You are on page 1of 16

SITUS RUMAH ADAT CIKONDANG

Diajukan sebagai Pengganti Ujian Praktikum dan salah satu syarat mengikuti
Ujian Satuan Pendidikan SMA Negeri 1 Pangalengan Tahun Ajaran 2021-
2022

Oleh:
Alfira Septi Maryam(0037939229)
Anggi Rahmawati Zulkarnaen (0032500571)
Davina Prasasti Aulia Feliza (0039607803)
Dendi Tsamarotul Qolbu (0035902177)
Hani Meliyani (0037938557)
Hanif Muhamad Zahid (0044214708)
Moch Falahudin (0038095376)

PEMERINTAH DAERAH PROVINSI JAWA BARAT DINAS PENDIDIKAN


CABANG DINAS PENDIDIKAN WILAYAH VII

SMA NEGERI 1 PANGALENGAN


Jl. Kebon kopi No. 145 Telpon/Fax 022-5979109
Website:http://www.sman1pangalengan.sch.id, e-mail:sman1pangalengan@yahoo.co.id
Kabupaten Bandung 40378
LEMBAR PENGESAHAN

Bissmillahirrohmanirrohiem
HEALING BAGIMU BOM WAKTU BAGIKU
Diajukan sebagai salah satu syarat mengikuti Ujian Praktik dan Ujian Satuan Pendidikan
SMA Negeri 1 Pangalengan Tahun Pelajaran 2021-2022
Disyahkan di Bandung
05 Maret 2022

Wali Kelas XII IPS 6, Guru Pembimbing,

Hj. Nur’aeni, S.Pd.I. Risman Firmansyah, S.Pd


NIP. 196411032014102002

Mengetahui Kepala Sekolah, Menyetujui Waka. Kurikulum


Selaku Penerima dan Pengesah Laporan,

Surahman, S.Pd., M.M.Pd Ratu Ismira Fathiyah, S.Pd


NIP. 19700314199031002 NIP. 196711061990012002

PEMERINTAHAN DAERAH PROVINSI JAWA BARAT


DINAS PENDIDIKAN CABANG DINAS PENDIDIKAN WILAYAH VIII

SMA NEGERI 1 PANGALENGAN


Jl. Kebon Kopi No. 145 Telpon/Fax 022-5979109
Website:http//:www.sman1pangalengan.sch.id, e-mail:smanpangalengan@yahoo.co.id
Kabupaten Bandung 40378
PENDAHULUAN
Budaya bangsa itu dibentuk dari unggulan-unggulan yang ada pada
budayabudaya lokal seNusantara. Dengan demikian budaya-budaya lokal yang ada
di Nusantara muncul dan eksis lebih dulu, sedangkan budaya bangsa muncul
sesudahnya, tepatnya sesudah Negara Republik Kesatuan Indonesia
diproklamirkan. Jadi, budaya bangsa mewarisi nilai-nilai unggulan dari
budayabudaya lokal, dan bukan sebaliknya. Budaya-budaya lokal yang ada di
Indonesia selanjutnya menjadi warisan budaya (cultural heritage) bagi bangsa
Indonesia.
Pangalengan adalah sebuah kecamatan yang sangat kaya dengan budaya
lokal, budaya lokal ini sangat berkaitan dengan peninggalan kerajaan prabu
siliwangi. Salah satu tempat yang sudah diresmikan sebagai cagar budaya adalah
Rumah Adat Cikondang. Rumah ada cikondang berada di Kampung Adat
Cikondang Desa Lanjang Kecamatan Pangalengan Kabupaten Bandung Provinsi
Jawa Barat.
Pergeseran kebudayaan di Jawa Barat sudah sangat menghawatirkan,
sebagain besar generasi milenial lebih memilih kebudayaan luar karena lebih sesuai
dengan tren yang ada. Hal ini mengakibatkan budaya lokal yang ada kian terkikis
dan terlupakan, oleh karena itu sangat penting saya menggali informasi tentang
Situs Rumah adat Kasepuhan cikondang.
Berdasarkan Berdasarkan latar belaka masalah di atas, karya tulis difokuskan
dalam beberapa masalah sebagai berikut:1)bagaimana terbentuknya Situs Rumah
adat Kasepuhan cikondang;2)Bagaimana kedudukan Situs Rumah adat Kasepuhan
cikondang di masyarakat sekitar;3)Apa saja kebiasaan yang ada di Situs Rumah
adat Kasepuhan cikondang.
Sesuai dengan permasalahan yang telah dirumuskan, maka tujuan yang ingin
dicapai dalam penelitian ini sebagai berikut:1)Terbentuknya Situs Rumah adat
Kasepuhan cikondang;2)Kedudukan Situs Rumah adat Kasepuhan cikondang di
masyarakat sekitar;3)Kebiasaan yang ada di Situs Rumah adat Kasepuhan
cikondang
Metode penggalian informasi Situs Rumah adat Kasepuhan cikondang
dengan cara mewawancarai juru kunci Situs Rumah adat Kasepuhan cikondang dan
observasi langsung Situs Rumah adat Kasepuhan cikondang.
PEMBAHASAN

Masyarakat terbentuk melalui sejarah yang panjang, perjalanan berliku, tapak


demi tapak, trial and error. Pada titik-titik tertentu terdapat
peninggalanpeninggalan yang eksis atau terekam sampai sekarang yang kemudian
menjadi warisan budaya. Warisan budaya, menurut Davidson
(1991:2) diartikan sebagai ‘produk atau hasil budaya fisik dari tradisitradisi
yang berbeda dan prestasi-prestasi spiritual dalam bentuk nilai dari masa lalu yang
menjadi elemen pokok dalam jatidiri suatu kelompok atau bangsa’. Jadi warisan
budaya merupakan hasil budaya fisik (tangible) dan nilai budaya (intangible) dari
masa lalu.
Nilai budaya dari masa lalu (intangible heritage) inilah yang berasal dari
budaya-budaya lokal yang ada di Nusantara, meliputi: tradisi, cerita rakyat dan
legenda, bahasa ibu, sejarah lisan, kreativitas (tari, lagu, drama pertunjukan),
kemampuan beradaptasi dan keunikan masyarakat setempat (Galla, 2001: 12) Kata
lokal disini tidak mengacu pada wilayah geografis, khususnya kabupaten/kota,
dengan batas-batas administratif yang jelas, tetapi lebih mengacu pada wilayah
budaya yang seringkali melebihi wilayah administratif dan juga tidak mempunyai
garis perbatasan yang tegas dengan wilayah budaya lainnya.
Kata budaya lokal juga bisa mengacu pada budaya milik penduduk asli
(inlander) yang telah dipandang sebagai warisan budaya. Berhubung pelaku
pemerintahan Republik Indonesia adalah bangsa sendiri, maka warisan budaya
yang ada menjadi milik bersama. Ini berbeda situasinya dengan Negara Australia
dan Amerika yang warisan budayanya menjadi milik penduduk asli secara
eksklusif sehingga penduduk asli mempunyai hak untuk melarang setiap kegiatan
pemanfaatan yang akan berdampak buruk pada warisan budaya mereka (Frankel,
1984).
Warisan budaya fisik (tangible heritage) sering diklasifikasikan menjadi
warisan budaya tidak bergerak (immovable heritage) dan warisan budaya bergerak
(movable heritage). Warisan budaya tidak bergerak biasanya berada di tempat
terbuka dan terdiri dari: situs, tempat-tempat bersejarah, bentang alam darat
maupun air, bangunan kuno dan/atau bersejarah, patung-patung pahlawan (Galla,
2001: 8). Warisan budaya bergerak biasanya berada di dalam ruangan dan terdiri
dari: benda warisan budaya, karya seni, arsip, dokumen, dan foto, karya tulis cetak,
audiovisual berupa kaset, video, dan film (Galla, 2001: 10).
Pasal 1 the World Heritage Convention membagi warisan budaya fisik
menjadi 3 kategori, yaitu monumen, kelompok bangunan, dan situs (World
Heritage Unit, 1995: 45). Yang dimaksud dengan monument adalah hasil karya
arsitektur, patung dan lukisan yang monumental, elemen atau struktur tinggalan
arkeologis, prasasti, gua tempat tinggal, dan kombinasi fitur-fitur tersebut yang
mempunyai nilai penting bagi sejarah, budaya dan ilmu pengetahuan.
Yang dimaksud dengan kelompok bangunan adalah kelompok bangunan
yang terpisah atau berhubungan yang dikarenakan arsitekturnya, homogenitasnya
atau posisinya dalam bentang lahan mempunyai nilai penting bagi sejarah, budaya
dan ilmu pengetahuan. Yang dimaksud dengan situs adalah hasil karya manusia
atau gabungan karya manusia dan alam, wilayah yang mencakup lokasi yang
mengandung tinggalan arkeologis yang mempunyai nilai penting bagi sejarah,
estetika, etnografi atau antropologi.
Warisan budaya fisik dalam pasal 1 Undang-undang Nomor 5 tahun 1992
tentang BendamCagar Budaya disebut sebagai ‘benda cagar budaya’ yang berupa
benda buatan manusia dan benda alam yang dianggap mempunyai nilai penting
bagi sejarah, ilmu pengetahuan dan kebudayaan, sedangkan lokasi yang
mengandung atau diduga mengandung benda cagar budaya disebut
‘situs’ (pasal 2
Undangundang Nomor 5 tahun 1992). Benda cagar budaya dan situs dipelajari
secara khusus dalam disiplin ilmu Arkeologi yang berupaya mengungkapkan
kehidupan manusia di masa lalu melalui benda-benda yang ditinggalkannya. Ini
berbeda dengan disiplin ilmu Sejarah yang berupaya mengungkapkan kehidupan
manusia di masa lalu melalui bukti-bukti tertulis yang ditinggalkannya.
Beragam wujud warisan budaya lokal memberi kita kesempatan untuk
mempelajari kearifan lokal dalam mengatasi masalah-masalah yang dihadapi di
masa lalu. Masalahnya kearifan local tersebut seringkali diabaikan, dianggap tidak
ada relevansinya dengan masa sekarang apalagi masa depan. Dampaknya adalah
banyak warisan budaya yang lapuk dimakan usia, terlantar, terabaikan bahkan
dilecehkan keberadaannya. Padahal banyak bangsa yang kurang kuat sejarahnya
justru mencari-cari jatidirinya dari tinggalan sejarah dan warisan budayanya yang
sedikit jumlahnya. Kita sendiri, bangsa Indonesia, yang kaya dengan warisan
budaya justru mengabaikan asset yang tidak ternilai tersebut. Sungguh kondisi
yang kontradiktif.
Kita sebagai bangsa dengan jejak perjalanan sejarah yang panjang sehingga
kaya dengan keanekaragaman budaya lokal seharusnya mati-matian melestarikan
warisan budaya yang sampai kepada kita. Melestarikan tidak berarti membuat
sesuatu menjadi awet dan tidak mungkin punah. Melestarikan berarti memelihara
untuk waktu yang sangat lama. Jadi upaya pelestarian warisan budaya lokal berarti
upaya memelihara warisan budaya lokal untuk waktu yang sangat lama.
Karena upaya pelestarian merupakan upaya memelihara untuk waktu yang
sangat lama maka perlu dikembangkan pelestarian sebagai upaya yang
berkelanjutan (sustainable).
Jadi bukan pelestarian yang hanya mode sesaat, berbasis proyek, berbasis
donor dan elitis (tanpa akar yang kuat di masyarakat). Pelestarian tidak akan dapat
bertahan dan berkembang jika tidak didukung oleh masyarakat luas dan tidak
menjadi bagian nyata dari kehidupan kita. Para pakar pelestarian harus turun dari
menara gadingnya dan merangkul masyarakat menjadi pecinta pelestarian yang
bergairah. Pelestarian jangan hanya tinggal dalam buku tebal disertasi para doktor,
jangan hanya diperbincangkan dalam seminar para intelektual di hotel mewah,
apalagi hanya menjadi hobi para orang kaya. Pelestarian harus hidup dan
berkembang di masyarakat. Pelestarian harus diperjuangkan oleh masyarakat luas
(Hadiwinoto, 2002: 30).
Singkat kata pelestarian akan dapat sustainable jika berbasis pada kekuatan
dalam, kekuatan lokal, kekuatan swadaya. Karenanya sangat diperlukan penggerak,
pemerhati, pecinta dan pendukung dari berbagai lapisan masyarakat. Untuk itu
perlu ditumbuhkembangkan motivasi yang kuat untuk ikut tergerak berpartisipasi
melaksanakan pelestarian, antara lain:1)Motivasi untuk menjaga, mempertahankan
dan mewariskan warisan budaya yang diwarisinya dari generasi
sebelumnya;2)motivasi untuk meningkatkan pengetahuan dan kecintaan generasi
penerus bangsa terhadap nilai-nilai sejarah kepribadian bangsa dari masa ke masa
melalui pewarisan khasanah budaya dan nilai-nilai budaya secara nyata yang dapat
dilihat, dikenang dan dihayati; 3) otivasi untuk menjamin terwujudnya keragaman
atau variasi lingkungan budaya; 4) Motivasi ekonomi yang percaya bahwa nilai budaya
local akan meningkat bila terpelihara dengan baik sehingga memiliki nilai komersial untuk
meningkatkan kesejahteraan pengampunya; dan 5) Motivasi simbolis yang meyakini
bahwa budaya lokal adalah manifestasi dari jatidiri suatu kelompok atau masyarakat
sehingga dapat menumbuhkembangkan rasa kebanggaan, harga diri dan percaya diri yang
kuat.
Dari penjelasan diatas dapat diketahi bahwa pelestarian budaya lokal juga
mempunyai muatan ideologis yaitu sebagai gerakan untuk mengukuhkan kebudayaan,
sejarah dan identitas (Lewis, 1983: 4), dan juga sebagai penumbuh kepedulian masyarakat
untuk mendorong munculnya rasa memiliki masa lalu yang sama diantara anggota
komunitas (Smith, 1996: 68).
Rumah adat Cikondang merupakan peninggalan cagar budaya yang berlokasi di
kampung adat Cikondang, Desa Lamajang, Kecamatan Pangalengan, Kabupaten Bandung,
Provinsi Jawa Barat.sekitar tahun 1940-an terdapat kurang lebih enam puluh rumah, namun
sekitar tahun 1942 terjadi peristiwa kebakaran yang menyebabkan hampir seluruh rumah
terbakar, kecuali rumah adat milik seorang juru kunci kampung adat Cikondang.
Berdasarkan hasil wawancara dengan seorang saksi hidup di kampung adat Cikondang
yang berusia 98 tahun, penyebab kebakaran tersebut disebabkan oleh warga yang sedang
membakar kayu dan dedaunan kering lalu membiarkannya, saat itulah api terus menyambar
rumahrumah warga dan tersisalah satu rumah adat Rumah tersebut awalnya berfungsi
sebagai tempat tinggal bagi seorang juru kunci.
Namun, seiring dengan perkembangan zaman, beralih fungsi sebagai peninggalan
cagar budaya, tempat wisata edukasi budaya dan agama, tempat untuk diadakannya
musyawarah masyarakat adat, ritual adat dan kesenian adat. Pemanfaatan ruang-ruang
dalam rumah adat sebagai tempat menjalankan aktivitas tertentu, khususnya pada saat
perayaan Wuku Taun 15 Muharram dan persiapan yang dilakukan sejak tanggal 1 sampai
dengan 14 Muharram yang wajib dilaksanakan setiap tahunnya merupakan hal yang wajib
dipatuhi oleh masyarakat adat setempat. Hal yang menjadikan rumah adat sebagai tempat
dilaksanakannya ritual Wuku Taun atau Mapag Taun karena perayaan tersebut.
Cikondang sendiri berasal dari dari “Ci”dan “kondang” “ci” atau nama lainnya Aci
dan “kondang nya”terkenal jadi maksudnya Aci waktu peperangan Prabu Siliwangi Acina
kampung Lamajang lamadnya(badan) jadi yang disebut kampung pamarangan yaitu
cikajang.jadi dalam istilah “ci” itu artinya badannya.Terusan kesananya ci pamarangan
artinya waktu peperangan Prabu Siliwangi dan raden kiang santan menurut kata orang
zaman dulu terusan nya lagi ada kampung panenjoan karena banyak yang nonton jadi
dinamai lampung panenjoan.
Leluhur Cikondang asalnya orang baduy karena hidup di tengah hutan jadi leluhur
Cikondang membangun rumah adat di tengah hutan, maksudnya membangun rumah adat di
cikondang untuk menyebarkan dan mengembangkan agama Islam tidak seperti zaman
sekarang yang canggih. Leluhur cikondang aslinya keterunan Cirebon mereka
menyebarkan agama dengan menggunakan suhu simbul(simbol). Waktu dulu daerah Jawa
Barat di lindungi Hindu jadi penyampainya secara hibul contoh nya ukuran rumah adat
8x12m artinya 8 bulan
12 tahun lalu pilosopis jendela yang ada 5 maknanya mengingatkan solat 5 waktu, pintu
ada satu yang artinya asal dari Allloh pulang lagi ke Alloh SWT.
Jadi semua bentuk rumah Adat cikondang semuanya sama, Jumlah Rumah adat
cikondang asalnya 45-50 rumah Adat karena tahun 1942 kebakaran tersisa 1 rumah lagi
ajaibnya yang tersisa satu rumah ini tidak terbakar oleh api. Leluhur memberikan amanat
ibaratnya dalam bahasa sunda”Panjang teu kengeng di tetek pondok teu kengeng
disambung”makna nya bentuk, ukuran, rupa jangan di ubah terkecuali di renovasi tidak
masalah.sampai sekarang adat dan budaya yang disana belum berkurang sedikit pun dan
sangat di pertahanan kan baik dalam budayanya maupun rumah adatnya yang dibentuk
leluhur sekitar 360 tahun yang lalu belum berubah.Zaman dulu pun bangunan rumah atau
bentuk rumah warga seperti rumah adat cikondang tidak ada dapur yang penting bisa
beristirahat beda lagi dengan orang berada didepan rumahnya ada bale untuk menerima
tamu jadi tamu tidak langsung kerumah begitu pun sekarang di rumah adat cikondang di
terapkan aturan itu.
Ada beberapa nilai yang hingga hari ini di yakini dan dilaksanakan oleh masyarakat
kampung adat diantaranya:1)Tidak membangun kembali rumah penduduk kampung seperti
sediakala, karena alat-alat untuk membangun rumah sulit didapat dan dikhawatirkan akan
merusak alam; 2) osisi Rumah Adat terletak lebih tinggi dibandingkan rumah penduduk
lainnya untuk enghormati keberadaan Rumah Adat Cikondang; 3) umah penduduk tidak
dibangun menghadap rumah adat, untuk menjaga keluhuran Rumah Adat;4)Rumah adat
hanya memiliki satu pintu dan lima jendela, maknanya ialah bahwa satu pintu
melambangkan tempat berangkat dan tempat kembali, sedangkan lima jendela
melambangkan rukun Islam;5)Rumah Adat dibangun tidak menggunakan paku tapi
menggunakan tali ijuk sebagai pengikat, merupakan simbol persatuan;6)Rumah Adat hanya
bisa dikunjungi ada hari Minggu, Senin, Rabu, dan kamis;7)Wanita yang sedang haid
dilarang memasuki Rumah Adat untuk menjaga kesucian Rumah Adat.
Alasan tersebut untuk menjaga dan melestarikan kebudayaan dan adat yang ada
disana misalnya, tidak boleh menebang pohon dihari selasa, jumat, Sabtu agar hutan
terjaga dan kayu tidak habis. Adapun orang yang tidak percaya itu dan melanggarnya dia
akan mendapatkan akibatnya.
Contohnya, Ada kejadian dimakam dia datang dihari larangannya, pas keluar dari
makam kakinya jatuh terpleset ke akar durian dan kepalanya terbentur batu dan ada pula
yang sampe kakinya patah sesudah keluar di rumah adat.
Wujud Kebudayaan dalam bentuk aktifitas pada masyarakat adat Cikondang Dalam
hal wujud kebudayaan yang sifatnya aktifitas kegiatan, yang terkait dengan pelestarian
lingkungan dan kepedulian terhadap lingkungan yang ada pada masyarakat adat Cikondang
bisa ditemakan pada beberapa aktifitas keseharaian ataupun aktifitas yang sudah terjadwal
secara kontinyu yang dikemas dalam sebuah tradisi.
Tradisi Wuku Taun Upacara ini berkaitan dengan upacara taun baru Islam yaitu
tahun baru hijriah. Diperingati setiap tanggal 15 muharam. Istilah seleh taun, mapag taun
dapat diartikan “seleh taun” maksudnya pergantian taun, sedang “mapag taun” artinya
menyambut atau menyongsong tahun baru. Istilah “saleh” identik dengan “seren” berati
serah terima atau melepas tahun lalu dengan segala kenangannya dan menyambut tahun
baru agar lebih baik dari tahun yang sebelumnya. Upacara adat ini dilakukan secara
besarbesaran, baik oleh penduduk Cikondang khususnya, maupun masyarakat Desa
Lamajang pada umumnya.

Tradisi Ngaruat Lembur (Hajat lembur) Ngaruat lembur atau hajat lembur yang biasa
dilakukan masyarakat Cikondang adalah dalam bentuk mengadakan selametan yang
dilakukan oleh masyarakat setempat untuk keselamatan kampung halamannya. Ngaruat
lembur adalah salah satu istiadat yang turun temurun yang berkaitan dengan slametan
lembur. Dimana masyarakat meminta kepada Allah Swt agar lingkungan yang ditempati
mendapatkan keberkahan dan keselamatan hidup.
Tradisi Ngaruat Bumi (Rumah)Wujud kebudayaan dalam bentuk aktifitas terdapat
pada tradisi ngaruat bumi, ngaruat kandang hayam, dimana dalam tradisi tersebut
masyarakat adat Cikondang mempersiapkan segala sesuatunya, dari persiapan awal, proses
tradisi sampai setelah tradisi tersebut dilaksanakan. Adapun tujuan ngaruat bumi dan juga
kandang hayam sebagai ungkapan rasa syukur kepada Allah Swt. yang dikemas dalam
sebuah tradisi yang dilestarikan masyarakat adat Cikondang dan mereka tetap setia
melaksanakan ritual ngaruat tersebut sampai saat ini.
Tradisi Ruat Solokan tradisi ngaruat solokan, pada prinsipnya merupakan upaya
untuk melestarikan solokan ebagai saluran air yang akan mengairi sawah dan kolam serta
yang lainnya, sehingga apabila solokan/aliran air terjaga dengan baik, maka akan
memberikan manfaat bagi kehidupan masyarakat. Pada tradisi ruat solokan pun begitu
nampak nilai-nilai ajaran Islam,dimana dengan dibacakannya tawasul dan do'a-do’a yang
kumandangkan dan juga ketika tujuan ngaruat solokan sebagai ungkapan rasa syukur
kepada Allah Swt. yang dikemas dalam sebuah tradisi yang dilestarikan masyarakat adat
Cikondang dan mereka tetap setia melaksanakan ritual ngaruat tersebut;d)Tradisi Ruat
Hajat Wujud kebudayaan dalam bentuk aktifitas terdapat pada tradisi ngaruat hajat. Pada
tradisi ngaruat hajat ini, tampak masyarakat melakukan berbagai aktiftas, dari mulai
persiapan, proses ngaruat hajat, sampai selesainya ngaruat hajat tersebut. Adapun tujuan
ngaruat hajat sebagai ungkapan rasa syukur kepada Allah Swt. yang dikemas dalam sebuah
tradisi yang dilestarikan masyarakat adat Cikondang dan mereka tetap setia
melaksanakan ritual ngaruat hajat tersebut;e)Tradisi Upacara Pertanian pada saat bertani,
para petani menyiapkan seperangkat bahan-bahan untuk melangsungkan upacara yang
sangat sederhana, mereka menyiapkan hanjuang, jawer kotok, daun temiang, dan daun
peuteuy selong. Kemudian membuat rujak tujuh rupa, bahanbahan terdiri dari tujuh
macam, asem,kelapa,gula, tiwu,srawung, pisang- emas, dan pisang-ambon. Rujak ini di
simpan dalam daun pisang. Ditambah seperangkat bahan menyirih dengan dupa dan
kemenyan. Tradisi Upacara Hajat Paralon hajat atau Selamatan adalah suatu tradisi yang
dilaksanakan dipedesaan atau Kampung Cikondang Desa Lamajang Kecamatan
Pangalengan Kabupaten Bandung yang sifatnya turun temurun ke generasi penerusnya. kata
hajat (Nyelametkeun) berasal dari dialek Sunda yaitu dari kata "selamat" yang artinya
terhindar dari bahaya. Jadi upacara hajat atau menyelametkeun ialah ungkapan syukur kita
terhadap nikmat Allah Swt yang telah diberikannya serta terhindar dari segala bahaya yang
datang dari alam atau dari manusia lain. Hajat yang isinya asal kata dari hayat atau hidup,
yang berarti hajat solokan hirupna solokan ayana cai deng-deng langgeng henteu
kakurangan cai.
Hutan larangan cikondang yang terkenal mistisnya Kampung Adat Cikondang
dikenal dengan hutannya yang keramat dan mitos- mitos setempat yang masih dipercaya.
Masyarakat sekitar punya aturan yang kurang bisa diterima nalar. Seperti aturan melepas
sandal saat memasuki Hutan Larangan.Ketika memasuki Hutan Larangan, pengunjung
diharuskan untuk melepas sandal atau alas kaki. Yang tidak boleh dilanggar juga, masuk
ialah dengan melangkahkan kaki kanan terlebih dahhulu. Jika dipikir-pikir, aturan seperti
ini kurang bisa diterima nalar di zaman yang serba modern. Di dalam kawasan hutan
terdapar melati purba yang berusia sekitar 360 tahun.

Uniknya, saat melati purba ini mekar, aroma wangi akan tercium di seisi kampung.
Untuk menjaga keberadaan melati purba dan tumbuhan lain. ada di dalamnya, maka setiap
pengunjung memang harus mematuhi aturan yang ada. Seperti melepas sandal. Bahkan,
Hutan larangan tidak bisa dikunjungi setiap saat. Pada hari Selasa, Jumat, dan Sabtu, Hutan
Larangan ini tidak boleh dikunjungi oleh siapapun. Selain itu, umat beragama non muslim
dan wanita yang sedang menstruasi pun dilarang memasuki hutan ini.ada satu hal lagi yang
unik, memotret di Hutan Larangan Kampung Adat Cikondang ini pun tidak bisa
sembarangan. Ada aturan yang harus dipatuhi. Salah satunya, hanya boleh memotret pada
harihari tertentu, Minggu, Senin, Rabu, dan Kamis.
Kampung Adat Cikondang pun punya 45 kuliner tradisional yang masih terjaga seperti
poto di bawah;
Ketika berbicara tentang kuliner, Kampung Adat Cikondang memiliki
kuliner daerah yang masih terjaga cita rasa authentic nya hingga sekarang. Total
tedapat 45 jenis makanan khas. Dari sekian banyaknya, opak, raginang, klontong,
teng-teng, dan ampeang menjadi kuliner khas Kampung Adat Cikondang yang
harus dicicipi saat berkunjung ke sana. Masyarakat setempat pun dilarang
menggunakan perlatan elektronik, seperti TV, Radio, Kulkas, dan lainnya. Jadi,
masyarakat setempat masih menggunakan hawu atau tungku untuk memasak.
Berkunjung ke Kampung Adat Cikondang tidak cukup hanya dengan mengenal
lebih dekat keaslian rumah adatnya dan mencicipi makanan khasnya. Nilai-nilai
kearifan lokal yang kuno namun sarat akan budaya leluhur jadi hal yang menarik
untuk ditelisik
SIMPULAN DAN SARAN

Rumah Adat Cikondang merupakan sebuah kampung adat yang memiliki


budaya rupa yang paling menonjol yaitu Rumah Adat Cikondang yang sarat nilai
filosofis dan pedagogis dan dapat dijadikan sebagai sumber etnopedagogi bagi
masyarakat.Seperti wujud kebudayaan dalam bentuk aktifitas-aktifitas yang
dilakukan masyarakat sekitar seperti ritual-ritual tradisional sebagai upaya rasa
terimakasih yang disajikan dalam bentuk tradisi-tradisi sesuai dengan aktifitas yang
masyarakat lakukan.
Terlepas dari berbagai keunikan adat dan kearifan lokal yang terdapat
didalamnya, Kampung Rumah Adat Cikondang ini juga masih mempertahankan
kekhasan kuliner yang dimilikinya di tengah perubahan zaman yang
mempengaruhi daerah-daerah, justru Kampung Rumah Adat Cikondang ini tetap
mempertahankannya .Serta bagaimanapun Rumah Adat Cikondang ini merupakan
salah satu kampung yang merupakan Desa Wisata di Kabupaten Bandung, selain
memliki ciri khas budaya yang unik dapat juga dijadikan salahsatu nilai ekonomi
untuk masyarakat sekitar tanpa merubah nilai adat sedikitpun dengan dijadikan
wisata budaya.
Beberapa hal yang bisa disarankan kepada masyarakat ialah untuk terus
menjaga kelestarian Rumah Adat Cikondang sebagai salah satu bentuk budaya rupa
yang memiliki nilai filosofis dan pedagogis, serta dapat menginternalisasikan
nilainilai tersebut pada masyarakat secara luas. Untuk masyarakat diluar Kampung
Rumah Adat Cikondang juga diharapkan dapat mempelajari serta menjaga
nilainilai budaya yang ada pada Kampung Rumah Adat Cikondang agar
kekhasannya dapat tetap terjaga dan lestari sehingga dapat memunculkan kembali
nilai-nilai budaya di daerah sekitarnya.
DAFTAR PUSTAKA
Davison, G. dan C Mc Conville. 1991. A Heritage Handbook. St. Leonard, NSW:
Allen & Unwin.
Frankel, D. 1984. “Who Owns the Past?”. Australian Society, 3 (9).
Galla, A. 2001. Guidebook for the Participation of Young People in
Heritage Conservation. Brisbane: Hall and jones Advertising.
Hadiwinoto, S. “Beberapa Aspek Pelestarian Warisan Budaya”. Makalah
disampaikan pada Seminar Pelestarian dan Pengembangan Masjid Agung
Demak, di Demak, 17 Januari 2002.
Narasumber Anom Juhana (76 Tahun) Sebagai Juru Kunci ke V Rumah Adat
Cikondang di wawancarai Tanggal 28 Februari 2022 di Kampung
Cikondang.
Lewis, M. 1983. “Conservation: A Regional Point of View” dalam M. Bourke,
M. Miles dan B. Saini (eds). Protecting the Past for the Future. Canberra:
Austraalian Government Publishing Service.
Smith, L. 1996. “Significance Concepts in Australian Management Archaeology”
dalam L. Smith dan A. Clarke (eds). Issue in Management Archaeology,
Tempus, vol 5.
Undang-undang Nomor 5 tahun 1992 tentang Benda Cagar Budaya.
World Heritage Unit. 1985. Australia’s World Heritage. Canberra: Department of
Environment, Sports and Territories.

You might also like