You are on page 1of 12

TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN KERJASAMA

BISNIS BERBENTUK PERJANJIAN DIBAWAH TANGAN YANG

DILEGALISASI OLEH NOTARIS

1. Perjanjian Pada Umumnya

1.1 Pengertian Perjanjian dan Pola Perjanjian Kerjasama Bisnis

Menurut Pasal 1313 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata suatu perjanjian adalah
suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang
lain atau lebih. Para sarjana hukum perdata pada umumnya berpendapat bahwa definisi
perjanjian yang terdapat di dalam ketentuan di atas adalah tidak lengkap karena hanya
mengenai perjanjian sepihak saja, danpula terlalu luas karena dapat mencakup perbuatan di
dalam hukum keluarga.

Jika diperhatikan rumusan ketentuan Pasal 1313 Kitab Undang-Undang Hukum


Perdata, maka dari suatu perjanjian lahirlah kewajiban atau prestasi dari satu orang atau lebih
kepada pihak lainnya yang berhak atas prestasi tersebut.

Definisi perjanjian dapat dilihat dari beberapa pendapat sarjana yang berbeda-beda dan
masing-masing ingin mengemukakan juga memberi pandangan yang dianggap lebih tepat.
Berikut ini dikemukakan beberapa pendapat para sarjana yaitu:

Menurut R. Subekti memberikan pengertian tentang istilah perjanjian adalah suatu


peristiwa dimana ada seorang berjanji kepada seorang lain atau dua orang itu saling berjanji
untuk melaksanakan suatu hal. Dari peristiwa itu timbullah suatu hubungan antara dua orang
tersebut yang dinamakan “perikatan”. Oleh karena itu, perjanjian menerbitkan perikatan antara
dua orang yang membuatnya.

Menurut Mariam Darus Badrulzaman perjanjian adalah sebagai perbuatan hukum yang
menimbulkan perikatan, yaitu hubungan hukum yang terjadi diantara dua orang atau lebih,
yang terletak didalam lapangan kekayaan dimana pihak yang satu berhak atas prestasi dan
pihak lainnya wajib memenuhi prestasi.

Berdasarkan pendapat-pendapat para sarjana tersebut dapat diartikan bahwa perjanjian


adalah sebagai perbuatan hukum yang menimbulkan perikatan, yaitu hubungan hukum yang
terjadi diantara dua orang atau lebih, yang terletak di dalam lapangan kekayaan dimana pihak
yang satu berhak atas prestasi dan pihak lainnya wajib memenuhi prestasi.

Dalam sebuah perjanjian kerjasama bisnis yaitu akan ada hubungan kerjasama diantara
kedua belah pihak. Kerjasama adalah suatu interaksi yang sangat penting bagi manusia karena
hakekatnya manusia tidak dapat hidup sendiri tanpa orang lain sehingga ia senantiasa
membutuhkan orang lain. Kerjasama dapat berlangsung manakala suatu orang atau kelompok
yang bersangkutan memiliki kepentingan yang sama dan memiliki kesadaran untuk
bekerjasama guna mencapai kepentingan mereka tersebut.
Kerja sama bisnis adalah suatu usaha bersama antara orang perorangan atau kelompok
untuk mencapai suatu tujuan bersama. Perjanjian kerjasama dapat dibedakan menjadi 3 (tiga)
pola yaitu:
1. Usaha bersama (joint venture)

2. Kerjasama operasional (joint operational)

3. Operasional sepihak (single operational)

Ad.1 Usaha bersama (joint venture) merupakan bentuk kerjasama umum, dapat dilakukan
dalam berbagai bentuk bidang usaha, dimana para pihak masing-masing menyerahkan
modal untuk membentuk badan usaha yang mengelola usaha bersama. Contohnya:
para pihak sepakat mendirikan toko lukisan, untuk mendirikan usaha tersebut masing-
masing pihak menyerahkan modal sesuai dengan yang telah disepakati untuk
mendirikan toko lukisan.

Ad.2 Kerjasama operasional (joint operational) adalah bentuk kerjasama khusus yang dimana
bidang usaha yang dilaksanakan merupakan bidang usaha yang merupakan
hak/kewenangan salah satu pihak yang bidang usaha sebelumnya sudah ada dan sudah
beroperasi, dimana pihak investor memberikan dana untuk
melanjutkan/mengembangkan usaha yang semula merupakan hak/wewenang pihak
lain, dengan membentuk badan usaha baru.

Ad.3 Operasional Sepihak (single operational) merupakan bentuk kerjasama dimana bidang
usahanya berupa “bangunan komersial”. Salah satu pihak dalam kerjasama ini adalah
pemilik yang menguasai tanah, sedangkan pihak lain (investor) diijinkan untuk
membangun suatu bangunan komersial diatas tanah milik yang dikuasai pihak lain, dan
diberi hak untuk mengoperasikan bangunan tersebut untuk jangka waktu tertentu
dengan pemberian fee tertentu selama jangka waktu operasional dan setelah jangka
waktu operasional berakhir investor wajib mengembalikan tanah beserta bangunan
komersial diatasnya kepada pihak pemilik/yang menguasai tanah.

1.2 Asas-Asas Perjanjian

Suatu perjanjian juga mempunyai asas-asas yang melandasinya. Setiap perjanjian yang
dibuat oleh para pihak harus memperhatikan asas-asas yang melandasinya. Dalam membuat
perjanjian dikenal ada beberapa asas adalah sebagai berikut:

1. Asas Itikad Baik

Asas ini berkaitan dengan pelaksanaan perjanjian. Setiap perjanjian harus dilaksanakan
dengan itikad baik. Asas itikad baik dapat disimpulkan dalam pasal 1338 ayat (3)
KUHPerdata bahwa perjanjian harus dilaksanakan dengan itikad baik. Pentingnya
itikad baik tersebut sehingga dalam perundingan atau perjanjian antara para pihak,
kedua belah pihak akan berhadapan dalam suatu hubungan khusus yang dikuasai oleh
itikad baik.
2. Asas Konsesualisme

Berdasarkan asas ini suatu perjanjian telah dianggap lahir pada detik adanya kata
sepakat diantara para pihak. Suatu perjanjian cukup ada kata sepakat dari mereka yang
membuat perjanjian itu tanpa diikuti dengan perbuatan hukum lain kecuali perjanjian
yang bersifat formal.

3. Asas Kebebasan Berkontrak Asas kebebasan berkontrak terdapat di dalam ketentuan


pasal 1338 ayat (1) KUHPerdata bahwa semua perjanjian yang dibuat secara sah
berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya. Kebebasan
berkontrak memberikan jaminan kebebasan kepada seseorang untuk secara bebas
dalam beberapa hal yang berkaitan dengan perjanjian, yaitu:

a. Bebas menentukan apakah ia akan melakukan perjanjian atau tidak;

b. Bebas menentukan dengan siapa ia akan melakukan perjanjian;

c. Bebas menentukan isi atau klausul perjanjian;

d. Bebas menentukan bentuk perjanjian; dan

e. Kebebasan-kebebasan lainya yang tidak bertentangan dengan peraturan perundang-


undangan.

4. Asas Kepatutan

Asas ini dituangkan dalam pasal 1339 KUHPerdata yang menyatakan bahwa
persetujuan tidak hanya mengikat untuk hal-hal yang secara tegas dinyatakan di
dalamnya, tetapi juga untuk segala sesuatu yang menurut sifat perjanjian, diharuskan
oleh kepatutan, kebiasaan dan undang-undang. Jadi dalam membuat suatu perjanjian
harus diperhatikan kepatutan, kebiasaan dan undang-undang.

1.3 Syarat Sahnya Perjanjian

Suatu perjanjian dianggap mempunyai kekuatan mengikat, maka perjanjian tersebut


harus memenuhi syarat-syarat yang telah ditentukan oleh undang-undang sehingga diakui oleh
hukum. Berdasarkan ketentuan pasal 1320 KUHPerdata, syarat sahnya perjanjian diperlukan 4
(empat) syarat, yaitu:

1. Kesepakatan mereka yang mengikatkan dirinya

2. Kecakapan untuk membuat suatu perjanjian

3. Suatu hal tertentu

4. Suatu sebab yang tidak terlarang.

Guna lebih jelasnya mengenai syarat-syarat sahnya perjanjian sebagaimana dimaksud


dalam ketentuan Pasal 1320 KUHPerdata, maka dapat diberikan penjelasan sebagai berikut:
a. Kesepakatan mereka yang mengikatkan dirinya

Kesepakatan yang dimaksud dalam pasal 1320 KUHPerdata adalah penyesuaian


kehendak antara para pihak, yaitu bertemunya antara penawaran dan penerimaan.
Kesepakatan ini dapat dicapai dengan berbagai cara, baik dengan tertulis maupun
secara tidak tertulis.

Ada 5 (lima) cara terjadinya penyesuaian kehendak yaitu dengan;

1. Bahasa yang sempurna dan tertulis.

2. Bahasa yang sempurna secara lisan.


3. Bahasa yang tidak sempurna asal dapat diterima oleh pihak lawan,

karena dalam kenyataan seringkali seorang menyampaikan dengan bahasa yang


tidak sempurna tetapi dimengerti oleh pihak lawannya.

4. Bahasa isyarat asal dapat dimengerti oleh lawannya.

5. Diam atau membisu tetapi asal dipahami atau diterima pihak lawannya.

Cara yang dilakukan oleh para pihak yaitu dengan bahasa yang sempurna
secara lisan dan secara tertulis. Tujuannya dibuat secara tertulis agar memberikan
kepastian hukum bagi para pihak dan sebagai alat bukti yang sempurna, dikala timbul
sengketa diantara kedua belah pihak.

b. Kecakapan untuk membuat suatu perjanjian

Kecapakan adalah kemampuan menurut hukum untuk melakukan perbuatan hukum


(perjanjian). Hakikatnya setiap orang yang sudah dewasa (sudah mencapai umur 21
tahun atau sudah menikah walaupun belum mencapai umur 21 tahun) dan akal sehat
cakap menurut hukum.

Aspek keadilan dilihat dari orang yang membuat perjanjian dan nantinyaakan terikat
oleh perjanjian itu, harus mempunyai cukup kemampuan untuk menyadari benar-benar
akan tanggung jawab yang dipikul atas perbuatannya itu.

c. Suatu hal tertentu

Sebagai syaratnya ketiga untuk sahnya perjanjian ini menerangkan tentang harus
adanya objek perjanjian yang jelas. Jadi suatu perjanjian tidak bisa dilakukan tanpa
objek yang tertentu.

d. Suatu sebab yang tidak terlarang

Mengenai suatu sebab yang halal (suatu sebab yang tidak dilarang), merupakan syarat
tentang isi perjanjian. Dalam pengertian ini yang dimaksud dengan kata halal yaitu
bahwa isi perjanjian tersebut tidak dapat bertentangan dengan undang-undang
kesusilaan dan ketertiban umum.
1.4 Jenis-Jenis Perjanjian

Perjanjian yang melibatkan para pihak dapat dibedakan menurut berbagai aspek
tinjauan, sehingga timbullah berbagai jenis perjanjian. Adapun jenis-jenis perjanjian yang
dimaksud adalah :

1. Perjanjian timbal balik

Perjanjian timbal balik adalah perjanjian yang menimbulkan kewajiban pokok bagi
kedua belah pihak.

2. Perjanjian bernama dan perjanjian tidak bernama

Perjanjian bernama (khusus) adalah perjanjian yang mempunyai nama sendiri. Ialah
perjanjian-perjanjian tersebut diatur dan diberi nama oleh pembentuk undang-undang,
berdasarkan tipe yang paling banyak terjadi sehari-hari. Perjanjian bernama terdapat
dalam Bab V sampai dengan XVIII KUHPerdata. Diluar perjanjian bernama tumbuh
perjanjian tidak bernama, yaitu perjanjian-perjanjian yang tidak diatur dalam
KUHPerdata, tetapi terdapat di masyarakat. Jumlah dari perjanjian ini tidak terbatas.
Lahirnya perjanjian ini berdasarkan asas kebebasan mengadakan perjanjian atau partij
otonomi yang berlaku di dalam hukum perjanjian.

3. Perjanjian campuran

Perjanjian campuran adalah perjanjian yang mengandung berbagai unsur perjanjian.


Terhadap perjanjian campuran ada berbagai paham yaitu:

a. Paham pertama mengatakan bahwa ketentuan-ketentuan mengenai perjanjian


khusus diterapkan secara analogis sehingga setiap unsur dari perjanjian khusus
tetap ada (constractus sui generis).

b. Paham kedua mengatakan bahwa ketentuan-ketentuan yang dipakai adalah


ketentuan dari perjanjian yang paling menentukan (teoriabsorpsi).

c. Paham ketiga mengatakan bahwa ketentuan-ketentuan undang- undang yang


diterapkan terhadap perjanjian campuran itu adalah ketentuan undang-undang
yang berlaku untuk itu.

4. Perjanjian cuma-cuma dan perjanjian atas beban

Perjanjian dengan cuma-cuma adalah perjanjian yang memberikan keuntungan bagi


salah satu pihak saja misalnya hibah. Sedangkan perjanjian atas beban adalah
perjanjian terhadap prestasi dari pihak yang satu selalu terdapat kontra prestasi dari
pihak lain, dan antara kedua prestasi itu ada hubungannya menurut hukum.

5. Perjanjian kebendaan (zakelijke overeenkomst)

Perjanjian kebendaan adalah perjanjian hak atas benda dialihkan ataudiserahkan


kepada orang lain.
6. Perjanjian konsensual dan perjanjian riil

Perjanjian konsensual adalah perjanjian diantara kedua belah pihak yang telah tercapai
persesuaian kehendak untuk mengadakan perikatan. Menurut KUHPerdata perjanjian
ini sudah mempunyai kekuatan mengikat (Pasal 1338 KUHPerdata) namun demikian
didalam KUHPerdata ada juga perjanjian-perjanjian yang hanya berlaku sesudah
terjadi penyerahan barang. Misalnya perjanjian penitipan barang ( Pasal 1694
KUHPerdata), pinjam-pakai (Pasal 1740KUHPerdata).

7. Perjanjian obligatoir

Perjanjian obligatoir adalah perjanjian antara pihak-pihak yang mengikatkan diri untuk
melakukan penyerahan kepada pihak lain (perjanjian yang menimbulkan perikatan).

2. Tinjauan Umum Tentang Jabatan Notaris

2.1 Pengertian Jabatan Notaris

Secara kebahasaan notaris berasal dari kata notaris untuk tunggal dan notarii untuk
jamak. Notaris merupakan istilah yang digunakan masyarakat romawi untuk menamai mereka
yang melakukan pekerjaan menulis.

Didalam Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 tentang Perubahan Atas Undang-


Undang Nomor 30 Tahun 2004 Tentang Jabatan Notaris yang selanjutnya disebut dengan
UUJN menyebutkan bahwa notaris adalah pejabat umum yang berwenang untuk membuat
akta autentik dan kewenangan lainnya. Undang-

Undang ini mengatur secara detail tentang praktik kenotariatan di Indonesia. Definisi
notaris yang diberikan oleh UUJN merujuk pada tugas dan wewenang notaris. Artinya notaris
memiliki tugas sebagai pejabat umum dan memiliki kewenangan untuk membuat akta otentik
dan kewenangan lainnya yang telah diatur dalam UUJN.

Notaris adalah seorang pejabat umum yang memiliki kewenangan untuk membuat akta
autentik mengenai sebuah perbuatan, perjanjian dan penetapan yang diharuskan oleh suatu
peraturan umum atau oleh yang berkepentingan dikehendaki dibuat dalam suatu akta autentik,
menjamin kepastian tanggalnya, menyimpan akta dan memberikan grosse, salinan dan
kutipannya, semua sepanjang pembuatan akta itu oleh suatu peraturan umum.8

2.2 Kewenangan Notaris

Profesi notaris sangat penting dibutuhkan dalam masyarakat mengingat fungsi dari
notaris adalah sebagai pembuat alat bukti tulis mengenai akta-akta autentik, sebagaimana yang
tercantum dalam Pasal 1868 KUHPerdata yang menyatakan bahwa “akta autentik adalah suatu
akta yang didalam bentuk yang ditentukan oleh undang-undang dibuat oleh atau dihadapan
pegawai-pegawai umum yang berkuasa untuk itu ditempat dimana akta dibuatnya”.
Notaris sebagai pejabat umum memperoleh wewenang secara Atribusi.9 Dapat dilihat
dalam Pasal 2 UUJN yang menyebutkan bahwa notaris diangkat dan diberhentikan oleh
Menteri.

Philipus M. Hadjon menyebutkan bahwa Atribusi merupakan cara normal untuk


memperoleh wewenang pemerintahan, yang dapat membentuk wewenang adalah wewenang
berdasarkan peraturan perundang-undangan.10

Kewenangan notaris menurut UUJN diatur dalam Pasal 15 ayat (1) yang menyatakan
bahwa :

“notaris berwenang membuat akta autentik mengenai semua perbuatan,

perjanjian, dan ketetapan yang diharuskan oleh yang berkepentingan

untuk dinyatakan dalam akta autentik, menjamin kepastian tanggal

pembuatan akta, semuanya itu sepanjang pembuatan akta-akta itu tidak

juga ditugaskan atau dikecualikan kepada pejabat lain atau orang lain

yang ditetapkan oleh Undang-Undang”.

Pasal 15 ayat (1) UUJN menegaskan bahwa salah satu kewenangan notaris yaitu
membuat akta secara umum, hal ini disebut sebagai kewenangan umum notaris dengan
batasan:

1. Tidak dikecualikan kepada pejabat lain yang ditetapkan oleh undang- undang.

2. Menyangkut akta harus dibuat atau berwenang membuat akta autentik mengenai
semua perbuatan, perjanjian, dan ketetapan yang diharuskan oleh aturan hukum
atau dikehendaki oleh yang bersangkutan.

3. Mengenai subjek hukum (orang atau badan hukum) untuk kepentingan siapa akta
itu dibuat atau dikehendaki oleh yang berkepentingan.

Dalam Pasal 15 UUJN, wewenang notaris dan kekuatan pembuktian akta notaris yaitu:

1. Tugas pejabat notaris adalah memformulasikan keinginan atau tindakan para pihak
ke dalam akta autentik, dengan memperhatikan aturan hukum yang berlaku.

2. Akta notaris sebagai akta autentik mempunyai kekuatan pembuktian yang


sempurna, sehingga tidak perlu dibuktikan atau ditambah dengan alat bukti
lainnya, jika ada orang atau pihak yang menilai atau menyatakan bahwa akta
tersebut tidak benar, maka orang atau pihak yang menilai atau menyatakan tidak
benar tersebut wajib membuktikan penilaian atau pernyataan sesuai aturan hukum
yang berlaku. Kekuatan pembuktian akta notaris ini berhubungan dengan sifat
publik dari jabatan notaris.
Selain kewenangan yang itu notaris juga diberi kewenangan lain yang sebagaimana
diatur dalam Pasal 15 ayat (2) huruf e yaitu kewenangan untuk memberikan penyuluhan
hukum sehubungan dengan pembuatan akta. Berdasarkan ketentuan ini, notaris dalam
menjalankan jabatannya harus berpegang dan berpedoman pada peraturan perundang-
undangan yang berlaku dan wajib menolak untuk membuat akta atau memberikan jasa hukum
lain yang tidak sesuai atau bahkan menyimpang dari Undang-Undang. Kewenangan notaris
yang dimaksud dalam ketentuan Pasal 15 ayat (2) seperti:

1. Mengesahkan tanda tangan dan menetapkan kepastian tanggal surat dibawah


tangan dengan mendaftarkan dalam buku khusus, ketentuan ini merupakan
legalisasi terhadap akta dibawah tangan yang dibuat sendiri oleh orang
perseorangan atau oleh para pihak didalam kertas yang berisi materai dengan jalan
pendaftaran dalam buku khusus yang disediakan oleh notaris.

2. Membukukan surat-surat dibawah tangan dengan mendaftar dalam buku khusus.

3. Membuat copyan dari surat-surat dibawah tangan yang asli berupa salinan yang
memuat uraian sebagaimana ditulis dan digambarkan dalam surat yang
bersangkutan. Tindakan ini sebagai langkah tertib administrasi sehingga jika ada
yang menyangkal surat-surat dibawah tangan tersebut maka sang notaris memiliki
bukti.

2.3 Kewajiban Notaris

Di dalam Undang-Undang Jabatan Notaris telah diatur tentang kewajiban notaris


sebagai pejabat umum. Kewajiban notaris merupakan sesuatu yang wajib dilakukan oleh
notaris. Kewajiban notaris telah diatur dalam Pasal 16 UUJN, dimana kewajibannya sebagai
berikut:

1) Dalam menjalankan jabatanya, notaris berkewajiban :

a. Bertindak jujur, mandiri, tidak berpihak dan menjaga kepentingan pihak yang
terkait dalam perbuatan hukum;`

b. Membuat akta dalam bentuk Minuta Akta dan menyimpannya sebagai bagian
dari Protokol Notaris; Kewajiban dalam ketentuan ini untuk menjaga
keautentikan akta dengan menyimpan akta dalam bentuk aslinya, sehingga
apabila ada pemalsuan kutipannya dapat segera diketahui dengan mudah
mencocokkannya dengan akta yang asli.

c. Melekatkan surat dan dokumen sidik jari penghadap pada Minuta Akta;

d. Mengeluarkan Grosse Akta, Salinan Akta, atau Kutipan Akta berdasarkan


Minuta Akta;

e. Memberikan pelayanan sesuai dengan ketentuan Undang-Undang, kecuali ada


alasan untuk menolaknya; Yang dimaksud dengan alasan untuk menolaknya
yaitu alasan yang mengakibatkan notaris tidak berpihak, seperti adanya
hubungan darah dengan notaris sendiri atau dengan suami/istrinya, atau hal lain
yang tidak diperbolehkan oleh undang-undang.

f. Merahasiakan segala sesuatu mengenai akta yang dibuatnya dan segala


keterangan yang diperoleh guna pembuatan akya sesuai dengan sumpah/janji
jabatan, kecuali undang-undang menentukan lain; Kewajiban notaris untuk
merahasiakan segala sesuatu yang berhubungan dengan akta atau surat lainnya
adalah untuk melindungi kepentingan semua pihak yang terkait dengan akta.

g. Menjilid akta yang dibuatnya dalam 1 (satu) bulan menjadi buku yang memuat
tidak lebih dari 50 (lima puluh) akta, dan jika jumlah akta tidak dapat dimuat
dalam satu buku, akta tersebut dapat dijilid menjadi lebih dari satu buku, dan
mencatat jumlah Minuta Akta, bulan, dan tahun pembuatannya pada sampul
setiap buku;

h. Membuat daftar dari akta protes terhadap tidak dibayar atau tidak diterimanya
surat berharga;

i. Membuat daftar akta yang berkenaan dengan wasiat menurut urutan waktu
pembuatan akta setiap bulan;

j. Mengirimkan daftar akta sebagaimana dimaksud dalam huruf i atau daftar nihil
yang berkenaan dengan wasiat ke daftar Pusat Wasiat Departemen yang
bertugas dan tanggung jawabnya di bidang kenotariatan dalam waktu 5 (lima)
hari pada minggu pertama setiap bulan berikutnya;

k. Mencatat dalam repertorium tanggal pengiriman daftar wasiat pada setiap akhir
bulan;

l. Mempunyai cap/stempel yang memuat lambang Negara Republik Indonesia


dan pada ruang yang melingkarinya dituliskan nama, jabatan, dan tempat
kedudukan yang bersangkutan;

m. Membacakan akta dihadapan penghadap dengan dihadiri oleh paling sedikit 2


(dua) orang saksi dan ditandatangani pada saat itu juga oleh penghadap, saksi,
dan notaris;

n. Menerima magang calon notaris. Kewajiban notaris dalam ketentuan ini yaitu
menerima magang calon notaris agar mampu menjadi notaris yang professional
dan kegiatan calon notaris selama magang yaitu:

a. Pengetahuan yang bersifat umum selama 1 (satu) tahun.

b. Latihan ketrampilan yang bersifat teknis selama 1 (satu) bulan.

c. Latihan ketrampilan tugas notaris dalam pembagian:

1. Sebagai saksi selama 1 (satu) bulan.


2. Konsep pembuatan akta selama 3 (tiga) bulan.

3. Menerima tamu/klien dan persiapan pembuatan akta selama 6 (enam)


bulan.

2) Berkewajiban menyimpan minuta akta sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b
tidak berlaku dalam hal notaris mengeluarkan akta inoriginali.

3) Akta in originali sebagaimana dimaksud pada ayat (2) meliputi:

a. Akta pembayaran uang sewa, bunga, dan pension;

b. Akta penawaran pembayaran tunai;

c. Akta protes terhadap tidak dibayarnya atau tidak diterimanya surat berharga;

d. Akta kausa;

e. Akta keterangan kepemilikan; dan

f. Akta lainnya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

4) Akta in originali sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat dibuat lebih dari 1
(satu) rangkap, ditandatangani pada waktu, bentuk, dan isi yang sama, dengan
ketentuan pada setiap akta tertulis kata-kata “berlaku sebagai satu dan satu berlaku
untuk semua”.

5) Akta in originali yang berisi kausa yang belum diisi nama penerima kuasa hanya
dapat dibuat dalam 1 (satu) rangkap.

6) Bentuk dan ukuran cap atau stempel sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf l
ditetapkan dengan Peraturan Menteri.

7) Pembacaan akta sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf m tidak wajib
dilakukan, jika penghadap menghendaki agar akta tidak dibacakan karena
penghadap telah membaca sendiri, mengetahui, dan memahami isinya, dengan
ketentuan bahwa hal tersebut dinyatakan dalam penutup akta serta pada setiap
halaman minuta akta diparaf oleh penghadap, saksi, dan notaris.

8) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (7) dikecualikan terhadap pembacaan


kepala akta, komparasi, penjelasan pokok akta secara singkat dan jelas, serta
penutup akta.
9) Jika salah satu syarat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf m dan ayat (7)
tidak dipenuhi, akta yang bersangkutan hanya mempunyai kekuatan pembuktian
sebagai akta dibawah tangan.

10) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (9) tidak berlaku untuk pembuatan
akta wasiat.
11) Notaris yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a
sampai dengan huruf I dapat dikenakan sanksi berupa:

a. Peringatan tertulis;

b. Pemberhentian sementara;

c. Pmberhentian dengan hormat; atau

d. Pemberhentian dengan tidak hormat.

12)selain dikenai sanksi sebagaimana dimaksud pada ayat (11), pelanggaran terhadap
ketentuan pasal 16 ayat (1) huruf j dapat menjadi alasan bagi pihak yang menederita
kerugian untuk menuntut penggantian biaya, ganti rugi, dan bungan kepada notaris.

13) Notaris yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf n
dapat dikenai sanksi berupa peringatan tertulis. Dalam praktek ditemukan alasan-
alasan, sehingga notaris menolak memberikan jasanya, antara lain:

a. Apabila notaris sakit sehingga tidak dapat memberikan jasanya, jadi


berhalangan secara fisik.
b. Apabila notaris tidak ada karena dalam cuti, jadi karena ada sebab yang sah.

c. Apabila notaris karena kesibukan pekerjaannya tidak dapat melayani orang


lain.

d. Apabila surat-surat yang diperlukan untuk membuat sesuatu akta, tidak


diserahkan kepada notaris.

e. Apabila penghadap atau saksi instrumentair yang diajukan oleh penghadap


tidak dikenal oleh notaris atau tidak dapat diperkenalkan kepadanya.

f. Apabila yang berkepentingan tidak mau membayar materai yang diwajibkan.

g. Apabila karena pemberian jasa tersebut, notaris melanggar sumpahnya atau


melakukan perbuatan melanggar hukum.

h. Apabila pihak-pihak menghendaki bahwa notaris membuat akta dalam bahasa


yang tidak dikuasai olehnya, atau apabila orang-orang yang menghadap
berbicara dengan bahasa yang tidak jelas, sehingga notaris tidak mengerti apa
yang dikehendaki oleh mereka.

2.4 Larangan Notaris

Seorang notaris dalam menjalankan tugasnya dibatasi oleh koridor-koridor aturan agar
seorang notaris tidak keblablasan dalam menjalankan praktiknya dan bertanggung jawab atas
segala yang dilakukan. Undang-undang Jabatan Notaris mengatur bahwa seorang notaris
dilarang menjalankan jabatannya diluar wilayah jabatannya.

Berdasarkan ketentuan pasal 17 Undang-Undang Jabatan Notaris, notaris dilarang:

a. Menjalankan jabatan diluar wilayah jabatannya;

b. Meninggalkan wilayah jabatannya lebih dari 7 (tujuh) hari kerja berturut-turut tanpa
alasan yang sah;

c. Merangkap sebagai pegawai negeri;

d. Merangkap jabatan sebagai pejabat Negara;

e. Merangkap jabatan sebagai advokat;

f. Merangkap jabatan sebagai pemimpin atau pegawai badan usaha milik Negara, badan
usaha milik daerah atau badan usaha swasta;

g. Merangkap jabatan sebagai Pejabat Pembuat Akta Tanah dan/ Pejabat Lelang kelas II
diluar tempat kedudukan notaris;

h. Menjadi notaris pengganti;

i. Melakukan pekerjaan lain yang bertentangan dengan norma agama, kesusilaan, atau
kepatutan yang dapat mempengaruhi kehormatan dan martabat jabatan notaris.

You might also like