You are on page 1of 7

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar belakang
Derajat kesehatan merupakan salah satu indikator kemajuan suatu
masyarakat. Faktor yang mempengaruhi derajat kesehatan masyarakat
diantaranya tingkat ekonomi, pendidikan, keadaan lingkungan, kesehatan dan
sosial budaya (Kemenkes RI,2016).
Tuberkulosis atau TB paru merupakan penyakit yang disebabkan oleh
Mycobacterium tuberculosis, yakni kuman aerob yang dapat hidup terutama
diparu atau diberbagai organ tubuh lainnya.TB paru dapat menyebar ke setiap
bagian tubuh, termasuk meningen, ginjal, tulang dan nodus limfe dan lainnya
(Smeltzer&Bare, 2015).Beberapa negara berkembang di dunia, 10 sampai 15%
dari morbiditas atau kesakitan berbagai penyakit anak dibawah umur 6 tahun
adalah penyakit TB paru. Saat ini TB paru merupakan penyakit yang menjadi
perhatian global, dengan berbagaiupaya pengendalian yang dilakukan insidens
dan kematian akibat TB paru telah menurun, namun TB paru diperkirakan masih
menyerang 9,6 juta orang dan menyebabkan 1,2 juta kematian pada tahun 2014
(WHO, 2015)
Data World Health Organization (WHO) tahun 2011 – 2015 menyatakan
wilayah Asia memiliki kasus TB terbanyak yaitu sebesar 55%. Pada tahun 2014
WHO menyatakan bahwa kasus TB di Indonesia menempati urutan ke-4 di dunia
setelah China, India, dan Afrika Selatan, sedangkan pada tahun 2015 Indonesia
berada pada peringkat ke-2 di dunia setelah Tiongkok. Hasil survei dari
prevalensi kasus TB pada tahun 2015, didapatkan kasus TB Indonesia meningkat
2 kali dari tahun sebelumnya sekitar 1 juta kasus TB baru pertahun.
Permasalahan tersebut terjadi karena tingkat penyelesaian pengobatan TB yang
rendah dan pasien TB yang berhenti meminum obat sebelum masa pengobatan
selesai. Kementrian Kesehatan Indonesia pada tahun 2010 juga menyatakan
bahwa 47% pasien TB berhenti meminum obat ketika mereka merasa lebih baik.
Berdasarkan data dari Dinas Kesehatan (Dinkes) Provinsi Kalimantan
Barat tahun 2013 menyatakan bahwa angka penemuan kasus TB paru dengan
BTA positif mencapai 5.125 kasus, sedangkan pada tahun 2018 meningkat
menjadi 9,335 kasus TB paru. Menurut Dinkes Kabupaten Kayong Utara pada
tahun 2017 didapatkan kasus TB terbanyak berada di lima Puskesmas se-
Kabupaten kayong utara yaitu : Puskesmas teluk Melano sebesar 78 kasus,
Sukadana sebesar 64 kasus, teluk batang sebesar 60 kasus, Telaga Arum sebesar
56 kasus dan siduk sebesar 48 kasus.Jumlah kasus tersebut berhubungan dengan
hasil wawancara yang dilakukan di puskesmas ditemukan masalah pengobatan
TB yang mencakup antara lain sistem kebersihan lingkungan pasien TB, gizi,
dukungan keluarga, dukungan petugas kesehatan, dan kesadaran pasien TB
dalam hal keteraturan minum obat. Permasalahan itu semua berhubungan dengan
keberhasilan pengobatan TB paru.
Berdasarkan data dari Berkala Ilmiah Mahasiswa Kesehatan Masyarakat
Indonesia (BIMKMI) tahun 2009, angka capaian Indonesia dalam pemberian
obat ialah sebesar 91%, namun angka temuan kasus baru sekitar 71%, maka pada
tahun 2012 angka capaian pengobatan menurun menjadi 87% dengan temuan
kasus baru 40,47% (Departemen Kesehatan, 2013). Ini menandakan bahwa
Indonesia bisa melakukan pengobatan namun masih kurang terhadap controlling.
Salah satu tantangan dalam pengobatan ini ialah kurang patuhnya penderita
dalam minum obat itu sendiri akibatnya angka Multi Drug Resistance akan
semakin tinggi (BIMKMI, 2012).
Angka capaian pengobatan yang lengkap dan sembuh di Indonesia masih
rendah yaitu sebesar 6,6%, sedangkan di Banten yang merupakan provinsi yang
membawahi cakupan populasi peneliti sebesar 6,1% (Kemenkes RI, 2012).
Dalam suatu penelitian menunjukkan bahwa hampir setengahnya dari responden
patuh (37,3%) menjalani pengobatan TB baik fase intensif maupun fase lanjutan,
sedangkan sebagian besar responden (62,7%) tidak patuh menjalani pengobatan
TB (Nursiswati, 2013). Sejalan dengan Drug resistant survey (DRS) TB yang
dilakukan di Propinsi Kalimantan Barat tahun 2006 menunjukkan bahwa
estimasi TB Multi Drug Resistance (MDR) diantara kasus TB Baru sebesar 1,8%
dan pada kasus pengobatan ulang sebesar 17,1%.
Hasil sementara DRS yang sedang berjalan di Provinsi Kalimantan Barat
juga menunjukkan hasil yang mendekati Pengobatan yang tidak teratur atau
kelalaian dalam mengkonsumsi obat, pemakaian OAT yang tidak atau kurang
tepat, maupun pengobatan yang terputus dapat mengakibatkan resistensi bakteri
terhadap obat. Pengobatan yang tidak teratur dan kombinasi obat yang tidak
lengkap dimasa lalu pun, juga diduga telah menimbulkan kekebalan ganda
kuman TB terhadap obat anti tuberkulosis (OAT) atau Multi Drug Resistance
(MDR). Hal ini yang harus dicegah dan ditanggulangi di Indonesia.
Penanggulangan di Indonesia dalam memecahkan masalah ini, yakni
dengan melakukan pembagian obat anti tuberkulosis (OAT) secara cuma- cuma
hanya saja terdapat beberapa masalah yang dijumpai seperti kesulitan penemuan
penderita TB paru BTA (+), drop out pengobatan dan ketidakteraturan berobat.
Apabila masalah-masalah ini tidak teratasi, maka penderita tersebut akan terus
menjadi sumber penularan (Perkumpulan Pemberantasan Tuberkulosis
Indonesia, 2012). Sedangkan panduan pengobatan TB dari WHO menyatakan
bahwa untuk pengobatan efektif dan terapuetik dibutuhkan waktu selama 6 bulan
(dengan syarat tertentu) dimana tidak diperbolehkan ada kelalaian saat menjalani
pengobatan tersebut (WHO, 2013).
Berdasarkan penelitian Erawatyningsih dkk (2009) menunjukkan
pengaruh yang signifikan antara pendidikan, pengetahuan, pendapatan keluarga,
lama sakit, efek samping obat terhadap ketidakpatuhan berobat pada pasien TB
paru. Berdasarkan hasil dari penelitian sebelumnya, menunjukkan bahwa ada
beberapa variabel yang menunjukkan ada hubungan dengan kepatuhan berobat
pasien TB paru dan menunjukkan tidak ada hubungan dengan kepatuhan berobat
pasien TB paru, yaitu pendidikan, efek samping OAT, peran keluarga, dan peran
PMO sehingga peneliti tertarik untuk meneliti variabel-variabel tersebut. Banyak
faktor yang berhubungan dengan kepatuhan terhadap terapi TB Paru diantaranya
karakteristik pasien, status ekonomi, pengetahuan, motivasi, dukungan dari
petugas pelayanan kesehatan dan dukungan keluarga (Badan POMRI, 2006).
Menurut Depkes RI (2002), pengobatan TB paru membutuhkan waktu 6
sampai 8 bulan untuk mencapai penyembuhan dan dengan paduan (kombinasi)
beberapa macam obat, namun masih ada pasien berhenti minum obat sebelum
masa pengobatan selesai yang berakibat pada kegagalan dalam pengobatan TB
(Bagiada, 2010: 159). Strategi untuk menjamin kesembuhan pasien yaitu
penggunaan paduan obat anti TB jangka pendek dan penerapan pengawasan obat
atau DOTS (Direct Observed Treatment Short-course). Menurut Senewe (2002)
dalam Kondoy dkk (2014), walaupun panduan obat yang digunakan baik tetapi
bila pasien tidak berobat dengan teratur maka umumnya hasilnya akan
mengecewakan. Pengobatan TB berlangsung cukup lama sehingga banyak
penderita TB yang putus berobat atau menjalankan pengobatan secara tidak
teratur. Ketidakteraturan dalam menjalani pengobatan tersebut menyebabkan
pengobatan yang sudah dilakukan harus diulang lagi dari awal sehingga
menyebabkan proses penyembuhan menjadi lebih lama, biaya ikut bertambah,
dan menimbulkan kasus-kasus Multy Drug Resistance (MDR) maupun Xaviere
Drug Resistance (XDR) (Pratiwi dkk, 2010: 52).
Berdasarkan uraian di atas, maka peneliti tertarik untuk mengetahui
faktor-faktor yang berhubungan dengan kepatuhan berobat pasien TB paru di
Puskesmas Siduk.

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan pada uraian tersebut berikut ini adalah ringkasan masalah penelitian
antara lain : Hasil penelusuran rekam medik pasien TB paru BTA positif di
BKPM Kabupaten Kayong Utara persentase pasien yang drop out mengalami
peningkatan, tahun 2017 sebesar 14,5% menjadi 16,7% di tahun 2018
C. Tujuan Penelitian
1. Umum
Apa saja faktor-faktor yang berhubungan dengan kepatuhan berobat pasien
TB paru di Balai Kesehatan Paru Masyarakat Kota Pekalongan?
2. Khusus
a. Apakah ada hubungan antara tingkat pendidikan pasien dengan kepatuhan
berobat pasien TB paru paru di Puskesmas Siduk?
b. Apakah ada hubungan antara efek samping OAT dengan kepatuhan
berobat pasien TB paru di Puskesmas Siduk?
c. Apakah ada hubungan antara dukungan keluarga terhadap kepatuhan
berobat pasien TB paru di Puskesmas Siduk?
d. Apakah ada hubungan antara kepemilikan kartu asuransi kesehatan
dengan kepatuhan berobat pasien TB paru di Puskesmas Siduk?
e. Apakah ada hubungan antara akses ke pelayanan kesehatan dengan
kepatuhan berobat pasien TB paru di Puskesmas Siduk?

D. Manfaat Penelitian
1. Bagi penderita
Hasil penelitian ini diharapkan dapat meningkatkan pengetahuan informasi
tentang penting nya mengkonsumsi obat TB Paru serta saran dan gambaran
pada penderita tentang kepatuhan dalam program pengobatan jangka panjang

2. Bagi Puskesmas
Sebagai masukan dalam penyusunan program khususnya penderita kambuh
terkait dengan pengoptimalan peran keluarga dalam merawat keluarga yang
sakit dalam upaya penanggulangan TB Paru .

3. Bagi Peneliti Selanjutnya


Meningkatkan wawasan ilmu pengetahuan kesehatan masyarakat, khususnya
mengenai faktor-faktor yang berhubungan dengan kepatuhan berobat pasien
TB paru, serta menambah pengalaman dalam menerapkan ilmu pengetahuan
yang diperoleh selama perkuliahan.

E. Keaslian Penelitian
No Judul Nama Tahun dan Rancangan Hasil
peneliti tempat penelitian
1 Hubungan antara Desi Fitri Ciputat Cross Persentase
dukungan keluarga Maulidya 2014 sectional responden yang
dengan kepatuhan memiliki dukungan
minum obat baik sebesar 60,9%,
penderita TB Paru dukungan buruk
sebesar 39,1%.
Persentase
responden yang
patuh sebesar
73,9%, dan tidak
patuh sebesar
26,1%. Hasil uji
Chi Square
didapatkan nilai p
value = 0,00 yakni
lebih kecil dari 0,05
2 Faktor-Faktor Yang Hikmatul Pekalongan case control Hasil penelitian
Berhubungandengan Widyastuti 2016 menunjukkan
Kepatuhan Berobat variabel yang
Pasien Tb Paru berhubungan
dengan
kepatuhan berobat
pasien TB paru
adalah tingkat
pendidikan (p
value=0,026;
OR=4,25), efek
samping OAT (p
value=0,012;
OR=5,33),
kepemilikan kartu
asuransi kesehatan
(p value=0,049;
OR=3,70), akses ke
pelayanan
kesehatan (p
value=0,041;
OR=4,20), wilayah
tempat tinggal (p
value=0,021;
OR=7,50),
dukungan keluarga
sebagai PMO (p
value=0,002;
OR=8,80), dan
peran petugas
kesehatan (p
value=0,046;
OR=3,88)

You might also like