You are on page 1of 15

PERJANJIAN SEWA MENYEWA YANG TIDAK MENCAMTUMKAN

JANGKA WAKTU BERAKHIR BERDASARKAN PUTUSAN MAHKAMAH


AGUNG NOMOR : 1616K/PDT/2018
Gerry Valentino Samudera
1906410880
Abstrak
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui penjelasan dan gambaran mengenai
perjanjian sewa menyewa yang tidak mencantumkan jangka waktu berakhir berdasarkan
putusan Mahkamah Agung nomor : 1616K/PDT/2018. Dalam hal ini diarahkan pada
upaya menjelaskan bagaimana perjanjian sewa menyewa yang tidak mencantumkan
jangka waktu dikaitkan dengan peraturan yang berlaku, dan memberikan pengajaran
terkait dengan peristiwa hukum tersebut kepada masyarakat.Dalam perjanjian sewa
menyewa yang dibuat oleh Notaris ini, tidak ditentukan kapan berakhirnya perjanjian
sewa menyewa tersebut. Padahal, dalam pasal 1548 KUHPerdata telah diatur mengenai
jangka waktu, dimana kapan dimulai dan kapan berakhirnya suatu perjanjian sewa
menyewa tersebut, sehingga perjanjian sewa menyewa tersebut dianggap kabur karena
tidak memberikan kejelasan, padahal para pihak menginginkan suatu kepastian hukum
dalam suatu perjanjian sehingga harus ditentukan jangka waktu yang pasti dalam suatu
perjanjian sewa menyewa. Notaris dalam membuat perjanjian sewa menyewa juga harus
memperhatikan ketentuan-ketentuan yang berlaku agar tidak merugikan para pihak yang
berkepentingan dalam perjanjian tersebut.
Kata Kunci : Perjanjian sewa menyewa, Jangka waktu, Notaris
Abstract
This study aims to find an explanation and description of the lease agreement that does
not include the expiration period based on the Supreme Court's decision number: 1616K
/ PDT / 2018. In this case, it is directed at the effort to explain how the lease agreement
does not include the period associated with the applicable regulations, and provides
teaching related to the legal event to the public. In the lease agreement made by this
notary, it is not determined when the lease agreement ends. the. In fact, in article 1548
of the Civil Code it has been regulated regarding the period, where when it starts and
when the lease agreement ends, so that the lease agreement is considered vague because
it does not provide clarity, even though the parties want legal certainty in an agreement
so that the term must be determined. the exact time in a lease agreement. In making a
lease agreement, the notary must also pay attention to the applicable provisions so as
not to harm the parties interested in the agreement.
Keyword : Lease agreement, period, Notary
A. Pengantar
Notaris dalam membuat perjanjian sewa menyewa seharusnya mencantumkan
jangka waktu yang jelas sesuai kesepakatan para pihak yang terkait dengan perjanjian
tersebut sesuai dengan perjanjian tersebut sesuai dengan peraturan perundang-undangan
yang berlaku, sehingga perjanjian tersebut tidak batal demi hukum. Hal ini disebabkan
Notaris kurang memperhatikan hak dan kewajibannya sebagai Notaris yang terdapat
dalam peraturan perundang-undangan yang terkait dengan perjanjian yang dibuatnya
sehingga dapat merugikan klien maupun Notaris bersangkutan.
Pengertian perjanjian menurut Subekti dalam bukunya menjelaskan bahwa
“perjanjian adalah suatu peristiwa di mana seorang berjanji pada seorang lain atau di
mana dua orang itu saling berjanji untuk melaksanakan sesuatu hal. Dari peristiwa ini
timbul suatu hubungan perikatan.”1
KRMT Tirtodiningrat dalam bukunya juga memberikan definisi dari perjanjian
yaitu “suatu perbuatan hukum bedasar kata sepakat di antara dua orang atau lebih untuk
menimbulkan akibat-akibat hukum yang dapat dipaksakan oleh undang-undang.”2
Dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata dalam Pasal 1313, terdapat
pengertian dari perjanjian yaitu “suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih
mengikatkan dirinya terhadapa satu orang lain atau lebih.”3
Dengan adanya pengertian diatas, maka dapat disimpulkan bahwa perjanjian
merupakan suatu perbuatan hukum antara satu orang atau lebih dengan orang lain
dimana mereka mengikatkan diri untuk melaksanakan sesuatu yang menimbulkan
akibat hukum.
Perjanjian dapat kita kenali dengan cara mengetahui unsur-unsur yang terdapat
dalam perjanjian. Unsur-unsur tersebut adalah :4
a. Kata sepakat dari dua pihak atau lebih
b. Kata sepakat yang tercapai harus bergantung kepada para pihak
c. Keinginan atau tujuan para pihak untuk timbulnya akibat hukum
d. Akibat hukum untuk kepentingan pihak yang satu dan atas beban yang lain atau
timbal balik
e. Dibuat dengan mematuhi ketentuan perundang-undangan

1
Subekti,Pokok-pokok Hukum Perdata (Jakarta : Intermasa, 2003), hlm. 1.
2
K.R.M.T Tirtodiningrat, Ihtisar Hukum Perdata dan Hukum Dagang (Jakarta : Pembangunan,
1996), Hlm. 83
3
Kitab Undang-Undang Hukum Perdata [Burgerlijk Wetboek], diterjemahkan oleh R. Subekti,
(Jakarta: Pradnya Paramita, 2009), Ps. 1313.
4
Herlien Budiono, Ajaran Umum Hukum Perjanjian dan Penerapannya di Bidang Kenotariatan
(Bandung : PT Citra Aditya Bakti, 2011), Hlm. 5.
Sah atau tidaknya perjanjian dapat diketahui dengan melihat empat syarat sahnya
perjanjian sebagaimana diatur dalam pasal 1320 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata
yang menyebutkan :5

“Syarat sahnya perjanjian :


1. Sepakat mereka yang mengikatkan dirinya
2. Cakap untuk membuat suatu perikatan
3. Suatu hal tertentu
4. Suatu sebab yang halal”
Pada ketentuan pertama, yaitu sepakat mereka yang mengikatkan dirinya, sepakat
merupakan pernyataan bahwa bertemunya kehendak para pihak yang selanjutnya
disetujui oleh masing-masing pihak tersebut.6

Pada ketentuan kedua, yaitu cakap untuk membuat suatu perikatan. Dalam pasal
1329 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata disebutkan bahwa setiap orang berwenang
untuk membuat perikatan kecuali dinyatakan tidak cakap.7 Kecakapan adalah ketentuan
umum yang dimaksud dalam hal ini ,sementara tidak cakap merupakan pengecualian.
Tidak cakap menurut hukum adalah seseorang yang ditentukan oleh undang-undang
dilarang untuk melakukan suatu Tindakan hukum. Orang yang dianggap tidak cakap
adalah orang yang belum dewasa atau orang yang masih dibawah umur, serta yang
ditempatkan di bawah pengampuan. Mereka yang disebutkan initanpa seizin wakil yang
menurut perundang-undangan berhak mewakili, tidak dapat melakuakn Tindakan
hukum kecuali melalui Lembaga perwakilan.8

Pasal 1330 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata juga memberikan pengecualian


bagi orang yang dianggap tidak memiliki kecakapan untuk melakukan perbuatan
hukum, yaitu :9

1. Orang-orang yang belum dewasa


2. Mereka yang ditaruh dibawah pengampuan
3. Perempuan dalam hal-hal yang telah ditetapkan oleh undang-undang telah
melarang membuat perjanjia tertentu
5
Kitab Undang-Undang Hukum Perdata [Burgerlijk Wetboek], diterjemahkan oleh R. Subekti,
(Jakarta: Pradnya Paramita, 2009), Ps. 1320.
6
Mariam Darus Badrulzaman, Kompilasi Hukum Perikatan (Bandung : Citra Aditya Bakti,
1955), Hlm. 164.
7
Kitab Undang-Undang Hukum Perdata [Burgerlijk Wetboek], diterjemahkan oleh R. Subekti,
(Jakarta: Pradnya Paramita, 2009), Ps. 1329.
8
Herlien Budiono, Ajaran…, hlm. 103.
9
Kitab Undang-Undang Hukum Perdata [Burgerlijk Wetboek], diterjemahkan oleh R. Subekti,
(Jakarta: Pradnya Paramita, 2009), Ps. 1330.
Pada ketentuan ketiga, yaitu suatu hal tertentu. Hal ini ditentukan dalam Pasal 1332
dan 1333 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata. Pasal 1332 Kitab Undang-undang
Hukum Perdata menyatakan bahwa :10

“hanya baran-barang yang dapat diperdagangkan saja yang dapat menjadi pokok
persetujuan”

Pasal 1333 KUH Perdata menyatakan bahwa :11

“suatu persetujuan haru mempunyai pokok berupa suatu barang yang sekurang-
kurangnya ditentukan jenisnya.”

Pada Ketentuan keempat, yaitu suatu sebab yang halal. Pengertian ini terdapat
dalam pasal 1335 Kitab Undang-undang Hukum Perdata yang menyatakan bahwa :12

“suatu sebab adalah terlarang, apabila dilarang oleh undang-undang, berlawanan


dengan kesusilaan baik atau ketertiban umum.”

Keempat Syarat dalam Pasal 1320 Kitab Undang-undang Hukum Perdata memiliki
konsekuensi apabila masing-masing syarat tersebut tidak dipenuhi. Syarat kesepakatan
dan kecakapan, merupakan unsur subjektif karena berkenaan dengan diri orang atau
subjek membuat perjanjian, di mana memilik konsekuensi dapat dibatakannya
perjanjian, apabila perjanjian lahir karena ada cacar kehendak atau karena adanya
ketidakcakapan. Sementara syarat objek tertentu dan kausa yang halal merupakan unsur
objektif, di mana perjanjian dapat batal demi hukum, apabila perjanjian tidak memenuhi
syarat objek tertentu atau tidak memiliki kausa yang halal.13

Sewa menyewa adalah salah satu perjanjian timbal balik. Wiryono Projodikoro
berpendapat bahwa sewa menyewa adalah suatu penyerahan barang tertentu oleh
pemilik kepada pihak lain untuk memperoleh hasil dari barang itu dengan syarat
pembayaran uang sewa oleh pihak penyewa kepada pemilik.14
10
Kitab Undang-Undang Hukum Perdata [Burgerlijk Wetboek], diterjemahkan oleh R. Subekti,
(Jakarta: Pradnya Paramita, 2009), Ps. 1332.
11
Kitab Undang-Undang Hukum Perdata [Burgerlijk Wetboek], diterjemahkan oleh R. Subekti,
(Jakarta: Pradnya Paramita, 2009), Ps. 1333.
12
Kitab Undang-Undang Hukum Perdata [Burgerlijk Wetboek], diterjemahkan oleh R. Subekti,
(Jakarta: Pradnya Paramita, 2009), Ps. 1335.
13
Agus Yudha Hernoko, Hukum Perjanjian Asas Proporionalitas dalam Kontrak Komersil
(Jakarta : Prenadamedia Group, 2010), hlm.160.
14
Wiryono Projodikoro, Hukum Perdata tentang Persetujuan Tertentu (Bandung : Alumni,
1981), hlm. 190
Pasal 1548 Kitab Undang-undang Hukum Perdata juga memberikan pengertian
terkait sewa menyewa, yaitu :15

“suatu perjanjian, dengan mana pihak yang mengikatkan dirinya untuk


memberikan kepada pihak yang lainnya kenikmatan dari sesuatu barang, selama
suatu waktu tertentu dan dengan pembayaran sesuatu harga, yang oleh pihak
tersebut belakangan itu disanggupi pembayarannya.”
Perjanjian sewa menyewa dengan menggunakan nama orang lain sebagai kuasa
dapat juga disebut sebagai Nominee. Nominee adalah orang yang ditunjuk untuk khusus
bertindak atas nama orang yang menunjuknya (beneficiary) untuk melakukan perbuatan
hukum tertentu. Nominee dapat ditunjuk untuk melakukan tindakan hukum seperti
pemilik tanah, direktur, kuasa, pemegang saham, dan lain-lain. Pada dasarnya konsep
ini tidak dikenal dalam sistem hukum yang berlaku di Indonesia.16

Notaris merupakan perjabat umum yang satu-satunya berwenang dalam membuat


kata otentik terkait segala perbuatan, perjanjian, maupun penetapan yang diharuskan
menurut peraturan atau oleh pihak yang berkeentingan dikehendaki untuk dinyatakan
dalam suatu akta otentik, menjamin kepastian terkait tanggal, penyimpanan akta, dan
memberikan grosse, Salinan, serta kutipannya, semuanya sepanjang pembuatan akta
oleh suatu peraturan umum tidak juga ditugaskan atau dikecualikan kepada pejabat atau
orang lain.17

Pasal 1 angka 1 Undang-undang Nomor 2 Tahun 2014 tentang perubahan atas


undang-undang Nomor 30 tahun 2004 tentang Jabatan Notaris (selanjutnya disebut
“UUJN”) menyatakan bahwa Notaris adalah perjabat umum yang berwenang untuk
membuat akta autentik dan memiliki kewenangan lainnya sebagaimana dimaksud dalam
undang-undang ini atau berdasarkan undang-undang lainnya. 18 Notaris dalam
melaksanakan jabatannya harus sesuai dengan peraturan perundang-undangan diatas.

Akta otentik harus memenuhi syarat yang sesuai dengan pasal 1868 Kitab undang-
undang hukum perdata yang menyatakan bahwa akta otentik merupakan suatu akta yang
15
Kitab Undang-Undang Hukum Perdata [Burgerlijk Wetboek], diterjemahkan oleh R. Subekti,
(Jakarta: Pradnya Paramita, 2009), Ps. 1548.
16
Nella Hasibuan, “Perjanjian Nominee Yang Dibuat Untuk Penguasaan Tanah Hak Milik
Warga Negara Indonesia Oleh Warga Negara Asing”, Disertasi, Program Doktor Ilmu Hukum, Fakultas
Hukum Universitas Brawijaya, Malang, 2012, hlm. 68.
17
G.H.S. Lumban Tobing, Peraturan Jabatan Notaris, cet. 4 (Jakarta: Erlangga,1996), hlm.31.
18
Indonesia, Undang-undang tentang Perubahan atas Undang-undang Nomor 30 tahun 2004
tentang Jabatan Notaris, UU No. 2 tahun 2014, LN No. 3 Tahun 2014, TLN 5491
didalam bentuk yang ditentukan oleh undang-undang, dibuat oleh atau di hadapan
pegawai-pegawai umum yang berkuasa untuk itu di tempat di mana akta dibuatnya.19

C.A. Kraan memiliki pendapat terkait ciri-ciri dari akta otentik, yaitu :20

1. Suatu tulisan, dengan sengaja dibuat semata-mata untuk dijadikan bukti atau
suatu bukti dari keadaan sebagaimana disebutkan di dalam tulisan dibuat dan
dinyatakan oleh pejabat yang berwenang. Tulisan tersebut turut ditandatangani
oleh atau hanya ditandatangani oleh pejabat yang bersangkutan saja.
2. Suatu tulisan sapai ada bukti sebaliknya, dianggap berasal dari pejabat yang
berwenang,
3. Ketentuan perundang-undangan yang harus dipenuhi; ketentuan tersebut
mengatur tata cara pembuatannya (sekurang-kurangnya memuat ketentuan-
ketentuan mengenai tanggal, tempat dibuatnya akta suatu tulisan, nama dan
kedudukan atau jabatan pejabat yang membuatnya).
4. Seorang pejabat yang diangkat oleh negara dan mempunyai sifat dan pekerjaan
yang mandiri (onafhankelijk – independence) serta tidak memihak
(onpartijdigheid – impartiality) dalam menjalankan jabatannya.
5. Pernyataan dari fakta atau tindakan yang disebutkan oleh pejabat adalah
hubungan hukum didalam bidang hukum privat.
Bentuk akta yang dibuat notaris ada 2 (dua) macam, yaitu :21
1. Akta yang dibuat oleh notaris atau yang dinamakan akta relaas atau akta pejabat
(ambtelijke akte) adalah akta yang dibuat oleh pejabat yang diberi wewenang
untuk itu dimana pejabat menerangkan apa yang dilihat serta apa yang
dilakukannya.
2. Akta yang dibuat dihadapan notaris atau yang dinamakan akta partij (partij-
acteri) adalah akta yang dibuat dihadapan para pejabat yang diberi wewenang
untuk itu dan kata itu dibuat atas permintaan dari pihak-pihak yang
berkepentingan.

Notaris memiliki wewenang yang meliputi 4 (empat) hal, yaitu :22

1. Notaris harus berwenang sepanjang yang menyangkut akta yang dibuat itu
2. Notaris harus berwenang sepanjang mengenai orang-orang untuk kepentingan
siapa akta itu dibuat
3. Notaris harus berwenang sepanjang mengenai tempat, di mana akta itu dibuat
4. Notaris harus berwenang sepanjang mengenai waktu pembuatan akta itu.

Wewenang Notaris diatur dalam Pasal 15 UUJN yaitu :

19
Kitab Undang-Undang Hukum Perdata [Burgerlijk Wetboek], diterjemahkan oleh R. Subekti,
(Jakarta: Pradnya Paramita, 2009), Ps. 1868
20
Irwan Soerodjo, Kepastian Hukum Hak Atas Tanah di Indonesia, (Surabaya : Arkola, 2003),
hlm.148
21
Sjaifurrachman dan Habib Adjie, Aspek Pertanggungjawaban Notaris Dalam Pembuatan Akta,
(Mandar Maju: Bandung, 2011), hlm.109
22
G.H.S. Lumban Tobing, Peraturan …, hlm.49.
(1) Notaris berwenang membuat Akta autentik mengenai semua perbuatan,
perjanjian, dan penetapan yang diharuskan oleh peraturan perundang-undangan
dan/atau yang dikehendaki oleh yang berkepentingan untuk dinyatakan dalam
Akta autentik, menjamin kepastian tanggal pembuatan Akta, menyimpan Akta,
memberikan grosse, salinan dan kutipan Akta, semuanya itu sepanjang
pembuatan Akta itu tidak juga ditugaskan atau dikecualikan kepada pejabat lain
atau orang lain yang ditetapkan oleh undangundang.
(2) Selain kewenangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Notaris berwenang
pula :
a. Mengesahkan tanda tangan dan menetapkan kepastian tanggal surat di
bawah tangan dengan mendaftar dalam buku khusus;
b. Membukukan surat di bawah tangan dengan mendaftar dalam buku khusus;
c. Membuat kopi dari asli surat di bawah tangan berupa Salinan yang memuat
uraian sebagaimana ditulis dan digambarkan dalam surat yang
bersangkutan;
d. Melakukan pengesahan kecocokan fotokopi dengan surat aslinya;
e. Memberikan penyuluhan hukum sehubungan dengan pembuatan Akta;
f. Membuat Akta yang berkaitan dengan pertanahan; atau
g. Membuat Akta risalah lelang.
(3) Selain kewenangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2), Notaris
mempunyai kewenangan lain yang diatur dalam peraturan perundang-
undangan.23

Notaris juga memiliki kewajiban dalam melaksanakan jabatannya agar tidak


menimbulkan permasalahan. Kewajiban tersebut diatur dalam Pasal 16 ayat (1) UUJN,
yaitu :

Dalam menjalankan jabatannya, Notaris wajib :

a. Bertindak amanah, jujur, saksama, mandiri, tidak berpihak, dan menjaga


kepentingan pihak yang terkait dalam perbuatan hukum;
b. membuat Akta dalam bentuk Minuta Akta dan menyimpannya sebagai
bagian dari Protokol Notaris;
c. melekatkan surat dan dokumen serta sidik jari penghadap pada Minuta
Akta; d. mengeluarkan Grosse Akta, Salinan Akta, atau Kutipan Akta
berdasarkan Minuta Akta;
d. memberikan pelayanan sesuai dengan ketentuan dalam Undang-Undang
ini, kecuali ada alasan untuk menolaknya;
e. merahasiakan segala sesuatu mengenai Akta yang dibuatnya dan segala
keterangan yang diperoleh guna pembuatan Akta sesuai dengan
sumpah/janji jabatan, kecuali undang-undang menentukan lain;
f. menjilid Akta yang dibuatnya dalam 1 (satu) bulan menjadi buku yang
memuat tidak lebih dari 50 (lima puluh) Akta, dan jika jumlah Akta tidak
dapat dimuat dalam satu buku, Akta tersebut dapat dijilid menjadi lebih

23
Indonesia, Undang-undang tentang Perubahan atas Undang-undang Nomor 30 tahun 2004
tentang Jabatan Notaris, UU No. 2 tahun 2014, LN No. 3 Tahun 2014, TLN 5491
dari satu buku, dan mencatat jumlah Minuta Akta, bulan, dan tahun
pembuatannya pada sampul setiap buku;
g. membuat daftar dari Akta protes terhadap tidak dibayar atau tidak
diterimanya surat berharga;
h. membuat daftar Akta yang berkenaan dengan wasiat menurut urutan
waktu pembuatan Akta setiap bulan;
i. mengirimkan daftar Akta sebagaimana dimaksud dalam huruf i atau daftar
nihil yang berkenaan dengan wasiat ke pusat daftar wasiat pada
kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang
hukum dalam waktu 5 (lima) hari pada minggu pertama setiap bulan
berikutnya;
j. mencatat dalam repertorium tanggal pengiriman daftar wasiat pada setiap
akhir bulan;
k. mempunyai cap atau stempel yang memuat lambang negara Republik
Indonesia dan pada ruang yang melingkarinya dituliskan nama, jabatan,
dan tempat kedudukan yang bersangkutan;
l. membacakan Akta di hadapan penghadap dengan dihadiri oleh paling
sedikit 2 (dua) orang saksi, atau 4 (empat) orang saksi khusus untuk
pembuatan Akta wasiat di bawah tangan, dan ditandatangani pada saat itu
juga oleh penghadap, saksi, dan Notaris; dan
m. menerima magang calon Notaris.
Notaris dalam hal tidak melaksanakan kewajiban sesuai dengan UUJN maka
Notaris dapat dikenakan sanksi yang terdapat pada Pasal 16 ayat (11), (12), dan (13),
yaitu: 24
Pasal 16 ayat (11)
Notaris yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a
sampai dengan huruf l dapat dikenai sanksi berupa:
a. peringatan tertulis;
b. pemberhentian sementara;
c. pemberhentian dengan hormat; atau
d. pemberhentian dengan tidak hormat.

Pasal 16 ayat (12)


Selain dikenai sanksi sebagaimana dimaksud pada ayat (11), pelanggaran terhadap
ketentuan Pasal 16 ayat (1) huruf j dapat menjadi alasan bagi pihak yang menderita
kerugian untuk menuntut penggantian biaya, ganti rugi, dan bunga kepada Notaris.

Pasal 16 ayat (13)


Notaris yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf n
dapat dikenai sanksi berupa peringatan tertulis.
Dalam putusan yang terdapat pada tesis ini terjadi sengketa antara Ir. Dede
Prabowo sebagai Pemohon kasasi sebelumnya tergugat, melawan Ida Ayu Putu Eka
24
Indonesia, Undang-undang tentang Perubahan atas Undang-undang Nomor 30 tahun 2004
tentang Jabatan Notaris, UU No. 2 tahun 2014, LN No. 3 Tahun 2014, TLN 5491
Kartika sebagai Termohon kasasi sebelumnya Penggugat. Bahwa Penggugat
melakukan perjanjian sewa menyewa dengan Tergugat atas tanah seluas 1000m2
sebagian dari luas tanah 1650m2 milik Penggugat sesuai SHM No. 1414 atas nama
Penggugat yang terletak di Br. Pande, Desa Pejeng Kecamatan Tampak Siring,
Kabupaten Gianyar dengan jangka waktu selama seumur hidup dengan harga Rp.
15.000.000,- (lima belas juta) sesuai pasal 1 dan 2 perjanjian sewa menyewa tertanggal
28 desember 2004. Tanah tersebut disepakati diperuntukkan untuk rumah tinggal
tergugat, namun setelah rumah dibangun, Tergugat hanya menempati rumah itu kurang
lebih 1 tahun sejak dibangun awal tahun 2006, dan sejak akhir 2007 Tergugat tidak
pernah lagi menempati rumah tersebut. Ternyata Tergugat selaku pemegeng hak
memberikan kepada pihak ketiga yaitu Gary Wyne Labar untuk menikmati dan
memanfaatkan keuntungan atas sewa-menyewa tanah tersebut, atau disebut nominee.
Selama sewa menyewa berlangsung, semua pajak, pungutan, kontribusi, dan biaya lain
yang timbul sesuai perjanjian sewa-menyewa yang seharusnya dibebankan kepada
Tergugat, justru dibebankan kepada Penggugat . sejak menghilangnya Tergugat pada
tahun 2007 dari rumah tersebut, hamper setiap tahun ada orang asing yang tidak
Penggugat kenal memasuki rumah tersebut tanpa meminta ijin kepada Penggugat selaku
pemilik tanah dan tanpa memperdulikan lingkungan disekitarnya. Hal ini membuat
Penggugat merasa tidak nyaman terhadap perilaku orang-orang asing tersebut karena
memasuki pekarangan Penggugat sebagai jalan keluar masuk rumah tanpa
sepengetahuan dan seijin Penggugat selaku pemilik lahan. Dalam putusan ini Pemohon
Kasasi mengajukan gugatan untuk menyatakan sah dan berkekuatan hukum perjanjian
sewa menyewa dan Gary Wayne Labar sebagai pihak penyewa tanah. Namun, Hakim
memutuskan untuk menolak permohonan kasasi Tergugat dan menganggap Pengadilan
Tinggi Bali tidak salah dalam menerapkan hukum di dalam Putusan Nomor
129/Pdt/2017/PT.DPS untuk menguatkan putusan Pengadilan Negeri Gianyar Nomor
112/Pdt/G/2016/PN.Gin dimana hakim menyatakan perjanjian sewa menyewa
teratanggal 28 Desember 2004 antara Ida Ayu Putu Eka Kartika dengan Ir. Dede
Prabowo batal demi hukum.

Berdasarkan latar belakang yang penulis buat, maka disusunlah sebuah artikel yang
berjudul “PERJANJIAN SEWA MENYEWA YANG TIDAK MENCANTUMKAN
JANGKA WAKTU BERAKHIR BERDASARKAN PUTUSAN MAHKAMAH
AGUNG NOMOR : 1616K/PDT/2018.”

B. Rumusan Masalah
1. Mengapa hakim membatalkan perjanjian sewa menyewa yang tidak
mencantumkan jangka waktu berakhir dalam putusan mahkamah agung nomor
1616K/PDT/2018?
2. Mengapa hakim mengkategorikan perbuatan Nominee yang dilakukan oleh
Tergugat dengan Gary Wyne La Bar sebagai perbuatan yang bertentangan
dengan hukum?
C. Metode Penelitian
1. Bentuk Penelitian
Penelitian ini menggunakan metode pendekatan yuridis normatif, yaitu
penelitian hukum yang dilakukan dengan cara meneliti bahan pustaka atau data
sekunder sebagai bahan dasar untuk diteliti dengan cara mengadakan penelusuran
terhadap peraturan-peraturan dan literatur-literatur yang berkaitan dengan
permasalahan yang diteliti.25 Penelitian normatif adalah penelitian hukum yang
hanya meneliti bahan pustaka sehingga disebut juga penelitian hukum
kepustakaan.26 Selain itu konsep ini juga memandang hukum sebagai sistem
normatif yang bersifat otonom, tertutup dan terlepas dari kehidupan masyarakat.27
Dalam hal ini data yang didapatkan digunakan untuk menemukan solusi
atas permasalah yang ada pada Putusan Mahkamah Agung Nomor :
1616K/PDT/2018 didasarkan peraturan perundang-undangan yang diantaranya
adalah Kitab Undang-undang Hukum Perdata (KUHPerdata), Undang-undang
Nomor 2 tahun 2014 tentang Perubahan atas Undang-ndang Nomor 30 tahun 2004
tentang Jabatan Notaris, dan Peraturan perundang-undangan lainnya yang berlaku
di Indonesia.

2. Jenis Data

25
Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji, Penelitian Hukum Normatif Suatu Tinjauan Singkat,
(Jakarta : CV. Rajawali, 1985) hlm.13-14.
26
Ibid. hlm.15.
27
Ronny Hanitijo Soemitro, Metodologi Penelitian Hukum dan Jurimetri, Cet ketiga,(Jakarta :
Ghalia Indonesia, 1988), hlm 11.
Jenis data dalam penulisan penelitian ini menggunakan data sekunder dan
bahan-bahan penelitian hukum berupa peraturan perundang-undangan, dokumen
resmi, dan buku-buku literatur yang berhubungan dengan obyek penelitian. Ciri-
ciri umum dari data sekunder :
a. Data sekunder dalam keadaan siap terbuat dan dapat dipergunakan dengan
segera
b. Bentuk maupun isi data sekunder telah dibentuk dan diisi oleh peneliti-
peneliti terdahulu, sehingga peneliti kemudian, tidak mempunyai pengawasan
terhadap pengumpulan, pengolahan, Analisa maupun konstruksi data
c. Tidak terbatas oleh waktu maupun tempat.28
3. Alat Pengumpulan Data
Metode pengumpulan data dalam penelitian ini menggunakan data
sekunder yang diperoleh dengan cara menggunakan studi dokumen, yaitu suatu
Teknik pengumpulan data dengan mengadakan studi penelaahan terhadap buku-
buku, peraturan perundang-undangan, literatur-literatur, catatan-catatan, dan
laporan-laporan yabng ada hubungannya dengan permasalahan yang terdapat
dalam penelitian dan selanjutnya dikaji dalam satu kesatuan yang utuh.
Lokasi yang penulis datangi untuk melakukan studi dokumen yaitu
Perpustakaan Universitas Indonesia dan Perpustakaan Nasional yang beralamat
di :
1. Perpustakaan Universitas Indonesia, , Gedung Crystal of Knowledge,
Kampus UI, Pondok Cina, Kecamatan Beji, Kota Depok, Jawa Barat 16424
2. Perpustakaan Nasional, Jalan Medan Merdeka Selatan No.11, Gambir,
Kecamatan Senen, Kota Jakarta Pusat, Daerah Khusus Ibukota Jakarta 10110.
D. Pembahasan
Sewa menyewa merupakan salah satu perjanjian timbal balik. Menurut Yahya
Harahap, sewa menyewa adalah persetujuan antara pihak yang menyewakan dengan
pihak penyewa. Pihak yang menyewakan barang yang hendak disewa kepada pihak
penyewa untuk dinikmati sepenuhnya.29unsur esensial dari sewa menyewa adalah
barang, harga, dan waktu tertentu. Perjanjian sewa menyewa merupakan perjanjian
konsesuaisme, dimana perjanjian tersebut terbentuk berdasarkan kesepakatan para pihak
28
Ibid., hlm.12
29
Wiryono Projodikoro, Hukum …, hlm. 190.
yang saling mengikatkan diri. Dari uraian tersebut, dapat disimpulkan unsur-unsur yang
tercantum dalam perjanjian sewa menyewa adalah :
a. Adanya pihak yang menyewakan dan pihak yang menyewa
b. Adanya kesepakatan antara kedua belah pihak
c. Adanya objek sewa menyewa
d. Adanya kewajiban dari pihak yang menyewakan untuk menyerahkan
kenikmatan kepada pihak penyewa atas suatu benda
e. Adanya kewajiban dari penyewa untuk menyerahkan uang sewa kepada pihak
yang menyewakan

Dalam pasal 1548 Kitab Undang-undang Hukum Perdata dinyatakan bahwa Sewa
menyewa adalah suatu persetujuan, dengan mana pihak yang satu mengikatkan diri
untuk memberikan kenikmatan suatu barang kepada pihak yang lain selama waktu
tertentu, dengan pembayaran suatu harga yang disanggupi oleh pihak tersebut terakhir
itu.

Dilihat dari ketentuan hukum dan pendapat para ahli diatas, jika dikaitkan dengan
kasus dalam artikel ini, maka dapat dinyatakan bahwa perjanjian sewa menyewa yang
dibuat dihadapan notaris tersebut tidak dapat ditentukan kapan pemenuhan prestasi
diantara para pihak tersebut yang berujung pada tidak adanya kepastian hukum dan
perlindungan hukum bagi para pihak yang mengikatkan dirinya pada perjanjian sewa
menyewa tersebut, sehingga cacat hukum dan tidak sah.

Notaris adalah orang yang mendapat kuasa dari pemerintah berdasarkan penunjukan
untuk mengesahkan dan menyaksikan berbagai surat perjanjian, surat wasiat, akta dan
sebagainya. Menurut pasal 1 angka 1 Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 tentang
Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris
menentukan bahwa notaris adalah pejabat umum yang berwenang membuat akta otentik
dan kewenangan lainnya sebagaimana dimaksud dalam undang-undang.

Notaris juga memiliki kewajiban dalam melaksanakan jabatannya agar tidak


menimbulkan permasalahan. Kewajiban tersebut diatur dalam Pasal 16 ayat (1) UUJN,
yaitu :
Dalam menjalankan jabatannya, Notaris wajib30 :
a. Bertindak amanah, jujur, saksama, mandiri, tidak berpihak, dan menjaga
kepentingan pihak yang terkait dalam perbuatan hukum;
b. membuat Akta dalam bentuk Minuta Akta dan menyimpannya sebagai
bagian dari Protokol Notaris;
c. melekatkan surat dan dokumen serta sidik jari penghadap pada Minuta
Akta; d. mengeluarkan Grosse Akta, Salinan Akta, atau Kutipan Akta
berdasarkan Minuta Akta;
d. memberikan pelayanan sesuai dengan ketentuan dalam Undang-Undang
ini, kecuali ada alasan untuk menolaknya;
e. merahasiakan segala sesuatu mengenai Akta yang dibuatnya dan segala
keterangan yang diperoleh guna pembuatan Akta sesuai dengan
sumpah/janji jabatan, kecuali undang-undang menentukan lain;
f. menjilid Akta yang dibuatnya dalam 1 (satu) bulan menjadi buku yang
memuat tidak lebih dari 50 (lima puluh) Akta, dan jika jumlah Akta tidak
dapat dimuat dalam satu buku, Akta tersebut dapat dijilid menjadi lebih
dari satu buku, dan mencatat jumlah Minuta Akta, bulan, dan tahun
pembuatannya pada sampul setiap buku;
g. membuat daftar dari Akta protes terhadap tidak dibayar atau tidak
diterimanya surat berharga;
h. membuat daftar Akta yang berkenaan dengan wasiat menurut urutan
waktu pembuatan Akta setiap bulan;
i. mengirimkan daftar Akta sebagaimana dimaksud dalam huruf i atau daftar
nihil yang berkenaan dengan wasiat ke pusat daftar wasiat pada
kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang
hukum dalam waktu 5 (lima) hari pada minggu pertama setiap bulan
berikutnya;
j. mencatat dalam repertorium tanggal pengiriman daftar wasiat pada setiap
akhir bulan;
k. mempunyai cap atau stempel yang memuat lambang negara Republik
Indonesia dan pada ruang yang melingkarinya dituliskan nama, jabatan,
dan tempat kedudukan yang bersangkutan;
l. membacakan Akta di hadapan penghadap dengan dihadiri oleh paling
sedikit 2 (dua) orang saksi, atau 4 (empat) orang saksi khusus untuk
pembuatan Akta wasiat di bawah tangan, dan ditandatangani pada saat itu
juga oleh penghadap, saksi, dan Notaris; dan
m. menerima magang calon Notaris.
Berdasarkan ketentuan diatas, jika dikaitkan dengan kasus dalam artikel ini, maka
dapat dinyatakan bahwa notaris dalam membuat perjanjian sewa menyewa tertanggal 28
Desember 2004 tersebut melanggar ketentuan Pasal 16 ayat (1) huruf a UUJN yaitu
Bertindak amanah, jujur, saksama, mandiri, tidak berpihak, dan menjaga kepentingan
pihak yang terkait dalam perbuatan hukum. Ini dikarenakan notaris dalam membuat
perjanjian jual beli tersebut tidak memperhatikan ketentuan-ketentuan undang-undang
30
Indonesia, Undang-undang tentang Perubahan atas Undang-undang Nomor 30 tahun 2004
tentang Jabatan Notaris, UU No. 2 tahun 2014, LN No. 3 Tahun 2014, TLN 5491
terutama yang tercantum dalam pasal 1548 Kitab Undang-undang Hukum Perdata
dimana dalam sewa menyewa pihak yang satu mengikatkan diri untuk memberikan
kenikmatan suatu barang kepada pihak yang lain selama waktu tertentu, sementara
dalam perjanjian sewa menyewa tersebut malah disebutkan seumur hidup yang
menimbulkan ketidakpastian dan perjanjian tersebut menjadi cacat hukum dan
merugikan para pihak yang terikat perjanjian tersebut.

E. Simpulan
Perjanjian sewa menyewa antara Ir. Dede Prabowo dan Ida Ayu Putu Eka Kartika
merupakan perjanjian yang dibuat dengan akta otentik. Hak dari pihak yang
menyewakan adalah untuk menerima harga sewa yang telah ditentukan, sedangkan
kewajiban pihak yang menyewakan barang adalah menyerahkan barang yang disewakan
kepada si penyewa. Sementara hak dari pihak penyewa adalah menerima barang yang
disewakan dan menggunakannya sampai jangka waktu yang disepakati serta
kewajibannya adalah membayar harga sewa yang telah disepakati. Namun dalam kasus
ini perjanjian sewa menyewa tersebut memiliki cacat yaitu jangka waktu yang
ditentukan adalah seumur hidup, dimana melanggar ketentuan 1548 Kitab Undang-
undang Hukum Perdata. Notaris sebagai pembuat akta tersebut seharusnya menjalankan
profesinya dengan baik dan memperhatikan seluruh ketentuan-ketentuan hukum yang
ada sehingga tidak merugikan para pihak yang mengikat dalam suatu akta yang
dibuatnya.

Daftar Pustaka

Buku/Literatur

Badrulzaman, Mariam Darus. Kompilasi Hukum Perikatan. Bandung : Citra Aditya


Bakti, 1955.
Budiono, Herlien, Ajaran Umum Hukum Perjanjian dan Penerapannya di Bidang
Kenotariatan. Bandung : PT Citra Aditya Bakti, 2011.
Hernoko, Agus Yudha. Hukum Perjanjian Asas Proporionalitas dalam Kontrak
Komersil. Jakarta : Prenadamedia Group, 2010.
Projodikoro, Wiryono. Hukum Perdata tentang Persetujuan Tertentu. Bandung :
Alumni, 1981
Soekanto, Soerjono dan Sri Mamudji. Penelitian Hukum Normatif Suatu Tinjauan
Singkat,. Jakarta : CV. Rajawali, 1985.
Soemitro, Ronny Hanitijo. Metodologi Penelitian Hukum dan Jurimetri, Cet ketiga.
Jakarta : Ghalia Indonesia, 1988
Soerodjo, Irwan. Kepastian Hukum Hak Atas Tanah di Indonesia. Surabaya : Arkola,
2003.
Subekti. Pokok-pokok Hukum Perdata. Jakarta : Intermasa, 2003.
Tirtodiningrat, K.R.M.T. Ihtisar Hukum Perdata dan Hukum Dagang. Jakarta :
Pembangunan, 1996.
Tobing , G.H.S. Lumban. Peraturan Jabatan Notaris, cet. 4. Jakarta: Erlangga,1996.
Peraturan Perundang-undangan
Kitab Undang-Undang Hukum Perdata [Burgerlijk Wetboek], diterjemahkan oleh R.
Subekti, (Jakarta: Pradnya Paramita, 2009)
Indonesia, Undang-undang tentang Perubahan atas Undang-undang Nomor 30 tahun
2004 tentang Jabatan Notaris, UU No. 2 tahun 2014, LN No. 3 Tahun 2014,
TLN 5491
Disertasi
Nella Hasibuan, “Perjanjian Nominee Yang Dibuat Untuk Penguasaan Tanah Hak
Milik Warga Negara Indonesia Oleh Warga Negara Asing”, Disertasi,
Program Doktor Ilmu Hukum, Fakultas Hukum Universitas Brawijaya,
Malang, 2012.

You might also like