You are on page 1of 20

PENGERTIAN AKHLAK TASAWUF DAN MACAM-MACAMNYA

DI

OLEH :

KELOMPOK 1

LATHIFATUN NAVIS 21231285

PUTRI PASYA HUMAIRA 21231293

DOSEN PEMBIMBING : NAZARUDDIN, M.A

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GURU MADRASAH IBTIDAIYAH

SEKOLAH TINGGI ILMU TARBIYAH AL HILAL SIGLI

TAHUN 2021/2022
KATA PENGANTAR

‫سالَ ُم َعلَ ْي ُك ْم َو َر ْح َمةُ هللاِ َوبَ َر َكاتُه‬


َّ ‫ال‬
Puji syukur kehadirat Allah yang Maha Pengasih, lagi Maha Penyayang. Atas

berkat rahmat yang sangat melimpah yang tidak ada henti-hentinya, kami

mengucapkan rasa syukur terhadap-Nya. Karena berkat rahmat-Nya yang penuh

dengan kenikmatan membuat kami untuk memiliki semangat dan ide dalam

menyelesaikan makalah kami.

Dan ucapan terima kasih terhadap bapak Nazaruddin, M.A yang telah

memberikan amanah terhadap kami untuk menyelesaikan makalah yang berjudul

“Pengertian Akhlak Tasawuf dan Macam-Macamnya”.

Serta dengan rendah hati kami memohon kritik dan saran dari pembaca apabila

terdapat hal yang yang ganjil, agar ke depannya kami bisa lebih baik dalam membuat

karya tulis. Sebab kesempurnaan hanya milik sang pencipta. Dan juga kami

mengucapkan kepada pihak-pihak yang telah membantu dalam proses penyusuan

makalah ini.

Demikian yang bisa kami ucapkan, kami berharap makalah yang kami buat

member manfaat kepada pembaca, dan bernilai ibadah disisi Allah Swt. Wallahul

Muaffieq Ila Aqwamith Thariq.

Keuniree, 09 Maret 2022

Kelompok 1

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ............................................................................................. i

DAFTAR ISI ............................................................................................................ ii

BAB I PENDAHULUAN......................................................................................... 1

A.    Latar Belakang.......................................................................................... 1

B.     Rumusan Masalah.................................................................................... 2

C.     Tujuan Penulisan...................................................................................... 2

BAB II PEMBAHASAN.......................................................................................... 3

A.    Pengertian Akhlak Tasawuf...................................................................... 3

B.     Macam-Macam Tasawuf.......................................................................... 4

BAB III PENUTUP ................................................................................................. 16

A.    Kesimpulan............................................................................................... 16

B.     Saran......................................................................................................... 16

DAFTAR PUSTAKA .............................................................................................. 17

ii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Secara historis dan teologis, akhlak dapat memadu perjalan hidup manusia agar

selamat di dunia dan akhirat. Tidakkah berlebihan bila misi utama kerasulan

Muhammad SAW. adalah untuk menyempurnakan akhlak  manusia. Sejarah pun

mencatat bahwa faktor pendukung keberhasilan dakwah beliau itu antara lain karena

dukungan akhlaknya yang prima, hingga hal ini dinyatakan oleh Allah dalam Al-

Qur’an.

Kepada umat manusia, khususnya yang beriman kepada Allah diminta

agar  akhlak dan keluhuran  budi Nabi Muhamad SAW. itu dijadikan contoh dalam

kehidupan di berbagai bidang. Mereka yang mematuhi permintaan ini dijamin

keselamatan hidupnya di dunia dan akhirat.

Ilmu tasawuf bisa di kelompokkan menjadi dua, yakni tasawuf ilmi atau nadhari,

yaitu tasawuf yang bersifat teoritis, yang tercakup dalam bagian ini ialah sejarah

lahirnya tasawuf dan perkembangannya sehingga menjelma manjadi ilmu yang

berdiri sendiri, termasuk di dalamnya ialah teori-teori tasawuf menurut bebagai tokoh

tasawuf dan tokoh luar tasawuf yang berwujud ungkapan sistematis dan filosofis.

1
2

B. Rumusan Masalah

1. Bagaimana yang dimaksud dengan akhlak tasawuf? 

2. Jelaskan macam-macam tasawuf! 

C. Tujuan Penulisan

1. Untuk mengetahui apa yang dimaksud dengan akhlak tasawuf.

2. Untuk mengetahui macam-macam tasawuf.


BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian Akhlak Tasawuf

Kata akhlak berasal dari bahasa arab khuluq yang jamaknya akhlaq. Menurut

bahasa akhlak adalah perangai,tabiat,dan agama.1 Dalam kamus Besar Bahasa

Indonesia,kata akhlak diartikan sebagai budi perkerti,watak,tabiat.2

Secara sempit, pengertian akhlak dapat di artikan dengan:

a. Kumpulan kaidah untuk menempuh jalan yang baik.

b. Jalan yang sesuai untuk menuju akhlak.

c. Pandangan akal tentang kebaikan dan keburukan.

Dari pengertian di atas dapat member gambaran bahwa tingkah laku

merupakan bentuk kepribadian seseorang tanpa di buat-buat atau spontan. jika baik

menurut pandangan akal dan agama tindakan spontan itu di namakan akhlak yang

baik (al-akhlakul mahmudah) sebaliknya jika tindakan spontan itu buruk maka di

sebut akhlak yang buruk (al akhlakul madzmumah).

Pengertian tasawuf dapat di lihat dari beberapa macam

pengertian: Pertama, tasawuf di konotasikan dengan ahlu suffah,yang berarti

sekelompok orang pada masa rasulullah yang hidupnya di serambi masjid dan

mengabdikan hidupnya hanya untuk allah SWT.  Kedua, tasawuf berasal dari kata

1
Rosihan Anwar, Akhlak Tasawuf, (Yogyakarta: CV. Pustaka Setia, 2010), hal. 4.
2

3
4

shofa yang berarti orang-orang yang mensucikan dirinya di hadapan allah

SWT. Ketiga, istilah tasawuf berasal dari kata shaf yang di nisbatkan kepada orang-

orang yang ketika sholat selalu berada di barisan terdepan. Keempat,tasawuf berasal

dari kata shuf, yang berarti bulu domba atau wol.

Secara istilah tasawuf adalah ilmu yang mempelajari usaha membersihkan diri

dan berjuang memerangi hawa nafsu,mencari jalan kesucian dengsn makfrifat

menuju jalan benar,saling mengingatkan antar manusia.

B. Macam-Macam Tasawuf

1. Tasawuf Akhlaki

Tasawuf akhlaki jika ditinjau dari sudut bahasa merupakan bentuk frase

atau dalam kaidah bahasa Arab dikenal dengan sebutan jumlah idhafah. Frase

atau jumlah idhafah merupakan gabungan dari dua kata menjadi satu kesatuan

makna yang utuh dan menentukan realitas yang khusus. Dua kata itu adalah

“tasawuf” dan “akhlak”. Jika kata tasawuf dengan kata akhlak disatukan, dua

kata ini akan menjadi sebuah frase, yaitu tasawuf akhlaki. Secara etimologis,

tasawuf akhlaki bermakna membersihkan tingkah laku atau saling

membersihkan yang menjadi sasarannya. Tasawuf akhlaki ini bisa dipandang

sebagai sebuah tatanan dasar untuk menjaga akhlak manusia atau dalam bahasa

sosialnya moralitas masyarakat.

Para sufi berpendapat bahwa untuk merehabilitasi sikap mental yang

tidak baik, di perlukan terapi yang tidak hanya dari aspek lahiriah. Untuk itu

dalam tasawuf akhlaki, sistem pembinaannya di susun sebagai

berikut: Takhalli : mengosongkan diri dari perilaku buruk atau akhlak

tercela. Tahalli : upaya mengisi atau menghiasi diri dengan perilaku dan akhlak

yang terpuji. Tajalli : Usaha pemantapan dan pendalaman materi yang telah di

lalui pada fase sebelumnya untuk mencapai kesucian jiwa.


5

Oleh karena itu, tasawuf akhlaki merupakan kajian ilmu yang sangat

memerlukan praktik untuk menguasainya. Tidak hanya berupa teori sebagai

sebuah pengetahuan, tetapi harus terealisasi dalam rentang waktu kehidupan

manusia. Agar mudah menempatkan posisi tasawuf dalam kehidupan

bermasyarakat atau bersosial, para pakar tasawuf membentuk spesifikasi kajian

tasawuf pada ilmu tasawuf akhlaki, yang didasarkan pada sabda Nabi Saw.
“Sesungguhnya aku telah diutus (dengan tujuan) untuk
menyempurnakan kemuliaan akhlak.”3
Tasawuf akhlaki merupakan gabungan dari ilmu akhlak dengan ilmu

tasawuf. Akhlak erat kaitannya denga perilaku dan kegiatan manusia dalam

interaksi sosial pada lingkungan tempat tinggalnya. Jadi, tasawuf akhlaki dapat

terealisasi secara utuh, jika pengetahuan tasawuf dan ibadah kepada Allah Swt.

dibuktikan dalam kehidupan sosial.

a. Tokoh-tokoh dan ajaran-ajaran tasawuf akhlaki

1) Hasan Al-Bashri

Hasan Al-Bashri, memiliki nama lengkap Abu Sa’id Al-Hasan bin

Yasar adalah seorang zahid yang termasyur dikalangan tabi’in. Lahir


di Madinah pada tahun 21 H (632 M) dan wafat pada tahun 10 H (728

M). Ia dikabarkan pernah bertemu dengan 70 orag sahabat yang turut

menyaksikan peperangan Badr dan 300 sahabat lainnya.4

Hasan Al-Bashri terkenal dengan keilmuannya yang sangat

dalam. Tak heran kalau ia menjadi imam di Bashrah secara khusus dan

daerah-daerah lainnya secara umum. Tidak heran kalau ceramah-

ceramahnya dihadiri oleh selurh segmen masyarakat. Disamping

dikenal sebagai zahid, ia juga dikenal sebagai seorang wara’ dan

berani memperjuangakan kebenaran. Diantara karya tulisannya berisi


3
H.R. Imam Ahmad dan Baihaqi
4
Hamka, Tasauf: Perkembangan dan Pemurniannya, (Jakarta: Pustaka Panji Mas, 1986), h 76.
6

kecaman terhadap aliran kalam Qadariyyah dan tafsir-tafsir Al-

Qur’an.

Hamka mengemukakan sebagian ajaran tasawuf Hasan Al-Bashri

seperti berikut:5

a) Perasaan takut yang menyebabkan hatimu tenteram lebih baik

daripada rasa tentram yang menimbulkan perasaan takut.

b) Dunia adalah negeri tempat beramal. Barang siapa bertemu

dunia dengan perasaan benci dan zuhud, ia akan berbahagia

dan memperoleh faedah darinya. Akan tetapi, barang siapa

bertemu dunia dengan perasaan rindu dan hatinya tertambal

dengan dunia, ia akan sengsara dan akan berhadapan dengan

penderitaan yang tidak dapat ditanggungnya.

c) Tafakur membawa kita pada kebaikkan dan berusaha

mengerjakannya. Menyesal atas perbuatan jahat menyebabkan

kita untuk tidak mengulanginya lagi. Sesuatu yang fana’-

betapa pun banyaknya- tidak akan menyamai sesuatu yang

baqa’-betapa pun sedikitnya. Waspadalah tehadap negeri yang

cepat datang dan pergi serta penuh tipuan.

d) Dunia ini adalah seorang janda tua yang telah bungkuk dan

beberapa kali ditinggal mati suaminya.

e) Orang yang beriman akan senantiasa berdukacita pada pagi

dan sore hari karena berada diantara dua perasaan takut, yaitu

takut mengenang dosa yang telah lampau dan takut

memikirkan ajal yang masih tinggal serta bahaya yang akan

mengancam.

5
Hamka, Tasauf: Perkembangan dan Pemurniannya, …, h. 78.
7

f) Hendaklah setiap orang sadar akan kematian yang senantiasa

mengancamnya, di hari kiamat yang akan menagih janjinya.

g) Banyak duka cita didunia memperteguh semangat amal

shaleh.

Berkaitan dengan ajaran tasawuf diatas, Muhammad Mustafa

menyatakan bahwa tasawuf Hasan Al-Bashri didasari atas rasa takut

siksa Tuhan didalam neraka. Akan tetapi, setelah dikaji lebih

mendalam ternyata bukan perasaan takut terhadap siksaan yang

menjadi dasar tasawufnya melainkan kebesaran jiwanya akan

kekurangan dan kelalaian dirinya yang mendasari tasawufnya. Sikap

itu selalu seirama dengan sabda Nabi Saw. “Orang beriman yang

selalu mengingat dosa-dosa yang pernah dilakukannya laksana orang

yang duduk dibawah sebuah gunung besar yang senantiasa merasa

takut gunung itu akan menimpa dirinya.”6

2) Al-Muhasibi

Al-Harits bin Asad Al-Muhasibi (wafat 243 H) menempuh jalan

tasawuf karena hendak keluar dari keraguan yang dihadapinya. Al-

Muhasibi memandang bahwa jalan keselamatan hanya dapat ditempuh

melalui ketakwaan kepada Allah Swt., melaksanakan kewajiban-

kewajiban, wara’, dan meneladani Rasullullah Saw. Tatkala sudah

melaksanakan hal-hal diatas –menurut Al-Muhasibi- seseorang akan

diberi petunjuk oleh Allah SWT. berupa penyatuan antara fiqh dan

tasawuf. Ia akan meneladani Rasulullah Saw. dan lebih mementingkan

akhirat daripada dunia. Al-Muhasibi berbicara tentang makrifat,

bahwasanya makrifat itu harus ditempuh melalui jalan tasawuf yang

6
Hamka, Tasauf: Perkembangan dan Pemurniannya, …, h. 79.
8

mendasarkan pada kitab dan sunnah. Al-Muhasibi menjelaskan

sebagai berikut:

a)       Taat.

b)      Aktivitas anggota tubuh yang telah disinari oleh cahaya

yang memenuhi hati merupakan tahap makrifat selanjutnya.

c)       Pada tahap ketiga ini Allah Swt. menyingkapkan khazanah-

khazanah keilmuan dan keghaiban kepada setiap orang yang telah

menempuh kedua tahap diatas. Ia akan menyaksikan bahwa rahasia

yang selama ini disimpan Allah Swt.

d)      Tahap keempat, apa yang dikatakan oleh sementara sufi

dengan fana’ yang menyebabkan baqa’.

Dalam pandangan Al-Muhasibi, khauf (rasa takut) dan raja’

(pengharapan) menempati posisi paling penting dalam perjalanan

seseorang membersihkan jiwa. Menurutnya, kedua hal tersebut dapat

dilakukan dengan sempurna hanya berpegang teguh pada Al-Qur’an

dan As-Sunnah. Al-Muhasibi mengatakan bahwa Al-Qur’an

menjelaskan tentang pembalasan (pahala) dan siksaan. Ajaran-ajaran

Al-Qur’an dibangun atas dasar targhib (sugesti) dan tarhib (ancaman).

Al-Qur’an jelas pula berbicara tentang surga dan neraka.

Artinya: “Sesungguhnya orang-orang yang bertaqwa itu berada

dalam taman-taman (syurga) dan mata air-mata air. Sambil menerima

segala pemberian Rabb mereka. Sesungguhnya mereka sebelum itu di

dunia adalah orang-orang yang berbuat kebaikan. Di dunia mereka

sedikit sekali tidur diwaktu malam. Dan selalu memohonkan ampunan

diwaktu pagi sebelum fajar.” (Q.S. Adz-Dzariyyat (51): 15-19).

3) Al-Qusyairi
9

Beliau adalah seorang tokoh sufi utama dari abad kelima hijriah.

Nama lengkapnya Al-Qusyairi adalah ‘Abdul Karim bin Hawazin,

lahir pada tahun 376 H di Istiwa, kawasan Naishabur. Al-Qusyairi

adalah seorang yang mampu ‘mengompromikan syariat denga

hakikat’. Beliau wafat pada tahun 465 H.

Al-Qusyairi menjelaskan bahwa pengembalian arah tasawuf

menurutnya harus dengan merujuknya pada doktrin Ahlus Sunnah wal

Jamaah, yang dalam hal ini adalah dengan mengikuti para sufi sunni

pada abad ketiga dan keempat hijriah yang sebagaimana

diriwayatkannya dalam Ar-Risalah.

4) Al-Ghazali

Nama lengkapnya adalah Abu Hamid Muhammad bin

Muhammad bin Muhammad bin Ta’us Ath-Thusi Asy-Syafi’i Al-

Ghazali. Lahir pada tahun 450 H/1058 M di kota Khurasan, Iran.

Dalam tasawufnya, Al-Ghazali memilih tasawuf sunni

berdasarkan Al-Qur’an dan As-Sunnah Nabi Muhammad Saw.

ditambah dengan doktrin Ahlu Sunnah Wa Al-Jamaah. Dari paham

tasawufnya, ia menjauhkan semua kecenderungan gnostis yang

memengaruhi para filsuf Islam, sekte Ismailiyah, aliran Syi’ah,

Ikhwan Ah-Shafa, dan lain sebagainya. Ia menjauhkan tasawufnya

dari paham ketuhanan Aristoteles, seperti emanasi dan penyatuan

sehingga dapat dikatakan bahwa tasawuf Al-Ghazali benar-benar

bercorak Islam. Corak tasawufnya adalah psikomoral yang

mengutamakan pendidikan moral. Hal ini dapat terlihat dari karya-

karyanya, seperti Ihya’ Ulum Ad-Din, Minhaj Al-Abidin, Mizan Al-

Amal, Bidayah Al-Hidayah, Mi’raj As-Salikin, Ayuhal Walad.


10

Menurut Al-Ghazali, jalan menuju tasawuf baru dapat dicapai

dengan mematahkan hambatan-hambatan jiwa, serta membersihkan

diri dari moral yang tercela, sehingga kalbu dapat terlepas dari sesuatu

selain dari Allah Swt.

Makrifat menurut Al-Ghazali adalah mengetahui rahasia Allah

Swt. dan mengetahui peraturan-peraturan Tuhan tentang segala yang

ada.7 Alat memperoleh makrifat bersandar pada sir,

qalb, dan roh. Dijelaskan bahwa qalb dapat mengetahui hakikat segala

yang ada. Ringkasnya, makrifat menurutnya tidak seperti makrifat

menurut orang awan ataupun menurut ulama atau mutakallim, tetapi

makrifat suci yang dibangun atas dasar dzauq rohani dan kasyf Ilahi.

Yaitu tanpa melalui perantara langsung dari Allah Swt.

As-Sa’adah (kebahagiaan) menurut Al-Ghazali sesuai dengan

tabiat (watak), sedangkan tabiat sesuatu itu sesuai dengan ciptaannya,

nikmatnya mata terletak saat kita melihat gambar yang bagus dan

indah, nikmatnya telinga terletak saat mendengar suara yang merdu.

Demikian seluruh tubuh, masing-masing memiliki kenikmatan

tersendiri. Kenikmatan qalbsebagai alat memperoleh makrifat, terletak

saat kita melihat Allah Swt. hal inilah merupakan kenikmatan paling

agung yang tiada taranya karena makrifat agung dan mulia.

Kenikmatan dan kebahagiaan dunia akan hilang setelah manusia

mati, sedangkan kenikmatan dan kelezatan melihat Tuhan bergantung

pada qalb dan tidak akan hilang walaupun manusia sudah mati.

Sebab, qalb tidak ikut mati, bahkan kenikmatannya bertambah karena

dapat keluar dari kegelapan menuju cahaya terang.

7
Harun Nasution, Filsafat dan Mistisme dalam Islam, (Jakarta: Bulan Bintang, 1978), h 78.
11

2. Tasawuf Irfani

Untuk menemukan pengenalan (ma’rifat) seorang sufi harus melalui

beberapa fase yang dikenal dengan maqom (tingkatan) dan hal (keadaan).

Lingkup perjalanan menuju Allah ini dalam kalangan sufi sering disebut

sebagai karangan irfani. Ciri-ciri tasawuf sunni antara lain :

a. Melandaskan diri pada Al-quran dan As-Sunnah.

b. Tidak menggunakan terminologi-terminologi filsafat sebagaimana

terdapat pada ungkapan-ungkapan Syahahat.

c. Lebih bersifat mengajarkan dualisme dalam hubungan antara Tuhan

dan manusia.

d. Kesinambungan antara hakikat dengan syari‟at.

e. Lebih terkonsentrasi pada pembinaan, pendidikan akhlak, dan

pengobatan jiwa dengan cara riyadhah (latihan-latihan) dan langkah

takhalli, tahalli, dan tajalli.

Berikut tokoh-tokoh beserta ajaran dari tasawuf irfani.

a. Robi’ah Al-Adawiyah

Nama lengkap dari Robi’ah adalah  Robi’ah Al-adawiyah bin

Ismail Al-Adawiyah Al-Bashariyah Al-Qarisyah. Ia lahir pada tahun

95H/713 M disuatu perkampungan dekat kota Basrah  dan wafat dikota

itu juga pada tahun 185H. Ia dilahirkan sebagai putri keempat dari

keluarga yang sangat miskin. Ia putri keempat, orangtuanya

menamakannya rabi’ah. Kedua orangtuanya meninggal ketika ia masih

kecil. Konon pada saat terjadinya bencana perang di Basrah, ia dilarikan

penjahat dan dijual kepada keluarga atik dari suku quraisyah dan al

adawiyah , ia bekerja keras, tetapi akhirnya dibebaskan lantaran tuannya


12

melihat cahaya yang memancar diatas kepala rabi’ah dan menerangi

seluruh ruangan rumah pada saat ia sedang beribadah.

b. Ajaran Tasawuf Rabi’ah Al adawiyah

Rabi’ah Al adawiyah tercatat dalam perkembangan mistisme dalam

islam sebagai peletak dasar tasawuf berdasarkan cinta kepada Allah

SWT. Rabi’ah pula yang pertama-tama mengajukan pengertian rasa tulus

ikhlas dengan cinta yang berdasarkan permintaan ganti dari Allah SWT.

Sikap dan pandangan Rabi’ah Al –adawiyah tentang cinta dipahami dari

kata-katanya, baik yang langsung maupun yang disandarkan kepadanya.

Al-Qusyairi meriwayatkan bahwa ketika bermunajat Rabi’ah menyatakan

do’anya , “tuhanku, akankah Kau bakar kalbu yang mencintaimu oleh api

neraka?” tiba- tiba terdengar suara, “kami tidak akan melakukan itu.

Janganlah engkau berburuk sangka kepda kami.8

Hasan al-Basri: “Keprihatinannya melihat gaya hidup dan

kehidupan masyarakat yang telah terpengaruh oleh duniawi .Dasar

pendiriannya yang paling utama adalah zuhud terhadap kehidupan

duniawi sehingga ia menolak segala kesenangan dan kenikmatan

duniawi.  Prinsip kedua Hasan al-Bashri adalah al-khouf dan raja‟.

Dengan pengertian merasa takut kepada siksa Allah karena berbuat dosa

dan sering melalakukan perintahNya.

3. Tasawuf Falsafi

Yaitu tasawuf yang ajaran-ajaranya memadukan antara visi intuitif dan

visi resional. Terminology filosofis yang digunakan berasal dari bermacam-

macam ajaran filsafat yang telah mempengaruhi para tokohnya, namun

orisinalitasnya sebagai tasawuf tetap tidak hilang. Walaupun demikian tasawuf

8
Rosihan Anwar, Akhlak Tasawuf, (Yogyakarta: CV. Pustaka Setia, 2010), hal. 253-255.
13

filosofis tidak bisa di pandang sebagai filsafat, karena ajaran daan metodenya

di dasarkan pada dasar dzauq, dan tidak pula bisa di kategorikan pada tasawuf

(yang murni) karena sering di ungkapkan dengan bahasa filsafat.

Tasawuf falsafi adalah tasawuf yang ajaran-ajarannya memadukan antara

visi mistis dan visi rasional.Tasawuf ini menggunakan terminologi filosofis

dalam pengungkapannya,yang berasal dari berbagai macam ajaran filsafat yang

telah mempengaruhi para tokohnya.

Konsep-konsep mereka yang disebut dengan tasawuf falsafi yakni

tasawuf yang kaya dengan pemikiran-pemikiran filsafat.  ajaran filsafat yang

paling banyak dipergunakan dalam analisis tasawuf adalah Paham emanasi

neo-Plotinus.

Dalam upaya mengungkapkan pengalaman rohaninya, para shufi falsafi

sering menggunakan ungkapan-ungkapan yang samar, yang sering di kenal

dengan syathahiyyat, yaitu suatu ungkapan yang sulit difahami, yang seringkali

mengakibatkan kesalahpahaman pihak luar, dan menimbulkan tragedy. Tokoh-

tokohnya ialah Abu Yazid al-busthami, al-Hallaj, Ibn Arabi, dan sebagainya.

Abu Yazid al-Busthami mempunyai teori al-Ittihad, yaitu suatu tingkatan

dalam tasawuf di mana seorang shufi telah merasa dirinya bersatu dengan

Tuhan, suatu tingkatan dimana yang mencintai dan yang dicintai telah menjadi

satu, sehingga salah satu dari mereka dapat memanggil yang satu lagi deengan

kata-kata : “hai aku”. Dalam al-Ittihad identitas telah menjadi satu.

Salah satu Syathiyat yang di ungkapan al-Busthami ialah :

                  1.   “Tiada tuhan selain aku, maka sembahlah aku”.

                  2.   “Maha suci aku, maha suci aku, alangkah agungnya keadaan-ku”.

                  3.   “Tidak ada sesuatu dalam bajuku ini kecuali Allah”.


14

Tokoh lainnya ialah al-Hallaj dengan ajaran al-Hululnya, yaitu suatu

faham yang mengatakan bahwa tuhan memilih tubuh-tubuh manusia tertentu

mengambil tempat (hulul) di dalamnya, setelah sifat-sifat kemanusiaan yang

ada dalam tubuh itu dilenyapkan.

Menurut al-Hallaj dalam diri manusia terdapat dua unsur, yakni unsur

Nasut (kemanusiaan), dan unsure Lahut (ketuhanan), karena itu persatuan

antara tuhan dan manusia bisa terjadi dan dengan persatuan itu mengambil

bentuk hulul.

Al-Hallaj juga mengungkapkan syathahiyat sebagaimana di ungkapkan

al-Busthami, seperti : “aku adalah yang haq”. Karena ungkapannya yang di

anggap menyimpang dari tauhid inilah, dan tuduhan bekomplot dengan syi’ah

Qaramithah, maka dia di jebloskan ke dalam keputusan pengadilan fuqaha’

yang sepihak dan berkolusi dengan pemerintahan al-Muqtadir Billah. Dia di

jatuhi hukuman mati.

Teori Hulul ini di kembangkan labih jauh oleh Ibn Arabi dengan

teori Wahdatul Wujud. Dalam teori ini, Ibn Arabi merubah Nasut dalam hulul

menjadi al-Khaliq dan Lahut menjadi al-Haq. Kedua unsure tersebut pasti ada

pada setiap makhluk yang ada ini , sebagai aspek batin, Ibn Arabi

mengungkapkan : “ maha suci dzat yang menciptakan segala sesuatu, dan dia

adalah essensinya sendiri”.

Paham yang di bawa oleh para shufi falsafi membawa pro dan kontra,

karena perbedaan latar belakang sudut tinjauan dan pisau analisianya. Dalam

dunia tasawuf di kenal istilah fana’ dan baqa’ sebagaimana telah di uraikan di

depan. Ketika seseorang telah mencapai keadaan demikian, seorang shufi telah

mencapai puncak tujuan yang di inginkannya, yakni ma’rifat dan hakikat,


15

sehingga muncul kesadaran bahwa al-ma’rifah (pengetahuan), al-Arif (orang

yang mengetahui), dan al-Ma’ruf (yang di ketahui/tuhan) adalah satu.

Orang yang telah mencapai ma’rifat, hatinya bersih, dia akan merenungi

sifat-sifat tuhan, bukan pada essensi-Nya, karena dalam ma’rifat masih ada sia-

sia kegandaan yang masih tertinggal. Sifat utama Tuhan adalah ketuhanan dan

kesatuan ilahi merupakan prinsip ma’rifat yang pertama dan yang terakhir.

Tuhan bagi shufi difahami sebagai Dzat yang esa yang mendasari seluruh

peristiwa. Prinsip ini membawa konsekuensi yang ekstrim. Apabila tiada

sesuatu yang mewujudkan selain Tuhan, maka seluruh alam pada dasarnya

adalah satu dengan-Nya, apakah ia di pandang emanasi yang berkembang dari

pada-Nya, tanpa mengganggu ke esaan-Nya, sebagaimana halnya bekas sinar

matahari atau apakah ia berlaku seperti cermin dengan mana sifat-sifat Allah

dipancarkan. Konsep inilah yang mendasari para shufi falsafi mempunyai

pandangan tersebut di atas. Dengan analisis seperti ini, maka hasil yang

diperoleh oleh para shufi falsafi sebagaimana telah di ungkapkan adalah

sesuatu yang wajar saja, dan suatu konsekuensi logis. Namun apabila didekati

dengan fiqih dan ilmu kalam, adalah jenis hal tersebut di anggap suatu yang

menyimpang, karena antara khalik dan makhluk, antara ‘abid dan ma’bud tidak

bisa di satukan.
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

1. Secara istilah tasawuf adalah ilmu yang mempelajari usaha membersihkan

diri dan berjuang memerangi hawa nafsu, mencari jalan kesucian dengsn

makfrifat menuju jalan benar, saling mengingatkan antar manusia.

2. Macam-macam tasawuf  yaitu  tasawuf akhlaki. Secara etimologis, tasawuf

akhlaki bermakna membersihkan tingkah laku atau saling membersihkan

yang menjadi sasarannya. Tasawuf irfani : menghiasi diri dengan akhlak

yang baik. Tasawuf falsafi adalah tasawuf yang ajaran-ajarannya

memadukan antara visi mistis dan visi rasional.Tasawuf ini menggunakan

terminologi filosofis dalam pengungkapannya,yang berasal dari berbagai

macam ajaran filsafat yang telah mempengaruhi para tokohnya.

B. Saran

Agar dimasa yang akan datang bisa jauh lebih baik lagi, kita harus lebih banyak

belajar dan terus melatih ilmu yang kita peroleh. Kami sadari dalam penulisan

makalah ini masih banyak terdapat kekurangan, baik dalamsegi penulisan maupun

susunan kalimatnya. Maka dari itu, sangatlah dibutuhkan kritik dan saran yang

membangun dari pembaca. Agar penulisan makalah dilain kesempatan bisa jauh

lebih baik lagi. Pesan kami jangan pernah berhenti untuk belajar, karena kunci

kesuksesan adalah dengan cara belajar dan terus berusaha.

16
DAFTAR KEPUSTAKAAN

Anwar, Rosihan. Akhlak Tasawuf. Yogyakarta: CV. Pustaka Setia. 2010.

H.R. Imam Ahmad dan Baihaqi

Hamka. Tasauf: Perkembangan dan Pemurniannya. Jakarta: Pustaka Panji Mas.

1986.

http://tamaraislamidiani.blogspot.com/2015/06/akhlak-tasawuf-macam-macam-

tasawuf.html

Nasution, Harun. Filsafat dan Mistisme dalam Islam. Jakarta: Bulan Bintang. 1978.

17

You might also like