 mg >< Lyrica 75 mh
Thiamycin >< Thiamycin Forte
Isprinol >< Isoprinosine
Glucophage 500 mg >< Glucophage SR
Forbetes 500 mg >< Forbetes 850 mg
Rhinofed >< Mucopect

36
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan
Dari hasil Praktik Kerja Profesi Apoteker di Apotek Kimia Farma Cinunuk
Bandung, dapat disimpulkan sebagai berikut
1. Kegiatan PKPA di apotek dapat meningkatkan pemahaman calon apoteker
mengenai peran, fungsi, posisi, serta tanggung jawab apoteker dalam
pelayanan kefarmasian di apotek.
2. Kegiatan PKPA di apotek dapat meningkatkan wawasan, pengetahuan dan
keterampilan, dan pengalaman praktis sebagai calon apoteker untuk
melakukan pekerjaan kefarmasian di apotek.
3. Dengan dilakukannya Praktik Kerja Profesi Apoteker (PKPA) kini
mahasiswa calon Apoteker mendapatkan gambaran yang nyata terkait
permasalahan pekerjaan kefarmasian di Apotek dan lebih siap dalam
memasuki dunia kerja sebagai tenaga farmasi yang profesional.
5.2 Saran
Setelah pelaksanaan PKPA serta melakukan pengamatan dan mengikuti
berbagai kegiatan di apotek Kimia Farma 320 Cinunuk Bandung, terdapat
beberapa hal yang menjadi saran diantaranya:
1. Diperlukan perbaikan pada sistem perencanaan dan pengadaan untuk
mencegah terjadinya kekosongan stok obat di apotek dan menghindari
penolakan kepada pasien.
2. Perlu dilakukan penulisan atau penandaan harga di gondola pada produk
farmasi maupun non-farmasi, sehingga pasien dapat mengetahui harga
produk yang akan dibeli. Hal tersebut dapat mempermudah pelayanan bagi
pasien dan dapat mengefisienkan waktu pelayanan. Selain itu juga perlu
dilakukan penandaan pada obat LASA untuk menghindari terjadinya
Medication Error

37
DAFTAR PUSTAKA

Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 2009. Undang-Undang Republik


Indonesia No. 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan. Jakarta.

Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 2009. Peraturan Pemerintah


Republik Indonesia Nomor 51 tahun 2009 Tentang Pekerjaan Kefarmasian.
Jakarta : Departemen Kesehatan Republik Indonesia.

Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. 2015. Peraturan Menteri Kesehatan


Republik Indonesia Nomor 3 Tahun 2015 Tentang Peredaran, Penyimpanan,
Pemusnahan, dan Pelaporan Narkotika, Psikotropika, dan Prekusrsor
Farmasi. Jakarta.

Kementrian Kesehatan Republik Indonesia. 2016. Peraturan Menteri Kesehatan


Republik Indonesia Nomor 73 Tahun 2016 Tentang Standar Pelayanan
Kefarmasian di Apotek. Jakarta: Departemen Kesehatan Republik Indonesia.

Kementrian Kesehatan Republik Indonesia. 2017. Peraturan Menteri Kesehatan


Republik Indonesia Nomor 9 Tahun 2017 Tentang Apotek. Jakarta:
Departemen Kesehatan Republik Indonesia.

Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. 2018. Peraturan Menteri Kesehatan


Republik Indonesia Nomor 28 Tahun 2018 Tentang Pelayanan Perizinan
Berusaha Terintegrasi Secara Elektronik Sektor Kesehatan. Jakarta

The Joint Commission. 2013. Comprehensive Accreditation Manual for Hospitals


WHO. 1972. International Drug Monitoring: The Role of National Centres.
Technical ReportSeries WHO: no 498.

Pharmaceutical Services Division, Ministry of Health Malaysia. 2012. Guide on


Handling Look Alike, Sound Alike Medications.

Barber, Paul, and Deborah Robertson. 2009.


Essentials of Pharmacology for Nurses 2nd Edition. New York: The Mc Graw
Hills. Page 42.

Smith, Karen E, and Sharon Murphy Enright. 2005. Chapter 102: Providing a
Framework for Ensuring Medication Use Safety in Remington: The

38
Science and Practice of. Pharmacy 21st Edition, Philadelphia: Lippincott
Williams and Wilkins.Widjajanti, V. Nuraini. 1991.

Obat-obatan. Yogyakarta: Penerbit Kanisius. Hal. 19 Tajuddin, Rusmi Sari, dkk.

Faktor Penyebab Medication Errors di Instalasi Gawat Darurat Jurnal


Manajemen Pelayanan Kesehatan Vol. 15 Desember 2012, hal. 182-187

Kementerian Kesehatan RI, Peraturan Menteri Kesehatan No. 72


Tahun 2016 tentang Standar Pelayanan Kefarmasian di Rumah Sakit, Bab II.

Hospital Administration University of Toledo. 2017. High Alert Medications


Policy. Toledo,Spain.

39
LAMPIRAN
Lampiran 1. Kartu Stok

40
Lampiran 2. Form Copy Resep

41
Lampiran 3. Penyimpanan Obat

Penyimpanan Obat pada rak/lemari

Penyimpanan Obat pada kulkas

42
Lampiran 4. Form Surat Pesanan Narkotik

43
Lampiran 5. Form Surat Pesanan Psikotropika

44
Lampiran 6. Form Surat Pemesanan Prekusor

45
Lampiran 7. Surat Pesanan Reguler

46
Lampiran 8. Form UPDS (Upaya Pengobatan Diri Sendiri)

47
Lampiran 9. Form Penggunaan Psikotropika

48
Lampiran 10. Form Penggunaan Psikotropika

49

You might also like