Professional Documents
Culture Documents
Abstract
PT Sumatra Alam Anugerah owns land planted with Sengon and Pineapple with an agroforestry
cropping pattern. This agroforestry cropping pattern has not paid attention to the feasibility
aspect in terms of profit (financial). This researched aims to analyze the financial feasibility of
agroforestry with Sengon and pineapple cropping patterns at PT. Sumatera Alam Anugerah. The
researched was conducted in July-September 2020. The researched method was a survey method.
The analysis uses the Net Present Value (NPV),benefit Cost Ratio ( BCR), Break Even Point
(BEP), dan Payback Periode calculation method. The results of the researched that the
agroforestry business between Sengon and Pineapple plants was feasible or profitable to be
cultivated based on the results of financial analysis which produces an NPV of Rp. 3.516.185.198
for Sengon and Rp. 722.733.233. NPV produced by Pineapple plants. The BCR value of sengon
plants is 4,86 and the BCR value of pineapple is 37,06 with an interest rate calculation of 5.75%.
The value of the Break Even Point or BEP and Payback Period for sengon plants occurs in the
5th year and for pineapple plants in the 1st (first) year.
Keywords: Feasibility, Financial, Agroforestry
Abstrak
PT Sumatera Alam Anugerah memiliki lahan yang ditanami Sengon dan Nanas dengan pola
tanam Agroforestri. Pola tanam Agroforestri ini belum memperhatikan segi kelayakan dalam hal
keuntungan (finansial). Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis kelayakan finansial
agroforestri dengan pola tanam sengon dan nanas di PT. Sumatera Alam Anugerah. Penelitian
dilakukan pada bulan juli-september 2020. Metode penelitian dengan metode survey. Analisis
dengan menggunakan metode perhitungan Net Present Value (NPV),benefit Cost Ratio ( BCR),
Break Even Point (BEP), dan Payback Periode. Hasil penelitian bahwa usaha agroforestri
antara tanaman Sengon dan Nanas layak atau menguntungkan untuk diusahakan berdasarkan
hasil analisis finansial yang menghasilkan NPV sebesar Rp. 3.516.185.198 untuk tanaman
Sengon dan Rp. 722.733.233. NPV yang dihasilkan tanaman Nanas. Nilai BCR tanaman sengon
4,86 dan nilai BCR yang dihasilkan nanas 37,06 dengan perhitungan suku bunga 5.75%. Nilai
titik impas atau BEP dan Payback Periode pada tanaman Sengon terjadi pada tahun ke 5 dan
untuk tanaman Nanas pada tahun ke 1 (pertama).
Kata Kunci : Kelayakan, finansial, Agroforestri
PENDAHULUAN pada satu unit lahan dengan
Agroforestri adalah istilah kolektif mengkombinasikan tumbuhan berkayu
untuk sistem dan teknologi penggunaan (pohon, perdu, palem, bambu dan lain
lahan, yang secara terencana dilaksanakan sebaginya) dengan tanaman pertanian
128
JURNAL TENGKAWANG (2021)
Vol. 11 (2): 128 - 137
dan/atau hewan (ternak) dan/atau ikan, perusahaan menilai kawasan ini berpotensi
yang dilakukan pada waktu yang untuk dikembangkan sistem agroforestri
bersamaan atau bergiliran sehingga yang menguntungkan secara ekologi,
terbentuk interaksi ekologis dan ekonomis ekonomi dan sosial masyarakat di sekitar
antar berbagai komponen yang ada (Diniati perusahaan. Tanaman yang ditanami di PT
et al., 2009). Menurut Tiurmasari et al SAA dengan pola tanam agroforestri
(2016) bahwa agroforestri teknik adalah Sengon dengan luas 38 Ha dan
pemanfaatan lahan dengan cara Nanas 8,5 ha. Dengan pola tanam yang
mengkombinasikan kayu-kayuan dengan digunakan adalah sistem lorong yang
tanaman pertanian, perkebunan maupun memanfaatkan jarak antar jalur tanaman
perternakan yang dikelola pada suatu lahan. pohon Sengon, untuk jarak tanam sengon 1
Pola agroforestri merupakan pola × 10 m sedangkan untuk tanaman nanas
pemanfaatan lahan dengan yaitu dengan jarak 20 × 30 cm.
mengkombinasikan tanaman pertanian Sistem agroforestri memiliki
(agriculture) dan pohon-pohon hutan atau keuntungan secara ekologi, ekonomi, sosial
kehutanan (forestry) dalam satu ruang dan masyarakat, begitupun juga sistem
waktu yang sama (Salampessy et al, 2012). agroforestri yang ada di PT Sumatera Alam
PT Sumatera Alam Anugerah (PT. Anugrerah namun dalam penanaman
SAA) telah ditetapkan berdasarkan sistem agroforestri yang dilakukan ini
keputusan Menteri Kehutanan SK dengan kombinasi tanaman Sengon dengan
568/Menhut-II/2011 memperoleh Izin Nanas belum melihat segi keuntungan
Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu secara ekonomi (finansial).
Pada Hutan Tanaman Industri dengan luas Menurut Suharjito et.al (2003), untuk
± 5.560 ha. yang terbagi kedalam 4.354,59 melihat sejauh mana satu usaha agroforestri
ha (78,32%) merupakan gambut dengan memberikan keuntungan, maka analisis
fungsi lindung, 1.205,41 ha (21,68%) yang paling sesuai untuk dipakai adalah
merupakan gambut dengan fungsi analisis proyek yang berbasis finansial.
budidaya, dan seluas 209 ha (3,76%) dari Untuk itu perlu dilakukan analisis
gambut dengan fungsi budidaya telah kelayakan finansial. Tujuan dari penelitian
ditanam berdasarkan data fungsi ekosistem ini adalah untuk menganalisis kelayakan
gambut. finansial agroforestri dengan pola tanam
Jenis tegakan pohon yang terdapat di sengon dan nanas di PT. Sumatera Alam
dalam PT SAA di dominasi oleh Sengon Anugerah.
(Paraserianthes falcataria L. Nielsen), dan METODOLOGI PENELITIAN
tanaman lainnya seperti Perepat Tempat dan Waktu
(Sonneratia alba J.E. Smith), Gelam Penelitian selama tiga bulan dari Juli
(Melaleuca leucadendra), Pulai (Alstonia hingga September tahun 2020, berlokasi di
scholaris), Sendang, dan Kayu Arang Lahan PT. SAA di Kecamatan Gelumbang
(Diospyros conferfiflora (Heirn) Bakh). Kabupaten Muara Enim. Adapun peta areal
PT SAA sebagian besar memiliki kerja PT. Sumatera Alam Anugerah (PT.
tutupan lahan belukar rawa, sehingga
129
JURNAL TENGKAWANG (2021)
Vol. 11 (2): 128 - 137
130
JURNAL TENGKAWANG (2021)
Vol. 11 (2): 128 - 137
131
JURNAL TENGKAWANG (2021)
Vol. 11 (2): 128 - 137
132
JURNAL TENGKAWANG (2021)
Vol. 11 (2): 128 - 137
133
JURNAL TENGKAWANG (2021)
Vol. 11 (2): 128 - 137
penjualan produk yang dihasilkan dari dari analisis kelayakan finansial itu
nanas dan sengon, setiap hasil produk yang menentukan langkah lebih lanjut dari para
dihasilkan memiliki nilai jual yang berbeda pengusaha. Titik berat analisis finansial
di pasaran, pendapatan yang diperoleh adalah aspek keuangan, terutama lalu lintas
untuk tanaman nanas hasil dari sistem uang (cash flow) yang terjadi selama
agroforestri PT SAA yaitu memiliki nilai kegiatan usaha. Indikator yang dipilih perlu
jual Rp.1.500 per satuan buah, sedangkan disesuaikan dengan kebutuhan jenis dan
untuk tanaman kayu sengon memiliki nilai skala usaha. Kelayakan usaha agroforestri
jual Rp. 650.000 per kubik. ini dapat dilihat berdasarkan hasil analisis
Penjualan produk yang dihasilkan kelayakan finansial, kemampuan proyek
tergantung dengan jenis tanaman karena mengembalikan semua investasi yang
untuk tanaman nanas dapat dihasilkan sudah ditanamkan.
setiap tahun dan dimulai pada tahun Kelayakan usaha agroforestri PT SAA
pertama tanam. Untuk tanaman kayu yang dilakukan menggunakan tingkat suku
dengan jenis tanaman sengon baru dapat bunga terdiskonto 5,75% dengan
menghasilkan pada usia tanam 5 tahun perhitungan aliran kas dan di analisis untuk
karena tanaman sengon memiliki mengetahui apakah usaha tersebut layak
pertumbuhan yang cepat pada usia 3-8 atau tidak untuk dilakukan. Analsis
tahun sehingga waktu pemanenan kelayakan agroforestri PT SAA
dilakukan pada tahun kelima. (Mustari berdasarkan indikator Net Present Value,
2000). Oleh karena itu jenis tanaman kayu Benefit Cost Ratio, Break even point , dan
dan buah dapat menghasilkan pendapatan Payback periode.
yang lebih tinggi dibandingkan dengan Suatu usaha dapat dikatakan layak
jenis tanaman monokultur yang relatif lebih apabila NPV > 0, nilai BCR ≥1, BEP
kecil dan memiliki umur pemanenan yang menunjukan titik impas antara pengeluaran
lebih lama. (Diniati et al 2013). dan pendapatan, sedangkan PBP
Kelayakan Usaha Agroforestri menunjukan jangka waktu pengembalian
Analisis kelayakan finansial usaha seluruh modal investasi. Hasil analisis dari
agroforestri ini menggambarkan layak atau kriteria finansial agroforestri PT SAA dapat
tidaknya suatu usaha, baik dari segi dilihat pada Tabel 1.
ekonomis, teknis, maupun finansial. Hasil
Tabel 1. Kriteria Analisis Finansial Sengon dan Nanas (Financial Analysis Criteria for
Sengon and Pineapple)
Kriteria Finansial Tanaman Sengon Tanaman Nanas
Net Present Value (NPV) 3.516.185.198 722.733.233
Benefit Cost Ratio (BCR) 4,86 37,06
Break even point (BEP) Tahun 5 Tahun 1
Payback periode (PBP) Tahun 5 Tahun 1
134
JURNAL TENGKAWANG (2021)
Vol. 11 (2): 128 - 137
135
JURNAL TENGKAWANG (2021)
Vol. 11 (2): 128 - 137
136
JURNAL TENGKAWANG (2021)
Vol. 11 (2): 128 - 137
State Forest Land and Private Land. Salampessy, ML, Iskar Bone, Indra Gumai
Jurnal Perennial, 4(1) : 41-47 Febryano. 2012. Performansi
Dusung Pala sebagai Salah Satu
Gittinger JP. 2008. Analisa Ekonomi
Agroforestri Tradisional di Maluku.
Proyek Proyek Pertanian. Penerbit
Jurnal Tengkawang 4 (4): 55-65
UI Press. Jakarta
Sucipto A. (2011). Studi Kelayakan Bisnis
Kusumedi P, Jariah NA. (2010). Analisis
: Analisis Integrative Dan Studi
Finansial Pengelolaan Agroforestri
Bisnis. Malang (ID). UIN Malang
dengan Pola Sengon Kapulaga di
Press. Malang.
Desa Tirip, Kecamatan
Wadaslintang, Kabupaten Suharjito, D., L. Sundawati, Suyanto dan S.
Wonosobo. Jurnal penelitian Sosial R. Utami. (2003). Aspek Sosial
dan Ekonomi Kehutanan 7 (2), 93- Ekonomi Dan Sosial Agroforestry.
100 Bahan Ajaran 5. ICRAF. Bogor
Mustari, T. (2000). Hutan Rakyat Sengon ; Suparmoko M. (2006). Panduan &
Daur dan Kelestarian Hasil (Kasus Analisis Valuasi Ekonomi Sumber
Di Kabupaten Sukabumi, Provinsi Daya Alam Dan Lingkungan
Jawa Barat ) Dalam Hutan Rakyat (Konsep, Metode Perhitungan, dan
Di Jawa; Perannya Dalam Aplikasi). BPFE-YOGYAKARTA.
Perekonomian Desa. Fakultas Yogyakarta.
Kehutanan IPB. Bogor.
Tiurmasari, S., Hilmanto, R. dan Herwanti,
Nugruho B. (2004). Ekonomi Keteknikan S. 2016. ANalisis Vegetasi pada
(Engineering Economics): Analisis Tingkat Kesejahteraan masyarakat
Finansial Investasi Kehutanan Dan pengelola agroforestri di Desa
Pertanian. Bogor (ID). Fakultas Sumber Agung Kecamatan
Kehutanan IPB. Bogor Kemiling Kota Bandar Lampung.
Jurnal Sylva Lestari. 4 (3) : 71-82.
137