You are on page 1of 29

FAKULTAS KEDOKTERAN Makassar, 05 Mei 2021

BLOK TUMBUH KEMBANG


UNIVERSITAS MUSLIM INDONESIA

LAPORAN PBL

MODUL JATUH

Kelompok: 8A

Tutor: dr Iin Widya Ningsi

Disusun Oleh:

Andi Alya Nabilah Usman (11020180082)

Andi Rachmat Abdillah (11020180093)

Lidiana (11020180098)

Wira Dharma Pratiwi (11020180109)

M.Yusril Kamaruddin (11020180118)

Anjani Berliana Alitu (11020180009)

Fitriah (11020180015)

Dian Anugrah Safitri (11020180024)

Ananda Putra Difa (11020180027)

Muhammad Rias Sukiman (11020180027)

Faika Annisya Khaerani R (11020180118)

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS MUSLIM INDONESIA

MAKASSAR

2021
SKENARIO 3

Anamnesis : Seorang perempuan umur 67 tahun masuk rumah sakit dengan keluhan nyeri pada
pangkal paha kanan dan sangat nyeri bila digerakkan sehingga tidak bisa berjalan. Keadaan ini
dialami sejak 7 hari yang lalu setelah jatuh terduduk oleh karena menginjak keset kaki di depan
kamar mandi. Sejak 5 tahun terakhir ini kalau berjalan agak pincang oleh karena tungkai kiri
melemah akibat serangan stroke. Beberapa hari terakhir ini sebelum jatuh, penderita terdengar
batuk-batuk dan sesak napas, tetapi tidak pernah demam dan sulit sekali mengeluarkan lendir. Nafsu
makan juga sangat menurun sejak 3 minggu terakhir ini. Riwayat penyakit selama ini sejak 10 tahun
menderita kencing manis dengan minum obat Glibenklamide 5 mg secara teratur, tekanan darah
tinggi selama 6 tahun tetapi berobat tidak teratur. Sering juga mengeluh lutut kanan bengkak dan
nyeri.

Pemeriksaan fisik : TD : 180/80 mmHg, N: 92 x/menit, P: 26 x/menit, S: 37,1o C. Pemeriksaan


Auskultasi Paru : terdengar bunyi ronkhi basah kasar di seluruh lapangan ke dua paru. Jantung
dalam batas normal, hepar & limpa tak teraba. Tungkai kanan bila digerakkan sangat terhambat oleh
karena kesakitan pada daerah pangkal paha. Kedua dorsum pedis terlihat edema. BB : 41 kg & TB :
168 cm.
Pemeriksaan penunjang : Pem. Lab didapatkan kadar Hb 9,8 gr%, Leukosit 14.500/mm3 GD
puasa 141 mg/dl, GD2jamPP 265 mg/dl, ureum 74 mg/dL, kreatinin 1,9 mg/dL, protein total 5,0 gr/dL,
albumin 2,8 gr/dL, asam urat 7,8 mg/dL.
Pemeriksaan toraks foto : tampak perselubungan homogen pada medial dan basal ke dua paru.
Pemeriksaan lain (CGA) : Penilaian ADL dengan Indeks Barthel pada saat MRS 8/20 dimana
sebelum MRS 15/20, Abbrevited Mental Test (AMT) 7/10, Mini Mental State Examination (MMSE)
25/30, Geriatric Depresion Test (GDS) 8/10 dan Mini Nutrision Assesment (MNA) 15/30

KATA SULIT : -
KATA KUNCI :

1. perempuan umur 67 tahun keluhan nyeri pada pangkal paha kanan, sangat nyeri bila digerak
kan sehingga tidak bisa berjalan.
2. Onset sejak 7 hari yang lalu, setelah jatuh terduduk karena menginjak keset kaki didepan ka
mar mandi.
3. Sejak 5 tahun terakhir ini kalau berjalan agak pincang oleh karena tungkai kiri melemah akiba
t serangan stroke
4. Sebelum jatuh, penderita terdengar batuk-batuk dan sesak napas, tetapi tidak pernah demam
dan sulit sekali mengeluarkan lender.
5. Nafsu makan juga sangat menurun sejak 3 minggu terakhir ini.
6. Riwayat penyakit selama ini sejak 10 tahun menderita kencing manis dengan minum obat Gli
benklamide 5 mg secara teratur, tekanan darah tinggi selama 6 tahun tetapi berobat tidak ter
atur. Sering juga mengeluh lutut kanan bengkak dan nyeri.
7. TTV : TD : 180/80 mmHg, N: 92 x/menit, P: 26 x/menit, S: 37,1o C.
8. Pemeriksaan Auskultasi Paru : terdengar bunyi ronkhi basah kasar di seluruh lapangan ke
dua paru.
9. Pemeriksaan toraks foto : tampak perselubungan homogen pada medial dan basal ke dua p
aru.
10. Tungkai kanan bila digerakkan sangat terhambat oleh karena kesakitan pada daerah pangkal
paha. Kedua dorsum pedis terlihat edema. BB : 41 kg & TB : 168 cm.
11. Pemeriksaan penunjang : Pem. Lab didapatkan kadar Hb 9,8 gr%, Leukosit 14.500/mm3 G
D puasa 141 mg/dl, GD2jamPP 265 mg/dl, ureum 74 mg/dL, kreatinin 1,9 mg/dL, protein total
5,0 gr/dL, albumin 2,8 gr/dL, asam urat 7,8 mg/dL.
12. Pemeriksaan lain (CGA) : Penilaian ADL dengan Indeks Barthel pada saat MRS 8/20 diman
a sebelum MRS 15/20, Abbrevited Mental Test (AMT) 7/10, Mini Mental State Examination (M
MSE) 25/30, Geriatric Depresion Test (GDS) 8/10 dan Mini Nutrision Assesment (MNA) 15/30
DAFTAR MASALAH :

1. Sangat nyeri pangkal paha, tidak bisa digerakkan. Onset 7 hari lalu, setelah jatuh terduduk.
(Fraktur collum femur)
2. Pincang akibat tungkai kiri melemah akibat serangan stroke (Post Stroke
3. Batuk, sesak napas, tidak demam, sulit mengeluarkan lendir. Pemeriksaan toraks foto : tamp
ak perselubungan homogen pada medial dan basal ke dua paru. (Pneumonia)
4. Nafsu makan menurun sejak 3 minggu terakhir. BB : 41 kg dan TB : 168 cm (BMI : 14,5). MN
A 15/30 (Malnutrisi)
5. Hb 9,8 gr% (Anemia)
6. 10 tahun kencing manis ( Diabetes Mellitus)
7. Tekanan darah tinggi sejak 6 tahun, TD : 180/80 mmHg (Hipertensi grade 3
8. Lutut kanan bengkak dan nyeri (Osteoarthritis)
9. Laju Filtrasi Glomerulus : 21,9. Kreatinin : 1,9 mg/dL (Chronic Kidney Disease stage 4)
10. Indeks Barthel MRS 8/20, sebelum MRS 15/20 (MRS [ketergantungan berat], sebelum MRS
[ketergantungan ringan])
11. Abbrevited Mental Test (AMT) 7/10 (Gangguan kognitif sedang)
12. Mini Mental State Examination (MMSE) 25/30 (Demensia ringan)
13. Geriatric Depresion Test (GDS) 8/10 (Kemungkinan besar depresi

SKALA PRIORITAS :

1. Nyeri dan Osteoarthritis  NSAID (mis. Celecoxib)


2. Fraktur Dilakukan proteksi saja tanpa reposisi atau imobilisasi luar àpemasangan spalak
dan mitela
3. Pneumoni Lakukan pemeriksaan darah lengkap àantibiotik spektrum luasàantibiotik sesu
ai infeksi bakteri
4. Malnutrisi DM = Diet rendah karbohidrat
Hipertensi = Diet rendah garam
Hipoalbuminemia = Diet tinggi protein
5. Hipertensi Terapi obat Angiotensin II receptor blockers (ARB)
6. DM  Rutin periksa kadar gula darah. Konsumsi obat seperti glibenklamid
7. Anemia  Berikan suplemen zat besi
8. Gangguan kejiwaan dan kognitif  Dapat di konsul ke dokter psikiater dan dokter spesialis
saraf

PERTANYAAN :

1. Apa saja faktor yang menyebabkan pasien jatuh pada scenario?


2. Apa penyebab nyeri pada pasien di scenario?
3. Apa hubungan penyakit diderita pasien dengan jatuh pada scenario?
4. Jelaskan Langkah - langkah diagnosis berdasarkan scenario!
5. Bagaimana penatalaksanaan awal sesuai scenario dan pencegahannya?
6. Perspektif islam sesuai dengan scenario!

JAWABAN :

1. Apa saja faktor yang menyebabkan pasien jatuh pada scenario?


Jawab:
Untuk dapat memahami faktor resiko jatuh, maka harus dimengerti bahwa stabilitas badan
ditentukan atau dibentuk oleh :

SISTEM SENSORIK
berperan di dalamnya adalah : visus ( penglihatan ), pendengaran, fungsi vestibuler, dan
proprioseptif. Semua gangguan atau perubahan pada mata akan menimbulkan gangguan pengli
hatan. Semua penyakit telinga akan menimbulkan gangguan pendengaran. Vertigo tipe perifer
sering terjadi pada lansia yang diduga karena adanya perubahan fungsi vertibuler akibat proses
menua. Neuropati perifer dan penyakit degenaritf leher akan mengganggu fungsi proprioseptif.
Gangguan sensorik tersebut menyebabkan hampir sepertiga penderita lansia mengalami sensasi
abnormal pada saat dilakukan uji klinik.
1) SISTEM SARAF PUSAT ( SSP )
SSP akan memberikan respon motorik untuk mengantisipasi input sensorik. Penyakit SSP sepe
rti stroke, Parkinson, hidrosefalus tekanan normal sering diderita oleh lansia dan menyebabkan
gangguan gungsi SSP sehingga berespon tidak baik terhadap input sensorik.
2) KOGNITIF
Pada beberapa penelitian, dementia diasosiasikan dengan meningkatnya resiko jatuh.
3) MUSCULOSKELETAL
Faktor ini disebutkan oleh beberapa oleh beberapa peneliti merupakan faktor yang benar – ben
ar murni milik lansia yang berperan besar terhadap terjadinya jatuh. Gangguan musculoskeletal me
nyebabkan gangguan gaya berjalan ( gait ) dan ini berhubungan dengan proses menua yang fisiolog
is. Gangguan gait yang terjadi akibat proses menua tersebut antara lain disebabkan oleh :
 Kekakuan jarungan penghubung
 Berkurangnya masa otot
 Perlambatan massa otot
 Perlambatan konduksi saraf
 Penurunan visus / lapangan pandang
 Kerusakan proprioseptif

Yang kesemuanya menyebabkan :

 Penurunan range of motio ( ROM ) sendi


 Penurunan kekuatan otot, terutama menyebabkan kelemahan ekstremias bawah
 Perpanjangan waktu reaksi
 Kerusakan persepsi dalam
 Peningkatan postural sway ( goyangan badan )

Semua perubahan tersebut mengakibatkan kelambanan gerak, langkah pendek, penurunan


irama, dan pelebaran bantuan basal. Kaki tidak dapat menapak dengan kuat dan lebih cenderung
gampang gouah. Perlambatan reaksi mengakibatkan seorang lansia susah / terlambat
mengantisipasi bila terjadi gangguan seperti terpeleset, tersandung, kejadian tiba – tiba, sehingga
memudahkan jatuh.

Secara singkat faktor risiko jatuh pada lansia dibagi dalam dua golongan besar, yaitu :

Faktor – faktor intrinik ( faktor dari dalam )


 Kondisi fisik dan neuropsikiatrik
 Penurunan visus dan pendengaran
 Perubahan neuro muskuler, gaya berjalan, dan refleks postural karena proses menua
Faktor – faktor ekstrinsik ( faktor dari luar )
 Obat – obatan yang diminum
 Alat – alat bantu berjalan
 Lingkungan yang tidak mendukung ( berbahaya )

Referensi: Martono, H.Hadi, Pranarka Kris. Geriatri ilmu kesehatan usia lanjut Edisi 5, Jakarta : B
alai penerbit FKUI, 2014. Hal 180-181

2. Apa penyebab nyeri pada pasien di scenario?

Nyeri yang dirasakan oleh pasien diakibatkan karena komplikasi yang timbul
setelah jatuh yaitu fraktur. Patah tulang merupakan komplikasi utama pada pasien
yang jatuh. Sekitar 5% hasil pada geriatri yang jatuh mengalami patah tulang dengan
tulang panggul merupakan salah satu kasus yang paling sering dikaitkan dengan
jatuh. Injuri seperti ini dapat meningkatkan angka mortalitas dalam 3-6 bulan yang
akhirnya dapat berujung kepada kematian terutama pada patah tulang panggul.

Mayoritas kejatuhan bukanlah hasil dari satu penyebab, melainkan karena


beberapa interaksi antara individu dan lingkungan. Karakteristik intrinsik dapat
mempengaruhi seseorang untuk jatuh, tetapi faktor lingkungan atau penyakit akut
sering menjadi penyebab jatuhnya. Contoh peristiwa pencetus termasuk pneumonia,
obat yang baru dimulai, rawat inap baru-baru ini, atau permukaan jalan yang tidak
aman. Dalam kasus seperti itu, individu tidak lagi dapat mengkompensasi
stressor tambahan karena gangguan fisiologis dan komorbiditas yang
mempengaruhi kejatuhan.

Dalam skenario dapat dilihat bahwa pasien telah masuk kategori


lanjut usia, pasien juga merupakan seorang perempuan yang telah
menopause dan memiliki banyak komorbid seperti hipertensi, pneumonia,
diabetes, bahkan osteoarthritis hingga osteoporosis. Hal inilah yang
meningkatkan faktor resiko jatuh pasien ditambah dengan lingkungan tempat
pasien terjatuh juga licin dan meningkatkan faktor resiko terjatuh.

Saat pasien terjatuh dengan kecepatan yang tinggi, tekanan yang


dihasilkan antara bagian panggul dari pasien dengan lantai mengakibatkan
suatu tekanan yang kuat sehingga menekan dan menimbulkan suatu
benturan. Dikarenakan tulang dari pasien sudah mengalami penurunan
densitas maka tulang pun tidak kuat menahan benturan tersebut dan akhirnya
tulang tersebut patah. Hal ini kemudia memicu nociceptors yang berada
disekitar tubuh yang berbenturan untuk mengirimkan sinyal ke pusat nyeri
diotak sehingga menimbukan rasa nyeri.

Referensi :

1. Berry SD, Kiel DP. Falls as risk factors for fracture. Marcus Feldman;
s Osteoporos. 2021;633-46

3. Apa hubungan penyakit diderita pasien dengan jatuh pada scenario?


Jawab :
a. Pneumoni
Pneumonia merupakan masalah kesehatan serius di Indonesia. Hal ini
terlihat dengan tingginya angka kematian akibat pneumonia, terutama pada
orang lanjut usia (lansia). Pada tahun 2017, lebih dari 43.000 orang di
Indonesia meninggal akibat pneumonia. Lebih dari 66% kematian akibat
pneumonia tersebut terjadi pada kelompok usia di atas 50 tahun.
Lansia merupakan kelompok yang lebih rentan terhadap penularan
berbagai penyakit infeksi, termasuk pneumonia. Paparan polutan dan asap
rokok, penyakit penyerta, serta penurunan kekebalan tubuh akibat penuaan
menjadi beberapa faktor risiko infeksi pneumonia terhadap kelompok usia
ini.Tanpa perawatan yang benar, pneumonia dapat mengakibatkan komplikasi
seperti kesulitan bernafas, infeksi aliran darah, penumpukan cairan atau nanah
di dalam atau di sekitar paru hingga kematian
Pneumonia komunitas atau community acquired pneumonia (CAP) me
rupakan salah satu masalah kesehatan yang sering dijumpai dan mempunyai d
ampak yang signifikan di seluruh dunia, terutama pada populasi usia lanjut. In
siden pneumonia komunitas dilaporkan meningkat sesuai dengan bertambahny
a usia. Pada pasien usia ≥65 tahun yang dirawat di rumah sakit, pneumonia me
rupakan diagnosis terbanyak ketiga.
Manifestasi klinis yang tidak khas seperti hilangnya nafsu makan, penu
runan status fungsional, inkontinensia urin dan jatuh bisa muncul sebagai pena
nda pneumonia pada pasien usia lanjut. Menegakkan diagnosis suatu penyakit
akibat infeksi bakteri, termasuk pneumonia pada pasien usia lanjut seringkali s
ulit. Sebab, riwayat penyakit sulit didapat dan seringkali sulit dipercaya akibat
adanya sensory loss, gangguan kognisi dan isolasi sosial. Adanya komorbidita
s merancukan pemeriksaan fisik dan tanda - tanda utama pneumonia seringkali
tidak muncul, seperti demam, batuk produktif, dan tanda-tanda konsolidasi par
u.
Sebanyak 14,3% pasien CAP usia lanjut datang dengan keluhan jatuh,
namun dalam hubungannya dengan diagnosis pneumonia tidak mencapai kem
aknaan secara statistic. Pneumonia pada pasien usia lanjut dapat bermanifestas
i sebagai jatuh akibat perubahan status mental, hipotensi postural, ataupun kele
mahan umum. Pneumonia merupakan bagian dari faktor intrinsik sistemik yan
g dapat memicu timbulnya gangguan keseimbangan dan jatuh. Beberapa pasie
n memiliki baroreseptor karotis yang sensitif dan rentan mengalami sinkop aki
bat refleks tonus vagal yang meningkat akibat batuk, mengedan, berkemih seri
ng terjadi bradikardia dan hipotensi.
b. Diabetes Melitus
Diabetes melitus menyebabkan komplikasi semakin lama durasi seseor
ang mengidap DM maka meningkatkan terjadinya berbagai macam komplikasi
baik mikrovaskuler maupun makrovaskuler sehingga dapat menyebabkan terja
dinya penurunan pada sistem keseimbangan tubuh. Menurut Montana Chronic
Disease Prevention & Health Promotion Bureau fluktuasi atau penurunan glu
kosa darah menempatkan seseorang dengan diabetes pada risiko untuk jatuh.
Komplikasi diabetes seperti neuropati ekstremitas bawah, penglihatan yang bu
ruk, maupun postural hipotensi juga meningkatkan risiko untuk jatuh. Demikia
n juga faktor-faktor lain, termasuk obat-obatan diabetes, kekuatan dan keseim
bangan tubuh, bertambahnya usia, dan lingkungan tempat tinggal berperan terj
adinya jatuh.
Penderita diabetes mengalami defisiensi insulin yang menghambat tran
sfer glukosa ke sel dalam jaringan tubuh yang menyebabkan sel kelaparan dan
terjadi peningkatan glukosa dalam darah. Hal ini menimbulkan hambatan dala
m perfusi ke jaringan otot yang akan mengakibatkan jaringan otot kurang men
dapatkan suplai oksigen dan nutrisi yang menyebabkan sel kekurangan bahan
untuk metabolisme, sehingga energi yang dihasilkan berkurang yang berdamp
ak pada timbulnya kelemahan dan lebih lanjut dapat mengakibatkan atrofi otot
Kelemahan otot menimbulkan gangguan pada keseimbangan tubuh statis mau
pun dinamis. Gangguan tersebut akan menyebabkan tubuh goyah dan labil seh
ingga meningkatkan risiko jatuh dan fraktur.
Perubahan paling awal pada sistem visual yang terdeteksi akibat
diabetes terjadi di retina yaitu menyebabkan retinopati diabetes yang merupak
an hasil dari kerusakan pada pembuluh darah kecil dan neuron retina. Ini meny
ebabkan saluran darah yang baru tumbuh diatas permukaan retina yang disebut
“neovascularization”. Saluran darah ini mudah pecah dan berdarah.Ini menyeb
abkan pendarahan bagian belakang mata dan penglihatan yang kabur dan gang
guan refraksi cahaya sehingga informasi yang dikirim ke otak terganggu, men
gakibatkan gangguan untuk mempertahankan keseimbangan tubuh.
Hiperlikemia pada penderita diabetes juga mengakibatkan gangguan pa
da sistem vestibular. Pada telinga bagian dalam terdapat organ labirin berfungs
i untuk menjaga keseimbangan, mendeteksi perubahan posisi, dan gerakan kep
ala. Di dalam aparatus vestibularis mengandung endolimfa dan perilimfa juga
mengandung sel rambut yang dapat mengalami depolarisasi dan hiperpolarisas
i tergantung arah gerakan cairan.
Aparatus vestibularis berfungsi sebagai sistem keseimbangan yang ter
diri dari tiga buah canalis semisirkularis, dan organ otolit yaitu sacculus dan u
triculus. Pada pasien diabetes mengalami produksi berlebihan extracellular m
atrix (ECM) pada jaringan penghubung antara utriculus dan sacculus.dan terja
di metabolic stress. Akumulasi ECM yang berlebihan menyebabkan gangguan
difusi oksigen, nutrisi, dan sisa metabolisme. Sistem vestibular bersama-sama
dengan mata dan propioseptif membantu dalam mempertahankan keseimbang
an fisik tubuh atau ekuilibrium. Gangguan pada sistem vestibular dapat menga
rah pada pusing dan vertigo yang dapat mengganggu keseimbangan.
Neuropati diabetes memberi dampak pada sistem saraf menyebabkan p
erlambatan hantaran saraf dan berkurangnya sensitivitas. Ini mengakibatkan te
rjadinya mati rasa, kesemutan dan nyeri pada kaki, dan meningkatkan risiko k
erusakan pada kulit akibat hilangnya sensasi dan mengarah pada gangguan sen
sorik termasuk kinestetik dan proprioseptif. Neuropati diabetes salah satu yang
menyebabkan kehilangan sensasi kinestetik dan proprioseptif yang memiliki p
eranan penting dalam persepsi dan stabilitas. Akibatnya menyebabkan terjadin
ya gangguan persepsi dan stabilitas tubuh mempertahankan posisi.
Diabetes merupakan faktor risiko utama untuk jatuh dipengaruhi oleh p
enggunaan obat-obatan dalam jangka panjang, pola jalan yang buruk, dan pen
urunan fungsi kognitif berhubungan antara diabetes dan jatuh.
c. Hipertensi
Hipertensi pada lansia disebabkan oleh perubahan struktur pembuluh darah a
kibat proses penuaan. Hipertensi yang tidak terkontrol akan menyebabkan penurunan
aliran darah ke otak sehingga terjadi hipoperfusi kronis. Hipoperfusi kronis yang berl
angsung lama akan menyebabkan iskemia dan membentuk lesi pada substansia alba y
ang dapat terdeteksi oleh Magnetic Resosnance Imaging (MRI). Substansia alba mer
upakan regio otak yang berperan dalam transmisi potensial aksi dari sistem saraf pusa
t menuju perifer. Kerusakan pada area substansia alba akan menyebabkan penurunan
kontrol keseimbangan postural pada lansia. Ketidakseimbangan postural pada lansia d
apat menyebabkan tingginya risiko jatuh dan tingginya angka mortaliltas serta morbid
itas pada kelompok tersebut. Lansia yang jatuh menunjukkan penurunan yang signifik
an dalam kekuatan otot yang dinamis di sekitar lutut dan sendi pergelangan kaki diba
ndingkan dengan orang dewasa yang lebih tua tanpa riwayat jatuh. Gaya berjalan, ket
idakseimbangan postural, dan kelemahan otot telah diidentifikasikan sebagai penyeba
b kedua untuk jatuh pada lansia.
Lansia dengan hipertensi mengalami penurunan kontrol keseimbangan dan di
sertai dengan gejala pusing. Hal tersebut merupakan efek sistemik dari hipertensi yan
g berasal dari kerusakan arteri dan sirkulasi mikro pada pusat postural keseimbangan
dalam sistem saraf pusat (SSP) yaitu otak kecil dan cochleo-vestibular system. Kontro
l tekanan darah, semakin menurun seiring dengan meningkatnya usia seseorang. Penu
runan tersebut diakibatkan oleh menurunnya sensitivitas barorefleks, aliran darah ota
k, dan konservasi natrium ginjal yang mengancam regulasi tekanan darah normal dan
perfusi serebral.
d. Stroke
Stroke adalah cedera vaskular akut pada otak dimana serangan terjadi secara
mendadak dan berat pada pembuluh-pembuluh darah otak yang mengakibatkan kemat
ian jaringan otak secara permanen. Stroke menimbulkan berbagai macam problematik
a, diantaranya: (1) gangguan sensomotorik, (2) gangguan kognitif/memori, (3) gangg
uan psikiatrik atau emosional. Salah satu problematik yang paling mendasar pada pasi
en pasca stroke adalah adanya gangguan sensomotorik. Gangguan sensomotorik pasc
a stroke mengakibatkan gangguan keseimbangan termasuk kelemahan otot, penuruna
n fleksibilitas jaringan lunak, serta gangguan kontrol motorik dan sensorik. Fungsi ya
ng hilang akibat gangguan kontrol motorik pada pasien pasca stroke mengakibatkan h
ilangnya koordinasi, hilangnya kemampuan merasakan keseimbangan tubuh dan post
ur (kemampuan untuk mempertahankan posisi tertentu).
Gangguan keseimbangan berdiri pada pasien pasca stroke berhubungan deng
an ketidakmampuan untuk mengatur perpindahan berat badan dan kemampuan gerak
otot yang menurun sehingga keseimbangan tubuh menurun. Dengan adanya problema
tik tersebut menyebabkan pasien pasca stroke mengalami gangguan dalam melakukan
aktifitas fungsional. Pada pasien pasca stroke adanya gangguan keseimbangan akan m
engakibatkan mereka sulit dalam melakukan aktivitas fisik.
e. Chronic Kidney Disease (CKD)
Penyakit Ginjal Kronis (Chronic Kidney Disease) merupakan penyakit ginjal d
imana terdapat penurunan fungsi ginjal yang selama periode bulanan hingga ta
hunan yang ditandai dengan penurunan glomerulus filtration rate (GFR) secar
a perlahan dalam periode yang lama. Tidak terdapat gejala awal pada penyakit
ginjal kronis, namun seiring waktu saat penyakit ginjal kronis memberat, akan
timbul gejala-gejala seperti: bengkak pada kaki, kelelahan, mual dan muntah,
kehilangan nafsu makan, dan kebingungan Hipertensi sering terjadi pada pasie
n CKD dengan prevalensi yang bervariasi tergantung dari penyebab CKD dan
fungsi ginjal. Secara umum penyebab dari penyakit ginjal kronis adalah penur
unan aliran darah ke ginjal yang umumnya disebabkan oleh Hipertensi , kerusa
kan sel mesangial oleh Diabetes Melitus
f. Malnutrisi
Status gizi yang kurang dapat ditandai dengan penurunan massa otot yang
merupakan penyebab langsung menurunnya kekuatan otot. Perubahan massa o
tot terjadi karena gangguan pada sintesis dan degradasi protein, yang pada usia
lanjut proses ini diperngaruhi oleh wasting yaitu proses pemecahan protein sel
(hiperkatabolisme) untuk memenuhi kebutuhan asam amino bagi sintesis prote
in dan metabolisme energi pada kondisi asupan kalori yang tidak adekuat dan
kondisi sakit, serta sarkopenia yakni penurunan massa otot dan kekuatan otot y
ang berjalan paralel pada usia lanjut yang sehat. Defisiensi vitamin D merupak
an salah satu kekurangan gizi mikro. Hal tersebut dikarenakan vitamin D berp
eran dalam pembentukkan massa dan kekuatan otot, dengan cara mempengaru
hi metabolisme sel otot melalui mediasi transkripsi gen, melalui jalur cepat ya
ng tidak melibatkan sintesis DNA, dan melalui varian alel reseptor vitamin D.
Beberapa penelitian menunjukkan bahwa vitamin D berperan dalam meningka
tkan kekuatan otot, fungsi otot, koordinasi neuromuskular, dan vitalitas secara
umum sehingga kecenderungan untuk jatuh karna ketidakseimbangan postural
menurun.
Komponen muskuloskeletal yang berperan dalam keseimbangan postural j
uga dipengaruhi oleh massa tulang. Massa tulang yang rendah dapat terjadi kar
ena kegagalan tulang untuk mencapai massa yang normal selama perkembang
annnya atau karna kehilangan massa tulang yang berlebihan. Faktor faktor sep
erti kurangnya latihan fisik, asupan vitamin D dan kalsium yang buruk, kebias
aan konsumsi alkohol dan rokok yang berlebihan, memberikan pengaruh yang
merugikan bagi massa mineral tulang. Lingkup gerak dan sendi menurun deng
an bertambahnya usia. Penurunan lingkup gerak dan sendi tersebut akan mem
pengaruhi kemampuan seseorang untuk melaksanakan aktivitas. Melemahkan
kekuatan otot akibat inaktivitas, tidak digunakannya otot, dan deconditioning
dapat berperan pada terjadinya gangguan cara berjalan serta kemampuan mem
perbaiki posisi setelah kehilangan keseimbangan.
g. Anemia
Seseorang lansia dikatakan menderita anemia apabila konsentrasi hemogl
obin pada orang tersebut lebih rendah dari nilai normal hemoglobin yang sesu
ai dengan jenis kelamin dan umur dari orang tersebut. Oleh Badan Kesehatan
Dunia (WHO: World Health Organization) telah ditetapkan batasan anemia ya
itu untuk wanita lansia apabilah konsentrasi hemoglobinnya di bawah 12 gr/dL
(7,5 mmol/L) dan untuk pria lansia apabilah konsentrasi hemoglobinnya di ba
wah 13 gr / dL (8,1 mmol / L).Secara fisiologis, anemia terjadi apabila terdapa
t kekurangan jumlah hemoglobin untuk mengangkut oksigen ke jaringan sehin
gga tubuh akan mengalami hipoksia. Anemia pada lanjut usia dapat disebabka
n oleh berbagai macam faktor, antara lain genetik, defisiensi vitamin, defisiens
i besi, dan penyakit lain. Penyebab anemia yang paling umum pada lanjut usia
adalah penyakit kronik, termasuk inflamasi kronik, keganasan, dan infeksi kro
nik.
Gejala anemia disebut juga sebagai sindrom anemia atau Anemic syndrom
e. Gejala umum anemia atau sindrom anemia adalah gejala yang timbul pada s
emua jenis Anemia pada kadar hemoglobin yang sudah menurun sedemikian r
upa di bawah titik tertentu. Gejala ini timbul karena anoksia organ target dan
mekanisme kompensasi tubuh terhadap penurunan hemoglobin. Gejala-gejala t
ersebut apabila diklasifikasikan menurut organ yang terkena adalah:
a) Sistem Kardiovaskuler: lesu, cepat lelah, palpitasi, takikardi, sesak napas sa
at beraktivitas, angina pektoris, dan gagal jantung.
b) Sistem Saraf: sakit kepala, pusing, telinga mendenging, mata berkunang-ku
nang, kelemahan otot, iritabilitas, lesu, serta perasaan dingin pada ekstremitas.
c) Sistem Urogenital: gangguan haid dan libido menunm.
d) Epitel: wama pucat pada kulit dan mukosa, elastisitas kulit menurun,
serta rambut tipis dan halus.

Refferensi :
1. Setiati s, Laksmi PW. Gangguan keseimbangan, jatuh dan fraktur. Dalam: Sudoyo AW, Setyo
hadi B, Alwi I, Kolopaking MS, Setiati S, editor. Buku ajar ilmu penyakit dalam edisi ke-4. Ja
karta: Pusat Penerbitan Ilmu Penyakit Dalam; 2006. hal.1388-96
2. Pramita, Indah. 2017. Pengaruh Latihan Stabilisasi Postural Terhadap Keseimbangan Statis
Dan Dinamis Pada Pasien Pasca Stroke. Jurnal Kesehatan Terpadu Universitas Udhayana. Ba
li
3. Shen S, He T, Chu J, Jin H, Chen X. Uncontrolled hypertension and orthostatic hypotension in
relation to standing balance in elderly hypertensive patients. Dovepress. 2015; (10):897–906
4. Fatmah. Gizi Usia Lanjut. Jakarta: Erlangga; 2013.

5. Sigit 2013 . Karakteristik Penderita Anemia pada lasia dibagian Penyakit Dalam RS Muhamm
adiyah Palembang
6. Lannisa Vania 2019 .Karakteristik Chronic Kidney Diseases . Fakultas Kedokteran Udayana
Bali

7. Jelaskan Langkah - langkah diagnosis berdasarkan scenario!


Jawab :

a. Anamnesis

Hal pertama yang dilakukan adalah bertanya mengenai identitas lalu melangkah ke
alasan kunjungan atau keluhan utama pasien. Anamnesis dilakukan baik terhadap
penderita ataupun saksi mata jatuh atau keluarganya. Anamnesis meliputi pertanyaan
seputar jatuh: mencari penyebab jatuh misalnya terpeleset, tersandung, berjalan,
perubahan posisi badan, waktu mau berdiri dari jongkok, sedang makan, sedang buang
air kecil atau besar, sedang batuk atau bersin, sedang menoleh tiba-tiba atau aktivitas
lain. Selain itu, kita juga menanyakan gejala yang menyertai seperti nyeri dada,
berdebar-debar, nyeri kepala tiba-tiba, vertigo, pingsan, lemas, konfusio, inkontinensia,
sesak nafas atau penyakit yang relevan terhadap kejadian jatuh seperti pernah stroke,
parkinson, osteoporosis, sering kejang, penyakit jantung, rematik, depresi, defisit
sensorik dan juga menanyakan riwayat kesehatan pasien dalam hal ini seperti riwayat
oprasi, riwayat-riwayat penyakit seperti diabetes mellitus dan hipertensi, dan juga
masalah kesehatan keluarga/keturunan. Tidak lupa kita juga menanyakan bagaimana
riwayat pola makan dan minum pasien, pola tidur, pola BAB dan BAK, dan aktivitas
sehari-hari pasien. Selain itu, harus dilakukan review obat-obatan yang diminum
misalnya antihipertensi, diuretik, antidepresan, hipnotik, analgesic, psikotropik serta
mereview keadaan lingkungan tempat kejadian jatuh dan hubungan antar keluarga.
b. Pemeriksaan fisik

Pemeriksaan fisik yang dilakukan meliputi pemeriksaan keadaan umum/derajat


kesadaran, pemeriksaan tanda vital: tekanan darah, nadi, pernafasan, suhu badan.
Pengukuran tinggi badan, berat badan, lingkar lengan atas dan juga menghitung IMT
pasien. Pada pemeriksaan fisik ini yang pertama dilakukan adalah melakukan inspeksi.
Pada pasien yang datang dengan keluhan jatuh dilakukan pemeriksaan sistematik
mengenai kebersihan diri pasien meliputi rambut, kulit kepala, telinga, kulit, dan kuku
tampak bersih atau tidak. Perhatikan apakah terdapat lesi atau tidak. Lihat apakah
perkembangan paru simetris dan melakukan auskultasi pada paru dan jantung.; kepala
dan leher meliputi penurunan visus, penurunan pendengaran, distensi vena jugular,
gerakan yang menginduksi ketidakseimbangan; jantung (aritmia, kelainan katup),
neurologi (perubahan status mental, defisit fokal, neuropati perifer, kelemahan otot,
instabilitas, kekakuan, tremor), dan musculoskeletal (perubahan sendi, pembatasan gerak
sendi, deformitas). Penurunan sistem muskuloskeletal pada lansia mengakibatkan lansia
mudah mengalami jatuh yang dapat menimbulkan komplikasi seperti cedera kepala,
cedera jaringan lunak, sampai dengan patah tulang/fraktur.

c. Pemeriksaan peunjang

a. Nyeri Pada Pangkal Paha Setelah Jatuh Terduduk

1) Pemeriksaan radiologi (X-Ray) AP atau PA dan lateral

2) CT-scan dilakukan apabila pemeriksaan radiografi tidak mencapai kebutuhan


diagnosis

3) Pemeriksaan Laboratorium : Alkalin fosfat, Kalsium serum dan fosfor serum.

4) Elektromiografi: terdapat kerusakan konduksi saraf yang diakibatkan fraktur

b. Immobilitas (KATZ G)

Profil lipid darah (kolesterol, LDL, HDL, trigliserida), darah rutin, GD I / II, HbA1c, X-
foto thoraks

c. Hipertensi grade II

Profil lipid, GD I/II, asam urat, kimia klinik,

d. Diabetes Mellitus 2 ( tidak terkontrol )

Pasien pada skenario dapat dikatakan menderita DM tipe 2 tidak terkontrol, karena pada
skenario dikatakan pasien mengkonsumsi glibenclamid 5mg secara teratur tapi pada
hasil pemeriksaan GDP dan GD2PP, hasilnya menunjukkan bahwa pasien mengalami
hiperglikemi. Untuk penanganan awal kita dapat melakukan koreksi dosis obat yang
diberikan sebelumnya kemudian jika tidak ada perubahan bias kita ganti obatnya. Selain
itu beberapa cara penanganan awal untuk pasien diabetes melitus :

e. Osteoarthritis

Radiologi, analisis cairan sendi

f. CKD stage 4

Pada CKD, diperlukan pemeriksaan lab dan diagnostik. Pemeriksaan lab pada klien
dengan CKD dilakukan dengan pengambilan sampel darah dan urin. Pada pengambilan
sampel darah komponen yang diperiksa terdiri dari BUN, Cr, GFR, CBC, ABGs,
elektrolit, protein terutama albumin, dan osmolalitas serum. Sementara, untuk
pengambilan sampel urin ialah untuk melihat karakteristik urin, proteinuria, Cr Protein,
osmolalitas urin, dan Cr clearance.

Referensi :

1. Sonatha, Betty. 2013. Analisis Praktik Klinik Keperawatan Kesehatan Masyarakat


Perkotaan Pada Bapak S (92 Tahun)Dengan Masalah Risiko Jatuh Di Wisma
Cempaka Sasana Tresna Werdha Karya Bhakti Cibubur. Universitas Indonesia
2. Kee L. J. Pedoman Pemeriksaan Laboratorium dan Diognostik Edisi 6. Jakarta: EGC.
2007
3. Buku Ajar Gangguan Muskuloskeletal. Edisi 2. 2016
4. Risiko Jatuh di Teras dan Kamar Mandi Rumah Lansia, Studi Kasus: Yogyakarta.
Stefani Natalia Sabatini. 2016
5. Setiati, S. Gangguan Keseimbangan, Jatuh dan Fraktur dalam Ilmu Penyakit Dalam
Jilid 3 Edisi IV. Jakarta: Badan penerbit Interna. 2015.p. 3755

8. Bagaimana penatalaksanaan awal sesuai scenario dan pencegahannya?


Jawab:
a. Diabetes Melitus tipe II
 Pasien pada skenario dapat dikatakan menderita DM tidak terkontrol, karena pada sk
enario dikatakan pasien mengkonsumsi glibenclamid 5mg secara teratur tapi pada has
il pemeriksaan GDP dan GD2PP, hasilnya menunjukkan bahwa pasien mengalami hi
perglikemi
GDP : 128 mg/dl  meningkat (DM jika > 126 mg/dl)
GD2PP : 269 mg/dl  meningkat (DM jika > 200 mg/dl)
beberapa cara penanganan awal untuk pasien diabetes melitus :

 lifestyle modification :
 Pengaturan makan
 Latihan
 Penyuluhan
 Dibantu mengingatkan untuk konsumsi obat secara teratur
 memberikan hyperglikemik lowering agents
Glinid : repaglinid dan nateglinid
Biguanid : metformin
Metformin adalah agen lini pertama untuk DM tipe 2, metformin aman dan efektif ba
gi pasien lansia karena tidak menyebabkan hipoglikemia. Namun, obat ini dikontrain
dikasikan pada pasien dengan insufisiensi ginjal tahap lanjut dan digunakan secara ha
ti-hati pada pasien dengan gangguan fungsi hati atau gagal jantung karena meningkat
kan risiko asidosis laktat.
-glucosidase inhibitor : acarbose
Thiazolidinedione : pioglitazone
Obat golongan ini harus digunakan dengan sangat hati-hati pada pasien lansia dengan
gagal jantung kongestif dan pasien lansia yang memiliki risiko tinggi terjatuh atau pat
ah tulang
Dpp - 4 inhib : vildagliptin, sitagliptin, saxagliptin
Obat golongan DPP-IV inhibitor memiliki risiko hipoglikemia minimal, namun harga
obat yang mahal
 Insulin
Terapi insulin bergantung pada kemampuan pasien untuk menyuntikkan insulin s
endiri atau dengan bantuan pengasuh. Dosis insulin harus dititrasi untuk memenuhi ta
rget glikemik individual dan untuk menghindari hipoglikemia. Terapi injeksi insulin b
asal yang diberikan sekali per hari dikaitkan dengan efek samping minimal dan mung
kin merupakan pilihan yang baik. Penggunaan insulin dengan dosis lebih dari sekali p
er hari mungkin terlalu rumit untuk pasien lansia

b. Malnutrisi
Pada skenario didapatkan bahwa pasien mengalami penurunan nafsu makan yang cu
kup lama sehingga menyebabkan terjadinya malnutrisi, disamping hal tersebut ditemu
kan pula riwayat penyakit metabolik yaitu hipertensi dan diabetes melitus. Adapun ter
api gizi yang dapat diberikan :
 Diet Garam Rendah:
Membantu menghilangkan retensi garam atau air dalam jaringan tubuh dan menurunk
an tekanan darah pada pasien hipertensi
Bahan Makanan yang dianjurkan adalah sebagai berikut:
Sumber Karbohidrat: beras, kentang, singkong, terigu, tapioca, hunkwe, gula
Sumber protein hewani: Daging dan ikan maksimal 100 g sehari
Sumber protein nabati: Semua kacang-kacangan dan hasilnya yang diolah dan dimasa
k tanpa garam dapur.
Sayuran: Semua sayuran segar
Buah-buahan: buah-buahan segar
Lemak: Minyak goreng, margarin, dan mentega tanpa garam.
Minuman: teh, kopi
 Diet Penyakit Diabetes Melitus
Tujuan

1. Membantu pasien memperbaiki kebiasaan makan dan olahraga untuk mendapatkan co


ntrol metabolic yang baik
2. Mempertahankan kadar glukosa darah supaya mendekati normal dengan menyeimban
gkan asupan makanan dengan insulin (endogenous atau exogenous), dengan obat pen
urun glukosa oral dan aktivitas fisik.
3. Mencapai dan mempertahankan kadar lipid serum normal
4. Memberi cukup energy untuk mempertahankan atau mencapai berat badan normal.
5. Menghindari atau menangani komplikasi akut pasien yang menggunakan insulin sepe
rti hipoglikemia, komplikasi jangka pendek, dan jangka lama serta masalah yang berh
ubungan dengan latihan jasmani
6. Meningkatkan derajat kesehatan secara keseluruhan melalui gizi yang optimal.

Bahan makanan yang dianjurkan untuk diet Diabetes Melitus adalah sebagai
berikut:
Sumber karbohidrat kompleks, seperti nasi, roti, mi, kentang, singkong, ubi, dan sagu
Sumber protein rendah lemak, seperti ikan, ayam tanpa kulit, susu skim, tempe, tahu,
dan kacang-kacangan
Sumber lemak dalam batas jumlah terbatas yaitu bentuk makanan yang mudah dicern
a. Makanan terutama diolah dengan cara dipanggang, dikukus, direbus dan dibakar.
Penggunaan gula murni dalam minuman dan makanan tidak diperbolehkan k
ecuali jumlahnya sedikit sebagai bumbu
Asupan serat dianjurkan 25 gr/hari
Cukup vitamin dan mineral.
Refferensi :

1. Faqih, Daeng M dkk. 2013. Panduan Klinis Bagi Dokter Di Fasilitas Pelayanan Kesehatan Primer Edisi
I. Jakarta: IDI. Hal. 251-252. 475-479.
2. Vaughan, Asbury.2013. General Opthalmologi Edisi 17.Jakarta: Penerbit Fakultas Kedoteran Univer
sitas Indonesia. Hal 157
3. Agung Prasetyo 2019 Tatalaksana Diabetes Melitus pada Pasien Geriatri .Fakultas Kedokteran, Univer
sitas Tanjungpura
4. Bppdsmk. Kemenkes. Bahan ajar gizi. Dietik penyakit tidak menular

Hipertensi

Pasien pada skenario ini sudah 10 tahun terkena DM, yang dapat
menyebabkan hipertensi. Di skenario juga didapatkan tekanan darah pasien 180/80
mmHg. Hipertensi yang tidak diobati dengan teratur menyebabkan stroke, dan stroke
menyebabkan gangguan jalan.

Penatalaksanaa hipertensi terkini joint national committee VII


merekomendasikan konsep yang terbaru yaitu:

1. Pasien dengan tekanan darah sistolik 120-139 mmHg dan tekana darah sistolik 80-
89 hanya memerlukan penatalaksanaa nonfarmakologis dengan cara memodifikasi
gaya hidup.
2. Pasien yang tidak memiliki komplikasi hipertensi, diperlukan penatalaksanaa seca
ra farmakologis dengan diberikan golongan diuretik atau bisa juga diberikan obat
dari golongan lain
3. Sebagian besar pasien hipertensi memerlukan obat kombinasi antihipertensi, salah
satunya adalah obat dari golongan diuretik tiazid.
4. Kebanyakan pasien hipertensi memerlukan 2 atau lebih pengobatan untuk mencap
ai tekanan darah kurang lebih 20/10 mmHg di atas tekanan darah yang diinginkan.
5. Golongan ACE inhibitor sendiri atau kombinasi dengan golongan diuretik masih
merupakan terapi pilihan yang terbaik untuk pasien dengan hipertensi yang sudah
mengalami kompilkasi jantung.

Non farmakologi:

 Jaga berat badab ideal


 Menbatasi alkohol
 Olahraga teratur sesuai dengan kondisi tubuh
 Mengurangi asupan natrium (<100 mmol Na, atau 2, g Na, atau 6 g NaCl/hari)
 Mempertahankan asupan kalium (90 mmol/hari), kalsium dan magnesium yang ad
ekuat.
 Berhenti merokokkurangi asupan lemak jenuh dan kolesterol dalam makanan.

Farmakologi:

Obat-obat antihipertensi:

1. Diuretik
Cara kerja: meningkatkan ekskresi natrium, klorida dan air sehingga volume plasma d
an cairan ekstrasel
Untuk terapi jangka panjang pengaruh utama adalah mengurangi resistensi perifer
Terdapat beberapa golongan, yaitu:
Diuretik Tiazid dan sejenisnya:
hidroklorotiazid (HCT) tab 25 dan 50 mg, kortalidonn tab 50 mg, bendroflumentiazid
tab 5 mg, indapamid tab 2,5 mg, xipamid tab 20 mg.
Diuretik kuat: furosemid tab 40 mg
Diuretik hemat kalium: amilorid tab 5 mg, spironolakton tab 25 dan 100 mg.
Efek samping : hipotensi dan hipokalemi
2. Penghambat adregenik
Efektif untuk menurunkan denyut jantung dan curah jabtubg, serta menurunkan sekres
i renin
Kontraindikasi bagi pasien gagal jantung kongestif
Terdiri dari golongan:
Penghambat adrenoreseptor a/ a-bloker: terazosin, doxozosin,prazosin
Penghambat adrenoreseptor b/ b-bloker: propanolol. Asebutolol, atenolol, bosoprolol
Penghambat adrenoreseptor a dan b: labetalol
3. Vasodilator
Natrium nitroprusid, hidrazilin

Frakur

Pada skenario didapatkan pasien dengan keluhan nyeri pada pangkal paha
kanan dan sangat nyeri bila digerakkan sehingga tidak bisa berjalan dan kemungkinan
pasien mengalami fraktur.
Perawatan sebelum di rumah sakit:

Perawtan sebelum di rumah sakit pada pasien dengan keluhan nyeri panggul
harus berupa imonilisasi di tempat tidur.

Pada pasien dengan multipe fraktur lakukan basic life support (ABC) dan
imobilisasi vertebra servikal jika diperlukan.

Jika terdapat fraktur atau deformitas yang nyata pada femur, lakukan belat
tarik (traction splint) dab pasang jalur intravena untuk hidrasi.

Jika pasien mengalami takikardi dan hipotensi, berikan bolus cairan kristaloid
dan berikan oksigen secara adekuat.

Penatalaksanaan impacted fraktur :

Pada collum femoris, periosteumnya sangat tipis sehingga daya


osteogenesisnya sangat kecil., sehingga seluruh penyambungan tulang collum femoris
boleh dikatakan tergantung pada pembentukan kalus endosteal. Lagipula aliran
pembuluh darah yang melewati collum femoris pada fraktur collum femoris dapat
mengalami kerusakan. Lebih lebih lagi terjadi hemarthosis akan menyebabkan aliran
darah sekitar fraktur tertekan alirannya. Maka mudah dimegerti apanila terjadi fraktur
intrakapsuler dengan dislokasi akan memeungkinkan terjadinya avaskuler nekrosis.

Pemeriksaan radiologi:

X-ray

Gambaran radiologis menunjukkan patah tulang leher femur dengan dislokasi


pergeseran ke cranial atau impaksi kedalam kaput. Diperlukan proyeksi
anteroposterior dan lateral, kadang kadang diperlukan proyeksi axial. Pada proyeksi
anteroposterior kadang-kadang tak jelas ditemukan fraktur (pada kasus yang
impacted). Untuk itu perlu ditambahkan dengan pemeriksaan proyeksi axial.

Jika fraktur tidak jelas, lihat adanya perubahan garis Sheton dan bandingkan
dengan sisi panggul yang lain. Sebagai tambahan, periksa sudut collum dan batang
femur, yang diperoleh dengan mengukur sudut yang digambarkan oleh garis yang
melalui pertengahan batang femur dan collum femoris. Sudut ini harus sekitar 120-
130 o.
Pada pasien yang diduga kuat mengalami fraktur coluum femoris, tetapi pada
foto x-ray hasilnya negatif, maka proyeksi AP dengan rotasi interna memberikan
gambaran yang lebih baik dari collum femoris.

MRI dan bone scan

Jika dengan foto x-ray didapatkan hasil negatif dan pasien diduga mengalami
fraktur panggul. MRI dan bone scan memiliki sensifitas tinggi badan dalam
mengidentifikasi trauma tersembunyi. MRI 100% sensitif pada pasien dengan x-ray
yang tidak jelas. Dulu bone scan tidak akurat sebelum 48-72 jam setelah fraktur ,
tetapi ada satu penelitian yang menemukan sensifitas 93% tanpa memeprhatikan
waktu trauma, termasuk fraktur yang kurang dari 24 jam.

Medikasi

Analgetik

Mengontrol nyeri adalah penting untuk kenyamanan pasien. Analgetik yang


dapat diberikan:

 Morfin sulfat
Diberikan secara intravena dibagi dalam beberapa dosis dan biasanya diberikan se
cara titrasi sampai efek diinginkan tercapai. Untuk dewasa: dosisl awal 0,1 mg/kg IV/I
M/SC, dosis maintenance 5-20 mg/kg IV/IM/SC. Pada pasien dengan hipovolemik rel
ative, mulai dengan 2 mg/iv/im/sc. Kontraindikasinya yaitu riwayat hipersensitif dan
hipotensi.
 Fentanil sitrat
Dosis untuk dewasa 0,5-1 mg/kgbb/dose iv/im q 30-60 menit. Kontaindikasi sama
dengan morfin sulfat
Antibiotik

 Sefazolin
Dosis untuk dewasa 2 g iv/im q6-12h tidak melebihi 12 g/day.kontaindikasi adalah ri
wayat hipersensitif.
 Gentamisin
Dosis untuk dewasa 1,5 mg/kgbb/iv tidak melebihi 80 mg. Kontraindikasinya hiperse
nsitif dan gangguan fungsi ginjal.
 Ampisilin
Dosis untuk dewasa 2 g/ iv/im. Kontraindikasi riwayat hipersensitif.
 Vankomisin
Dosis untuk dewasa 1 g/iv. Digunakan bersama dengan gentamisin untuk pencegahan
pada fraktur terbuka pada pasien yang alergi penisilin.

Stroke

Singkirkan kemungkinan koagulopati: pastikan hasil masa protrombin dan


masa tromboplastin parsial adalah normal. Jika masa protrombin memanjang, berikan
plasma beku segar 4-8 unit intravena setiap jam dan vitamin k 15 mg intravena
bolus, kemudian 3 kali sehari 15 mg subkutan sampai masa protrombin normal.

Referensi:

Nuhonni, Siti Amsia. Pedoman Penatalaksanaan Stroke Masa Kini.101


Bandar Lampung.

Hazzard, william R., et all. Principles of Geriatric Medicine and Gerontology


4nd edition. 2010, New York, Mc Graw- Hill. Inc Health Prefessions Division.

Suhardjono, Naskah Lengkap The 11th Jakarta: Hipertensi pada Usia Lanjut.
PERNEFRI ( Perhimpunan Nefrologi Indonesia), Jakarta-Indonesia: Edisis 1. Cetakan
1, 2011: 113-116.

Pencegahan

Pencegahan jatuh berulang pada skenario


Jatuh bukan merupakan konsekuensi dari lanjutnya usia, oleh karena itu dapat
dilakukan pencegahan. Berdasarkan guideline dari American Geriatric society, British
Geriatric Society dan American Academy of Orthopedic Surgeon Panel on Fall Prevention
merekomendasikan bahwa pasien lanjut usia harus dilkakukan skrening jatuh setiap tahun
dengan evaluasi yang mendalampada individu yang pernah mengalami kejadian jatuh baik
sekali atau berulang. Pada pasien lansia yang baru pertama kali jatuh harus dilakukan
pemeriksaan gaya berjalan dan jatuh berulang dilakukan asesmen tentang obat-obatan yang
digunakan, fungsi penglihatan, pemeriksaan gaya berjalan dan keseimbang, fungsi
ekstremitas bawah, fungsi neurologi dan kardiovaskular.
Usaha pencegahan merupakan langkah yang harus dilakukan karena bila sudahterjadi
jatuh pasti terjadi komplikasi, meskipun ringan tetap memberatkan.
Ada 3 usaha pokok untuk pencegahan ini, antara lain:
1. Identifikasi faktor resiko
Pada setiap lansia perlu dilakukan pemeriksaan untuk mencari adanya fator instriksi
resiko jatuh,perlu dilakukan asesmen keadaan sensorik, neurologi, musculoskeletal dan
penyakit sistemik yang sering mendasari/ menyebabkan jatuh.
Keadaan lingkngan rumah yang berbahaya dan dapat menyebabkan jatuh harus
dihilangkan. Penerangan rumah harus cukup tetapi tidak menyilaukan. Lantai rumah harus
datar,tidak licin, bersih dari benda – benda kecil yang susah dilihat. Peralatan rumah tangga
yang sudah tidak aman ( lapuk, dapat bergeser sendiri) sebaiknya diganti,peralatan rumah ini
sebaiknya diletakkan sedemikian rupa sehingga tidak mengganggu jalan/ tempat aktivitas
lansia. Kamar mandi dibuat tidaklicin sebaiknya diberi pegangan pada dindingnya pintu yang
mudah dibuka. WC sebaiknya dengan kloset duduk dan diberi pegangan di dinding.
Banyak obat – obatan yang berperan terhadap jatuh. Mekanisme tersering termasuk
sedasi,hipotensi ortostatik, efek ekstra piramidal, miopati dan gangguan adaptasi visual pada
penerangan yang redup, Obat- obatan yang menyebabkan sedasi diantaranya golongan
benzodiapin, SSRI( Selektive serotonin reuptake inhibitor). Obat-obatan yang menyebabakan
hipotensi ortostatik seperti antihipertensi, antiangina, obat antiparkinson, trisiklik
antidepresan dan antipsikotik, SSRI. Obat- obatan yang menyebabkan miopati, obat-obatan
yang menyebabkan miosis, . Pada pasien dengan obat yang banyak/polifarmasi rentan pula
mempengaruhi kesimbangan.
Alat bantu berjalan yang dipakai lansia baik berupa tongkat, tripod krukatau walker
harus dibuat dari bahan yang kuat tetapi ringan, aman dan tidak mudah berseger serta sesuai
dengan ukuran tinggi badan lansia.
Penialaian pola berjalan (gait)
2. Penilaian Pola Berjalan dan Keseimbangan
A. Penilaian pola berjalan secara klinis
Salah satu bentuk aplikasi fungsional dari gerak tubuh adalah pola jalan.
Keseimbangan ,kekuatan, dan fleksibilitas diperlukan untuk mempertahankan postur
yang baik. Ketiga elemen itu merupakan dasar untuk mewujudkan pola jalan yang
baik pada setiap individu. Pola jalan dibagi menjadi 2 fase yaitu:
1) Fase pijakan (stance phase)
Fase ini adalah fase dimana kaki bersentuhan dengan pijakan . Fase ini 60 persen
dari durasi berjalan yang dibagi menjadi 3 yaitu:
a. Heal stroke yaitu saat tumit salah satu kaki menyentuh pijakan
b. Mid stance yaitu saat kaki menyentuh pijakan
c. Push offyaitu saat kakimeninggalkan pijakan
2) Fase dimana kaki tidak meneyentuh pijakan (Swing phase)
Fase ini 40 persen dari durasi berjalan yang dibagi menjadi 3 yaitu :
a. Acceleration Yaitu saat kaki ada didepan tubuh.
b. Swing though yaitu saat kaki berayun ke depan
c. Deselration yaitu saat kaki kembali brsentuhan dengan pijakan
Dalam pola jalan lansia ada beberapa perubahan yang mungkin terjadi, diantaranya
sebagai berikut :

1. Sedikit ada rigiditas pada anggota gerak terutama anggota atas lebih dari anggota
gerak bawah. Rigiditas akan hilang apabilatubuh bergerak
2. Gerakan otomatis menurun, amplitude dan kecepatan berkurang, seperti hilangnya
anyunan tangan saat berjalan.
3. Hilangnya kemampuan untuk memanfaatkan gravitasi sehingga kerja otot
meningkat
4. Hilangnya ketepatan dan kecepatan otot , khususnya otot penggerak sendipanggul
5. Langkah lebih pendek agar merasa lebih aman
6. Penurunan perbandingan antara fase mengayun terhadap fase menumpu
7. Penurunan rotasi badan terjadi karena efek sekunder kekakuan sendi
8. Penurunan ayunan tungkai saat fase mengayun
9. Penurunan sudut antara tumit dan lantai
10. Penurunan irama jalan
11. Penurunan rotasi gelang bahu dan panggul
12. Penurunan kecepatan ayunan lengan dan tungkai
B. Penilaian keseimbangan
Pemeriksaan keseimbangan seharusnya dilakukan saat berdiri secara statis dan
dinamik, termasuk pemeriksaan kemampuan untuk bertahan terhadap ancaman baik
internal dan eksternal. Pemeriksaan statis termasuk lebar cara berdiri sendiri dan cara
berdiri sempit dengan kedua kaki yang nyaman tanpadukungan ekstremitas atas,
diikuti oleh beridiri dengan mata tertutup untuk menghilangkan pengaruh visual untuk
penderita ganggua keseimbangan. Penghilangan input visual saat beridiri dengan kaki
menyempit (Tes Romberg) membutuhkan informasi somato sensorik dan vestibular,
sehingga meningkatkan goyangan menandakan adanya masalah senori perifer dan
vestibuler. Bagi lansia yang dapat melakukan tes Romberg dengan baik, tesstatis yang
lebih sulit seperti semitandem, tandem dan satu kaku yang terangkat dapat dilakukan.
Kemamuan untuk mempertahakan postur berdiri sebagai respon gangguan
internal dapat dilakukan dengan meminta pasien untuk melakukan tes pencapaian
fungsionlal. Tes dinamik respon tubuh untuk gangguan eksternal dapat dilakukan jika
penderita lansia telah mampu untuk melakukan tes keseimbangan statis lebar tanpa
menggunakan alat bantu atau bantun ekstremitas atas. Tesrefleks yang benar.
pemeriksaan berdiri dibelakang pasien yang diminta untuk menarik atau mendorong,
dan beraksi untukmemepertahankan tetap berdiri.Pemeriksaaa kemudian secara cepat
mendorong pelvis pasien pada bagian sambil menjaga pasien secara dekat . Kekuatan
dorongan dengan amplitude yang cukup untuk mengubah pusat massa keluar dari
dasar landasan pasien.Responn yang khas, satu kaki akan berpindah kebelakang
secara cepat tanpa bantuan eksterimitas atasau bantuan pemerisa. Respon yang
abnormal disebut reaksi balok kayu/ timber reaction yang mana tidak ada usaha
untukmenggerakkan kaki dan diperikirakan adanya deficit system nervous
sentral,sering bersama dengan komponen ekstrapiramidal.
3. Mengatur / mengatasi faktor situasional
Faktor situasional bersifat serangan akut penyakit yang diderita lansia dapat
dicegah dengan pemeriksaan rutn kesehatan lansia secara periodic. Faktor situasional
bahaya lingkungan dapat dicegah dengan mengusahakan perbaikan lingkungan seperti
tersebut diatas. Faktor situasional yang berupa aktivitas fisik dapat dibatasi sesuai
dengan kondisi kesehatan penderita. Perlu diberitahukan pada penderita aktifitas fisik
seberapa jauh yang aman bagi penderita, aktifitas tersebut tidak melampaui batasan
yang diperbolehkan baginya sesuai hasil pemeriksaan fisik. Bila lansia sehat dan tidak
ada batasan aktifitas fisik, maka dianjurkan lansia tidak melakukan aktifitas fisik yang
sangat melelahkan atau beresiko tinggi untuk terjadinya jatuh.
Referensi:
1) Soegondo, Sidartawan. 2015 Farmakoterapi pada pengendalian glikemia diabetes
melitus tioe 2. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, jilid II edisi VI. Jakarta : Interna
Publishing.
‫‪Boedhi-Darmojo. 2010. Buku ajar Geriatri (ilmu kesehatan usia lanjut).Edisi‬‬
‫‪4. Jakarta : Balai penerbit FK UI. hal 185-189‬‬

‫‪6.‬‬ ‫‪Perspektif‬‬ ‫‪islam‬‬ ‫‪sesuai‬‬ ‫‪dengan‬‬ ‫!‪scenario‬‬


‫‪Jawab: Q.S. Al-Isra ayat 23-24‬‬

‫سا ًن ۚا ِإ َّما َي ْبلُ َغنَّ‬


‫ض ٰى َر ُّب َك َأاَّل َت ْع ُبدُوا ِإاَّل ِإ َّياهُ َو ِبا ْل َوالِ َد ْي ِن ِإ ْح َ‬
‫۞و َق َ‬
‫َ‬
‫ف َواَل َت ْن َه ْر ُه َما َوقُل‬ ‫عِن َد َك ا ْل ِك َب َر َأ َح ُد ُه َما َأ ْو ِكاَل ُه َما َفاَل َتقُل َّل ُه َما ُأ ٍّ‬
‫َّل ُه َما َق ْواًل َك ِري ًما ﴿‪﴾23‬‬
‫الر ْح َم‪ِ pp‬ة َوقُ‪pp‬ل َّر ِّب ْار َح ْم ُه َم‪pp‬ا َك َم‪pp‬ا‬ ‫ِض َل ُه َم‪pp‬ا َج َن‪pp‬ا َح ال‪ُّ pp‬ذل ِّ مِنَ َّ‬ ‫اخف ْ‬ ‫َو ْ‬
‫ِيرا ﴿‪﴾24‬‬ ‫صغ ً‬ ‫َر َّب َيانِي َ‬
Artinya:

23. Dan Tuhanmu telah memerintahkan agar kamu jangan menyembah selain Dia dan
hendaklah berbuat baik kepada ibu bapak. Jika salah seorang diantaranya atau kedua-
duanya sampai berusia lanjut dalam pemeliharaanmu, maka sekali-sekali janganlah
engkau mengatakan kepada keduanya perkataan “ah” dan janganlah engkau membentak
keduanya, dan ucapkanlah kepada keduanya perkataan yang baik.

24. Dan rendahkanlah dirimu terhadap keduanyan dengan penuh kasih sayang dan
ucapkanlah, “Wahai Tuhanku! Sayangilah keduanya sebagaimana mereka berdua telah
mendidik aku pada waktu kecil”

You might also like