Salah satu bab yang paling banyak menimbulkan kontroversi dalam Undang-Undang (UU) Cipta Kerja yang baru disahkan adalah Bab Ketenagakerjaan. Bahkan tenaga kerja yang sudah memiliki pekerjaan dalam praktiknya dengan mudah kehilangan pekerjaan melalui tindakan pemutusan hubungan kerja. - Ketentuan dalam Pasal 56 UU Ketenagakerjaan tentang Perjanjian Kerja Waktu Tertentu (PKWT) diubah sehingga tidak lagi berbatas waktu maksimal 2 tahun dengan kemungkinan perpanjangan maksimal 1 tahun. Artinya, akan semakin banyak pekerja yang dipekerjakan dengan jenis perjanjian kontrak dalam jangka waktu yang panjang. Perusahaan juga tidak lagi memiliki kewajiban untuk mengubah status pekerja kontrak menjadi pekerja tetap, ketika jangka waktu tiga tahun sudah terlewati. - Hal-hal terkait hubungan kerja, seperti jangka waktu perjanjian kontrak dan istirahat panjang, dikembalikan pada mekanisme kesepakatan para pihak - yakni pekerja dan pengusaha - melalui perjanjian kerja, perjanjian kerja bersama, atau peraturan perusahaan. Ini jelas mengurangi perlindungan bagi pekerja, karena dalam hubungan yang timpang antara pekerja dan pengusaha, sangat besar kemungkinan kesepakatan antara pekerja dan pengusaha merugikan pihak pekerja. - Banyak pasal di Bab Ketenagakerjaan yang disusun dengan tidak memperhatikan kondisi sosiologis hubungan kerja, yakni ketimpangan posisi pekerja dengan pengusaha. Pasal- pasal ini jugalah yang kemudian semakin memancing reaksi keras masyarakat terhadap pengesahan UU Cipta Kerja. Salah satu pasal yang dengan terang mencerminkan kekeliruan logika ini adalah perubahan ketentuan tentang pemutusan hubungan kerja (PHK). Perubahan Pasal 151 ini memunculkan narasi bahwa UU Cipta Kerja memungkinkan adanya PHK sepihak.
Sumber : https://theconversation.com/logika-keliru-aturan-ketenagakerjaan-uu-cipta- kerja- 148368