Professional Documents
Culture Documents
Adoc - Pub Pemetaan Geomorfologi Terumbu Menggunakan Citra Wo
Adoc - Pub Pemetaan Geomorfologi Terumbu Menggunakan Citra Wo
ABSTRACT
Coral reef geomorphological mapping is one type of product resulted from the
application of satellite remote sensing. Synoptic visualization from satellite
enabled differentiation of geomorphological zones in an obvious and solid
manner. The aim of this research was to map geomorphological reef zones in Pari
Islands, using WorldView-2 imagery. Image utilized in this research was acquired
in 2011, while field observation was conducted in October 2012 at 958 ground
control points. WorldView-2 image was examined using supervised classification.
Results showed that deep water was the largest geomorphic zone comprising of
13,690,700 m2 (53.12%). The smallest was reef crest which extended only
629,220 m2 (2,44%). Other geomorphic zones observed in Pari Islands were reef
slope, deep lagoon, shallow lagoon, reef flat, and land. Overall accuracy of test
obtained of 87.55% with a 0.80 coefficient kappa. The accuracy of the results is
good for geomorphological mapping of Reef zones.
Keywords: mapping, geomorphology, WorldView-2, supervised classification,
Pari Island
PEMETAAN GEOMORFOLOGI TERUMBU
MENGGUNAKAN CITRA WORLDVIEW-2 DI PULAU PARI,
KEPULAUAN SERIBU
Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Ilmu Kelautan
pada
Departemen Ilmu Dan Teknologi Kelautan
Puji dan rasa syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, karena atas
rahmat dan karunia-Nya, penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Dalam
penulisannya, penulis banyak mendapat bantuan dari berbagai pihak. Untuk itu
penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada :
1. Dr.Ir. Vincentius P. Siregar, DEA dan Adriani Sunuddin S.Pi, M.Si selaku
pembimbing I dan II atas arahan, bimbingan dan pengetahuan yang telah
diberikan;
2. Dr. Ir. Totok Hestirianoto, M.Sc sebagai Pembimbing Akademik;
3. Orang Tua dan seluruh keluarga atas doa dan dukungannya;
4. Bang Tarlan yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan
pengolahan data penelitian;
5. Keluarga besar ITK 45 atas persahabatan dan suka duka yang telah
terbangun selama ini;
Penulis menyadari skripsi ini jauh dari kesempurnaan, namun demikian
penulis berharap agar skripsi ini dapat berguna bagi diri sendiri maupun pembaca
dapat dikembangkan melalui penelitian selanjutnya.
DAFTAR GAMBAR
DAFTAR LAMPIRAN
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Tabel 1. Spesifikasi citra satelit dalam pemetaan dasar perairan laut dangkal.
World-
Spesifikasi Ikonos Geoeye-1 Quickbird
View-2
Resolusi spasial
0,82 0,41 0,65 0,46
panchromatic (m)
Resolusi spasial
3,2 1,65 2,62 1,85
multispektral (m)
Lebar sapuan sensor
11,3 15,2 18 16,4
satelit (km)
Kanal pada citra
4 4 4 8
(spectral band)
Sumber : Digital Globe 2010.
Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk memetakan zona geomorfologi perairan laut
dangkal di gugusan Pulau Pari, Kepulauan Seribu menggunakan citra satelit
Worldview-2.
METODE
Penelitian ini terbagi dalam dua tahap, yaitu tahap pengumpulan data,
meliputi perekaman data citra satelit, survei lapang yang dilaksanakan pada
Oktober 2012, dan tahap pengolahan citra hingga pembuatan peta. Survei lapang
dilakukan di Pulau Pari, Kepulauan Seribu (Gambar 1).
Komposit Citra
Training Area
Klasifikasi Terbimbing
Maximum Likelihood
Survei Lapang Kanal
Standard
1-8
(7 kelas)
Uji akurasi
Filtering:
Smoothing Majority
Peta Zona
Geomorfologi
Gambar 2. Diagram alir pengolahan data
Citra yang telah diproses diintrepretasikan dengan menggunakan data
lapangan. Penggabungan hasil analisis citra dengan data lapangan digunakan untuk
mengoreksi peta klasifikasi zona geomorfologi. Metode klasifikasi yang digunakan
dalam penelitian ini adalah klasifikasi terbimbing (Supervised Classification) dengan
pendekatan metode Maximum Likelihood Standard. Untuk mengidentifikasi batas-
batas dari suatu zonasi geomorfologi, diperlukan skema klasifikasi. Skema
klasifikasi zona geomorfologi dalam penelitian ini mengacu pada penelitian yang
dilakukan oleh Vandersraete (2007) di daerah Hurghada, Laut Merah, diadaptasi
dari Mumby dan Harborne (1999), ditunjukkan pada Tabel 2.
5
Pengujian Akurasi
Akurasi peta yang dihasilkan dari analisis data citra dilakukan menggunakan
matriks kesalahan yang dikembangkan oleh Congalton and Green (2009) ,
ditunjukkan pada Gambar 3. Matriks kesalahan membandingkan informasi dari
hasil klasifikasi dan analisis data inderaja dengan hasil pengamatan data lapangan.
Matriks ini mengasumsikan n sebagai contoh atau sampel yang didistribusikan ke sel
k2, dimana setiap contoh ditugaskan ke satu dari kategori k dalam peta (biasanya
baris-baris pada matriks), dan satu dari kategori yang sama dalam referensi data set
(biasanya kolom matriks). Nilai nij merupakan nomor dari sampel yang terklasifikasi
ke kategori i (i=1,2, ..., k) dalam peta dan kategori j (j=1,2, ..., k) dalam referensi data.
6
PA = ………………………………………………….(Persamaan 2)
UA = …………………………………………………. (Persamaan 3)
Dimana :
OA = Overall accuracy atau akurasi peta secara keseluruhan
PA = Produser’s accuracy, akurasi untuk kelas pada deret kolom matriks
kesalahan yang merupakan hasil analisis citra satelit;
UA = User’s accuracy akurasi untuk kelas pada deret kolom matriks kesalahan
yang merupakan hasil pengamatan in situ;
ni+ = Jumlah unit pengamatan yang dikategorikan sebagai kelas tematik i dari
hasil analisis citra satelit;
n+j = Jumlah unit pengamatan yang dikategorikan sebagai kelas habitat j dari
hasil pengamatan in situ;
n = Jumlah total unit pengamatan;
nii = Jumlah total unit pengamatan yang tepat dikategorikan sebagai kelas
tematik i ;
njj = Jumlah total unit pengamatan yang tepat dikategorikan sebagai kelas habitat
j.
Analisis Kappa
Analisis Kappa (Khat statistik) merupakan teknik diskret multivariat untuk
menghitung akurasi. Analisis kappa dapat digunakan untuk menutup kekurangan
akurasi keseluruhan dari confusion matrix atau matriks kesalahan (Green et al.
2000). Nilai akurasi diturunkan dari matriks kontingensi melalui perhitungan
7
∑ ∑
∑
...............................................( Persamaan 4)
Dimana :
= Koefisien kappa
k = Jumlah baris pada matrik
= Jumlah pengamatan pada kolom ke-i dan baris ke-i
= Jumlah marginal baris ke-i
= Jumlah marginal kolom ke-i
= Jumlah pengamatan
Ada dua kanal baru yang khusus dimiliki citra satelit WorldView-2 yaitu
kanal Coastal blue yang mampu ( menembus kolom air ) yellow, dan red edge
(Digital Globe 2010). Kanal-kanal tersebut kemudian dapat dikombinasikan
dengan kanal utama yaitu blue, green dan red, sehingga menghasilkan komposit
warna citra yang tepat.
Tabel 3. Nilai spektral kanal citra WorldView-2 (Digital Globe 2010).
No Tipe Kanal Nilai tengah panjang Nilai minimum Nilai maksimum
gelombang (nm) panjang panjang
gelombang (nm) gelombang
(nm)
1 Pankromatik 632,2 450 800
2 (Coastal Blue) 427,3 400 450
3 (Blue) 477,9 450 510
4 (Green) 546,2 510 580
5 (Yellow) 607,8 585 625
6 (Red) 658,8 630 690
7 (Red Edge) 723,7 705 745
8 (Near Infra Red 1) 831,3 770 895
9 (Near Infra Red 2) 860 1040
berpantai landai dan mengalami kekeringan pada waktu surut terendah dan
tergenang pada pasang tertinggi.
Perairan Teluk Jakarta dan perairan di sekitar Pulau Pari, memiliki tipe
pasut tunggal. Pasut tunggal menunjukkan bahwa dalam satu hari terjadi satu kali
air pasang dan satu kali air surut. Arus pasang di perairan Gugus Pulau Pari
sampai pulau Peniki berasal dari arah timur menuju barat dengan kecepatan antara
30 – 40 cm/s di kedalaman 2,5 m - 5 m. Saat mendekati pasang kecepatan arus
melemah hingga 5 – 15 cm/s dengan arah barat sampai barat daya pada kedalaman
5 – 10 m, sedangkan pada kedalaman 2,5 m arus menuju tenggara dengan
kecepatan 40 cm/s. Hal ini dimungkinkan akibat pengaruh angin pada musim
barat (Aunillah et al. 2014).
badan perairan bisa dilalui kapal akustik, seperti perairan yang terlalu berbahaya
(dangkal), yang disebabkan oleh kondisi subsrat dasar yang tidak beraturan
sehingga tidak memungkinkan untuk di-sounding (Wouthuyzen 2001).
Kedalaman perairan dangkal gugusan Pulau Pari berdasarkan penampang
batimetri (Gambar 4) memiliki kedalaman kurang dari 30 m. Laut dalam atau
perairan dalam (deep water) merupakan perairan yang minim sinar matahari.
Konteks perairan dalam menurut inderaja memiliki definisi yang berbeda dengan
definisi oseanografi. Perairan dalam menurut inderaja memiliki kedalaman lebih
dari 30 m tergantung kepada kemampuan penetrasi cahaya dalam kolom air,
sedangkan perairan dalam berdasarkan definisi oseanografi memiliki kedalaman
lebih dari 200 m. Peta batimetri perairan yang diintegrasikan dengan hasil
pengolahan citra satelit merupakanan dasar untuk pemetaan zona geomorfologi.
rubble (pecahan karang) dan linier reef (substrat kapur). Pada Gambar 7, zona
punggung terumbu terlihat membentang dari wilayah barat, utara, timur, hingga
wilayah tenggara Pulau Pari, sedangkan sebelah selatan zona ini tidak
mendominasi. Hal ini terkait dengan pola sirkulasi arus, gelombang dan pasang
surut.
Secara umum Teluk Jakarta dan perairan Pulau Pari, memiliki pola umum
pergerakan arus mengikuti pola umum arus di perairan Laut Jawa yang
dibangkitkan terutama oleh perbedaan angin monsoon. Arus di perairan terbuka
Laut Jawa dan sepanjang pantai Jawa Barat domain merupakan hasil dari
pembangkitan angin. Arus bergerak ke barat mulai bulan Mei-Oktober.
Sebaliknya arus bergerak ke timur pada bulan Januari dan Februari. Pada periode
transisi arus relatif tidak berkembang (BPLHD 2011).
Rataan terumbu (reef flat) adalah zona dangkal antara punggung terumbu
dan goba. Reef flat biasanya dibentuk dari substrat dengan atau tanpa rubble dan
sering tertutupi oleh lamun dan alga. Dalam kasus terumbu karang tepi, daerah
dangkal antara tepi darat dari punggung terumbu dan pantai disebut karang datar
(Coyne et al. 2003). Rataan terumbu pada peta ditampilkan dengan warna coklat
yang membentang berdekatan dengan daratan Pulau Pari dan memiliki luas
sebesar 5,461,840 m2 (Gambar 7). Zona geomorfologi rataan terumbu melingkupi
komposisi 21.19% dari total area penelitian. Zona ini didominasi oleh substrat
pasir, rubble, karang hidup, alga, patch reef dan linier reef. Pada daerah Pulau
Pari dominasi substrat berada pada kedalaman 0.45 m – 4.02 m berupa rubble,
alga, makro alga, pasir dan karang mati (Gambar 6).
Penggunaan kanal merah pada WorldView-2 dapat menunjukkan zona rataan
terumbu lebih jelas dibanding zona gobah dan perairan dalam Pulau Pari
(Gambar 8a), sedangkan penggunaan kanal 3 (hijau) untuk membedakan
kenampakkan albedo pada goba. Goba dapat dibagi dengan menggunakan kanal 3
menjadi dua kelas geomorfologi (Gambar 8b), berdasarkan tingkatan albedo, yaitu
goba dangkal (shallow lagoon) dan goba dalam (deep lagoon).
Gambar 8. Tampilan false color citra WorldView-2 dari (a) kanal merah dan (b)
kanal hijau.
Goba/Laguna (lagoon) merupakan zona yang relatif lebih dalam antara garis
pantai dan terumbu belakang atau punggung terumbu yang dangkal dan terkadang
dikelilingi oleh sebuah atol. Zona ini biasanya terlindung dari gelombang energi
tinggi oleh tubir. Gugus Pulau Pari memiliki goba dalam dengan luas sebesar
1,159,990 m2 dan goba dangkal 2,694,760 m2. Kedalaman goba pada gugusan
Pulau Pari yaitu 0.97-13.68 meter (Gambar 6), namun kondisinya kurang ideal
untuk pertumbuhan karang karena kombinasi faktor gelombang dan sirkulasi air
yang lemah serta sedimentasi yang lebih besar. Tipe habitat zona goba berupa
13
pasir, lamun, alga, batuan dasar dan gosong terumbu (patch reef). Di wilayah
Pulau Pari, goba dalam (deep lagoon) berada di wilayah barat hingga barat laut,
sedangkan goba dangkal (shallow lagoon), terlihat di wilayah utara hingga
selatan, barat dan barat Laut. Berdasarkan proses pembentukannya, goba di Pulau
Pari juga dikenal dengan nama pseudo atol, yang merupakan bentukan alam
akibat pengaruh interaktif dari energi gelombang, pasut, arus laut, serta energi
biota (Ongkosongo 2012).
Tabel 4 menunjukkan karakteristik spasial zona geomorfologi yang dihitung
dari total keseluruhan tiap kelas dengan komposisi 100%.
Tabel 4. Karakteristik spasial zona geomorfologi di Gugus Pulau Pari
RS 53 2 1 1 57
RC 3 5 3 11
RF 2 2 117 6 127
DL 1 4 5
SL 1 1 2 9 13
LD 1 1 7 9
TK 14 55 9 123 5 16 11 233
Producer's
Kelas User's Accurasy
Legenda Accuracy
Habitat
Total % Total %
Deep water DW 11/14 78.57 11/11 100
Reef Slope RS 53/55 96.36 53/57 92.98
Reef crest RC 3/9 33.33 3/11 27.27
Reef Flat RF 117/123 95.12 117/127 92.12
Deep Lagoon DL 4/5 80 4/5 80
Shallow Lagoon SL 9/16 56.25 9/13 69.23
Land Ld 7/11 63.63 7/9 77.77
Total Overall Accuracy 87.55% Nilai koefisien kappa ( ) 0.8066
Mumby et al (1998) bahwa nilai akurasi 65-70% termasuk dalam kategori cukup
baik untuk pemetaan habitat pesisir menggunakan inderaja satelit. Nilai koefisien
κ berkisar dari +1 sampai -1, namun jika hubungan antara hasil klasifikasi dan
data lapang berkorelasi positif maka nilai positif yang akan digunakan. Jika nilai κ
lebih besar atau sama dengan 0,8 maka akurasi peta sangat baik, antara 0,4-0,8
berkategori sedang, dan kurang dari atau sama dengan 0,4 berkategori buruk
(Lunetta dan Lyon 2004). Nilai 0,80 menunjukkan bahwa proses klasifikasi telah
menghindari 80% galat yang mungkin dihasilkan.
SIMPULAN
SARAN
DAFTAR PUSTAKA
Aunillah HN, Purwanto, DN Sugianto. 2014. Pola Arus di Perairan Pulau Pari
Kepulauan Seribu DKI Jakarta. Jurnal Oseanografi. V. 3, No. 4, halaman
642 – 650. Universitas Diponegoro.
Blanchon P. 2011. Geomorphic Zonation. didalam: David H, (Ed.). Encyclopedia
of Modern Coral Reefs. Springer Science, Business Media B.V. halaman:
469-483.
BPLHD. 2011. Kondisi Lingkugkungan Hidup dan Kecenderungannya. Buku
Laporan Status Lingkungan Hidup Propinsi DKI Jakarta (Buku I). diunduh
dari http://bplhd.jakarta.go.id/SLHD2011/pdf/Buku (25 maret 2013).
16
Triyono. 2010. Persepsi Masyarakat Pulau Pari Tentang Kondisi Ekosistem dan
Sumberdaya Hayati di Perairan Pulau Pari, Kepulaun Seribu, DKI Jakarta.
Prosiding Seminar Biologi: Biodiversitas dan Bioteknologi Sumberdaya
Akuatik, ISBN 978-979-16109-4-0: 638-645.
Vanderstraete T. 2007. The Use of Remote Sensing for Coral Reef Mapping in
Support of Integrated Coastal Zone Management A Case Study in the NW
Red Sea. Scriptie voorgedragen tot het behalen van de graad van Doctor in
de Wetenschappen: Geografie. Vol 1.Ghent University.Belgium.
Wouthuyzen S. 2001. Pemetaan perairan dangkal dengan menggunakan citra
satelit Landsat-5 TM guna dipakai dalam pendugaan potensi ikan karang :
Suatu studi di Pulau-Pulau Padaido. Seminar Sehari ”Potensi dan
Eksploitasi Sumberdaya Alam Nasional dalam Mendukung Otonomi
Daerah”. 29 Maret 2001. Jakarta, Indonesia.
18
19
LAMPIRAN
20
21
Way Way
No LS BT Objek No LS BT Objek
point point
Way Way
No LS BT Objek No LS BT Objek
point point
Way Way
No LS BT Objek No LS BT Objek
point point
RIWAYAT HIDUP