You are on page 1of 7

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Gagal ginjal kronik (GGK) adalah gangguan fungsi ginjal yang progresif dan tidak

dapat pulih kembali, dimana tubuh tidak mampu memelihara metabolisme, gagal memelihara

keseimbangan cairan dan elektrolit yang berakibat pada peningkatan ureum (Sumah, 2020).

Angka kejadian penyakit gagal ginjal kronik ini meningkat setiap tahunnya (Cheema

et al, 2006; Firmansyah, 2010). Menurut WHO, penyakit ginjal telah menyebabkan kematian

pada 850 ribu orang setiap tahunnya, angka tersebut menunjukan penyakit ginjal menduduki

peringkat 12 tertinggi sebagai penyebab angka kematian (Dharma, 2015). Menurut Kidney

Disease Statistic for the United States (2012), pada akhir tahun 2009 lebih dari 871.000 orang

dirawat dengan End Stage Renal Disease (ESRD) (Alfiyanti, dkk., 2014).

Menurut data WHO, Indonesia berada pada urutan ke 4 sebagai penderita gagal ginjal

terbanyak di dunia. Jumlah penderitanya mencapai 16 juta jiwa (Dharma, 2015). Menurut

Darmeizer, ketua Perhimpunan Nefrologi Indonesia (Penefri) dalam koran Tempo yang

diterbitkan tanggal 6 Maret 2012 menyatakan bahwa terdapat 12,5% populasi yang memiliki

gangguan ginjal (Alfiyanti, dkk., 2014).

Menurut Riskesdas, 2018, angka kejadian gagal ginjal kronik di Indonesia yaitu

sebesar 0,38% dari jumlah penduduk Indonesia, sedangkan di Provinsi Bali sendiri prevalensi

penderita gagal ginjal kronis yaitu 0.44% (Depkes, 2018). Pasien gagal ginjal tahap akhir

akan mengalami kehilangan fungsi ginjal nya sampai 90% atau lebih, sehingga kemampuan

tubuh untuk mempertahankan keseimbangan cairan dan elektrolit terganggu. Kondisi tersebut

menyebabkan penderita gagal ginjal kronik harus menjalani terapi pengganti ginjal. Salah

satu terapi pengganti ginjal yang saat ini paling banyak dilakukan dan jumlahnya terus

meningkat dari tahun ke tahun adalah hemodialisis. Sebagian besar pasien membutuhkan
waktu 12 – 15 jam hemodialisa setiap minggunya yang terbagi dalam dua atau tiga sesi

dimana setiap sesi berlangsung 3 – 6 jam. Hal ini dapat menciptakan konflik, frustasi, rasa

bersalah, depresi didalam keluarga (Smeltzer, 2002).

Terapi hemodialisa (HD) merupakan terapi yang paling banyak dilakukan pasien End

Stage Renal Disease (ESRD) dengan jumlah mencapai 66,443 pasien baru HD di tahun 2018,

lebih dari 21,000 pasien baru setiap tahunnya sejak tahun 2015 di Indonesia, serta lebih dari

130,000 pasien di Indonesia aktif menjalani perawatan HD pada tahun 2018 (Indonesia Renal

Registry, 2018).

Hemodialisa merupakan proses penyaringan sampah metabolisme dengan

menggunakan membran yang berfungsi sebagai ginjal buatan atau yang diseebut dengan

dialyzel (Thomas, 2002; Price & Wilson, 2006). Tindakan tersebut bertujuan untuk

mengoreksi gangguan keseimbangan protein (Kallenbach, 2005; Sukandar, 2006).

Hemodialisis tidak dapat menyembuhkan atau memulihkan penyakit ginjal dan tidak mampu

mengimbangi hilangnya aktivitas metabolik atau endokrin yang dilaksanakan oleh ginjal,

sehingga pasien akan tetap mengalami komplikasi baik dari penyakitnya juga terapinya

(Mollaoglu, 2006; Parket, 2009).

Meski terapi hemodialisa telah terbukti dapat memperpanjang kelangsungan hidup,

tindakan terapi hemodialisa memiliki komplikasi yang memunculkan gejala-gejala antara lain

seperti kelemahan tubuh, anemia, gangguan tidur, kram otot, hipotensi, hipertensi dan

sebagainya (Kamil & Setiyono, 2018). Masalah tidur adalah salah satu keluhan yang paling

sering ditemui dalam unit dialisis: beberapa penelitian menunjukkan bahwa 50-80% pasien

dengan penyakit ginjal stadium akhir mengeluh menderita gangguan tidur (Ezzat & Mohab,

2015).
Kualitas tidur merupakan kepuasan seseorang terhadap tidur, sehingga seseorang

tersebut tidak memperlihatkan perasaan lelah, sakit kepala dan sering menguap atau

mengantuk (Trilia, 2013). Kualitas tidur yang buruk bisa membahayakan pasien karena akan

meningkatkan risiko kematian dan kerusakan kardiovaskular pada pasien dengan penyakit

ginjal kronis (CKD) (Ricardo et al., 2017). Untuk itu perlu adanya pemenuhan kualitas tidur.

Cara yang bisa dilakukan untuk mengatasi masalah kualitas tidur terdiri dari terapi

farmakologi dan nonfarmakologi. Terapi farmakologi yang biasa digunakan adalah

penggunaan obat tidur cara ini merupakan cara paling effektif, namun jika dipakai terus

menerus akan mengalami ketergantungan dan mempunyai efek samping yang buruk. Ada

teknik lain yang digunakan untuk mengatasi hal tersebut yaitu dengan terapi nonfarmakologi

untuk mengatasi gangguan tidur yaitu terapi pengaturan tidur, terapi psikologi, dan terapi

relaksasi (Novianty, 2014). Salah satu penatalaksanaan kualitas tidur non farmakologi yang

efektif digunakan adalah Teknik Relaksasi Benson (Warsono, 2019)

Teknik relaksasi benson merupakan teknik relaksasi yang dapat membuat pikiran dan

tubuh menjadi rileks dengan melibatkan unsur keyakinan dalam bentuk kata-kata keyakinan

yang dianut oleh pasien untuk meningkatkan kualitas tidur pasien. Dibandingkan dengan

teknik relaksasi yang lain teknik relaksasi ini cukup simple, tidak memerlukan perlengkapan

khusus sehingga pasien dapat melakukannya secara mandiri. Relaksasi Benson

dikembangkan dari metode respons relaksasi dengan melibatkan faktor keyakinan (faith

factor). Pasien melakukan relaksasi dengan mengulang kata atau kalimat yang sesuai dengan

keyakinan responden sehingga menghambat impuls noxius pada system control descending

(gate control theory) dan meningkatkan kualitas tidur (Wainsani, 2020).

Penggunakaan teknik relaksasi efektif digunakan untuk meningkatkan kualitas tidur

pasien, hal ini di dukung oleh penelitian yang dilakukan oleh Hidayat (2016) tentang

pengaruh terapi relaksasi benson terhadap kualitas tidur lansia di Panti Sosial Tresna Werdha
(PSTW) Sabai Nan Aluih Sicincin, Sumatera Barat menunjukkan pengaruh intervensi teknik

relaksasi benson untuk meningkatkan kualitas tidur pada lansia. Teknik relaksasi Benson

dapat diberikan sebagai salah satu terapi pendukung dalam meningkatkan kualitas tidur pada

lansia dan menurunkan masalah tidur pada lansia. Sehingga diharapkan kepada lansia dan

pengawas PSTW untuk mengaplikasikan terapi benson tersebut.

Berdasarkan studi pendahuluan yang dilakukan peneliti di RSUD Bali Mandara,

jumlah pasien yang menjalani terapi hemodialisa pada tahun 2021 sebanyak 3975 orang dan

pada bulan januari sampai maret 2022 sebanyak 989 orang. Dari hasil wawancara dengan 10

pasien yang menjalani hemodialisa, 7 pasien mengatakan mereka susah memulai tidur,

dimulai dari perasaan cemas ada juga yang merasa pusing dan gelisah, perasaan ini terjadi

setelah beberapa hari melakukan hemodialisa. Berdasarkan dari latar belakang tersebut maka

peneliti tertarik melakukan penelitian dengan judul “Pengaruh Teknik Relaksasi Benson

terhadap Kualitas Tidur pada Pasien Gagal Ginjal Kronik yang Menjalani Hemodialisa di

RSUD Bali Mandara”.

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang di atas, maka rumusan masalah dalam penelitian ini

adalah “Adakah pengaruh teknik relaksasi benson pada kualitas tidur pasien gagal ginjal

kronik yang menjalani hemodialisa di RSUD Bali Mandara”.

C. Tujuan Peneltian

Adapun tujuan dari penelitian ini meliputi tujuan umum dan tujuan khusus, yaitu:

1. Tujuan Umum

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh teknik relaksasi benson

terhadap peningkatan kualitas tidur pasien gagal ginjal kronik yang menjalani

hemodialisa di RSUD Bali Mandara

2. Tujuan Khusus
1. Mengidentifikasi kualitas tidur pada pasien gagal ginjal kronik yang menjalani

hemodialisa di RSUD Bali Mandara sebelum diberikan teknik relaksasi benson.

2. Mengidentifikasi kualitas tidur pada pasien gagal ginjal kronik yang menjalani

hemodialisa di RSUD Bali Mandara setelah diberikan teknik relaksasi benson.

3. Menganalisis pengaruh teknik relaksasi benson terhadap peningkatan kualitas tidur

pada pasien gagal ginjal kronik yang menjalani hemodialisa di RSUD Bali

Mandara.

D. Manfaat Penelitian

Adapun manfaat pada penelitian ini, yaitu:

1. Bagi Pelayanan Kesehatan

Hasil penelitian ini selanjutnya dapat digunakan sebagai bahan pertimbangan

dalam menyusun Standar Prosedur Operasional (SPO) untuk intervensi yang dapat

dilakukan untuk meningkatkan kualitas tidur pada pasien gagal ginjal kronik yang

menjalani hemodialisa.

2. Perawat

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi terhadap perkembangan

ilmu keperawatan serta merupakan sumber informasi dan sebagai pertimbangan dalam

memberikan intervensi mandiri pada pada gangguan kualitas tidur.

3. Institusi Pendidikan

Hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai salah satu media

pembelajaran terkait pengaruh teknik relaksasi benson terhadap peningkatan kualitas

tidur pada pasien gagal ginjal kronik yang menjalani hemodialisa.

4. Pengembangan Ilmu Keperawatan

Hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan untuk mengembangkan ilmu di

bidang keperawatan khususnya Keperawatan Medikal Bedah.


E. Keaslian Penelitian

Penelitian yang dilakukan ini memiliki keterkaitan dengan beberapa penelitian

terdahulu yang dilakukan oleh:

1. Penelitian yang dilakukan Hidayat (2016) tentang pengaruh terapi relaksasi benson

terhadap kualitas tidur lansia di Panti Sosial Tresna Werdha (PSTW) Sabai Nan Aluih

Sicincin, Sumatera Barat menunjukkan pengaruh intervensi teknik relaksasi benson

untuk meningkatkan kualitas tidur pada lansia. Jenis penelitian ini adalah deskriptif

kuantitatif. Desain penelitian ini menggunakan pra eksperimen dengan pendekatan

one group pretest-posttest without control group design. Instrumen penelitian ini

dengan menggunakan kuesioner PSQI (Pittsburgh Sleep Quality Indeks) untuk

mengukur tingkat kualitas tidur. Jumlah sampel sebanyak 15 orang responden. Uji

statistik yang digunakan adalah uji T-test. Hasil penelitian didapatkan bahwa rata-rata

kualitas tidur sebelum intervensi adalah 8.73 dan rata-rata kualitas tidur setelah

intervensi adalah 6.47. Penelitian ini menemukan perbedaan yang bermakna

peningkatan kualitas tidur sebelum dan setelah intervensi (p.value = 0,000). Teknik

relaksasi Benson dapat diberikan sebagai salah satu terapi pendukung dalam

meningkatkan kualitas tidur pada lansia dan menurunkan masalah tidur pada lansia.

2. Penelitian yang dilakukan Simatupang (2020) tentang Pengaruh Akupresur dan

Latihan Nafas Dalam Terhadap Fatigue dan Kualitas Tidur Pasien Hemodialisa di

Murni Teguh Memorial Hospital Medan sebanyak 40 orang. Penelitian ini adalah

penelitian kuantitatif dengan desain quasi eksperimen dengan pendekatan pre – post

test design. Populasi yang digunakan adalah seluruh pasien gagal ginjal kronis yang

menjalani hemodialisa di Murni Teguh Memorial Hospital Medan. Teknik

pengambilan sampel dilakukan dengan teknik consercutive sampling. Teknik Analisa

dalam penelitian ini adalah dengan menggunakan statistic non – parametrik dengan
uji Wilcoxon Signed Ranks Test yaitu untuk mengetahui pengaruh sebelum dan

sesudah melakukan intervensi. Hasil uji Wilcoxon dengan p sebesar 0,000, dimana p

value lebih kecil dari nilai batas kritis 0,05 (p < ) sehingga dapat disimpulkan bahwa

terdapat perbedaan yang signifikan antara nilai fatigue dan kualitas tidur sebelum

dilakukan akupresur dan latihan nafas dalam.

Berdasarkan paparan dan kajian literatur yang telah peneliti lakukan, maka penelitian

yang akan peneliti lakukan memang berbeda dengan penelitian yang pernah dilakukan

sebelumnya. Perbedaan tersebut meliputi posisi variabeldan variabel yang diangkat, dimana

variabel bebas dalam penelitian yang akan dilakukan adalah teknik relaksasi benson dan

variabel terikatnya adalah kualitas tidur pada pasien gagal ginjal kronik yang menjalani

hemodialisa. Lokasi penelitian, sampel dalam penelitian dan instrumen yang digunakan

untuk pengukuran kualitas tidur juga berbeda dengan penelitian terdahulu. Dimana

instrument yang digunakan untuk pengukuran kualitas tidur pada penelitian ini adalah

Pittsburgh Sleep Quality Index (PSQI) berbeda dengan penelitian sebelumny yang

menggunakan Sleep Quality Scale (SQS), sementara sampel dalam penelitian ini adalah

pasien gagal ginjal kronik yang menjalani hemodialisa di RSUD Bali Mandara.

You might also like