Ratio Legis Pengaturan Pidana Tambahan bagi Korporasi
Nomor Undang-undang Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang
Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup
Bunyi Pasal yang Mengatur Pidana Pasal 119 huruf (d) yang berbunyi: “Pewajiban Tambahan mengerjakan apa yang dilalaikan tanpa hak”
Ratio Legis Pidana Tambahan Pelestarian lingkungan diperlukan dalam
mengelola lingkungan sehingga diperlukan landasan yuridis dalam bentuk peraturan perundang-undangan yang sedemikian rupa yaitu Undang-undang 32 tahun 2009 yang memuat sanksi-sanksi didalamnya. Salah satu bentuk sanksi yang terdapat dalam peraturan tersebut termuat dalam Pasal 119 terutama huruf (d). Awal mula dibentuknya sanksi ini berawal dari Lemahnya Perumusan tentang Sanksi Administrasi dalam UU No. 23 tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup. Dalam peraturan tersebut penerapan sanksi audit lingkungan hidup wajib juga sangat minim. Selain itu dalam pengenaan sanksi pidananya, hampir semua daerah provinsi dan kabupaten/kota yang menindaklanjuti pelanggaran peraturan dari hasil pengawasan dengan pembinaan teknis. Pembinaan teknis yang dimaksud adalah berupa himbauan tertulis atau lisan untuk meningkatkan kinerjanya dalam pengendalian pencemaran dan/ atau perusakan lingkungan tanpa batas waktu yang jelas. Oleh karena itu perlu dibentuk suatu dasar hukum yang mengatur secara jelas sanksi yang akan diberikan kepada pihak yang melanggar peraturan perlindungan tersebut. Selain itu, perlindungan lingkungan masih lemah yang diindikasikan oleh lemahnya tingkat penaatan pelaku usaha dan masyarakat dalam pengelolaan lingkungan hidup. Munculnya konflik lingkungan, secara umum disebabkan oleh eksploitasi sumberdaya alam Indonesia yang mengabaikan kepentingan atau hak masyarakat, keadilan dan prinsip perlindungan daya dukung dan fungsi ekosistem. Hal ini tidak sejalan dengan asas yang terkandung dalam Undang-undang 32 tahun 2009 yakni pada asas Tanggung jawab negara untuk menjamin bahwa pemanfaatan sumber daya alam akan memberikan manfaat yang sebesar-besarnya bagi kesejahteraan dan mutu hidup rakyat, baik generasi masa kini maupun generasi masa depan, serta asas kelestarian dan keberlanjutan yaitu bahwa setiap orang memikul kewajibannya dan tanggung jawab terhadap generasi mendatang. Legislator menilai dalam pembuatan sanksi ini didasarkan dari fenomena banyaknya kelalaian yang dilakukan dalam pengelolaan lingkungan oleh korporasi seperti dalam hal lalai secara administratif, pengelolaan dan pemulihan lingkungan serta masih lemahnya sanksi pidana yang hanya berpatokan terhadap denda dan pengabaian terhadap pengelolaan dan pemulihan lingkungan. Kewajiban korporasi seperti dalam hal perizinan amdal, pengecekan baku mutu, pemulihan lingkungan, pengelolaan limbah, dan lain-lain merupakan kewajiban yang sering korporasi abaikan sehingga menimbulkan kelalaian. Oleh karena itu, dengan adanya sanksi ini diharapkan terdapat kepastian hukum agar korporasi dapat melaksanakan kelalaian yang diakibatkannya sendiri. Misalnya pelaku tindak pidana pengelolaan limbah B3 dihukum untuk memulihkan air sungai ke kondisi semula sebelum terjadinya pencemaran. Pelaku tindak pidana dalam pelaksanaan pemulihan kondisi air sungai tersebut melakukan kelalaian yang didasarkan pada amar putusan pengadilan sehingga pasal 119 terkhususnya huruf (d) hadir sebagai kepastian hukum serta penambah pemidanaan dari pidana tambahan lainnya yang terkandung dalam peraturan ini.
Link Sumber https://peraturan.bpk.go.id/Home/Details/38771/u