You are on page 1of 4

UJIAN AKHIR SEMESTER (UAS)

Nama : Rachma Nur Al Adawiah


Kelas : Ekonomi 1E
Mata kuliah : Pendidikan Agama Islam

1. Pihak manapun yang ingin memahami atau mempelajari Agama Islam dituntut
untuk memahami secara komfrehensif. Hal tersebut dikarenakan untuk
menghindari kesimpulan yang parsial. Dalam memahami islam secara
konfrehensif, Ali Mukti telah menawarkan 3 konsep pendekatan memahami
islam, yaitu: 1. Naqli (Tradisional), 2. Aqli (Rasional), 3. Kasf (Mistis). Tugas
saudara adalah menjelaskan ke 3 konsep tersebut sebagai pendekatan memahami
islam.
Jawaban :
a. Pendekatan naqli (tradisional), adalah metode memahami islam
dengan langsung merujuk kepada makna harfiah atau makna
tekstual Al-Qura’an dan sunnah tanpa memberikan pernan kepada
akal dan hasil pemikiran lainnya. Pendekatan ini cenderung
menolak ilmu kalam dan tasawuf. Dasar penggunaan metode ini
adalah anggapan bahwa teks-teks wahyu sudah lengkap
menampung segala masalah yang diperlukan dan mengikuti ajaran
nabi muhammad serta as-salaf as-shalih dalam konteks ini Abu
Zahrah memberikan pernyataan1 :
Kaum salaf seperti yang dilukiskan oleh Ibn Taimiyah adalah
mereka yang berpewndapat bahwa tidak ada jalan untuk
mengetahui akidah, hukun dan apa yang ada hubungannya
dengan itu secara global atau terperinci, kecuali hanya
didapatkan dari Al-Qur’an dan sunnah yang menerangkan hal itu.
Maka yang diterangkan oleh Al-Qur’an dan sunnah itu tidak
boleh di tolak. Menolak berarti melepaskan tali agam. Akal tidak
mempunyai kekuasaan untuk mentaqwilkan atau menafsirkan
menghukumin Al-Qur’an kecuali mengikuti apa yang telah
dikandung olehnya. Kalau sekiranya akal itu mempunyai
kemampuan, itupun terbatas pada pembenaran, ketaatan dan
menerangkan pendekatan antara dalil akal dan naqli tidak dengan
tidak ada perbedaan antara keduanya. Akal berkedudukan
sebagai skasi, bukan sebagai penentang, sebagai penjelas dari
dalil yang terkandung dalam Al-Qur’an.
Dari kutipan diatas dapat dipahami bahwa pendekatan naqli secara
keseluruhan pada umumnya telah digunakan oleh kaum slaaf.

1
Ibid, h 43
Kemudian pada sekitar abad ke-7 H, slafisme di bawakan kembali
oleh Ibn Taimiyah, dan selanjutnya pada abad ke-12 H, secara
lebih tidak murni ajaran tersebut di bawakan oleh Muhammad bin
Abdul wahab di Saudi Arabia, dengan gerakan yang dikenal
dengan Wahabiah2.
b. Pendekatan Aqli (Rasional), pendekatan ini cenderung pada cara
pemahaman islam dengan menekankan pada suatu pemikiran yang
dapat diterima akal sehat secara mendalam dan jelas, pendekatan
ini menempatkan pemikirna sebagai suatu yang jelas
keberadaannya. Sehingga penymapaian yang baik yang
menyangkut akidah maupun hukm, dapat diterima secara logis.
Untuk itu semua hasil pemikiran dapat di gunakan bila berguna
untuk memperkuat kebenaran dan menambah keyakinan.
Cara ini dalam kenyataan sejarah banyak digunakan oleh teologi
mu’tazilah dan filosofi muslim dalam bidang akidah, serta Abu
Hanifah dalam bidang fikih3.
c. Pendekatan kasf (Mistis), adalah metode yang di pergunakan
oleh para sufi untuk memperoleh pengetahuan atau Ma’rifah
secara langsung dari A llah dengan pemahaman yang belum di
ketahui hingga menemukan pemahaman yang sesuai dengan hidup
sehingga membuat seorang itu yakin kepada Allah SWT.
Pendekatan kasf ini menekan seseoarng pada penghayatan dna
keyakinan yang diajarkan dalam islam, meskipun tidak sampai
menghilangkan suatu kepercayaan.
Menurut Mukti Ali ketiga pendekatan tersebut sudah ada sejak
zaman nabi, dan selanjutnya juga diterapkan para ulama meskipun
tidak berjalan secara sepenuhnya. Bahkan pasca nabi Muhammaad
terdapat beberapa tokoh islam yang mencoba menyatukan
pendekatan-pendekatan itu, Al-Asy’ari misalnya berupaya
menyatukan antara pendekatan pemikiean yang yang mendalam
berdasarkan Al-Qur’an dan sunnah dengan akal dalam teologi
islam, terlepas dari sejauh mana keberhasilannya. Sementara Al-
Ghozaly nampaknya justru bermaksud menyatukan perbedaan
pendapat terhadap ketiga bentuk pendekatan itu, meskipun
kemudian yang lebih nampak hasilnya adalah menyatukan
perbedana pendapat tersebut antara naqli dengan kasf.

2
Ibid, h 44
3
Dr. Muniron studi islam di perguruan tinggi (Surabaya, STAIN Jember Press, 2010) h, 44
2. Metodologi Studi Islam (MSI) adalah usaha sadar dan sistematis untuk
mengetahui dan memahami serta membahas secara mendalam tentang hal-hal
yang berhubungan agama Islam, baik berhubungan dengan ajaran, sejarah
maupun praktik-praktik pelaksanaannya secara nyata dalam kehidupan sehari-
hari sepanjang sejarahnya. MSI mempunyai 4 (empat) objek kajian. Sebutkan
dan jelaskan 4 objek kajian tersebut.
Jawaban :
a) Ajaran, adalah doktrin tentang bagaimana pemahaman keagamaan itu.
Bagaimana cerita akan sejarah yang terjadi menurut agama tersebut, apa
yang diajarkan, apa saja yang menjadi kewajiban danlarangan dari
agama tersebut.
b) Praktek, yaitu bagaimana sikap umat islam melaksanakan ajarannya.
Apakah mereka menaati atau tidak menaati apa yang diperintahkan,
apakah yang dilakukan umat islam sudah sesuai dengan apa yang sudah
diajarkan.
c) Umat, bagaimana kondisi secara sosial. Dalam ajaran islam umat islam
tidak dibeda-bedakan mereka semua sama dimata Allah SWT, tidak ada
yang namanya sistem kasta.
d) Relasi dengan dunia lain, bagaimana islam berbicara dengan dunia lain.
Dalam al-quran dijelaskan bahwa kita harus mempercayai hal-hal yang
ghaib, seperti malaikat dan jin. Mempercayai bahwa sebenarnya selama
ini kita hidup berdampingan dengan segala sesuatu yang ghaib.

3. Salah satu rasa yang terdapat dalam jiwa manusia itu adalah rasa theistic (Rasa
Ketuhanan). Rasa theistic tersebut diperoleh dengan 3 cara, yaitu 1. Material
Experience, 2. Inner Experience, 3. Spritual Experience. Jelaskan oleh saudara
ke 3 cara tersebut.
Jawaban :
a. Material experience, argumen membuktikan adanya tuhan melalui kajian
terhadap fenomena alam semesta.
b. Inner experience, argumen membuktikan adanya tuhan melalui
kesadaran batiniah dirinya.
c. Spiritual experience, argumen membuktikan adanya tuhan didasarkan
pada wahyu yang diturunkan oleh tuhan melalui utusannya.

4. Secara etimologi agama berasal dari kata A: tidak dan Gama: Kacau. Dengan
begitu peradaban negara manapun yang menggunakan agama sebagai dasar
kehidupannya dituntut untuk tidak melakukan kekacauan baik secara individu
atau kelompok. Indonesia merupakan salahsatu negara yang menggunakan
agama dalam menjalani kehidupan sehari hari. Jelaskan oleh saudara urgensi
aspek agama dalam kaitanya dengan peradaban negara Indonesia, atau jelaskan
bagaimana seharusnya posisi agama dalam negara Indonesia.
Jawaban :
Agama dalam kehidupan bernegara di Indonesia merupakan ajaran , nilai, dan
kepemelukan yang dijamin keberadaan dan hak dasarnya dalam konstitusi.
Semua agama memperoleh tempat penting dalam bernegara, termasuk dalam
kehidupan bermasyarakat dan berbangsa. Peningkatan dan penegasan
keberadaan agama di Republik Indonesia ini selain historis juga seratus persen
tidak sejalan dengan konstitusi.
Pasal 29 UUD 19945 denngan tegas menyatakan (1) Negara berdasarkan atas
Ketuhanan Yang Maha Esa; (2) Negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap
penduduk untuk memeluk agama masing-masing dan untuk beribadat menurut
agama dan kepercayaannya itu. Agama terkait secara sebustansial dengan sila
Ketuhanan Yang Maha Esa. Kemerdekaan Indonesia secara keruhanian
dinyatakan para pendiri negara sebagai “Atas berkat rahmat Allah Yang Maha
Kuasa.”

5. Surat An-Nisa ayat 59 yang berbunyi :

"Hai, orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah RasulNya, dan
ulil amri di antara kamu. Kemudian jika kamu berlainan pendapat tentang
sesuatu, maka kembalikanlah ia kepada Allah (Al Quran) dan Rasul
(Sunnahnya), jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan hari
kemudian. Yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya."

Berdasarkan ayat tersebut, posisi al-Qur’an adalah sebagai sumber hukum islam
pertama. Konsekuensinya segala urusan umat islam mesti tunduk terhadap
tuntunan al-Qur’an. Dalam perjalannya tidak sedikit para ulama berbeda pendapat
mengenai penjelasan al-Qur’an. Terkadap perbedaan tersebut menjadi tunas
perpecahan dikalangan umat islam. Bagaimana pendapat saudara terhadap
fenomena ini.
Jawaban :
Jika memang benar kita yakin bahwa kita taat dan beriman kepada Allah SWT,
maka kita juga harus menyakini apa yang telah diajarkan Allah melalui
wahyuNya, kitabNya, dan juga utusanNya. Jika kita memiliki suatu pemikiran
yang berbeda atau mencoba mencari tahu akan suatu hal, maka bandingkanlah
pemikiran itu dengan al-quran maupun hadist, apakah pemikiran yang kita miliki
ini sejalan dengan al-quran dan hadist atau berbanding terbalik, karena diantara
pemikiran-pemikiran yang kita miliki, hanya firmanNya yang sudah pasti
kebenaranNya.

You might also like