You are on page 1of 55

IDENTIFIKASI KESEHATAN TANAMAN AKASIA

MENGGUNAKAN WAHANA UNMANNED AERIAL


VEHICLE DENGAN KAMERA RGB DAN NIR

SKRIPSI

Disusun Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Menyelesaikan


Program Pendidikan Sarjana Teknik Strata Satu

Oleh:

PINANDITA FAIZ R
232014082

PROGRAM STUDI TEKNIK GEODESI


JURUSAN TEKNIK GEODESI
FAKULTAS TEKNIK SIPIL DAN PERENCANAAN
INSTITUT TEKNOLOGI NASIONAL
BANDUNG
2020
SURAT PERNYATAAN

Yang bertanda tangan di bawah ini:


Nama : Pinandita Faiz R
NRP : 232014082

Menyatakan dengan sesungguhnya bahwa

Judul Tugas Akhir :


Identifikasi Kesehatan Tanaman Akasia Menggunakan Wahana Unmanned Aerial
Vehicle Dengan Kamera RGB dan NIR

Sepenuhnya adalah merupakan karya sendiri, tidak ada bagian di dalamnya yang
merupakan plagiat dari karya orang lain dan saya tidak melakukan penjiplakan atau
pengutipan dengan cara-cara yang tidak sesuai dengan etika keilmuan yang berlaku
dalam masyarakat keilmuan.

Apabila dikemudian hari ditemukan adanya pelanggaran terhadap etika keilmuan


dalam karya saya ini, atau klaim dari pihak lain terhadap keaslian karya ini, saya
siap menerima sanksi sesuai dengan hukum yang berlaku.

Bandung, 14 September 2020


Yang membuat Pernyataan

Pinandita Faiz R
NRP.232014082

i Institut Teknologi Nasional


IDENTIFIKASI KESEHATAN TANAMAN AKASIA
MENGGUNAKAN WAHANA UNMANNED AERIAL
VEHICLE DENGAN KAMERA RGB DAN NIR

SKRIPSI

Diajukan Untuk Memenuhi Persyaratan


Memperoleh Gelar Sarjana
Pada
Program Studi Teknik Geodesi
Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan
Institut Teknologi Nasional Bandung

Bandung, 14 September 2020


Mengetahui / Menyetujui,
Pembimbing

Dr Dewi Kania Sari, Ir., M.T.


890401

Ketua Program Studi Teknik Geodesi


FTSP – Institut Teknologi Nasional, Bandung

M.A. Basyid, Ir., M.T.


930303

ii Institut Teknologi Nasional


iii

KATA PENGANTAR

Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa berkat rahmat dan karunia-Nya
penulis mampu menyelesaikan skripsi ini diajukan sebagai salah satu syarat untuk
menyelesaikan studi di Program Studi Teknik Geodesi, Jurusan Teknik Geodesi,
Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan, Institut Teknologi Nasional Bandung.
Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada semua
pihak yang telah banyak membantu melalui bimbingan, dukungan, motivasi dan
doa dalam menyelesaikan tugas akhir ini. Terima kasih penulis sampaikan kepada:
1. M.A. Basyid, Ir., M.T. selaku Ketua Program Studi Teknik Geodesi.
2. Dr. Dewi Kania Sari,Ir., M.T. selaku dosen pembimbing yang selalu
memberikan masukan dan arahan sehingga skripsi ini terselesaikan.
3. Dr. Dewi Kania Sari, Ir., M.T. selaku Dosen Wali.
4. Sumarno, Ir., M.T. dan Dr.rer.nat. Dian Noor Handiani, S.T., M.T., selaku
Dosen Penguji.
5. Indrianawati, S.T., M.T. selaku Koordinator Skripsi.
6. Kedua Orangtua, Kakak – kakak saya serta Keluarga yang telah memberikan
dukungan moril dan materil dalam menyelesaikan skripsi ini.
7. Rizki Anugerah, Iszam Rachmadan Eja, Fadlan Hafiz N, selaku rekan
seperjuangan dan jajaran direksi PT. QSS.
8. Benediktus Bagasi Lemaking selaku senior yang telah mendukung Penulis
dalam menyelesaikan skripsi
9. Sherry Aprillia Achmad yang telah memberikan motivasi dan saran kepada
Penulis dalam menyelesaikan skripsi
10. Rekan – rekan veteran Angkatan 2014 Teknik Geodesi selaku rekan
seperjuangan
11. Para Dosen dan Karyawan Jurusan Teknik Geodesi.
12. Rekan-rekan angkatan 2014 Teknik Geodesi dan seluruh anggota Himpunan
Mahasiswa Teknik Geodesi (HMGD) Itenas.

iii Institut Teknologi Nasional


Atas segala bantuan yang diberikan sehingga laporan ini dapat tersusun dan
terselesaikan dengan baik. Penulis mengharapkan semoga laporan skripsi ini dapat
bermanfaat bagi semua pihak yang terkait dan membutuhkan.

Bandung, 14 September 2020

Pinandita Faiz R
NRP. 232014082

iv Institut Teknologi Nasional


ABSTRAK
Nama : Pinandita Faiz R
Program Studi : Teknik Geodesi
Judul : Identifikasi Kesehatan Tanaman Akasia Menggunakan Wahana
Unmanned Aerial Vehicle Dengan Kamera RGB dan NIR
Pembimbing I : Dr. Dewi Kania Sari, Ir., M.T.

Tanaman akasia menjadi komoditas yang sangat penting di kawasan hutan


tanaman industri yang berada di Provinsi Sumatera Selatan karena hasil produk
olahannya memiliki manfaat dalam kehidupan masyarakat. Maka perlu dilakukan
pemantauan kesehatan tanaman akasia guna menjaga kualitas dan hasil produksi.
Penelitian ini dilakukan sebagai upaya mengetahui kesehatan tanaman akasia
dengan menerapkan teknik pengindraan jauh. Analisis dilakukan dengan
identifikasi kondisi tanaman menggunakan indeks kehijauan tanaman yaitu
Normalized Difference Vegetation Index (NDVI). Data yang digunakan adalah data
ortofoto RGB dan ortofoto NIR yang telah terkoreksi geometrik. Data ortofoto
UAV band RGB dan NIR diakuisisi pada bulan Maret 2019. Didapatkan bahwa
secara keseluruhan kesehatan tanaman akasia di kawasan HTI masih didominasi
oleh tingkat kesehatan rendah dengan persentase sebersar 46%, tanaman yang
memiliki tingkat kesehatan tinggi hanya 1% dari total jumlah pohon sebanyak
25.906. Hasil sebaran pohon akasia menunjukan bahwa tanaman dengan kondisi
tidak sehat berada dibagian barat lokasi penelitian. Kesehatan tanaman akasia
dipengaruhi oleh beberapa faktor, seperti kondisi air di Kawasan HTI yang
mengalami kondisi masam yang tidak cocok dengan tanaman akasia. Serta kondisi
disekitar tanaman akasia adanya semak belukar atau gulma yang dapat
mempengaruhi pertumbuhan karena dapat mengganggu asupan nutrisi tanaman
akasia.

Kata Kunci : Kesehatan tanaman, Pengideraan Jauh, NDVI

v Institut Teknologi Nasional


ABSTRACT
Name : Pinandita Faiz R
Study Program : Geodetic Engineering
Title : Health Identification of Acacia Plants Using Unmanned Aerial
Vehicle With RGB and NIR Cameras
Counsellor I : Dr. Dewi Kania Sari, Ir., M.T.

Acacia plants are a very important commodity in industrial forest


plantations in South Sumatra Province because their processed products have
benefits in people's lives. So it is necessary to monitor the health of acacia plants
in order to maintain quality and production results. This research was conducted
as an effort to determine the health of acacia plants by applying remote sensing
techniques. The analysis was carried out by identifying plant conditions using a
plant greenness index, namely the Normalized Difference Vegetation Index (NDVI).
The data used were orthophoto RGB and NIR orthophoto data which had been
geometrically corrected. UAV orthophoto data of RGB and NIR bands were
acquired in March 2019. It was found that the overall health of acacia plants in the
HTI area was still dominated by a low level of health with a percentage of 46%,
plants with a high health level were only 1% of the total number of trees of 25,906
. The results of the distribution of acacia trees showed that plants with unhealthy
conditions were in the western part of the study site. Acacia plant health is
influenced by several factors, such as water conditions in HTI areas which
experience acidic conditions that are not suitable for acacia plants. As well as
conditions around acacia plants, there are shrubs or weeds that can affect growth
because they can interfere with the acacia plant's nutritional intake.

Keywords : Plant Health, Remote Sensing, NDVI

vi Institut Teknologi Nasional


DAFTAR ISI

Halaman
SURAT PERNYATAAN ..................................................................................... i
KATA PENGANTAR ....................................................................................... iii
ABSTRAK ........................................................................................................... v
ABSTRACT ......................................................................................................... vi
DAFTAR ISI ..................................................................................................... vii
DAFTAR GAMBAR ......................................................................................... ix
DAFTAR TABEL ............................................................................................... x
BAB 1 PENDAHULUAN ................................................................................... 2
1.1 Latar Belakang .......................................................................................... 2
1.2 Rumusan Masalah ..................................................................................... 3
1.3 Tujuan Penelitian ...................................................................................... 3
1.4 Manfaat Penelitian .................................................................................... 3
1.5 Batasan Masalah ....................................................................................... 3
1.6 Sistematika Penulisan ............................................................................... 4
BAB 2 DASAR TEORI ...................................................................................... 6
2.1 Pengindraan Jauh ...................................................................................... 6
2.2 Fotogrametri .............................................................................................. 6
2.3 Unmanned Aerial Vehicle (UAV) ............................................................. 8
2.4 Indeks Vegetasi ......................................................................................... 9
2.5 Normalized Difference Vegetation Index (NDVI) .................................. 10
2.6 Hutan Tanaman Industri (HTI) ............................................................... 12
2.7 Accacia Mangium Willd. ......................................................................... 13
2.8 Pengaruh Kondisi Wilayah ..................................................................... 14
BAB 3 PELAKSANAAN PENELITIAN ........................................................ 16
3.1 Metodologi Penelitian ............................................................................. 16
3.2 Lokasi Penelitian ..................................................................................... 17
3.3 Peralatan .................................................................................................. 18
3.4 Tahapan Penelitian .................................................................................. 19

vii Institut Teknologi Nasional


viii

3.4.1 Studi Literatur ......................................................................................... 19


3.4.2 Pengumpulan Data .................................................................................. 19
3.4.3 Preprocessing ......................................................................................... 20
3.4.4 Transformasi NDVI ................................................................................ 24
3.4.5 Klasifikasi rentang nilai NDVI ............................................................... 25
3.4.6 Digitasi Tajuk Tanaman Akasia.............................................................. 27
BAB 4 HASIL DAN ANALISIS ...................................................................... 32
4.1 Hasil ........................................................................................................ 32
4.1.1 Pola Sebaran Tanaman Akasia................................................................ 34
4.2 Analisis ................................................................................................... 35
4.2.1 Analisis Kondisi Air dan Kadar pH ........................................................ 36
4.2.2 Analisis Kondisi Curah Hujan dan Suhu ................................................ 37
4.2.3 Analisis Pengaruh Semak Belukar .......................................................... 38
BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN ............................................................. 41
5.1 Kesimpulan ............................................................................................. 41
5.2 Saran ....................................................................................................... 41
Daftar Pustaka .................................................................................................. 42

viii Institut Teknologi Nasional


DAFTAR GAMBAR

Halaman
Gambar 2.1 Fotogrametri ...................................................................................... 8
Gambar 2.2 Kamera Multispektral ....................................................................... 9
Gambar 2.4 Normalized Difference Vegetation Index ........................................ 12
Gambar 2.3 Acacia Mangium ............................................................................. 14
Gambar 3.1 Metodologi Penelitian ..................................................................... 16
Gambar 3.1 Metodologi Penelitian (lanjutan) .................................................... 17
Gambar 3.2 Lokasi Penelitian............................................................................. 18
Gambar 3.3 Cropping Citra ................................................................................ 20
Gambar 3.4 Seamless Mosaic ............................................................................. 21
Gambar 3.5 Hasil Mosaic Citra RGB ................................................................. 22
Gambar 3.6 Hasil Mosaic Citra NIR .................................................................. 22
Gambar 3.7 Hasil Band Composite .................................................................... 23
Gambar 3.8 Proses Transformasi NDVI ............................................................. 24
Gambar 3.9 Hasil Transformasi NDVI ............................................................... 25
Gambar 3.10 Raster Color Slice ....................................................................... 26
Gambar 3.11 Hasil Digitasi Tajuk ...................................................................... 27
Gambar 3.12 Hasil Data Atribut Koordinat ........................................................ 28
Gambar 3.13 Hasil Extract Nilai NDVI ............................................................. 29
Gambar 4.1 Peta Kesehatan Tanaman Akasia .................................................... 33
Gambar 4.2 Sebaran Pohon Akasia .................................................................... 34
Gambar 4.3 Persentase Tingkat Kesehatan Tanaman Akasia............................. 35
Gambar 4.4 Peta Distribusi Curah Hujan Sumatera Selatan .............................. 37
Gambar 4.5 Kondisi Tanaman terhadap Gulma ................................................. 39
Gambar 4.6 Kondisi Tanaman Sehat .................................................................. 40

ix Institut Teknologi Nasional


DAFTAR TABEL

Halaman
Tabel 2.1 Klasifikasi NDVI ................................................................................ 13
Tabel 3.1 Peralatan Penelitian ............................................................................ 18
Tabel 3.2 Data Penelitian .................................................................................... 19
Tabel 3.3 Klasifikasi NDVI ................................................................................ 25
Tabel 4.1 Klasifikasi Tanaman Akasia ............................................................... 32
Tabel 4.2 Hasil Klasifikasi Tanaman Akasia...................................................... 35

x Institut Teknologi Nasional


2

BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Tanaman akasia atau dikenal dengan Acacia mangium Willd. merupakan
salah satu jenis pohon cepat tumbuh yang paling umum digunakan dalam program
pembangunan hutan tanaman di Asia dan Pasifik. Di kawasan hutan tanaman
industri yang berada di Kecamatan Air Sugihan Kabupaten Ogan Komering Ilir
Provinsi Sumatera Selatan, tanaman akasia menjadi komoditas yang sangat penting
karena hasil produk olahan tanaman akasia memiliki manfaat dalam kehidupan
sehari-hari masyarakat dan lingkungan. Menurut Lemmens dkk. (1995), peran
pohon akasia yaitu sebagai pohon produksi untuk bahan baku dalam produk pulp,
kertas, papan partikel, krat, dan kepingan-kepingan kayu. Selain itu juga berpotensi
untuk kayu gergajian, molding, furnitur, dan vinir. Akasia memiliki nilai kalori
sebesar 4800-4900 kkal/kg sehingga kayunya dapat digunakan untuk kayu bakar
dan arang. Penggunaan nonkayu pada tanaman akasia meliputi bahan perekat dan
produksi madu. Serbuk gergajinya dapat digunakan sebagai substrat berkualitas
bagus untuk produksi jamur yang dapat dimakan. Keunggulan dari jenis tanaman
ini adalah pertumbuhan pohonnya yang cepat, kualitas kayunya yang baik, dan
kemampuan toleransinya terhadap berbagai jenis tanah dan lingkungan (National
Research Council, 1983). Selain dari segi kemanfaatan, kebutuhan akan tanaman
akasia pada tahun 2019-2020 terjadi peningkatan. Berdasarkan laporan ringkasan
publik PT. Bumi Anadalas Permai selaku pengelola HTI di Kawasan Air Sugihan,
rencana produksi pada tahun 2020 yaitu sebesar 37.992,20 Ha. Namun pada tahun
2019 rencana yang seharusnya sebesar 24.831,69 Ha hanya terealisasikan sebesar
12.316,90 Ha.
Mengingat tingkat kemanfaatan tanaman akasia yang tinggi dan
meningkatnya kebutuhan akan tanaman akasia, maka perlu dilakukan pemantauan
kesehatan tanaman akasia guna menjaga kualitas dan hasil produksi. Salah satu
upaya dalam pemantauan kesehatan tanaman akasia yaitu dengan menerapkan
teknik pengindraan jauh. Pengindraan jauh merupakan suatu ilmu dan teknologi
untuk memperoleh, mengolah, dan menginterpretasi citra yang dapat dimanfaatkan

Institut Teknologi Nasional


3

dalam berbagai aplikasi yang diinginkan. Pengindraan jauh telah diakui sebagai alat
yang ampuh dan efektif dalam mendeteksi penggunaan lahan. Menurut Lillesand
dkk. (2004), pengindraan jauh atau indraja adalah ilmu dan seni untuk mendapatkan
informasi dari suatu objek, daerah, atau fenomena (geofisik) melalui analisis data,
dimana dalam mendapatkan data tidak dilakukan secara kontak langsung dengan
objek, daerah, atau fenomena yang dikaji.
Salah satu cara untuk memantau kondisi tanaman adalah dengan
menggunakan indeks kehijauan tanaman, seperti Normalized Difference
Vegetation Index (NDVI). NDVI merupakan metode standar yang digunakan dalam
membandingkan tingkat kehijauan vegetasi (kandungan klorofil) pada tumbuhan
(Amliana dkk., 2016). Menurut Weier dan Herring (2000), NDVI adalah indeks
tanpa dimensi yang menggambarkan perbedaan antara pantulan spektrum merah
dan NIR dari tutupan vegetasi dan dapat digunakan untuk memperkirakan tingkat
kehijauan pada area lahan. Rumus untuk menghitung NDVI dapat dilihat pada
persamaan 1.1 (Nouri dkk., 2014).

NDVI = (𝜌NIR - 𝜌RED)/(𝜌NIR + 𝜌RED) (1.1)

keterangan:
NDVI = Normalized Difference Vegetation Index
NIR = Near-Infrared (Spektrum Inframerah Dekat)
Red = Red (Spektrum Merah)
Dari persamaan (1.1) dapat dilihat bahwa untuk menghitung NDVI dibutuhkan
spektrum gelombang merah dan NIR. Spektrum merah dan NIR adalah gelombang
cahaya yang memiliki panjang gelombang tertentu yaitu panjang gelombang
spektrum merah 550–800 nm sedangkan panjang gelombang NIR 700–1300 nm
(Verhulst & Govaerts, 2010). Purwadhi dan Sri (2001) menjelaskan bahwa
tanaman yang sehat mempunyai nilai indeks vegetasi yang tinggi yang disebabkan
oleh hubungan terbalik antara intensitas sinar yang dipantulkan vegetasi pada
spektrum merah dan NIR. Pada saat ini terdapat beberapa jenis sensor untuk
mendapatkan data spektrum merah dan spektrum NIR yaitu dengan kamera

Institut Teknologi Nasional


4

multispektral yang dibawa oleh wahana pesawat udara, pesawat udara tanpa awak
(UAV), sensor yang dibawa wahana satelit penginderaan jauh, dan spektrometer.
Setiap sensor memiliki panjang gelombang yang bervariasi
Pada penelitian ini digunakan data citra dari wahana Unmanned Aerial
Vehicle (UAV) atau pesawat udara tanpa awak, karena penggunaan UAV memiliki
keunggulan dari segi pengambilan data dan waktu yang dapat dilakukan secara
fleksibel, serta dapat mengurangi biaya operasional dan mendapatkan resolusi yang
lebih baik. UAV memiliki kamera multispektral yang terbagi menjadi dua jenis
yaitu kamera yang langsung terintegrasi spektrum RGB dan NIR serta kamera yang
membutuhkan filter bandpass untuk mendapatkan spektrum NIR. Spektrum RGB
merupakan suatu model yang terdiri atas 3 buah warna merah (red), hijau (green),
dan biru (blue) yang ditambahkan dengan berbagai cara untuk menghasilkan
bermacam – macam warna (Poynton, 2003). Kamera pada UAV yang terdapat
secara komersial hanya memiliki spektrum RGB dan adanya kebutuhan akan data
spektrum NIR maka pada kamera ditambahkan filter bandpass. Penggunaan filter
ini bertujuan untuk mengubah dari sensor kamera RGB menjadi sensor kamera
NIR. Setelah didapatkan spektrum NIR kemudian dilakukan teknik composite band
untuk mendapatkan citra multispektral. Perubahan ini bertujuan untuk mengubah
filter dari yang awalnya RGB menjadi NIR, Green, Blue (NGB) atau menjadi NIR,
Red, Green (NRG). Filter NGB menggunakan saluran warna merah sebagai saluran
NIR, karena saluran merah pada filter NGB merupakan saluran yang paling kuat
menerima NIR dan saluran lainnya menjadi citra cahaya tampak. Pada filter NRG
saluran yang menjadi NIR yaitu saluran biru, karena saluran ini menerima cahaya
NIR paling banyak dan saluran lainnya menjadi citra tampak (Purnama dkk., 2019).
Penelitian ini merujuk pada beberapa penelitian terdahulu, di antaranya
mengenai hubungan spektrum RGB dan NIR yang diperoleh dari wahana UAV
untuk kebutuhan pemantauan kondisi tanaman kelapa sawit (Uktoro, 2017).
Berdasarkan penelitian tersebut, diharapkan di waktu mendatang pemantauan
tingkat kesehatan tanaman akan lebih mudah dilakukan ditinjau dari segi waktu dan
efisiensi biaya serta mengarah pada precision agriculture dengan memasukan unsur
teknologi informasi dan mekanisasi pada bidang perkebunan. Penelitian lain

Institut Teknologi Nasional


3

dilakukan oleh Kawamuna dkk. (2017) yang mengkaji penggunaan NDVI yang
diturunkan dari citra Sentinel-2 untuk menentukan tingkat kesehatan vegetasi
bakau. Widiyatmoko dkk. (2017) mengkaji penggunaan NDVI untuk memantau
tanaman akasia yang dijadikan program penghijauan di lahan bekas tambang.

1.2 Rumusan Masalah


Rumusan masalah dari penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. bagaimana hasil identifikasi tingkat kesehatan tanaman akasia dengan
memanfaatkan data citra multispektral yang diperoleh dari wahana
UAV? dan
2. bagaimana distribusi spasial tingkat kesehatan tanaman akasia di
kawasan HTI di wilayah studi yang diidentifikasi berdasarkan nilai
NDVI yang diturunkan dari citra multispektral dari wahana UAV?

1.3 Tujuan Penelitian


Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji pemanfaatan data citra
multispektral yang diperoleh dari wahana UAV untuk memantau kesehatan
tanaman akasia yang berada pada suatu kawasan hutan tanaman industri (HTI).

1.4 Manfaat Penelitian


Penelitian ini diharapkan dapat menambah khasanah pengetahuan mengenai
tingkat kesehatan tanaman akasia yang dideteksi dengan menggunakan algoritma
NDVI dari wahana UAV.

1.5 Batasan Masalah


Penelitian ini dibatasi pada hal-hal sebagai berikut:
1. Data citra yang diperoleh dari UAV yang menggunakan kamera RGB
dan NIR telah terkoreksi geometrik.
2. Lokasi pada penelitian ini berada di daerah kawasan Hutan Tanaman
Industri (HTI) di Kecamatan Air Sugihan Kabupaten Ogan Komering
Ilir.

Institut Teknologi Nasional


4

3. Objek yang dianalisis yaitu tanaman akasia (Acacia mangium Willd.).


4. Tingkat kesehatan tanaman akasia dianalisis dengan menggunakan
algoritma NDVI

1.6 Sistematika Penulisan


Laporan tugas akhir ini disusun ke dalam lima bab dengan sistematika
penulisan sebagai berikut.
BAB 1 PENDAHULUAN
Bab ini menjelaskan tentang latar belakang penelitian, rumusan masalah, tujuan
penelitian, manfaat penelitian, batasan penelitian, waktu pelaksanaan penelitian,
dan sistematika penulisan.
BAB 2 DASAR TEORI
Bab ini berisi tinjauan pustaka mengenai pengindraan jauh, wahana UAV, dan
algoritma NDVI untuk analisis kesehatan tanaman akasia.
BAB 3 PELAKSANAAN PENELITIAN
Bab ini membahas mengenai pelaksanaan penelitian yang dimulai dari
pengumpulan data hingga proses pengolahan data UAV untuk menghitung NDVI
dan mengidentifikasi kesehatan tanaman akasia.
BAB 4 HASIL DAN ANALISIS
Bab ini akan membahas mengenai tingkat kesehatan tanaman akasia dengan
memanfaatkan data citra multispektral yang diperoleh dari wahana UAV dan
membahas mengenai distribusi spasial tingkat kesehatan tanaman akasia di
kawasan HTI di wilayah studi yang diidentifikasi berdasarkan nilai NDVI yang
diturunkan dari citra multispektral dari wahana UAV.
BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN
Bab ini akan memberikan kesimpulan dan saran berdasarkan hasil dan analisis dari
kesehatan tanaman akasia.

Institut Teknologi Nasional


BAB 2
DASAR TEORI

2.1 Pengindraan Jauh


Pengindraan jauh atau remote sensing merupakan suatu ilmu dan teknologi
untuk memperoleh, mengolah, dan menginterpretasi citra yang dapat dimanfaatkan
dalam berbagai aplikasi yang diinginkan. Pengindraan jauh telah diakui sebagai alat
yang ampuh dan efektif dalam mendeteksi penggunaan lahan. Menurut Lillesand
dkk. pada tahun 1994, pengindraan jauh atau indraja adalah ilmu dan seni untuk
mendapatkan informasi dari suatu objek, daerah, atau fenomena (geofisik) melalui
analisis data, dimana dalam mendapatkan data tidak dilakukan secara kontak
langsung dengan objek, daerah, atau fenomena yang dikaji.
Lindgren (1985) mengungkapkan bahwa pengindraan jauh adalah berbagai
teknik yang dikembangkan untuk perolehan dan analisis informasi tentang bumi,
infomasi ini khusus berbentuk radiasi elektromagnetik yang dipantulkan atau
dipancarkan dari permukaan bumi. Alat atau wahana yang biasa digunakan dalam
pengindraan jauh pada umumnya berupa pesawat awak, balon udara, satelit maupun
jenis wahana yang lainnya (Sutanto, 1998).

2.2 Fotogrametri
Fotogrametri adalah suatu ilmu dan teknologi untuk mendapatkan ukuran
yang terpercaya dari foto udara. Hal ini telah memberikan arti bahwa semua ukuran
objek fisik yang dihasilkan secara fotogrametris harus dapat
dipertanggungjawabkan kebenarannya, sehingga menghasilkan data dan informasi
yang dapat dimanfaatkan oleh pengguna. Sebagaimana disiplin ilmu lain, untuk
keperluan menunjukkan jati diri sebagai suatu disiplin ilmu yang berbeda dari yang
lain dan cakupan aspek yang dipelajarinya maka para ilmuwan fotogrametri
mengajukan beberapa definisi fotogrametri.
Definisi fotogrametri yang dikemukakan oleh beberapa ahli, di antaranya adalah:
1. Fotogrametri adalah seni atau ilmu untuk memperoleh keterangan
kuantitatif yang dapat dipercaya dari foto udara (Paine, 1987).

6 Institut Teknologi Nasional


7

2. Fotogrametri adalah ilmu, seni, dan teknologi untuk memperoleh ukuran


terpercaya dan peta dari foto (Lillesand & Kiefer, 1994).
3. Fotogrametri adalah seni, ilmu, dan teknologi untuk memperoleh
informasi terpercaya tentang objek fisik dan lingkungan melalui proses
perekaman, pengukuran, dan interpretasi gambaran fotografik dan pola
radiasi energi elektromagnetik yang terekam (Wolf, 1989).
4. Fotogrametri adalah suatu kegiatan dimana aspek-aspek geometrik dari
foto udara, seperti sudut, jarak, koordinat, dan sebagainya merupakan
faktor utama (Ligterink, 1991).
Dari beberapa pengertian tersebut, terdapat dua aspek penting, yakni ukuran
objek (kuantitatif) dan jenis objek (kualitatif). Kedua aspek tersebut yang kemudian
berkembang menjadi cabang fotogramteri, yakni fotogrametri metrik dan
fotogrametri interpretatif (Hadi, 2007).
1. Fotogrametri Metrik
Fotogrametri metrik mempelajari pengukuran cermat berdasarkan foto
dan sumber informasi lain yang pada umumnya digunakan untuk
menentukan lokasi relatif titik-titik (sehingga dapat diperoleh ukuran
jarak, sudut, luas, volume, elevasi, ukuran, dan bentuk objek).
Pemanfaatan fotogrametri metrik yang paling banyak digunakan adalah
untuk menyusun peta planimetrik dan peta topografi, disamping untuk
pemetaan geologi, kehutanan, pertanian, keteknikan, pertanahan, dan
lain-lain.
2. Fotogrametri Interpretatif
Fotogrametri interpretatif terutama mempelajari pengenalan dan
identifikasi objek serta menilai arti pentingnya objek tersebut melalui
suatu analisis sistematik dan cermat. Fotogrametri interpretatif meliputi
cabang ilmu interpretasi foto udara dan penginderaan jauh.
Perkembangan teknologi pencitraan (imaging) dan komputer, fotogrametri
juga dibedakan menjadi dua, yakni fotogrametri analitik dan fotogrametri digital.
Perbedaan keduanya terletak pada jenis data foto yang digunakan. Fotogrametri
analitik menggunakan foto udara analog dengan analisis manual, sementara

Institut Teknologi Nasional


8

fotogrametri digital memanfaatkan foto digital sebagai sumber datanya dan


pengukuran-pengukuran objek pada foto dilakukan secara digital dengan bantuan
komputer (Hadi, 2007).

(Sumber: Geopranata)
Gambar 2.1 Fotogrametri

2.3 Unmanned Aerial Vehicle (UAV)


UAV yang populer dikenal sebagai drone adalah sistem udara atau pesawat
yang dioperasikan dari jarak jauh oleh operator manusia atau secara otonom oleh
komputer dalam pesawat (Departement Of Space, India Space Research
Organisation, 2016). UAV adalah kelas pesawat yang dapat terbang tanpa
kehadiran pilot di dalam pesawat. Sistem pesawat tak berawak terdiri atas
komponen pesawat, muatan sensor, dan stasiun kontrol darat. Mereka dapat
dikontrol dengan peralatan elektronik onboard atau melalui peralatan kontrol dari
tanah. Ketika dikendalikan dari jarak jauh, itu disebut RPV (Remotely Piloted
Vehicle) dan membutuhkan komunikasi nirkabel yang dapat diandalkan untuk
kontrol. Sistem kontrol khusus dapat dikhususkan untuk UAV besar dan dapat
dipasang di atas kendaraan atau trailer untuk memungkinkan jarak yang dekat
dengan UAV yang dibatasi oleh jangkauan atau kemampuan komunikasi
(Narayanan & Ibe, 2015). UAV juga dikenal sebagai Unmanned Aerial System
(UAS) dan drone telah digunakan dalam aplikasi pertanian selama beberapa waktu,
terutama dalam konteks pertanian presisi. Di negara-negara seperti Amerika
Serikat, aplikasi pertanian sudah mencapai 19% dari seluruh pasar UAV sehingga
UAV cepat menjadi alat pendukung keputusan yang berharga bagi petani dan
peneliti yang berurusan dengan masalah pertanian (Barbedo, 2019).

Institut Teknologi Nasional


9

Perkembangan teknologi yang terjadi dapat mempermudah dalam


mengidentifikasi indeks vegetasi. Indeks vegetasi dapat diperoleh dari hasil
pengamatan yang dilakukan dengan wahana pesawat tanpa awak atau UAV dengan
kamera visible (RGB) dan kamera Near InfraRed (NIR). Kamera digital yang
tersedia secara komersial biasanya memiliki filter red, green, dan blue. Filter ini
diambil dan digantikan dengan filter NIR. Perubahan ini bertujuan untuk merubah
filter dari yang awalnya RGB menjadi NIR, Green, Blue (NGB) atau menjadi NIR,
Red, Green (NRG). Filter NGB menggunakan saluran warna merah sebagai saluran
NIR, karena saluran merah pada filter NGB merupakan saluran yang paling kuat
menerima NIR dan saluran lainnya menjadi citra tampak. Pada filter NRG saluran
yang menjadi NIR yaitu saluran biru, karena saluran ini menerima cahaya NIR
paling banyak dan saluran lainnya menjadi citra tampak (Purnama dkk., 2019).

(Sumber: Parrot, 2019)


Gambar 2.2 Kamera Multispektral

2.4 Indeks Vegetasi


Indeks vegetasi merupakan suatu bentuk transformasi spektral yang
diterapkan terhadap citra multisaluran untuk menonjolkan aspek kerapatan vegetasi
ataupun aspek lain yang berkaitan dengan kerapatan, misalnya biomassa, Leaf Area
Index (LAI), konsetrasi klorofil, dan sebagainya. Secara praktis, indeks vegetasi ini
merupakan transformasi matematis yang melibatkan beberapa saluran sekaligus
dan menghasilkan citra baru yang lebih representatif dalam menyajikan fenomena
vegetasi (Danoedoro, 2012). Indeks vegetasi merupakan nilai yang diperoleh dari
gabungan beberapa spektral band spesifik dari citra pengindraan jauh. Gelombang
indeks vegetasi diperoleh dari energi yang dipancarkan oleh vegetasi pada citra

Institut Teknologi Nasional


10

pengindraan jauh untuk menunjukan ukuran kehidupan dan jumlah dari suatu
tanaman. Tanaman memancarkan dan menyerap gelombang yang unik sehingga
keadan ini dapat dihubungakan dengan pancaran gelombang dari objek-objek yang
lain sehingga dapat dibedakan antara vegetasi dan objek selain vegetasi (Horning,
2004).

2.5 Normalized Difference Vegetation Index (NDVI)


NDVI merupakan kombinasi antara teknik penisbahan dengan teknik
pengurangan citra. Transfomasi NDVI ini merupakan salah satu produk standar
NOAA (National Oceanic and Atmospheric Administration), satelit cuaca yang
berorbit polar namun memberi perhatian khusus pada fenomena global vegetasi dan
cuaca (Danoedoro, 2012). Terdapat beberapa pendapat ahli mengenai NDVI,
sebagai berikut:
1. NDVI merupakan sebuah transformasi citra penajaman spektral untuk
menganalisis hal-hal yang berkaitan dengan vegetasi (Andini dkk.,
2018).
2. NDVI adalah indeks tanpa dimensi yang menggambarkan perbedaan
antara pantulan vegetasi yang terlihat dan inframerah dekat dari tutupan
vegetasi dan dapat digunakan untuk memperkirakan kepadatan hijau
pada area lahan (Weier & Herring, 2000).
3. Indeks vegetasi atau NDVI adalah indeks yang menggambarkan tingkat
kehijauan suatu tanaman. Indeks vegetasi merupakan kombinasi
matematis antara band merah dan band NIR (Near-Infrared Radiation)
yang telah lama digunakan sebagai indikator keberadaan dan kondisi
vegetasi (Lillesand & Kiefer, 1997).
4. Perhitungan NDVI didasarkan pada prinsip bahwa tanaman hijau
tumbuh secara sangat efektif dengan menyerap radiasi di daerah
spektrum cahaya tampak (PAR atau Photosynthetically Aktif
Radiation), sementara itu tanaman hijau sangat memantulkan radiasi
dari daerah inframerah dekat (Ryan, 1997).

Institut Teknologi Nasional


11

Nilai NDVI dapat dihitung menggunakan persamaan berikut (Nouri dkk., 2014):

NDVI = (𝜌NIR - 𝜌RED)/(𝜌NIR + 𝜌RED) (2.1)


keterangan:
NDVI = Normalized Difference Vegetation Index
NIR = Near-Infrared (Spektrum Inframerah Dekat)
Red = Red (Spektrum Merah)
NDVI dihitung dari cahaya tampak dan inframerah dekat yang dipantulkan
oleh vegetasi. Vegetasi yang sehat menyerap sebagian besar cahaya tampak yang
menerpa dan memantulkan sebagian besar spektrum NIR. Vegetasi yang tidak sehat
atau jarang memantulkan lebih banyak cahaya tampak dan lebih sedikit cahaya
inframerah dekat. Perhitungan NDVI untuk piksel yang diberikan selalu
menghasilkan angka yang berkisar dari minus satu (-1) hingga plus satu (+1).
Namun, tidak ada daun hijau yang memberikan nilai mendekati nol. Nol berarti
tidak ada vegetasi dan mendekati +1 (0,8 - 0,9) menunjukkan kepadatan tertinggi
daun hijau (NASA Earth Observatory, 2000).
Untuk mendeteksi kesehatan vegetasi dapat diketahui dengan melihat nilai
rentang. NDVI mempunyai nilai rentang anatara -1 minus hingga 1 positif. Nilai
yang mewakili vegetasi berada pada rentang 0,1 hingga 0,7, jika nilai NDVI di atas
nilai ini menunjukkan tingkat kesehatan dari tutupan vegetasi yang lebih baik
(Mardiyatmoko & Suhardiman, 2017). Adapun rumus perhitungan klasifikasi
NDVI foto udara adalah sebagai berikut:

Tabel 2.1 Klasifikasi NDVI


No Tingkat Kesehatan Kisaran Nilai NDVI
1 Lahan Tidak Bervegetasi -1 – 0,12
2 Kesehatan Sangat Rendah` 0,12 – 0,22
3 Kesehatan Rendah 0,22 – 0,42
4 Kesehatan Sedang 0,42 – 0,75
5 Kesehatan Tinggi 0,75 - 1
Sumber : Mardiyatmoko dan Suhardiman (2017)

Menurut Uktoro tahun 2017 menjelaskan bahwa NDVI merupakan indeks


vegetasi yang dapat digunakan untuk melihat tingkat kehijauan tanaman yang

Institut Teknologi Nasional


12

berhubungan dengan fotosintesis tanaman. Dengan asumsi bahwa semakin aktif


proses fotosintesis (tanaman sehat) nilai NDVI akan semakin tinggi dan sebaliknya
semakin kurang sehatnya atau semakin rendah tingkat kehijauan tanaman akan
memberikan hasil nilai NDVI yang semakin rendah.

(Sumber: NASA Earth Observatory, 2019)


Gambar 2.4 Normalized Difference Vegetation Index

2.6 Hutan Tanaman Industri (HTI)


HTI adalah kawasan hutan tanaman pada wilayah hutan produksi yang
sengaja dibangun oleh kelompok industri untuk peningkatan potensi dan kualitas
hutan produksi dengan menerapkan sistem silvikultur dalam rangka memenuhi
kebutuhan bahan baku industri hasil hutan. Hak pengusaha HTI adalah hak untuk
mengusahakan hutan di dalam suatu kawasan yang kegiatannya mulai dari
penanaman, pemeliharaan, pemungutan, pengelolaan, dan pemasaran (Peraturan
Menteri Kehutanan No. 3 Tahun 2008). Hasil industri dari hutan ini digunakan
untuk membantu, menyediakan, dan memudahkan manusia dalam berbagai lini
bidang. HTI diberdayakan sebagai upaya untuk mencapai permintaan kebutuhan
bahan baku industri (Foresteract, 2019). Secara spesifik, Direktorat Bina

Institut Teknologi Nasional


13

Pembangunan Hutan Tanaman pada tahun 2009 menyatakan tujuan dibangunnya


HTI sebagai berikut:
1. Memenuhi kebutuhan bahan baku industri berupa perkayuan
2. Meningkatkan produktivitas sebagai hutan produksi
3. Menyediakan lapangan usaha dan lapangan kerja
4. Meningkatkan pertumbuhan ekonomi
5. Memberdayakan masyarakat khususnya daerah hutan agar lebih
sejahtera secara ekonomi
6. Mendorong daya saing produk dalam negeri khususnya bahan baku
industri kayu seperti pulp, kayu lapis, kertas, penggergajian, furnitur,
kayu pertukangan, dan lain-lain
7. Memperbaiki dan meningkatkan kualitas hidup
8. Menciptakan hasil industri hutan untuk kebutuhan masyarakat dalam
negeri serta untuk ekspor ke luar negeri
9. Meningkatkan devisa dan nilai tambah

2.7 Accacia Mangium Willd.


Acacia mangium Willd. yang juga dikenal dengan nama mangium,
merupakan salah satu jenis pohon cepat tumbuh yang paling umum digunakan
dalam program pembangunan hutan tanaman di Asia dan Pasifik. Keunggulan dari
jenis ini adalah pertumbuhan pohonnya yang cepat, kualitas kayunya yang baik,
dan kemampuan toleransinya terhadap berbagai jenis tanah dan lingkungan. Pohon
mangium pada umumnya besar dan bisa mencapai ketinggian 30 m, dengan batang
bebas cabang lurus yang bisa mencapai lebih dari setengah total tinggi pohon.
Pohon mangium jarang mencapai diameter setinggi dada lebih dari 60 cm, akan
tetapi di hutan alam Queensland dan Papua Nugini pernah dijumpai pohon dengan
diameter hingga 90 cm (National Research Council, 1983). Di tempat tumbuh yang
buruk, pohon mangium bisa menyerupai semak besar atau pohon kecil dengan
tinggi rata-rata antara 7 sampai 10 m (Turnbull, 1986).
Penyebaran tanaman akasia mangium tumbuh secara alami di hutan tropis
lembap di Australia bagian timur laut, Papua Nugini, dan Kepulauan Maluku

Institut Teknologi Nasional


14

kawasan timur Indonesia (National Research Council, 1983). Tanaman akasia


diperkenalkan ke berbagai negara di Asia Timur dan Asia Tenggara seperti
Malaysia, Indonesia, Papua Nugini, Bangladesh, Cina, India, Filipina, Sri Langka,
Thailand, dan Vietnam. Di Indonesia jenis tanaman akasia mangium pertama kali
diperkenalkan ke daerah lain selain Kepulauan Maluku pada akhir tahun 1970
sebagai jenis pohon untuk reboisasi (Pinyopusarerk dkk., 1993). Tanaman akasia
mangium biasanya ditemukan di daerah dataran rendah beriklim tropis yang
dicirikan oleh periode kering pendek selama 4 bulan (Eldoma & Awang, 1999).
Jenis ini dapat tumbuh pada ketinggian di atas permukaan laut sampai ketinggian
480 m. Meskipun demikian, mangium dapat tumbuh pada ketinggian hingga 800 m
(Hall dkk., 1980, Atipanumpai, 1989).

nner
(Sumber : CIFOR, 2019)
Gambar 2.3 Acacia Mangium

2.8 Pengaruh Kondisi Wilayah


Kesehatan tanaman akasia dapat dipengaruhi oleh kondisi wilayah dimana
akasia ditanam. Berikut beberapa faktor yang dapat mempengaruhi kesehatan
tanaman akasia:
1. Curah Hujan
Curah hujan atau yang sering disebut persipitasi dapat diartikan jumlah air
hujan yang turun di daerah tertentu dalam satuan waktu. Jumlah curah hujan
merupakan volume air yang terkumpul di permukaan bidang datar dalam satuan

Institut Teknologi Nasional


15

periode tertentu (harian, mingguan, bulanan, atau tahunan). Curah hujan merupakan
jumlah air hujan yang jatuh selama periode waktu tertentu yang pengukurannya
menggunakan satuan tinggi di atas permukaan tanah horizontal yang diasumsikan
tidak terjadi infiltrasi, run off, maupun evaporasi (Forestact, 2019). Curah hujan
juga dapat diartikan sebagai ketinggian air hujan yang terkumpul dalam tempat
yang datar, tidak menguap, tidak meresap, dan tidak mengalir (Suroso, 2006).

2. Kondisi Air dan pH di Ogan Komering Ilir


Kodisi air atau pH air merupakan derajat keasaman yang digunakan untuk
menyatakan tingkat keasaman atau kebasaan yang dimiliki dari suatu larutan (Buck
dkk., 2002). Pada penelitian Martinus dkk. pada tahun 2019 menjelaskan bahwa
Kawasan HTI di kabupaten Ogan Komering Ilir dibangun pada lahan yang basah,
salah satunya adalah lahan sulfat masam yang memiliki masalah banjir dan
genangan. Dengan kondisi lahan yang basah disertai genangan maka dibangun
mounding atau penumpukan tanah guna membangun irigasi di Kawasan HTI.
Pengaruh dari mounding tersebut maka kondisi pH air di Kawasan HTI tersebut
menjadi masam dengan tingkat masam air tersebut diangka pH < 3.

3. Semak Belukar
Semak belukar atau yang bisa disebut gulma merupakan tanaman
pengganggu. Gulma merupakan tumbuhan yang tumbuh pada waktu, tempat, dan
kondisi yang tidak diinginkan manusia (Sukman & Yakup, 2002). Menurut Kleiber
tahun 1968, definisi utama gulma adalah tumbuhan yang muncul tidak pada
tempatnya. Terdapat dua kelompok definisi gulma yang dianggap penting yaitu
tumbuhan kontroversial yang tidak semua buruk maupun tidak semuanya baik,
tergantung pada seseorang (Anderson, 1977). Menurut Sastroutomo tahun 1990,
bahwa gulma didefinisikan sebagai tumbuhan yang telah beradaptasi dengan habitat
buatan dan menimbulkan gangguan terhadap segala aktivitas manusia.

Institut Teknologi Nasional


BAB 3
PELAKSANAAN PENELITIAN

3.1 Metodologi Penelitian


Metodologi yang digunakan dalam penelitian ini meliputi pengambilan
data, pengolahan data, dan penyajian data. Adapun diagram alir tahapan pekerjaan
pada penelitian ini dapat dilihat pada Gambar 3.1.

Orthophoto
RGB

Pre-Processing

Gambar 3.1 Metodologi Penelitian

16 Institut Teknologi Nasional


17

A B

Gambar 3.1 Metodologi Penelitian (lanjutan)

3.2 Lokasi Penelitian


Lokasi penelitian ini berada di kawasan Hutan Tanaman Industri (HTI) di
Kecamatan Air Sugihan Kabupaten Ogan Komering Ilir Provinsi Sumatra Selatan
dengan koordinat geografis 2°56’58.02” LS, 105°21’30.73” BT dan 2°56’58.45”
LS, 105°21’38.21” BT untuk batas bagian utara serta 2°57’31.03” LS,
105°21’30.98” BT dan 2°57’30.84” LS, 105°21’38.36” BT untuk batas bagian
selatan. Gambar lokasi penelitian dapat dilihat pada gambar 3.2.

Institut Teknologi Nasional


18

(Sumber: Google Earth, 2020)


Gambar 3.2 Lokasi Penelitian

3.3 Peralatan
Peralatan yang digunakan dalam melakukan penelitian ini, dapat dilihat
pada Tabel 3.1. Diantaranya digunakan untuk pengolahan data penelitian dan
penulisan laporan. Berikut rincian perangkat penelitian yang digunakan sebagai
berikut:

Tabel 3.1 Peralatan Penelitian


No Perangkat Keras/Lunak Keterangan

I. Perangkat Keras

1 Komputer processor Intel i5 Pengolahan data peta kesehatan NDVI tanaman akasia
Vga Nvidia GTX 950 2Gb dan penulisan laporan
Ram 8 Gb

II. Perangkat Lunak

1 ArcGIS 10.3 Untuk melakukan pengolahan data berupa digitasi dan


layouting.

2 ENVI 5.3 Untuk pengolahan data band RED dan band NIR
menjadi data NDVI

Institut Teknologi Nasional


19

3.4 Tahapan Penelitian


Data ortofoto UAV berupa band RGB dan band NIR yang didapatkan sudah
terkoreksi geometrik, kemudian akan dilakukan proses pengolahan lebih lanjut
sesuai dengan tujuan dari penelitian ini. Terdapat beberapa tahapan dalam
pembuatan peta kesehatan tanaman akasia yaitu dari studi literatur, pengumpulan
data, preprocessing, transformasi, klasifikasi, dan digitasi.

3.4.1 Studi Literatur


Studi literatur bertujuan agar penelitian dapat dilakukan sesuai teori yang
ada. Studi literatur yang dilakukan dengan melihat dari penelitian sebelumnya
sehingga mendapatkan sumber-sumber tulisan untuk dijadikan sebagai acuan
maupun pedoman dalam pembuatan dan penyusunan penelitian.

3.4.2 Pengumpulan Data


Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data ortofoto RGB dan
ortofoto NIR yang telah terkoreksi geometrik. Data ortofoto UAV band RGB dan
NIR diakuisisi pada bulan Maret 2019. Data ini digunakan untuk mengetahui
kondisi kesehatan tanaman akasia dikawasan HTI. Rincian data yang digunakan
pada penelitian ini dapat dilihat pada tabel 3.2.

Tabel 3.2 Data Penelitian


No Data Keterangan Sumber

1 Ortofoto RGB (terkoreksi geometrik) 15 Maret 2019 Survei di lapangan


08.20 WIB

2 Ortofoto NIR (terkoreksi Geometrik) 15 Maret 2019 Survei di lapangan


08.20 WIB

Institut Teknologi Nasional


20

3.4.3 Preprocessing
Sebelum dilakukan pengolahan data dalam penelitian ini, dilakukan pre-
processing dengan proses cropping citra, mosaic citra, dan band composite.
1. Cropping Citra
Pada tahap ini dilakukan cropping citra dengan mengambil daerah atau
area pada citra yang diteliti di Kawasan HTI (gambar 3.3) yang bertujuan
untuk membatasi daerah yang dianalisis dan memperkecil ukuran
penyimpanan citra.

Gambar 3.3 Cropping Citra

2. Mosaic Citra
Mosaic citra merupakan proses penggabungan dari beberapa citra
sehingga terlihat utuh. Pada tahap ini dilakukan dengan menggabungkan
2 citra yg terpisah (gambar 3.4 dan 3.5). Hal ini dikarenakan pada akuisisi
data ortofoto UAV RGB dan NIR dilakukan 2 misi terbang dalam daerah
yang sama pada waktu yang berbeda. Pada tahap ini data yang digunakan
merupakan data yang sudah terkoreksi geometrik. Dengan data tersebut
maka proses mosaic citra menggunakan metode seamless mosaic. Pada

Institut Teknologi Nasional


21

proses mosaic citra dilakukan dengan beberapa tahapan. Berikut


beberapa tahapan tersebut, yaitu:
a. Rubah format data yang berupa format .ecw menjadi .tiff sehingga
data dapat dibuka pada software ENVI 5.3.
b. Kemudian dilakukan penggabungan dengan tools seamless mosaic
yang dapat dilihat pada gambar 3.4.

Gambar 3.4 Seamless Mosaic

c. Lalu dilakukan color correction dengan memilih entire scane, setelah


dilakukan color correction lalu dilakukan export data menjadi format
.geotiff
d. Hasil dari mosaic citra dapat dilihat pada gambar 3.5 dan 3.6.

Institut Teknologi Nasional


22

Gambar 3.5 Hasil Mosaic Citra RGB

Gambar 3.6 Hasil Mosaic Citra NIR

Institut Teknologi Nasional


23

3. Band Composite
Tahap band composite yaitu menggabungkan band pada ortofoto untuk
membentuk suatu tampilan yang diinginkan. Band yang digabungkan
yaitu band RED dan band NIR. Berikut tahapan dalam melakukan band
composite, yaitu:

a. Tahapan band composite menggunakan software Arcgis 10.6 dengan


tools image analysis.
b. Hasil dari proses band composite yaitu NRG (nir, red, green) dengan
band 1 yaitu NIR, band 2 red, dan band 3 green. Contoh dapat dilihat
pada gambar 3.7.

Gambar 3.7 Hasil Band Composite

Institut Teknologi Nasional


24

3.4.4 Transformasi NDVI


Transformasi NDVI merupakan suatu transformasi matematis yang
melibatkan beberapa saluran sekaligus yang menghasilkan citra baru yang lebih
representatif dalam menyajikan fenomena vegetasi (Danoedoro, 2012). Tujuan dari
transformasi NDVI ini untuk mengidentifikasi tingkat stres pada tanaman dengan
indikasi nilai kehijauan dari tanaman tersebut. Proses transformasi NDVI dapat
dilihat pada gambar 3.8.

Gambar 3.8 Proses Transformasi NDVI

Proses transformasi NDVI dilakukan dengan menginput data ortofoto


multispektral yang sudah diproses sebelumnya. Proses transformasi NDVI
menggunakan menu toolbox NDVI pada software ENVI 5.3, lalu memilih saluran
RGB dan NIR pada ortofoto yang dapat dilihat pada gambar 3.7. Hasil dari
transformasi NDVI dapat dilihat pada gambar 3.9.

Institut Teknologi Nasional


25

Gambar 3.9 Hasil Transformasi NDVI

3.4.5 Klasifikasi rentang nilai NDVI


Klasifikasi adalah pengelompokan atau penggolongan dari suatu data.
Tujuan klasifikasi yaitu pengelompokan rentang nilai NDVI untuk
mengidentifikasi kondisi tanaman akasia menurut Mardiyatmoko dan Suhardiman
(2017) seperti dapat dilihat pada Tabel 3.3.

Tabel 3.3 Klasifikasi NDVI


No Tingkat Kesehatan Kisaran Nilai NDVI
1 Lahan Tidak Bervegetasi -1 – 0,12
2 Kesehatan Sangat Rendah 0,12 – 0,22
3 Kesehatan Rendah 0,22 – 0,42
4 Kesehatan Sedang 0,42 – 0,75
5 Kesehatan Tinggi 0,75 – 1
Sumber : Mardiyatmoko dan Suhardiman (2017)

Pada Tabel 3.3 dapat diketahui bahwa tumbuhan yang memiliki kondisi kesehatan
tinggi jika memiliki indeks vegetasi sebesar 0,75 – 1, tumbuhan yang memiliki
kesehatan sedang jika memiliki indeks vegetasi sebesar 0,42 – 0,75, sedangkan
untuk tanaman kesehatan rendah memiliki indeks vegetasi sebesar 0,22 – 0,42, dan

Institut Teknologi Nasional


26

bagi tanaman yang kesehatannya sangat rendah nilai indeks vegatasinya sebesar
0,12 – 0,22 serta tanaman mati atau lahan yang tidak bervegetasi memiliki nilai
indeks vegetasi sebesar -1 – 0,12. Proses klasifikasi dilakukan berdasarkan literatur
yaitu Mardiyatmoko dan Suhardiman pada tahun 2017. Proses klasifikasi NDVI
terdapat beberapa tahapan, yaitu:

a. Setelah dilakukan transformasi NDVI, maka dilakukan change color table


agar mempermudah tahapan klasifikasi.
b. Kemudian dilakukan quick stats pada hasil NDVI untuk melihat nilai NDVI
apakah memenuhi syarat bahwa nilai minimal -1 dan nilai maksimal 1.
c. Pada tahapan selanjutnya dilakukan klasifikasi NDVI dengan tool new
raster color slice, hasil klasifikasi dengan tool raster color slice dimana
terdapat 16 kelas. Dapat dilihat pada gambar 3.10.

Gambar 3.10 Raster Color Slice

d. Lalu tahap selanjutnya dilakukan perubahan kelas menjadi 5 kelas sesuai


penelitian Mardiyatmoko dan Suhardiman tahun 2017.

Institut Teknologi Nasional


27

3.4.6 Digitasi Tajuk Tanaman Akasia


Digitasi merupakan proses konversi data dari data raster menjadi data
vektor atau umumnya konversi data analog ke dalam format digital. Digitasi tajuk
tanaman akasia dilakukan untuk mengidentifikasi objek tamanan akasia yang
diteliti menggunakan ortofoto RGB. Selain dilakukannya digitasi tajuk tanaman
akasia, dilakukan pula pemberian ID pohon guna memudahkan identifikasi
kesehatan tanaman akasia. Hasil digitasi tajuk tanaman akasia didapatkan data
atribut berupa koordinat tanaman akasia, jumlah tanaman akasia, ID tanaman
akasia, dan nilai NDVI dari setiap pohon. Berikut beberapa tahapan dalam
melakukan digitasi tajuk tanaman akasia, yaitu:

a. Digitasi tajuk tanaman akasia dilakukan pada software Arcgis 10.3


dengan feature class berupa point. Hasil dari digitasi tajuk tanaman
akasia dapat dilihat pada gambar 3.11.

Gambar 3.11 Hasil Digitasi Tajuk

b. Setelah semua hasil digitasi tajuk selesai, maka dilakukan proses


pengambilan nilai koordinat pada setiap point. Hasil dari tahapan ini
dapat dilihat pada gambar 3.12.

Institut Teknologi Nasional


28

Gambar 3.12 Hasil Data Atribut Koordinat

a. Kemudian dilakukan tahap penarikan nilai raster NDVI, pada tahap ini
digunakan data hasil transformasi NDVI sebelumnya yang ditampilkan
dengan point dari hasil digitasi tajuk.
b. Setelah data raster NDVI dengan data hasil digitasi tajuk ditampilkan, maka
dilakukan extract data NDVI menjadi data atribut menggunakan tool value
to point pada Arcgis 10.3. Hasil dari tahap ini dapat dilihat pada gambar
3.13.

Institut Teknologi Nasional


29

Gambar 3.13 Hasil Extract Nilai NDVI

Setelah didapatkan data atribut nilai NDVI kemudian dilakukan layouting


peta tingkat kesehatan tanaman. Peta kesehatan tanaman merupakan hasil dari
penelitian tentang kesehatan tanaman akasia menggunakan algoritma NDVI.
Pembuatan peta kesehatan tanaman akasia ini akan sangat membantu dalam
melakukan analisis kesehatan tanaman akasia.

Institut Teknologi Nasional


BAB 4
HASIL DAN ANALISIS

4.1 Hasil
Hasil yang diperoleh dari NDVI foto udara kawasan HTI tahun 2019 di
Kawasan Hutan Tanaman Industri Kabupaten Ogan Komering Ilir, Sumatera
Selatan didapatkan bahwa hasil identifikasi nilai NDVI untuk analisis kesehatan
tanaman akasia terbagi menjadi lima kelas. Setiap kelas memiliki luasan dan jumlah
pohon yang telah diidentifikasi. Menurut Mardiyatmoko dan Suhardiman pada
tahun 2017 pengklasifikasian rentang nilai NDVI dapat diklasifikasikan menjadi
lima kelas. Berikut klasifikasi NDVI berdasarkan Mardiyatmoko dan Suhardiman
tahun 2017.
Tabel 4.1 Klasifikasi Tanaman Akasia
No. Rentang Nilai Keterangan

1 -1 – 0,12 Non Vegetasi

2 0,12 – 0,22 Kesehatan Sangat Rendah

3 0,22 – 0,42 Kesehatan Rendah

4 0,42 – 0,75 Kesehatan Sedang

5 0,75 - 1 Kesehatan Tinggi

Sumber: Mardiyatmoko dan Suhardiman (2017)

Setelah didapatkan klasifikasi kesehatan kemudian dihasilkan peta


kesehatan tanaman seperti pada gambar 4.1. Pada hasil peta kesehatan ini belum
dilakukan digitasi tajuk akasia sehingga untuk kelas kesehatan sedang dan tinggi
pada peta tidak selalu menunjukan tanaman akasia. Warna merah pada peta
kesehatan menunjukan non-vegetasi atau tanaman mati.

32 Institut Teknologi Nasional


33

Gambar 4.1 Peta Kesehatan Tanaman Akasia

Institut Teknologi Nasional


34

4.1.1 Pola Sebaran Tanaman Akasia


Berdasarkan hasil digitasi tajuk pohon, dengan mengacu pada hasil
penelitian Uktoro tahun 2017 dengan melakukan interpretasi tanaman akasia dan
yang bukan akasia. Setiap tanaman akasia ditandai menggunakan titik, titik
digunakan juga untuk menghitung jumlah pohon, lokasi pohon, dan ID tanaman.
Setelah dilakukan digitasi tajuk kemudian didapatkan hasil sebaran pohon akasia.
Berdasarkan sebaran pohon akasia dapat diketahui lokasi pohon serta kondisi
tanaman sesuai dengan klasifikasi kesehatan tanaman akasia. Hasil sebaran pohon
akasia dapat dilihat pada gambar 4.2. Pada gambar tersebut dapat diketahui bahwa
tanaman dengan kondisi tidak sehat didominasi pada bagian barat lokasi penelitian.
Kondisi tanaman tersebut dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti kondisi
air, kadar pH, curah hujan, dan suhu yang akan dibahas lebih lanjut pada sub bab
berikutnya.

Gambar 4.2 Sebaran Pohon Akasia

Institut Teknologi Nasional


35

4.2 Analisis
Pada penelitian Uktoro tahun 2017 menjelaskan bahwa NDVI (Normalized
Diferrence Vegetation Index) merupakan indeks vegetasi yang dapat digunakan
untuk melihat tingkat kehijauan tanaman yang berhubungan dengan fotosintesis
tanaman tersebut. Dengan asumsi bahwa semakin aktif proses fotosintesis (tanaman
sehat) nilai NDVI akan semakin tinggi dan sebaliknya semakin rendah tingkat
kehijauan tanaman (kurang subur) akan memberikan nilai NDVI yang semakin
rendah.
Tabel 4.2 Hasil Klasifikasi Tanaman Akasia
No Rentang Nilai Luasan (Meter²) Jumlah Pohon

1 -1 – 0,12 343389,40 3457

2 0,12 – 0,22 76723,18 4950

3 0,22 – 0,42 55197,30 11796

4 0,42 – 0,75 19137,05 5566

5 0,75 - 1 14424,14 137

Total 508871,10 25906

(0,75 - 1) (-1 - 0,12)


1% 13%
(0,42 - 0,75)
21%

(0,12 - 0,22)
19%

(-1 - 0,12)

(0,12 - 0,22)

(0,22 - 0,42)
(0,22 - 0,42)
46% (0,42 - 0,75)

(0,75 - 1)

Gambar 4.3 Persentase Tingkat Kesehatan Tanaman Akasia

Institut Teknologi Nasional


36

Mengacu pada klasifikasi kesehatan tanaman menurut Mardiyatmoko dan


Suhardiman 2017 didapatkan bahwa 13% dari total pohon adalah tanaman mati,
19% yaitu tamanan yang memiliki kesehatan sangat rendah, 46% merupakan
tanaman yang memiliki keadaan kesehatan rendah, dan 21% dari total pohon
merupakan tanaman sehat, sedangkan untuk tanaman akasia yang memiliki keadaan
kesehatan sangat sehat hanya 1% dari total pohon akasia. Dari hasil tersebut dapat
diketahui bahwa jumlah pohon yang memiliki tingkat kesehatan rendah sangat
mendominasi dari kelas lainnya. Pada tabel 4.2 baris 1 memiliki luasan daerah
terbesar dengan jumlah pohon relatif sedikit, hal tersebut karena didominasi oleh
tanaman mati atau tidak memiliki nilai kehijauan serta didominasi oleh tanah.

4.2.1 Analisis Kondisi Air dan Kadar pH


Kawasan Hutan Tanaman Industri di Kecamantan Air Sugihan Kabupaten
Ogan Komering Ilir berada di ketinggian dari 8 – 13 mdpl. Hal tersebut menunjukan
bahwa kawasan HTI ini berada pada kawasan muara yang memiliki air payau.
Kondisi di sekitar kawasan sangat mempengaruhi vegetasi yang ada. Tanaman
akasia tidak toleran terhadap lingkungan muara seperti kondisi geografis
Kecamatan Air Sugihan yang memiliki air salin (asin) atau payau (Krisnawati dkk.,
2011). Menurut National Research Council pada tahun 1983, menjelaskan bahwa
tanaman akasia yang tumbuh di daerah air payau akan mengalami kondisi kerdil
dan kurus. Berdasarkan hasil penelitian didapatkan bahwa lebih banyak tanaman
akasia yang kurang sehat. Hal ini menunjukan bahwa kondisi air di kawasan
tersebut berada pada kondisi tidak cocok dengan tanaman akasia.
Merujuk pada literatur Kementrian Lingkungan Hidup tahun 2013 diketahui
bahwa dataran marin timur Sumatera merupakan daerah endapan alluvium dari
sungai yang berasal dari pegunungan bukit barisan, pasir marin, koral, dan endapan
bahan organik vegetasi marin. Pada umumnya pH tanah akan bereaksi masam
(sulfat masam) lebih rendah dari pH 5. Pada penelitian Martinus dkk. pada tahun
2019 menjelaskan bahwa kondisi air di wilayah Kec. Air Sugihan yang sangat
masam yaitu memiliki nilai pH kurang dari 3, hal ini dikarenakan di wilayah Air
Sugihan memiliki lahan sulat masam yang kurang cocok untuk pertumbuhan

Institut Teknologi Nasional


37

tanaman. Sementara itu pada penelitian Syachroni dkk. pada tahun 2018 bahwa
persentase hidup tanaman akasia pada pH 5 hanya sebesar 33,64%. Hal ini pula
menunjukan bahwa kandungan pH air di kawasan Air Sugihan mempengaruhi
kesehatan tanaman akasia. Dari hasil analisis tanah, nilai pH tanah terendah adalah
2,74 di Distrik Air Sugihan (Ringkasan Publik PT. BAP, 2017).

4.2.2 Analisis Kondisi Curah Hujan dan Suhu


Tanaman akasia tidak tumbuh terus menerus sepanjang tahun pertumbuhan
tampak lambat atau berhenti sebagai respon terhadap kombinasi curah hujan yang
rendah dan suhu yang dingin (Turnbull, 1986). Pemukiman di Air Sugihan dan
sekitarnya terletak di dalam zona iklim Indo-Australia yang bercirikan suhu,
kelembaban, dan curah hujan yang tinggi sepanjang tahun. Musim hujan
berlangsung dari November sampai Juni, dan musim kemarau dari Juli sampai
Oktober (Wijaya, 2000). Pada gambar dibawah ini dapat diketahui bahwa curah
hujan di Desa Air Sugihan pada bulan Maret tahun 2019 pada tingkat menengah
yaitu 201-300 mm.

(Sumber: Buletin BMKG Bulan Maret, 2019)


Gambar 4.4 Peta Distribusi Curah Hujan Sumatera Selatan

Institut Teknologi Nasional


38

Mangium bisa mengalami kematian jika terkena kekeringan yang parah atau
musim dingin yang berkepanjangan. Pan dan Yang (1987) melaporkan angka
kematian yang tinggi pada mangium berumur 5 tahun setelah mengalami periode
waktu dengan suhu rendah (sekitar 5°– 6° C) disertai dengan hujan dingin
yang lama. Di habitat alaminya, suhu minimum rata-rata berkisar 12°–16° C dan
suhu maksimum rata-rata sekitar 31°–34° C (National Research Council, 1983).
Kondisi suhu rata-rata di lokasi penelitian pada bulan Maret 2019 yaitu 27,4° C.
Kombinasi antara curah hujan dan suhu yang berada di Air Sugihan sudah sangat
sesuai dengan kriteria pertumbuhan tanaman akasia sehingga dari segi curah hujan
dan suhu sudah memenuhi kriteria kesehatan.

4.2.3 Analisis Pengaruh Semak Belukar


Terdapat beberapa pendapat ahli tentang pengaruh semak belukar terhadap
tanaman akasia. Pendapat pertama yaitu Krisnawati dkk. pada tahun 2011
penyiangan pada tanaman akasia mangium perlu dilakukan untuk membebaskan
tanaman pokok dari belukar, tanaman pemanjat, dan tanaman pengganggu lainnya
seperti gulma yang tidak berbahaya dapat pula dibiarkan tumbuh di lapangan untuk
menjaga persaingan cabang lateral. Sedangkan menurut Sukman dan Yakup pada
tahun 2002 menjelaskan gulma yang muncul dan berkembang lebih dulu atau
bersamaan dengan tanaman yang dikelola, berakibat besar terhadap pertumbuhan
dan hasil panen tanaman. Persaingan gulma pada awal pertumbuhan akan
mengurangi kuantitas hasil, sedangkan persaingan dan gangguan gulma menjelang
panen berpengaruh besar terhadap kualitas hasil. Perbedaaan cara penanaman, laju
pertumbuhan, dan umur varietas yang ditanam, serta tingkat ketersediaan unsur
hara juga akan menentukan besarnya persaingan gulma dengan tanaman.
Merujuk pada pendapat ahli di atas bahwa dengan adanya gulma pada
sekitar tanaman akasia dapat mempengaruhi kesehatan akasia, karena gulma dapat
mengganggu asupan nutrisi tanaman akasia yang berada di kawasan HTI. Pada
gambar 4.5 ortofoto tanaman akasia menunjukan banyaknya gulma atau semak
belukar yang tumbuh di sekitar tanaman akasia.

Institut Teknologi Nasional


39

Gambar 4.5 Kondisi Tanaman terhadap Gulma

Pada gambar 4.5 menunjukan bahwa keberadaan gulma dapat mempengaruhi


kondisi pertumbuhan tanaman akasia yang di tandai pada gambar. Pada gambar
diatas dapat dilihat bahwa perbedaan gulma dengan tanaman akasia dari warna
kehijauannya, untuk tanaman akasia memiliki warna kehijauan yang lebih pekat
sedangkan untuk gulma memiliki warna hijau yang lebih muda. Untuk mengetahui
bahwa gulma mempengaruhi kesehatan akasia maka dilakukan pengambilan
sampling pada pola sebaran tanaman yang sehat. Dapat dilihat pada gambar 4.6
tidak terdapat gulma di sekitar tanaman akasia.

Institut Teknologi Nasional


40

Gambar 4.6 Kondisi Tanaman Sehat

Institut Teknologi Nasional


BAB 5
KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan
Berdasarkan tahapan penelitian dan analisis data mengenai indeks vegetasi
tanaman akasia di Hutan Tanaman Industri Sumatera Selatan dapat disimpulkan
bahwa:
1. Secara keseluruhan kesehatan tanaman akasia didominasi oleh tanaman
dengan tingkat kesehatan rendah sebersar 46% dengan luasan 55197,30m2
dan jumlah pohon sebanyak 11.796, sedangkan tanaman yang memiliki
tingkat kesehatan tinggi hanya 1% dengan luasan 14424,14m2 dan jumlah
pohon sebanyak 137.
2. Berdasarkan hasil sebaran pohon akasia dapat diketahui bahwa tanaman
akasia yang tidak sehat berada pada posisi barat, dimana pada posisi tersebut
didominasi gulma.

5.2 Saran
Guna mewujudkan hasil kesehatan tanaman akasia yang lebih baik di Hutan
Tanaman Industri khususnya di Sumetera Selatan maka untuk penelitian
selanjutnya diharapkan lebih memperhatikan sensor yang digunakan, waktu
pengambilan data, dan kondisi cuaca yang cerah (tidak berawan) karena dapat
mempengaruhi hasil NDVI.

41 Institut Teknologi Nasional


Daftar Pustaka

Anderson, Jock R. & Dillon, John L. & Hardaker, Brian, 1977. "Agricultural
Decision Analysis," Monographs: Applied Economics, AgEcon Search,
number 288652, September.
Andini, S.W., Prasetyo, Y. dan Sukmono, A. (2018). “Analisis SebaranVegetasi
Dengan Citra Satelit Sentinel Menggunakan Metode NDVI dan Segmentasi
(Studi Kasus: Kabupaten Demak)”, Jurnal Geodesi Undip Vol. 7, No. 1.
Atipanumpai, L. 1989 Acacia mangium: studies on the genetic variation in
ecological and physiological characteristics of a fast-growing plantation tree
species. Acta Forestalia Fennica 206: 1–92.
Bambang Syaeful Hadi. 2007. Dasar-Dasar Fotogrametri. UNY.
Barbedo, J. G. A. 2019. Plant disease identification from individual lesions and
spots using deep learning. Biosystems Engineering, 180., 96–107.
Charles A. Poynton (2003). Digital Video and HDTV: Algorithms and Interfaces.
Morgan Kaufmann. ISBN 1-55860-792-7.
Danoedoro, Projo. (2012). Penginderaan Jauh Digital. Yogyakarta: Fakultas
Geografi Universitas Gadjah Mada.
Departement Of Space, India Space Research Organisation, 2016. Applications Of
Unamanned Aerial Vehicle (UAV) Based Remote Sensing in NE Region.
Diakses pada: 18 Desember 2019 https://www.isro.gov.in/
Eldoma, A. dan Awang, K. (1999) Site adaptability of Acacia mangium, Acacia
auliculiformis, Acacia crassicarpa and Acacia aulacocarpa. APAFRI
Publication Series No. 3. Asia Pacific Association of Forestry Research
Institutions, Kuala Lumpur, Malaysia.
Foresteract, 2019. Curah Hujan: Pengertian, Klasifikasi, Pengukuran dan Alat
Ukur. Diakses pada tanggal 23 Agustus 2020. https://foresteract.com/curah-
hujan/4/
Foresteract, 2019. Hutan Tanaman Industri: Pengertian, Tujuan, Dampak dan
Peraturan. Diakses pada tanggal 18 Desember 2019
https://foresteract.com/hutan-tanaman-industri/

42 Institut Teknologi Nasional


43

Horning, N. (2004). Global Land Vegetation; An Electronic Textbook. NASA


Goddard Space Flight Center Earth Sciences Directorate Scientific and
Educational Endeavors (SEE).
Kawamuna, A., Suprayogi, A. dan Wijaya, A.P. 2017. “Analisis Kesehatan Hutan
Mangrove Berdasarkan Metode Klasifikasi NDVI Pada Citra Satelit
Sentinel2”. Jurnal Geodesi UNDIP. Volume 6, Nomor 1.
Kleiber, M. (1968). Weeds Victor C.N Blight. Australia.
Krisnawati, H., Kallio, M. dan Kanninen, M. (2011) Acacia mangium Willd.:
ekologi, silvikultur dan produktivitas. CIFOR, Bogor, Indonesia.
Lemmens, R.H.M.J et al. 1995. “Planth Resources Of South-East Asia”. 5 (2).
Timber Trees: Minor Comercial Timbers. Backhuys Publisher, Leiden. 655p.
Ligterink G.H. (1987). Dasar-Dasar Fotogrametri Interpretasi Foto Udara.
Penterjemah : Boesriati Boerman, UI-Press.
Lillesand, T.M., dan kiefer, R.W., (1997), Penginderaan Jauh dan Interpretasi Citra
(Terjemahan), Yogyakarta : Gadjah Mada University Press, Universitas
Gadjah Mada Yogyakarta.
Lillesand, T.M., Kiefer, R.W. dan Chipman, J.W. (2004). “Remote Sensing and
Image Interpretation”. Edisi ke-5, John Wiley, New York.Paul R. W. 1989.
Elemen Fotogrametri.
Mardiyatmoko, Y., Suhardiman, A. (2017). Cadangan Karbon di Wilayah
Perkotaan Tenggarong Berdasarkan Metode Klasifikasi Pada Citra Sentinel
2-A. Vol 1 Nomor 2. Universitas Mulawarman Samarinda.
Martinus, A., Dwi, S., Yuanita. W. (2019). Dampak Mounding Terhadap Kualitas
Air pada Tanah Sulfat Masam di Lokasi Areal Hutan Tanaman Industri
Kabupaten Ogan Komering Ilir. Palembang.
Narayanan, R.G., Ibe, O.C. 2015. Joint Network for Disaster Relief and Search and
Rescue Network Operations.
National Research Council. 1983. “Mangium and Other Fast-Growing Acacias for
The Humid Tropics”. National Academy Press, Washington, DC, AS.
Nouri, H., Beecham, S., Anderson, S., Nagler, P. (2014). High Spatial Resolution
WorldView-2 Imagery for Mapping NDVI and Its Relationship to Temporal

Institut Teknologi Nasional


44

Urban Landscape Evapotranspiration Factors. Remote Sens. 6, no. 1: 580-


602.
Paine, David P. (1993). Fotografi Udara dan Penafsiran Citra Untuk Pengelolaan
Sumberdaya Edisi ke-2. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.
Terjemahan Imam Abdurahman. Buku Asli : Aerial Photography and Image
Interpretation For Resource Managament, John Wiley & Sons.
Pan, Z. dan Yang, M. 1987 Australian acacias in the People’s Republic of China.
Dalam: Turnbull, J.W. (ed.) Australian acacias in developing countries, 136–
138. Prosiding ACIAR No. 16. Australian Centre for International
Agricultural Research, Canberra, Australia.
Pinyopusarerk, K., Liang, S.B. dan Gunn, B.V. (1993) Taxonomy, distribution,
biology and use as an exotic. Dalam: Awang, K. dan Taylor, D. (ed.) Acacia
mangium: growing and utilization, 1–19. Winrock International dan Food and
Agriculture Organization of the United Nations, Bangkok, Thailand.
Purnama, S.A., Huda, U. dan Sukemi. 2019. “New Model of Vegetation Monitoring
Using Flying NIR Cameras with NDVI Parameters and C-means”,
ICONISCSE, p. 6, 2018.
Purwadhi, Sri Hardiyanti. 2001. Interpretasi Citra Digital. Jakarta : Grasindo.
Republik Indonesia, Kementerian Lingkungan Hidup Tahun 2013 tentang
Deskripsi Peta Ekoregion/ Deskripsi Peta Ekoregion Pulau/Kepulauan.
Deputi Tata Lingkungan. Jakarta.
Republik Indonesia, Peraturan Menteri Kehutanan Nomor 3 Tahun 2008 tentang
Tentang Tata Hutan dan Penyusunan Rencana Pengelolaan Hutan, Serta
Pemanafaatan Hutan.
R.P. Buck, S. Rondinini, A.K. Covington, F.G.K. Baucke, C.M.A. Brett, M.F.
Camões, M.J.T. Milton, T. Mussini, R. Naumann, K.W. Pratt, R. Spitzer, and
G.S. Wilson, (2002). Measurement of pH. Definition, Standards, and
Procedures, Pure and Applied Chemistry, 74, 2169-2200.
Ryan L. 1997. Creating a Normalized Difference Vegetation Index (NDVI) image
Using MultiSpectal. University of New Hampshire.

Institut Teknologi Nasional


45

Soetikno S. Sastroutomo. (1990). Ekologi Gulma. Gramedia Pustaka Utama,


Jakarta.
Sukman, Hj. Y, dan Yakub. (2002). Gulma dan Teknik Pengendaliannya Edisi
Revisi. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.
Sulaiman, P. S. 2017. “Checking Plant Health Trough Normalized Difference
Vegetation Index (NDVI) Using Mobile Phone.” Faculty Of Computer
Science and Information System, Universiti Putra Malaysia.
Suroso., 2006. Analisis Curah Hujan untuk Membuat Kurva Intensity-
DurationFrequency (IDF) di Kawasan Rawan Banjir Kabuaten Banyumas.
Jurnal Teknik Sipil, Vol. 3 , No. 1 , pp. 37-40.
Sutanto, Prof., Penginderaan jauh, Jilid I, Fakultas Geografi, Gajah Mada
University Press, 1998.
Syachroni, S. H., Rosianty, Y., Samsuri, G. S. 2018. “ Daya Tumbuh Tanaman
Pionir Pada Area Bekas Tambang Timah di Kecamatan Bakam, Provinsi
Bangka Belitung.” Program Studi Kehutanan Fakultas Pertanian, Universitas
Muhamamdiyah Palembang.
Turnbull, J.W. 1986 Australian acacias in developing countries. Prosiding
International Workshop held at the Forestry Training Centre, Gympie,
Queensland, Australia, 4–7 August 1986. Prosiding ACIAR No. 16.
Australian Centre for International Agricultural Research, Canberra,
Australia.
Uktoro, A.I. 2017. “Analisis Citra Drone Untuk Monitoring Kesehatan Tanaman
Kelapa Sawit”. Jurnal Agroteknose, Vol. VIII, No. II.
Verhulst, N., Govaerts, B. 2010. The normalized difference vegetation index
(NDVI) GreenSeekerTM handheld sensor: Toward the integrated evaluation
of crop management. Part A: Concepts and case studies. Mexico, D.F.;
CIMMYT.
Weier, J. dan Herring, D. 2000. “Measuring Vegetation (NDVI & EVI)”. NASA
Earth Obsevatory, Washington DC, diakses pada: 31 Juli 2019
https://earthobservatory.nasa.gov.

Institut Teknologi Nasional


46

Widiyatmoko, R., Basuki. W., Lilik. B. P. 2017. Analisis Pertumbuhan Tanaman


Revegetasi di Lahan Bekas Tambang Silika Holcim Educational Forest,
Cibadak, Sukabumi, Jawa Barat. Jurnal Pengelolaan Sumberdaya Alam dan
Lingkungan Vol. 7 No. 1 (April 2017): 79-88.
Wijaya T. (2000). Pengkajian Endapan Gambut Bersistim Di Daerah Pakiban-
Beyuku Kecamatan Air sugihan Kabupaten Ogan Komering Ilir Propinsi
Sumatera Selatan. Sub Dit. Eksplorasi Batubara dan Gambut.

Institut Teknologi Nasional

You might also like