You are on page 1of 3

Keunikan justru terjadi pada masa usia dewasa muda (umur 16 – 30 tahun) dimana terjadi

pergeseran irama sirkadian sehingga jam tidur pun bergeser akibat dari perubahan hormonal
yang terjadi pada akhir masa pubertas. Saat orang lain mulai mengantuk pada pukul 21.00 atau
22.00, pada usia dewasa muda justru bersemangat untuk berkarya, baik itu belajar maupun
menyelesaikan pekerjaannya. Sementara di pagi hari sudah harus bangun lebih awal untuk
mempersiapkan diri ke sekolah, kuliah, maupun bekerja. Pada umumnya, dewasa muda
mengalami kekurangan tidur sehingga tidak mengherankan jika banyak fenomena pelajar atau
mahasiswa yang tertidur saat jam pelajaran dimulai (Marpaung et al., 2013).

Faktor hormonal, sindroma nyeri, dan masalah psikologis, terutama depresi merupakan beberapa
faktor yang memengaruhi kualitas tidur pada wanita. Kualitas tidur yang buruk dan kurangnya
waktu tidur memengaruhi kualitas hidup mereka. Wanita dua kali lebih mungkin daripada laki-
laki dalam hal memiliki kesulitan untuk memulai tidur atau mempertahankan tidur, walaupun
sebelum pubertas tidak ada perbedaan signifikan yang jelas. Gangguan mood lebih banyak
terjadi pada wanita dibandingkan pada pria, terutama untuk sistem reproduksi wanita (misalnya,
premenstrual dysphoric disorder [PMDD], pregnancy affective disorder, postpartum depression,
perimenopausal mood disorder). Sementara gangguan kecemasan sering dikaitkan dengan
kesulitan memulai tidur, serta depresi biasanya dikaitkan dengan bangun terlalu pagi (Hertz,
2012).

Kualitas tidur adalah kemampuan setiap orang untuk mempertahankan keadaan tidur dan untuk
mendapatkan tahap tidur REM dan NREM yang pantas. Kualitas tidur mencakup aspek
kuantitatif dari tidur, seperti durasi tidur, latensi tidur serta aspek subjektif dari tidur. (Khasanah
& Hidayati, 2012). Kualitas tidur seseorang dikatakan baik apabila tidak menunjukkan berbagai
tanda kekurangan

tidur dan tidak mengalami masalah dalam tidurnya. Kondisi kurang tidur pun banyak dijumpai
pada mahasiswa (Stenzel, 2015). Faktor lingkungan seperti kebisingan, kenyamanan tempat
tidur, teman tidur dan tempat tinggal, pencahayaan, serta suhu kamar tidur dapat memengaruhi
kualitas tidur. Perilaku tidur yang baik dari kebiasaan tidur seperti jadwal tidur dalam sehari,
aktivitas fisik, penggunaan alkohol, nikotin dan kafein dapat memengaruhi kualitas tidur. Hal-hal
tersebut menjadi komponen yang dinilai dalam sleep hygiene. (Posner & Gehrman, 2011).

tidur dan tidak mengalami masalah dalam tidurnya. Kondisi kurang tidur pun banyak dijumpai
pada mahasiswa (Stenzel, 2015). Faktor lingkungan seperti kebisingan, kenyamanan tempat
tidur, teman tidur dan tempat tinggal, pencahayaan, serta suhu kamar tidur dapat memengaruhi
kualitas tidur. Perilaku tidur yang baik dari kebiasaan tidur seperti jadwal tidur dalam sehari,
aktivitas fisik, penggunaan alkohol, nikotin dan kafein dapat memengaruhi kualitas tidur. Hal-hal
tersebut menjadi komponen yang dinilai dalam sleep hygiene. (Posner & Gehrman, 2011).

Hal ini juga telah diketahui sebelumnya, dimana sebuah penelitian mengenai kesadaran dan
pengetahuan sleep hygiene di kalangan mahasiswa, diamati bahwa praktik sleep hygiene secara
signifikan dikaitkan dengan kualitas tidur (Lee dan HS Lam, 2017). Penelitian sebelumnya
mengenai sleep hygiene dan hubungannya dengan kualitas tidur pada mahasiswa kedokteran
Universitas Qazvin juga menunjukkan sleep hygiene yang salah dapat menurunkan kualitas tidur
(Yazdi et al., 2016).
Kualitas tidur adalah kemampuan setiap orang untuk mempertahankan keadaan tidur dan untuk
mendapatkan tahap tidur REM dan NREM yang pantas. Kualitas tidur mencakup aspek
kuantitatif dari tidur, seperti durasi tidur, latensi tidur serta aspek subjektif dari tidur. (Khasanah
& Hidayati, 2012).

Secara garis besar, bila seseorang tidur secara nyenyak dan dengan waktu yang cukup, maka ada
proses fisiologis yang terjadi, biasanya terjadi pada orang normal. Tidur REM penting untuk
pemulihan kognitif. Tidur REM dihubungkan dengan perubahan dalam aliran darah serebral,
peningkatan aktivitas kortikal, peningkatan konsumsi oksigen, dan pelepasan epinefrin.
Hubungan ini dapat membantu pelepasan memori dan pembelajaran. Selama tidur, otak
menyaring informasi yang disimpan tentang aktivitas di hari tersebut. Saat tidur, seringkali
manusia mengalami mimpi. Perlu untuk disampaikan bahwa tidur yang dialami seseorang
melalui beberapa tahapan. Dua tahapan yang dianggap paling penting adalah tahapan tidur delta
dan tahap tidur REM (Rapid Eye Movement).

Belajar melibatkan tiga proses otak yang berbeda: akuisisi,


konsolidasi, dan recall. Akuisisi adalah proses dimana otak menerima informasi

baik itu cara atau teknik yang tepat untuk menyimpaninformasi dalam

sirkuit saraf sebagai memori. Konsolidasi adalah sebuah proses yang dapat

memperpanjang dalam menit, jam, atau bahkan berhari-hari, di mana koneksi di

otak diperkuat, diperluas, dan dalam beberapa kasus bahkan melemah, sehingga

memori berakhir dalam bentuk yang lebih stabil dan berguna. Recall adalah

langkah penting terakhir dalam pembelajaran, di mana otak mengakses dan

memanfaatkan informasi yang tersimpan, sehingga dapat diingat oleh seseorang

(Stickgold et al.,2013).

Kurang tidur mempengaruhi semua tiga proses pembelajaran. Yang paling

sering adalah pada sistem akuisisi dan recall karena lebih sulit untuk

berkonsentrasi ketika kurang tidur, ini mempengaruhi kemampuan seseorang

untuk fokus dan mengumpulkan informasi yang disajikan, dan kemampuan

untuk mengingat bahkan hal-hal yang telah dipelajari di masa lalu ( Stickgold et al.,2013).
Meskipun tidak ada yang tahu persis bagaimana tidur memungkinkan

konsolidasi memori, sejumlah studi telah menunjukkan bahwa pengurangan waktu

tidur total atau tahap tidur tertentu secara dramatis dapat menghambat

kemampuan seseorang untuk mengkonsolidasikan memori (

Stickgold et al.,2013).

Kualitas tidur yang buruk dapat mengakibatkan penurunan konsentrasi dan

merusak kemampuan untuk melakukan kegiatan yang melibatkan daya ingat,

belajar, pertimbangan logis, dan perhitungan matematis. Kualitas tidur merupakan

salah satu faktor fisiologis yang mempengaruhi daya konsentrasi seseorang

sehingga hal itu akan memberikan efek pada keberhasilan dalam ujian (tes potensi

akademik) karena dalam keberhasilan suatu ujian ada faktor-faktor yang

mempengaruhi seperti pemahaman materi, kemampuan menjawab pertanyaan dan

persiapan ujian dimana hal itu berkaitan dengan proses belajar dan memori untuk
mengingat materi yang sudah dipelajari (Cottrell, 2012). Dalam penelitian ini
pengukuran keberhasilan ujian yang digunakan adalah ujian yang menerapkan
metode Multiple Choice Question (MCQ) yakni tes potensi akademik. Multiple
Choice Question adalah metode ujian dengan pilihan ganda yang bertujuan untuk
mengukur pengetahuan, pemahaman dan analisis. Hal tersebut sangat berkaitan
dengan kualitas tidur seseorang (Baig et al.,2014).

You might also like