You are on page 1of 4

Ajaran Kitab Suci dan Ajaran Gereja tentang HAM

A. Mengamati pemahaman peserta didik tentang ajaran HAM dalam Kitab Suci
Beberapa kutipan Kitab Suci tentang HAM
1. Keluaran 3:7-8
2. Yesaya 10:1-2
3. Mateus 23:2-4
4. Yohanes 8:1-11
Setelah membaca teks-teks Kitab Suci tersebut, jawablah pertanyaan-pertanyaan berikut ini:
Apa pesan dari teks-teks Kitab Suci itu?
a) Apa kaitan teks-teks Kitab Suci tadi dengan HAM ?
b) Hak-hak apa saja yang diperjuangkan dalam kutipan-kutipan di atas
c) Selain teks Perjanjian Baru di atas, manakah teks lainnya (PB) yang menjelaskan
tentang ajaran dan sikap Yesus yang membela harkat dan martabat manusia yang
menderita, tertindas, tersingkirkan?

b. Ajaran Gereja tentang HAM


Kesamaan Hakiki antara Semua Orang dan Keadilan Sosial (Gaudium et Spes Artikel 29)
“Semua orang mempunyai jiwa yang berbudi dan diciptakan menurut gambar Allah,
dengan demikian mempunyai kodrat serta asal mula yang sama. Mereka semua ditebus
oleh Kristus, dan mengemban panggilan serta tujuan ilahi yang sama pula. Maka,
harus semakin diakuilah kesamaan dasariah antara semua orang. Memang karena
pelbagai kemampuan isik maupun kemacam-ragaman daya kekuatan intelektual
dan moral tidak dapat semua orang disamakan. Tetapi setiap cara diskriminasi dalam
hak-hak asasi pribadi , entah bersifat sosial entah budaya, berdasarkan jenis kelamin,
suku, warna kulit, kondisi sosial, bahasa atau agama, harus diatasi dan disingkirkan,
karena bertentangan dengan maksud Allah. Sebab sungguh layak disesalkan, bahwa
hak-hak asasi pribadi itu dimana-mana belum dipertahankan secara utuh dan aman.
Seperti bila seorang wanita tidak diakui wewenangnya untuk dengan bebas memilih
suaminya dan menempuh status hidupnya, atau menempuh pendidikan dan meraih
kebudayaan yang sama seperti dipandang wajar bagi pria.
Kecuali itu, sungguh pun antara orang-orang terdapat perbedaan-perbedaan yang
wajar, tetapi kesamaan martabat pribadi menuntut, agar dicapailah kondisi hidup
yang lebih manusiawi dan adil. Sebab perbedaan-perbedaan yang keterlaluan antara
sesama anggota dan bangsa dalam satu keluarga manusia dibidang ekonomi maupun
sosial menimbulkan batu sandungan, lagi pula berlawanan dengan keadilan sosial,
kesamarataan, martabat pribadi manusia, pun juga merintangi kedamaian sosial dan
international. Adapun lembaga-lembaga manusiawi, baik swasta maupun umum,
hendaknya berusaha melayani martabat serta tujuan manusia, seraya sekaligus
berjuang dengan gigih melawan setiap perbudakan sosial maupun politik, serta
mengabdi kepada hak-hak asasi manusia di bawah setiap pemerintahan. Bahkan
lembaga-lembaga semacam itu lambat-laun harus menanggapi kenyataan-kenyataan
rohani, yang melampaui segala-galanya, juga kalau ada kalanya diperlukan waktu
cukup lama untuk mencapai tujuan yang dimaksudkan” (Gaudium et Spes artikel 29).
Setelah menyimak dokumen tersebut, jawablah pertanyaan berikut ini.
a) Apa isi ajaran Gereja tentang HAM?
b) Bagaimana cara menegakkan HAM sesuai ajaran Gereja tersebut?

Kisah Beberapa Tokoh Katolik Pejuang HAM


Kisah-kisah kehidupan beberapa tokoh Katolik, pejuang kemanusiaan berikut ini:
1. Ibu Theresa dari Calkuta
Ibu Theresa dari Calkuta, begitulah ia biasa-nya disapa. Hidupnya secara total ia abdikan bagi
Tuhan melalui karya caritatif, melayani orang-orang sakit, orang lapar dan yang
tersingkirkan. Ia bersama para pengikutnya dari biara yang didirikannya “Ordo Cinta
Kasih”,menelusuri lorong-lorong calkuta yang kumuh dan mengerihkan untuk menolong
mereka yang menderita dan yang sekarat meregang nyawa. Ibu Theresa yang ketika masa
hidupnya dijuluki sebagai Santa yang hidup itu berusaha mengangkat martabat kaum miskin
dan menderita tanpa pamrih. Ia pun diberi predikat sebagai rasul kaum miskin dan hina-hina.
Atas pengabdiannya dalam melayani sesama, Bunda Theresa menerima penghargaan
Templeton pada 1973, Nobel Perdamaian pada 1979, dan penghargaan tertinggi warga sipil
India, Bharat Ratna, pada 1980. Selain itu, dia dijadikan Warga Negara Kehormatan Amerika
Serikat pada 1996.
Bunda Theresa wafat pada 5 September 1997, dalam usia 87 tahun. Dalam sambutan
pemakamannya, Nawaz Sharif, Perdana Menteri Pakistan, menyatakan, “Bunda heresa adalah
seorang individu langka dan unik, yang tinggal lama untuk tujuan lebih tinggi. Pengabdian
seumur hidupnya untuk merawat orang miskin, orang sakit, dan kurang beruntung,
merupakan salah satu contoh pelayanan tertinggi untuk umat manusia.”Sementara
mantan Sekretaris Jenderal PBB, Javier Perez de Cuellar, mengatakan, “Ia (Bunda
Theresa) adalah pemersatu bangsa. Ia adalah perdamaian di dunia ini.”
Pada tahun 2003 oleh Paus Yohanes Paulus II diangkat sebagai beata (yang
berbahagia), satu langka sebelum menjadi seorang Santa. Pada tahun 2013, PBB kembali
memberikan penghargaan atas jasa kemanusiaannya itu dengan menetapkan tanggal 5
September sebagai hari amal sedunia.
2. Uskup Agung Helder Camara
Uskup Agung Helder Camera dari Olinda di Brasilia terkenal sebagai uskup pelayan dan
pengabdi kaum miskin. Ia mempertaruhkan segala-galanya untuk kaum miskin. Uang hadiah
Nobel yang diperolehnya digunakannya untuk membeli tanah bagi kaum miskin. Ia
menentang kapitalisme dan kaum penguasa kaliber internasional. Ia sering dimusuhi oleh
orang yang berkuasa dan orang kaya dan rumahnya sering ditembaki oleh penembak-
penembak gelap suruhan para penguasa. Akhirnya, nyawanya ia pertaruhkan demi kaum
miskin. Ia mati ditembak pada saat mempersembahkan Ekaristi Kudus di gereja persis pada
saat mengucapkan kata-kata konsekrasi: “Inilah tubuh-Ku yang dikorbankan bagimu” dan
“Inilah darah-Ku yang ditumpahkan bagimu.”
Setelah membaca kisah-kisah tersebut, jawablah pertanyaan-pertanyaan berikut ini:
1. Apa yang diperjuangkan oleh para tokoh pejuang HAM Katolik itu?
2. Mengapa mereka gigih memperjuang HAM di tempat karyanya masing-
masing?
Upaya Gereja Katolik dalam Memperjuangkan HAM di Indonesia.
Romo Mangunwijaya, Pr.
Romo Mangun terlahir dengan nama lengkap Yusuf Bilyarta Mangunwijaya pada 6 Mei 1929
di Semarang. Ia pernah mengalami masa revolusi fisik melawan Belanda untuk
membebaskan negeri ini dari belenggu penjajahan yang menyengsarakan rakyat. Beliau
pernah bergabung ke dalam prajurit Tentara Keamanan Rakyat (TKR) batalyon X divisi III
yang bertugas di Benteng Vrederburg, Yogyakarta. Ia sempat ikut dalam pertempuran di
Ambarawa, Magelang, dan Mranggen. Rangkaian peristiwa hidup tersebut membuat Romo
Mangun mengenal arti humanisme.
Ia menyaksikan sendiri rakyat Indonesia menderita, kelaparan, terancam jiwanya, dan
bahkan mati sia-sia akibat aksi militer Belanda yang mencaplok wilayah Republik.
Berangkat dari pengalaman hidup inilah, Romo Mangun bertekad untuk sepenuhnya
mengabdikan diri pada rakyat. Putu Wijaya, seorang dramawan dan novelis pernah
bertutur, “Romo Mangun adalah seorang yang sangat dekat dengan rakyat. Dia selalu
berpihak kepada mereka yang tertindas. Contohnya, kepeduliannya pada warga Kali
Code dan Kedung Ombo. Perhatiannya selalu kepada rakyat sederhana, miskin,
disingkirkan, dan tertindas.”

Menghayati HAM sesuai Ajaran Yesus


Releksi
Gereja hendaknya mawas diri dan mencoba menegakkan hak-hak asasi manusia
di kalangannya sendiri. Kalau tidak ada keadilan dalam lingkungan Gereja sendiri,
maka Gereja baik imam maupun awam tidak berhak berbicara mengenai keadilan.
Gereja juga tidak berhak berbicara kalau orang-orang Katolik sendiri tidak sungguh
terlibat dalam perjuangan bangsa di segala bidang pembangunan. Tidak ada keadilan
tanpa perjuangan. Dalam usaha memperjuangkan keadilan, kaum beriman dapat
memperoleh pedoman dan dukungan dari ajaran sosial Gereja. Akan tetapi, pengarahan
umum itu belum menjamin, sejauh belum ada kaidah tindakan menanggapi situasi
konkret. Untuk membentuk kaidah-kaidah itu, perlu ada pengamatan cermat atas
kehidupan sosial di lingkungan konkret (analisis sosial). Jadi, guna membela hak-
hak asasi manusia, masih harus dicari cara-cara rasional, perumusan yang tepat,
dan perencanaan bagi tindakan yang efektif. Dalam hal ini Gereja seluruhnya harus
berjuang, tetapi semua anggota, Imam, dan Awam, mengambil bagian menurut
tempat dan panggilannya masing-masing.
Gereja harus berjuang bersama antar warga masyarakat. Dalam semua kegiatan
konkret itu, perhatian Gereja seharusnya menjadi “tanda dan pelindung martabat
luhur pribadi manusia”(GS 76). Hak-hak asasi dan semua tata hukum lainnya hanya
akan terlaksana, kalau dalam masyarakat ada kesadaran etis yang mengikat. Maka
tidak cukup bila Gereja hanya menyumbangkan kritik dan celaan. Gereja masih harus
berusaha membangun keterpaduan antar warga masyarakat dalam semangat cinta
kasih dan perdamaian. Menegakkan keterpaduan dalam masyarakat merupakan
sumbangan khas kelompok-kelompok agama. Bersama dengan orang beragama
lain, dan orang-orang yang berkehendak baik, umat Kristen harus memperjuangkan
keadilan dalam persaudaraan dengan semua orang.

You might also like