You are on page 1of 19

MENGANALISIS PENGELOLAAN WILAYAH

PESISIR DAN LAUT

Dosen Pengampu: Meilinda Suriani Harefa, S.Pd., M.Si.


Mata Kuliah : Oseanografi & Sumber Daya Kelautan
KELOMPOK 9
1. Elvidia sibuea (3213131012)
2. Fanni Grassela Purba (3213131061)
3. Ulina Najwa Furqona (3213131032)

PENDIDIKAN GEOGRAFI
FAKULTAS ILMU SOSIAL
UNIVERSITAS NEGERI MEDAN
2022
KATA PENGANTAR

Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih dan Maha Penyayang.
Kami panjatkan puji syukur kehadirat-Nya yang telah melimpahkan rahmat, hidayah,
serta inayah- NyA kepada kami sehingga kami bisa menyelesaikan makalah mata
kuliah Oseanigrafi. Kami sebagai penyusun sadar masih banyak kekurangan dalam
penyusunan makalah ini.

Walaupun demikian, kami berusaha dengan semaksimal mungkin demi


kesempurnaan makalah ini baik dari hasil diskusi, musyawarah, maupun dari kerja
sama antar anggota kelompok. Oleh karenanya kami dengan lapang dada menerima
segala saran dan kritik dari pembaca agar kami dapat memperbaiki makalah ini.

Akhir kata kami berharap semoga makalah mata kuliah Oseanografi ini bisa
memberikan manfaat maupun inspirasi untuk pembaca maupun pendengar. Terimah
kasih

Medan, 27 April 2022

Kelompok 9
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR.............................................................................................................................2
BAB I.........................................................................................................................................................3
PENDAHULUAN......................................................................................................................................3
A. LATAR BELAKANG.....................................................................................................................3
B. RUMUSAN MASALAH.................................................................................................................3
C. MANFAAT PENULISAN...............................................................................................................3
BAB II.......................................................................................................................................................5
PEMBAHASAN.........................................................................................................................................5
A. SUMBER DAYA LAUT DI INDONESIA DAN PEMANFAATANNYA..........................................5
B. JENIS-JENIS PENCEMARAN BERDASARKAN POLUTA...........................................................8
C. DAMPAK PENCEMARAN TERHADAP EKOSISTEM LAUT......................................................9
D. KEBIJAKAN YANG TEPAT UNTUK PENGELOLAAN WILAYAH PESISIR LAUT DAN LAUT
13
E. SOLUSI........................................................................................................................................15
BAB III....................................................................................................................................................16
PENUTUP................................................................................................................................................16
A. KESIMPULAN.............................................................................................................................16
B. SARAN........................................................................................................................................16
DAFTAR PUSTAKA.................................................................................................................................17
BAB I
PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Semakin lama sumberdaya alam dan lingkungan telah menjadi barang langka
akibat eksploitasi yang berlebihan dan kurang memperhatikan aspek keberlanjutan. Yang
secara ekonomi dapat meningkatkan nilai jual, namun di sisi lain dapat menimbulkan
ancaman kerugian ekologi yang jauh lebih besar, sepeti hilangnya lahan, langkanya air
bersih, banjir, longsor, dan sebagainya. Salah satu akibat dari kelangkaan tersebut adalah
pemanfaatan Sumber Daya Alam (SDA) yang kini mulai bergeser dari SDA darat kearah
pemanfaatan SDA pesisir dan laut.
Indonesia merupakan negara kepulauan yang mempunyai jumlah pulau sangat
banyak. Data SLHI 2013 yang dikeluarkan Kementerian Lingkungan Hidup, jumlah Pulau
di Indonesia 13.466 pulau dengan garis pantai sepanjang 80.791 km. Indonesia memiliki
peluang sekaligus tantangan yang besar dalam mengembangkan dan mengelola potensi
sumberdaya pesisir dan laut.
Pada bab ini, kalian mempelajari tentang permasalahan lingkungan biogeofisik
lain, yaitu di wilayah pesisir dan laut. Hal in sangat penting untuk di pahami, mengingat
berbagai permasalahan kerusakan lingkungan di wilayah ini akibat tingkat ekstraksi yang
berlebihan dan tidak memperhatikan aspek keberlanjutan, telah menimbulkan ancaman
kerugian ekologi.

B. RUMUSAN MASALAH
1. Apa saja jenis-jenis pencemaran berdasarkan poluta?
2. Apa saja dampak pencemaran terhadap terhadap ekosistem laut ?
3. Apa saja kebijakan yang tepat untuk pengelolaan wilayah pesisir dan laut?
4. Apa saja solusi alternatif dalam pemecahan masalah di pesisir dan laut?

C. MANFAAT PENULISAN
1. Untuk mengetahui jenis-jenis penecemaran berdasarkan poluta
2. Mengetahui dampak pencemaran terhadap ekosistem laut
3. Mengetahui kebijakan yang tepat untuk pengelolaan wilayah pesisir dan laut
4. Mengetahui solusi yang akan di berikan
BAB II
PEMBAHASAN
A. SUMBER DAYA LAUT DI INDONESIA DAN PEMANFAATANNYA
Dalam uraian berikut tentang sumber day alaut di batasi pada sumber daya dapat
pulih (renewable resources) yaitu sumber daya hayati laut dengan ekosistem yang
menyusunnya. Sumber daya hayati laut meliputi hutan mangrove, terumbu karang,
padang lamun dan rumput laut, dan perikanan laut (DAHURI, RAIS, & SITEPU, 1996).
a) Hutan Mangrove
Hutan mangrove merupakan ekosistem pendukung kehidupan yang penting di
wilayah pesisir dan lautan. Secara ekologis, hutan mangrove berfungsi sebagai penyedia
nutrien bagi biota perairan, tempat pemijahan dan asuhan bagi berbagai macam biota,
penahan abrasi, amukan angin taufan dan tsunami, penyerap limbah, pencegah intrusi air
laut dan lain sebagainya (NONTJI, Laut Nusantara, 1987). Secara ekonomis, hutan
mangrove menghasilkan kayu, daundaunan sebagai bahan baku obat dan lain sebagainya
(SUKARDJI, 1986).Hutan mangrove ini dapat menempati bantaran sungai-sungai besar
hingga 100 km masuk ke pedalaman seperti dijumpai di sepanjang Sungai Mahakam dan
Sungai Musi. Luas hutan mangrove di Indonesia mengalami penyusutan terus menerus,
dalam satu dekade luas hutan mangrove tercatat turun dari 5.209.543 ha (1982) menjadi
2.496.185 ha pada tahun 1993 (DAHURI et al., 1996). Penyebaran hutan mangrove di
pesisir Indonesia meliputi daerah pantai landai terutama dekat muara sungai.

b) Terumbu Karang
Ekosistem terumbu karang mempunyai produktivitas organik yang tinggi, demikian pula
keanekaragaman hayatinya. Terumbu karang berfungsi ekologis sebagai penyedia
nutrien bagi biota perairan, pelindung fisik pantai, tempat pemijahan, tempat asuhan dan
mencari pakan bagi berbagai biota. Terumbu karang juga mempunyai produk yang
bernilai ekonomis penting seperti berbagai jenis ikan karang, udang karang, alga,
teripang, dan berbagai jenis keong dan kerang. Di beberapa tempat di Indonesia, karang
batu (hard coral) dipergunakan untuk berbagai kepentingan seperti konstruksi jalan dan
bangunan, bahan baku industri, dan perhiasan. Dalam industri pembuatan kapur, karang
batu sering ditambang sangat intensif seperti terjadi di pantai-pantai Bali hingga
mengancam kelestarian pantai (SUHARSONO, 1996).
Ekosistem terumbu karang di Indonesia tersebar di seluruh wilayah pesisir dan
lautan di seluruh Nusantara. Terumbu karang di Indonesia beragam tipenya, dimana
semua tipe terumbu karang yang mencakup terumbu karang tepi (fringing reefs),
terumbu karang penghalang (barrier reefs), terumbu karang cincin (atoll) dan terumbu
tambalan (patch reefs) terdapat di perairan laut Indonesia. Terumbu karang tepi
terdapat di sepanjang pantai dan mencapai kedalaman sekitar 40 meter. Terumbu
karang penghalang berada jauh dari pantai (mencapai puluhan atau ratusan kilometer)
dipisahkan oleh laguna yang dalam sekitar 40 - 75 meter, di Indonesia diantaranya
tersebar di Selat Makasar dan sepanjang tepian Paparan Sunda, sedang terumbu karang
cincin tersebar di Kepulauan Seribu dan Taka Bone Rate.

c) Padang lamun
Lamun (seagrass) adalah tumbuhan berbunga (Spermatophyta) yang sudah
sepenuhnya menyesuaikan diri untuk hidup di bawah permukaan air laut (FORTES,
1990). Lamun hidup di perairan dangkal agak berpasir, sering juga dijumpai di
ekosistem terumbu karang. Lamun membentuk padang yang luas dan lebat di dasar laut
yang masih terjangkau oleh cahaya matahari dengan tingkat energi cahaya yang
memadai bagi pertumbuhannya. Lamun tumbuh tegak, berdaun tipis yang bentuknya
mirip pita dan berakar jalar. Tunas-tunas tumbuh dari rhizoma, yaitu bagian rumput
yang tumbuh menjalar di bawah permukaan dasar laut. Lamun berbuah dan
menghasilkan biji. Pertumbuhan padang lamun memerlukan sirkulasi air yang baik. Air
yang mengalir inilah yang menghantarkan zat-zat nutrien dan oksigen serta mengangkut
hasil metabolisme lamun, seperti karbon dioksida (CO2) keluar daerah padang lamun.
Secara umum semua tipe dasar laut dapat ditumbuhi lamun, namun padang lamun yang
luas hanya dijumpai pada dasar laut lumpur pasiran dan tebal. Padang lamun sering
terdapat di perairan laut antara hutan rawa mangrove dan terumbu karang. Di wilayah
perairan Indonesia terdapat sedikitnya 7 marga dan 13 jenis lamun, antara lain jenis
Enhalus acaroides dari suku Hydrocharitaceae. Penyebaran ekosistem padang lamun di
Indonesia (Den HARTOG, 1970) mencakup perairan Jawa, Sumatera, Bali, Kalimantan,
Sulawesi, Maluku, Nusa Tenggara dan Irian Jaya. Di dunia, secara geografis lamun ini
tampaknya memang terpusat di dua wilayah yaitu di Indo Pasifik Barat dan Karibia.
Keberadaan padang lamun dapat menstabilkan dasar laut. Padang lamun berfungsi
sebagai perangkap sedimen dan distabilkan. Padang lamun merupakan daerah
penggembalaan (grazing ground) bagi hewan-hewan laut seperti "duyung" (mamalia),
penyu laut, bulu babi dan beberapa jenis ikan. Padang lamun juga merupakan daerah
asuhan (nursery ground) bagi larva-larva berbagai jenis ikan. Tumbuhan lamun dapat
digunakan sebagai bahan makanan dan pupuk. Misalnya samo-samo (Enhalus acaroides)
oleh penduduk Kepulauan Seribu dimanfaatkan bijinya sebagai bahan makanan
(DARSONO, 1999).

d) Rumput Laut
Rumput laut (benthic algae) Potensi rumput laut (alga) di perairan Indonesia
dapat diamati dari potensi lahan budidaya rumput laut yang tersebar di 26 propinsi di
Indonesia. Potensi rumput laut di Indonesia mencakup areal seluas 26.700 ha dengan
potensi produksi sebesar 462.400 ton/ tahun. Secara tradisional rumput laut
dimanfaatkan oleh masyarakat pesisir terutama sebagai bahan pangan, seperti untuk
lalapan, sayur, acar, manisan, kue, selain juga dimanfaatkan sebagai obat (NONTJI, Laut
Nusantara, 1987). Pemanfaatan untuk industri dan sebagai komoditas ekspor
berkembang pesat pada beberapa dasawarsa terakhir ini. Dengan melihat besarnya
potensi pemanfaatan alga, terutama untuk ekspor, maka saat ini usaha budidayanya
mulai semarak dilakukan masyarakat pesisir. Usaha budidaya rumput laut ini
berkembang di Kepulauan Seribu (Jakarta), Bali, Pulau Samaringa (Sulawesi Tengah),
Pulau Telang (Riau), dan Teluk Lampung. Jenis rumput laut yang dibudidayakan yaitu
Kappaphychus alvarezii, yang sebelumnya dikenal sebagai Echeuma alvarezii.

e) Sumber Daya Perikanan Laut


Sumberdaya perikanan laut di Indonesia disusun dalam kelompok-kelompok:
Pelagis Besar, Pelagis Kecil, Demersal, Udang/ Krustasea lainnya, Ikan Karang, Ikan Hias,
Rumput Laut, Moluska Teripang/ Ubur-ubur, Benih Alami, Reptilia dan Mamalia laut.
Nama-nama jenis ikan yang termasuk di dalam masing-masing kelompok. Sementara itu
sebagai dasar perhitungan potensi sumberdaya ikan di Indonesia, telah disepakati
bahwa perairan laut Indonesia dibagi dalam sembilan wilayah pengelolaan perikanan
meliputi Selat Malaka, Laut Cina Selatan, Laut Jawa, Samudera Hindia, Selat Makasar dan
Laut Flores, Laut Sulawesi dan Samudera Pasifik, Teluk Tomini dan Laut Maluku, Laut
Arafura. Secara nasional potensi lestari sumberdaya perikanan laut yang meliputi
sumberdaya perikanan pelagis besar, pelagis kecil, demersal, udang, ikan karang, dan
cumi-cumi adalah sebesar 6,2 juta ton/ tahun (ANONIM, 1998).

B. JENIS-JENIS PENCEMARAN BERDASARKAN POLUTA


Permasalahan dalam pengelolaan pesisir di Indonesia pada dasarnya adalah masalah
menejemen dan masalah teknis yang bersumber dari daratan dan lautan. Adanya kelemahan
menejemen ini, mengakibatkan pengelolaan pesisir sampai batas 12 mill belum dapat dilakukan
secara optimal. Potensi pariwisata, sumberdaya perikanan, mineral dan lain-lainnya belum
digarap secara terpadu untuk menaikkan pendapatan daerah maupun pendapatan masyarakat
pesisir. Dilain pihak, mutu lingkungan pesisir dan laut makin menurun dari tahun ke tahun.
1. Bahan Pencemar Lingkungan Wilayah Pesisir
Bahan Pencemar Lingkungan Wilayah Pesisir Kita ketahui bahwa laut menerima aliran
dari sungai yang mengandung zat pencemar. Selain itu, beberapa kegiatan sering
membuang limbah langsung ke laut bahkan ada yang secara illegal. Dengan demikian,
seakan-akan laut menjadi tempat sampah yang sangat besar. Beberapa bahan pencemar
yang berasosiasi dengan lingkungan laut antara lain sebagai berikut :

 Patogen
 Sedimen
 Limbah padat
 Material an organic beracun
 Material organic beracun
 Minyak
 Bahan radioaktif
 Material asam-basa
 Material yang merusak estetika
2. Sumber pencemaran dan Kerusakan Lingkungan Wilayah Pesisir
1) Perencanaan bersumber dari aktivitas di daratan (land-based pollution) Antara
lain adalah:
 Penebangan hutan (deforestation) b)
 Buangan limbah industri (disposal of industrial wastes)
 Buangan limbah pertanian (disposal of agricultural wastes)
 Buangan limbah cair domestik (sewege disposal)
 Buangan limbah padat (solid waste disposal)
 Konvensi lahan mangrove & lamun (mangrove swamp conversion)
 Reklamasi di kawasan pesisir (reclamation)

2) Perencanaan bersumber aktivitas di laut (Sea-based pollution) Sedangakn,


kegiatan atau aktivitas di laut yang berpotensi mencemari lingkungan pesisir dan
laut Antara lain adalah:
 Dumping di laut
 Pertambangann
 Eksplorasi dan eksploitasi minyak.
 Budidaya laut
 Perikanan (fishing)
C. DAMPAK PENCEMARAN TERHADAP EKOSISTEM LAUT
1) Pembuangan Limbah Industri
Sudah bukan rahasia lagi jika jenis pencemaran laut nomor satu di Indonesia adalah
limbah industri. Pemerintah setempat telah melarang pabrik-pabrik untuk membuang
limbahnya ke selokan air atau sungai. Namun, tetap saja masih banyak industri yang
membuang limbah pabriknya ke sungai, bahkan ke laut. Zat berbahaya ini tidak bisa diurai
oleh organisme dekomposer yang hidup di laut. Dampak buruk dari pembuangan limbah
industri ke laut sudah pasti banyak makhluk hidup laut yang mati. Meskipun ada makhluk
laut yang bertahan, tubuhnya sudah tercemar oleh zat beracun tersebut. Sebagai contoh,
ikan salmon yang hidup di laut tempat pembuangan limbah industri sudah pasti
terkontaminasi oleh zat beracun.

2) Tumpahan Minyak dari Pertambangan lepas Pantai


Limbah atau pertumpahan minyak dari aktivitas pertambangan yang dilakukan di
lepas pantai. Pada umumnya, pertambangan ini berada di tengah laut. Jadi, satu-satunya
tempat untuk membuang limbah hasil pertambangan tentu saja di laut. Ada beberapa
faktor yang menyebabkan air laut jadi tercemar karena adanya pertambangan, misalnya
oil spill (minyak tumpah) saat kapal tanker yang mengangkut minyak mengalami
kecelakaan atau pengeboran sumur minya. Selain itu, limbah minyak dari pertambangan di
lepas pantai juga mengandung zat berbahaya yang mengancam hidup ekosistem ikan di
laut. Bahkan, terumbu karang juga akan rusak karena adanya pencemaran limbah minyak
ini.
3) Kerusakan Terumbu Karang Akibat Pukat Harimau
Bentuk dari pukat harimau ini adalah jaring berbentuk kantong yang nanti akan
ditarik oleh kapal pukat. Alat ini cukup efektif untuk menangkap udang, tapi bisa
menyebabkan kerusakan pada semua benda yang ada di dasar laut, dalam hal ini adalah
terumbu karang. Penggunaan pukat harimau akan merusak terumbu karang dan rumput
laut yang dilewatinya. Yang lebih miris, bukan hanya kerusakan terumbu karang saja,
tetapi alat ini mampu menjaring ikan kecil maupun ikan besar sehingga ikan tidak dapat
berkembang biak dengan baik. Cara pukat harimau merusak terumbu karang adalah
lubang bukaan jaring dengan bobot beberapa ton yang mampu membuat lubang galian
besar sehingga ketika diseret dengan kapal, maka batu maupun terumbu karang di dasar
laut akan ikut terseret dan menjadi rusak.

4) Coral Bleaching Akibat Global Warming


Pemanasan global (global warming) adalah masalah yang sangat serius dan
berimbas pada terumbu karang. Fenomena coral bleaching adalah salah satu bukti dampak
buruk akibat pemanasan global. Sekadar informasi, coral bleaching adalah perubahan
warna alami terumbu karang menjadi putih. Sebagaimana yang kita ketahui, warna-warna
terumbu karang berasal dari ganggang yang hidup di terumbu karang. Pemanasan global
menyebabkan suhu air laut meningkat dan menyebabkan ganggang tersebut pergi
meninggalkan terumbu karang. Bukan hanya kenaikan suhu air laut saja, penangkapan
ekosistem laut secara berlebihan turut menjadi penyebab coral bleaching.
5) Eksploitasi Ikan
Bentuk pencemaran lingkungan di laut yang masih sering terjadi di negara kita
adalah eksploitasi ikan. Para nelayan yang menangkap ikan secara berlebihan dapat
merusak regenerasi makhluk hidup di laut. Apalagi jika proses penangkapan ikan
menggunakan peledak, bukan hanya ikan saja, tapi makhluk hidup lain akan mati akibat
bahan peledak tersebut. Apapun caranya, eksploitasi ikan memang bentuk pencemaran
laut yang serius. Penangkapan ikan secara berlebihan sudah pasti akan merusak
kelangsungan hidup ekosistem di laut.

6) Kontiminasi Pestisida
Pestisida merupakan bahan kimia yang dipakai untuk membunuh hama tanaman.
Sekilas rasanya tidak mungkin jika pestisida ini mencemari laut yang luas. Namun, perlu
Anda ingat bahwa air sungai selalu bermuara ke laut. Bisa Anda bayangkan jika air sungai
terkontaminasi oleh pestisida, laut sebagai muaranya tentu akan tercemar juga. Air laut
yang sudah terkontaminasi pestisida akan diserap oleh ikan dan makhluk laut lainnya.
Pada akhirnya, kandungan pestisida akan mengendap pada tubuh ikan dan ikan tersebut
menjadi beracun.
7) Penumpukan Sampah
Sampah plastik adalah pencemaran laut yang serius. Bukan hanya merusak
keindahan laut, sampah plastik yang berada di laut dapat mengganggu kehidupan
ekosistem laut, apalagi plastik adalah material yang sulit terurai. Sampah plastik bisa
berasal dari sampah-sampah yang ada di sungai lalu terbawa hingga ke laut. Selain itu, bisa
juga disebabkan oleh pengunjung pantai yang membuang sampah plastik di laut dengan
sengaja. Hampir semua jenis pencemaran laut ini disebabkan oleh ulah manusia. Jadi,
dibutuhkan kesadaran diri dalam masing-masing individu untuk mencegah semua hal
yang dapat mencemari laut.

D. KEBIJAKAN YANG TEPAT UNTUK PENGELOLAAN WILAYAH


PESISIR LAUT DAN LAUT
a) Strategi

Strategi pengelolaan disini dimaksudkan untuk mengelola limbah, baik limbah cair,
padat dan gas (emisi gas buang). Dengan adanya pengelolaan limbah yang benar, maka air
limbah dan gas buang dapat memenuhi baku mutu yang telah ditetapkan. Suatu kota
harus mempunyai instalasi pengolahan air limbah domestik terpadu, baik limbah padat
maupun cair. Dengan demikian, kualitas air laut di pesisir dapat terjaga.
Strategi pengelolaan selanjutnya lebih mengarah pada sistem manajemen, yaitu
pengelolaan pesisir terpadu (Integrated Coastal Management). Beberapa hal yang penting
untuk dipertimbangkan dalam pengelolaan terpadu :
1) Adopsi pendekatan yang sistematis dalam implementasi dalam program
pengelolaan pesisir terpadu:

 Penerapan kerangka pengelolaan lingkungan pesisir dalam pengelolaan


sektoral.
 Penggunaan kombinasi opsi-opsi pengelolaan.
 Adopsi pendekatan pencegahan.
2) Pelibatan sector masyarakat umum dalam proses pengelolaan lingkungan pesisir
dan laut terpadu
3) Pengintegrasian informasi lingkungan, ekonomi dan social sejak awal dari proses
pengelolaan lingkungan pesisir dan laut terpadu
4) Pembentukan mekanisme bagi keterpaduan dan koordinasi
5) Pembentukan mekanisme pendanaan secara berkelanjutan
6) Pengembangan kapasitas pengelolaan lingkungan pesisir dan laut terpadu di
semua tingkatan
7) Pemantauan efektif proyek atau program pengelolaan pesisir dan laut terpadu

b) Strategi Pengendalian
Pengendalian pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup dilaksanakan
dalam rangka pelestarian fungsi lingkungan hidup di wilayah pesisir. Dalam Pasal
13 ayat (2) Undang-undang No. 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan
Pengelolaan Lingkungan hidup dinyatakan: “Pengendalian pencemaran dan/atau
kerusakan lingkungan hidup sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:
 pencegahan;
 penanggulangan; dan
 pemulihan”.
1) Menurut Pasal 14 Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan
dan Pengelolaan Lingkungan Hidup. Instrumen pencegahan pencemaran
dan/atau kerusakan lingkungan hidup terdiri atas:

 kajian lingkungan hidup strategis (KLHS)


 tata ruang
 baku mutu lingkungan hidup
 kriteria baku kerusakan lingkungan hidup
 analisi mengenai dampak lingkungan
 Upaya Pengelolaan Lingkungan dan Upaya Pemantauan Lingkungan
 perizinan
 instrumen ekonomi lingkungan hidup
 peraturan perundang-undangan berbasis lingkungan hidup
 anggaran berbasis lingkungan hidup
 analisis risiko lingkungan hidup
 audit lingkungan hidup

2) Sedangkan pemulihan lingkungan kerusakan dan pencemaran wilayah pesisir


dapat dilakukan dengan tahapan sebagai berikut:

 penghentian sumber pencemaran dan pembersihan unsur pencemar


 remediasi
 rehabilitasi
 restorasi
 cara lain yang sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi

3) Program Pemantauan Pesisir Pemantauan dapat dilaksanakan dengan fokus dan


sasaran, antara lain terhadap :

 Kualitas buangan (effuent/emission) dan lingkungannya (air sungai, laut)


 Penaatan hukum dan peraturan
 Dampak dari buangan limbah
 Abrasi dan akresi di wilayah pantai
 Penurunan tanah dan kenaikan muka air laut di wilayah pesisir
 Daya dukung lingkungan
 Model prediksi perubahan lingkungan

E. SOLUSI
 Melakukan kembali penanaman mangrove pada pantai
 Mengurangi pembuangan sampah pada laut
 Mengurangi pemakaian alata-alat elektronik dan kendaraan yang berasap agar
mengurangi pemanaasan global
 Serta menjaga dan melestarikan alam agar tetap asri dan tidak rusak
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Dalam pemulihan kerusakan wilayah pesisir dan laut, Pemerintah seharusnya lebih
aktif di dalam melakukan langkah-langkah yang lebih konkrit mulai dari kegiatan
pemantauan kualitas air laut, pendataan rona awal, penanganan kasus-kasus pencemaran
dan kerusakan lingkungan di pesisir serta pengelolaan wilayah pantai. Peningkatan
penaatan pada peraturan oleh kegiatan industri yang membuang limbah langsung ke laut,
transportasi laut (kapal), eksploitasi terumbu karang atau pasir laut sampai kepada
langkah penegakan hukumnya perlu segera dilakukan. Valuasi ekonomi perlu dilakukan
agar potensi wilayah pesisir secara ekonomi dapat diketahui dengan pasti, sehingga
memudahkan dalam melakukan tuntutan ganti rugi (claim) apabila terjadi pencemaran
dan atau kerusakan lingkungan. Melaksanakan pengendalian pencemaran dan kerusakan
lingkungan laut Perlu dibangun komitmen semua pihak, terutama para pengambil
keputusan di pusat dan pengembangan kapasitas regional dan kelembagaan di wilayah
tersebut

B. SARAN
Demikianlah makalah yang kami susun. Semoga dengan adanya makalah ini kita bisa lebih
mengetahuai bentuk lahan glasial di permukaan bumi. Kami menyadari bahwa makalah ini
bukanlah proses akhir, Melainkan awal yang masih banyak memerlukan perbaikan. Oleh karena
itu, kami sangat mengharapkan tanggapan,saran ataupun kritikan yang membangun demi
Sempurnanya Makalah Kami Ini
DAFTAR PUSTAKA

ANONIM. (1998). Potensi Dan Penyebaran Sumber Daya Ikan Laut di Perairan Indonesia. Komisi
Nasional Pengkajian Stok Sumber Daya Laut, 42.
DAHURI, R., RAIS, J., & SITEPU, S. G. (1996). Pengelolaan Sumber Daya Wilayah Pesisir dan Lautan
Secara Terpadu. Pradnya Paramita, 305.
DARSONO, P. (1999). Pemanfaatan Sumber Daya Laut dna Implikasinya Bagi Masyatrakat Nelayan.
Oseana, 1-10.
NONTJI, A. (1987). Laut Nusantara.
NONTJI, A. (1987). Laut Nusantara. Jakarta: Jambatan.
NONTJI, A. (1987). Laut Nusantara. Jakarta: Jambatan.
SUHARSONO. (1996). Jenis-jenis Karang Yang Umum di Jumpai di Perairan Indonesia. Puslitbang
Oseanologi, 116.
SUKARDJI, S. (1986). Memahami Beberapa Aspek Sosial Ekonomi Hutan Mangrove di Delta
Ciamuk. Oseano, 17-27.

You might also like