You are on page 1of 15

1

MODUL PERKULIAHAN

P322130003
PAJAK INTERNASIONAL

Tax Treaty Provision-III


(Capital Gain, Dependent Vs
Independent Services, Other
Income)

Abstrak Sub-CPMK 7

Indonesia menerapkan pemajakan Diharapkan mahasiswa memahami tax provision


atas semua penghasilan, baik dari III (Capital gain, Dependent Vs. Independent
dalam negeri maupun dari luar Services, Other Income)
negeri (world wide income). Karena
atas penghasilan luar negeri wajib
dilaporkan, maka atas pajak-pajak
yang sudah dibayar di luar negeri
dapat diperhitungkan.

Fakultas Program Studi Tatap Muka Disusun Oleh

07
Yenny Dwi Handayani, SE., MSi., AK, CA
Fakutas Ekonom dan Bisnis Akuntansi
Capital Gain
Ketentuan Pasal 13 OECD Model dan UN Model
Berikut ini merupakan ketentuan OECD Model dan UN Model mengenai
capital gain adalah sebagai berikut:
i. Gains dari pengalihan harta bergerak yang dapat dikenakan pajak di negara
tempat harta tak bergerak terletak. Negara domisili juga dapat mengenakan pajak
(Pasal 13 ayat (1) OECD dan UN Model).
ii. Gains dari pengalihan harta bergerak yang merupakan bagian dari BUT dapat
dikenakan pajak di negara tempat BUT, Negara domisili tempat asalnya BUT
juga dapat mengenakan pajak (Pasal 13 ayat (2) OECD Model dan UN Model).
iii. Gains dari pengalihan harta berupa kapal atau pesawat yang di operasikan di
jalur internasional atau harta bergerak yang mendukung pengoperasian kapal
atau pesawat tersebut hanya dikanakan pajak di negara tempat kedudukan
manajemen (place of effective management). Dengan demikian, hanya satu
negara saja yang berhak mengenakan pajak atas gains dari pengalihan harta
sebagaimana dimaksud (Pasal 13 ayat (3) OECD Modell da UN Model).
iv. Gains dari pengalihan saham yang mencerminkan pengalihan harta tak bergerak
dapat dikenakan pajak di tempat harta tak bergerak terletak. Negara domisili juga
dapat mengenakan pajak (Pasal 13 ayat (4) OECD dan UN Model).
v. Gains dari pengalihan saham perusahaan (selain saham sebagaimana dimaksud
dalam poin iv diatas) yang mencerminkan pengalihan kepemilikan substansial
dapat dikenakan pajak di negara sumber. Negara domisili juga dapat
mengenakan pajak (Pasal 13 ayat (5) OECD Model dan UN Model).
vi. Gains dari pengalihan hara lainnya hanya dikenakan pajak di negara domisili.
Karena itu, hanya saru negara saja yang berhak mengenakan pajak atas gains
dari pengalihan harta sebagaimana dimaksud (Pasal 13 ayat (5) OECD Model
dan ayat (6) UN Model).

Kebijakan Pemajakan atas Capital Gains dalam Pasal 13 OECD Model dan
UN Model
Desain alokasi hak pemajakan atas capital gains dalam Pasal 13 OECD
Model dan UN Model Juga dipengaruhi oleh kebijakan pencegahan penghindaran
pajak. Pencegahan tersebut dilakukan melalui penerapan “look-through” dalam
menentukan sumber ekonomi dari gains yang terkait dengan pengalihan saham

2021 Pajak Internasional


2 Yenny Dwi Handayani, SE., MSi., AK., CA
Biro Bahan Ajar E-learning dan MKCU
http://pbael.mercubuana.ac.id/
suatu perusahaan. Factor yang mempengaruhi alokasi hak pemajakan pada
pemajakan atas capital gains adalah factor administrative. Pengalokasian hak
pemajakan negara tempat terletaknya harta tidak bergerak, tempat beradanya BUT,
dan tempat kedudukan manajemen dari subjek pajak yang mengoperasikan kapal
dan pesawat di jalur internasional mengindikasikan relevansi faktor administrasi
dalam pengalokasian hak pemajakan. Pemberian hak pemajakan tersebut secara
administrasi dikaitkan dengan kemampuan negara tersebut untuk melakukan
penagihan pajak melalui penyitaan harta.

Capital Gain
Dua pendekatan yang berbeda ini menyebabkan adanya perbedaan definisi
penghasilan (income) dan keuntungan (gains) serta cara pemajakannya di berbagai
negara.
perbedaan definisi dan perlakuan pajak atas capital gains di beberapa negara
menyebabkan OECD dan UN tidak mengatur definisi capital gains, baik model P3B
maupun Commentary-nya. Jika melihat struktur OECD Model dan UN Model, pasal
pemajakan atas capital gains termasuk dalam pasal substantif pemajakan atas
penghasilan sehingga dapat dikatakan bahwa OECD Model dan UN Model
menganggap pemajakan atas capital gains termasuk dalam kategori pemajakan atas
penghasilan, bukan termasuk pemajakan atas modal.
OECD Model dan UN Model juga tidak mengatur secara spesifik bagaimana
cara menghitung gains, apakah berbasis netto atau gross. Ketentuan perhitungan
gains dikembalikan kepada ketentuan domestic. Namun, Paragraf 12 OECD
Commentary atas pasal 13 menyarankan agar basis pemajakan atas gains adalah
netto, yaitu dengan cara mengurangi biaya dari harga penjualan.

Pengertian Pengalihan
Terminologi yang digunakan dalam Pasal 13 OECD Model dan UN Model
untuk menggambarkan peristiwa yang menyebabkan timbulnya capital gains adalah
pengalihan harta (allenarion of property). Pengalihan ini meliputi: penjualan atau
penukaran harta, pengalihan sebagian harta, pengambilalihan, pengalihan harta
untuk mendapatkan saham suatu perusahaan, penjualan hak, pemberian hadiah,
dan warisan.

2021 Pajak Internasional


3 Yenny Dwi Handayani, SE., MSi., AK., CA
Biro Bahan Ajar E-learning dan MKCU
http://pbael.mercubuana.ac.id/
Gains dari Pengalihan Harta Tak Bergerak
Alokasi Hak Pemajakan
Pasal 13 ayat (1) OECD dan UN Model memberikan hak pemajakan kepada
negara sumber (negara tempat harta tak bergerak terletak) untuk mengenakan pajak
atas gains dari pengalihan harta tak bergerak yang diperoleh subjek pajak negara
domisili. Oleh karena ketentuan Pasal 13 Ayat (1) tidak membatasi hak pemajakan
negara sumber maka negara sumber berhak mengenakan sanksi pajak sesuai
dengan cara pemajakan dan tariff yang diatur dalam ketentuan domestic negara
sumber.
Berikut ini adalah contoh mendeskripsikan pengalokasian hak pemajakan
berdasarkan ketentuan ini. Pertama, apakah Pasal 13 ayat (1) dapat diterapkan jika
harta tak bergerak yang dialihkan terletak di Negara yang sama dengan negara
domisili dari pejual (Negara R). Gambar 1 berikut ini mengilustrasikan kasus ini.

Gambar 1. Pengalokasian pajak kasus I

Dari ilustrasi kasus dalam gambar 1, Mr. A subjek pajak dalam negeri Negara
R menjual harta tak bergerak yang terletak di Negara R kepada Mr. B yang
merupakan subjek pajak dalam negeri Negara S. diasumsikan Negara R dan Negara
S memiliki P3B yang identic dengan OECD Model. Dalam Kasus ini, dapat dijelaskan
bahwa Pasal 13 ayat (1) P3B Negara R dan Negara S tidak dapat diterapkan karena
negara sumber adalah negara yang sama. Hal ini dikarenakan penerapan Pasal 13
ayat (1) P3B Negara R dan Negara S mensyaratkan adanya ruang lingkup bilateral
dalam pengalihan harta tak bergerak, yaitu subjek pajak yang mengalihkan harta tak
bergerak berdomisili di salah satu negara dalam P3B. Pada kasus ini, pasal
pemajakan yang relevan diterapkan adalah Pasal 13 ayat (5) P3B Negara R dan
Negara S. atau, sebagai alternated pemajakan, Pasal 7 dan Pasal 21 P3B Negara R

2021 Pajak Internasional


4 Yenny Dwi Handayani, SE., MSi., AK., CA
Biro Bahan Ajar E-learning dan MKCU
http://pbael.mercubuana.ac.id/
dan Negara S yang memberikan hak pemajakan secara ekslusif kepada negara
domisili.

Definisi Harta Tak Bergerak dan Tempat Harta Tak Bergerak Terletak dalam
Pasal 13 ayat (1) OECD dan UN Model
Definisi harta tak bergerak dalam pasal 13 ayat (1) OECD Model dan UN
Model diartika sesuai dengan definisi harta tak bergerak dalam ketentuan domestic.
Misalnya, Mr. A subjek pajak dalam negeri R, memiliki usaha produksi kain wol dan
memiliki peternakan domba di Negara R utuk memproduksi kain wol. Oleh karena
Mr. A hendak mengubah kain wol haril produksinya, Mr. A berniat menjual domba
miliknya untuk digantikan dengan domba jenis lain. Untuk itu, Mr.A membawa domba
milikya ke Negara S untuk dijual di Negara S. Atas penjualan domba tersebut, Mr. A
memperoleh gains sebesar 100.

Gains dari Pengalihan Harta Bergerak yang Merupakan Bagian dari BUT
a. Alokasi Hak Pemajakan
Gambar 2 dibawah ini mengilustrasikan alokasi hak pemajakan atas pengalihan
harta bergerak yang merupakan bagian dari BUT. Dalam ilustrasi ini, B yang
berdomisili di Negara R memiliki BUT di Negara S dan harta bergerak yang
merupakan bagian dari kegiatan usaha BUT tersebut. Harta bergerak yang
merupakan bagian dari kegiatan usaha BUT tersebut kemudian di jual oleh B.
Diasumsikan, Negara R dan Negara S memiliki P3B yang identic dengan OECD
Model. Atas gains dari pengalihan harta bergerak yang merupakan bagian dari
kegiatan usaha BUT tersebut, Negara S memiliki hak pemajakan. Sementara itu,
Negara R selain berhak memajaki gains tersebut, juga berkewajiban untuk
menerapkan metode eliminasi pajak berganda atas pajak yang dikenakan di
Negara S.

Gambar 2. Ilustrasi Pasal 13 ayat (2) OECD Model dan UN Model

2021 Pajak Internasional


5 Yenny Dwi Handayani, SE., MSi., AK., CA
Biro Bahan Ajar E-learning dan MKCU
http://pbael.mercubuana.ac.id/
Definisi Harta Bergerak dan Harta Bergerak yang Merupakan Bagian dari BUT
Definisi harta bergerak dalam P3B juga mengacu pada ruang lingkup
pengertian harta bergerak dalam ketentuan domestic. Sebagai contoh, subjek pajak
dalam negeri Negara D memiliki BUT di Negara S untuk medukung bisnis penjualan
barang elektronik di Negara S tersebut. Selain itu, subjek pajak dalam negeri Negara
D juga menyewakan mesin miliknya kepada subjek pajak dalam negeri Negara S.
Jika subjek pajak dalam negeri Negara D menjual mesin tersebut, gains dari
pengalihan mesin ini tidak termasuk dalam cakupan Pasal 13 ayat (2) OECD Model
karena bukan merupakan bagian dari harta yang digunakan untuk kegiatan usaha
BUT di Negara S. Gains dari penjualan mesin tersebut tunduk kepada ketentuan
Pasal 13 ayat (5) OECD Model atau Pasal 13 ayat (6) UN Model.

Gains dari Pengalihan Kapal dan Pesawat


a. Alokasi Hak Pemajakan
Ketentuan dalam Pasal 13 ayat (3) OECD Model dan UN Model memeberikan
hak pemajakan secara ekslusif atas gains dari pengalihan kapal ( ships) dan
pesawat yang dioperasikan di jalur internasional, boats yang dioperasikan di
perairan darat atau harta bergerak yang merupakan bagian dari
pengoperasian kapal, boats, atau pesawat tersebut kepada negara tempat
kedudukan manajemen. Dengan demikian pembagian hak pemajakan dalam
ketentuan Pasal 13 ayat (3) ini konsisten dengan pembagian hak pemajakan
dalam Pasal 8 OECD Model dan UN Model.
b. Kapal atau Pesawat yang Tidak Dioperasikan Sendiri.
Jika kapal atau pesawat yang dialihkan tidak dioperasikan di jalur
internasional, ketentuan yang berlaku adalah ketentuan dalam Pasal 13 ayat
(2) atau ayat (5) OECD Model. Sementara untuk UN Model, ketentuan yang
berlaku atas transaksi ini dalah Pasal 13 ayat (2) atau ayat (6) UN Model.

Gains dari Pengalihan Saham Perusahan Yang Mencerminkan Harta Tak


Bergerak
a. Alokasi Hak Pemajakan
Gains yang tercakup dalam ketentuan pemajakan dalam Pasal 13 ayat (4)
OECD Model meliputi gains dari pengalihan saham perusahaan yang
mencerminkan pengalihan harta tak bergerak. Jika subjek pajak dari negara
domisili memperoleh gains dari pengalihan saham dan lebih dari 50% nilai
saham tersebut berasal, langsung atau tidak langsung, dari harta tak bergera

2021 Pajak Internasional


6 Yenny Dwi Handayani, SE., MSi., AK., CA
Biro Bahan Ajar E-learning dan MKCU
http://pbael.mercubuana.ac.id/
yang terletak di negara sumber, negara sumber berhak mengenakan pajak
atas gains tersebut.
Pada gambar 14.4 Mr. A memperoleh keutungan dari pengalihan saham B.
Negara domisili dari Mr. A adalah Negara R dan Mr. B berdomisili di Negara
S. Lebih dari 50% nilai saham B merefleksikan harta tak bergerak yang
terletak di Negara S. Diasumsikan, Negara R dan negara S memili P3B yang
identic dengan OECD Model.
Sesuai dengan ketentuan Pasal 13 ayat (4) P3B Negara R dan Negara S,
Negara S memiliki hak pemajakan atas pengalihan saham B. karena harta tak
bergerak yang mendominasi iali saham B terletak di Negar S. Negara R
memiliki hak pemajakan atas keuntungan yang diperoleh oleh Mr. A dan
berkewajiban untuk menerapkan metode eliminasi pajak berganda atas pajak
yang dikenakan di Negara S.

Gambar 3. Ilustrasi 1 Kasus Pasal 13 Ayat (4) OECD Model

b. Defiisi Harta Tak Bergerak dalam Pasal 13 ayat (4) OECD Model dan UN
Model
Ketentuan Pasal 13 ayat (4) OECD Model dan UN Model tidak memberikan
referensi secara eksplisit kepada Pasal 6 OECD Model da UN Model tidak
memberikan referensi secara eksplisit kepada Pasal 6 OECD Model dan UN
Model tentang cakupan harta tak bergerak yang masuk dalam ruang lingkup
penerapan. Niali harta tak bergerak yang digunakan untuk aktib=vitas usaha
tetap dimasukkan dalam perhitungan total niali harta tak bergerak.

2021 Pajak Internasional


7 Yenny Dwi Handayani, SE., MSi., AK., CA
Biro Bahan Ajar E-learning dan MKCU
http://pbael.mercubuana.ac.id/
c. Definisi Saham (shares) dalam Pasal 13 ayat (4) OECD Model dan UN Model
Objek kepemilikan yang dialihkan dalam Pasal 13 ayat (4) OECD Model
hanya terbatas pada saham (shares). Sementara itu, Pasal 13 ayat (4) UN
Model, objek harta yang dialihkan tidak hanya mencakup kepemilikan dalam
bentuk saham saja, tetapi juga mencakup kepemilikan yang tidak ditadai
dengan saham seperti kepemilikan dalam partnership dan trust.

d. Nilai Saham yang Mencerminkan Harta Tak Bergerak


Berikut ini yang menentukan terpenuhinya nilai saham (50% atau lebih) yang
mencerminkan harta tak bergerak yang termasuk dalam cakupann Pasal 13
ayat (4) OECD Model sebagai berikut:
 Perbandingan nilai harta tak bergerak dengan niali seluruh harta yang
dimiliki oleh perusahaan dan
 Pengecualian utang atau kewajiban lain dari perusahaan penerbit
saham dalam penentuan nilai seluruh harta yang dimiliki oleh
perusahaan.

Beberapa Isu Pemajakan atas Capital Gains dalam P3B Indonesia


P3B Indonesia dan Singapura tidak memiliki pasal pemajakan atas vapital gains.
Dalam kasus ini, perlakuan pajak capital gains tunduk pada Pasal 21 P3B Indonesia
dan Singapura tentang Income Not Expressly Mentioned. Dalam Pasal 21 tersebut,
masing-masing negara berhak untuk menerapkan ketentuan domestiknya terhadap
penghasilan yang tidak diatur dalam P3B
Sebagai contoh, subjek pajak dalam negeri Singapura menjual kepemilikan
sahamnya di perusahaan Indnesia. Berdasarkan P3B Indoesia dan Singapura,
masing-masing negara berhak mengenakan pajak atas gains yang diperoleh dari
penjualan saham tersebut. Ketentuan domestic Indonesia tentang pengenaan pajak
atas gains yang diperoleh subjek pajak luar negeri dari penjualan saham perusahaa
Indonesia (selai saham yang dijual di bursa efek) adalah Pasal 26 Undang-Undang
Pajak Penghasilan (UU PPh). Dalam pasal 26 UU PPh, keuntungan dari penjualan
saham perusahaan Indonesia dikenakan tariff pajak sebesar 20% dari perkiraan
penghasilan neto. Sesuai dengan KMK No. 434/KMK.04/1999, besarnya perkiraan
penghasila netto adalah 25% dari hari jual. Dengan demikian, bersarnya tariff
pemotongan pajak efektid atas gains yang diperoleh subjek pajak dalam negeri
Singapura atas penjualan saham perusahaan di Indonesia adalah sebesar 5%.

2021 Pajak Internasional


8 Yenny Dwi Handayani, SE., MSi., AK., CA
Biro Bahan Ajar E-learning dan MKCU
http://pbael.mercubuana.ac.id/
Independent & Dependent Service
Independent Personal Service
Mengingat semakin meningkatnya transaksi lintas batas negara atas sektor
jasa yang dilakukan oleh individu profesional, perlu untuk mengetahui aspek pajak
internasional atas kegiatan usaha yang dijalankan oleh individu tersebut (disebut
juga dengan penghasilan dari pekerjaan bebas (independent personal services).
Ketentuan mengenai pemajakan atas penghasilan dari pekerjaan bebas saat ini
hanya terdapat dalam UN Model, yaitu diatur dalam Pasal 14.
Sedangkan dalam OECD Model, ketentuan ini telah dihapus pada tahun 2000
dan diasimilasikan ke dalam Pasal 7 yang mengatur tentang laba usaha (business
profit). Walaupun Pasal 14 OECD Model telah dihapus, namun menurut suatu
penelitian pada tahun 2013, diketahui bahwa 77% P3B di seluruh dunia masih
memuat ketentuan mengenai pemajakan atas penghasilan dari pekerjaan bebas.
Dalam Pasal 14 ayat (1) UN Model diatur mengenai prinsip umum pemajakan
atas penghasilan dari pekerjaan bebas. Berdasarkan pasal ini, penghasilan yang
diperoleh oleh orang pribadi (individu) dari pemberian jasa profesional ( professional
services) atau pekerjaan bebas lainnya hanya dapat dikenakan pajak (‘shall be
taxable only’) di negara di mana orang pribadi tersebut menjadi subjek pajak dalam
negeri atau di negara domisili.
Namun, terdapat pengecualian atas ketentuan di atas dalam hal salah satu
ketentuan yang akan dijelaskan di bawah ini terpenuhi. Dengan demikian, negara
sumber dapat mengenakan pajak atas penghasilan dari pemberian jasa profesional
yang dilakukan oleh orang pribadi. Adapun ketentuan yang harus dipenuhi agar
negara sumber dapat mengenakan pajak adalah sebagai berikut:
Apabila orang pribadi tersebut mempunyai suatu tempat tetap yang tersedia
secara teratur baginya untuk menjalankan kegiatan-kegiatan di negara sumber; atau
Apabila orang pribadi tersebut tinggal di negara sumber dalam suatu periode
atau periode-periode yang jumlahnya melebihi 183 hari dalam masa 12 bulan yang
mulai atau berakhir pada satu tahun pajak yang bersangkutan.
Cakupan penghasilan dari pekerjaan bebas dalam Pasal 14 UN Model terdiri
atas penghasilan dari jasa profesional dan penghasilan dari kegiatan dengan
karakter independen lainnya (other activities of an independent character).
Pasal 14 ayat (2) UN Model menyebutkan bahwa yang dimaksud dengan jasa
profesional terutama termasuk:
a. Kegiatan-kegiatan di bidang ilmu pengetahuan;

2021 Pajak Internasional


9 Yenny Dwi Handayani, SE., MSi., AK., CA
Biro Bahan Ajar E-learning dan MKCU
http://pbael.mercubuana.ac.id/
b. Kesusasteraan;
c. Pekerjaan-pekerjaan bebas yang dilakukan oleh para dokter, ahli teknik, ahli
hukum, dokter gigi, arsitek, dan akuntan. Namun, cakupan penghasilan dari
pekerjaan bebas tidak terbatas pada contoh-contoh yang disebutkan dalam Pasal
14 ayat (2). Hal ini dikarenakan kalimat “other activities of an independent
character” yang terdapat dalam rumusan Pasal 14 ayat (1) menunjukkan bahwa
terdapat pemberian jasa-jasa lainnya yang dapat saja masuk dalam cakupan
pekerjaan bebas.
Berbeda dengan istilah jasa profesional, istilah ‘tempat tetap’ (fixed base)
yang juga digunakan dalam rumusan Pasal 14 UN Model tidak diberikan definisinya.
Akan tetapi, istilah ini dapat dimaknai bahwa tempat tetap tersebut dapat berupa
suatu ruangan kantor atau tempat untuk melakukan praktik seperti praktik dokter,
ahli hukum, maupun akuntan.
Sedangkan terkait dengan perhitungan time test terbentuknya ‘tempat tetap’,
dalam beberapa P3B Indonesia hal ini ditentukan dari adanya kehadiran pemberi
jasa yang melampaui jangka waktu tertentu (time test), umumnya selama 90 hari
atau 120 hari atau 183 hari.
Perlu diperhatikan bahwa sebagaimana dijelaskan dalam UN Commentary
Pasal 14 hanya dapat diterapkan jika pemberi jasa profesional merupakan orang
pribadi. Sedangkan jika pemberi jasa merupakan suatu perusahaan atau bentuk
badan hukum lainnya maka Pasal 7 yang seharusnya diterapkan.
Selain itu, terkait dengan alokasi laba usaha, UN Commentary atas Pasal 14
secara jelas juga menyebutkan bahwa prinsip-prinsip alokasi laba sebagaimana
diterapkan dalam Pasal 7, berlaku juga untuk Pasal 14. Salah satu prinsip alokasi
laba tersebut menyebutkan bahwa alokasi laba kepada suatu BUT harus
memperhitungkan biaya-biaya yang dapat dibebankan (net-basis). Hal yang sama
juga berlaku bagi tempat tetap. Atau, dengan kata lain, pengenaan pajak
berdasarkan gross-basis terhadap suatu tempat tetap tidak diperbolehkan oleh P3B.

Dependent Personal Service


Isu-isu sehubungan dengan pemajakan berganda atas penghasilan karyawan
(pekerja), telah secara sistematis ditangani oleh P3B yang mengadopsi ketentuan
OECD Model. Yaitu, melalui Pasal 15 tentang Penghasilan dari Pekerjaan yang
menggunakan istilah ‘Income from Employment’.
Sedangkan dalam Pasal 15 UN Model, istilah yang digunakan adalah
‘Dependent Personal Services’. Adapun sebelum tahun 2000, istilah yang

2021 Pajak Internasional


10 Yenny Dwi Handayani, SE., MSi., AK., CA
Biro Bahan Ajar E-learning dan MKCU
http://pbael.mercubuana.ac.id/
dipergunakan oleh OECD Model untuk pemajakan atas penghasilan dari pekerjaan
adalah ‘Dependent Personal Services’.
Prinsip umum pemajakan atas penghasilan karyawan sebagaimana diatur
dalam Pasal 15 ayat (1) OECD Model dan UN Model adalah hak pemajakan
eksklusif diberikan kepada negara domisili pekerja. Namun, ketika pekerjaan
dilakukan di negara lainnya (negara sumber penghasilan), negara sumber
penghasilan (selaku negara tempat aktivitas pekerjaan dilakukan) juga diberikan hak
pemajakan. Prinsip ini dikenal dengan sebutan ‘principle of the place of work’.
Dengan kata lain, negara sumber memiliki hak pemajakan jika pekerjaan
tersebut dilakukan di negara sumber, tanpa memperhatikan status subjek pajak
pemberi kerja sebagai subjek pajak dalam negeri negara mana. Atau, bahkan tidak
perlu tahu siapa pihak pemberi kerjanya.
Dalam hal negara sumber memiliki hak pemajakan atas penghasilan
karyawan, jumlah penghasilan yang dapat dikenakan pajak oleh negara sumber
hanya bagian penghasilan yang diterima oleh karyawan dari pekerjaan yang
dilakukannya di negara tersebut.
Akan tetapi, walaupun dalam Pasal 15 ayat (1) OECD Model dan UN Model
negara sumber penghasilan (negara di mana pekerjaan dilakukan) juga diberikan
hak pemajakan sehubungan penghasilan atas pekerjaan, namun dalam rumusan
Pasal 15 ayat (2) OECD Model dan UN Model hak pemajakan secara eksklusif
hanya diberikan kepada negara domisili dalam hal syarat kumulatif dalam pasal
tersebut terpenuhi.
Syarat-syarat tersebut adalah:
a. Pekerja tersebut hadir di negara sumber penghasilan dalam periode tidak
lebih dari 183 hari;
b. Remunerasi dibayarkan oleh atau atas nama pemberi kerja yang bukan
merupakan penduduk di negara sumber penghasilan;
c. Remunerasi tidak dibebankan oleh BUT pemberi kerja yang berada di negara
sumber penghasilan.
Semua syarat di atas harus dipenuhi agar penghasilan pekerja yang
bersangkutan tidak dikenakan pajak di negara sumber penghasilan. Apabila salah
satu persyaratan di atas tidak terpenuhi maka negara sumber penghasilan memiliki
hak pemajakan atas penghasilan yang diperoleh pekerja tersebut.
Syarat-syarat kumulatif dalam Pasal 15 ayat (2) di atas menjadi isu tersendiri
terkait penerapan P3B terhadap penghasilan atas pekerjaan. Isu tersebut meliputi
isu penentuan rumusan 183-day period, isu penentuan terminologi pemberi kerja

2021 Pajak Internasional


11 Yenny Dwi Handayani, SE., MSi., AK., CA
Biro Bahan Ajar E-learning dan MKCU
http://pbael.mercubuana.ac.id/
(employer), isu penentuan terminologi ‘paid by’ atau ‘on behalf of’, isu penentuan
terminologi ‘borne by PE’, serta isu terkait ’international hiring out of labour’.
Terkait ketentuan pemajakan atas penghasilan karyawan yang bekerja di
kapal atau pesawat terbang, Pasal 15 ayat (3) OECD Model dan UN Model
menerapkan prinsip yang berbeda dengan prinsip umum pemajakan yang terdapat
dalam Pasal 15 ayat (1) dan ayat (2). Oleh karena itu, Pasal 15 ayat (3) sering
disebut sebagai ketentuan pengecualian dari Pasal 15 ayat (1) dan ayat (2).
Berdasarkan rumusan Pasal 15 ayat (3), penghasilan yang diterima
sehubungan dengan pekerjaan yang dilakukan di atas kapal atau pesawat terbang
yang beroperasi pada jalur internasional, atau di atas perahu yang dioperasikan
untuk angkutan sungai dapat dikenakan pajak di negara di mana tempat manajemen
efektif dari perusahaan pemilik kapal atau pesawat terbang atau perahu tersebut
berada.
Ketentuan mengenai pemajakan atas penghasilan dari karyawan yang
bekerja di kapal atau pesawat terbang ini perlu diatur secara khusus karena adanya
fakta bahwa terdapat kesulitan dalam menentukan tempat dilakukannya pekerjaan
dari karyawan ini. Hal ini terkait dengan adanya aktivitas yang berpindah-pindah
yang dilakukan oleh karyawan kapal dan pesawat terbang.

Other Income

Pasal 21 OECD Model


Pasal 21 OECD Model merupakan Pasal pamungkas untuk mengalokasikan
hak pemajakan atas penghasilan yang belum jelas diatur dalam pasal substantive
lainnya dalam P3B. Ruang lingkup Pasal 21 OECD Model tidak hanya mencakup:
1. Penghasilan yang tidak secara tegas diatur
2. Penghasilan dari sumber yang tidak secara tegas disebutkan.
Apabila terdapat penghasilan tertentu yang menurut identifikasi penghasilan tersebut
diterima oleh subjek pajak dalam negeri dari negara domisili dan penghasilan itu
tidak diketahui sumbernya dari mana, ketentuan yang berlaku dalam menetukan
pemajakan atas pengjasilan tersebut adalah Pasal 21 OECD Model. Penghasilan
yang masuk dalam kategori penghasilan dari sumber yang tidak secara tegas
disebutkan, yaitu sebagai berikut.

2021 Pajak Internasional


12 Yenny Dwi Handayani, SE., MSi., AK., CA
Biro Bahan Ajar E-learning dan MKCU
http://pbael.mercubuana.ac.id/
a. Penghasilan dari negara ketiga yang diterina oleh subjek pajak yang
mempunyai status subjek pajak ganda (dual resident).
b. Penghasilan dari harta tak bergerak yang terletak di negara domisili atau di
negara ketiga.
c. Penghasilan yang muncul di negara domisili, yang penghasilan tersebut
memiliki hibingan efektif dengan BUT yang berada di negara sumber.
d. Penghasilan yang penerima dan pembayarannya adalah subjek pajak dalam
negeri di negara yang sama.
Alokasi hak pemajakan atas penghasilan lain yang diatur dalam Pasal 21 Ayat (1)
OECD Model memberikan hak pemajakan secara eksklusif hanya kepada negara
domisili. Ini tercermin dari kata “shall be taxable only” yang digunakan dalam
rumusan yang memiliki hak pemajakan atas penghasilan lain.

Definisi Item of Income


Pada dasarnya, Pasal 21 OECD Model tidak mengatur mengenai penghasilan
seperti apa yang dapat digolongkan sebagai item of income. Terdapat beberapa
cotoh jeis penghasilan yang tidak masuk dalam Pasal substantive (Pasal 6 sampai
dengan Pasal 20), tetapi masuk ke dalam Pasal 21 ayat (1). Beberapa contoh jenis
penghasilan tersebut diadopsi dari putusan pengadilan dan juga penegasan dari
otoritas pajak di beberapa negara. Misalnya, pembayaran jaminan social di Amerika
Serikat, pembayaran persalinan, hadiah yang dimenangkan oleh subjek pajak dalam
negeri UK dari Disneyland.
Menurut Hoor, jenis penghasilan yang termasuk dalam cakupan Pasal 21
OECD Model antara lain:
a. Penghasilan yang berasal dari perjudian;
b. Ganti rugi atas kerusakan (selain kompensasi);
c. Imbalan yang didapat karena adanya perjanjian untuk tidak bersaing;
d. Penghasilan yang berasal dari transaksi keuangan (misal, swap dan
features), yang penghasilan tersbut tidak berasal dari kegiatan perdagangan
atau kegiatan usaha;
e. Pensiun yang dibayarkan tanpa adanya hubungan pekerjaan di masa lalu
seperti klaim atas manfaat kecelakaan dan pensiu penderita cacat);
f. Penghasilan seperti deviden, bunga dan royalty yang diterima dari negara
ketiga.

2021 Pajak Internasional


13 Yenny Dwi Handayani, SE., MSi., AK., CA
Biro Bahan Ajar E-learning dan MKCU
http://pbael.mercubuana.ac.id/
Pentingnya Ketentuan Penghasilan Lain dalam P3B
Pentingnya Pasal 21 OECD Model dan UN Model dapat dijelaskan melalui 2
kondisi. Pertama, ketiadaan Pasal 21 OECD Model dan UN Model mengatur
mengenai perlakuan pajak atas penghasilan lain, dapat mempengaruhi penerapan
Pasal 4 OECD Model dan UN Model. Hal ini berlaku dalam kasus ketika subjek paja
dianggap sebagai subjek pajak dalam negeri dari kedua negara (misal, Negara A
dan Negara B) berdasarkan ketentuan domestic kedua negara tersebut (dual
resident issue). Selanjutnya, untuk menentukan hak pemajakan atas penghasilan
yang diterima dari negara ketiga tersebut, terlebih dahulu harus ditentukan negara
mana yang merupakan negara domisili dari subjek pajak tersebut.
Setelah menetukan subjek pajak dalam negeri dari subjek pajak tersebut,
kemudian harus menentukan negara mana yang berhak memajaki penghasilan yang
berasal dari negara ketiga tersebut. Dalam kasus ini tidak ada pasal substantid yang
dapat diterapkan, kecuali Pasal 21 yang mengatur pemajakan atas penghasilan yang
diperoleh dari negara ketiga. Tanpa keberadaan Pasal 21 ini, Negara A dan Negara
B tidak akan mendapatkan ketentuan P3B mereka, maka timbullah isu pemajakan
berganda.
Kedua, tanpa Pasal 21 OECD Model dan UN Model akan menimbulkan
seketa terkait dnegan penentuan pasal mana yang berlaku atas suatu penghasilan
yang tidak diatur oleh pasal substantive lainnya yang kemudian akan dikembalikan
ke pengaturannya kepada ketentuan domestic masing-masing negara yang
mengadakan P3B. atas kondisi ini dapat timbul masalah pemajakan berganda.

2021 Pajak Internasional


14 Yenny Dwi Handayani, SE., MSi., AK., CA
Biro Bahan Ajar E-learning dan MKCU
http://pbael.mercubuana.ac.id/
Daftar Pustaka

Anang Mury Kurniawan. 2015. Pajak Internasional Edisi Kedua. Jakarta: Ghalia
Indonesia.
Darusasalam,John Hutagaol, Dany Sepriadi,2010.Konsep dan Aplikasi Perpajakan
Internasional,Jakarta: Danny Darussalam Tax Center
Darussalam dan Septriadi, Danny. 2017. Perjanjian penghindaran pajak berganda,
Jakarta: Dimensi Internasional Tax
Gunadi, 2007. Perpajakan Internasional, Jakarta: FEUI
Mas Rasmini dkk, 2019. Pajak Penghasilan III, Tangerang Selatan: Universitas Terbuka
Organization of Economic Cooperation and Development Model Conventions for
Avoidance of Double Taxation of Income and Capital, OECD , 2010
Timbul Hamonangan Simnajuntak, 2019. Perpajakan Internasional, Yogyakarta: Andi
Undang-Undang Perpajakan dan aturan pelaksana
https://news.ddtc.co.id/apa-saja-yang-menjadi-objek-pajak-penghasilan

2021 Pajak Internasional


15 Yenny Dwi Handayani, SE., MSi., AK., CA
Biro Bahan Ajar E-learning dan MKCU
http://pbael.mercubuana.ac.id/

You might also like