You are on page 1of 19

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Tinjauan Pustaka

2.1.1 Antibiotik

2.1.1.1 Pengertian Antibiotik

Antibiotik adalah agen yang digunakan untuk mencegah

dan mengobati suatu infeksi karena bakteri. Akan tetapi istilah

antibiotik sebenarnya mengacu pada zat kimia yang dihasilkan

oleh satu macam organisme, terutama fungi, yang menghambat

pertumbuhan atau membunuh organisme yang lain (Febiana,

2012).

2.1.1.2 Penggolongan Antibiotik

1. Berdasarkan struktur kimia antibiotic

Berdasarkan struktur kimianya, antibiotik

dikelompokkan sebagai berikut:

a. Golongan Aminoglikosida, antara lain amikasin,

dibekasin, gentamisin, kanamisin, neomisin, netilmisin,

paromomisin, sisomisin, streptomisin, tobramisin.

b. Golongan Beta-Laktam, antara lain golongan karbapenem

(ertapenem, imipenem, meropenem), golongan

sefalosporin (sefaleksin, sefazolin, sefuroksim,

sefadroksil, seftazidim), golongan beta-laktam monosiklik,

7
8

dan golongan penisilin (penisilin, amoksisilin). Penisilin

adalah suatu agen antibakterial alami yang dihasilkan dari

jamur jenis Penicillium chrysognum.

c. Golongan Glikopeptida, antara lain vankomisin,

teikoplanin, ramoplanin dan dekaplanin.

d. Golongan Poliketida, antara lain golongan makrolida

(eritromisin, azitromisin, klaritromisin, roksitromisin),

golongan ketolida (telitromisin), golongan tetrasiklin

(doksisiklin, oksitetrasiklin, klortetrasiklin).

e. Golongan Polimiksin, antara lain polimiksin dan kolistin.

f. Golongan Kinolon (fluorokinolon), antara lain asam

nalidiksat, siprofloksasin, ofloksasin, norfloksasin,

levofloksasin, dan trovafloksasin.

g. Golongan Streptogramin, antara lain pristinamycin,

virginiamycin, mikamycin, dan kinupristin-dalfopristin.

h. Golongan Oksazolidinon, anatara lain linezolid.

i. Golongan Sulfonamida, antara lain kotrimoksazol dan

trimetoprim.

j. Antibiotik lain yang penting, seperti kloramfenikol,

klindamisin dan asam fusidat.

2. Berdasarkan toksisitas selektif

Berdasarkan sifat toksisitas selektif, ada antibiotik yang

bersifat bakteriostatik dan ada yang bersifat bakterisid. Agen


9

bakteriostatik menghambat pertumbuhan bakteri. Sedangkan

agen bakterisida membunuh bakteri. Perbedaan ini biasanya

tidak penting secara klinis selama mekanisme pertahanan

pejamu terlibat dalam eliminasi akhir patogen bakteri.

Pengecualiannya adalah terapi infeksi pada pasien

immunocompromised dimana menggunakan agen-agen

bakterisida.7 Kadar minimal yang diperlukan untuk

menghambat pertumbuhan mikroba atau membunuhnya,

masing – masing dikenal sebagai kadar hambat minimal

(KHM) dan kadar bunuh minimal (KBM). Antibiotik tertentu

aktivitasnya dapat meningkat dari bakteriostatik menjadi

bakterisid bila kadar antimikrobanya ditingkatkan melebihi

KHM (Erry, 2009)

3. Berdasarkan mekanisme kerja antibiotik

Berdasarkan mekanisme kerjanya terhadap bakteri,

antibiotik dikelompokkan sebagai beirkut :

a. Inhibitor sintesis dinding sel bakteri

Memiliki efek bakterisidal dengan cara memecah enzim

dinding sel dan menghambat enzim dalam sintesis dinding

sel. Contohnya antara lain golongan β-Laktam seperti

penisilin, sefalosporin, karbapenem, monobaktam, dan

inhibitor sintesis dinding sel lainnya seperti vancomysin,

basitrasin, fosfomysin, dan daptomysin.


10

b. Inhibitor sintesis protein bakteri

Memiliki efek bakterisidal atau bakteriostatik dengan cara

menganggu sintesis protein tanpa mengganggu sel-sel

normal dan menghambat tahap - tahap sintesis protein.

Obat- obat yang aktivitasnya menginhibitor sintesis

protein bakteri seperti aminoglikosida, makrolida,

tetrasiklin, streptogamin, klindamisin, oksazolidinon,

kloramfenikol.

c. Menghambat sintesa folat

Mekanisme kerja ini terdapat pada obat-obat seperti

sulfonamida dan trimetoprim. Bakteri tidak dapat

mengabsorbsi asam folat, tetapi harus membuat asam folat

dari PABA (asam paraaminobenzoat), pteridin, dan

glutamat. Sedangkan pada manusia, asam folat merupakan

vitamin dan kita tidak dapat menyintesis asam folat. Hal

ini menjadi suatu target yang baik dan selektif untuk

senyawa-senyawa antimikroba.

d. Mengubah permeabilitas membran sel

Memiliki efek bakteriostatik dan bakteriostatik dengan

menghilangkan permeabilitas membran dan oleh karena

hilangnya substansi seluler menyebabkan sel menjadi lisis.

Obat- obat yang memiliki aktivitas ini antara lain

polimiksin, amfoterisin B, gramisidin, nistatin, kolistin.


11

e. Mengganggu sintesis DNA

Mekanisme kerja ini terdapat pada obat-obat seperti

metronidasol, kinolon, novobiosin. Obat-obat ini

menghambat asam deoksiribonukleat (DNA) girase

sehingga mengahambat sintesis DNA. DNA girase adalah

enzim yang terdapat pada bakteri yang menyebabkan

terbukanya dan terbentuknya superheliks pada DNA

sehingga menghambat replikasi DNA.

f. Mengganggu sintesa RNA, seperti rifampisin (Febiana,

2012).

4. Berdasarkan aktivitas antibiotik

Berdasarkan aktivitasnya, antibiotik dikelompokkan sebagai

berikut:

a. Antibiotika spektrum luas (broad spectrum)

Contohnya seperti tetrasiklin dan sefalosporin efektif

terhadap organisme baik gram positif maupun gram

negatif. Antibiotik berspektrum luas sering kali dipakai

untuk mengobati penyakit infeksi yang menyerang belum

diidentifikasi dengan pembiakan dan sensitifitas.

b. Antibiotika spektrum sempit (narrow spectrum)

Golongan ini terutama efektif untuk melawan satu jenis

organisme. Contohnya penisilin dan eritromisin dipakai

untuk mengobati infeksi yang disebabkan oleh bakteri


12

gram positif. Karena antibiotik berspektrum sempit

bersifat selektif, maka obat-obat ini lebih aktif dalam

melawan organisme tunggal tersebut daripada antibiotik

berspektrum luas (Febiana, 2012).

5. Berdasarkan pola bunuh antibiotik

Terdapat 2 pola bunuh antibiotik terhadap kuman yaitu :

a. Time dependent killing. Pada pola ini antibiotik akan

menghasilkan daya bunuh maksimal jika kadarnya

dipertahankan cukup lama di atas Kadar Hambat Minimal

kuman. Contohnya pada antibiotik penisilin, sefalosporin,

linezoid, dan eritromisin.

b. Concentration dependent killing. Pada pola ini antibiotik

akan menghasilkan daya bunuh maksimal jika kadarnya

relatif tinggi atau dalam dosis besar, tapi tidak perlu

mempertahankan kadar tinggi ini dalam waktu lama.

Contohnya pada antibiotik aminoglikosida,

fluorokuinolon, dan ketolid ( Febiana, 2012).

2.1.1.3 Resistensi Antibiotik

Menurut Febiana, 2012, resistensi terhadap antibiotik bisa

karena didapat atau bawaan. Pada resistensi bawaan, semua

spesies bakteri bisa resisten terhadap suatu obat sebelum bakteri

kontak dengan obat tersebut. Yang serius secara klinis adalah

resistensi yang didapat, dimana bakteri yang pernah sensitif


13

terhadap suatu obat menjadi resisten. Resistensi silang juga

dapat terjadi antara obat-obat antibiotik yang mempunyai kerja

yang serupa.

Akumulasi dari penggunaan antibiotik pada suatu

komunitas yang terlalu sering, dapat memicu terjadinya

resistensi bakteri yang didapat terhadap suatu antibiotik. Faktor-

faktor yang memudahkan berkembangnya resistensi bakteri :

1. Penggunaan antibiotik yang terlalu sering

2. Penggunaan antibiotik yang irasional

3. Penggunaan antibiotik baru yang berlebihan

4. Penggunaan antibiotik untuk jangka waktu yang lama

5. Penggunaan antibiotik untuk ternak

6. Lain-lain (kemudahan transportasi modern, perilaku seksual,

sanitasi buruk, dan kondisi rumah yang tidak memenuhi

syarat).

2.1.2 Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA)

Infeksi saluran perfasan akut (ISPA) yaitu infeksi akut yang

meyerang salah satu bagian/lebih dari saluran napas mulai dari hidung

sampai alveoli termasuk adenaksanya (sinus, rongga telinga tengah dan

pleura). Menurut Erry, 2009 bahwa terdapat tiga klasifikasi ISPA yaitu

pneumonia, pneumonia berat dan batuk bukan pneumonia. Pneumonia

balita ditandai dengan adanya gejala batuk dan atau kesukaran bernafas

seperti nafas cepat, tarikan hidung dada bagian bawah ke dalam


14

(TDDK), atau gambaran radiologi foto throax/dada memnunjukkan

infiltrasi paru akut. Sedangkan balita dengan batuk bukan pneumonia

tidak memiliki tarikan nafas cepat dan tidak ada taruka dinding dada

bagian bawah ke dalam (TDDK) (Kementrian Kesehatan RI, 2012).

2.1.2.1 Klasifikasi ISPA

Banyaknya mikroorganisme yang menyebabkan ISPA

menyulitkan dalam klasifikasi dari segi kausa, satu organisme

dapat menyebabkan beberapa gejala klinis penyakit serta adanya

satu macam penyakit yang bisa disebabkan oleh berbagai

macam mikroorganisme tersebut (Erry, 2009).

Oleh karena itu klasifikasi ISPA didasarkan pada :

1) Lokasi anatomis terbagi menjadi Infeksi Pernafasan bagian

atas yang terdiri dari infeksi akut yang menyerang hidung

hingga pharing. Dan infeksi pernafasan bagian bawah yang

menyerang pharing hingga alveoli paru – paru.

2) Derajad keparahan penyakit. WHO (2006) telah

merekomendasikan pembagian ISPA menurut derajat

keparahannya. Pembagian ini dibuat berdasarkan gejala-

gejala klinis yang timbul. Adapun pembagiannya sebagai

berikut:

a) ISPA ringan, ditandai dengan satu atau lebih gejala

batuk, pilek dengan atau tanpa demam.


15

b) ISPA sedang meliputi gejala ISPA ringan ditambah satu

atau lebih gejala seperti pernafasan cepat, wheezing, sakit

telinga, keluar secret dari telinga, dan bercak kemerahan.

c) ISPA Berat, meliputi gejala sedang atau ringan ditambah

satu atau lebih gejala penarikan sela iga kedalam

sewaktu inspirasi, kesadaran menurun, bibir atau kulit

pucat kebiruan, dan stridor saat istirahat serta adanya

selaput membran difteri (Erry, 2009).

Kementrian Kesehatan Republik Indonesi membagi ISPA

berdasarkan atas umur dan tanda-tanda klinis yang didapat

yaitu:

a) Untuk anak umur 2 bulan – 5 tahun, diklasifikasikan menjadi

Pneumonia berat, tanda utama adanya tanda bahaya, yaitu tak

bisa minum, kejang, kesadaran menurun, stridor, serta gizi

buruk. Adanya tarikan dinding dada ke belakang. Hal ini

terjadi bila paru-paru menjadi kaku dan mengakibatkan

perlunya tenaga untuk menarik nafas. Nafas cuping hidung

suara rintihan sianosis (pucat). Pneumonia (tidak berat),

tanda: Tak ada tarikan dinding dada ke dalam Disertai nafas

cepat: Lebih dari 50 kali/menit untuk usia 2 bulan – 1 tahun.

Lebih dari 40 kali / menit untuk usia 1 tahun – 5 tahun.

Bukan Pneumonia, tanda tanda : Tak ada tarikan dinding

dada ke dalam. Tak ada nafas cepat: Kurang dari 50 kali /


16

menit untuk anak usia 2 bulan–1 tahun. Kurang dari 40 kali /

menit untuk anak usia 1 – 5 tahun.

b) Anak umur kurang dari 2 bulan, diklasifikasikan menjadi

Pneumonia berat, tanda adanya tanda bahaya yaitu kurang

bisa minum, kejang, kesadaran menurun, stridor, wheezing,

demam. Nafas cepat dengan frekuensi 60 kali / menit atau

lebih, tarikan dinding dada. Bukan Pneumonia,tidak ada

nafas cepat. Tak ada tarika dinding dada kedalam (Erry,

2009).

Dalam International Classification of Disease dalam bagian

Diseases of the Respiratory System revisi yang kesepuluh, ISPA

dibagi berdasar atas letak anatomi saluran pernafasan serta

penyebabnya. pembagian ini meliputi :

a) Infeksi saluran nafas atas akut, terdiri Nasopharingitis akut

(commond cold), Sinusitis akut, Pharingitis akut: pharingitis

streptokokus dan pharingitis karena sebab lain, Tonsilitis

akut: tonsilitis streptokokus dan tonsilitis karena sebab lain,

Laringitis dan trakeitis akut, Epiglotitis dan laringitis

obstruktif akut (croup).

b) Influensa dan Pneumonia, terdiri dari Influenza dengan virus

yang teridentifikasi, Influenza dengan virus tak

teridentifikasi, Pnemonia viral (Pnemonia karena adenovirus,

Pnemonia oleh virus sinsitium saluran pernafasan, Pnemonia


17

oleh virus parainfluenza, Pnemonia oleh virus lain,

Pneumonia oleh streptokokus pnemonia. Pneumonia oleh

karena Hemofilus influenza. Pneumonia bakterial lainnya.

Pneumonia oleh sebab organisme lain.

c) Infeksi saluran bawah akut, terdiri dari Bronkitis akut.

Bronkiolitis akut, Infeksi saluran nafas bawah akut lain (Erry,

2009 ).

Sejumlah antibiotika terbukti efektif pada terapi faringitis

oleh Streptococcus grup A, yaitu mulai dari Penicillin dan

derivatnya, cefalosporin maupun makrolida. Penicillin tetap

menjadi pilihan karena efektivitas dan keamanannya sudah

terbukti, spektrum sempit serta harga yang terjangkau.

Amoksisilin menempati tempat yang sama dengan penicilin,

khususnya pada anak dan menunjukkan efektivitas yang setara.

Lama terapi dengan antibiotika oral rata-rata selama 10 hari

untuk memastikan eradikasi Streptococcus, kecuali pada

azitromisin hanya 5 hari (Depkes RI, 2005).


18

Tabel 2.1 Antibiotika pada terapi Faringitis oleh karena Streptococcus

Grup A (Depkes RI, 2005)

Lini Penicilin G (untuk 1 x 1,2 juta U 1 dosis


pertama : pasien yang tidak i.m.
dapat
menyelesaikan terapi
oral selama 10 hari)
Penicilin VK Anak: 2-3 x Dewasa 2-3 x 10 hari
250mg 500mg

Amoksisilin Anak: 3 x 10 hari


(Klavulanat) 250mg
Dewasa:3x
500mg
Lini Eritromisin (untuk Anak: 4 x 10 hari
kedua : pasien alergi Penicilin) 250mg
Dewasa:4x
500mg
Azitromisin atau 5 hari
Klaritromisin (lihat
dosis pada Sinusitis)
Cefalosporin generasi Bervariasi sesuai 10 hari
satu atau dua agen
Levofloksasin (hindari
untuk anak maupun
wanita hamil)

2.1.3 Puskesmas

2.1.3.1 Pengertian Puskesmas

Pusat Kesehatan Masyarakat (Puskesmas) adalah fasilitas

pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan upaya kesehatan

masyarakat dan upaya kesehatan perseorangan tingkat pertama,

dengan lebih mengutamakan upaya promotif dan preventif

untuk mencapai derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-

tingginya di wilayah kerjanya. Puskesmas harus didirikan pada


19

setiap kecamatan. Dalam kondisi tertentu, pada (1) satu

kecamatan dapat didirikan lebih dari (1) satu Puskesmas.

Kondisi tertentu tersebut ditetapkan berdasarkan pertimbangan

kebutuhan pelayanan, jumlah penduduk dan aksesibilitas

(Kemenkes RI, 2015).

2.1.3.2 Kategori Puskesmas

Dalam rangka pemenuhan Pelayanan Kesehatan yang

didasarkan pada kebutuhan dan kondisi masyarakat, Puskesmas

dapat dikategorikan berdasarkan karakteristik wilayah kerja dan

kemampuan penyelenggaraan.

Berdasarkan karakteristik wilayah kerjanya, Puskesmas

dikategorikan menjadi (Kemenkes RI, 2015) :

1. Puskesmas kawasan perkotaan

2. Puskesmas kawasan pedesaan

3. Puskesmas kawasan terpencil dan sangat terpencil.

Berdasarkan kemampuan penyelenggaraan, Puskesmas

dikategorikan menjadi (Kemenkes RI, 2015) :

1. Puskesmas non rawat inap

Puskesmas non rawat inap adalah Puskesmas yang tidak

menyelenggarakan pelayanan rawat inap, kecuali

pertolongan persalinan normal.


20

2. Puskesmas rawat inap

Puskesmas rawat inap adalah Puskesmas yang diberi

tambahan sumber daya untuk menyelenggarakan pelayanan

rawat inap, sesuai pertimbangan kebutuhan pelayanan

kesehatan.

2.1.2.3 Upaya Kesehatan Puskesmas

Puskesmas menyelenggarakan upaya kesehatan masyarakat

tingkat pertama dan upaya kesehatan perseorangan tingkat

pertama. Upaya kesehatan tersebut dilaksanakan secara

terintegrasi dan berkesinambungan. Upaya kesehatan

masyarakat tingkat pertama meliputi (Kemenkes RI, 2015) :

1. Upaya kesehatan masyarakat esensial

Upaya kesehatan masyarakat esensial harus diselenggarakan

oleh setiap Puskesmas untuk mendukung pencapaian

standar pelayanan minimal kabupaten/kota bidang

kesehatan. Upaya kesehatan masyarakat esensial meliputi :

a. Pelayanan promosi kesehatan

b. Pelayanan kesehatan lingkungan

c. Pelayanan kesehatan ibu, anak, dan keluarga berencana

d. Pelayanan Gizi

e. Pelayanan pencegahan dan pengendalian penyakit


21

2. Upaya kesehatan masyarakat pengembangan

Upaya kesehatan masyarakat pengembangan merupakan

upaya kesehatan masyarakat yang kegiatannya memerlukan

upaya yang sifatnya inovatif dan/atau bersifat ekstensifikasi

dan intensifikasi pelayanan, disesuaikan dengan prioritas

masalah kesehatan, kekhususan wilayah kerja dan potensi

sumber daya yang tersedia di masing-masing Puskesmas.

Beberapa kegiatan upaya kesehatan masyarakat

pengembangan yang dilakukan adalah :

a. Upaya kesehatan sekolah

b. Upaya kesehatan olahraga

c. Upaya perawatan kesehatan masyarakat

d. Upaya kesehatan kerja

e. Upaya kesehatan gigi dan mulut

f. Upaya kesehatan jiwa

g. Upaya kesehatan mata

h. Upaya kesehatan usia lanjut

i. Upaya pembinaan pengobatan tradisional.

Upaya kesehatan perseorangan tingkat pertama

dilaksanakan sesuai dengan standar prosedur operasional

dan standar pelayanan dalam bentuk :

1. Rawat jalan

2. Pelayanan gawat darurat


22

3. Pelayanan satu hari (one day care)

4. Home care

5. Rawat inap berdasarkan pertimbangan kebutuhan

pelayanan kesehatan.

Untuk melaksanakan upaya kesehatan tersebut di atas,

Puskesmas harus menyelenggarakan :

1. Manajemen Puskesmas

2. Pelayanan kefarmasian

3. Pelayanan keperawatan kesehatan masyarakat

4. Pelayanan laboratorium

Dalam menyelenggarakan pelayanan kefarmasian,

Puskesmas harus berpedoman pada Standar Pelayanan

Kefarmasian di Puskesmas (Kemenkes RI, 2015).

Pengaturan Standar Pelayanan Kefarmasian di Puskesmas

bertujuan untuk :

1. Meningkatkan mutu pelayanan kefarmasian

2. Menjamin kepastian hukum bagi tenaga kefarmasian

3. Melindungi pasien dan masyarakat dari penggunaan obat

yang tidak rasional dalam rangka keselamatan pasien

(patient safety).

2.1.2.4 Puskesmas Kebondalem

Puskesmas Kebondalem terletak di Jalan Cisadane

Kelurahan Kebondalem Kabupaten Pemalang, yang dahulu


23

merupakan Puskesmas Pembantu dengan 4 orang tenaga kerja

yaitu bidan dan perawat, buka hanya 3 hari dalam seminggu dan

berubah menjadi Puskesmas pada tahun 1990. Saat ini

Puskesmas Kebondalem merupakan Puskesmas Induk dengan

38 tenaga kerja yang buka dari hari Senin sampai dengan Sabtu

dan mempunyai 2 Puskesmas Pembantu dan 3 Poliklinik

Kesehatan Desa. Adapun wialayah kerja dari Puskesmas

Kebondalem yaitu Pustu Bojongnangka, Pustu Bojongbata,

PKD Wanamulya, PKD Tambakrejo dan PKD Lawangrejo yang

keseluruhannya terletak di wilayah Keluarahn Kebondalem

Kabupaten Pemalang (DinKes, 2017).

Puskesmas Kebondalem dipimpin oleh seorang dokter

umum yaitu dr. NF. Maenofie. Jumlah penduduk di wilayan

Puskesmas Kebondalem adalah 21.119 jiwa, dengan jumlah 38

orang tenaga kesehatan yang ada di Puskesmas Kebondalem.

Jenis Pelayanan yang ada di Puskesmas Kebondalem antara

lain pelayanan rawat jalan dan pelayanan persalinan 24 jam.

Pada pelayanan rawat jalan terdiri dari poli umum, poli KIA,

poli gigi dan mulut, dan poli penangan untuk pasien TB dan

kusta. Selain itu terdapat juga layanan laboratorium yang

menyediakan layanan cek gula darah, cek kolesterol, cek asam

urat, cek Hb, tes golongan darah, cek widal, cek dahak TB dan

infeksi menular seksual. Untuk program pada Puskesmas


24

Kebondalem meliputi Imunisasi yang dilaksanakan setiap hari

Selasa pada ruangan khusus Imunisasi. Layanan Prolanis

dilaksanakan setiap hari Sabtu, untuk layanan pada pasien TBC

dan kusta dilaksanakan pada hari Kamis dan untuk layanan

infeksi menular seksual dilaksanakan setiap hari di Puskesmas.

Adapun Visi Puskesmas Kebondalem adalah “Terwujudnya

Puskesmas Kebondalem dengan Pelayanan Prima yang

mendukung Kecamatan Sehat tahun 2015” . Dan Misi

Puskesmas Kebondalem adalah :

1. Menggerakkan pembangunan berwawasan kesehatan di

wilayah kerja Puskesmas Kebondalem

2. Mendorong kemadirian untuk hidup bersih dan sehat bagi

individu, keluarga, institusi, dan masyarakat

3. Memelihara dan meningkatkan mutu pelayanan kesehatan

yang optimal, inovatif, terjangkau, dan memuaskan.


25

2.2 Kerangka Teori

Pengobatan ISPA Non


Pneumonia

Tingkat pengetahuan
tentang Penggunaan
Antibiotik yang Tepat

Tanpa
Ketersediaan sarana antibiotik
diagnostik dan
pemeriksaan
penunjang Jenis Gambaran
penggunaan penggunaan
antibiotik antibiotik
Permintaan pasien

Promosi Obat

Keterangan : : Diteliti

: Tidak Diteliti

Gambar 2.1 Kerangka Teori

2.3 Kerangka Konsep

Tanpa
Antibiotik

Pengobatan
ISPA Non
Pneumonia
Jenis Gambaran
Penggunaan penggunaan
Antibiotik Antibiotik

Gambar 2.2 Kerangka Konsep

You might also like