ada, Tiga buah contoh yang sederhana akan
eri gambaran tentang kedua macam data kasar
itu.
Pada bulan Juli dan Agustus 1969, sebuah team dari Lembaga Pen
Ekonomi dan Masyarakat, Fakultas Ekonomi Universitas Ind
mengadakan penclitian di beberapa daerah pertanian di Jawa. Hasil penelit
an yang menggunakan sampel dan meliputi 100 desa di dacrah Sukabumi ser-
ta Yogyakarta telah menghasilkan keterangan tentang hasil produksi padi ke-
ring per hektar yang digarap melalui Bimas Baru (menggunakan bibit unggul
PB-5) schagai berikut: : ;
‘Tabel 5.1.1. Hasil produksi padi kering per hektar dalam kuintal di 100 desa,
1969.
‘Sumber: Data yang tidak diterbitkan oleh Lembaga Penyclidikan Ekonomi dan
Masyarakat, Fakultas Ekonomi, Universitas Indonesia, 1969.
Sebetulnya, data di atas merupakan hasil penelitian sampel tentang produksi
padi kering per hektar yang diambil dari populasi hasil produksi padi kering
per hektar yang teoritis bersifat tidak terbatas pada ketika itu,
Data yang berupa catatan seperti di atas itu, secara langsung tidak begitu
besar kegunaannya bagi penggambaran peristiwaperistiwa yang bensifat
kuantitatif, Sepintas lalu, kita sukar sekali mengetahui berapa sebetulnya
jumlah desa yang menghasilkan padi kering sekitar 50 kuintal. Kita juga -a. FEUI, 1967,
statistik: deskriptif oleh 111 mahasiswi
| Hasil ujian s‘Sumber: Diambil dari data sampel tentang penelitian angka kelangsungan pema-
Kaian alat kont®isepsi olch Lembaga Demografi Fakultas Ekonomi Universitas
Indonesia bekerja sama dengan Dewan Gereja Indonesia, Badan Koordinasi Ke-
Tuarga Berencana Nasional dan Oxfam, 1977.
Data di atas secara langsung juga tidak begitu besar kegunaannya bagi peng
gambaran peristiwa-peristiwa yang bersifat kuantitatif. Dari data di atas, kita
sekar sekali mengetahui dengan’ cepat berapa sebetulnya jumlah akseptor
yang berusia sckitar 25 tahun. Kita juga tidak dapat segera mengetahui be-
Japa usia sebagian besar akseptor yang bersangkutan dan bagaimana pola
variasi usia akseptor tersebut.
Spun demikian, satu hal yang penting mengenai 3 contoh data sedemil
an itu perlu kita ketahui. Tabel 5.1.1. jelas menggambarkan bahwa hasil
produksi padi kering per hektar dari ke seratus desa sampel di atas tidaklah
femuanya sama. Tabel 5.1.2, juga memuat keterangan mengenai perbedaan
hhasil ujian dari 111 mahasiswa FEUI. Begitu juga halnya dengan Tabel 5.1.3.
Tabel tersebut menyajikan keterangan tentang variasi usia 150 akseptor di 10
‘klinik sampel. Dengan singkat dapat saya katakan bahwa hasil produksi padi
kering hektar dari ke seratus desa, hasil ujian dari 111 mahasiswa
_ maupun usia 150 akseptor di atas bervariasi. Variasi semacam itu terdapat di- :
peniaied a is til nya m
-persoalan di atas, statistik sebetulny eri
isa data kuantitatif yang bervariasi. Meskipun demikian, sebe
lata tersebut dapat dianalisa secara baik, kesemuanya patut disusun ke
-bentuk yang mudah dimengerti serta berguna bagi tujuan analisa ter.
/ Penyusunan data yang paling sedethana ialah dalam bentuk urutan (array),
Tabel 5.1.4. menyajikan kembali data tentang hasil ujian 111 mahasiswa
dalam bentuk urutan sedemikian itu.
Tabel 5.1,
. Hasil ujian statistik deskriptif oleh 111 mahasiswa FEUI, 1967, |
-Perbedaan antara Tabel 5.1.2. dan 5.1.4, seberuln;
Penyusunannya. Dalam Tabel 5.1.2. data tidakskstrim dari urutan di atas, Jarak merupakan beda antara nilai teren-
lah dan nilai tertinggi dalam suatu urutan. Jarak dari 111 nilai ujian di atas-
ialah sebesar 74,63 — 20,07= 54,56. ;
Penyusunan yang sederhana scdemikian ity jelas satu langkah Icbih baik dari-
pada panyusunan yang tidak teratur seperti dalam Tabel 5.1.2. Meskipun de-
mikian, uritan itu sendiri bukan merupakan cara penyusunan yang memuas-
kan guna menggambarkan distribusi data statistik. Dari urutan di atas, kita
masih sukar sekali melihat nilai ujian yang diterima oleh sebagian besar dari
seratus sebelas mahasiswa di atas, Kita tidak dapat segera melihat. berapa
jumlah mahasiswa yang nilai ujiannya terletak antara 40,00 sampai dengan
. 50,00, berapa jumlah mahasiswa yang nilai ujiannya lebih tinggi dari 55,00,
berapa yang nilai ujiannya kurang dari 50,00 dan scbagainya. Sclain daripada
itu, bila komponen data terscbut terlalu banyak, penyajian data dalam
bentuk urutan sedemikian itu sclain membuang banyak waktu, juga kurang
dapat menggambarkan, suatu pcristiwa secara singkat dan jelas, Kita dapat
membayangkan betapa sukarnya untuk memperolch gambaran yang jelas dan
cepat mengenai suatu peristiwa dari sebuah urutan yang memuat ribuan
angka-angka. Hal sedemikian itu mudah dimengerti. Bila data di atas terdiri
dari beribu-ribu angka, penglihatan kita akan kubur karenanya dan lebih ba-
nyak keterangan-ketcranyan seharusnya dapat kita perolch andaikata data
tersebut disusun sccara berkelompok ke dalam sebuah distribusi frekuensi.
abel 5.1.5. Distribusi frekuensi nilai ujian statistik
deskriptif oleh 111 mahasiswa FEUI, 1967.treks ie gu
arus dibedakan dari distribusi frekuensi p
ran yang tidak dikelompokkan (ungrouped gas
t says, istilah distribusi frekuensi umumnya dipergunakan
fein cial pengukuran yang dikelompokkan (grouped
ucnsi
ement). 4 :
Resin ‘distribusi frekuensi di atas, seluruh data telah dikelompok-
Kan ke dalam 6 kelas. Pada umumnya, tiap kelas memiliki 2 batas kelas (class
limits), Batas Kelas ialah nilai batas tiap kelas dalam sebuah distribusi dan
~ digunakan sebagai pedoman guna memasukkan angka-angka hasil observasi
Ke dalam kelas-kelas yang sesuai. Kelas pertama dari distribusi di atas memi-
liki batas kelas bawah (lower class-limit) sebesar 20,00 dan batas kelas atas
(upper class-limit) scbesar 29,99. Kelas keempat memiliki batas kelas bawah
sebesar 50,00 dan batas kclas atas sebesar 59,99. Dalam contoh di atas, nilai
ujian diperhitungkan hingga 2 angka di belakang koma, Karena itu semua
nulai yang terletak antara 29,985 dan 29,995 scharusnya dicatat menjadi
29,99. Dengan cara yang sama, semua nilai yang terletak di antara 19,995
dan 20,005 scharusnya dicatat menjadi 20,00. Secara teoritis, kelas pertama
sebetulnya meliputi semua nilai-nilai antara 19,995 dan 29,995 inklusif.
Kedua batas tersebut merupakan tepi kelas (class-boundaries) atau batas
keoritis (true limits). Sccara tconitis, interval kclas merupakan lebar dari se.
buah kelas dan dihitung dari perbedaan antara kedua tepi kelas di atas. Inter.
val kelas pertama dalam Tabel 5.1.5. ialuh sebesar 29,995 — 19,995 = 10, Ti
UK “tengah (mid-point atau class-mark) suatu kelas sebetulnya merupakan
[aiacrata hitung dari kedua batas kelasnya atau tepi kelasnya, Titik tengah
kelas pertama yang merupakan ratavrata hitung dari kedws tepi kelasnya
ternyata sebesar 28,995 + 19,995 = 24,995. Sccara praktis, interval kelas
juga dapat dianggap sebagai beda antara 2 titik tengah yang dimiliki oleh 2
kelas yang berturutan-Dalam contoh di atas, titik tengah kelas pertama ialah
litik tengah Kelas ke dua ialah sebesar 34,995.
sebesar 24,995 sedangkan
Alhasil, beda antara kedua titik tengah di atas ialah sebesar 34,995 — 24,995
=10.
Distribusi frekuensi di atas jela lebih berguna bagi tujuan penyajian dan ana-
lisa data daripada urutan yang disajkan dalam Tabel 5.1.4. Meskipun dent
kian, ada beberaps hal tentang distibusi sedemikian itu yang panne kita ke,
tahui. Penyajian data ke dalam distribusi frekuensi membava custa kiwc,
kuensi yang logis dapat dimengert, Beberapa keterangan yang dapat kit
peroleh dari data asal akan hilang karena cara penyusnan di ates. Kice teak
Imengetabui dengan pasti berapa sebenamya jumlah mahasiwa, yang nilaa umumnya, pembuatan distribusi frekuensi dapat dibagi ke dalam
| tahap sebagai berikut :
1, Menentukan jumlah kelas guna memasukkan angka-angka
Penentuan jumlah kelas umumnya tergantung pada pertimbangan-pertine:
bangan praktis yang masuk akal dari pengolah data sendiri, Mengenai hal ter~
sebut, metode statistik tidak pernah membcrikan suatu aturan yang tertentt
yang secara mutlak harus diikuti. Penentuan jumlah kelas dari suatu distribu:
si tergantung pada ciri-ciri data kasarnya dan tujuan penggunaan data itu sen-
diri sesudah digolongkan ke dalam kelas-kelas yang tertentu. Selain dar
itu, jumlah kelas dari sebuah distribusi berhubungan erat dengan besarnya
interval kelas, sifat data’kasar dan jumlah angka-angkanya yang ingin dike-
lompokkan ke dalam kclas-kelas terscbut.
Tabel 4.2.1. menyajikar distribusi frekucnsi usia 150 akseptor di 10 klinik
sampel dengan mengyunakan 6 Kelas dan interval kelas yang sama scbesar 5.
Pada hakekatnya, pengclompokan data kasar tentang usia ke dalam kelas
0 — 4,5 — 9, 10— 14, 15 — 19 dan scterusnya memang secara konvensional
dapat diterima. Kesemuanya itu untuk memudabkan penggunaan data’ dis-
tribusi usia bagi pengukuran-pengukuran kependudukan seperti misalnya
rasio beban tanggungan (dependency ratio), angka kelahiran menurut kelom-
pok umur (age specific fertility rate), angka kelahiran umum (general fertili:
ty rate) dan sebagainya.
Meskipun demikian, penentuan jumlah kelay dan besaran interval kelas pa-
tut memperhatikan beberapa ketentuan umium,
JJumlah Kelas hendaknya jangan terlalu besar tetapi juga jangan terlalu
Ketil, Misalnya, pengelompokkan 111 nilai ujian yang terdapat dalam Ta-
bel 5.1.2. ke dalam 120 kelas atau 111 kelas, jclas tidak praktis dan masuk di
| aka. Distribusi frekuensinya akan janggal sekali kelihatannya karena terda-
|. pat banyak kelas yang tidak berfrekuens. Sebaliknya, bila kita membagi data.
‘Ke dalam 2 Kelas saja, maka seluruh angka-angka akan berkonsentrasi
sebut schingga banyak keterangan-keterangan yang berguna
renanya-bertujuan antara lain guna
ssi hasil ujian 111 fer ke dalam
‘Dari distribusi sedemikian itu, kita ingin Ps
igkat dan jelas mengenai jumlah mahasiswa yang nilai ujian.
di antara 50,00 sampai dengan 59,99, di bawah 50,00, di atas
dan sebagainya. Ketcrangan-keterangan sedemikian itu mungkin ber.
Dugi analisa peristiwa itu sendiri secara statistik. - bier
Kita dapat membiyangkan betapa kegunaan distribusi frekuensi sedemikian
itu bagi analisa statfstik bila data kasarnya terdiri dari ribuan angka-angka,
Meskipun demikian, guna distribusi itu sendiri tergantung pada baik atau
tidaknya cura penggolongan datanya ke dalam kelas-kelas yang sesuai. B
Jumlah kelas terlalu kecil, kesedethanaan cara penggolongan sedemikian itu
harus dibayar mahal dengan hilangnya ketcrangan-keterangan yang penting
sebagai akibat penggolongan tersebut.
Sebaliknya, bila jumlah kelas terlalu besar, perincian kcterangan-keterangan
Ying terdapat dalam data asal tidak perlu hilang tetapi gambaran yang dibe-
kan oleh distribusi frekuensinya akan kabur sekal,
Bagi data yang terdiri dari 100 angk:
frekuensi dengan 5 sampai dengan 1
cara praktis,
h dari 20 Kelas sebctulnya jarang sekali terjadi,
Fada tahun 1926, HA. Sturges! mengemukaken sebwok rumus guna menen-
tukan jumlah kelas yang sebaiknya dipergunakan dala penggolongan data.
Rumus tersebut diberikan scbagai berikut:
k = 143,322 logn
k = jumlsh kelas
m= jumlah angka yang terdapat dalam data
nakan secara praktis dalam penyusunan distribusi frekuensi: Tiga buah con-
toh dapat saya sajikan sekedar sebagai bahan pertimbangan,
Bila kita berpedoman pada Rumus Sturges guna menghitung jumlah kelas
any rusnya digunakan dalam penyusunan distribusi Tabel 5.1.2., maka
1 HA. Sturges, "The Choice of a Clas Interval”, Journal of the American Static
Association, 1926.80,00 guna mempermudah perhitungan, maka hasil interv:
60
las menjadi,
kita bulatkan kedua nilai ekstrim masing-masing menj
all kel
\
i
= 75
Penggolongan data ke dalam 8 kelas dengan interval kelas scbesar 7,5
_ menghasilkan distribusi seperti yang disajikan dalam Tabel 5.2.1.
Tabel 5.2.1. Distribusi frekuensi nilai ujian statistik
deskriptif oleh 111 mahasiswa FEUI, 1967.
Nilai ujian Jumlah mahasiswa
‘Sumer: Data Tabel 5.1.2.
pun penyusunan. distribusi seperti di atas cukup baik, secara praktis
Se at SO Ae Rep RMN ee in
Giingat. angkaangka batas kelasnya, schingga/memudabkan pemasukan
‘ dalam hapa an bersangkutan, Selain daripada itu,
‘perikut nanti akan kita Ii t betapa tidak praktisnya melakukan ¥data ke dalam 8 kelas dengan interval kelas sebesar 15
meng.
distribusi frekuensi seperti yang disajikan dalam Tabel 5.2.2,
Tabel 5.2.2. Disteibusi frekuensi has produksi padi ke-
Ting per hektar dalam kuintal di 100 desa dacrah Suka-
‘umi dan Yogyakarta, 1969
a aa
Hasil produksi dalam kuintat | Jumlah desa 7
: Pee 20h 3: 2
b 35-49 24
& bo = 6s 27
es ago, 20
* 80 — 94 8
95 — 109 8
no — 124 4
125 — 139 1
Jumlah 100 i
Sumiber: Data Tabel 5.1.1
_ Dalam hal di atas, temyata Rumus Stu
dengan memuaskan bagi
supacns agi distribusi frekuensinya.
Selain daripads itu, distribusinya tcrnyata merupakan dirty yang bermo-
dus dua (bimodal) dan acapkali menyukarkan bebcraye pethitungan sta-
contoh terakhir tentang penggunaan Rumus Stu data Tabel
3., maka jumlah kelas dan besaran interval kelas ages beri-‘Sumber: Data Tabel 5.1.3.
Meskipun penyusunan distribusi frekucnsi seperti dalam contoh Tabel
cukup baik, sccara praktis susunan distribusi seperti dalam Tabel 4.
lebih scderhana dan praktis jika digunakan untuk memasukkan angka-angka,
Ke dalam kelas-kelas yang bersangkutan. Titik tengahnya juga merupakan,
ilangan bulat yang praktis dan mudah dipakai untuk bermacam-macam
_ pengukuran statistik.
jauh
— Besarnya interval kelas bagi tiap-tiap kelas dalam distribusi sebaiknya diusa-
hakan agar sama semua serta dalam pilangan-bilangan yang praktis.
Dalam Tabel 4.2.1., 5.1.5. dan 5.2.2. interval kelas bagi Uiap-tiap Kelas sama _
besarnya dan dalam bilangan-bilangan praktis. Umumnya, bilangan
yang praktis ialab bilangan yang mudah digunakan dalam penghitungan atau
s guna menentukan batas kelas. Bilangan seperti 5, 10, 15,
f 20 dan feterusnya umumnya merupakan bilangan praktis. Dalam praktck,
ens wn bilangan praktis bagi penentuan interval kelas lebih diutamakan_
bilangan yang kurang praktis meskipian distribusi frekuensi umumnya lebih
mempergunakan interval kelas yang sama
pats! pw
sn batas Kelas sebaiknya diusahakan sedemikian rupa,
da satu angka pun dari data asal yang tidak dapat dimasukkan k
dalam kelas yang tertentu, dan 2. tidak terdapat keragu-raguan dalam me-
_ ‘masukkan angka-angka ke dalam kelas-kelas yang sesuai. ,
Bertalian dengan ketentuan tcrakhir di atas, $ pokok persoalan patut diper-
hatikan olch setiap pengolah data. :
Pertama, penentuan jarak guna menentukan jumlah kelas dan besarnya
interval kelas sebaiknya dilakukan atas dasar perbedaan angka terendah yang
telah mengalami pembulatan ke bawah dan angka tertinggi yang telah meng.
alami pembulatan ke atas seperlunya, Dalam contoh yang baru lalu tentang
Stribusi hasil ujian 111 mahasiswa, penentuan jarak telah dilakukan dengan
Jalan menentukan beda antara nilai ujian 20,00 yang merupakan hasil
pembulatan ke bawah dari nilai ujian 20,07 dan nilai 80,00 yang merupakan
hasil pembulatan ke atas dari nilai ujian 74,63. Pembulatan sedemikian itu
Selain menjamin tercakupnya semua data tetapi juga mempermudah penen-
tuan interval kelas dan batas kelas.
Kedua,
j elas
Pengulangan penggunaan batas kclas atas bagi batas kelas bawah dari
Perikutnya sebaiknya dihindari. Tabel 5.2.4. menyajikan distribusi
Tabel 5.2.4. Contoh tentanj
tribusi frekuensi hasil
dalam kuintal di 100
yakarta, 1969.
'g tabel yang salah dari dis-
Produksi padi kering per hektar
desa dacrah Sukabumi dan Yog-
Hasil produksi dalam kuintal | Jumtah dese |etengah dari jumlah angka yang bersangkutan‘harus dimasukkan ke da-
‘Kelas pertama dan setengahnya lagi dimasukkan ke dalam kelas berikut-
ya. Cara sedemikian itu tidak akan menimbulkan kesukaran-kesukaran bila .
_jumlah angka yang bersangkutan itu genap. Bila jumlah angkanya ganjil,
maka kita akan memiliki frekuensi yang berdesimal.Karena itu, cara seperti
itu jarang sckali digunakan terutama bagi jumlah angka yang ganjil.
2.Secara arbriter memastikkan angka-angka yang bersangkutan ke dalam
kelas-kelas yang tertentu. Cara tersebut tidak ilmiah dan harus dihindari.
$. Penggolongan data dengan menggunakan batas kelas yang tidak diulang”
agi kelas berikutnya seperti dalam Tabel 5.2.2.
Akhirnya, batas kelas sebaiknya dinyatakan dalam bilangan bulat Bila hal
sedemikian itu tidak mungkin, penggunaan jumlah-jumlah desimal harus
sesuai dengan kcbutuhan saja.
Sebagian besar dari data ekonomi memang dapat dinyatakan dalam bilangan
bulat. Misalnya, data tentang jumlah produksi, rumah, pabrik, penduduk dan
Jainlain tidak pernah dinyatakan dalam satuan yang berdesimal. Meskipun
demikian, data tentang pendapatan, harga-harga, tinggi badan, berat badan,
i nilai ujian dan scbagainya belum tentu selalu dinyatakan: dalam satuan-
satuan yang bulat. Data yang terdapat dalam Tabel 5.1.2. ternyata dinyata-
kan dalam angka-angka yang berdesimal. ——”
Sebetulnya, penggolongan data yang terdiri dari angka-angka yang berdesi-
mal maupun yang tidak berdesimal memiliki asas yang sama. Kita harus da-
pat membedakan batas kelas dari tepi kelas. Dalam Tabel 5 ., kelas perta-
ma memiliki batas kelas bawah scbesar 20 dan batas kelas atas sebesar 34.
Batas kelas tersebut dinyatakan dalam angka-angka yang tidak berdesimal
karena hasil produksinya dicatat dengan mengonalan sabia kuintal ed
Kecil. Sebetulnya, dalam proses pencatatan, semua ha
See jeg veetak antara 19,6 kuintal dan 20,5 kuintal harus dicatat
menjadi 20 kuintal sedangkan semua produksi yang terletak antara 33,5 dan
"34,5 kuintal harus dicatat menjadi 34 boa dan beens eon a
3 rupakan tepi kelas yang jarang sel
ee ee See naiubaiasbed (eccaih ane
semikia fascias hharus dihitung dari tepi kelas dan bukan dari batas
jan, in
aris Fi dalam Tabel 5. jalah sebesar 34,5 — 19,5 =
eee ee ea Dalam Tabel 5.1.5., kelas pertama memiliki
parent r
lbh fai"ke dalam beberapa kelas selesai, kita mulai men
a ke dalam kelas-kelas yang sesuai. Memasukkan ang!
itu sebetulnya tidak usah menggunakan data yang tel
m bentuk urutan, Penyusunan urutan bagi tujuan sedemikian
ti z menghabiskan waktu saja. ee
RE on ie angka-angka di atas dilakukan di atas
elai sheet hitung atau sheet. catat (tally sheet). Tiap kali angka dimasuk-
kan ke dalam kelas yang tertentu, kita harus mencatat pemasukan tersebut
"dengan tanda catat /. Guna memudahkan penjumlahan, tanda catat sedemi-
Kian itu dikelompokkan tersendiri setelah genap lima kali mencatat pemasuk-
an angka-angka tersebut.
~ Setelah pemasukan angka-angka sedemikian itu selesai, kita baru dapat meng-
hitung jumlah frekuensi dari jumlah tanda catat yang telah kita buat. Prose-
dur sclengkapnya dapat dilihat pada Skema 5.2.
5. Membuat tabel distribusi frekuensi
Habel distribusi frekuensi yang disajikan dalam pelbagai laporan dan majalah
berbeda sekali dengan bentuk yang terdapat pada Skema 5.2.1. di ates, Ben.
tuk tabel distribusi frekuensi seperti ing dis
Ss ; Bentuk tabel distribusi frekuensi yang terdapat
pada Skema 5.2.1. juga dapat dilihat dalam Tabel 5S. Me
PEMA 6.21, Contoh| menghitung jumlah fekuensi dai Tabel 5.2,
Nila ujian Catatan Jumiahkali “4
oe gram yan
celas dalam sebuah distribusi. regen ‘histogram akan dip
distribusi frekuensinya memiliki interval kelas yang sama bagi tiap-
tiap Kelas. Dalam hal sedemikian itu, histogram sebetulnya merupakan se-
rangkaian empat persegi panjang yang memiliki alas sepanjang interval antara
‘kedua tepi kelas dan memi ¢ 1g dengan frekuensi yang
terdapat dalam kclas-kelas yang bersangkutan. Diagram 5.3.1. menyajikan
histogram frekuensi dari distribusi yang terdapat dalam Tabel 5.2.2.
DIAGRAM 5.3.1. Histogram frekuensi hasil produksi padi kering per hekter di
100 desa daerah Sukabumi dan Yogyakarta, 1969.
Y = jumlah desa20
20
zg
&
15 a
é
10 8 8 8 3
5 4 3
a 8
1 B
ee. pal
° x
27 42
Sumber: Data Tabel 5.2.2.
57
2
87 102 117 132
Meskipun histogram frckuensi di atas berguna sekali bagi penggambaran s¢-
buah distribusi frekuensi, namun ada du:
kita perhatikan.
ia hal tentang histogram di atas patut
a. Histogram di atas tidak dapat digunakan bagi penggambaran distribusi fre-
kuensi yang memiliki interval kelas terbuka (0pen-class-interval), ‘Sebagian
besar dari data tentang penduduk yang diterbitkan oleh Biro Pusat Statistik15+
Te;
Jumlah 11.590.477
Gotatan: Angka Tabel di atas belum merupakan angka Indonesia keseluruhan ka-
rena angka-angka untuk Propinsi Nusa-Tenggara Timur hanya terbatas pada Ka-
bupaten Kupang, Propinsi Maluku terbatas pada Kotamadya Ambon dan
* Propinsi Irian Jaya terbatas pada Kabupaten Jayapura dacrah kota.
Sumber: Keterangan Demografi Penduduk Indonesia, Survey Penduduk Antar
Sensus 1976, Seri Tabulasi Nomor 3 Biro Pusat Statistik, Jakarta 1976.
Dalam Tabel 5.3.1., kita sebetulnya tidak mengetahui dengan pasti berapa
besar istilah “dan sclebihnya” yang diberi tanda + itu. Istilah 75 “dan scle-
bihnya” atau 75 + dapat diinterpretasikan sebagai 78, 80, 85, 89, 91 dan ber-
macam-macam lagi. Distribusinya tidak dapat digambarkan ke dalam histo-
gram kecuali bila kita membuat asumsi tentang batas kelas atas dari kelas _
Penggol kelas dengan interval kelas terbuka seperti di atas mungkin
ibenarkan bila jumlah penduduk laki-laki yang berusia antara 80-84,
9, 90-94, 95-99 tidak cukup berarti untuk dibagi-bagi ke dalam_
yang berbeda. Kemungkinan lain jalah bila tiada terdapat, pen-
Jaki yang berusia antara 80—84, 85~89, dan 90-94 sedangkan
jet, ik lakiJaki yang berusia antar 95-99. Dis-
terjadi t
yallumlah | Bobot | Frekuensi kelas (2) + (4)
pe oe THX (3)
(2) (2) (3) 4 (6)
o- 4 1.752.168 | 0,1512 863,81 1.753.031,81
5-9 1.578.336 | 0,1362 778,11 1.579.114,11
10-14 1.486.136 | 0,1282 ‘732,41 1.486.868 41
15-19 1.417.009 | 0,1223 698,70 1.417,707,70
20-24 | 1.136.325 | 0,0980 559,87 1.136.884,87
25 — 29 794.004 | 0,0685 391,34 794,395,34
30 ~ 34 716.163 | 0,0618 353,06 716.516,06
35-39 692.395 | 0,0597 341,07 692.736,07
40-44 519.588 | 0,0448 255,94 519.843,94
45-49 470.889 | 0,0406 231,95. 471.120,95
50 — 54 344.997 | 0,0298 170,25, 345,.167,25,
55-59 266.318 | 0,0230 131,40, 266.449,40
60 — 64 168.094 | 0,0145 82,84 168.176,84
6569 | 104.855 | 0.0090 51,41 104.906,41
70 — 74 68.158 | 0,059 33,71 68.191,71
70+ 69.329 | 0,0060 34,28 69.363,29,
|Jumlah 0,9995 5.710,15 11,590.474,15
Sumber: Data 5.3.1.
0,1512, bobot kelas kedua menjadi 1.57:
gitu setcrusnya. Bobot tiap kelas dapat
dur 5.3.1. Angka pada kolom (4) diperol
penduduk dalam kelas T-T, dengan bobs
ot tiap kelas
Kolom (3). Angka pada oto (5) merpakan
sudah dirapikan dan diperoleh dengan j
Tom (4) pada angka kolom (2)
yang terdapat pada
angka penduduk tiap kelas
lan menambabkan angka ko-110-124
125-139
Jumlah ~
Sumber: Data Tabel 5.2.2.
&
DIAGRAM §.3.3. Contoh tentang grafik yang kurang baik dari histogram fre-
‘kuensi hasil produksi padi kering per hektar di 100 desa daerah Sukabumi dan
Yogyakarta, 1969.
Y = jumlah desa79,5 k. Padahal kenyataannya tidaklah demikian, Hal se,
t -dimengerti. Penggambaran histogram frekuensi sebetulny,
tekunan pada luas empat persegi panjang dan bukan Pada ting
gi Panjang. Agar luas persegi panjang yang menggambarkan interval
s antara 79,5 k dan 109,6 k di atas tidak memberi kesan yang menyesat.
_ kan, kita harus mengadakan penyesuaian sebagai berikut: Bila salah saty
interval kelas ternyata 2 kali lebih besar (Icbar) daripada interval kelas yang
Tainnya, kita harus membagi tinggi empat persegi Panjang interval kelas yang
Persangkutan dengan 2. Dengan sendirinya, bila lebar interval kelas adaber 3
Kall lebih lebar daripada interval kelas laiznya; kita juga harus membagi ting.
‘tempat persegi panjang yang bersangkutan dengan 3”
DIAGRAM 5.3.4. Histogram frekuensi hasil Produksi padi kering per hektar
di 100 desa daerah Sukabumi dan Yogyakarta, 1969,
Y = jumlah desadilakuk; gan jalan
gi panjang serta kemudian._ menghubungk: 1
ris linier atau dengan garis terputus-putus. Poligon frekuensi bagi:
2.2. dapat dilihat pada Diagram 5.3.5. ‘ =
DIAGRAM 5.3.5. Poligon frekuensi hasil produksi padi kering per hektar di
100 desa daerah Sukabumi dan Yogyakarta, 1969,
a
5
4
a
X= hasil produksi
Sumber: Data Tabel 5.2.2.
i yang diratakan
ir peiopde sgrafik frekuensi ialah guna menghilangkan b
ok beraturan yang sifatnya kebetulan saja sebagai akibat fl
sedemikian itu hanya dilakukan t
frekuensi yang t7X = hasil produksi dalam kuintal
Proses pengrataan sedemikian itu dapat dilakukan secara berturut-turut seba-
‘gai berikut:
a. Menggambarkan poligon frekuensi serta titik tengah tia
bersangkutan. Pada diagram di atas titik tengah sedemikian it
a, b, ¢, d, e, f, g, h dani,
b, Menggambarkan garis linier yang menghubungkan ac, ce, eg, gi bd, df,
fh dan hi.
Menarik garis tegak lurus melalui ttik tengah sedemikian rupa agar memo-
tong garis ac, ce, eg, gi bd, df, fh, dan hi,
-d, Menentukan titik tengah jarak antara titik tengah interval kelas dan garis
A i, df, fh dan hi. ;
secara bebas kurva yang kita inginkan dengan jalan meng:
semua titik tengah jarak di atas, ad
iap kelas yang
tu diberi tandaia
sebut dilakukan dengan menggunakan batas
gannya dapat juga dilakukan dengan menggunaki
sedemikian itu dapat dilihat dalam Tabel 5.4.2.
‘TABEL 5.4.1. Distribusi kumulatif hasil produksi padi kering per hektar di 190
C ddesa dacrah Sukabumi dan Yogyakarta, 1969
Hasil produksi dalam kuintat
‘Kurang dari 20 0
Kurang dari 35 ele
Kurang dari 50 32
Kurang dari 65 59
i Kurang dari 80 79
. Kurang dari 95 87
Kurang dari 110 95,
ke ‘Kurang dari 125 99
‘Kurang dari 140 100
‘Sumber: Data Tabel 5.2.2.
‘TABEL 5.4.2. Distribusi kumulatif “kurang dari" hasil, produksi padi kering
per hektar di 100 desa dacrah Sukabumi dan Yogyakarta, 1969.”
Hasil produksi dalam kuintal
19,5
i 94,5
i 49,5
645
i 79,5tung frekuensinya, Frekuensi kelas kelima
kan frekuensi kelas pertame sampai dengan frek
i yang terdapat dalam Tabel 5.2.2. Distr
atas dinamakan distribusi kumulatif "kurang dari” (less than dis.
), Distribusi kumulatif “atau lebih” ( or more distribution ) jy
dapat dibentuk dengan cara yang sama. Distribusi sedemikian itu dapat dili.
_ hat dalam Tabel 45, j
7 TABEL 5.4.3. Distribusi kurulatif “atau lebih” hasil Produksi padi kering per
4 hhektar di 100 desa dacrah Sukabumi dan Yogyakarta, 1969,
Hasil produksi dalam kuintal
20 atau lebih
35 atau lebih
50 atau lebih,
65 atau lebih
80 atau lebih
95 atau lebih
110 atau lebih
125 atau lebih *
140 atau lebih
Sumber: Data Tabel 5.2.9,
5.4.3. kita dapat menghitung dengan oon’ i
padi kering ee 50 Kaine tameat Sane yang menghasilkan
but dapat ditentukan dengan mencan bese antarafrekucday a esa ferse-
lebih” dan frekuensi kelas "110 atau lebit Scbetulnya, penennnny ota
Kian itu lebih mudah dilakukan dengan menggunakay, ea ocean sedemi-
yang penggolongan kelasnya didasarkan page tepi kel busi kumulatif
grafis dari distribusi aria “kurang dari” atay "3 Tah
kan dengan menggambarkan poligon trekuentss
frekuensi bagi distribusi Tabel 8.4.1. dan 5.43) dapat nggambaran poligon
SoA elleshasil produksi dalam kuintal
X=
19,5 345 49,5 64,5 79,5 94,5 109,5 1245 139,5
Sumber: Data Tabel 5.4.1. dan 5.4.5.
Poligon distribusi frekuensi kumulatif di atas juga dinamakan ogive. Peng:
gambarannya dilakukan dengan jalan menghubungkan semua titik-titik or.
Ginat dari tepi Kelas. Penggambaran poligon sedemikian itu hendaknya di-
tmulai dari titik nol yang terdapat pada tepi kelas bawah dari interval Kelas
‘pertama. Di sini letak perbedaan dalam cara penggambaran poligon distri
Busi frekuensi dan poligon distribusi {rekuensi kumulatif. Penggambaran po-
| figon distribusi dilakukan dengan menghubungkan semua titiktitik tengah
Kelas, sedangkan penggambaran poligon distribusi kumulatif dila-
‘dengan jalan menghubungkan ttik-titik ordinat tepi kelas
otigo ae kumulatif di atas diratakan (smoothed), maka kita
pain ‘kurva frekuensi kumulatif. Kurva frekuensi kumulatif
ga dinamakan huroa ogive dan dapat dihat pada | .
Sh ta
Seek sacle
Lik ieX-= hasil produksi dalam kuintal
195 $45 405 e487 945
1095 1245 139.5
Sember: Data Tabel 8.4.1, dan 5.4.9,
‘gunaan yang patut kita perhatikan.
& Kurva ogive umumnya digunakan untuk me, barkan kumulasi frekiy-
i i Lane emperoleh keterangan mengenai jumlah desa
Yang Menghasilkan padi kering per hektar di atas atau di bawah jumlah kuin
{al yang tertentu, kurva ogive a atas lebih berguna jika dibandingkan dengan
kurva frekuensi biasa, Misalnya, jumlah desa Yang menghasilkan padi kering
di atas 64,5 kuintal ialah Sebanyak 41 buah, Hal ‘Sedemikian itu secara cepat
Gapat dilihat pada kurva ogive ai atas,
Be b. Keragu-rayuan dalam Pemasukan angka-angka dalam kelas yang tertenty
yang mungkin timbul karena persoalan interval kelas atay batas kelas tidak
i ae Statistik tentang median, kuartil dan desil lebih ™mudah dila- i
____Kukan dengan bantuan kurva ogive di atas.
@-Kurva ogive dapat digunakan bag ‘van interpolasi, Misalnya, jumlahTABEL 5.5.1. Distribusi persentasi iFFeptor por Kelompok uml :
jumlab al ie a ag
Klinik sampel di Jawa, 1973 — 1976,
E. E a]
a Usia akseptor Jumlah akseptor Persentasi dari ;
‘ ! Jumlah kescluruhan :
15-19 1 ’ 0.67
g 20-24 29 19,33
i 25-29 3 28,67
30-34 at 27,33
35-39 24 16,00
40-44 12 8,00 ‘
Jumlah 150 100.0
Sumber: Data Tabel 4.2.1.
Pada asasnya, penyajian data di atas ke dalam bentuk distribusi persentasi
& kumulatif tidak sukar dikerjakan. Tabel 5.5.2. menyajikan data di atas ke
dalam bentuk distribusi persentasi kumulatif.
TABEL 5.5.2. Distribusi persentasi kumulatif jumlah akseptor per kelompok
‘umur di 10 klinik di Jawa, 1973 — 1976.
Usia akseptor % Jumlah akseptor secara kumulatifPeer dimulai dengan mengubah data pendapatar
feat ke dalam persentasi serta kemudian meny
n distrust persentasi kumulatif seperti yang terlihat d
"TABEL 5.5.8. Distibusl persentasi pendapatan dan epcucel i dig
‘dengan 240 usaha tani padi di Jawa Tengah musim tanam 1973/1974,
Ot iyang dikumulasi- | Jumlah pendapatan dari {3
ae eee | Gaminpedt chats | samaes
Ee Patan terendah sampai de- | dari pendapatan keselu-
ngan golongan pendapatan ruhan.
tertinggi. t
Golongan 20% pertama 27 2,7
Golongan 20% kedua 6,6 93 !
Golongan 20% ketiga 10,8 20,1
Golongan 20% keempat 18,1 38,2
Golongna 20% kelima 61,8 100,0
Jomlah keselurahan 1000 ‘|
Distribusi persentasi kumulatif dari ¢, isa
keurva Lorene pada Diagram $6 1007 “8 €2but disaikan dalam bentuk
Kurva Lorenz di atas sebetuln,
i ya menggamba is
secara relatif. Garis linier yang bersudut 40 Gon
| 4. MC. Yorenz "Methods of Measuring
) €ar Statistical Ass, iaston, June 1905.Sumber: Data Tabel 5.5.3. Jumlah penduduk sebagai %
dari keseluruhan masyarakat
secara kumulatif
terletak pada garis linier. Dalam hal sedemikian itu, distribusi pendapatan bagi
seluruh petani dalam masyarakat yang bersangkutan dapat dianggap merata.
Sebagai contoh, apabila distribusi pendapatan merata sempurna, maka 60
persen dari masyarakat tani yang dihitung mulai dari golongan pendapatan
_terendah hingga tering scharusnya memperolch 60 persen dari pendapatan
_ masyarakat yang juga dihitung mulai pendapatan terendah hingga tertinggi
Sepa ‘yang digambarkan dengan titik R. Dalam kenyataan, hal sedemikian
‘tu tidak pemah terjadi karena distribusi persen kumulatif pendapatan danpene ian ini Lorenz dibagi
i ters diagonal yang lnier dan kurva Lorenz dibag
; :
ae ae Rete segitiga AGF, maka akan diperoleh rasio Gini (Ging
Rerecuiesns)
5 peut
Secara singkat, ratio Gini dapat dirumuskan sebagai beriku
(55.1)
RG= cS
= yy
RG et
dimana RG= Rasio Gini
k = jumlah kelas
fi = % atau proporsijumlah masyarakat tani dalam kelas i
Yj > % atau proporsi secara kumulatif dari jumlah pendapatan ma-
syarakat tani sampai dengan kelas ke-i,
Jelis sekali, Rasio Gini harus terletak anjara 0 dan 1. Makin mendekati nol, .
Makin rendah konsentrasinya dan makin jmetita” distribusi pendapatannya,
c Makin mendekati 1, makin tinggi Konsentrasinya dan makin “tidak merat
distribusi Pendapatannya. Pengukuran Rasio Gini ‘untuk distrib,
dari tanaman Padi data Tabel 5.5.3, i
PROSEDUR 5.5.1. Prosedur Jo hitung Rasio Gini distribusi Pendapatan di 8
deta di Jawa Tengah dengan 240 usane ne Padi usim Tanam 1978/1974,
% petani yang diku- ®
[rulasikan dari go- | Pendapatin seca. (arrey
fentan gendapaten | ra kumadesif fre
terendah sampai de (ry
gan golongan penda-
Grea ae
‘olongan 20% pertama| 9,997 0,027
on
olongan 20% kedua” | 9993 0,120 cae
longan 20% ketiga, 0,201 0,294 0.0588
‘olongan 20% keempat| o/s 0,583
1,000
Z (vers Y*;_ R= 04812
: Rasio Gini = 1 — 0,4812 = 0,519kan harga grosir
va Barat, Harga dinyatakan dalam rupiah per
a. Buatlah urutan dari data di atas.
b. Berapakah jarak dari urutan di atas?
c. Buatlah distribusi frekuensi dari data di atas dengan menggunakan
rumus Sturges. :
d. Buatlah distribusi frekuensi data di atas dengan menggunakan inter-
val kelas 254,00 — 254,49, 254,50 -. 254,99 dan sctcrusnya.
¢. Buatlah evaluasi serta perbundingan mengenai hasil c. dan d. di atas.
3, Buatlah histogram, poligon dan kurva frekuensi yang diratakan dari distri-
busi soal 2 di atas.
|. 4,Di bawah ini disajikan kembali titik-tengah distribusi hasil ujian statistik
deskriptif oleh 100 mahasiswa Fakultas Ekonomi Universitas Indonesi
ns
‘Titik tengah Frekuensi
34,5
445periode 1977/1978 di 69 negara.
977 922 «482
357 «170518
703 393 300
340 508773
143 703-320
849257508
476 300719
698 316 500
299 286 «602
657 6051054
a. Buatlah distribusi frekuensi dengan batas kelas terbawah = 100 dan
interval kelas = 100. \
b. Gambarkan histogram dan poligon frekuensi data di atas.
. Kesan apa yang Saudara peroleh dari hasil penyusunan distribusi di
atas?
6. Sebuah lembaga penelitian mengadakan survei tentang jumlah tabungan
per bulan dari buruh sebuah Perusahaan Negara di ibukota.
Penelitian terscbut dilakukan terhadap 100 keluarga sampel dan hasilnya di
nyatakan sebagai persentasi dari jumlah pendapatan per bulan. !
a. Bentuklah sebuah distribusi frekuensi dari data di atas dengan
menggunakan kelas interval yang sesuai.
b. Mengapa Saudara menggunakan jumlah kelas sebanyak itu?
¢. Buat juga distribusi kumulatif “atau lebih”.
7. Dalam bukunya yang berjudul Outline of Biometrics Analysis, Treolar
mengemukakan distribusi berat 402 bayi yang baru dilahirkan sebagai ber.
ikut:__ b. Apakah data di atas diskrit (discrete)? aoe
¢. Dapatkah Saudara memberi contoh mengenai interval kelas, batas
kkelas dan tepi kelas dari data di atas?
8. Dari hasil survei jumlah pekerja kasar di Majalaya diperoleh data sebagai
berikut:
‘Jumlah pekeria
om Jaki-laki wanita
eae 28 24
1p — 19 37 23,
20 — 24 ot 28
25 - 34 268 R
35 — 44 246 64
45 - 54 125 37
55 — 64 55 18 .
65 dan seterusnya 35 9
Usia yang tidak diketahui 2 1
Buatlah frekuensi histogram dari data di atas, 5
ikelas data di atas perlu disesuaikan dan dirapikan lagi.
i ‘mengenai cara penyesuaian dan
Saudara gunakan. i» 4000 — 4999
5000 — 5999
6000 ~ 6999
7000 — 7999
a. Buatlah sebuah frekuensi histogram dan frekuensi poligon dari data
di atas,
. Berilah sedikit komentar tentang bentuk distribusi di atas.
‘¢ Buatlah distribusi "kurang dari”. Berilah grafiknya.