Professional Documents
Culture Documents
Laporan 8a Modul 3 Jatuh
Laporan 8a Modul 3 Jatuh
LAPORAN PBL
MODUL JATUH
Kelompok: 8A
Disusun Oleh:
Lidiana (11020180098)
Fitriah (11020180015)
FAKULTAS KEDOKTERAN
MAKASSAR
2021
SKENARIO 3
Anamnesis : Seorang perempuan umur 67 tahun masuk rumah sakit dengan keluhan nyeri pada
pangkal paha kanan dan sangat nyeri bila digerakkan sehingga tidak bisa berjalan. Keadaan ini
dialami sejak 7 hari yang lalu setelah jatuh terduduk oleh karena menginjak keset kaki di depan
kamar mandi. Sejak 5 tahun terakhir ini kalau berjalan agak pincang oleh karena tungkai kiri
melemah akibat serangan stroke. Beberapa hari terakhir ini sebelum jatuh, penderita terdengar
batuk-batuk dan sesak napas, tetapi tidak pernah demam dan sulit sekali mengeluarkan lendir. Nafsu
makan juga sangat menurun sejak 3 minggu terakhir ini. Riwayat penyakit selama ini sejak 10 tahun
menderita kencing manis dengan minum obat Glibenklamide 5 mg secara teratur, tekanan darah
tinggi selama 6 tahun tetapi berobat tidak teratur. Sering juga mengeluh lutut kanan bengkak dan
nyeri.
KATA SULIT : -
KATA KUNCI :
1. perempuan umur 67 tahun keluhan nyeri pada pangkal paha kanan, sangat nyeri bila digerak
kan sehingga tidak bisa berjalan.
2. Onset sejak 7 hari yang lalu, setelah jatuh terduduk karena menginjak keset kaki didepan ka
mar mandi.
3. Sejak 5 tahun terakhir ini kalau berjalan agak pincang oleh karena tungkai kiri melemah akiba
t serangan stroke
4. Sebelum jatuh, penderita terdengar batuk-batuk dan sesak napas, tetapi tidak pernah demam
dan sulit sekali mengeluarkan lender.
5. Nafsu makan juga sangat menurun sejak 3 minggu terakhir ini.
6. Riwayat penyakit selama ini sejak 10 tahun menderita kencing manis dengan minum obat Gli
benklamide 5 mg secara teratur, tekanan darah tinggi selama 6 tahun tetapi berobat tidak ter
atur. Sering juga mengeluh lutut kanan bengkak dan nyeri.
7. TTV : TD : 180/80 mmHg, N: 92 x/menit, P: 26 x/menit, S: 37,1o C.
8. Pemeriksaan Auskultasi Paru : terdengar bunyi ronkhi basah kasar di seluruh lapangan ke
dua paru.
9. Pemeriksaan toraks foto : tampak perselubungan homogen pada medial dan basal ke dua p
aru.
10. Tungkai kanan bila digerakkan sangat terhambat oleh karena kesakitan pada daerah pangkal
paha. Kedua dorsum pedis terlihat edema. BB : 41 kg & TB : 168 cm.
11. Pemeriksaan penunjang : Pem. Lab didapatkan kadar Hb 9,8 gr%, Leukosit 14.500/mm3 G
D puasa 141 mg/dl, GD2jamPP 265 mg/dl, ureum 74 mg/dL, kreatinin 1,9 mg/dL, protein total
5,0 gr/dL, albumin 2,8 gr/dL, asam urat 7,8 mg/dL.
12. Pemeriksaan lain (CGA) : Penilaian ADL dengan Indeks Barthel pada saat MRS 8/20 diman
a sebelum MRS 15/20, Abbrevited Mental Test (AMT) 7/10, Mini Mental State Examination (M
MSE) 25/30, Geriatric Depresion Test (GDS) 8/10 dan Mini Nutrision Assesment (MNA) 15/30
DAFTAR MASALAH :
1. Sangat nyeri pangkal paha, tidak bisa digerakkan. Onset 7 hari lalu, setelah jatuh terduduk.
(Fraktur collum femur)
2. Pincang akibat tungkai kiri melemah akibat serangan stroke (Post Stroke
3. Batuk, sesak napas, tidak demam, sulit mengeluarkan lendir. Pemeriksaan toraks foto : tamp
ak perselubungan homogen pada medial dan basal ke dua paru. (Pneumonia)
4. Nafsu makan menurun sejak 3 minggu terakhir. BB : 41 kg dan TB : 168 cm (BMI : 14,5). MN
A 15/30 (Malnutrisi)
5. Hb 9,8 gr% (Anemia)
6. 10 tahun kencing manis ( Diabetes Mellitus)
7. Tekanan darah tinggi sejak 6 tahun, TD : 180/80 mmHg (Hipertensi grade 3
8. Lutut kanan bengkak dan nyeri (Osteoarthritis)
9. Laju Filtrasi Glomerulus : 21,9. Kreatinin : 1,9 mg/dL (Chronic Kidney Disease stage 4)
10. Indeks Barthel MRS 8/20, sebelum MRS 15/20 (MRS [ketergantungan berat], sebelum MRS
[ketergantungan ringan])
11. Abbrevited Mental Test (AMT) 7/10 (Gangguan kognitif sedang)
12. Mini Mental State Examination (MMSE) 25/30 (Demensia ringan)
13. Geriatric Depresion Test (GDS) 8/10 (Kemungkinan besar depresi
SKALA PRIORITAS :
PERTANYAAN :
JAWABAN :
SISTEM SENSORIK
berperan di dalamnya adalah : visus ( penglihatan ), pendengaran, fungsi vestibuler, dan
proprioseptif. Semua gangguan atau perubahan pada mata akan menimbulkan gangguan pengli
hatan. Semua penyakit telinga akan menimbulkan gangguan pendengaran. Vertigo tipe perifer
sering terjadi pada lansia yang diduga karena adanya perubahan fungsi vertibuler akibat proses
menua. Neuropati perifer dan penyakit degenaritf leher akan mengganggu fungsi proprioseptif.
Gangguan sensorik tersebut menyebabkan hampir sepertiga penderita lansia mengalami sensasi
abnormal pada saat dilakukan uji klinik.
1) SISTEM SARAF PUSAT ( SSP )
SSP akan memberikan respon motorik untuk mengantisipasi input sensorik. Penyakit SSP sepe
rti stroke, Parkinson, hidrosefalus tekanan normal sering diderita oleh lansia dan menyebabkan
gangguan gungsi SSP sehingga berespon tidak baik terhadap input sensorik.
2) KOGNITIF
Pada beberapa penelitian, dementia diasosiasikan dengan meningkatnya resiko jatuh.
3) MUSCULOSKELETAL
Faktor ini disebutkan oleh beberapa oleh beberapa peneliti merupakan faktor yang benar – ben
ar murni milik lansia yang berperan besar terhadap terjadinya jatuh. Gangguan musculoskeletal me
nyebabkan gangguan gaya berjalan ( gait ) dan ini berhubungan dengan proses menua yang fisiolog
is. Gangguan gait yang terjadi akibat proses menua tersebut antara lain disebabkan oleh :
Kekakuan jarungan penghubung
Berkurangnya masa otot
Perlambatan massa otot
Perlambatan konduksi saraf
Penurunan visus / lapangan pandang
Kerusakan proprioseptif
Secara singkat faktor risiko jatuh pada lansia dibagi dalam dua golongan besar, yaitu :
Referensi: Martono, H.Hadi, Pranarka Kris. Geriatri ilmu kesehatan usia lanjut Edisi 5, Jakarta : B
alai penerbit FKUI, 2014. Hal 180-181
Nyeri yang dirasakan oleh pasien diakibatkan karena komplikasi yang timbul
setelah jatuh yaitu fraktur. Patah tulang merupakan komplikasi utama pada pasien
yang jatuh. Sekitar 5% hasil pada geriatri yang jatuh mengalami patah tulang dengan
tulang panggul merupakan salah satu kasus yang paling sering dikaitkan dengan
jatuh. Injuri seperti ini dapat meningkatkan angka mortalitas dalam 3-6 bulan yang
akhirnya dapat berujung kepada kematian terutama pada patah tulang panggul.
Referensi :
1. Berry SD, Kiel DP. Falls as risk factors for fracture. Marcus Feldman;
s Osteoporos. 2021;633-46
Refferensi :
1. Setiati s, Laksmi PW. Gangguan keseimbangan, jatuh dan fraktur. Dalam: Sudoyo AW, Setyo
hadi B, Alwi I, Kolopaking MS, Setiati S, editor. Buku ajar ilmu penyakit dalam edisi ke-4. Ja
karta: Pusat Penerbitan Ilmu Penyakit Dalam; 2006. hal.1388-96
2. Pramita, Indah. 2017. Pengaruh Latihan Stabilisasi Postural Terhadap Keseimbangan Statis
Dan Dinamis Pada Pasien Pasca Stroke. Jurnal Kesehatan Terpadu Universitas Udhayana. Ba
li
3. Shen S, He T, Chu J, Jin H, Chen X. Uncontrolled hypertension and orthostatic hypotension in
relation to standing balance in elderly hypertensive patients. Dovepress. 2015; (10):897–906
4. Fatmah. Gizi Usia Lanjut. Jakarta: Erlangga; 2013.
5. Sigit 2013 . Karakteristik Penderita Anemia pada lasia dibagian Penyakit Dalam RS Muhamm
adiyah Palembang
6. Lannisa Vania 2019 .Karakteristik Chronic Kidney Diseases . Fakultas Kedokteran Udayana
Bali
a. Anamnesis
Hal pertama yang dilakukan adalah bertanya mengenai identitas lalu melangkah ke
alasan kunjungan atau keluhan utama pasien. Anamnesis dilakukan baik terhadap
penderita ataupun saksi mata jatuh atau keluarganya. Anamnesis meliputi pertanyaan
seputar jatuh: mencari penyebab jatuh misalnya terpeleset, tersandung, berjalan,
perubahan posisi badan, waktu mau berdiri dari jongkok, sedang makan, sedang buang
air kecil atau besar, sedang batuk atau bersin, sedang menoleh tiba-tiba atau aktivitas
lain. Selain itu, kita juga menanyakan gejala yang menyertai seperti nyeri dada,
berdebar-debar, nyeri kepala tiba-tiba, vertigo, pingsan, lemas, konfusio, inkontinensia,
sesak nafas atau penyakit yang relevan terhadap kejadian jatuh seperti pernah stroke,
parkinson, osteoporosis, sering kejang, penyakit jantung, rematik, depresi, defisit
sensorik dan juga menanyakan riwayat kesehatan pasien dalam hal ini seperti riwayat
oprasi, riwayat-riwayat penyakit seperti diabetes mellitus dan hipertensi, dan juga
masalah kesehatan keluarga/keturunan. Tidak lupa kita juga menanyakan bagaimana
riwayat pola makan dan minum pasien, pola tidur, pola BAB dan BAK, dan aktivitas
sehari-hari pasien. Selain itu, harus dilakukan review obat-obatan yang diminum
misalnya antihipertensi, diuretik, antidepresan, hipnotik, analgesic, psikotropik serta
mereview keadaan lingkungan tempat kejadian jatuh dan hubungan antar keluarga.
b. Pemeriksaan fisik
c. Pemeriksaan peunjang
b. Immobilitas (KATZ G)
Profil lipid darah (kolesterol, LDL, HDL, trigliserida), darah rutin, GD I / II, HbA1c, X-
foto thoraks
c. Hipertensi grade II
Pasien pada skenario dapat dikatakan menderita DM tipe 2 tidak terkontrol, karena pada
skenario dikatakan pasien mengkonsumsi glibenclamid 5mg secara teratur tapi pada
hasil pemeriksaan GDP dan GD2PP, hasilnya menunjukkan bahwa pasien mengalami
hiperglikemi. Untuk penanganan awal kita dapat melakukan koreksi dosis obat yang
diberikan sebelumnya kemudian jika tidak ada perubahan bias kita ganti obatnya. Selain
itu beberapa cara penanganan awal untuk pasien diabetes melitus :
e. Osteoarthritis
f. CKD stage 4
Pada CKD, diperlukan pemeriksaan lab dan diagnostik. Pemeriksaan lab pada klien
dengan CKD dilakukan dengan pengambilan sampel darah dan urin. Pada pengambilan
sampel darah komponen yang diperiksa terdiri dari BUN, Cr, GFR, CBC, ABGs,
elektrolit, protein terutama albumin, dan osmolalitas serum. Sementara, untuk
pengambilan sampel urin ialah untuk melihat karakteristik urin, proteinuria, Cr Protein,
osmolalitas urin, dan Cr clearance.
Referensi :
lifestyle modification :
Pengaturan makan
Latihan
Penyuluhan
Dibantu mengingatkan untuk konsumsi obat secara teratur
memberikan hyperglikemik lowering agents
Glinid : repaglinid dan nateglinid
Biguanid : metformin
Metformin adalah agen lini pertama untuk DM tipe 2, metformin aman dan efektif ba
gi pasien lansia karena tidak menyebabkan hipoglikemia. Namun, obat ini dikontrain
dikasikan pada pasien dengan insufisiensi ginjal tahap lanjut dan digunakan secara ha
ti-hati pada pasien dengan gangguan fungsi hati atau gagal jantung karena meningkat
kan risiko asidosis laktat.
-glucosidase inhibitor : acarbose
Thiazolidinedione : pioglitazone
Obat golongan ini harus digunakan dengan sangat hati-hati pada pasien lansia dengan
gagal jantung kongestif dan pasien lansia yang memiliki risiko tinggi terjatuh atau pat
ah tulang
Dpp - 4 inhib : vildagliptin, sitagliptin, saxagliptin
Obat golongan DPP-IV inhibitor memiliki risiko hipoglikemia minimal, namun harga
obat yang mahal
Insulin
Terapi insulin bergantung pada kemampuan pasien untuk menyuntikkan insulin s
endiri atau dengan bantuan pengasuh. Dosis insulin harus dititrasi untuk memenuhi ta
rget glikemik individual dan untuk menghindari hipoglikemia. Terapi injeksi insulin b
asal yang diberikan sekali per hari dikaitkan dengan efek samping minimal dan mung
kin merupakan pilihan yang baik. Penggunaan insulin dengan dosis lebih dari sekali p
er hari mungkin terlalu rumit untuk pasien lansia
b. Malnutrisi
Pada skenario didapatkan bahwa pasien mengalami penurunan nafsu makan yang cu
kup lama sehingga menyebabkan terjadinya malnutrisi, disamping hal tersebut ditemu
kan pula riwayat penyakit metabolik yaitu hipertensi dan diabetes melitus. Adapun ter
api gizi yang dapat diberikan :
Diet Garam Rendah:
Membantu menghilangkan retensi garam atau air dalam jaringan tubuh dan menurunk
an tekanan darah pada pasien hipertensi
Bahan Makanan yang dianjurkan adalah sebagai berikut:
Sumber Karbohidrat: beras, kentang, singkong, terigu, tapioca, hunkwe, gula
Sumber protein hewani: Daging dan ikan maksimal 100 g sehari
Sumber protein nabati: Semua kacang-kacangan dan hasilnya yang diolah dan dimasa
k tanpa garam dapur.
Sayuran: Semua sayuran segar
Buah-buahan: buah-buahan segar
Lemak: Minyak goreng, margarin, dan mentega tanpa garam.
Minuman: teh, kopi
Diet Penyakit Diabetes Melitus
Tujuan
Bahan makanan yang dianjurkan untuk diet Diabetes Melitus adalah sebagai
berikut:
Sumber karbohidrat kompleks, seperti nasi, roti, mi, kentang, singkong, ubi, dan sagu
Sumber protein rendah lemak, seperti ikan, ayam tanpa kulit, susu skim, tempe, tahu,
dan kacang-kacangan
Sumber lemak dalam batas jumlah terbatas yaitu bentuk makanan yang mudah dicern
a. Makanan terutama diolah dengan cara dipanggang, dikukus, direbus dan dibakar.
Penggunaan gula murni dalam minuman dan makanan tidak diperbolehkan k
ecuali jumlahnya sedikit sebagai bumbu
Asupan serat dianjurkan 25 gr/hari
Cukup vitamin dan mineral.
Refferensi :
1. Faqih, Daeng M dkk. 2013. Panduan Klinis Bagi Dokter Di Fasilitas Pelayanan Kesehatan Primer Edisi
I. Jakarta: IDI. Hal. 251-252. 475-479.
2. Vaughan, Asbury.2013. General Opthalmologi Edisi 17.Jakarta: Penerbit Fakultas Kedoteran Univer
sitas Indonesia. Hal 157
3. Agung Prasetyo 2019 Tatalaksana Diabetes Melitus pada Pasien Geriatri .Fakultas Kedokteran, Univer
sitas Tanjungpura
4. Bppdsmk. Kemenkes. Bahan ajar gizi. Dietik penyakit tidak menular
Hipertensi
Pasien pada skenario ini sudah 10 tahun terkena DM, yang dapat
menyebabkan hipertensi. Di skenario juga didapatkan tekanan darah pasien 180/80
mmHg. Hipertensi yang tidak diobati dengan teratur menyebabkan stroke, dan stroke
menyebabkan gangguan jalan.
1. Pasien dengan tekanan darah sistolik 120-139 mmHg dan tekana darah sistolik 80-
89 hanya memerlukan penatalaksanaa nonfarmakologis dengan cara memodifikasi
gaya hidup.
2. Pasien yang tidak memiliki komplikasi hipertensi, diperlukan penatalaksanaa seca
ra farmakologis dengan diberikan golongan diuretik atau bisa juga diberikan obat
dari golongan lain
3. Sebagian besar pasien hipertensi memerlukan obat kombinasi antihipertensi, salah
satunya adalah obat dari golongan diuretik tiazid.
4. Kebanyakan pasien hipertensi memerlukan 2 atau lebih pengobatan untuk mencap
ai tekanan darah kurang lebih 20/10 mmHg di atas tekanan darah yang diinginkan.
5. Golongan ACE inhibitor sendiri atau kombinasi dengan golongan diuretik masih
merupakan terapi pilihan yang terbaik untuk pasien dengan hipertensi yang sudah
mengalami kompilkasi jantung.
Non farmakologi:
Farmakologi:
Obat-obat antihipertensi:
1. Diuretik
Cara kerja: meningkatkan ekskresi natrium, klorida dan air sehingga volume plasma d
an cairan ekstrasel
Untuk terapi jangka panjang pengaruh utama adalah mengurangi resistensi perifer
Terdapat beberapa golongan, yaitu:
Diuretik Tiazid dan sejenisnya:
hidroklorotiazid (HCT) tab 25 dan 50 mg, kortalidonn tab 50 mg, bendroflumentiazid
tab 5 mg, indapamid tab 2,5 mg, xipamid tab 20 mg.
Diuretik kuat: furosemid tab 40 mg
Diuretik hemat kalium: amilorid tab 5 mg, spironolakton tab 25 dan 100 mg.
Efek samping : hipotensi dan hipokalemi
2. Penghambat adregenik
Efektif untuk menurunkan denyut jantung dan curah jabtubg, serta menurunkan sekres
i renin
Kontraindikasi bagi pasien gagal jantung kongestif
Terdiri dari golongan:
Penghambat adrenoreseptor a/ a-bloker: terazosin, doxozosin,prazosin
Penghambat adrenoreseptor b/ b-bloker: propanolol. Asebutolol, atenolol, bosoprolol
Penghambat adrenoreseptor a dan b: labetalol
3. Vasodilator
Natrium nitroprusid, hidrazilin
Frakur
Pada skenario didapatkan pasien dengan keluhan nyeri pada pangkal paha
kanan dan sangat nyeri bila digerakkan sehingga tidak bisa berjalan dan kemungkinan
pasien mengalami fraktur.
Perawatan sebelum di rumah sakit:
Perawtan sebelum di rumah sakit pada pasien dengan keluhan nyeri panggul
harus berupa imonilisasi di tempat tidur.
Pada pasien dengan multipe fraktur lakukan basic life support (ABC) dan
imobilisasi vertebra servikal jika diperlukan.
Jika terdapat fraktur atau deformitas yang nyata pada femur, lakukan belat
tarik (traction splint) dab pasang jalur intravena untuk hidrasi.
Jika pasien mengalami takikardi dan hipotensi, berikan bolus cairan kristaloid
dan berikan oksigen secara adekuat.
Pemeriksaan radiologi:
X-ray
Jika fraktur tidak jelas, lihat adanya perubahan garis Sheton dan bandingkan
dengan sisi panggul yang lain. Sebagai tambahan, periksa sudut collum dan batang
femur, yang diperoleh dengan mengukur sudut yang digambarkan oleh garis yang
melalui pertengahan batang femur dan collum femoris. Sudut ini harus sekitar 120-
130 o.
Pada pasien yang diduga kuat mengalami fraktur coluum femoris, tetapi pada
foto x-ray hasilnya negatif, maka proyeksi AP dengan rotasi interna memberikan
gambaran yang lebih baik dari collum femoris.
Jika dengan foto x-ray didapatkan hasil negatif dan pasien diduga mengalami
fraktur panggul. MRI dan bone scan memiliki sensifitas tinggi badan dalam
mengidentifikasi trauma tersembunyi. MRI 100% sensitif pada pasien dengan x-ray
yang tidak jelas. Dulu bone scan tidak akurat sebelum 48-72 jam setelah fraktur ,
tetapi ada satu penelitian yang menemukan sensifitas 93% tanpa memeprhatikan
waktu trauma, termasuk fraktur yang kurang dari 24 jam.
Medikasi
Analgetik
Morfin sulfat
Diberikan secara intravena dibagi dalam beberapa dosis dan biasanya diberikan se
cara titrasi sampai efek diinginkan tercapai. Untuk dewasa: dosisl awal 0,1 mg/kg IV/I
M/SC, dosis maintenance 5-20 mg/kg IV/IM/SC. Pada pasien dengan hipovolemik rel
ative, mulai dengan 2 mg/iv/im/sc. Kontraindikasinya yaitu riwayat hipersensitif dan
hipotensi.
Fentanil sitrat
Dosis untuk dewasa 0,5-1 mg/kgbb/dose iv/im q 30-60 menit. Kontaindikasi sama
dengan morfin sulfat
Antibiotik
Sefazolin
Dosis untuk dewasa 2 g iv/im q6-12h tidak melebihi 12 g/day.kontaindikasi adalah ri
wayat hipersensitif.
Gentamisin
Dosis untuk dewasa 1,5 mg/kgbb/iv tidak melebihi 80 mg. Kontraindikasinya hiperse
nsitif dan gangguan fungsi ginjal.
Ampisilin
Dosis untuk dewasa 2 g/ iv/im. Kontraindikasi riwayat hipersensitif.
Vankomisin
Dosis untuk dewasa 1 g/iv. Digunakan bersama dengan gentamisin untuk pencegahan
pada fraktur terbuka pada pasien yang alergi penisilin.
Stroke
Referensi:
Suhardjono, Naskah Lengkap The 11th Jakarta: Hipertensi pada Usia Lanjut.
PERNEFRI ( Perhimpunan Nefrologi Indonesia), Jakarta-Indonesia: Edisis 1. Cetakan
1, 2011: 113-116.
Pencegahan
1. Sedikit ada rigiditas pada anggota gerak terutama anggota atas lebih dari anggota
gerak bawah. Rigiditas akan hilang apabilatubuh bergerak
2. Gerakan otomatis menurun, amplitude dan kecepatan berkurang, seperti hilangnya
anyunan tangan saat berjalan.
3. Hilangnya kemampuan untuk memanfaatkan gravitasi sehingga kerja otot
meningkat
4. Hilangnya ketepatan dan kecepatan otot , khususnya otot penggerak sendipanggul
5. Langkah lebih pendek agar merasa lebih aman
6. Penurunan perbandingan antara fase mengayun terhadap fase menumpu
7. Penurunan rotasi badan terjadi karena efek sekunder kekakuan sendi
8. Penurunan ayunan tungkai saat fase mengayun
9. Penurunan sudut antara tumit dan lantai
10. Penurunan irama jalan
11. Penurunan rotasi gelang bahu dan panggul
12. Penurunan kecepatan ayunan lengan dan tungkai
B. Penilaian keseimbangan
Pemeriksaan keseimbangan seharusnya dilakukan saat berdiri secara statis dan
dinamik, termasuk pemeriksaan kemampuan untuk bertahan terhadap ancaman baik
internal dan eksternal. Pemeriksaan statis termasuk lebar cara berdiri sendiri dan cara
berdiri sempit dengan kedua kaki yang nyaman tanpadukungan ekstremitas atas,
diikuti oleh beridiri dengan mata tertutup untuk menghilangkan pengaruh visual untuk
penderita ganggua keseimbangan. Penghilangan input visual saat beridiri dengan kaki
menyempit (Tes Romberg) membutuhkan informasi somato sensorik dan vestibular,
sehingga meningkatkan goyangan menandakan adanya masalah senori perifer dan
vestibuler. Bagi lansia yang dapat melakukan tes Romberg dengan baik, tesstatis yang
lebih sulit seperti semitandem, tandem dan satu kaku yang terangkat dapat dilakukan.
Kemamuan untuk mempertahakan postur berdiri sebagai respon gangguan
internal dapat dilakukan dengan meminta pasien untuk melakukan tes pencapaian
fungsionlal. Tes dinamik respon tubuh untuk gangguan eksternal dapat dilakukan jika
penderita lansia telah mampu untuk melakukan tes keseimbangan statis lebar tanpa
menggunakan alat bantu atau bantun ekstremitas atas. Tesrefleks yang benar.
pemeriksaan berdiri dibelakang pasien yang diminta untuk menarik atau mendorong,
dan beraksi untukmemepertahankan tetap berdiri.Pemeriksaaa kemudian secara cepat
mendorong pelvis pasien pada bagian sambil menjaga pasien secara dekat . Kekuatan
dorongan dengan amplitude yang cukup untuk mengubah pusat massa keluar dari
dasar landasan pasien.Responn yang khas, satu kaki akan berpindah kebelakang
secara cepat tanpa bantuan eksterimitas atasau bantuan pemerisa. Respon yang
abnormal disebut reaksi balok kayu/ timber reaction yang mana tidak ada usaha
untukmenggerakkan kaki dan diperikirakan adanya deficit system nervous
sentral,sering bersama dengan komponen ekstrapiramidal.
3. Mengatur / mengatasi faktor situasional
Faktor situasional bersifat serangan akut penyakit yang diderita lansia dapat
dicegah dengan pemeriksaan rutn kesehatan lansia secara periodic. Faktor situasional
bahaya lingkungan dapat dicegah dengan mengusahakan perbaikan lingkungan seperti
tersebut diatas. Faktor situasional yang berupa aktivitas fisik dapat dibatasi sesuai
dengan kondisi kesehatan penderita. Perlu diberitahukan pada penderita aktifitas fisik
seberapa jauh yang aman bagi penderita, aktifitas tersebut tidak melampaui batasan
yang diperbolehkan baginya sesuai hasil pemeriksaan fisik. Bila lansia sehat dan tidak
ada batasan aktifitas fisik, maka dianjurkan lansia tidak melakukan aktifitas fisik yang
sangat melelahkan atau beresiko tinggi untuk terjadinya jatuh.
Referensi:
1) Soegondo, Sidartawan. 2015 Farmakoterapi pada pengendalian glikemia diabetes
melitus tioe 2. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, jilid II edisi VI. Jakarta : Interna
Publishing.
Boedhi-Darmojo. 2010. Buku ajar Geriatri (ilmu kesehatan usia lanjut).Edisi
4. Jakarta : Balai penerbit FK UI. hal 185-189
23. Dan Tuhanmu telah memerintahkan agar kamu jangan menyembah selain Dia dan
hendaklah berbuat baik kepada ibu bapak. Jika salah seorang diantaranya atau kedua-
duanya sampai berusia lanjut dalam pemeliharaanmu, maka sekali-sekali janganlah
engkau mengatakan kepada keduanya perkataan “ah” dan janganlah engkau membentak
keduanya, dan ucapkanlah kepada keduanya perkataan yang baik.
24. Dan rendahkanlah dirimu terhadap keduanyan dengan penuh kasih sayang dan
ucapkanlah, “Wahai Tuhanku! Sayangilah keduanya sebagaimana mereka berdua telah
mendidik aku pada waktu kecil”