You are on page 1of 21

FAKULTAS TEKNIK

PRODI ARSITEKTUR
UNIVERSITAS 17 AGUSTUS 1945 SURABAYA
TAHUN AJARAN 2021 - 2022

SEJARAH
ARSITEKTUR TIMUR
“IDENTIFIKASI KARAKTERISTIK BENTUK ARSITEKTUR”
KLENTENG SOETJI NURANI
CREDITS: This presentation template was created by Slidesgo,
including icons by Flaticon and infographics & images by Freepik
NAMA ANGGOTA KELOMPOK 5

01 02 03 04 05 06
Ahmad Aldi Dz Satriya Angga Hafiz Abdul Karim Aziizul Hakim P Isvan Hidayat Frendy Arbiansyah
1441800086 1441900084 1441900085 1441900098 1441900108 1441900130
“IDENTIFIKASI KARAKTERISTIK BENTUK ARSITEKTUR”
KLENTENG SOETJI NURANI

BAB 1 - PENDAHULUAN
LATAR BELAKANG
Masuknya etnis China di Banjarmasin sering disebut “Urang China”
dalam bahasa Banjar, dan selanjutnya menempati suatu kawasan yang disebut
Pecinan. Secara historis Banjarmasin-China memiliki hubungan genekologis yang
kuat. Dalam berbagai literatur disebutkan bahwa nenek moyang atau penghuni
pertama Tanah Borneo adalah orang-orang China yang berasal dari daerah
Yunnan Selatan (Tiongkok) yang telah berimigrasi ke Borneo, Sumatera, dan
beberapa daerah lainnya di Indonesia. Keberadaan komunitas orang China
sekaligus mewakili keberadaan suku Tionghoa secara keseluruhan yang ada di
Kalimantan Selatan pada umumnya. Pada pencatatan oleh pemerintah Kolonial
Hindia Belanda tahun 1895, jumlah suku Tionghoa di Kalimantan kurang lebih 4525
jiwa. Komunitas China tersebut pada akhirnya membangun suatu tempat pemujaan
dewa sebagai tempat peribadatan yang sekarang dikenal dengan nama Klenteng.
Klenteng sebagai apresiasi bentuk budaya leluhur yang dianut warga Tionghoa21
di Indonesia ini memiliki keunikan dan seni arsitektur yang tinggi. Dalam
perencanaan bangunan berarsitektur Cina, bangunan paling penting seperti
kelenteng selalu di tempatkan pada daerah yang paling utama. Pendirian kelenteng
biasanya juga berdasarkan feng shui. Menurut feng shui letak yang baik adalah
tempat yang dekat dengan sumber air, bukit, gunung, dan lembah di sekeliling
bangunan itu. Bangunan kelenteng umumnya dibangun di atas podium atau lantai
yang ditinggikan. Selain dimaksudkan agar terbebas dari kelembaban, ruangan
yang lebih tinggi menunjukkan bahwa bangunan tersebut lebih penting/sakral.
BAB 2 – KAJIAN PUSTAKA
Pengertian Klenteng
Kelenteng merupakan bangunan suci bagi masyarakat Cina untuk
melaksanakan ibadah kepada Tuhan, Nabi-nabi, serta arwah para leluhur yang berkaitan
dengan ajaran Konfusianisme, Taoisme, dan Buddhisme. Kata kelenteng sendiri kerap
dihubungkan dengan bunyi lonceng/genta yang dibunyikan pada penyelenggaraan upacara di
bangunan suci itu, sehingga lama-kelamaan – untuk memudahkan penyebutan bangunan
suci itu – orang menamakannya dengan kelenteng. Selain itu ada pula yang mengatakan
bahwa kelenteng berasal dari bahasa Cina Kwan Im Ting, yakni bangunan kecil tempat orang
memuja Dewi Kwan Im. Istilah lain penyebutan kelenteng dalam bahasa Cina adalah Kiong
yang artinya adalah Istana. Ada juga yang menyebutkan Tong atau Ting yang artinya
bangunan suci dalam bentuk kecil. Namun sebetulnya istilah asli untuk menyebut tempat
ibadah ini adalah Bio atau Miao, yaitu bangunan yang digunakan untuk tempat penghormatan
dan kebaktian bagi Khong Cu, yang disebut Khong Cu Bio (Moerthiko.1980:97-99).
Penamaan Kelenteng adakalanya memakai nama atau gelar yang dipakai oleh dewa-dewa
utama yang dipuja di dalamnya. Selain itu tidak jarang penamaan kelenteng disesuaikan
dengan nama/sebutan lokasi keletakan bangunannya, atau berdasarkan komunitas
persekutuannya. (Dewi.2000:22)

Sejarah Kelenteng di Nusantara


Menurut Lombard, pada abad ke- 17 sudah ada kelenteng yang dibangun
masyarakat Cina. Umumnya jenis kelenteng yang dibangun adalah kelenteng yang khusus
diperuntukkan bagi kalangan maupun tujuan tertentu. Adapun kelenteng yang dibangun pada
abad ke-18 mencerminkan kegiatan yang dilakukan oleh masyarakat Cina pada masa itu
menurut bidang kerja masing-masing pendukungnya, seperti kelenteng kongsi pedagang,
pelaut dan pengrajin. Pada abad ke-19, Cina banyak dilanda kerusuhan akibat revolusi
Taiping sehingga mengalami kemerosotan sosial dan ekonomi, hal ini yang mempercepat
kedatangan orang Cina ke kepulauan nusantara. Kelenteng yang dibangun pada masa ini
umumnya sederhana tanpa dilengkapi prasasti peringatan. Kebanyakan kelenteng-kelenteng
ini dibangun oleh suku Hakka dan Hokkian Kemudian pada abad ke-20, seiring dengan
perkembangan yang terjadi di China, jatuhnya dinasti Machu dan terbentuknya republik,
mendorong orangorang China lebih bersifat rasional. Kelenteng-kelenteng yang dibangun
pada awal abad 20 sebagian besar adalah jenis baru dan banyak dibangun oleh para Rubiah
(pendeta perempuan dalam agama Budha). Kebanyakan mereka adalah suku Hakka atau
Kanton dari daratan Tiongkok. (Dewi.2000:12).
Karakteristik Arsitektur China
Menurut Zu Yaoyi, dalam Nanik Widayati (2004), hal-hal pokok dalam arsitektur bangunan China adalah meliputi pola penataan
ruang, langgam dan gaya, struktur, serta ragam hias.

A. Pola Penataan Ruang


Karakteristik pola penataan ruang meliputi pola organisasi ruang. Organisasi ruang pada arsitektur China
didasarkan pada kebutuhan hidup sehari-hari yang dipadukan dengan persyaratan estetika yang dianut masyarakat China,
seperti yang tampak pada pembentukan unit-unit standarisasi yang digunakan untuk membentuk ruang-ruang interior dan
eksterior bangunan.
Pengorganisasian ruang pada arsitektur China sangat sederhana. Konsep dasarnya meliputi pengguanaan Jian (Unit
dari organisasi ruang) atau bay room, sebagai standar unit dan dapat dikembangkan atau dibuat secara berulang menjadi massa
bangunan atau beberapa kelompok bangunan. Jian berbentuk ruang persegi empat atau suatu ruang yang diberi pembatas
dinding atau hanya dibatasi kolom sehingga secara psikologis membentuk suatu ruang. Jian juga dapat ditambahkan untuk
membentuk suatu ruang (hall) atau ting, dengan menggunakan unit standar sepanjang sumbu longitudinal (berulang memanjang
secara menerus).
Pola aksial atau bentuk struktur simetri pada denah dan potongan merupakan sumber kosmologi China.
Menempatkan ruang utama pada pusat axis utama dan ruang-ruang lainnya di tempatkan pada sisi kiri dan kanan atau depan
belakang dari susunan keseluruhan. Sebagai hasil dari susunan tersebut terbentuk courtyard. Dalam perencanaan bangunan
berarsitektur China, bangunan atau ruang yang paling penting selalu ditempatkan di daerah paling utama yang merupakan bagian
akhir dari tapak.
Pola penataan ruang yang seimbang dan simetris merupakan dasar tata letak ruang yang dipengaruhi oleh faktor
iklim serta dasar ajaran Confusius yang telah biasa digunakan oleh masyarakat sejak ratusan tahun lalu.
B. Langgam dan Gaya
Langgam dan gaya bangunan berarsitektur China dapat dijumpai pada bagian Atap gabungan
atap bangunan yang umumnya dilengkungkan dengan cara ditonjolkan agak besar Hsuan Shan dan
Ngang Shan
pada bagian ujung atapnya yang disebabkan oleh struktur kayu dan juga pembentukan
atap sopi-sopi. Selain bentukan atapnya juga ada unsur tambahan dekorasi dengan
ukiran atau lukisan binatang atau bunga pada bubungannya sebagai komponen
bangunan yang memberikan ciri khas menjadi gaya atau langgam tersendiri.

Ada 5 macam bentuk atap bangunan berarsitektur China, yaitu atap model Wu, atap
Atap model
model Hsuan, atap model Ngang Shan, atap model gabungan antara Hsuan dan Ngang
Tsuan Tsien
Shan, dan atap model Tsuan.

Atap model Wu Tien Atap model Hsuan Shan Atap model Ngang Shan
C. Struktur
Keahlian orang Tionghoa terhadap kerajinan ragam hias dan
konstruksi kayu, tidak dapat diragukan lagi. Ukir-ukiran serta konstruksi kayu
sebagai bagian dari struktur bangunan pada arsitektur Tionghoa, dapat dilihat
sebagai ciri khas pada bangunan Tionghoa. Detail-detail konstruktif seperti
penyangga atap (tou kung), atau pertemuan antara kolom dan balok, bahkan
rangka atapnya dibuat sedemikian indah, sehingga tidak perlu ditutupi. Bahkan
diperlihatkan telanjang, sebagai bagian dari keahlian pertukangan kayu yang
piawai.

D. Ornamen ragam hias


Detail ornamen sering dijumpai pada pintu, dinding, kolom, serta atap
bangunan. Unsur dekorasi atau ragam hias umumnya mempunyai makna atau
simbol tertentu yang biasanya dikaitkan dengan Feng Shui. Feng Shui adalah ilmu
tata letak dan bentuk bangunan yang dikembangkan berdasarkan pengamatan,
riset dan pengalaman yang diwariskan oleh kaum Tao (ajaran Taoisme) di China
sejak ribuan tahun lalu. Feng Shui dikembangkan dengan tujuan untuk
mengiungkap cara kerja hukum alam sehingga bisa dimanfaatkan untuk
menunjang kehidupan manusia. Secara garis besar, penerapan Feng Shui
berlandaskan beberapa unsur pertimbangan, antara lain keamanan, kesehatan,
kebersihan, kejiwaan, dan energi alam (chi).
BAB 3 – METODE PENELITIAN
GAMBARAN UMUM LOKASI

Lokasi Klenteng Sutji Nurani terletak di jalan Veteran


Banjarmasin di mana lokasinya berada di pertigaan jalan
utama dan orientasi bangunan menghadap ke Sungai
Martapura.
Tinjauan Klenteng Sutji Nurani,
Banjarmasin
Klenteng Sutji Nurani, merupakan salah satu saksi
arsitektur dan kebudayaan China yang berkembang pada masa
kurang lebih seratus tahun yang lalu. Awal mulanya, Klenteng ini
digunakan oleh umat Konghucu, dan perkembangan selanjutnya
digunakan oleh tiga umat (Tri Dharma), yaitu Konghucu, Budha dan
Taoisme. Pada Klenteng ini yang menjadi Tuan Rumah adalah Dewi
Kwan Im, yang dipercaya sebagai Dewi welas asih dalam ajaran
Budha Mahayana (dari Tiongkok). Nama China dari Klenteng Sutji
Nurani adalah Sen Sen Kung. Awal berdiri Klenteng ini didominasi
dengan material kayu, di mana pada masa itu kayu merupakan
material utama yang digunakan dalam membangun khususnya di
Banjarmasin.
Pada tahun 1925 mengalami renovasi
mengganti material kayu dengan material beton.
Selanjutnya pada tahun 2004 mengalami penambahan
masa yang berfungsi sebagai pengelola dan selesai
dibangun pada tahun 2006. Secara fisik, Klenteng Sutji
Nurani terdiri dari 3 bagian utama, yaitu halaman depan,
ruang suci utama, dan bangunan tambahan. Massa
utama merupakan bangunan satu lantai yang difungsikan
sebagai tempat ibadah (ruang suci utama). Bangunan
tambahan berupa bangunan penunjang berlantai tiga
yang letaknya di samping kanan ruang suci utama dan
digunakan sebagai kantor pengelola, administrasi, dan
tempat latihan Wu Shu (seni beladiri menggunakan
tongkat)
BAB 4 – PEMBAHASAN
Pola Tata Letak Ruang
Posisi Klenteng Sutji Nurani yang terletak
pertigaan jalan besar yaitu jalan Veteran, Jalan Pierre
Tendean dengan orientasi bangunan menghadap ke arah
Sungai Martapura. Posisi tersebut merupakan lokasi tusuk
sate yang menurut feng shui menjadi buangan sha-chi (hal
negative) dari tiga arah jalan yang melaluinya. Sehingga
tujuan utama klenteng adalah untuk menyerap dan
menetralkan sha chi tersebut.
Pada pola penataan ruang luar, orientasi
bangunan menghadap ke arah sungai, di mana sungai
merupakan unsur air yang di dalam arsitektur China setiap
bangunan yang dekat dengan unsur air diusahakan arah
hadap bangunan menghadap sungai. Hal tersebut
diharapkan dapat mendapatkan atau menangkap
keberuntungan. Menurut Feng Shui, lokasi site pada jalan
atau sungai yang bentuknya cembung lebih menguntungkan
daripada lahan dengan bentuk cekung. Lokasi Klenteng
Sutji Nurani berada pada posisi jalan yang cembung,
sehingga memiliki Feng Shui yang baik.
Langgam dan Gaya
Bentuk atap klenteng Sutji Nurani mengadopsi bentuk
atap berarsitektur China dengan model atap Wu Tien, dengan
ujung- uju g atap yang melengkung agar tidak membentuk segitiga.
Lengkungan hanya pada nok/bubungan kayu diatas atap. Bentuk
lengkung dimaksudkan karena bentuk segitiga dipercaya identik
dengan unsur api. Berdasarkan Feng Shui, api merupakan hal
yang buruk dan harus dihindari. Warna utama bangunan
didominasi dengan Kuning dan Merah sebagai elemen ‘yang’,yang
melambangkan kesenangan dan kebahagiaan. Beberapa bagian
dinding dan ornamentasi berwarna hijau dan biru sebagai elemen
yin dan melambangkan ket nangan.

Struktur
Bangunan Klenteng Sutji Nurani diketahui sudah ada
ratusan tahun. Lokasi di daerah lahan berawa, mengharuskan
struktur kayu merupakan bahan yang sesuai untuk digunakan. Awal
masa pembangunan, material keseluruhan adalah kayu, baik dari
struktur pondasi sampai bagian dinding danatap. Namun karena
faktor usia, maka klenteng mengalami beberapa kali renovasi, dan
saat ini bagian dinding menggunakan pasangan bata. Pilar-pilar
terbuat dari kayu ulin dengan dipenuhi berbagai elemen dekorasi.
Detail Ornamen / Ragam Hias
Ragam hias atau elemen dekoratif pada klenteng terdapat pada
semua bagian anak singa. Patung singa batu bermakna sebagai penolak roh jahat
yang akan masuk bangunan. Singa merupakan lambang keadilan dan
kejujuran.bangunan. Beberapa ornament ragam hias dan maknanya yang
terdapat di Klenteng Sutji N rani adalah:

A. Simbol Yin-Yang
Pada halaman luar Terdapat pintu gerbang sebagai Main
Entrance Bangunan yang di atasnya terdapat lambing Yin-Yang. Lambang ini
dianggap mewakili prinsip- prinsip kekuatan di alam. Yin diasosiasikan dengan
bulan (kegelapan, air, feminine), sedangkan Yang diasosiasikan sebagai matahari
( terang, api, maskulin). Harmoni dapat dicapai keseimbangan apabila Yin dan
Yang dalam Yin dan Yang juga mengacu pada lima elemen, yaitu bumi, kayu,
logam, api, dan air. Kelima elemen tersebut dilambangkan pada warna-warna yang
juga ulin dengan dipenuhi berbagai elemen dekorasi. Detail-detail konstruktif seperti
penyangga atap (tou kung), atau pertemuan antara kolom dan balok diperlihatkan.
diterapkan pada klenteng ini, yaitu hijau, putih, merah dan hitam. kuning,

B. Ornamen Yang Berbentuk Binatang


Sebelum Memasuki ruang utama klenteng, terdapat sepasang patung
singa batu di depan pintu masuk, dan di samping kanan massa utama menuju
massa penunjang. Bentuk patung tersebut terdiri dari singa jantan yang duduk di
sebelah kiri sambil menimbang bola, duduk di sebelah kanan dan singa betina
sambil menimang
C. Ornamen Pada Pintu
Memasuki ruang suci utama, terdapat tiga buah pintu
kembar, yang masing-masing terdiri dari dua daun pintu dengan dihiasi
gambar/lukisan Dewa-dewa penjaga pintu utama/tengah (Men Shen)
yang did mpingi panglima perang.Ornamen ini mempunyai makna
sebagai penangkal roh jahat yang akan mengganggu ketenangan umat
yang akan bersembahyang di dalam ruang suci utama. Menurut
kepercayaan, umat klenteng dari pintu kiri dan keluar dari pintu kanan.
Dalam kebiasaan budaya Tionghoa mereka yang diutamakan; dihormati
ditempatkan di sisi kiri, yang sekunder di daerah kanan. Makna Dari ritual
tersebut adalah masuk menjalankan kebaikan, keluar dengan
meninggalkan semua perilaku buruk.

Selain pintu utama dari arah depan, terdapat pula pintu


samping yang menuju ke ruang suci utama. Makna adanya pintu
samping adalah angin berhembus selaras dan hujan turun pada
masanya, sehingga harapan agar ekonomi berlangsung tanpa terganggu
bencana, negara sejahtera, rakyat sentosa, keamanan dan kemakmuran
bersama.
BAB 5 – KESIMPULAN
KESIMPULAN

Masyarakat China yang ingin mendirikan sebuah bangunan suci biasanya akan mengikuti aturan-aturan yang berlaku di China. Aturan-
aturan tersebut biasanya berupa bangunan suci yang didirikan diatas podium, dikelilingi oleh pagar keliling, mempunyai keletakan
simetris, mempunyai atap dengan arsitektur China, sistem strukturnya terdiri dari tiang dan balok serta motif dekoratif untuk memperindah
bangunan. Satu hal lagi yang tidak dapat dilupakan masyarakat China dalam pencarian lokasi hingga perancangannya selalu berpedoman
pada Hong Sui (Feng Sui). Membuat rencana tata letak ruang yang baik dalam Feng Shui harus diperhatikan hal-hal sebagai berikut:
pencahayaan, sirkulasi udara, keindahan, aspek keamanan, kebersihan, kenyamanan, dan warna (masalah psikologi), untuk maksud
mendatangkan kebaikan atau menolak hal-hal yang negatif. Klenteng Sutji Nurani merupakan salah satu klenteng yang ada di
Banjarmasin yang menerapkan logika Feng Shui dalam perancangannya, dari halaman luar sampai pada penataan pola tata letak ruang.
Karakteristik arsitektur berlanggam China pada bangunan Klenteng Sutji Nurani terlihat pada bentuk denah yang simetri, penerapan
bentuk atap Wu Tien, penggunaan detail ornamen-ornamen yang mempunyai makna tertentu, penggunaan rangka kayu dan ekspos detail
kolom dan konsol serta penggunaan warna-warna pada bangunan yang berkaitan dengan Feng Shui.

You might also like