You are on page 1of 16

1.

Dalam hubungan kerja, sering kali perusahaan mempekerjakan tenaga kerja yang
beragam baik dari segi jenis kelamin, usia dan lain sebagainya. Saat ini terdapat fakta yang
cukup banyak, perusahaan mempekerjakkan pekerja perempuan dan anak. Data Badan
Pusat Statistik (BPS) menunjukkan, pada 2017 terdapat 1,2 juta pekerja anak di Indonesia
dan meningkat 0,4 juta atau menjadi sekitar 1,6 juta pada 2019.
Pertanyaan :
a. Bagaimana kedudukan pekerja anak dalam Undang-Undang No. 13 Tahun 2003
Tentang Ketenagakerjaan ?
Jawab :
Melihat fenomena yang telah dijelaskan di atas, kita harus mendalami terlebih dahulu usia
anak dan jenis pekerjaan yang dilakukannya. Sebetulnya pada Pasal 68 UU No. 13 tahun
2003 menyebutkan bahwa pengusaha dilarang mempekerjakan anak. Dan dalam
ketentuan undang-undang tersebut, anak adalah setiap orang yang berumur dibawah 18
tahun. Berarti 18 tahun adalah usia minimum yang diperbolehkan pemerintah untuk
bekerja.
Dalam undang-undang yang sama pasal 69, 70, dan 71 menjelaskan pengecualian bagi
anak usia 13 – 15 tahun diizinkan melakukan pekerjaan ringan sepanjang tidak
mengganggu perkembangan dan kesehatan fisik, mental, dan sosial. Kemudian juga anak
dengan usia minimum 14 tahun dapat melakukan pekerjaan di tempat kerja yang
merupakan bagian dari kurikulum pendidikan atau pelatihan dan anak dapat melakukan
pekerjaan untuk mengembangkan bakat dan minatnya.
Berikut adalah bunyi Pasal 69, 70, 71 yakni :
Pasal 69
(1) Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 68 dapat dikecualikan bagi anak
yang berumur antara 13 (tiga belas) tahun sampai dengan 15 (lima belas) tahun untuk
melakukan pekerjaan ringan sepanjang tidak mengganggu perkembangan dan
kesehatan fisik, mental, dan sosial.
(2) Pengusaha yang mempekerjakan anak pada pekerjaan ringan sebagai-mana
dimaksud dalam ayat (1) harus memenuhi persyaratan :
a. izin tertulis dari orang tua atau wali;
b. perjanjian kerja antara pengusaha dengan orang tua atau wali;
c. waktu kerja maksimum 3 (tiga) jam;
d. dilakukan pada siang hari dan tidak mengganggu waktu sekolah;
e. keselamatan dan kesehatan kerja;
f. adanya hubungan kerja yang jelas; dan
g. menerima upah sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
(3) Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) huruf a, b, f, dan g dikecualikan
bagi anak yang bekerja pada usaha keluarganya.
Pasal 70
1. Anak dapat melakukan pekerjaan di tempat kerja yang merupakan bagian dari
kurikulum pendidikan atau pelatihan yang disahkan oleh pejabat yang berwenang.
2. Anak sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) paling sedikit berumur 14 (empat belas)
tahun.
3. Pekerjaan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dapat dilakukan dengan syarat :
a. diberi petunjuk yang jelas tentang cara pelaksanaan pekerjaan serta bimbingan
dan pengawasan dalam melaksanakan pekerjaan; dan
b. diberi perlindungan keselamatan dan kesehatan kerja.
Pasal 71
1. Anak dapat melakukan pekerjaan untuk mengembangkan bakat dan minatnya.
2. Pengusaha yang mempekerjakan anak sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) wajib
memenuhi syarat :
a. di bawah pengawasan langsung dari orang tua atau wali;
b. waktu kerja paling lama 3 (tiga) jam sehari; dan
c. kondisi dan lingkungan kerja tidak mengganggu perkembangan fisik, mental,
sosial, dan waktu sekolah.
3. Ketentuan mengenai anak yang bekerja untuk mengembangkan bakat dan minat
sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan ayat (2) diatur dengan Keputusan
Menteri.
Perlu diketahui bahwa apabila pengusaha/perusahaan mempekerjakan anak, maka anak
tersebut haruslah dipisahkan dari tempat pekerja/buruh dewasa (Sesuai Pasal 72 UU No
13 Tahun 2003). Kesimpulannya adalah untuk dapat mempekerjakan anak, ada syarat-
syarat yang perlu dipenuhi oleh pengusaha. Dan tujuan dari mempekerjakan anak adalah
bukan untuk eksploitasi. Oleh karena itu, perlu peran pemerintah dan masyarakat dalam
pengawasan hal ini.
b. Apakah pekerjaan yang dapat dilakukan oleh pekerja anak ?
Jawab :
1. Pekerjaan Ringan
Anak yang berusia 13 sampai dengan 15 tahun diperbolehkan melakukan pekerjaan
ringan sepanjang tidak mengganggu perkembangan dan kesehatan fisik,mental dan
sosial.
2. Pekerjaan dalam rangka bagian kurikulum pendidikan atau pelatihan.
Anak dapat melakukan pekerjaan yang merupakan bagian dari kurikulum pendidikan
atau pelatihan yang disahkan oleh pejabat yang berwenang dengan ketentuan :
- Usia paling sedikit 14 tahun.
- Diberi petunjuk yang jelas tentang cara pelaksanaan pekerjaan serta mendapat
bimbingan dan pengawasan dalam melaksanakan pekerjaan.
- Diberi perlindungan keselamatan dan kesehatan kerja
3. Pekerjaan untuk mengembangkan bakat dan minat.
Untuk mengembangkan bakat dan minat anak dengan baik, makan anak perlu
diberikan kesempatan untuk menyalurkan bakat dan minatnya.Untuk menghindarkan
terjadinya eksploitasi terhadap anak, pemerintah telah mengesahkan kebijakan
berupa Kepmenakertrans No. Kep. 115/Men/VII/2004 tentang Perlindungan bagi
Anak Yang Melakukan Pekerjaan Untuk Mengembangkan Bakat dan Minat.

c. Pekerjaan apa saja yang tidak dibolehkan diberikan kepada pekerja anak ?
Jawab :
Sesuai dengan Undang-Undang No. 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan, ada
beberapa hal yang tidak bolehkan diberikan kepada pekerja anak. Pekerjaan-pekerjaan
itu dikelompokkan dalam pekerjaan-pekerjaan yang terburuk. Hal ini sesuai dengan bunyi
Pasa 74 yang berbunyi sebagai berikut :
Pasal 74
1. Siapapun dilarang mempekerjakan dan melibatkan anak pada pekerjaan- pekerjaan
yang terburuk.
2. Pekerjaan-pekerjaan yang terburuk yang dimaksud dalam ayat (1) meliputi:
a. segala pekerjaan dalam bentuk perbudakan atau sejenisnya;
b. segala pekerjaan yang memanfaatkan, menyediakan, atau menawarkan anak
untuk pelacuran, produksi pornografi, pertunjukan porno, atau perjudian;
c. segala pekerjaan yang memanfaatkan, menyediakan, atau melibatkan anak untuk
produksi dan perdagangan minuman keras, narkotika, psikotropika, dan zat adiktif
lainnya; dan/atau
d. semua pekerjaan yang membahayakan kesehatan, keselamatan, atau moral
anak.
3. Jenis-jenis pekerjaaan yang membahayakan kesehatan, keselamatan, atau moral
anak sebagaimana di-maksud dalam ayat (2) huruf d ditetapkan dengan Keputusan
Menteri.
Lebih lanjut, mengenai pekerjaan yang membahayakan kesehatan, keselamatan,
atau moral anak, dapat dilihat dalam Lampiran Keputusan Menteri Tenaga Kerja
Dan Transmigrasi Republik Indonesia Nomor KEP-235/MEN/2003 Tahun 2003
Tentang Jenis-Jenis Pekerjaan Yang Membahayakan Kesehatan, Keselamatan
Atau Moral Anak (“Kepmenaker 235/2003”), yaitu:
a. Jenis-Jenis Pekerjaan yang Membahayakan Kesehatan dan Keselamatan Anak:
1. Pekerjaan yang berhubungan dengan mesin, pesawat, Instalasi, dan
peralatan lainnya;
2. Pekerjaan yang dilakukan pada lingkungan kerja yang berbahaya (bahaya
fisik, bahaya biologis, bahaya kimia);
3. Pekerjaan yang mengandung sifat dan keadaan berbahaya tertentu;
- Pekerjaan konstruksi bangunan, jembatan, irigasi atau jalan;
- Pekerjaan yang dilakukan dalam perusahaan pengolahan kayu seperti
penebangan, pengangkutan dan bongkar muat;
- Pekerjaan mengangkat dan mengangkut secara manual beban di atas 12
kg untuk anak laki-laki dan di atas 10 kg untuk anak perempuan;
- Pekerjaan dalam bangunan tempat kerja yang terkunci;
- Pekerjaan penangkapan ikan yang dilakukan di lepas pantai atau di
perairan laut dalam;
- Pekerjaan yang dilakukan di daerah terisolir dan terpencil;
- Pekerjaan di kapal;
- Pekerjaan yang dilakukan dalam pembuangan dan pengolahan sampah
atau daur ulang barang-barang bekas;
- Pekerjaan yang dilakukan antara pukul 18.00 - 06.00.

b. Jenis-Jenis Pekerjaan yang Membahayakan Moral Anak


- Pekerjaan pada usaha bar, diskotik, karaoke, bola sodok, bioskop, panti pijat
atau lokasi yang dapat dijadikan tempat prostitusi;
- Pekerjaan sebagai model untuk promosi minuman keras, obat perangsang
seksualitas dan/atau rokok.

3. Anton adalah pekerja di Perusahaan PT. Angin Ribut. Telah bekerja mulai 4 Januari 2017.
Pada suatu hari ibu kandungnya mendadak sakit keras dan harus dibawa Anton ke RS. Harapan
Hidup. Karena harus menginap Anton terpaksa diminta dokter menemani ibunya. Dokter
menyampaikan pesan bahwa ibunya harus terus didampingi dan tidak boleh ditinggal. Besoknya
Anton berencana menelpon ke tempat dimana dia bekerja, akan tetapi lupa membawa HP.
Akhirnya Anton meminjam telepon RS dan menelpon ke rekan kerjanya, karena hanya rekan
kerja yang dia ingat no. kontaknya dan menyampaikan agar diinformasikan ke pimpinan bahwa
dia sedang di RS. Akhirnya setelah 5 hari di RS. Ibunya sudah bisa dibawa pulang. Besoknya
Anton masuk kerja dan alangkah terkejutnya ketika pimpinan perusahaan memanggilnya dan
menyerahkan surat pemberhentian dengan alasan pengunduran diri.
Pertanyaan :
a. Apakah tindakan Anton yang tidak masuk selama 5 (lima) hari tersebut dapat dikualiifkasi
sebagai tindakan mangkir atau pengunduran diri ?
Jawab :
Menurut saya, tindakan Anton yang tidak masuk selama 5 (lima) hari tersebut tidak dapat
dikualiifkasi sebagai tindakan mangkir atau pengunduran diri.
Bisa dibuktikan bahwa Tindakan yang dilakukan pimpinan perusahaan tersebut adalah keliru.
1. Anton tidak dapat dikualifikasikan sebagai Tindakan mangkir
Pada Pasal 168 dijelaskan tentang PHK akibat Tindakan mangkir. Tindakan mangkir
disini dikualifikasikan apabila pekerja tidak masuk kerja selama 5 hari atau lebih berturut-
turut tanpa keterangan secara tertulis yang dilengkapi dengan bukti yang sah dan telah
dipanggil oleh pengusahan 2 kali secara berturut-turut.
Anton sudah memberitahukan alasan mengapa ia tidak masuk kerja meskipun melalui
telepon. Dan juga ia belum pernah dimintai keterangan atau dipanggil oleh pimpinan
perusahaan tersebut. Artinya dia tidak mangkir, tetapi tidak masuk kerja karena alasan
tertentu.
Selain itu, Anton bisa saja pada saat masuk kerja membuktikan alasannya tidak masuk
kerja (Pasal 168 ayat 2). Akan tetapi yang terjadi malah dia dipanggil dan menyerahkan
surat pemberhentian dengan alasan pengunduran diri. Menurut saya ini tidaklah cocok
dikategorikan sebagai Tindakan mangkir
2. Anton tidak dapat dikualifikasikan sebagai Tindakan pengunduran diri.
Memang betul apabila tidak masuk kerja selama 5 hari atau lebih berturut-turut tanpa
keterangan secara tertulis yang dilengkapi dengan bukti yang sah dan telah dipanggil
oleh pengusahan 2 kali secara berturut-turut.bisa dikulifikasikan sebagai pengunduran
diri. Alasannya telah disebutkan seperti yang telah dijelaskan di atas. Intinya adalah dia
memberi kabar/alasan mengapa ia tidak masuk kerja.
Nah di sisi lain, Anton tidak pernah ingin benar-benar keluar dari perusahaannya atas
kemauan ia sendir atau tugas dan fungsinya tidak me-wakili kepentingan pengusaha
(Pasal 162) Ia hanya disuruh untuk menyerahkan surat pengunduran diri karena diminta
oleh pimpinannya.
Oleh karena itu, dia juga tidak bisa dikualifikasikan sebagai Tindakan pengunduran diri.

b. Selain pengunduran diri adakah alasan yang dapat digunakan perusahaan untuk
melakukan pemberhentian terhadap pekerja/buruh ?
Jawab :
Berikut adalah alasan-alasan PHK yang diatur dalam Pasal 158-172 UU No. 13 tahun
2003 mengenai Ketenagakerjaan yaitu :
a. PHK Karena kesalahan Berat (Pasal158)
Kesalahan yang dimaksud yaitu pekerja/buruh melakukan penipuan, pencurian, atau
penggelapan barang dan/atau uang milik perusahaan, memberikan keterangan palsu
atau yang dipalsukan sehingga merugikan perusahaan, mabuk, meminum minuman
keras yang memabukkan, memakai dan/atau mengedarkan narkotika, psikotropika, dan
zat adiktif lainnya di lingkungan kerja, dsb..
b. PHK karena ditahan yang berwajib Bukan Pengaduan Pengusaha (Pasal 160)
Dalam hal pekerja/buruh ditahan pihak yang berwajib karena diduga melakukan
tindak pidana bukan atas pengaduan pengusaha, maka pengusaha tidak wajib
membayar upah tetapi wajib memberikan bantuan kepada keluarga pekerja/buruh
yang menjadi tanggungannya dengan ketentuan sebagai berikut :
a. untuk 1 (satu) orang tanggungan : 25% (dua puluh lima perseratus) dari upah;
b. untuk 2 (dua) orang tanggungan : 35% (tiga puluh lima perseratus) dari upah;
c. untuk 3 (tiga) orang tanggungan : 45% (empat puluh lima perseratus) dari upah;
d. untuk 4 (empat) orang tanggungan atau lebih : 50% (lima puluh perseratus) dari
upah.
c. PHK Karena sudah mendapat Surat Peringatan (Pasal 161)
Dalam hal pekerja/buruh melakukan pelanggaran ketentuan yang diatur dalam perjanjian
kerja, peraturan perusahaan atau perjanjian kerja bersama, pengusaha dapat
melakukan pemutusan hubungan kerja, setelah kepada pekerja/buruh yang
bersangkutan diberikan surat peringatan pertama, kedua, dan ketiga secara berturut-
turut.
d. PHK karena mengundurkan diri (Pasal 162)
Pekerja/buruh yang mengundurkan diri atas kemauan sendiri, memperoleh uang
penggantian hak sesuai ketentuan yaitu Uang penggantian hak yang seharusnya
diterima, meliputi :
a. cuti tahunan yang belum diambil dan belum gugur;
b. biaya atau ongkos pulang untuk pekerja/buruh dan keluarganya ketempat dimana
pekerja/buruh diterima bekerja;
c. penggantian perumahan serta pengobatan dan perawatan ditetapkan 15% (lima
belas perseratus) dari uang pesangon dan/atau uang penghargaan masa kerja bagi
yang memenuhi syarat;
d. hal-hal lain yang ditetapkan dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan atau
perjanjian kerja bersama. PHK dengan alasan pengunduran diri atas kemauan
sendiri dilaukan tanpa perlu penetapan lembaga PPHI.
e. PHK karena perubahan status, Penggabungan, peleburan atau perubahan
Kepemilikan Perusahaan (Pasal 163)
Karena alasan diatas, maka pekerja/buruh berhak atas uang pesangon sebesar 1 (satu)
kali sesuai ketentuan Pasal 156 ayat (2), uang perhargaan masa kerja 1 (satu) kali
ketentuan Pasal 156 ayat (3) dan uang penggantian hak sesuai ketentuan dalam
Pasal156 ayat (4) ( pada poin 4 diatas)
f. PHK Karena perusahaan tutup (Pasal 164)
Pengusaha dapat melakukan pemutusan hubungan kerja terhadap pekerja/buruh
karena perusahaan tutup yang disebabkan perusahaan mengalami kerugian secara
terus menerus selama 2 (dua) tahun, atau keadaan memaksa (force majeur), dengan
ketentuan pekerja/buruh berhak atas uang pesangon sebesar 1 (satu) kali ketentuan.
Pasal 156 ayat (2) uang penghargaan masa kerja sebesar 1 (satu) kali ketentuan Pasal
156 ayat (3) dan uang penggantian hak sesuai ketentuan Pasal 156 ayat (4).
g. PHK Karena perusahaan pailit(Pasal 165)
Pengusaha dapat melakukan pemutusan hubungan kerja terhadap pekerja/ buruh karena
perusahaan pailit, dengan ketentuan pekerja/buruh berhak atas uang pesangon sebesar 1
(satu) kali ketentuan Pasal 156 ayat (2), uang penghargaan masa kerja sebesar 1 (satu)
kali ketentuan Pasal 156 ayat (3) dan uang penggantian hak sesuai ketentuan Pasal 156
ayat (4)
h. PHK karena meninggal dunia (Pasal 166)
Dalam hal hubungan kerja berakhir karena pekerja/buruh meninggal dunia, kepada ahli
warisnya diberikan sejumlah uang yang besar perhitungannya sama dengan perhitungan
2 (dua) kali uang pesangon sesuai ketentuan Pasal 156 ayat (2), 1 (satu) kali uang
penghargaan masa kerja sesuai ketentuan Pasal 156 ayat (3), dan uang penggantian
hak sesuai ketentuan Pasal 156 ayat (4)
i. PHK karena usia Pensiun (Pasal 167)
Pengusaha dapat melakukan pemutusan hubungan kerja terhadap pekerja/buruh
karena memasuki usia pensiun dan apabila pengusaha telah mengikutkan pekerja/buruh
pada program pensiun yang iurannya dibayar penuh oleh pengusaha, maka
pekerja/buruh tidak berhak mendapatkan uang pesangon sesuai ketentuan Pasal 156
ayat (2), uang penghargaan masa kerja sesuai ketentuan Pasal 156 ayat (3), tetapi tetap
berhak atas uang penggantian hak sesuai ketentuan Pasal 156 ayat (4).
j. PHK karena mangkir (Pasal 168)
Pekerja/buruh yang mangkir selama 5 (lima) hari kerja atau lebih berturut-turut tanpa
keterangan secara ter tulis yang dilengkapi dengan bukti yang sah dan telah dipanggil
oleh pengusaha 2 (dua) kali secara patut dan tertulis dapat diputus hubungan kerjanya
karena dikualifikasikan mengundurkan diri.
k. PHK karena kesalahan Berat Pengusaha (Pasal 169)
Pekerja/buruh dapat mengajukan permohonan pemutusan hubungan kerja kepada
lembaga penyelesaian perselisihan hubungan industrial dalam hal pengusaha melakukan
perbuatan sebagai berikut :
- menganiaya, menghina secara kasar atau mengancam pekerja/buruh;
- membujuk dan/atau menyuruh pekerja/buruh untuk melakukan perbuata yang
bertentangan dengan peraturan perundang-undangan;
- tidak membayar upah tepat pada waktu yang telah ditentukan selama 3 (tiga) bulan
berturut-turut atau lebih;
l. PHK tanpa Penetapan Lembaga Penyelesaian Perselisihan Hubungan
Industrial (Pasal 171)
Pekerja/buruh yang mengalami pemutusan hubungan kerja tanpa penetapan lembaga
penyelesaian perselisihan hubungan industrial yang berwenang tidak dapat menerima
pemutusan hubungan kerja tersebut, maka pekerja/buruh dapat mengajukan gugatan ke
lembaga penyelesaian perselisihan hubungan industrial dalam waktu paling lama 1 (satu)
tahun sejak tanggal dilakukan pemutusan hubungan kerjanya.
m. PHK karena sakit berkepanjangan (Pasal 172)
Pekerja/buruh yang mengalami sakit berkepanjangan, mengalami cacat akibat
kecelakaan kerja dan tidak dapat melakukan pekerjaannya setelah melampaui batas
12 (dua belas) bulan dapat mengajukan pemutusan hubungan kerja dan diberikan
uang pesangon 2 (dua) kali), uang penghargaan masa kerja 2 (dua) kali dan uang
pengganti hak 1 (satu) kali.

3. Setiap pekerja berhak memperoleh penghasilan yang memberikan perlindungan


penghidupan yang layak bagi kemanusiaan sebagaimana dijamin dalam Undang-Undang
Dasar Negara Rupublik Indonesia Tahun 1945, namun terkadang banyak
perusahaan yang tidak memperhatikan sistem pengupahan yang ada dan berlaku di
Indonesia.
Pertanyaan :
a. Bagaimana konsep pengupahan yang memberikan perlindungan terhadap pekerja/buruh ?
Jawab :
Menurut saya idealnya suatu pengupahan tidak lain adalah terwujudnya Peningkatan
Kesejahteraan. Konsep pengupahan yang memberikan perlindungan terhadap
pekerja/buruh dapat kita pahami dalam Pasal 88 ayat (1) Undang-undang
Ketenagakerjaan.
Pengupahan yang merupakan aspek penting dalam perlindungan pekerja/buruh secara
tegas diamanatkan dalam Pasal 88 ayat (1) Undang-undang Ketenagakerjaan yang
bebrunyi bahwa setiap pekerja/buruh berhak memperoleh penghasilan yang memenuhi
penghidupan yang layak bagi kemanusiaan. Lebih lanjut dalam penjelasan dari Pasal 88
ayat (1) UU Ketenagakerjaan diterangkan, bahwa yang dimaksud dengan penghasilan
yang memenuhi penghidupan yang layak adalah jumlah penerimaan atau pendapatan
pekerja/buruh dari hasil pekerjaannya sehingga mampu memenuhi kebutuhan hidup
pekerja/buruh dan keluarganya secara wajar yang meliputi makanan dan minuman,
sandang, perumahan, pendidikan, kesehatan, rekreasi dan jaminan hari tua.
Upah yang dibayarkan kepada pekerja/buruh harus memenuhi ketentuan upah minimun,
sesuai dengan Pasal 1 ayat (1) Peraturan Menteri Tenaga Kerja Nomor Per01/Men/1999
tentang Upah Minimum, yang dimaksud dengan upah minimum adalah upah bulanan
yang terendah, terdiri dari upah pokok dan tunjangan tetap.

b. Komponen apa saja yang harus ada dalam sistem pemberian upah kepada
pekerja/buruh?
Jawab :
Penghasilan pekerja/buruh yang diperoleh dari pengusaha berdasar pada Surat Edaran
Menteri Tenaga Kerja R.I. No: SE-07/MEN/1990 terdiri atas upah dan bukan upah.
Penghasilan upah komponennya terdiri dari:
a. Upah Pokok yaitu imbalan dasar yang dibayarkan kepada pekerja/burul menurut
tingkat atau jenis pekerjaan yang besarnya ditetapkan berdasarkan kesepakatan
b. Tunjangan Tetap yaitu suatu pembayaran yang teratur berkaitan dengan pekerjaan
yang diberikan secara etap untuk pekerja/buruh dan keluarganya serta dibayarkan
dalam satuan waktu yang sama dengan pembayaran upah pokok seperti tunjangan
istri, tunjangan anak, tunjangan jabatan dan lain-lain. Tunjangan tetap
pembayarannya dilakukan secara teratur dan tidak dikaitkan dengan kehadirar
pekerja/buruh atau pencapaian suatu prestasi kerja tertentu
c. Tunjangan Tidak Tetap yaitu suatu pembayaran yang secara langsung maupun tidak
langsung berkaitan dengan pekerja/buruh dan keluarganya serta dibayarkan menurut
satuan waktu yang tidak sama dengan waktu pembayaran upah pokok seperti
tunjangan transpor atau tunjangan makan apabila diberikan berdasarkan kehadiran
pekerja/buruh

Sementara itu, penghasilan yang bukan upah terdiri atas :


a. Fasilitas yaitu kenikmatan dalam bentuk nyata/natura yang diberikan perusahaan oleh
karena hal-hal khusus atau untuk meningkatkan kesejahteraan pekerja/buruh seperti
fasilitas kendaraan, pemberian makan cuma-cuma, sarana ibadah, tempat penitipan bayi
dan lain-lain
b. Bonus yaitu pembayaran yang diterima pekerja dari hasil keuntungan perusahaan atau
karena pekerja berprestasi meningkatkan produksi dari target nommal.
c. Tunjangan Hari Raya (THR), gratifikasi dan pemberian keuntungan lainnya
Setiap pekeria/buruh berhak memperoleh penghasilan yang memenuhi penghidupan yang
layak bagi kemanusiaan (Pasal 88 ayat 1 No. 13/2003). Kebijakan pemerintah mengenai
pengupahan yang melindungi pekerja/buruh meliputi:
a. upah minimum
b. upah kerja lembu
c. upah tidak masuk kerja karena melakukan kegiatan lain di luar pekerjaannya
d. upah tidak masuk kerja karena berhalangan
e. upah karena menjalankan hak waktu istirahat kerjanya
f. bentuk dan cara pembayaran upah
g. hal-hal yang dapat diperhitungkan dengan upah
h. denda dan potongan upah;
i. struktur dan skala pengupahan yang proporsional;
j. upah untuk pembayaran pesangon;
k. dan upah untuk perhitungan pajak penghasilan.
Komponen upah sendiri terdiri dari upah pokok dan tunjangan tetap, maka besarnya upah
pokok sedikit-dikitnya 75% dari jumlah upah pokok dan tunjangan tetap (Pasal 94 UU No.
13/2003).

c. Dalam menentukan sistem pengupahan, pungusaha melakukan beberapa


pendekatan, jelaskan pendekatan-pendekatan dimaksud ?
Jawab :
Kebijakan pemerintah mengenai pengupahan di Indonesia adalah
Peraturan Pemerintah Nomor 78 Tahun 2015 pada hakikatnya
mengatur pengupahan secara menyeluruh yang mampu menjamin kelangsungan hidup
secara layak bagi pekerja/buruh dan keluarganya sesuai dengan perkembangan dan
kemampuan dunia usaha.
Terdapat beberapa pendekatan yang biasa digunakan oleh pengusaha dalam
menentukan sistem upah bagi para pekerjanya, diantaranya sebapai berikut:
a. Sistem Upah Menurut Waktu
Sistem ini ketentuan pembayaran upahnya menurut waktu kerja. Ketentuannya bisa
berdasarkan per jam, per hari, per minggu atau per bulan Misalnya perusahaan
kontraktor menetapkan pembayaran upahnya per harn sebesar Rp. 80.000, maka
jika seorang pekerja bekerja selama 10 hari, upah yang akan dia terima sebesar 10
hari x Rp. 80.000= Rp.800.000.
Nilai positif dari sistem upah menurut waktu membuat pekerja tidak perlu bekerja
terburu-buru dan pekerja tahu dengan pasti jumlah upah yang akan diterima. Hanya
dampak negatifnya pekerja biasanya kurang giat dan kurang teliti, karena besarnya
upah tidak didasarkan atas prestasi kerja.
b. Sistem Upah Borongan
Sistem upah borongan pada dasarnya merupakan balas jasa atas suatu pekerjaan
yang dipaketkan atau diborongkan. Misalnya, upah untuh membangun gerbang
perumahan pembuatannya diborongkan kepad perusahaan yang bergerak dibidang
kontraktor bangunan. Kebaikan sistem upah borongan, pekerja mengetahui dengan
pasti jumlah upah yang akan diterima. Bagi majikan, tidak perlu berhubungan
langsung dengan pekerja dan mengetahui dengan pasti berapa jumlah upah yang
harus dibayarkan untuk menyelesaikan suatu pekerjaan. Keburukan sistem upah
borongan jika terjadi salah perhitungan, pekerjaan tidak dapat diselesaikan dan
terhenti di tengah jalan
c. Sistem Co-Parnership
Sistem ini memberikan upah kepada pekerjanya berupa saham atau obligasi
perusahaan. Dengan saham atau obligasi tersebut, para pekerja merasa memiliki
sendiri perusahaan tersebut. Dalam sistem ini, pengusaha dan pekerja merupakan
partner atau mitra usaha. Kebaikan sistem CoPartmership apabila perusahaan
mendapatkan keuntungan besar maka pekeria menerima upah yang besar pula.
Keburukan sistem Co-Partnership pada saat perusaan mendapatkan kerugian
maka masing-masing uang yang ditanamkan dalam saham tidak memberikan
keuntungan.
d. Sistem Upah Bagi Hasil
Sistem ini memberikan upah kepada pekerjanya dengan sistem bagi hasil.
Biasanya digunakan dalam penggarapan lahan pertanian dimana pemilik lahan dan
penggarap lahan membagi hasil pertaniannya dengan presentase tertentu sesuai
dengan kesepakatan bersama.
e. Sistem Upah Menurut Prestasi
Sistem ini menentukan upah berdasarkan prestasi kerja yang diperolch oleh para
pekerja. Dengan demikian, besarmya upah yang diperoleh oleh seorang pekerja
bergantung kepada banyak sedikitnya hasil yang dicapai dalam waktu tertentu oleh
pekerja tersebut. Sistem upah ini misalnya berlaku pada bidang marketing
berdasarkan komisi atau marekting asuransi.
f. Sistem Upah Skala
Sistem ini menentukan besaran upah berdasarkan tingkat kemajuan dan
kemunduran hasil penjualan. Jika hasil penjualan meningkat maka upah
bertambah, dan sebaliknya. Kebaikan dari sistem ini pekerja giat bekerja dan
produktivitasnya tinggi. Keburukan sistem ini kualitas kerja kadang kurang
diperhatikan sebagai akibat pekeria bekerja terlampau keras dan jumlah upah tidak
tetap.
g. Sistem Upah Premi
Sistem ini merupakan kombinasi sistem upah prestasi yang ditambah dengan
sejumlah premi tertentu. Misalnya seorang penjahit bisa menyelesaikan 50 potong
pakaian dalam 1 jam maka dibayar Rp 10.000 dan jika terdapat kelebihan dari 50
potong maka diberikan premi. Misalnya prestasi kerjanya 60 potong per jam maka
penjahit tersebut akan mendapatkan Rp 10.000 ditambah (10/50x Rp 10.000) Rp
12.000 dan seterusnya
h. Sistem Bonus
Sistem ini memberikan upah tambahan kepada pekerja dari sebagian keuntungan
perusahaan pada akhir tahun buku. Jadi, selain upah tetap bulanan, pekerja
mendapatkan upah tambahan sebagai bonus atas partisipasinya dalam
membangun perusahaan sehingga mendapatkan keuntungan. Kebaikan sistem ini
pekerja ikut bertanggung jawab bahkan berkepentingan atas kemajuan
perusahaan. Keburukan sistem ini tidak semua pekerja mampu menunjukkan hasil
yang dicapai atas kemajuan perusahaanh.
i. Sistem Upah Indeks Biaya Hidup
Sistem ini mengaitkan pemberian upah dengan turun naiknya biaya hidup. Jika
biaya hidup meningkat maka upah pekerja dinaikan, dan sebaliknya. Dalam sistem
ini, upah dapat dibayarkan dalam bentuk barang seperti sembako.
j. Upah Lembur
Upah lembur adalah upah yang diberikan ketika buruh bekerja melebihi waktu kerja
yang telah diatur dalam peraturan perburuhan/ketenagakerjaan yaitu lebih dari 8
jam sehari untuk 5 hari kerja, dan 7 jam sehari untuk 6 hari kerja, atau jumlah
akumulasi kerjanya 40 jam seminggu. Upah lembur juga diberikan ketika buruh
bekerja pada waktu istirahat mingguan dan hari-hari besar yang ditetapkan
pemerintah, peraturan membatasi waktu lembur selama 3 jam per hari atau 14 jam
seminggu. Upah lembur untuk kerja lembur yang dilakukan pada hari biasa (lembur
tidak dilakukan pada saat istirahat mingguan atau libur resmi yang ditetapkan oleh
pemerintah) adalah :
1. Untuk 1 jam pertama besaran upah lembur adalah 1,5 kali dari upah lebur per
jam
2. Upah untuk setiap jam lembur berikutnya besaran upah lembur adalah 2 kali
dari upah lembur per jam
k. Upah Mininum
Upah Minimum adalah suatu standar minimum yang digunakan oleh para
pengusaha atau pelaku industri untuk memberikan upah kepada pekerja di dalam
lingkungan usaha atau kerjanya. Karena pemenuhan kebutuhan yang layak di
setiap provinsi berbeda-beda maka disebut Upah Minimum Provinsi.
Pasal 89 Undang-Undang Nomor 13 menyatakan bahwa penentuan upah minimum
diarahkan kepada pemenuhan kebutuhan kehidupan yang layak. Upah minimum
ditentukan oleh Gubernur setelah mempertimbangkan rekomendasi dari Dewan
Pengupahan Provinsi yang terdiri dari pihak pengusaha, pemerintah dan serikat
buruh/serikat pekerja ditambah perguruan tinggi dan pakar.
Upah minimum pada dasarnya dimaksudkan untuk menjaga agar pekerja yang
paling marginal di pasar tenaga kerja dapat tetap menerima upah yang wajar dan
layak. Pemerintah secara periodik menyesuaikan kenaikan upah minimum untuk
mencerminkan perubahan tingkat kesempatan kerja, produktivitas pekerja dan
penetapan per kapita

4. Jaminan Sosial Tenaga Kerja pada prinsipnya memberikan perlindungan dasar


untuk memenuhi kebutuhan minimal bagi tenaga kerja dan keluarganya dan juga sering
kita mendengar istilah tenaga kerja harian lepas, borongan, dan perjajian kerja waktu
tertentu dan tidak tertentu. Khusus pekerja harian lepas dapat terlihat dalam Surat
Keputusan Menteri Tenaga Kerja No. KEP-150/MEN/1999.
Pertanyaan :
a. Apakah setiap tenaga kerja harian lepas, borongan, dan perjanjian kerja waktu
tertentu dan tidak tertentu mendapatkan perlindungan semua jenis dalam Jaminan
Sosial Tenaga Kerja dan jenis jaminan sosial tenaga kerja apa saja memungkinkan
diberikan bagi tenaga kerja.
Jawab :
Setiap tenaga kerja harian lepas, borongan, dan perjanjian kerja waktu tertentu
dan tidak tertentu pada dasarnya mendapatkan perlindungan dalam Jaminan
Sosial Tenaga Kerja, namun tidak semua jenis dan ada ketentuannya.
Tenaga kerja harian lepas, borongan dan yang bekerja berdasarkan perjanjian kerja
waktu tertentu (PKWT) memiliki kekhasan tersendiri terutama dalam penerimaan
upah yang sifatnya tidak teratur, tidak seperti pada karyawan tetap. Oleh karena itu,
program Jamsostek untuk tenaga kerja harian lepas, borongan atau PKWT memiliki
aturan-aturan yang bersifat khusus dan tersendiri, sebagaimana diatur dalam surat
Keputusan Menteri Tenaga Kerja R.I No. KEP-150/MEN/1999.
Hal yang paling pokok adalah bahwa setiap tenaga kerja wajib dilindungi program
Jamsostek. Dalam hal tata cara pendaftaran kepesertaan bagi tenaga harian lepas,
borongan dan tenaga kerja berdasarkan PKWT tidak berbeda dengan tenaga
kerja/karyawan tetap. Demikian pula besarnya iuran untuk masing-masing program.
Perbedaannya terletak pada program-program yang wajib diikuti bagi
karyawan/pekerja/buruh kontrak.

Jenis jaminan sosial tenaga kerja yang mungkin diberikan bagi tenaga kerja yang
telah disebutkan diatas yaitu seperti JKK (Jaminan Kecelakaan Keria), JK (Jaminan
Kematian), JHT( Jaminan Hari Tua) dan/atau JPK (Jaminan Pelayanan Kesehatan).
namun ketentuan lebih lanjut akan dijelaskan pada 4b.

b. Dalam pemberian Jaminan Sosial Tenaga Kerja bagi tenaga kerja harian lepas,
borongan, dan perjanjian kerja waktu tertentu dan tidak tertentu memiliki perbedaan,
tunjukkan perbedaan yang seperti apa dalam pemberian Jaminan Sosial Tenaga
Kerja terhadap jenis tenaga kerja tersebut ?
Jawab :
Perbedaan dalam pemberian Jamsostek yaitu terletak pada lamanya waktu Tenaga
Pekerja bekerja untuk sebuah perusahaan, lebih lanjut adalah sebagai berikut :
a. Bagi tenaga kerja harian lepas yang bekerja kurang dari tiga bulan wajib
diikutsertakan dalam program JKK (Jaminan Kecelakaan Keria) dan JK
(Jaminan Kematian)
b. Apabila tenaga kerja tersebut dipekerjakan selama tiga bulan berturut turut atau
lebih dengan jumlah hari kerja sekurang-kurangnya 20 (duapuluh) hari per
bulan maka pengusaha wajib mengikutkan dalam program JKK, JK, JHT(
Jaminan Hari Tua), dan JPK (Jaminan Pelayanan Kesehatan). Kewajiban
tersebut harus dilaksanakan setelah tenaga kerja bersangkutan melewati masa
kerja tiga bular berturul-turut.
c. Ketentuan program Jamsostek pada tenaga kerja harian lepas berlaku pula
bagi pengusaha yang mempekerjakan tenaga kerja borongan.
Lebih lanjut dalam Keputusan Menteri Tenaga Kerja R.I No. KEP-
150/MEN/1999 diatur sebagai berikut :
d. Pengusaha yang mempekerjakan tenaga kerja PKWT selama tiga bulan secara
berturut-turut atau lebih wajib mengikutsertakannya dalam program Jaminan
Kecelakaan Kerja, Jaminan Kematian, Jaminan Hari Tua, dan Jaminan
Pemeliharaan Kesehatan. (Pasal 13 ayat 1)
e. Pengusaha yang mempekerjakan tenaga kerja PKWT kurang dari tiga bulan
secara berturut-turut wajib mengikutsertakannya dalam program Jaminan
Kecelakan Kerja dan Jaminan Kematian. (Pasal 13 ayat 2)
f. Dalam hal hubungan kerja tenaga kerja PKWT sebagaimana dimaksud pada
ayat (2) diperpanjang sehingga bekerja selama tiga bulan secara berturut-turut
atau lebih, pengusaha wajib mengikutsertakannya dalam program Jaminan
Kecelakaan Kerja, Jaminan Kematian, Jaminan Hari Tua, dan Jaminan
Pemeliharaan Kesehatan terhitung mulai perpanjangan PKWT. (Pasal 13 ayat
3)

You might also like