Professional Documents
Culture Documents
Tugas Mepil Kelas A Jurnal Ilmiah - Gerry Valentino Samudera - 1906410880
Tugas Mepil Kelas A Jurnal Ilmiah - Gerry Valentino Samudera - 1906410880
1
Subekti,Pokok-pokok Hukum Perdata (Jakarta : Intermasa, 2003), hlm. 1.
2
K.R.M.T Tirtodiningrat, Ihtisar Hukum Perdata dan Hukum Dagang (Jakarta : Pembangunan,
1996), Hlm. 83
3
Kitab Undang-Undang Hukum Perdata [Burgerlijk Wetboek], diterjemahkan oleh R. Subekti,
(Jakarta: Pradnya Paramita, 2009), Ps. 1313.
4
Herlien Budiono, Ajaran Umum Hukum Perjanjian dan Penerapannya di Bidang Kenotariatan
(Bandung : PT Citra Aditya Bakti, 2011), Hlm. 5.
Sah atau tidaknya perjanjian dapat diketahui dengan melihat empat syarat sahnya
perjanjian sebagaimana diatur dalam pasal 1320 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata
yang menyebutkan :5
Pada ketentuan kedua, yaitu cakap untuk membuat suatu perikatan. Dalam pasal
1329 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata disebutkan bahwa setiap orang berwenang
untuk membuat perikatan kecuali dinyatakan tidak cakap.7 Kecakapan adalah ketentuan
umum yang dimaksud dalam hal ini ,sementara tidak cakap merupakan pengecualian.
Tidak cakap menurut hukum adalah seseorang yang ditentukan oleh undang-undang
dilarang untuk melakukan suatu Tindakan hukum. Orang yang dianggap tidak cakap
adalah orang yang belum dewasa atau orang yang masih dibawah umur, serta yang
ditempatkan di bawah pengampuan. Mereka yang disebutkan initanpa seizin wakil yang
menurut perundang-undangan berhak mewakili, tidak dapat melakuakn Tindakan
hukum kecuali melalui Lembaga perwakilan.8
“hanya baran-barang yang dapat diperdagangkan saja yang dapat menjadi pokok
persetujuan”
“suatu persetujuan haru mempunyai pokok berupa suatu barang yang sekurang-
kurangnya ditentukan jenisnya.”
Pada Ketentuan keempat, yaitu suatu sebab yang halal. Pengertian ini terdapat
dalam pasal 1335 Kitab Undang-undang Hukum Perdata yang menyatakan bahwa :12
Keempat Syarat dalam Pasal 1320 Kitab Undang-undang Hukum Perdata memiliki
konsekuensi apabila masing-masing syarat tersebut tidak dipenuhi. Syarat kesepakatan
dan kecakapan, merupakan unsur subjektif karena berkenaan dengan diri orang atau
subjek membuat perjanjian, di mana memilik konsekuensi dapat dibatakannya
perjanjian, apabila perjanjian lahir karena ada cacar kehendak atau karena adanya
ketidakcakapan. Sementara syarat objek tertentu dan kausa yang halal merupakan unsur
objektif, di mana perjanjian dapat batal demi hukum, apabila perjanjian tidak memenuhi
syarat objek tertentu atau tidak memiliki kausa yang halal.13
Sewa menyewa adalah salah satu perjanjian timbal balik. Wiryono Projodikoro
berpendapat bahwa sewa menyewa adalah suatu penyerahan barang tertentu oleh
pemilik kepada pihak lain untuk memperoleh hasil dari barang itu dengan syarat
pembayaran uang sewa oleh pihak penyewa kepada pemilik.14
10
Kitab Undang-Undang Hukum Perdata [Burgerlijk Wetboek], diterjemahkan oleh R. Subekti,
(Jakarta: Pradnya Paramita, 2009), Ps. 1332.
11
Kitab Undang-Undang Hukum Perdata [Burgerlijk Wetboek], diterjemahkan oleh R. Subekti,
(Jakarta: Pradnya Paramita, 2009), Ps. 1333.
12
Kitab Undang-Undang Hukum Perdata [Burgerlijk Wetboek], diterjemahkan oleh R. Subekti,
(Jakarta: Pradnya Paramita, 2009), Ps. 1335.
13
Agus Yudha Hernoko, Hukum Perjanjian Asas Proporionalitas dalam Kontrak Komersil
(Jakarta : Prenadamedia Group, 2010), hlm.160.
14
Wiryono Projodikoro, Hukum Perdata tentang Persetujuan Tertentu (Bandung : Alumni,
1981), hlm. 190
Pasal 1548 Kitab Undang-undang Hukum Perdata juga memberikan pengertian
terkait sewa menyewa, yaitu :15
Akta otentik harus memenuhi syarat yang sesuai dengan pasal 1868 Kitab undang-
undang hukum perdata yang menyatakan bahwa akta otentik merupakan suatu akta yang
15
Kitab Undang-Undang Hukum Perdata [Burgerlijk Wetboek], diterjemahkan oleh R. Subekti,
(Jakarta: Pradnya Paramita, 2009), Ps. 1548.
16
Nella Hasibuan, “Perjanjian Nominee Yang Dibuat Untuk Penguasaan Tanah Hak Milik
Warga Negara Indonesia Oleh Warga Negara Asing”, Disertasi, Program Doktor Ilmu Hukum, Fakultas
Hukum Universitas Brawijaya, Malang, 2012, hlm. 68.
17
G.H.S. Lumban Tobing, Peraturan Jabatan Notaris, cet. 4 (Jakarta: Erlangga,1996), hlm.31.
18
Indonesia, Undang-undang tentang Perubahan atas Undang-undang Nomor 30 tahun 2004
tentang Jabatan Notaris, UU No. 2 tahun 2014, LN No. 3 Tahun 2014, TLN 5491
didalam bentuk yang ditentukan oleh undang-undang, dibuat oleh atau di hadapan
pegawai-pegawai umum yang berkuasa untuk itu di tempat di mana akta dibuatnya.19
C.A. Kraan memiliki pendapat terkait ciri-ciri dari akta otentik, yaitu :20
1. Suatu tulisan, dengan sengaja dibuat semata-mata untuk dijadikan bukti atau
suatu bukti dari keadaan sebagaimana disebutkan di dalam tulisan dibuat dan
dinyatakan oleh pejabat yang berwenang. Tulisan tersebut turut ditandatangani
oleh atau hanya ditandatangani oleh pejabat yang bersangkutan saja.
2. Suatu tulisan sapai ada bukti sebaliknya, dianggap berasal dari pejabat yang
berwenang,
3. Ketentuan perundang-undangan yang harus dipenuhi; ketentuan tersebut
mengatur tata cara pembuatannya (sekurang-kurangnya memuat ketentuan-
ketentuan mengenai tanggal, tempat dibuatnya akta suatu tulisan, nama dan
kedudukan atau jabatan pejabat yang membuatnya).
4. Seorang pejabat yang diangkat oleh negara dan mempunyai sifat dan pekerjaan
yang mandiri (onafhankelijk – independence) serta tidak memihak
(onpartijdigheid – impartiality) dalam menjalankan jabatannya.
5. Pernyataan dari fakta atau tindakan yang disebutkan oleh pejabat adalah
hubungan hukum didalam bidang hukum privat.
Bentuk akta yang dibuat notaris ada 2 (dua) macam, yaitu :21
1. Akta yang dibuat oleh notaris atau yang dinamakan akta relaas atau akta pejabat
(ambtelijke akte) adalah akta yang dibuat oleh pejabat yang diberi wewenang
untuk itu dimana pejabat menerangkan apa yang dilihat serta apa yang
dilakukannya.
2. Akta yang dibuat dihadapan notaris atau yang dinamakan akta partij (partij-
acteri) adalah akta yang dibuat dihadapan para pejabat yang diberi wewenang
untuk itu dan kata itu dibuat atas permintaan dari pihak-pihak yang
berkepentingan.
1. Notaris harus berwenang sepanjang yang menyangkut akta yang dibuat itu
2. Notaris harus berwenang sepanjang mengenai orang-orang untuk kepentingan
siapa akta itu dibuat
3. Notaris harus berwenang sepanjang mengenai tempat, di mana akta itu dibuat
4. Notaris harus berwenang sepanjang mengenai waktu pembuatan akta itu.
19
Kitab Undang-Undang Hukum Perdata [Burgerlijk Wetboek], diterjemahkan oleh R. Subekti,
(Jakarta: Pradnya Paramita, 2009), Ps. 1868
20
Irwan Soerodjo, Kepastian Hukum Hak Atas Tanah di Indonesia, (Surabaya : Arkola, 2003),
hlm.148
21
Sjaifurrachman dan Habib Adjie, Aspek Pertanggungjawaban Notaris Dalam Pembuatan Akta,
(Mandar Maju: Bandung, 2011), hlm.109
22
G.H.S. Lumban Tobing, Peraturan …, hlm.49.
(1) Notaris berwenang membuat Akta autentik mengenai semua perbuatan,
perjanjian, dan penetapan yang diharuskan oleh peraturan perundang-undangan
dan/atau yang dikehendaki oleh yang berkepentingan untuk dinyatakan dalam
Akta autentik, menjamin kepastian tanggal pembuatan Akta, menyimpan Akta,
memberikan grosse, salinan dan kutipan Akta, semuanya itu sepanjang
pembuatan Akta itu tidak juga ditugaskan atau dikecualikan kepada pejabat lain
atau orang lain yang ditetapkan oleh undangundang.
(2) Selain kewenangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Notaris berwenang
pula :
a. Mengesahkan tanda tangan dan menetapkan kepastian tanggal surat di
bawah tangan dengan mendaftar dalam buku khusus;
b. Membukukan surat di bawah tangan dengan mendaftar dalam buku khusus;
c. Membuat kopi dari asli surat di bawah tangan berupa Salinan yang memuat
uraian sebagaimana ditulis dan digambarkan dalam surat yang
bersangkutan;
d. Melakukan pengesahan kecocokan fotokopi dengan surat aslinya;
e. Memberikan penyuluhan hukum sehubungan dengan pembuatan Akta;
f. Membuat Akta yang berkaitan dengan pertanahan; atau
g. Membuat Akta risalah lelang.
(3) Selain kewenangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2), Notaris
mempunyai kewenangan lain yang diatur dalam peraturan perundang-
undangan.23
23
Indonesia, Undang-undang tentang Perubahan atas Undang-undang Nomor 30 tahun 2004
tentang Jabatan Notaris, UU No. 2 tahun 2014, LN No. 3 Tahun 2014, TLN 5491
dari satu buku, dan mencatat jumlah Minuta Akta, bulan, dan tahun
pembuatannya pada sampul setiap buku;
g. membuat daftar dari Akta protes terhadap tidak dibayar atau tidak
diterimanya surat berharga;
h. membuat daftar Akta yang berkenaan dengan wasiat menurut urutan
waktu pembuatan Akta setiap bulan;
i. mengirimkan daftar Akta sebagaimana dimaksud dalam huruf i atau daftar
nihil yang berkenaan dengan wasiat ke pusat daftar wasiat pada
kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang
hukum dalam waktu 5 (lima) hari pada minggu pertama setiap bulan
berikutnya;
j. mencatat dalam repertorium tanggal pengiriman daftar wasiat pada setiap
akhir bulan;
k. mempunyai cap atau stempel yang memuat lambang negara Republik
Indonesia dan pada ruang yang melingkarinya dituliskan nama, jabatan,
dan tempat kedudukan yang bersangkutan;
l. membacakan Akta di hadapan penghadap dengan dihadiri oleh paling
sedikit 2 (dua) orang saksi, atau 4 (empat) orang saksi khusus untuk
pembuatan Akta wasiat di bawah tangan, dan ditandatangani pada saat itu
juga oleh penghadap, saksi, dan Notaris; dan
m. menerima magang calon Notaris.
Notaris dalam hal tidak melaksanakan kewajiban sesuai dengan UUJN maka
Notaris dapat dikenakan sanksi yang terdapat pada Pasal 16 ayat (11), (12), dan (13),
yaitu: 24
Pasal 16 ayat (11)
Notaris yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a
sampai dengan huruf l dapat dikenai sanksi berupa:
a. peringatan tertulis;
b. pemberhentian sementara;
c. pemberhentian dengan hormat; atau
d. pemberhentian dengan tidak hormat.
Berdasarkan latar belakang yang penulis buat, maka disusunlah sebuah artikel yang
berjudul “PERJANJIAN SEWA MENYEWA YANG TIDAK MENCANTUMKAN
JANGKA WAKTU BERAKHIR BERDASARKAN PUTUSAN MAHKAMAH
AGUNG NOMOR : 1616K/PDT/2018.”
B. Rumusan Masalah
1. Mengapa hakim membatalkan perjanjian sewa menyewa yang tidak
mencantumkan jangka waktu berakhir dalam putusan mahkamah agung nomor
1616K/PDT/2018?
2. Mengapa hakim mengkategorikan perbuatan Nominee yang dilakukan oleh
Tergugat dengan Gary Wyne La Bar sebagai perbuatan yang bertentangan
dengan hukum?
C. Metode Penelitian
1. Bentuk Penelitian
Penelitian ini menggunakan metode pendekatan yuridis normatif, yaitu
penelitian hukum yang dilakukan dengan cara meneliti bahan pustaka atau data
sekunder sebagai bahan dasar untuk diteliti dengan cara mengadakan penelusuran
terhadap peraturan-peraturan dan literatur-literatur yang berkaitan dengan
permasalahan yang diteliti.25 Penelitian normatif adalah penelitian hukum yang
hanya meneliti bahan pustaka sehingga disebut juga penelitian hukum
kepustakaan.26 Selain itu konsep ini juga memandang hukum sebagai sistem
normatif yang bersifat otonom, tertutup dan terlepas dari kehidupan masyarakat.27
Dalam hal ini data yang didapatkan digunakan untuk menemukan solusi
atas permasalah yang ada pada Putusan Mahkamah Agung Nomor :
1616K/PDT/2018 didasarkan peraturan perundang-undangan yang diantaranya
adalah Kitab Undang-undang Hukum Perdata (KUHPerdata), Undang-undang
Nomor 2 tahun 2014 tentang Perubahan atas Undang-ndang Nomor 30 tahun 2004
tentang Jabatan Notaris, dan Peraturan perundang-undangan lainnya yang berlaku
di Indonesia.
2. Jenis Data
25
Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji, Penelitian Hukum Normatif Suatu Tinjauan Singkat,
(Jakarta : CV. Rajawali, 1985) hlm.13-14.
26
Ibid. hlm.15.
27
Ronny Hanitijo Soemitro, Metodologi Penelitian Hukum dan Jurimetri, Cet ketiga,(Jakarta :
Ghalia Indonesia, 1988), hlm 11.
Jenis data dalam penulisan penelitian ini menggunakan data sekunder dan
bahan-bahan penelitian hukum berupa peraturan perundang-undangan, dokumen
resmi, dan buku-buku literatur yang berhubungan dengan obyek penelitian. Ciri-
ciri umum dari data sekunder :
a. Data sekunder dalam keadaan siap terbuat dan dapat dipergunakan dengan
segera
b. Bentuk maupun isi data sekunder telah dibentuk dan diisi oleh peneliti-
peneliti terdahulu, sehingga peneliti kemudian, tidak mempunyai pengawasan
terhadap pengumpulan, pengolahan, Analisa maupun konstruksi data
c. Tidak terbatas oleh waktu maupun tempat.28
3. Alat Pengumpulan Data
Metode pengumpulan data dalam penelitian ini menggunakan data
sekunder yang diperoleh dengan cara menggunakan studi dokumen, yaitu suatu
Teknik pengumpulan data dengan mengadakan studi penelaahan terhadap buku-
buku, peraturan perundang-undangan, literatur-literatur, catatan-catatan, dan
laporan-laporan yabng ada hubungannya dengan permasalahan yang terdapat
dalam penelitian dan selanjutnya dikaji dalam satu kesatuan yang utuh.
Lokasi yang penulis datangi untuk melakukan studi dokumen yaitu
Perpustakaan Universitas Indonesia dan Perpustakaan Nasional yang beralamat
di :
1. Perpustakaan Universitas Indonesia, , Gedung Crystal of Knowledge,
Kampus UI, Pondok Cina, Kecamatan Beji, Kota Depok, Jawa Barat 16424
2. Perpustakaan Nasional, Jalan Medan Merdeka Selatan No.11, Gambir,
Kecamatan Senen, Kota Jakarta Pusat, Daerah Khusus Ibukota Jakarta 10110.
D. Pembahasan
Sewa menyewa merupakan salah satu perjanjian timbal balik. Menurut Yahya
Harahap, sewa menyewa adalah persetujuan antara pihak yang menyewakan dengan
pihak penyewa. Pihak yang menyewakan barang yang hendak disewa kepada pihak
penyewa untuk dinikmati sepenuhnya.29unsur esensial dari sewa menyewa adalah
barang, harga, dan waktu tertentu. Perjanjian sewa menyewa merupakan perjanjian
konsesuaisme, dimana perjanjian tersebut terbentuk berdasarkan kesepakatan para pihak
28
Ibid., hlm.12
29
Wiryono Projodikoro, Hukum …, hlm. 190.
yang saling mengikatkan diri. Dari uraian tersebut, dapat disimpulkan unsur-unsur yang
tercantum dalam perjanjian sewa menyewa adalah :
a. Adanya pihak yang menyewakan dan pihak yang menyewa
b. Adanya kesepakatan antara kedua belah pihak
c. Adanya objek sewa menyewa
d. Adanya kewajiban dari pihak yang menyewakan untuk menyerahkan
kenikmatan kepada pihak penyewa atas suatu benda
e. Adanya kewajiban dari penyewa untuk menyerahkan uang sewa kepada pihak
yang menyewakan
Dalam pasal 1548 Kitab Undang-undang Hukum Perdata dinyatakan bahwa Sewa
menyewa adalah suatu persetujuan, dengan mana pihak yang satu mengikatkan diri
untuk memberikan kenikmatan suatu barang kepada pihak yang lain selama waktu
tertentu, dengan pembayaran suatu harga yang disanggupi oleh pihak tersebut terakhir
itu.
Dilihat dari ketentuan hukum dan pendapat para ahli diatas, jika dikaitkan dengan
kasus dalam artikel ini, maka dapat dinyatakan bahwa perjanjian sewa menyewa yang
dibuat dihadapan notaris tersebut tidak dapat ditentukan kapan pemenuhan prestasi
diantara para pihak tersebut yang berujung pada tidak adanya kepastian hukum dan
perlindungan hukum bagi para pihak yang mengikatkan dirinya pada perjanjian sewa
menyewa tersebut, sehingga cacat hukum dan tidak sah.
Notaris adalah orang yang mendapat kuasa dari pemerintah berdasarkan penunjukan
untuk mengesahkan dan menyaksikan berbagai surat perjanjian, surat wasiat, akta dan
sebagainya. Menurut pasal 1 angka 1 Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 tentang
Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris
menentukan bahwa notaris adalah pejabat umum yang berwenang membuat akta otentik
dan kewenangan lainnya sebagaimana dimaksud dalam undang-undang.
E. Simpulan
Perjanjian sewa menyewa antara Ir. Dede Prabowo dan Ida Ayu Putu Eka Kartika
merupakan perjanjian yang dibuat dengan akta otentik. Hak dari pihak yang
menyewakan adalah untuk menerima harga sewa yang telah ditentukan, sedangkan
kewajiban pihak yang menyewakan barang adalah menyerahkan barang yang disewakan
kepada si penyewa. Sementara hak dari pihak penyewa adalah menerima barang yang
disewakan dan menggunakannya sampai jangka waktu yang disepakati serta
kewajibannya adalah membayar harga sewa yang telah disepakati. Namun dalam kasus
ini perjanjian sewa menyewa tersebut memiliki cacat yaitu jangka waktu yang
ditentukan adalah seumur hidup, dimana melanggar ketentuan 1548 Kitab Undang-
undang Hukum Perdata. Notaris sebagai pembuat akta tersebut seharusnya menjalankan
profesinya dengan baik dan memperhatikan seluruh ketentuan-ketentuan hukum yang
ada sehingga tidak merugikan para pihak yang mengikat dalam suatu akta yang
dibuatnya.
Daftar Pustaka
Buku/Literatur