You are on page 1of 7

MODEL PEMBELAJARAN REALISTIK

TUGAS
Diajukan untuk memenuhi sebagian dari tugas mata kuliah
Pendidikan Matematika SD I

Oleh Kelas 2B
Kelompok 7
Neneng Supriani (20842042)
Farida Sahrus Sa’adah (20842047)
Thresa Restiani Utami Putri (20842019)

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR FAKULTAS


PENDIDIKAN ILMU SOSIAL BAHASA DAN SASTRA INSTITUT
PENDIDIKAN INDONESIA
GARUT
2022
A. Sejarah Model Pembelajaran Realistik
Realistic Mathematics Education (RME) merupakan teori pembelajaran
khusus matematika yang dikembangkan pertama kali di negeri Belanda pada tahun
1971 lewat Freudenthal Institute yang merupakan bagian dari Faculty of
Mathematics and Computer Science di Utrect University. Pendiri dari institute
tersebut adalah Prof. Hans Freudenthal seorang yang berkebangsaan Jerman lalu
bermukim di Amsterdam, Belanda. Beliau adalah ahli matematika dan ahli
pendidikan. Institute yang didirikannya tersebut bergerak dalam pelaksanaan
berbagai riset tentang pendidikan matematika dan bagaimana seharusnya
mengajarkan matematika. Freudenthal menyatakan bahwa matematika adalah
“human activity” (aktivitas manusia).
Tahun 1971, ketika proyek Wiskobas menjadi bagian institut IOWO,
dengan Hans Freudenthal sebagai direktur utama, dan tahun 1973 ketika institute
IOWO mengembangkan proyek Wiskivon untuk pendidikan matematika sekolah
menengah, maka hal inilah yang menjadi dasar permulaan dalam mereformasi
pendekatan pembelajaran matematika yang sebelumnya telah lama digunakan di
Belanda (Van den Heuvel-Panhuizen & Drijvers, 2014, p. 551). Pendekatan yang
sebelumnya digunakan di Belanda adalah pendekatan mekanistik, yakni matematika
diajarkan secara langsung pada tahap formal, terpisah antar topik, dan konten
matematika disusun berdasarkan struktur matematika sebagai suatu disiplin ilmiah.
Dalam teorinya, Freudenthal mengemukakan bahwa siswa tidak boleh
dipandang sebagai passive receivers of ready-made mathematics (penerima pasif
yang menerima matematika sebagai barang jadi). Menurutnya, pembelajaran
matematika harus diarahkan agar siswa dapat menggunakan berbagai macam situasi
dan kesempatan untuk menemukan kembali konsep-konsep matematika dengan cara
mereka sendiri (Abdussakir, 2010). Oleh karena itu, guru matematika harus
berupaya mengangkat persoalan-persoalan terkait konsep-konsep matematika yang
diajarkan.
Upaya ini dilakukan melalui penjelajahan berbagai situasi dan persoalan-
persoalan “realistik”. Realistik dalam hal ini dimaksudkan tidak mengacu pada
realitas tetapi pada sesuatu yang dapat dibayangkan oleh siswa (Slettenhaar dalam
Nufus, 2010: 1).
Alasan mengapa orang Belanda menggunakan istilah “realistic” bukan
berarti berkaitan dengan dunia nyata (real world) secara langsung, tetapi lebih
kepada penggunaan masalah yang dapat dibayangkan oleh siswa. Membayangkan
dalam bahasa belanda adalah “zich realiseren”. Penekanannya adalah membuat
sesuatu menjadi nyata dalam pikiran (Abdussakir, 2010).
Ini berarti bahwa RME tidak harus selalu menggunakan masalah kehidupan nyata,
akan tetapi masalah matematika yang bersifat abstrak dapat dibuat menjadi nyata
dalam benak (pikiran) siswa. Sehingga materi matematika yang diajarkan perlu
bersifat real bagi siswa. Inilah yang mendasari sehingga disebut Realistic
Mathematics Education.
B. Pengertian Model Pembelajaran Realistik
Model pembelajaran matematika realistik atau Realistic Mathematic
Education(RME) adalah pendekatan pengajaran yang bertitik tolak pada hal- hal
yang real bagi siswa (Zulkardi). Teori ini menekankan ketrampilan proses,
berdiskusi dan berkolaborasi, berargumentasi dengan teman sekelas sehingga
mereka dapat menemukan sendiri(Student Invonting), sebagai kebalikan dari guru
memberi(Teaching Telling) dan pada akhirnya murid menggunakan matematika itu
untuk menyeleseikan masalah baik secara individual ataupun kelompok.
C. Sintaks (Langkah-Langkah Pembelajaran) Model pembelajaran realistik
langkah – langkah model pembelajaran matematika realistik di dalam proses
pembeajaran matematika (Waraskamdi.2008) adalah:
1. Memotivasi siswa (memfokuskan perhatian siswa)
2. Mengkomunikasikan tujuan pembelajaran
3. Memulai pelajaran dengan mengajukan masalah (soal) yang “riil” bagi siswa
sesuai dengan pengalaman dan tingkat pengetahuannya, sehingga siswa segera
terlibat dalam pelajaran secara bermakna
4. Permasalahan yang diberikan tentu harus diarahkan sesuai dengan tujuan yang
ingin dicapai dalam pelajaran tersebut
5. Siswa mengembangkan atau menciptakan model-model simbolik secara
informal terhadap persoalan/masalah yang diajukan
6. Pengajaran berlangsung secara interaktif, siswa menjelaskan dan memberikan
alasan terhadap jawaban yang diberikannya, memahami jawaban temannya
(siswa lain), setuju terhadap jawaban temannya, menyatakan ketidaksetujuan,
mencari alternatif penyelesaian yang lain; dan melakukan refleksi terhadap
setiap langkah yang ditempuh atau terhadap hasil pelajaran.
D. Kelebihan Model pembelajaran Realistik
Menurut Suwarsono (2001:5) terdapat beberapa kekuatan atau kelebihan dari
model pembelajaran matematika realistik, yaitu:

1. Pembelajaran matematika realistik memberikan pengertian yang jelas kepada


siswa tentang keterkaitan matematika dengan kehidupan sehari-hari dan
kegunaan pada umumnya bagi manusia.
2. Pembelajaran matematika realistik memberikan pengertian yang jelas kepada
siswa bahwa matematika adalah suatu bidang kajian yang dikonstruksi dan
dikembangkan sendiri oleh siswa tidak hanya oleh mereka yang disebut pakar
dalam bidang tersebut.
3. Pembelajaran matematika realistik memberikan pengertian yang jelas kepada
siswa bahwa cara penyelesaian suatu soal atau masalah tidak harus tunggal dan
tidak harus sama antara yang satu dengan orang yang lain.
4. Pembelajaran matematika realistik memberikan pengertian yang jelas kepada
siswa bahwa dalam mempelajari matematika, proses pembelajaran merupakan
sesuatu yang utama dan orang harus menjalani proses itu dan berusaha untuk
menemukan sendiri konsep-konsep matematika dengan bantuan pihak lain yang
sudah lebih tahu (misalnya guru). Tanpa kemauan untuk menjalani sendiri
proses tersebut, pembelajaran yang bermakna tidak akan tercapai.
(Suwarsono.2001)

E. Kekurangan/Kelamahan Model Pembelajaran Realistik


Adanya persyaratan-persyaratan tertentu agar kelebihan PMR dapat muncul
justru menimbulkan kesulitan tersendiri dalam menerapkannya. Kesulitan-kesulitan
tersebut, yaitu :
1. Tidak mudah untuk merubah pandangan yang mendasar tentang berbagai hal,
misalnya mengenai siswa, guru dan peranan soal atau masalah kontekstual,
sedang perubahan itu merupakan syarat untuk dapat diterapkannya PMR.
2. Pencarian soal-soal kontekstual yang memenuhi syarat-syarat yang dituntut
dalam pembelajaran matematika realistik tidak selalu mudah untuk setiap pokok
bahasan matematika yang dipelajari siswa, terlebih-lebih karena soal-soal
tersebut harus bisa diselesaikan dengan bermacam-macam cara.
3. Tidak mudah bagi guru untuk mendorong siswa agar bisa menemukan berbagai
cara dalam menyelesaikan soal atau memecahkan masalah.
4. Tidak mudah bagi guru untuk memberi bantuan kepada siswa agar dapat
melakukan penemuan kembali konsep-konsep atau prinsip-prinsip matematika
yang dipelajari.
DAFTAR PUSTAKA

https://osf.io/8ut59/download
https://www.dosenpendidikan.co.id/realistic-mathematics-education/
https://media.neliti.com/media/publications/67863-ID-model-pembelajaran-matematika-
realistik.pdf
https://kandhanglintang.blogspot.com/2022/03/sintak-model-pembelajaran-
matematika.html

You might also like