You are on page 1of 10

ANALISIS HUBUNGAN FAKTOR INDIVIDU DAN BEBAN KERJA

MENTAL DENGAN STRES KERJA

CORRELATION OF INDIVIDUAL FACTORS AND MENTAL WORKLOAD


WITH JOB STRESS

Intan Sulistyana Mustika Suci

E-mail: intansulistyanams@gmail.com

ABSTRACT
Stress is the stimulation of the situation which could threaten the physical and psychological that cannot be tolerated by
an individual because of limited ability. The general objective of this research is to analyze the individual factors and
mental workload with stress. The research was done in observational. Population in this study are all the workers are
there in packer PT. X amount of 10 workers and analysis of the data used is the spearman correlation test to known the
correlation between education and mental workload with job stress, pearson correlation test to known the correlation
between age and work period with job stress and contingency test to known the correlation between marital status with
job stress. Based on the results of the statistical tests, a variable that has a strong relationship with stress is mental work
load variable (0.667), while variables that have a relationship with stress is the level of education (-0.102), marital status
(0.378),the period of employment (-0.102) and age (-0.408). From the results of this research it can be concluded that

of having strong correlation.

Keywords: job stress, mental workload

ABSTRAK

seorang individu karena keterbatasan kemampuan. Stres dapat terjadi kepada semua unit kerja, termasuk para manajer dan
eksekutif juga mengalaminya. Tujuan penelitian ini adalah menganalisis faktor individu dan beban kerja mental dengan
stres kerja pada pekerja packer di PT. X. Penelitian ini dilakukan secara observasional kepada pekerja packer di PT. X.
Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh pekerja packer yang ada di PT. X dengan jumlah 10 pekerja dan analisis
data yang digunakan adalah uji korelasi Spearman untuk menguji hubungan variabel tingkat pendidikan dan beban kerja
mental dengan stres kerja, uji korelasi pearson untuk menguji hubungan variabel umur dan masa kerja dengan stres kerja
dan uji untuk mengetahui hubungan variabel status perkawinan dengan stres kerja. Berdasarkan

0,667), sedangkan variabel yang memiliki hubungan rendah dengan stres kerja adalah tingkat pendidikan (-0,102), status
perkawinan (0,378), dan masa kerja (-0,102). Variabel dengan hubungan sedang adalah variabel umur (-408). Dari hasil
penelitian ini dapat disimpulkan bahwa sebagian besar responden pada rentang umur 21–40 tahun (60%) dan memiliki
masa kerja 5–9 tahun (70%) dengan tingkat pendidikan Tamat SMA (60%) dan berstatus menikah (60%). Hubungan antara
beban kerja mental dengan stres memiliki hubungan kuat.

Kata kunci: beban kerja mental, stres kerja

PENDAHULUAN biaya produksi suatu perusahaan. Tuntutan hidup


dan tuntutan perusahaan membuat karyawan
Tenaga kerja merupakan aset yang paling
menurunnya kesehatan sampai kepada dideritanya
penting bagi perusahaan. Tetapi tidak semua
suatu penyakit.
perusahaan mem perh at ikan kesej aht eraan
Stres dapat terjadi kepada siapa saja dan pada
karyawan dan sering kali diabaikan. Tidak jarang
unit kerja apa saja, termasuk para manajer dan
perusahaan menganggap karyawan adalah beban
eksekutif juga mengalaminya. Diperkirakan 100
yang semestinya harus ditekan untuk mengurangi
Intan Sulistyana Mustika Suci, Analisis Hubungan Faktor Individu… 221

juta hari kerja menjadi sia-sia dikarenakan stres operator bersifat otomatis. Kemajuan teknologi
dan hampir 50% sampai 70% penyakit berkaitan memperlambat kemampuan manusia untuk
dengan stres (Tahir, 2015). Survei yang telah mempertahankan produktivitas sehingga lebih rentan
dilakukan pada perusahaan asuransi Northwestren mengalami stres kerja (Pratiwi, 2013). Berdasarkan
National menunjukkan bahwa 7 dari 10 pekerja hasil survei ahli kesehatan, 60–90% dari pengunjung
mengindikasikan bahwa stres yang dialami rumah sakit mengeluhkan penyakit terkait stres kerja
menyebabkan masalah kesehatan dan kurang seperti: sakit kepala, gastrointestinal, pegal pada
produktifnya pekerjaan. Berdasarkan hasil survei 1 bagian tulang belakang, dan penyakit kardiovaskular
dari 3 pekerja Amerika Serikat mempertimbangkan (Suisky, 2005).
keluar dari pekerjaannya karena stres akibat Dampak stres kerja bila tidak ditangani dengan
faktor yang berkaitan dengan tempat kerja, 1 dari baik maka seseorang akan cenderung menjadi
10 pekerja dihadapkan dengan berbagai masalah pemarah, terjadi gangguan mental, gangguan
sehingga dapat membuat karyawan terkena stres.
Health Safety Executive (2008) yang dikutip dalam organisasi atau tempat kerja berupa penurunan
Tarwaka (2015), stres adalah reaksi negatif manusia kinerja dan produktivitas hingga menyebabkan
yang diakibatkan dari berbagai masalah dan tekanan kecelakaan kerja (Tarwaka, 2010). Beban kerja
yang berlebihan atau jenis tuntutan lainnya. Stres harus disesuaikan dengan kemampuan pekerja,
akan berubah menjadi hal positif apabila seseorang jika beban kerja terlalu rendah atau terlalu tinggi
dapat mengendalikannya, akan tetapi apabila orang maka produktivitas kerja juga akan redah (Tarwaka,
tersebut tidak bisa mengendalikan dengan baik 2010).
akan dapat mengakibatkan berbagai masalah salah Packer adalah unit kerja di PT. X Tuban yang
satunya adalah gangguan kesehatan. bertugas menempatkan kantong semen pada alat
Perkembangan teknologi komputerisasi pengisi semen yang bekerja secara otomatis mengisi
membuat penggunaan peralatan kerja yang kantong semen kosong dengan produk semen yang
digunakan bersifat otomatis. Banyak keuntungan sudah jadi. Pekerjaan di bagian ini dilakukan dengan
yang diperoleh dari pemanfaatan teknologi ini, salah berdiri selama jam kerja yaitu selama 8 jam setiap
satunya adalah hasil produksi yang dihasilkan lebih hari. Terdapat target kantong semen yang harus
banyak dan menghemat biaya produksi. Terdapat terisi setiap harinya yaitu sekitar 2000 kantong/jam.
juga kerugian dengan adanya peralatan yang dapat Adanya target produksi dan tuntutan waktu yang
dioperasikan secara otomatis. Pengoperasian harus dipenuhi oleh pekerja membuat beban kerja
peralatan secara otomatis membuat pekerja hanya mental di bagian Packer meningkat, kurangnya
sedikit mendapat peran dalam proses produksi. variasi kerja di bagian packer membuat pekerja
Beban kerja yang terlalu banyak atau terlalu sedikit mudah jenuh dan bosan melakukan pekerjaan.
membuat seseorang mengalami stres kerja. Beban kerja berlebih dan beban kerja terlalu
Menurut Robbins (2004), stres kerja sedikit juga dapat menjadi faktor pembangkit
adalah beban kerja yang berlebihan, perasaan terjadinya stres. Menurut Herrianto (2010), faktor
s u sa h d a n k et e ga n gan e mo s i ona l yang yang membuat seseorang menjadi stres meliputi
menghambat performance individu. Stres kerja sistem tugas yang melebihi kemampuan pekerja,
menyebabkan gangguan fisik maupun gangguan volume pekerjaan yang berlebih, tanggung jawab
psikologis. Gangguan psikologis yang sering terjadi yang terlalu berat, kondisi fisik/lingkungan
sebagai akibat dari stres kerja adalah kecemasan dan kerja yang Ekstrem dan organisasi tempat kerja
depresi (Wijono, 2010). Menurut Manuaba (1998), yang kurang mendukung. Salah satu faktor yang
stres adalah segala aksi dari tubuh manusia baik bersumber pada pekerjaan diantaranya beban kerja.
yang berasal dari luar maupun dari dalam tubuh Beban kerja mental yang diterima di bagian
itu sendiri yang dapat menimbulkan bermacam- packer seperti membaca surat ijin pengeluaran
macam dampak yang merugikan mulai dari keluar semen permintaan dari distributor. Permintaan
dari tempat kerjanya karena stres akibat faktor non produk semen setiap daerah atau distributor berbeda,
pekerjaan, dan 46% menyatakan bahwa pekerjaan hal ini dibutuhkan ketelitian saat membaca agar tidak
mereka sangat penuh dengan stres (Suci, 2012). salah membaca permintaan produk semen. Andraeni
Perkembangan teknologi komputerisasi, (2003), menyebutkan bahwa beban kerja berlebih
membuat peralatan yang dikendalikan oleh dan beban kerja terlalu sedikit dapat menjadi faktor
pembangkit terjadinya stres.
222 The Indonesian Journal of Occupational Safety and Health, Vol. 7, No. 2 Mei–Agustus 2018: 220–229

Cox & Gonzales (2000), mengelompokkan pekerja harus menyelesaikan tuntutan produksi
semen di bagian packer ± 2000 kantong semen/jam.
psikososial. Beberapa tahun terakhir, organisasi Banyaknya permintaan distributor juga termasuk
internasional telah meningkatkan kesadaran salah satu penyebab beban kerja mental tinggi di
mengenai risiko psikososial pekerjaan yang bagian packer. Terlebih saat menjelang hari raya,
berhubungan dengan stres kerja, tetapi pada permintaan semen dari distributor meningkat dan
pelaksanaannya di tingkat perusahaan masih ada membuat pekerja harus mengejar waktu untuk
kesenjangan (Prativi, 2013). menyelesaikan target produksi.
Kemajuan teknologi komputerisasi membuat Target produksi yang besar, memberikan
kerja manusia lebih sedikit sehingga memperlambat tekanan yang berat bagi pekerja di bagian packer
kemampuan manusia untuk mempertahankan ini. Selain itu, operator packer bekerja di bawah
produktivitas sehingga lebih rentan mengalami pengawasan kepala bagian. Sering kali mereka
stres kerja (Prativi, 2013). Berdasarkan penelitian ditegur karena melakukan kesalahan, ini memberikan
cross-sectional dari Journal of Psychosomatic tekanan secara psikologis pada operator. Pekerjaan
Research (2006) menunjukkan sebanyak 35% dari di bagian packer yang berkaitan dengan aktivitas
populasi sampel dari pekerja pabrik mengalami mental misalnya pekerja harus membaca surat ijin
masalah kesehatan seperti kecemasan, gangguan permintaan semen dari distributor, setiap distributor
tidur, depresi, keluhan somatik dan indikator klinis memiliki permintaan jumlah semen yang berbeda.
lain dari stres. Selain itu, diperlukan konsentrasi dalam melakukan
Penelitian yang pernah dilakukan oleh Prabawati pengisian semen, apabila pekerja kehilangan
(2012) dengan judul Hubungan Beban Kerja Mental konsentrasi sehingga menempatkan kantong pada
dengan Stres Kerja Pada Perawat Bagian Rawat Inap alat pengisian semen tidak tepat, semen dapat
RSJD Dr. R. M. Soedjarwadi Klaten. Hasilnya yaitu menyembur ke arah pekerja dan dapat menyebabkan
terdapat hubungan antara beban kerja mental dengan kecelakaan kerja.
stres kerja pada perawat di bagian rawat inap. Faktor lain yang dapat menjadi penyebab stres
PT. X adalah perusahaan yang memproduksi kerja adalah status pernikahan seseorang dapat
semen yang digunakan untuk bahan baku dalam menjadi faktor pemicu terjadinya stres di tempat
pembangunan. Proses produksi dimulai dari kerja. Seorang pekerja yang sudah menikah tidak
penambangan batu kapur, tanah liat yang merupakan hanya memikirkan kebutuhan hidupnya sendiri,
bahan baku utama pembuatan semen. Sampai ke akan tetapi harus memikirkan kebutuhan hidup
proses penggilingan, pembakaran dan pengepakan, keluarganya juga. Umur seorang pekerja juga dapat
sehingga siap untuk didistribusikan ke pelosok menjadi penyebab stres kerja, karena seseorang
Indonesia. dengan umur yang masih muda cenderung mudah
Berdasarkan hasil observasi pada 15 Maret terpancing dan belum bisa mengendalikan emosi
2017, di PT. X pekerja di bagian packer harus dengan baik. Keahlian, pengalaman kerja juga
menempatkan kantong semen pada alat pengisi dibutuhkan agar pekerja dapat melaksanakan tugas
semen ± 2000 kantong setiap jam. Tuntutan tugas dengan baik dan dapat mencapai target produksi
yang terlalu besar dan melebihi batas kemampuan yang diberikan oleh perusahaan. Sesuai dengan
individu dapat menyebabkan stres kerja. Hasil penelitian yang dilakukan oleh Astuti (2015) yang
wawancara terhadap beberapa pekerja yang ada menyebutkan bahwa variabel yang berhubungan
di bagian packer tentang masalah kesehatan yang dengan stres kerja adalah umur, masa kerja, dan
upah/ pendapatan.
punggung, dan gangguan lambung. Berdasarkan Penelitian yang dilakukan oleh Mutia (2014)
penelitian yang dilakukan oleh Hanapi, (2014) menyebutkan bahwa pekerjaan di bagian operator
penyebab beban kerja mental di bagian front staff pengepakan dengan metode Nasa-TLX didapatkan
adalah tuntutan kerja sebesar 20%, jenis pekerjaan total rating masing-masing indikator termasuk ke
sebesar 40% dan tuntutan waktu sebesar 40%. dalam beban kerja mental tinggi. Penyebab beban
Tuntutan kerja di bagian front staff yang dapat kerja mental di operator packer lebih diakibatkan
menjadi penyebab beban kerja mental adalah oleh tuntutan produksi dan tuntutan waktu untuk
pemenuhan target produksi dari perusahaan yang mengejar target produksi yang dibebankan kepada
harus dipenuhi. Sama halnya dengan tuntutan pekerja.
kerja yang ada di bagian packer dan loader ini,
Intan Sulistyana Mustika Suci, Analisis Hubungan Faktor Individu… 223

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis


faktor individu dan beban kerja mental dengan tata kelola, Perseroan telah menerapkan manajemen
stres kerja pada pekerja packer di PT. X, sehingga terintegrasi dengan mengacu pada prinsip-prinsip
perusahaan dapat melakukan tindakan pencegahan tata kelola perseroan yang baik (good corporate
atau preventif agar pekerja selalu merasa nyaman governance), yaitu Sistem Manajemen Mutu (ISO
dan produktivitas kerja meningkat. 9001), Sistem Manajemen Lingkungan (ISO 14001),
Sistem Manajemen K3 (SMK3- OHSAS 18001),
Sistem Manajemen Laboratorium Pengujian (ISO/
METODE
IEC 17025), Sistem manajemen Risiko (ISO 31000),
Penelitian ini termasuk penelitian observasional dan Sistem Manajemen Keselamatan Pertambangan
yaitu hanya mengamati dan mencatat gejala yang serta Program-program peningkatan melalui
berhubungan dengan penelitian (Notoatmodjo, penerapan Manajemen Inovasi.
2002). Analisis penelitian bersifat deskriptif karena Penerapan Sistem Manajemen di PT. X,
hanya menggambarkan secara objektif, sistematis, diharapkan mampu meningkatkan nilai tambah
faktual dan akurat fakta yang diteliti (Notoatmodjo, bagi pemegang saham dan pemangku kepentingan
2002). Sampel dari penelitian ini adalah seluruh (stakeholders) yang lain pada umumnya.
pekerja shift pagi di bagian packer yang berjumlah
10 orang. Sampel diambil dengan metode total Distribusi Umur Responden
sampling karena jumlah yang tidak terlalu banyak Distribusi umur responden pada Tabel 1
dan memungkinkan untuk digunakan penelitian berada pada rentang umur 21–40 tahun sebanyak
dengan total populasi. 6 responden (60%), pada rentang umur tersebut
Variabel pada penelitian ini adalah karakteristik tergolong muda, mempunyai semangat tinggi dan
individu (umur, tingkat pendidikan, status performa tenaga terbaik sehingga produktivitas
perkawinan, masa kerja), beban kerja mental, dan responden masih tergolong tinggi. Oleh karena itu
stres kerja. Pengumpulan data dilakukan dengan PT. X cenderung mempekerjakan karyawan dengan
teknik wawancara dan bantuan kuesioner. umur 21–40 tahun meskipun masih terdapat pekerja
Untuk mengetahui hubungan antara variabel yang berumur 41–60 tahun.
beban kerja mental dengan stres kerja dilakukan
dengan menggunakan tabulasi silang (cross tab). Distribusi Tingkat Pendidikan
Data yang diperoleh dari kuesioner kemudian
dianalisis dengan tabel narasi. Untuk mengetahui Distribusi tingkat pendidikan responden Packer
kuat hubungan antara variabel status perkawinan di PT. X dapat ditunjukkan pada Tabel 2. Distribusi
dengan stres kerja digunakan metode Contingency tingkat pendidikan responden sebagian besar Tamat
. Variabel umur dan masa kerja dengan SMA yaitu sebanyak 6 responden (60%). Pekerjaan
stress kerja menggunakan uji korelasi pearson, dan di bagian packer lebih dituntut untuk memiliki
untuk variabel tingkat pendidikan dan beban kerja keahlian dibandingkan dengan pendidikan formal
mental dengan stres kerja menggunakan uji korelasi Tabel 1. Distribusi Umur Responden Packer PT. X
spearman. 2017
Umur Frekuensi Persentase (%)
HASIL
21–40 tahun 6 60
Gambaran Umum Perusahaan 41–60 tahun 4 40
PT X Tuban adalah perusahaan yang bergerak Total 10 100
di bidang industri semen. Pertama kali didirikan
memiliki kapasitas produksi 250.000 ton semen per Tabel 2. Distribusi Tingkat Pendidikan Pesponden
tahun. Saat ini kapasitas terpasang sebesar 16,92 juta Packer PT. X, 2017
ton semen per tahun, dan menguasai sekitar 46%
Tingkat Pendidikan Frekuensi Persentase (%)
pangsa pasar. Perusahaan ini memproduksi beberapa
jenis semen diantaranya yaitu semen portland tipe 1 Tamat SMP 4 40
sampai dengan 5, special blended cement, portland Tamat SMA 6 60
pozzolan cement (PPC). Total 10 100
224 The Indonesian Journal of Occupational Safety and Health, Vol. 7, No. 2 Mei–Agustus 2018: 220–229

Tabel 3. Distribusi Status Perkawinan Responden memberikan beban tersendiri ketika melakukan
di Bagian Packer PT. X 2017 pekerjaan.
Status Perkawinan Frekuensi Persentase (%) Distribusi Masa Kerja
Menikah 4 40
Distribusi masa kerja responden di bagian
Belum Menikah 6 60 Packer ditunjukkan pada Tabel 4. Masa kerja
Total 10 100 sebagian responden adalah 5–9 tahun yaitu sebanyak
7 responden (70%). Pergantian pekerja oleh PT. X
Tuban biasanya dilakukan secara bersamaan, oleh
Tabel 4. Distribusi Masa Kerja Responden di PT.
karena itu banyak pekerja yang memiliki masa kerja
X, 2017
sama. Semakin lama masa kerja maka semakin
Masa Kerja Frekuensi Persentase (%) berpengalaman seorang pekerja tersebut.
0–4 tahun 3 30
Distribusi Beban Kerja Mental
5–9 tahun 7 70
Total 10 100 Tabel 5 menjelaskan bahwa responden
mengalami beban kerja mental sedang yaitu
sebanyak 9 responden (90%). Menurut operator
Tabel 5. Distribusi Beban Kerja Mental Responden mesin packer beban kerja yang berhubungan dengan
di PT. X, 2017 mental yang diperoleh dalam pekerjaan adalah
ketelitian saat membaca surat ijin pengeluaran semen
Beban Kerja Mental Frekuensi Persentase (%) dari distributor, permintaan semen dari masing-
Sedang 9 90 masing distributor berbeda. Setiap daerah memiliki
Berat 1 10 kode wilayah berbeda karena untuk menentukan
Total 10 100 kantong semen jenis apa yang digunakan di daerah
masing-masing sehingga dibutuhkan ketelitian
dalam membaca surat ijin pengeluaran semen dan
yang tinggi sehingga responden cenderung tidak dalam memasukkan jumlah permintaan semen
melanjutkan pendidikan lebih tinggi seperti di secara otomatis pada mesin pengisian semen. Target
perguruan tinggi. Keahlian yang dibutuhkan dapat produksi dan tuntutan waktu yang harus terpenuhi
dipelajari, seiring dengan masa kerja responden maka membuat beban mental tersendiri bagian operator
akan semakin meningkat keahlian dalam bekerja. packer.
Pekerjaan di bagian packer termasuk pekerjaan yang
tidak membutuhkan pekerja dengan pendidikan yang Tabulasi Silang Faktor Individu dan Beban Kerja
tinggi akan tetapi lebih membutuhkan keterampilan Mental dengan Stres Kerja
atau skill dibandingkan dengan pendidikan formal. Hubungan Umur dengan Stres Kerja
Distribusi Status Perkawinan Berdasarkan hasil penelitian nilai koefisien
Distribusi status perkawinan responden korelasi pearson untuk bagian packer adalah
d a p a t d i l i h at d a l a m Ta b e l 3. S e b ag i an -0,408. Artinya hubungan antara umur dengan
besar responden berstatus belum menikah stres kerja responden di bagian packer adalah
yaitu sebanyak 6 responden (60%). Status sedang. Tanda minus (–) menunjukkan hubungan
perkawinan tidak terlalu diperhatikan atau tidak berlawanan arah yang artinya semakin tinggi umur
termasuk dalam kriteria penerimaan pekerja di responden maka semakin rendah tingkat stres kerja
PT. X Tuban. Pekerja packer sebagian besar belum yang didapatkan. Hal tersebut dapat dilihat dari
menikah, tetapi masih terdapat pekerja yang sudah tabel 6 yang menunjukkan bahwa responden yang
menikah. Status perkawinan memang biasanya mengalami stres kerja sedang dan berumur 21–40
berpengaruh bagi seseorang, karena apabila tahun sebanyak 5 responden (83,3%) dan untuk
seseorang sudah memiliki keluarga maka tanggung responden yang berumur 41–60 tahun sebanyak
jawab dan kewajiban tidak hanya pada dirinya 3 responden (75%).
sendiri tetapi juga pada keluarganya. Hal tersebut Responden yang mengalami stres kerja tinggi
dan berumur 21–40 tahun sebanyak 1 responden
Intan Sulistyana Mustika Suci, Analisis Hubungan Faktor Individu… 225

Tabel 6. Tabulasi Silang Karakteristik Individu dan Hubungan Status Perkawinan dengan Stres
Beban Kerja Mental dengan Stres Kerja di Kerja
Bagian Packer PT. X Tuban, 2017
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa
Stres sebagian besar responden sudah berstatus menikah
Total
Faktor Sedang Tinggi yaitu sebanyak 6 responden dari yang menikah
n % n % N % tersebut sebagian besar mengalami stres kerja
sedang yaitu sebanyak 5 responden (83,3%) dan
Umur
1 responden mengalami stres kerja tinggi (16,7%).
21–40 tahun 5 83,3 1 16,7 6 100
Responden yang berstatus belum menikah sebanyak
41–60 tahun 3 75 1 25 4 100 4 responden mengalami stres kerja sedang (100%).
Tingkat Pendidikan Nilai sebesar 0,378 artinya
Tamat SMP 3 75 1 25 4 100 hubungan antara status perkawinan dengan stres
Tamat SMA 5 83,3 1 16,7 6 100 kerja adalah rendah.
Status Perkawinan
Hubungan Masa Kerja dengan Stres Kerja
Menikah 4 66,7 2 33,3 6 100
Belum Hasil penelitian yang dilakukan dapat diketahui
4 100 0 0 4 100 bahwa responden dengan masa kerja 5–9 tahun
Menikah
Masa Kerja dan mengalami stres kerja sedang sebanyak
5 responden (71,4%), sedangkan untuk responden
0–4 tahun 3 100 0 0 3 100
yang memiliki masa kerja 0–4 tahun dan mengalami
5–9 tahun 5 71,4 2 28,6 7 100 stres kerja sedang sebanyak 3 responden (100%).
Beban Kerja Mental Untuk responden dengan masa kerja 5–9 tahun dan
Sedang 8 88,9 1 11,1 9 100 mengalami stres kerja tinggi sebanyak 2 responden
Tinggi 1 100 0 0 1 100 (28,6%) dan untuk responden dengan masa kerja
0–4 tahun tidak terdapat mengalami stres kerja

(16,7%) dan responden dengan umur 41–60 tahun korelasi adalah -0,102 yang artinya hubungan antara
sebanyak 1 responden (25%). masa kerja dengan stres kerja adalah sangat rendah
dan arah korelasinya adalah negatif (–) yang berarti
Hubungan Tingkat Pendidikan dengan Stres berlawanan arah yaitu semakin lama masa kerja
Kerja maka semakin rendah stres kerja pada responden.
Berdasarkan Tabel 6 tentang tabulasi silang
Hubungan Beban Kerja Mental dengan Stres
antara tingkat pendidikan dengan stres kerja,
Kerja
menunjukkan bahwa responden dengan status tamat
SMP (25%) lebih banyak mengalami stres kerja Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa
tinggi dibandingkan dengan responden yang tamat sebagian besar responden yaitu sebanyak 8
SMA (16,7%). Hasil uji statistik menunjukkan responden (88,9%) mengalami beban kerja mental
spearman hubungan tingkat sedang dan stres kerja sedang, sedangkan sebanyak
pendidikan dengan stres kerja di bagian packer 1 responden (100%) mengalami stres kerja sedang
menunjukkan nilai -0,102 yang artinya hubungan dan beban kerja mental berat. Hasil uji statistik
antara tingkat pendidikan dengan stres kerja adalah korelasi spearman adalah 0,667 yang artinya
sangat rendah. Tanda minus (–) menunjukkan hubungan antara beban kerja mental dengan
hubungan terbalik yang artinya semakin rendah stres kerja adalah sangat kuat. Tanda positif (+)
tingkat pendidikan maka semakin tinggi stres menunjukkan hubungan searah yang artinya semakin
kerjanya. tinggi beban kerja maka semakin meningkat stres
kerjanya.
226 The Indonesian Journal of Occupational Safety and Health, Vol. 7, No. 2 Mei–Agustus 2018: 220–229

PEMBAHASAN yang dilakukan oleh Wati (2013), diketahui bahwa


ada hubungan antara tingkat pendidikan dengan
Analisis Hubungan Umur dengan Stres Kerja di
stres kerja dengan p value 0,002. Tanda minus (-)
Bagian Packer
memiliki arti hubungan terbalik atau berlawanan
arah yaitu semakin tinggi pendidikan seseorang
pearson untuk bagian packer adalah -0,408. Tanda maka semakin rendah stres kerjanya. Hasil penelitian
minus (–) berarti semakin rendah umur seseorang ini, menunjukkan bahwa responden dengan status
maka semakin tinggi stres kerjanya. Hubungan umur tamat SMP (25%) mengalami stres kerja tinggi
dengan stres kerja menunjukkan bahwa responden dibandingkan dengan responden yang tamat SMA
yang berumur 21–40 tahun (83,3%) mengalami (16,7%). Hasil penelitian lain yang sesuai dengan
tingkat stres kerja sedang lebih banyak dibandingkan penelitian ini adalah penelitian yang dilakukan oleh
dengan responden yang berumur 41–60 tahun (75%), Saikhunudin (2009) tentang stres kerja menyebutkan
dan responden yang mengalami stres kerja tinggi bahwa tidak ada hubungan kuat antara tingkat
umur 21–40 tahun (16,7%) dan umur 41–60 tahun pendidikan dengan stres kerja.
(25%). Sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh
Hasil penelitian tersebut sejalan dengan Irkhami (2011) tentang stres kerja pada penyelam
penelitian Fitri (2013), bahwa terdapat hubungan menunjukkan bahwa hubungan tingkat pendidikan
antara umur dengan stres kerja. Pekerja yang dengan stres kerja adalah rendah dan semakin tinggi
memiliki umur lebih muda lebih rentan mengalami pendidikannya maka semakin rendah tingkat stres
stres kerja. Pekerja dengan umur yang lebih kerjanya. Persamaan penelitian ini dengan penelitian
tua mempunyai pengalaman kerja lebih banyak lain mungkin dikarenakan untuk meningkatkan
dibandingkan dengan umur yang relatif muda. pengetahuan dan keterampilan pekerja di bagian
Berbeda dengan pendapat Anoraga (2006) packer ini tidak didapatkan dari pendidikan formal
yang menyebutkan bahwa semakin tua umur melainkan melalui pengalaman dan pelatihan
seseorang makan semakin besar kemungkinan penggunaan mesin produksi setiap harinya.
untuk mengalami stres kerja, mengingat dengan
Analisis Hubungan Status Perkawinan dengan
bertambahnya umur maka semakin kompleks
Stres Kerja di Bagian Packer
masalah atau persoalan yang dihadapi. Perbedaan
hasil penelitian tersebut terjadi karena adanya Hasil yang didapatkan dari penelitian ini adalah
perbedaan karakteristik responden penelitian. nilai sebesar 0,378 artinya
Responden penelitian ini membutuhkan pengalaman hubungan antara status perkawinan dengan stres
yang tinggi guna menanggulangi stres kerja yang kerja adalah rendah. Sebagian besar responden sudah
disebabkan dari perlakuan manajemen perusahaan. berstatus menikah yaitu sebanyak 6 responden dari
Semakin dewasa umur responden semakin bisa yang menikah tersebut sebagian besar mengalami
mengontrol emosi dibandingkan dengan responden stres kerja sedang yaitu sebanyak 4 responden
usia remaja, sehingga responden dengan umur yang (66,7%) dan 2 responden mengalami stres kerja
lebih tua akan cenderung dapat menanggulangi tinggi (33,3%). Hubungan korelasi dapat diartikan
stres kerja. Perbedaan hasil penelitian ini mungkin bahwa status perkawinan seseorang berpengaruh
disebabkan karena usia yang lebih matang akan terhadap terjadinya stres di tempat kerja meskipun
lebih mudah untuk mengontrol emosi dan dapat status perkawinan responden memiliki hubungan
mengambil keputusan secara bijaksana berdasarkan rendah. Evayanti (2003) menyatakan bahwa bagi
pengalaman yang diperolehnya. pekerja yang berstatus menikah, keadaan keluarga
bisa menjadi penghambat, mempercepat atau
Analisis Hubungan Tingkat Pendidikan dengan menjadi penangkal proses terjadinya stres.
Stres Kerja di Bagian Packer Penelitian ini sesuai dengan hasil penelitian
spearman ini disampaikan oleh Ratnasari (2009),yang
yang diperoleh menunjukkan bahwa hubungan menyatakan seseorang yang sudah menikah pasti
tingkat pendidikan dengan stres kerja di bagian mempunyai beban yang lebih berat daripada yang
packer menunjukkan nilai -0,102 yang artinya belum menikah. Hal tersebut disebabkan karena
hubungan antara tingkat pendidikan dengan stres orang yang sudah menikah tidak hanya memikirkan
kerja adalah sangat rendah. Sejalan dengan penelitian kebutuhan diri sendiri tetapi juga memikirkan
kebutuhan keluarganya sehingga orang yang sudah
Intan Sulistyana Mustika Suci, Analisis Hubungan Faktor Individu… 227

menikah cenderung mempunyai tingkat stres yang Analisis Hubungan Beban Kerja Mental dengan
lebih tinggi. Stres Kerja di Bagian Packer
Tidak semua individu yang sudah menikah akan
Hasil uji statistik korelasi spearman adalah
mengalami stres saat bekerja karena tergantung
0,667 yang artinya hubungan antara beban kerja
kemampuan individu untuk menyelesaikan masalah
mental dengan stres kerja di bagian packer ini kuat.
yang ada dalam keluarga sehingga tidak mengganggu
Tanda positif (+) menunjukkan hubungan searah
pekerjaannya, sehingga status perkawinan tidak
yang artinya semakin tinggi beban kerja mental
mempunyai hubungan yang kuat dengan stres
seorang pekerja maka akan semakin tinggi stres
kerja. Memang responden yang telah menikah akan
kerjanya.
menanggung kelangsungan hidup keluarganya, tetapi
Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebagian
responden tersebut bisa menanggungnya sehingga
besar responden mengalami stres kerja sedang
status perkawinan tidak berhubungan dengan stres
dan beban kerja mental sedang yaitu sebanyak 8
kerja.
responden (88,9%), sedangkan 1 responden (100%)
mengalami stres kerja sedang dan beban kerja
Analisis Hubungan Masa Kerja dengan Stres
mental berat.
Kerja di Bagian Packer
Beban kerja mental yang diterima di bagian
packer ini misalnya membutuhkan ketelitian untuk
korelasi -0,102 artinya hubungan antara masa membaca surat ijin pengeluaran semen karena setiap
kerja dengan stres kerja adalah sangat rendah dan permintaan jumlah semen dari setiap distributor
arah korelasinya adalah negatif (–) yang berarti berbeda-beda. Selain ketelitian, di bagian packer ini
berlawanan arah yaitu semakin lama masa kerja membutuhkan fokus saat melakukan pekerjaannya,
maka semakin rendah stres kerja pada responden. karena apabila seorang pekerja tidak fokus maka
Hasil penelitian dapat diketahui bahwa dalam menempatkan kantong semen ke alat pengisi
responden dengan masa kerja 5–9 tahun dan semen apabila kurang tepat menempatkannya isian
mengalami stres kerja sedang sebanyak 5 responden semen dapat keluar/menyembur ke arah pekerja.
(71,4%) dan responden yang memiliki masa kerja Sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh
0–4 tahun sebanyak 3 responden (100%). Sedangkan Siringoringo, et al. (2011) tentang stres kerja, yang
responden yang mengalami stres kerja tinggi menyatakan bahwa ada hubungan antara beban kerja
dengan masa kerja 5–9 tahun sebanyak 2 responden dengan stres kerja. Beban kerja merupakan salah satu
(28,6%) dan masa kerja 0–4 tahun tidak terdapat tuntutan yang dibebankan oleh perusahaan kepada
responden yang mengalami stres kerja tinggi. pekerja yang menjadi stressor dalam pekerjaan dan
Penelitian Sartika (2013) juga menunjukkan bahwa beban kerja berlebih atau terlalu sedikit merupakan
pedagang tradisional di Pasar Daya Kota Makasar pembangkit terjadinya stres (Munandar, 2006).
yang memiliki masa kerja lebih rendah cenderung Sesuai dengan penelitian Setiawan, et al (2013)
mengalami stres kerja tinggi. bahwa pekerja harus menyelesaikan tugas
Penelitian yang dilakukan oleh Saikhunuddin berdasarkan waktu yang sudah ditetapkan oleh
(2009) yang menyatakan bahwa terdapat hubungan perusahaan. Responden di bagian packer melakukan
yang kuat antara masa kerja perawat di ICU pekerjaan yang sama setiap harinya sehingga mereka
dengan tingkat stres kerja perawat. Perbedaan hasil semakin terampil karena melakukan pekerjaan
penelitian tersebut dapat terjadi karena responden yang sama setiap hari dan tidak memeras otak.
dalam penelitian di bagian packer membutuhkan Setiap harinya pekerja di bagian packer melakukan
banyak pengalaman guna menghadapi cara kerja dan pengepakan ± 2000 kantong/ jam. Tuntutan jumlah
lingkungan kerja yang berbeda dengan pekerjaan ini yang memungkinkan terjadinya beban kerja
lain. Responden dalam penelitian tersebut harus mental bagi pekerja di bagian packer.
dapat beradaptasi dengan lingkungan yang berdebu Tuntutan pekerjaan dan tuntutan waktu yang
mengharuskan setiap pekerja di bagian packer
cukup berat. melakukan pengepakan ± 2000 kantong/ jam dapat
228 The Indonesian Journal of Occupational Safety and Health, Vol. 7, No. 2 Mei–Agustus 2018: 220–229

menjadi stressor yang dapat menjadi salah satu Metode NASA-Talk Load Index di CV. Gimera
penyebab terjadinya stres kerja di bagian ini. Akan Jaya Bandung. Jurnal. Semarang; Universitas
tetapi, tidak semua pekerja menganggap tuntutan Dian Nuswantoro.
kerja ini sebagai sebuah stressor, tergantung persepsi Herrianto, R., 2010. Kesehatan Kerja. Jakarta: Buku
individu terhadap pekerjaannya dan bagaimana Kedokteran EGC.
mengelola tuntutan tersebut agar tidak menyebabkan Irkhami, F., 2015. Hubungan Tipe Kepribadian dan
stres kerja. Stresor Lingkungan Kerja dengan Stres Kerja Pada
Sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Penyelam di PT. Advanced Offshore services.
Susetyo et al. (2012) tentang pengaruh beban kerja Skripsi. Surabaya: Universitas Airlangga.
mental dengan stres kerja, menyebutkan bahwa Manuaba., 1998. Stress and Strain. Dalam: Bungan
karyawan pembuat batik mengalami beban kerja Rampai Ergononi Vol. I. Program Studi Ergonomi-
mental tinggi (91%). Diperoleh nilai R sebesar Fisiologi Kerja Universitas Udayana Denpasar.
0,428, nilai R mempunyai arti bahwa 42,8% stres Munandar., 2006. Psikologi Industri dan Organisasi.
kerja karyawan dipengaruhi oleh beban kerja Jakarta: UI Press.
mental. Notoatmodjo, S., 2002. Metodologi Penelitian
Kesehatan. Jakarta: CV. Sayung Seto.
Prabawati, R., 2012. Hubungan Beban Kerja Mental
SIMPULAN
dengan Stres Kerja pada Perawat Bagian Rawat
Hasil penelitian faktor individu dan beban Inap RSJD Dr. R.M. Soedjarwadi Klaten. Skripsi,
kerja mental dengan stres kerja di bagian packer Surakarta; Universitas Sebelas Maret.
PT. X Tuban, responden dengan jumlah 10 orang, Prativi, L., 2013. Gambaran Stres Kerja dan
dapat disimpulkan bahwa sebagian besar responden Faktor-Faktor yang Memengaruhi Terjadinya
berada pada rentang umur 21–40 tahun (60%) Stres pada Pekerja di Operasi dan Produksi PT.
dan memiliki masa kerja 5–9 tahun (70%) dengan Pertamina Geothermal Energy Area Kamojang
tingkat pendidikan Tamat SMA (60%) dan berstatus Tahun 2012. Skrisi. Depok: Universitas
menikah (60%). Variabel yang mempunyai hubungan Indonesia.
kuat dengan stres kerja adalah variabel beban kerja Ratnasari., 2009. Stres Pada Perawat di Instalasi
mental. Rawat Inap rumah Sakit Menur Surabaya. Skripsi.
Surabaya: Universitas Airlangga.
Robbins, S., 2004. Teori Organisasi, Struktur, Desain,
DAFTAR PUSTAKA
dan Aplikasi. (Alih Bahasa: Tim Indeks). New
Andraeni, N.N., 2003. Pengaruh Stres Kerja terhadap Jersey: Prentice-Hall.
Motivasi Kerja dan Kinerja Karyawan PT H. Saikhunuddin., 2009. Hubungan Faktor Individu
M. Sampoerna Tbk Surabaya. Tesis. Surabaya: dengan Tingkat Stres Kerja Perawat di ICU
Universitas Airlangga. RSUD Ibnnu Sina Kabupaten Gresik. Skripsi.
Anoraga, P., 2006. Psikologi Kerja. Jakarta: Rineka Surabaya: Universitas Airlangga.
Cipta.
Astuti, G., 2015. Faktor-Faktor yang Berhubungan Berhubungan dengan Stres Kerja di PT. Chanindo
dengan Kejadian Stres Kerja pada Pengemudi Pratama Piyungan Yogyakarta. Jurnal Kesehatan,
Taksi New Atlas Semarang Tahun 2015. Skripsi. ISSN 1979-7621, Vol. 6, No. 2. Desember 2013:
Semarang: Universitas Negeri Semarang. 134–144. Yogyakarta: Universitas Ahmad
Research Dahlan.
on Work Related Stress. Luxemburg: European Siringoringo, E., Nontji, W., & Hadju, V., 2010.
Agency For Safety and Health. Faktor-Faktor yang berhubungan dengan Stress
Fitri, A., 2013. Analisis Faktor-Faktor yang Kerja Perawat di Ruang ICU RS Stella Maris
Berhubungan dengan Kejadian Stres Kerja pada Makassar. Skripsi. Makassar: Universitas
Karyawan Bank (Studi pada Karyawan Bank Hasanuddin.
BMT). Jurnal Kesehatan Masyarakat Volume Suci, A., Rahman, A., Dewi, R., 2012. Analisis Stressor
2, Nomor 1, Tahun 2013. Semarang; Universitas Pekerja Wanita dengan Pendekatan Structural
Diponegoro. Equation Modelling. Skripsi. Surabaya: Institut
Hanapi, L.K., 2014. Pengukuran Beban Kerja dengan Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya.
Intan Sulistyana Mustika Suci, Analisis Hubungan Faktor Individu… 229

Suisku, L., Smith., 2005. Work Stress. USA: Thomson Tarwaka., 2010. Ergonomi Industri, Dasar-Dasar
Wadsworth. Pengetahuan Ergonomi dan Aplikasi di Tempat
Susetyo, J., Risma., Simanjuntak., Wibisono, R., Kerja. Surakarta: Harapan Press.
2012. Pengaruh Beban Kerja Mental dengan Tarwaka., 2015. Ergonomi Industri, Dasar-Dasar
Menggunakan Metode Nasa-Task Load Index Pengetahuan Ergonomi dan Aplikasi di Tempat
(TLX) terhadap Stres Kerja. Prosiding Seminar Kerja. Surakarta: Harapan Press.
Nasional Aplikasi Sains dan Teknologi (SNAST) Wati, D., 2013. Hubungan Antara Individual
Periode III, ISSN: 1979-911X. Yogyakarta: Arena dan Work Arena dengan Stres Kerja
Institut Sains & Teknologi AKPRIND. Pada Pekerja Pembuatan Offshore Pipeline and
Tahir, N., 2015. Pengaruh Stres Kerja dan Kepuasan Mooring Tower (EPC3) Proyek Banyu Urip di
Kerja Terhadap Kinerja Karyawan PT. Pelindo PT. Rekayasa Industri, Serang - Banten Tahun
IV (PERSERO) Cabang Makassar. Skripsi. 2013. Skripsi. Jakarta: Universitas Islam Negeri
Makassar: Universitas Hasanuddin. Syarif Hidayatullah.
Tarwaka., Sholichul., Sudiajeng, L., 2004. Ergonomi Wijono, S., 2010. Psikologi Industri dan Organisasi
untuk Keselamatan Kesehatan Kerja dan Suatu Bidang Gerak Psikologi Sumber Daya
Produktivitas. Surakarta: UNIBA Press. Manusia. Jakarta: Kencana.

You might also like