You are on page 1of 103

MONITORING TEMPERATUR UNTUK MENCEGAH

TERJADINYA SWABAKAR PADA TEMPORARY


STOCKPILE PT. MIYOR PRATAMA COAL
PARAMBAHAN KECAMATAN TALAWI
KOTA SAWAHLUNTO PROVINSI
SUMATERA BARAT

SKRIPSI

Oleh:

DICKY VALENTINO

PRODI TEKNIK PERTAMBANGAN


YAYASAN MUHAMMAD YAMIN
SEKOLAH TINGGI TEKNOLOGI INDUSTRI
( STTIND ) PADANG
2018
MONITORING TEMPERATUR UNTUK MENCEGAH
TERJADINYA SWABAKAR PADA TEMPORARY
STOCKPILE PT. MIYOR PRATAMA COAL
PARAMBAHAN KECAMATAN TALAWI
KOTA SAWAHLUNTO PROVINSI
SUMATERA BARAT

SKRIPSI

Untuk memenuhi sebagian persyaratan


guna memperoleh gelar Sarjana Teknik

Oleh :

DICKY VALENTINO
1210024427018

PRODI TEKNIK PERTAMBANGAN


YAYASAN MUHAMMAD YAMIN
SEKOLAH TINGGI TEKNOLOGI INDUSTRI
(STTIND) PADANG
2018
HALAMAN PERSETUJUAN SKRIPSI

Judul : “Monitoring Temperatur Untuk Mencegah Terjadinya


Swabakar Pada Temporary Stockpile PT. Miyor Pratama
Coal Parambahan Kecamatan Talawi Kota Sawahlunto
Provinsi Sumatera Barat”
Nama : DICKY VALENTINO
NPM : 1210024427018
Program Studi : Teknik Pertambangan
Jurusan : Teknik Pertambangan

Padang, Juli 2018


Menyetujui :

Pembimbing I, Pembimbing II,

Refky Adi Nata, ST, MT Dian Hadiansyah, ST, MT


NIDN. 1028099002 NIDK. 8891940017

Ketua Prodi, Ketua STTIND Padang,

Dr. Murad MS, MT H. Riko Ervil, MT


NIDN. 007116308 NIDN. 1014057501
THE MONITORING TEMPERATURE TO PREVENT SPONTANEOUS
COMBUSTION IN TEMPORARY STOCKPILE AT PT. MIYOR
PRATAMA COAL PARAMBAHAN SUB TALAWI
SAWAHLUNTO CITY PROVINCE
OF WEST SUMATRA

Name : DICKY VALENTINO


NPS : 1210024427018
Supervisor 1 : Refky Adi Nata, ST, MT
Supervisor 2 : Dian Hadiansyah, ST, MT

ABSTRACT

PT. Miyor Pratama Coal is a company engaged in coal mining. To meet


the needs of consumers, production must comply with the request as well as the
desired prerequisites the consumer party, especially the coal quality must comply
with the agreed standard. Less effective way of handling coal in stockpile, coal
stockpile buildup in quite a long time often have spontaneuos combustion and low
quality coal susceptible spontaneuos combustion. Therefore the purpose of this
study, do a way to prevent the occurrence of swabakar with temperature
monitoring on stacks of coal per day, using gauges of temperature (Thermo
couple TM—902C Range -50˚C - 1300˚C), perform analysis with threshold glow
point coal in accordance with the classes and the factors that affect the
occurrence of symptoms of spontaneous combustion.
The highest sample point coal pile temperature (A) 6500-6800 Calories
reaching only 60,6 °C and 60.9 °C, This sample point had passed the standard
temperature measurement of coal pile but not yet experiencing ignition point and
swabakar symptoms has not occurred, This point has the average temperature of
the heap that is 49 °C and 46 °C. However on the stack (B) 3000-4000 Calories at
this point coal has been burned with temperatures reaching 132,4 °C and 160,4
°C, This sample point has an average temperature of piles is higher when
compared to the other sample points and that point had suffered ignition point so
spontaneous combustion occurs at this point. spontaneous combustion generally
occurs on the side away from the heap of coal. This happens because a relatively
large grain size will be at the side of the foot of the heap of coal. In addition to the
leg side a heap of coal, spontaneous combustion is also happening on the
sidelines due to a buildup of coal handling less than perfect at the time of the coal
deposits.

Keywords: Spontaneous Combustion, Thermo Couple, Monitoring Temperature.


MONITORING TEMPERATUR UNTUK MENCEGAH TERJADINYA
SWABAKAR PADA TEMPORARY STOCKPILE PT. MIYOR
PRATAMA COAL PARAMBAHAN KECAMATAN
TALAWI KOTA SAWAHLUNTO PROVINSI
SUMATERA BARAT

Nama : DICKY VALENTINO


NPM : 1210024427018
Pembimbing 1 : Refky Adi Nata, ST, MT
Pembimbing 2 : Dian Hadiansyah, ST, MT

ABSTRAK

PT. Miyor Pratama Coal merupakan suatu perusahaan yang bergerak


dibidang pertambangan batubara. Untuk memenuhi kebutuhan para konsumen,
produksi harus sesuai dengan permintaan maupun prasyarat yang diinginkan
pihak konsumen, terutama kualitas batubara harus sesuai dengan standar yang
telah disepakati. Kurang efektifnya cara penanganan batubara pada stockpile,
penumpukan batubara pada stockpile dalam jangka waktu yang cukup lama sering
mengalami swabakar (spontaneuos combustion) dan batubara kwalitas rendah
rentan mengalami swabakar. Oleh karena itu tujuan dari penelitian ini, dilakukan
suatu cara untuk mencegah terjadinya swabakar dengan melakukan monitoring
temperatur pada tumpukan batubara perharinya, menggunakan alat pengukur
temperatur (Thermo couple TM—902C Range -50˚C - 1300˚C), melakukan
analisis dengan ambang titik nyala glow point batubara sesuai dengan kelasnya
dan faktor yang mempengaruhi terjadinya gejala swabakar.
Titik sampel tertinggi temperatur batubara tumpukan (A) Kalori 6500-
6800 hanya mencapai 60,6°C dan 60,9°C, titik sampel ini sudah melewati standar
pengukuran suhu tumpukan batubara namun belum mengalami ignition point atau
titik pembakaran dan gejala swabakar belum terjadi, titik ini mempunyai rata-rata
temperatur timbunan yaitu 49°C dan 46°C. Namun pada tumpukan (B) Kalori
3000-4000 pada titik ini batubara telah terbakar dengan temperatur mencapai
132,4°C dan 160,4°C, titik sampel ini mempunyai rata- rata temperatur timbunan
yang lebih tinggi bila dibandingkan dengan titik-titik sampel lainnya dan titik
tersebut telah mengalami ignition point sehingga gejala swabakar terjadi pada titik
ini. Gejala swabakar umumnya terjadi pada sisi kaki dari timbunan batubara. Hal
ini terjadi karena ukuran butir yang relatif besar akan berada di sisi kaki timbunan
batubara. Selain pada sisi kaki timbunan batubara, gejala swabakar juga terjadi di
sela-sela penumpukan batubara akibat penanganan yang kurang sempurna pada
saat melakukan penimbunan batubara.

Kata kunci: Swabakar, Thermo Couple, Monitoring Temperatur.


KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT atas limpahan rahmat dan hidayah-Nya,

sehingga penulis dapat menyelesaikan Srkipsi ini yang berjudul “Monitoring

Temperatur Untuk Mencegah Terjadinya Swabakar Pada Temporary

Stockpile PT. Miyor Pratama Coal Parambahan Kecamatan Talawi Kota

Sawahlunto Provinsi Sumatera Barat”. Skripsi ini dilaksanakan pada tanggal

15 November 2017 sampai 30 Juni 2018 yang berlokasi di PT. Miyor Pratama

Coal Parambahan Kecamatan Talawi Kota Sawahlunto Provinsi Sumatera Barat.

Pada kesempatan ini, penulis mengucapkan banyak terimakasih kepada

Bapak Andy Sabdika, A.Md, selaku Pembimbing Lapangan untuk penulisan

Skripsi pada Satuan Kerja Pengawasan Penambangan PT. Miyor Pratama Coal.

Selain itu, penulis juga mengucapkan terimakasih kepada:

1. Bapak H. Riko Ervil, MT selaku ketua Sekolah Tinggi Teknologi Industri

(STTIND) Padang.

2. Bapak Dr. Murad MS, ST., MT., selaku Ketua Prodi Teknik Pertambangan

Sekolah Tinggi Teknologi Industri (STTIND) Padang.

3. Bapak Refky Adi Nata, ST, MT selaku pembimbing 1 dalam penulisan Skripsi

ini.

4. Bapak Dian Hadiansyah, ST, MT selaku Pembimbing 2 dalam penulisan

Skripsi ini.

5. Dosen dan Staff Akademik Prodi Teknik Pertambangan Sekolah Tinggi

Teknologi Industri (STTIND) Padang.


6. Foreman dan seluruh staff Satuan Kerja PT. Miyor Pratama Coal yang telah

banyak membantu dalam penelitian saya dilapangan.

7. Orang tua yang selalu memberikan dukungan dan do’a dalam menyelesaikan

Skripsi ini.

8. Dan kepada rekan–rekan yang melaksanakan penelitian untuk penulisan

Skripsi di PT. Miyor Pratama Coal, serta rekan–rekan Prodi Teknik

Pertambangan Sekolah Tinggi Teknologi Industri (STTIND) Padang.

Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan Skripsi ini masih terdapat

kekurangan. Oleh karena itu, Penulis mengharapkan saran dan kritik yang bersifat

membangun dari pembaca untuk kemajuan kita bersama.

Semoga Skripsi ini dapat berguna dan mampu menunjang perkembangan

ilmu pengetahuan serta dapat bermanfaat bagi Penulis khususnya dan juga kepada

para pembaca pada umumnya.

Padang, Januari 2018

Peneliti
DAFTAR ISI

Halaman
KATA PENGANTAR .................................................................................... i

DAFTAR ISI ................................................................................................... iii

DAFTAR TABEL .......................................................................................... viii

DAFTAR GAMBAR ...................................................................................... ix

BAB I PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang .......................................................................................... 1

1.2. Identifikasi Masalah .................................................................................. 3

1.3. Batasan Masalah ....................................................................................... 3

1.4. Rumusan Masalah ..................................................................................... 4

1.5. Tujuan Penelitian ...................................................................................... 4

1.6. Manfaat Penelitian .................................................................................... 5

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Tinjauan Umum Perusahaan ..................................................................... 6

2.1.1. Sejarah PT. Miyor Pratama Coal ................................................... 6

2.1.2. Struktur Organisasi ........................................................................ 7

2.1.3. Lokasi dan Kesampaian Daerah ..................................................... 8

2.1.4. Topografi ........................................................................................ 10

2.1.5. Wilayah Izin Usaha Penambangan ................................................ 10

2.1.6. Keadaan Geologi dan Stratigrafi .................................................... 10

2.1.7. Kualitas Batubara dan Cadangan ................................................... 16

2.2. Landasan Teori .......................................................................................... 18

2.2.1. Pengertian Swabakar (Spontaneous Combustion) ........................ 18


2.2.2. Mekanisme Swabakar ................................................................... 19

2.2.3. Penyebab Terjadinya Swabakar Batubara .................................... 21

2.2.4. Faktor Penyebab Swabakar di Stockpile....................................... 25

2.2.5. Upaya Pencegahan Swabakar pada Stockpile............................... 26

2.2.6. Sistim Penumpukan atau Pola Penimbunan ................................ 29

2.2.7. Geometri Stockpile ....................................................................... 32

2.3. Kerangka Konseptual ............................................................................... 35

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

3.1. Jenis Penelitian.......................................................................................... 38

3.2. Tempat dan Waktu Penelitian ................................................................... 38

3.3. Variabel Penelitian .................................................................................... 38

3.4. Jenis dan Sumber Data .............................................................................. 39

3.5. Teknik Pengumpulan data ......................................................................... 39

3.6. Teknik Pengolahan Data ........................................................................... 40

3.6.1. Peralatan Penelitian ........................................................................ 40

3.6.2. Langkah Kerja Alat Pengukur Temperatur (Thermo Couple) ....... 41

3.6.3. Pengukuran Temperatur Stockpile ................................................. 42

3.6.4. Geometri Lantai Dasar Stockpile ................................................... 42

3.6.5. Geometri Stockpile (Volume Tumpukan Limas Terpancung) ....... 42

3.7. Analisa Data .............................................................................................. 43

3.8. Diagram Alir ............................................................................................. 43

BAB IV HASIL PENELITIAN

4.1. Pengumpulan Data Hasil Penelitian Dilapangan ...................................... 45

4.1.1. Kondisi Aktual Temporary Stockpile PT. Miyor Pratama Coal .... 45
4.1.2. Lantai Dasar Stockpile ................................................................... 46

4.1.3. Sistim Penumpukan atau Pola Penumpukan Batubara .................. 47

4.1.4. Dimensi Tumpukan Batubara (A) Kalori 6500-6800 .................... 48

4.1.5. Dimensi Tumpukan Batubara (B) Kalori 3000-4000 .................... 49

4.1.6. Data Monitoring Temperatur Tumpukan Batubara (A) Kalori

6500-6800 ..................................................................................... 50

4.1.7. Data Monitoring Temperatur Tumpukan Batubara (B) Kalori

3000-4000 ..................................................................................... 51

4.2. Pengolahan Data ....................................................................................... 52

4.2.1. Luas Lantai Dasar Stockpile........................................................... 52

4.2.2. Volume Tumpukan Batubara (A) Kalori 6500-6800 ..................... 52

4.2.3. Volume Tumpukan Batubara (B) Kalori 3000-4000 ...................... 55

4.2.4. Hasil Monitoring Temperatur Batubara pada Tumpukan (A) Kalori

6500-6800 ..................................................................................... 57

4.2.5. Hasil Monitoring Temperatur Batubara pada Tumpukan (B) Kalori

3000-4000 ..................................................................................... 58

4.2.6. Grafik Kenaikan Temperatur Rata-Rata Pertitik Tumpukan Batubara

(A) Kalori 6500-6800 .................................................................... 59

4.2.7. Grafik Kenaikan Temperatur Rata-Rata Pertitik Tumpukan Batubara

(B) Kalori 3000-4000 .................................................................... 60

4.2.8. Gejala Swabakar (Spontaneous Combustion) pada Saat Penelitian

Dilapangan .................................................................................... 62

4.2.9. Penanganan Swabakar (Spontaneous Combustion) ....................... 63


BAB V ANALISA HASIL PENGOLAHAN DATA

5.1. Analisa Nilai Temperatur Tumpukan Batubara pada Stockpile ................ 65

5.1.1. Hasil Monitoring Temperatur Batubara pada Tumpukan (A) Kalori

6500-6800 ..................................................................................... 65

5.1.2. Hasil Monitoring Temperatur Batubara pada Tumpukan (B) Kalori

3000-4000 ..................................................................................... 66

5.2. Analisa Nilai Temperatur yang Diukur Sesuai dengan Nilai Ambang Batas

atau Baku Mutu yang Diizinkan ............................................................... 67

5.2.1. Grafik Kenaikan Temperatur Rata-Rata Pertitik Tumpukan Batubara

(A) Kalori 6500-6800 .................................................................... 67

5.2.1. Grafik Kenaikan Temperatur Rata-Rata Pertitik Tumpukan Batubara

(B) Kalori 3000-4000 .................................................................... 68

5.3. Analisa Faktor yang Mempengaruhi Meningkatnya Nilai Temperatur pada

Stockpile PT. Miyor Pratama Coal............................................................ 69

5.3.1. Ukuran Butir Batubara yang Besar Berada Dikaki dan Disisi

Timbunan ...................................................................................... 69

5.3.2. Sela-Sela Penumpukan Batubara Akibat Penanganan yang Kurang

Sempurna....................................................................................... 69

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN

6.1. Kesimpulan ............................................................................................... 70

6.2. Saran.......................................................................................................... 71

DAFTAR KEPUSTAKAAN

LAMPIRAN
DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 2.1. Koordinat Batas Wilayah WIUP Pertambangan Batubara

PT. Miyor Pratama Coal ............................................................ 9

Tabel 2.2. Pengelompokan Geologi Talawi Berdasarkan

Kompleks Geologi .................................................................... 12

Tabel 2.3. Formasi Batuan Sawahlunto ...................................................... 13

Tabel 2.4. Densitas Jenis Batuan Sawahlunto ............................................ 15

Tabel 2.5. Kualitas Batubara ....................................................................... 16

Tabel 2.6. Cadangan Batubara PT. Miyor Pratama Coal ............................ 18

Tabel 2.7. Titik Nyala (Glow Point) Batubara Sesuai dengan Kelasnya

(Ray W. Arms Tahun 1922) ....................................................... 20

Tabel 2.8. Persentase Serapan Oksigen dan Kadar Karbon Batubara ........ 22

Tabel 2.9. Hubungan Kecepatan Oksidasi dan Fraksi Butiran Batubara .... 22

Tabel 2.10. Angle of Repose dari Beberapa Material (Gerrad Widodo,

2009) .......................................................................................... 26

Tabel 4.1. Hasil Pengukuran Dimensi Lantai Dasar Stockpile

Dilapangan ................................................................................. 47

Tabel 4.2. Hasil Pengukuran Dimensi Tumpukan Batubara (A) Kalori

6500-6800 (Limas Terpancung) ................................................. 49

Tabel 4.3. Hasil Pengukuran Dimensi Tumpukan Batubara (B) Kalori

3000-4000 (Limas Terpancung) ................................................. 50


DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 2.1. Peta Kesampaian Daerah ..................................................... 9

Gambar 2.2. Segitiga Api ......................................................................... 19

Gambar 2.3. Pola Penimbunan Cone Ply ................................................. 30

Gambar 2.4. Pola Penimbunan Chevron .................................................. 31

Gambar 2.5. Pola Penimbunan Chevon .................................................... 31

Gambar 2.6. Pola Penimbunan Windrow ................................................. 32

Gambar 2.7. Bentuk Bangun Trapesium .................................................. 33

Gambar 2.8. Bentuk Bangun Limas Terancung (Anne M. Carpenter,

1999 .................................................................................... 33

Gambar 2.9. Kerangka Konseptual Penelitian ......................................... 37

Gambar 3.1. Peralatan Penelitian ............................................................. 41

Gambar 3.2. Sketsa Prosedur Pengukuran Temperatur pada Stockpile

Batubara ............................................................................. 42

Gambar 3.3. Diagram Alir Penelitian ....................................................... 44

Gambar 4.1. Kondisi Aktual Tumpukan Batubara (A) Kalori

6500-6800 ........................................................................... 46

Gambar 4.2. Kondisi Aktual Tumpukan Batubara (B) Kalori

3000-4000 ........................................................................... 46

Gambar 4.3. Pengukuran Dimensi Lantai Dasar Stockpile ...................... 47

Gambar 4.4. Pola Penimbunan Tumpukan Batubara (A) Kalori

6500-6800 Chevcon (Limas Terpancung) .......................... 48


Gambar 4.5. Pola Penimbunan Tumpukan Batubara (B) Kalori

3000-4000 Chevcon (Limas Terpancung) .......................... 48

Gambar 4.6. Pengukuran Dimensi Tumpukan Batubara (A) Kalori

6500-6800 Chevcon (Limas Terpancung) .......................... 49

Gambar 4.7. Pengukuran Dimensi Tumpukan Batubara (B) Kalori 4000-

3000 Chevcon (Limas Terpancung) ................................... 50

Gambar 4.8. Pengukuran Temperatur Tumpukan Batubara (A) Kalori

6500-6800 ........................................................................... 51

Gambar 4.9. Pengukuran Temperatur Tumpukan Batubara (B) Kalori

3000-4000 ........................................................................... 51

Gambar 4.10. Sketsa Dimensi Stockpile Tumpukan Batubara (A) Kalori

6500-6800 Geometri Limas Terpancung (Tampak atas,

Tampak Samping) .............................................................. 53

Gambar 4.11. Sketsa Dimensi Stockpile Tumpukan Batubara (B) Kalori 3000-

4000 Geometri Limas Terpancung (Tampak atas, Tampak

Samping)............................................................................. 55

Gambar 4.12. Grafik Kenaikan Temperatur Rata-Rata Pertitik (Tumpukan

Batubara (A) Kalori 6500-6800) ........................................ 59

Gambar 4.13. Grafik Kenaikan Temperatur Rata-Rata Pertitik (Tumpukan

Batubara (B) Kalori 3000-4000) ........................................ 60

Gambar 4.14. Gejala Swabakar (Spontaneous Combustion) pada saat

Penelitian Dilapangan ......................................................... 62

Gambar 4.15. Ukuran Butir Batubara yang Besar Berada Dikaki dan Sisi

Timbunan............................................................................ 62
Gambar 4.16. Sela-Sela Penumpukan Batubara Akibat Penanganan yang

Kurang Sempurna ............................................................... 63

Gambar 4.17. Tahapan Penanganan Gejala Swabakar (Spontaneous

Combustion) Menggunakan Metode Kompaksi oleh

Excavator PC 200 ............................................................... 64


BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Masalah

Batubara merupakan sumber daya alam yang sangat potensial baik sebagai

sumber energi maupun sebagai penghasil devisa negara. Di Indonesia, batubara

dapat dimanfaatkan sebagai bahan bakar Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU)

untuk memenuhi permintaan listrik dalam negeri dan digunakan pada pabrik-

pabrik sebagai bahan bakar, selain itu dapat pula diekspor untuk menambah

devisa negara. Batubara sebagai bahan galian memiliki peranan penting, misalnya

sebagai bahan bakar alternatif nonmigas, digunakan dalam industri kimia dan

industri lainnya. Pemanfaatan berhubungan erat dengan karakteristik batubara itu

sendiri, penggunaannya dapat dalam keadaan padat atau setelah dikonversi

dijadikan cair atau fase gas.

PT. Miyor Pratama Coal merupakan suatu perusahaan yang bergerak

dibidang penambangan batubara dengan sistem penambangan yaitu tambang

terbuka (open pit). Untuk memenuhi kebutuhan para konsumen, produksi harus

sesuai dengan permintaan maupun prasyarat yang diinginkan pihak konsumen,

terutama kualitas batubara harus sesuai dengan standar yang telah disepakati.

Meningkatnya permintaan bahan bakar batubara untuk industri menyebabkan

produsen batubara terus menerus menaikan tingkat produksinya, pada umumnya

batubara dari front penambangan tidak langsung dikirim kekonsumen tetapi

ditumpuk sementara ditempat penumpukan yang disebut stockpile.

Pada temporary stockpile terdapat dua tumpukan yaitu tumpukan (A)

kalori 6500-6800 dan tumpukan (B) kalori 3000-4000, dengan menggunakan


sistem penumpukan atau pola penimbunan chevcon limas terpancung kedua

tumpukan batubara tersebut, dengan lama tumpukan batubara (A) kalori 6500-

6800 pada temporary stockpile ± 1 bulan dan tumpukan (B) kalori 3000-4000

±3,5 – 4 bulan.

Kurang efektifnya cara penanganan batubara pada temporary stockpile

hanya dengan menutup tumpukan batubara dengan terpal plastik dan

penanganannya gejala swabakar baru dilakukan pada saat peristiwa swabakar

sudah terjadi. Akan tetapi batubara kualitas rendah rentan mengalami swabakar

(spontaneuos combustion) dari pada batubara kualitas tinggi karena batubara

kualitas rendah mempunyai kandungan kelembaban (moisture) yang lebih tinggi

maka batubara jenis ini akan lebih mudah terbakar jika dibandingkan dengan

kualitas batubara tinggi yang mempunyai kandungan kelembapan (moisture) lebih

rendah.

Penumpukan batubara pada stockpile dalam jangka waktu yang cukup

lama sering mengalami swabakar yang akan mengakibatkan kerugian bagi

perusahaan seperti penurunan kualitas batubara yang akan mempengaruhi

permintaan pasar, terbuangnya sebagian volume batubara dan pengeluaran biaya

tambahan untuk penanganan batubara yang terbakar, maka dari itu kita harus

meningkatkan penanganan swabakar pada temporary stockpile.

Oleh karena itu pada penelitian ini dilakukan suatu cara untuk mencegah

terjadinya swabakar dengan melakukan pengontrolan temperatur pada tumpukan

batubara perharinya, dengan kata peneliti dapat mengaplikasikan alat pengukur

temperatur batubara (Thermo couple TM—902C Range - 50˚C-1300˚C) tersebut,

melakukan analisa nilai temperatur yang diukur pertitiknya dengan nilai ambang
batas atau baku mutu yang diizinkan sesuai standar pengukuran, juga dapat

mengetahui titik suhu mulai terjadinya swabakar pada stockpile, serta dapat

menentukan faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi meningkatnya nilai

temperatur pada stockpile. Sehingga dapat mencegah dan meminimalkan

terjadinya swabakar pada area temporary stockpile.

Berdasarkan latar belakang di atas penulis bertujuan untuk melakukan

penelitian dengan judul ”Monitoring Temperatur Untuk Mencegah Terjadinya

Swabakar Pada Temporary Stockpile PT. Miyor Pratama Coal Parambahan

Kecamatan Talawi Kota Sawahlunto Provinsi Sumatera Barat”

1.2. Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang diatas, dapat di identifikasi beberapa masalah

diantaranya:

1. Kurang efektifnya cara penanganan swabakar di stockpile tersebut, seperti

menutup tumpukan dengan terpal plastik.

2. Peristiwa terjadinya swabakar dapat mengurangi produksi batubara di

stockpile dan menurunnya kualitas batubara.

3. Penumpukan batubara pada stockpile dalam jangka waktu yang cukup

lama sering mengalami swabakar.

4. Batubara kualitas rendah rentan mengalami swabakar (Spontaneous

Combustion) dari pada batubara kualitas tinggi.

1.3. Batasan Masalah

Dalam penelitian ini, penulis hanya membatasi permasalahan terhadap

pengukuran temperatur untuk mencegah terjadinya swabakar pada temporary

stockpile tumpukan batubara (A) kalori 6500-6800 dan tumpukan batubara (B)
kalori 3000-4000 menggunakan Thermo Couple TM—902C Range - 50˚C-1300˚C

yang meliputi: cara pengukuran temperatur batubara di stockpile, melakukan

analisa temperatur hasil pengukuran pertitiknya sesuai dengan nilai ambang batas

atau baku mutu yang di izinkan dan faktor yang mempengaruhi terjadinya

swabakar pada temporary stockpile.

1.4. Rumusan Masalah

Dilihat dari identifikasi dan batasan masalah yang telah di uraikan diatas

maka muncul pertanyaan penelitian sebagai berikut:

1. Berapakah nilai temperatur pertitiknya pada tumpukan batubara di

stockpile PT. Miyor Pratama Coal?

2. Apakah nilai temperatur yang diukur sesuai dengan nilai ambang batas

atau baku mutu yang diizinkan?

3. Faktor apa saja yang mempengaruhi meningkatnya nilai temperatur pada

stockpile PT. Miyor Pratama Coal?

1.5. Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah:

1. Untuk menentukan nilai temperatur pertitiknya pada tumpukan batubara di

stockpile PT. Miyor Pratama Coal.

2. Untuk menganalisis nilai temperatur yang diukur sesuai dengan nilai

ambang batas atau baku mutu yang diizinkan.

3. Untuk menentukan faktor apa saja yang mempengaruhi meningkatnya

nilai temperatur pada stockpile PT. Miyor Pratama Coal.


1.6. Manfaat Penelitian

Dalam sebuah penelitian tentunya harus ada manfaat yang diperoleh dari

penelitian tersebut baik bagi perusahaan, kampus, maupun peneliti. Adapun

manfaat yang diperoleh dari hasil penelitian ini adalah:

1. Bagi Perusahaan

Hasil penelitian ini dapat menjadi bahan pertimbangan dan

pembanding bagi perusahaan dalam melakukan pencegahan swabakar

pada temporary stockpile agar batubara di stockpile dapat terhindar dari

ancaman terjadinya swabakar dan kualitas batubara di stockpile tidak

mengalami penurunan untuk waktu yang akan datang.

2. Bagi Peneliti

Peneliti dapat mengaplikasikan ilmu yang didapat di bangku

perkuliahan ke dalam bentuk penelitian, meningkatkan kemampuan

peneliti dalam menganalisa dan memecahkan suatu permasalahan,

menambah wawasan dan pengetahuan, merobah kerangka berfikir dan

memperoleh ilmu lapangan yang tidak peneliti peroleh dari perkuliahan

serta penelitian yang dilakukan ini dapat dijadikan modal berharga bagi

peneliti menuju dunia pekerjaan nantinya.

3. Bagi Institusi STTIND Padang

Penelitian ini dapat menambah ilmu pengetahuan dan wawasan

mahasiswa/mahasiswi yang membacanya, dapat dijadikan sebagai salah

satu masukan untuk pembuatan jurnal dan dapat juga dijadikan sebagai

referensi dan pedoman bagi mahasiswa yang akan melakukan penelitian.


BAB П

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Tinjauan Umum Perusahaan

2.1.1. Sejarah PT. Miyor Pratama Coal

CV. Miyor adalah perusahaan yang bergerak dibidang pertambangan.

Lahan yang dikelola CV. Miyor merupakan lahan Ulayat Kumanis Atas yang

mana pada awal tahun 2005, PT. Tambang Batubara Bukit Asam melakukan

pelepasan lahan kepada Pemerintah Daerah Sawahlunto.

Berdasarkan Keputusan Walikota No. 05.29 PERINDAGKOP Tahun 2005

tanggal 29 Desember 2005, CV. Miyor resmi memperoleh kuasa pertambangan

untuk melaksanakan kegiatan eksploitasi (KW. 1373 MYR 3603) dengan luas

WIUP (Wilayah Izin Usaha Pertambangan) 44,67 Ha yang terletak di Desa

Kumanis Atas, dengan batas-batas dan koordinat sebagaimana terlampir dalam

peta. Pada tahun 2016 nama CV. Miyor telah berganti nama menjadi PT. Miyor

Pratama Coal dan sampai saat ini.

Karena wilayah WIUP PT. Miyor Pratama Coal merupakan bekas lahan

tambang, maka PT. Miyor Pratama Coal hanya perlu melakukan eksplorasi

lanjutan. Perizinan yang diperlukan oleh PT. Miyor Pratama Coal untuk

melakukan kegiatan penambangan batu bara diantaranya adalah Surat Keputusan

No.1998/INPERKOP-SWL/TAM/X-2002 tanggal 31 Oktober 2002 yang mana

PT. Miyor Pratama Coal diminta untuk melengkapi permohonan syarat-syarat

yang di perlukan dalam pembuatan WIUP (Wilayah Izin Usaha Pertambangan)

tahap eksploitasi pada lahan 44.67 Ha.


Batubara yang ditambang oleh PT. Miyor Pratama Coal terbagi dalam tiga

golongan: Arang A dan Arang B memiliki berat jenis 1,3 dengan kalori 6000

Kkl/kg dan kemudian Arang C memiliki Berat Jenis 1,25 dengan kalorinya 6000

kkal/kg–7000 kkal/kg.

2.1.2. Struktur Organisasi

Kegiatan operasional penambangan di PT. Miyor Pratama Coal dipimpin

oleh seorang Direktur yang mempunyai wewenang penuh terhadap perusahaan,

dan tiga orang Komisaris yang bergerak dibidang Kepala Administrasi, Kepala

Teknik dan Kepala Lapangan. Kegiatan penambangan dipimpin oleh seorang

Kepala Teknik Tambang (KTT).

Masing-masing pembagian kerja kepala teknik terdiri dari: Kepala Teknik

Tambang yang bertanggung jawab atas tugasnya merencanakan penambangan

serta semua kegiatan yang berlangsung di lapangan, mekanik yang bertanggung

jawab terhadap maintenance yang bersangkutan dengan permesinan yang

digunakan untuk penunjang kegiatan penambangan, dan operator yang bertugas

mengoperasikan alat berat dan mesin lori yang dibantu oleh helper dan sopir

dump truck (driver) yang bertugas melakukan transportasi mineral maupun bahan

galian, serta teknisi las yang bertugas memperbaiki bagian peralatan tambang

yang rusak.

Selain itu, kegiatan penambangan dilakukan oleh beberapa karyawan yang

bekerja di dalam lubang tambang yang bertugas melakukan pengambilan batubara

dari di dalam lubang tambang, sekaligus melakukan transportasi keluar lubang

tambang. Pengawas atau formen tambang melakukan pengecekan terhadap gas-

gas yang membahayakan didalam tambang seperti: gas methane (CH4),


karbondioksida (CO2) dan (H2S) sekaligus memperhatikan keadaan dari

penyanggaan, ventilasi, dan memastikan lubang tambang dalam keadaan aman,

dan Eletricman bertugas untuk memasang peralatan yang berhubungan dengan

listrik.

Semua kinerja pada divisi ini dibawah tanggung jawab Kepala Teknik

Tambang yang mengontrol semua kegiatan yang bersangkutan tentang

penambangan. Sedangkan kepala lapangan masing-masing pembagian kerjanya:

Pengawas tambang, Quality Control Environment, Kepala Lubang. Struktur

organisasi pada operasional penambangan PT. Miyor Pratama Coal dapat dilihat

pada lampiran I.

2.1.3. Lokasi dan Kesampaian Daerah

Lokasi penambangan PT. Miyor Pratama Coal secara administrative

terletak di Desa Kumanis Atas, Kecamatan Talawi, Kota Sawahlunto, Provinsi

Sumatera Barat. Di mana batas-batas lokasi kegiatan penambangan diantaranya:

1. Sebelah Utara berbatasan dengan hutan lindung.

2. Sebelah Selatan berbatasan dengan IUP. CV. AME (Air Mata Emas).

3. Sebelah Timur berbatasan dengan IUP. CV. CBP (Cahaya Bumi Pratama).

4. Sebelah Barat berbatasan dengan IUP. PT. AIC (Allied Indo Coal).
Tabel 2.1. Koordinat Batas Wilayah WIUP Pertambangan Batubara PT.
Miyor Pratama Coal
No. Titik Bujur Timur Lintang Selatan (LS)

Koordinat 0 „ „‟ 0 „ „‟ LS

001 100 47 45,00 0 34 57,42 LS

002 100 47 57,80 0 34 57,42 LS

003 100 47 57,80 0 35 15,48 LS

004 100 47 57,80 0 35 34,00 LS

005 100 47 45,45 0 35 34,00 LS

006 100 47 45,00 0 35 15,48 LS

Sumber: PT. Miyor Pratama Coal (2017)

Lokasi penambangan dapat dicapai dari Kota Padang ke Kota Sawahlunto

dengan jarak tempuh 117 km dan jarak Kota Sawahlunto ke lokasi penambangan

sekitar 15 km.

PT. Miyor
Pratama Coal

Sumber:PT. Miyor Pratama Coal 2017

Gambar 2.1. Peta Kesampaian Daerah


2.1.4. Topografi

Keaadaan topografi daerah kuasa pertambangan PT. Miyor Pratama Coal

merupakan daerah perbukitan yang ditumbuhi semak-semak kecil yang dahulunya

digunakan untuk lahan perkebunan oleh rakyat setempat.

2.1.5. Wilayah Izin Usaha Penambangan

Wilayah Izin Usaha Penambangan PT. Miyor Pratama Coal terletak pada

koordinat 1000 47’ 45,00’’- 1000 47’ 57,80’’ bujur timur (BT) dan 000 34’ 57,42’’–

000 35’ 15,48’’ lintang selatan (LS) serta memiliki luas wilayah ± 44,67 Ha.

2.1.6. Keadaan Geologi dan Stratigrafi

1. Geologi Regional

Berdasarkan Peta Geologi Lembar Solok, Sumatera (P.H. Silitonga dan

Kastowo, Edisi 2, 1995). Kota Sawahlunto terletak di atas Formasi Sawahlunto,

batuan yang terbentuk pada zaman yang diberi istilah (Epoch) Eochen sekitar 40-

60 juta tahun yang lalu. Para ahli geologi berpendapat bahwa Kepulauan

Nusantara yang kita kenal sekarang ini terbentuk sekitar 4 juta tahun yang lalu.

Mereka menduga ketika formasi Sawahlunto terbentuk belum ada seperti yang

kita kenal sekarang ini.

Batuan tertua dari zaman Pra-tersier yang terangkat ke permukaan dengan

cara struktur graben, diendapkan batuan-batuan sedimen berumur tersier pada

cekungan, menghasilkan batuan intrusi tersier. Hasil erosi dari batuan intrusi

terbawa dan mengendap di sekitar aliran sungai menghasilkan endapan aluvial.

Satuan batuan tersebut terdiri dari:

a. Batuan Vulkanik

b. Batu Gamping –Argit


c. Batu Granit

d. Konglomerat

e. Batu Lempung-Batu Pasir

f. Batu Lempung-Batu Lanau

g. Batu Pasir

h. Tufa Batu Apung

Tanah Formasi Sawahlunto mengandung butiran pasir yang dapat

mengalirkan air. Akan tetapi dari gambar penampang geologi Ombilin diduga air

tersebut lolosketempat yang lain. Aspek geologi yang perlu mendapat perhatian

yang serius dalam perencanaan dan pengembangan Kota Sawahlunto adalah sesar,

gempa, dan gerakan tanah.

2. Geologi Struktur

Ada beberapa hal yang harus diperhatikan dalam pengelompokkan geologi

yaitu aspek tektonik atau gaya-gaya lateral yang berkembang, aspek sedimentasi

karena batubara merupakan endapan sedimenter, dan aspek variasi batubara

kualitas batubara menyangkut keekonomisan batubara bahan galian tersebut.

Dasar inilah yang digunakan untuk mengelompokkan kondisi geologis

berdasarkan komplektisitas geologisnya. Tabel (2.2.).


Tabel 2.2. Pengelompokan Geologi Talawi Berdasarkan Kompleks Geologi
No. PARAMETER KONDISI GEOLOGI
Sederhana Moderat Komplek
Aspek
I
Tektonik
Hampir
1 Sesar Jarang Rapat
tidak ada
Hampir Terlipat Terlipat
2 Lipatan
tidak terlipat sedang kuat
Tidak Sangat
3 Intrusi Berpengaruh
berpengaruh berpengaruh
4 Kemiringan Landai Sedang Terjal
Aspek
II
Sedimentasi
Variasi
1 X < 10 % 10%<x<50% X >50%
Ketebalan
Ribuan Ratusan Puluhan
2 Kesinambungan
meter meter meter
Hampir
3 Percabangan Beberapa Banyak
tidak ada
Variasi Sedikit Sangat
III Bervariasi
Kualitas bervariasi bervariasi
Sumber : PT. Miyor Pratama Coal (2017)

3. Stratigrafi

Stratigrafi wilayah Sumatera Barat terdiri atas batuan beku, batuan

sedimen, dan batuan vulkanik kuarter. Bentuk formasi batuan yang terdapat pada

cekungan Ombilin. Tabel (2.3.).


Tabel 2.3. Formasi Batuan Sawahlunto
THICK GRAPHIC
AGE UNIT DESCRIPTION
NEES LOG

Conglomeratic sandstone, quartz, whithish

MEMBE1515R
OLIGOCENE

SAWAH
RASAU grey, pebbles at the best grading to
sandstone toward the top, interbedded with
gray shales, shows erosional surfaces.

Shale, greyish brown, concoidal, fractures,


dense
Coal, black, shaley, fractured, with sanston
at base siltstone, grey, dense.
SAWAH LUNTO FORMATION

Coaly shale
T E R T I A R Y

Coal, black, within terbedded gray siltstone


and coaly clays shale, grey, dense,
EOCENE

mudstone, siltstone, occasional sandstone.


126 M Coal, black, shaly, dense
Silstone, brown, dense
Sandstone, quartz, brown, carbonaceus,
dense.
Siltstone, brown, dense
Siltstone, gradingdownward into brown
shale

Conglomeratic sandstone, greenish red,


PALEOCE

FORMATI
BRANI

ON
NE

contains quarts, feldspar, limestone


fragments, wellsorted, hard, dens.

P R A T E R T I A R Y

Sumber: PT. Miyor Pratama Coal (2017)

Stratigrafi Daerah Sawahlunto dapat dibagi ke dalam dua bagian utama,

yaitu komplek batuan Pra-tersier dan batuan tersier. Dimana masing-masing

kelompok dibedakan sebagai berikut:


a. Komplek Batuan Pra- Tersier

1) Formasi Silungkang

Formasi ini dibedakan menjadi empat satuan, yaitu lava andesit, lava

basalt, tufa andesit dan tufa basalt. Formasi ini diperkirakan berumur Perm

sampai Trias.

2) Formasi Tuhur

Formasi ini dicirikan oleh lempung abu-abu kehitaman berlapisan baik,

dengan sisipan-sisipan batu pasir dan batu gamping hitam. Formasi ini

diperkirakan berumur Trias.

b. Komplek Batuan Tersier

1) Formasi Brani

Formasi ini terdiri dari konglomerat dan batu pasir kasar yang berwarna

coklat keunguan, dengan kondisi terpilah baik (well sorted), padat keras

dan umumnya memperlihatkan adanya suatu perlapisan. Formasi ini

diperkirakan berumur Paleosen.

2) Formasi Sangkarewang

Formasi ini terdiri dari serpihgampingan sampai napal berwarna coklat

kehitaman, berlapis halus dan mengandung fosil ikan serta tumbuhan yang

diendapkan pada lingkungan air tawar. Formasi ini diperkirakan berumur

paleosen.

3) Formasi Sawahlunto

Formasi ini merupakan formasi paling penting karena mengandung

batubara. Formasi ini dicirikan oleh batulanau, batulempung dan


berselingan dengan batubara Formasi ini diendapkan pada lingkungan

sungai.

Batubara yang ditambang sekarang ini terletak di bagian barat yang

terdapat pada Formasi Sawahlunto yang terdiri dari batu lempung (claystone),

batu pasir (sandstone), dan batu lanau (siltstone) dengan sisipan batubara.

Secara umum endapan batubara di Sawahlunto ada 3 lapisan, yaitu A, B,

dan C dengan susunan sebagai berikut:

a) Lapisan A, mempunyai ketebalan antara 1,5–3,0 meter dengan kemiringan

30 sampai 180 dan tebal overburden antara 40–300 meter.

b) Lapisan B1, mempunyai ketebalan antara 0,6–1,5 meter dengan

kemiringan 30–230 dan tebal interburden 10–15 meter.

c) Lapisan B2, mempunyai ketebalan antara 0,8–1,5 meter dengan

kemiringan 30–230 dan tebal interburden 0,8–3 meter.

d) Lapisan C, mempunyai ketebalan antara 5,0–7,0 meter dengan kemiringan

30–240 dan tebal interburden 14-20 meter.


Tabel 2.4. Densitas Jenis Batuan di Sawahlunto
No Jenis Batuan Density
(ton/m3)
1 Claystone 2,50
2 Coaly Clay 2,45
3 Carbonaceous Clay 2,45
4 Coal 1,35
5 Sandstone (atap) 2,24
6 Sansdstone (lantai) 2,47
7 Siltstone (atap) 2,59
8 Siltstone (lantai) 2,60
Sumber : PT. Miyor Pratama Coal (2017)

2.1.7. Kualitas Batubara dan Cadangan

1. Kualitas Batubara

Menurut klasifikasi ASTM batubara di Sawahlunto termasuk kedalam

tingkat Bituminus High Volatile dengan nilai kalori 6000-7200 kkal/kg. Hasil ini

di dapat dari analisa proximate (analisa komponen pembentuk batubara) dan

analisa Ultimate (analisa unsur-unsur kimia yang terkandung pada batubara) yang

menunjukkan kadar belerang dan kadar abu yang rendah sedangkan bobot isi rata-

rata batubara dari hasil ekplorasi adalah 1,3 ton. Kualitas batubara yang

ditambang PT. Miyor Pratama Coal. Tabel (2.5.).


Tabel 2.5. Kualitas Batubara
Hasil
Parameter
AR ADB DB DAFB Metoda
Total
9.64 - - -
Moisture % ASTM D 3302 – 07
Proximate
Analisis
-Inherent
ASTM D 3173 – 03
Moisture, % - 3.27 - -
-Ash Content,
ASTM D 3174 – 04
% 15.92 17.04 17.62 -
-Volatile
ASTM D 3174 – 07
Matter, % 32.97 35.29 36.48 -
-Fixed
41.47 44.4 45.9 55.72 BY DIFFERENCE
Carbon, %
Total Sulphur
ASTM D 4239 – 05
% 0.81 0.87 0.9 1.09
Gross
Calorific
ASTM D 5865 – 07
Value
K cal/kg 5996 6419 6636 8055
Hardgrove
Grindability 47 ASTM D 409 – 02
index
Sumber : PT. Miyor Pratama Coal (2017)

Keterangan:

a. As Received (AR), yaitu batubara yang masih mengandung kandungan air total.

b. Air Dried Base (ADB), yaitu kondisi batubara yang telah dikeringkan.

c. Dry Base (DB), yaitu batubara kering atau telah bebas dari kandungan airnya.

d. Dry Ash Free (DAF), yaitu batubara yang hanya mengandung volatile matter.

e. Dry Mineral Matter Free (DMMF), yaitu kondisi batubara yang bebas.

2. Cadangan batubara

Berdasarkan hasil penelitian diketahui endapan batubara pada daerah

penambangan PT. Miyor Pratama Coal terdiri dari dua lapisan. Tebal lapisan

batubara B adalah 150 cm, dan lapisan C 300 cm. Jumlah cadangan terduga
sebanyak 482.938 ton dan cadangan terukur 167.062 ton dengan jumlah cadangan

keseluruhan 650.000 ton terbagi dalam empat daerah penambangan yaitu: Pit M.

01, M. 02,M. 03,M. 04.

Perhitungan cadangan dapat dilakukan dengan data-data dari luas area,

ketebalan batubara, singkapan batubara, dan data pemboran, sehingga dapat

diketahui tiga dimensi cebakan batubara.

Cadangan terukur yang perhitungannya berdasarkan jalur singkapan yang

telah ditemukan, lebar berdasarkan proyeksi panjang lapisan sedimen penutup

batubara dimulai dari jalur singkapan batubara searah kemiringan yang berhasil

ditemukandan dilakukan pengukuran dengan anggapan lapisan normal dan untuk

tebal ditentukan dari data parit uji/sumur uji.


Tabel 2.6. Cadangan Batubara PT. Miyor Pratama Coal
No Area Lapisan Dip Tebal Luas Cadangan
rata-rata rata-rata (m2) (ton)
(0) (m)
1 M. 01 B 15 0,5 37.500 24.375
C 20 0,75 37.500 35.313
2 M. 02 B 45 1,5 45.000 87.750
C 60 1,75 45.000 98.500
3 M. 03 B 40 1,5 12.000 35.100
C 60 3,0 12.000 45.000
4 M. 04 B 25 2,0 22.500 58.500
C 60 3,5 22.500 98.400
Sub total 482.938
Cadangan terduga 167.062
Total 650.000
Sumber: PT. Miyor Pratama Coal (2017)

2.2. Landasan Teori

2.2.1. Pengertian Swabakar (Spontaneous Combustion)

Spontaneous combustion atau swabakar batubara didefinisikan sebagai

suatu proses pemanasan perlahan batubara yang terjadi dengan sendirinya sebagai

akibat dari terpaparnya batubara dengan oksigen di udara. Proses ini berlangsung

pada temperatur normal, secara perlahan menghasilkan panas yang tidak terbawa

keluar oleh udara. Jika laju pembentukan panas tidak diimbangi dengan laju

keluarnya panas, maka akan terbentuk panas secara gradual hingga temperatur

mencapai titik pemantikan batubara (ignition point) sehingga menimbulkan api.

Swabakar merupakan salah satu efek yang ditimbulkan akibat kegiatan

penimbunan batubara. Swabakar terjadi akibat tumpukan batubara yang terlalu

lama mengalami kontak atau terekspose dengan udara. Karena pada dasarnya,
semakin lama batubara terekspos dengan udara, akan semakin besar kemungkinan

batubara tersebut mengalami oksidasi yang berarti semakin besar pula

kemungkinan terjadinya swabakar.

2.2.2. Mekanisme Swabakar

Seperti halnya setiap peristiwa pembakaran, kunci utama terjadinya

swabakar yang biasa disebut dengan dengan segitiga api atau combustion triangle

yaitu adanya oksigen, bahan bakar, dan unsur pemicu (panas) dapat di lihat pada

gambar 2.2. dibawah ini.

Sumber:Dimas Mulyajaya Kesuma (2015)

Gambar 2.2. Segitiga Api

Menurut Richter (1870), swabakar pada batubara dapat terjadi melalui

reaksi sebagai berikut.

1. Oksigen diserap oleh C (karbon) yang ada dalam batubara yang kemudian

menghasilkan CO2 (karbon dioksida) dan panas dengan persamaan reaksi

sebagai berikut.

C + O2 (5%) CO2 panas -

2. Reaksi selanjutnya menghasilkan CO (karbon monoksida) dan suhu yang

tinggi, dengan persamaan reaksi sebagai berikut.

CO2 + C panas -
Semua jenis batubara mempunyai kemampuan untuk terjadinya proses

swabakar, tetapi waktu yang diperlukan dan besarnya suhu yang dibutuhkan untuk

proses swabakar batubara ini tidak sama. Perkembangan panas dalam timbunan

batubara dimulai dari teroksidasi secara perlahan-lahan sampai suhu timbunan

50°C. Proses oksidasi akan meningkat sesuai kecepatan kenaikan suhu batubara

hingga suhu 100°C-140°C dimana pada suhu ini karbon dioksida dan uap air akan

terurai. Karbondioksida akan terurai dengan cepat sampai dicapai suhu 230°C

dimana hal ini untuk tahap swabakar terjadi. Secara umum suhu kritis batubara

untuk rank rendah di tempat penimbunan/penyimpanan berkisar ±50°C.

Menurut Ray W. Arms (1922), titik nyala (glow points) pada batubara

berbeda-beda untuk tiap kelasnya. Temperatur minimum untuk membuat batubara

terbakar di udara bebas tanpa dipicu oleh api. Tabel (2.7).

Tabel 2.7. Titik Nyala (Glow Point) Batubara Sesuai dengan Kelasnya
Kelas Batubara Titik Nyala(0C)
Lignite 526
Semi Bituminous 528
Bituminous 456
Semi Anthracite 400
Anthracite 600
Sumber:Dimas Mulyajaya Kesuma (2015)

Pada tabel (2.7.), terlihat bahwa terdapat variasi pada titik nyala batubara

untuk tiap kelasnya. Temperatur terendah dimiliki oleh batubara semi anthracite

dan temperatur tertinggi pada batubara antrasit. Hal ini disebabkan pada batubara

antrasit kandungan moisture-nya sedikit sedangkan kandungan volatile matter-nya

besar, sehingga menyebabkannya lebih mudah terbakar, sedangkan batubara

anthracite walau memiliki kandungan moisture dan volatile matter yang rendah
namun ikatan karbon pada batubara anthracite lebih sulit terurai sehingga lebih

sulit terbakar. Batubara bituminous lebih cepat terbakar dibandingkan batubara

semi bituminous dikarenakan batubara bituminus memiliki kandungan air dan

volatile matter yang lebih sedikit dibandingkan dengan batubara semi bituminous.

Menurut Muzyczuk dan Lason (1974), terdapat tiga tahap dalam proses

swabakar antara lain sebagai berikut:

1. Pada tahap awal, disebut tahap penonaktifan, tingkat oksidasi turun secara

eksponensial dengan waktu dan menjadi stabil setelah temperatur 40°C.

2. Kondisi peningkatan temperatur secara stabil berlanjut sampai temperatur

80–90°C. Hal ini terjadi saat tingkat oksidasi pada kondisi minimum.

3. Pada tahap ketiga, disebut tahap pengaktifan kembali. Terjadi peningkatan

kembali tingkat oksidasi dan temperatur batubara.

2.2.3. Penyebab Terjadinya Swabakar Batubara

Batubara merupakan batuan sedimen yang terbentuk dari hasil akumulasi

sisa-sisa tanaman yang terendapkan dalam waktu jutaan tahun yang lalu dan

mengalami proses pembatubaraan (coalification) di bawah pengaruh tekanan dan

temperatur serta perubahan kondisi geologi. Menurut Balai Diklat Tambang

Bawah Tanah Pusdiklat Teknologi Mineral dan Batubara penyebab terjadinya

swabakar antara lain:

1. Proses Pembatubaraan (coalification)

Pada proses pembatubaraan tersebut terjadi peningkatan rank batubara dari

gambut (peat) ke batubara mutu rendah (lignite), bituminous dan akhirnya

menjadi anthracite. Selama proses perubahan tersebut terjadi pengurangan


kandungan oksigen dan sebaliknya terjadi pertambahan persentase kandungan

karbon. Tabel (2.8.).

Tabel 2.8. Persentase Serapan Oksigen dan Kadar Karbon Batubara


Tipe Batubara Peat Lignit Bituminous Antrasit
Oksigen (%) 35,0 26,5 10,6 03,0
Karbon (%) 57,0 67,0 83,0 93,0
Sumber:Rizki Ghafilun (2015)

Kemungkinan terjadinya proses oksidasi lebih besar terhadap batubara

yang rendah kualitasnya, artinya semakin tinggi mutu batubara, maka semakin

kecil peluang terjadinya swabakar, karena serapan udara pada batubara itu

semakin berkurang.

2. Batubara Bubuk (pulverization of coal)

Batubara bubuk adalah batubara yang hancur dalam bentuk butiran-butiran

halus, yang terjadi saat berlangsungnya proses pengambilan batubara (coal

picking). Semakin banyak butiran-butiran batubara halus, maka semakin besar

kemungkinan terjadinya proses oksidasi yang menghasilkan panas (heat

generation), dan bilamana bubuk batubara tersebut berada pada area terbuka ke

udara (exposed), akan menyerap oksigen dalam jumlah besar yang menyebabkan

semakin cepatnya terjadi swabakar. Pada tabel (2.9.) berikut ini menunjukkan

pengaruh temperatur oksidasi terhadap fraksi besar butiran batubara.

Tabel 2.9. Hubungan Kecepatan Oksidasi dan Fraksi Butiran Batubara


Fraksi Ukuran Ukuran Partikel Temperatur Rasio Luas
Partikel Rata-rata Oksidasi Permukaan
<60 mesh 0,10 mm 900C 20,0
30-40 mesh 0,44 mm 1150C 4,5
20-30 mesh 0,68mm 1270C 3,0
Sumber:Rizki Ghafilun (2015)
Dari tabel tersebut memperlihatkan bahwa semakin halus ukuran butir

partikel batubara, makin rendah temperatur dimana proses oksidasi terjadi.

Dengan demikian maka batubara yang memiliki pertikel butir yang halus lebih

memungkinkan terjadinya swabakar.

3. Kandungan Kelembaban (moisture)

Kandungan kelembaban (moisture content) dalam batubara dapat

dikelompokkan menjadi dua tipe, yaitu kandungan kelembaban yang melekat

(inherent moisture content) dan kandungan kelembaban bawaan (attach moisture

content). Batubara yang mempunyai kandungan kelembaban bawaan

memungkinkan terjadinya proses oksidasi yang cepat sehingga menyebabkan

swabakar.

Keberadaan kelembaban (moisture content) dalam batubara mempercepat

terbentuknya panas, karena adanya penguapan (evaporation) kelembaban itu

membantu ventilasi alam dan mempercepat terjadinya penembusan oksigen ke

dalam batubara. Kandungan kelembaban batubara antara 5% - 10% adalah

keadaan yang paling memungkinkan terjadinya swabakar.

4. Kandungan zat terbang (volatile matter content)

Batubara yang mempunyai kandungan zat terbang yang tinggi (high

volatile matter) sering mengalami swabakar. Kondisi ini terjadi, bila rasio

kandungan karbon dan zat terbangnya (fuel ratio) mendekati 1.

Di Jepang, pada umumnya swabakar terjadi pada batubara yang mengandung

zat terbang sekitar 40% dan fuel ratio antara 1 sampai 1,5.
5. Kandungan Sulfida besi (iron sulfide)

Adanya kandungan sulfida besi dalam batubara akan menyebabkan

terjadinya swabakar. Namun demikian sulfida besi bukanlah penyebab utama

terjadinya swabakar pada batubara, tetapi karena sifat dari sulfida besi yang

sangat mudah mengalami oksidasi hingga terbentuk panas, maka adanya

kandungan sulfida besi dalam batubara dapat membantu mempercepatnya proses

oksidasi.

6. Kandungan (phosphore content)

Kandungan posphor yang tingggi dalam batubara dapat mempermudah

terjadinya swabakar walaupun secara tidak langsung. Posphor yang terkandung

dalam batubara disebabkan adanya tekanan dan penghancuran (pulverization)

melalui proses geologis yang menimbulkan efek panas akibat deformasi dalam

partikel batubara, sehingga secara tak langsung akan mempermudah proses

oksidasi dan akhirnya terjadi swabakar.

Batubara merupakan bahan bakar organik dan apabila bersinggungan

langsung dengan udara dalam keadaan temperatur tinggi (misalnya musim

kemarau yang berkepanjangan) akan terbakar sendiri. Keadaan ini akan dipercepat

oleh:

a. Reaksi eksothermal (uap dan oksigen di udara). Hal ini yang paling sering

terjadi

b. Bakteria

c. Aksi katalis dari benda-benda anorganik

Sedangkan penyebab kemungkinan terjadinya swabakar (spontaneous

combustion) yang utama, yaitu karbonisasi yang rendah (low carbonization) dan
kadar belerang batubara yang tinggi (> 2 %) dengan ambang batas kadar belerang

sebaiknya 1,2 %.

2.2.4. Faktor Penyebab Swabakar Batubara di Stockpile

Faktor-faktor penyebab terjadinya swabakar batubara pada stockpile antara

lain sebagai berikut (Hana Mulyana, 2005).

1. Lama Penimbunan

Semakin lama batubara tertimbun akan semakin banyak panas yang

tersimpan di dalam timbunan. Volume udara yang terkandung dalam timbunan

semakin besar, sehingga kecepatan oksidasi semakin tinggi.

2. Metode Penimbunan

Dalam timbunan batubara perlu mendapatkan pemadatan, untuk

menghambat proses terjadinya swabakar batubara. Karena ruang antar butir

diantara material batubara berkurang.

3. Parameter Kualitas Batubara

Parameter kualitas batubara yang mempengaruhi proses terjadinya

swabakar antara lain peringkat batubara, kandungan lengas total (total moisture)

yang terdiri atas kandungan lengas bebas (free moisture) dan kandungan lengas

bawaan (inherent moisture), serta zat terbang (volatile matter). Batubara yang

mempunyai kandungan moisture yang lebih tinggi lebih rentan mengalami

swabakar dibandingkan batubara yang kandungan moisture lebih rendah.

4. Geometri Timbunan Batubara

a. Tinggi Timbunan

Timbunan yang terlalu tinggi akan menyebabkan semakin banyak panas

yang terserap. Hal ini dikarenakan sisi miring yang terbentuk akan semakin
panjang, sehingga daerah yang tidak terpadatkan akan semakin luas dan akan

mengakibatkan permukaan yang teroksidasi semakin besar.

b. Sudut Timbunan

Sudut timbunan yang terbentuk dari suatu tumpukan pada stockpile

sebaiknya lebih kecil dari angle of repose timbunan batubara. Pada umumnya

material berukuran kasar memiliki angle of repose lebih besar dibandingkan

material berukuran halus. Kemiringan timbunan batubara yang cukup ideal

berdasarkan angle of repose yaitu 38˚. Tabel (2.10.).

Tabel 2.10. Angle of Repose dari Beberapa Material


Material Angle of Repose(0)
Clay, dari tambang 30-40
Coal, dari tambang 38
Graver, dari tambang 38
Limestone, d ari tambang 30-40
Bijih mangan 39
Batuan, bongkah 20-29
Pasir, kering 35
Sumber: Dimas Mulyajaya Kesuma (2015)

2.2.5. Upaya Pencegahan Swabakar pada Stockpile

Beberapa cara yang dapat dilakukan untuk mengurangi kejadian swabakar

batubara pada stockpile antara lain sebagai berikut.(Hana Mulyana, 2005).

1. Mengurangi Ketinggian Stockpile

Tujuan untuk mengurangi ketinggian stockpile adalah untuk mengurangi

impact dari angin yang menerpa stockpile. Semakin besar luas permukaan yang

diterpa angin semakin besar tingkat oksidasi yang terjadi, yang berarti pula

semakin besar kemungkinannya untuk terjadinya swabakar atau pembakaran


spontan. Mengurangi ketinggian stockpile dapat dilakukan dengan menyetok

batubara melebar, atau luasan penumpukan diperbesar.

Apabila luasan areal stockpile tidak mencukupi, maka pemadatan harus

dilakukan. Pemadatan stockpile dapat dilakukan layer by layer atau single

compaction. Pemadatan layer by layer dapat dilakukan terhadapa batubara yang

relatif keras atau tidak rapuh, karena apabila dilakukan terhadap batubara yang

rapuh, maka proses pemadatan akan menghasilkan debu yang cukup signifikan.

Untuk batubara yang mudah hancur, maka pemadatan yang dapat dilakukan

adalah pemadatan dengan metode single compaction.

2. Mengurangi Sudut Slope pada Stockpile

Pengurangan sudut slope pada stockpile dimaksudkan untuk mengurangi

impact angin yang menerpa tumpukan batubara. Dengan melandaikan bagian

permukaan yang menghadap ke arah angin, berarti mengurangi penetrasi angin

atau oksigen masuk kedalam tumpukan. Sudut stockpile yang aerodinamis

menyebabkan angin yang menerpa pada tumpukan batubara seolah-olah

dibelokkan ke atas sehingga tidak terjadi turbulensi angin disekitar tumpukan

batubara. Hal ini dapat mengurangi tingkat oksidasi yang terjadi pada batubara.

3. Memadatkan Permukaan yang Menghadap ke Arah Angin

Untuk menyimpan batubara yang relatif lama, baik batubara golongan

rendah maupun batubara golongan tinggi, sebaiknya setiap slope tumpukan

dipadatkan, khususnya yang menghadap ke arah angin. Dengan pemadatan setiap

slope tumpukan berarti mengurangi tingkat resiko terjadinya pembakaran spontan.

Swabakar pada stockpile umumnya disebabkan oleh dua faktor yaitu udara

dan panas, maka pencegahan terjadinya swabakar hanya dapat dilakukan apabila
salah satu dari kedua faktor ini dihilangkan melalui pemadatan untuk

memperkecil kontak antara partikel batubara dengan oksigen dari udara.

Hal ini perlu dilakukan, terutama untuk penimbunan atau penyimpanan

jangka panjang untuk mencegah terjadinya penurunan kualitas batubara

disamping untuk mengurangi bahaya swabakar yang menyebabkan kebakaran.

Pemadatan timbunan batubara harus dilakukan secara sistematis yaitu dilakukan

secara lapis demi lapis dimana setiap lapis yang disebarkan merata dan langsung

dipadatakan dengan alat berat.

4. Memonitor Temperatur Stockpile secara Reguler

Monitoring temperatur batubara di stockpile secara reguler dimaksudkan

agar setiap temperatur batubara di stockpile cepat terdeteksi agar dapat dilakukan

tindakan pencegahan untuk mencegah terjadinya pembakaran spontan. Setiap

batubara akan mengalami oksidasi segera setelah terekspose diudara, dimana yang

membedakan antara batubara yang satu dengan yang lain adalah tingkat

oksidasinya. Semakin tinggi rank batubara, semakin rendah tingkat oksidasinya,

karena internal surface areanya lebih kecil dibanding dengan batubara peringkat

rendah. Oksidasi batubara ini bersifat eksotermik atau menghasilkan panas. Pada

saat oksidasi terjadi dipermukaan yang terekspose ke udara, panas yang

ditimbulkan segera dihilangkan dengan konveksi ke udara sehingga temperatur

batubara tersebut tidak naik dan stabil.

Namun apabila oksidasi terjadi didalam tumpukan bagian dalam, panas

yang dihasilkan tidak segera terhilangkan dengan konduktifitas. Apabila panas

yang dihasilkan dari oksidasi lebih besar dari panas yang dihilangkan, maka

temperatur batubara akan naik. Proses tersebut dinamakan proses self heating,
dimana proses ini semakin lama semakin cepat karena semakin tinggi suhunya,

semakin besar tingkat oksidasinya yang berarti semakin tinggi pula panas yang

ditimbulkan. Apabila proses seperti ini tidak diinvertensi, semakin lama semakin

tinggi sampai pada ignition temperatur batubara tersebut. Apabila ini terjadi, maka

pembakaran spontan akan segera terjadi. Temperatur kritis masing-masing

batubara berbeda-beda tergantung pada jenis atau peringkat batubara.

5. Melakukan Management FIFO ( First In – First Out)

Management FIFO atau First in – First out di setiap stockpile baik di

perusahaan tambang batubara maupun di end user harus diusahakan terlaksana

karena hal ini untuk mencegah resiko terjadinya pembakaran spontan di stockpile.

Hal ini dikarenakan semakin lama batubara terekspose di udara semakin besar

kemungkinan batubara tersebut mengalami oksidasi yang berarti pula semakin

besar kemungkinan terjadinya self heating sampai terjadinya pembakaran spontan.

Biasanya management FIFO ini terkendala dengan masalah kualitas. Ada kalanya

batubara yang sudah ditumpuk pertama kali di stockpile tidak dapat dimuat karena

alasan kualitas yang tidak sama. Namun demikian setiap kesempatan management

FIFO ini tetap harus prioritas dilakukan pada saat tidak ada alasan kualitas. Dari

seluruh langkah pencegahan yang telah dijelaskan, management FIFO adalah

yang paling murah.

2.2.6. Sistem Penumpukan atau Pola Penimbunan Batubara

Sistem penumpukan batubara harus diatur sedemikian rupa agar segregasi

atau pemisahan timbunan batubara berdasarkan perbedaan kualitas dapat

dilakukan dengan baik dan juga dapat meminimalkan resiko terjadinya swabakar

pada stockpile. Hal ini dapat dilakukan dengan cara menumpuk batubara secara
memanjang searah dengan arah angin agar permukaan tumpukan batubara yang

menghadap ke arah datangnya angin menjadi lebih kecil.

Menurut Muchjidin (2006), terdapat beberapa macam pola penimbunan

batubara pada stockpile. Beberapa pola tersebut antara lain cone ply, chevron,

chevcon, dan windrow.

1. Cone Ply

merupakan pola dengan bentuk kerucut pada salah satu ujungnya sampai

tercapai ketinggian yang dikehendaki dan dilanjutkan menurut panjang stockpile.

Pola ini dapat dibentuk dengan menggunakan alat curah, seperti belt conveyor

atau stacker reclaimer. Gambar (2.3.).

Sumber: Muchjidin (2006)

Gambar 2.3. Pola Penimbunan Cone Ply

2. Chevron

merupakan pola dengan menempatkan timbunan satu baris material,

sepanjang stockpile dan tumpukan dengan cara bolak-balik hingga mencapai

ketinggian yang diinginkan. Pola ini baik untuk alat curah seperti belt conveyor

atau stacker reclaimer. Gambar (2.4.).


Sumber: Muchjidin (2006)

Gambar 2.4. Pola Penimbunan Chevron

3. Chevcon

merupakan pola penimbunan dengan kombinasi antara pola penimbunan

chevron dan pola penimbunan cone ply. Pembentukan timbunan ini dapat

menggunakan alat dozer, backhoe, dan wheel loader. Gambar (2.5.).

Sumber: Muchjidin (2006)

Gambar 2.5. Pola Penimbunan Chevcon

4. Windrow

merupakan pola dengan tumpukan dalam baris sejajar sepanjang lebar

stockpile dan diteruskan sampai ketinggian yang dikehendaki tercapai. Umumnya

alat yang digunakan untuk membuat timbunan dengan pola ini adalah backhoe,

bulldozer, dan loader. Gambar (2.6.).


Sumber: Muchjidin (2006)

Gambar 2.6. Pola Penimbunan Windrow

2.2.7. Geometri Stockpile

Geometri stockpile dapat diartikan sebagai bentuk dan ukuran dari suatu

stockpile batubara yang ditimbun. Geometri stockpile terdiri dari tinggi stockpile,

sudut slope, panjang dan lebar stockpile, serta bentuk bangun atau dimensi dari

stockpile itu sendiri.

Geometri dari suatu stockpile dipengaruhi oleh kapasitas volume dari

batubara yang ditimbun, jumlah pengelompokan kualitas batubara, serta sistem

penumpukan yang digunakan

Bentuk dari geometri stockpile dilapangan adalah limas terpancung, Tonase

tumpukan batubara dapat dicari setelah menghitung volume batubara berdasarkan

bentuk bangunnya sebagai berikut:

1. Geometri Lantai Dasar Stockpile

Lantai dasar temporary stockpile berbentuk trapesium dapat dihitung

dengan rumus sebagai berikut:


b

a
Sumber:Mardhika Wirahadi Alqawiyyu (2014)

Gambar 2.7. Bentuk Bangun Datar Trapesium

......................................(II.1)

Dimana : a = Alas

b = Sisi yang sejajar dengan alas

t = Tinggi

L = Luas

2. Geometri Stockpile (Volume tumpukan Limas Terpancung)

Sumber:Dimas Mulyajaya Kesuma 2015

Gambar 2.8. Bentuk Bangun Limas Terpancung (Anne M. Carpenter, 1999)

Volume Limas terpancung dapat dihitung menggunakan rumus sebagai

berikut (Anne M. Carpenter, 1999).

.......................................(II.2)

Dimana : V = Volume limas terpancung


T = Tinggi limas
B = Luas bidang bawah
A = Luas bidang atas
Oleh karena alas pada tumpukan chevcon limas terpancung ini berbentuk

persegi panjang membundar, maka alas pada tumpukan ini harus dibagi menjadi

beberapa segmen agar dapat dihitung luas bidang bawahnya.

a. Perhitungan jari-jari :
Keliling ¼ lingkaran = ¼ π .......(II.3)
Keterangan : r = Jari-Jari
r=?
K = Keliling ¼ Lingkaran

b. Perhitungan ketinggian:
Y= .....................................(II.4)
z Y Keterangan: Z = Panjang sisi miring
X = Jari-jari
Y = Tinggi
c. Perhitungan sudut timbunan:
α
Tan α =
x
α = tan-1 ..................................(II.5)
Keterangan: Tan α = Sudut Timbunan
Y= Tinggi
X= Jari-jari

d. Perhitungan Luas Lantai Bawah

...................................(II.6)

π 2

Keterangan: L = Luas lantai bawah

LA = Panjang dikali lebar lantai bawah

LB = Panjang lantai bawah dikali jari-jari


LC = Lebar lantai bawah dikali jari-jari

LD = Seperempat lingkaran dikali jari-jari

e. Perhitungan Luas Lantai Atas

...............................(II.7)

Keterangan: L= Luas lantai bawah

p = Panjang lantai atas

l = Lebar lantai atas

2.3. Kerangka Konseptual

Dalam penelitian ini terdapat kerangka konseptual yang akan membantu

peneliti untuk menyelesaikan penelitian, yang terdiri atas:

1. Input

Input dalam kegiatan penelitian ini diperoleh dari dua sumber dimana

terdiri dari:

a. Data Primer

Data primer adalah data yang didapat secara langsung dilapangan yaitu

diarea stockpile PT. Miyor Pratama Coal. Data-data yang dibutuhkan dalam

penelitian yaitu:

1) Temperatur batubara.

2) Dimensi lantai dasar stockpile (panjang alas, sisi sejajar dengan alas,

sisi miring, tinggi)

3) Dimensi tumpukan (panjang dan lebar lantai atas, panjang dan lebar

lantai bawah, panjang sisi miring, panjang sisi lengkung).


b. Data Sekunder

Dan data sekunder di peroleh dari sumber-sumber buku atau studi

kepustakaan dan dari perusahaan, serta beberapa literatur untuk penunjang

penelitian ini berupa hasil penelitian terdahulu serta dokumen perusahaan, data-

data tersebut meliput:

1) Metode penumpukan batubara di stockpile.

2) Data kualitas batubara.

3) Data densitas jenis batuan di Sawahlunto.

2. Proses

Proses merupakan analisa dari data-data yang diperoleh pada bagian input.

Data-data yang dianalisa yaitu: Berapa nilai temperatur pertitiknya pada

tumpukan batubara di stockpile, apakah nilai temperatur yang diukur sesuai

dengan nilai ambang batas atau baku mutu yang diizinkan dan faktor-faktor apa

saja yang mempengaruhi meningkatnya nilai temperatur pada stockpile.

3. Output

Output yang dihasilkan berdasarkan input dan hasil analisa data.

setelah melakukan analisa yaitu: Untuk menentukan nilai temperatur

pertitiknya pada tumpukan batubara di stockpile, untuk menganalisis nilai

temperatur yang diukur sesuai dengan nilai ambang batas atau baku mutu

yang diizinkan dan Untuk menentukan faktor apa saja yang mempengaruhi

meningkatnya nilai temperatur pada stockpile PT. Miyor Pratama Coal.


Input Proses Output

Data primer terdiri Data-data yang Setelah melakukan


dari: dianalisa yaitu: analisa yaitu: Untuk
1. Temperatur Berapa nilai menentukan nilai
temperatur
batubara temperatur
pertitiknya pada
2. Dimensi lantai tumpukan batubara pertitiknya pada
dasar stockpile di stockpile, apakah tumpukan batubara
(panjang alas, sisi nilai temperatur yang di stockpile, untuk
sejajar dengan diukur sesuai dengan menganalisis nilai
alas, sisi miring, nilai ambang batas
tinggi) temperatur yang
atau baku mutu yang diukur sesuai
3. Dimensi tumpukan diizinkan dan faktor-
(panjang dan lebar dengan nilai
faktor apa saja yang
lantai atas, mempengaruhi ambang batas atau
panjang dan lebar meningkatnya nilai baku mutu yang
lantai bawah, temperatur pada diizinkan dan
panjang sisi stockpile. Untuk menentukan
miring, panjang
sisi lengkung). faktor apa saja yang
Data sekunder terdiri mempengaruhi
dari: meningkatnya nilai
1. Metode temperatur pada
penumpukan stockpile PT. Miyor
batubara pada Pratama Coal.
stockpile.
2. Data kualiatas
batubara.
3. Data densitas jenis
batuan di
Sawahlunto

Gambar 2.9. Kerangka Konseptual Penelitian


BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

3.1. Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang peneliti lakukan adalah penelitian terapan (applied

research). Penelitian terapan adalah penelitian yang bertujuan untuk hati-hati,

sistematik dan terus menerus terhadap suatu masalah dengan tujuan digunakan

segera untuk keperluan tertentu. Hasil penelitian yang dilakukan tidak perlu

sebagai suatu penemuan baru, akan tetapi merupakan aplikasi yang baru dari

penelitian yang telah ada.

3.2. Tempat dan Waktu Penelitian

Peneliti melakukan penelitian di area temporary stockpile batubara PT.

Miyor Pratama Coal Parambahan Kecamatan Talawi Kota Sawahlunto Provinsi

Sumatera Barat. Waktu penelitian tanggal 15 November 2017 sampai 30 Juni

2018.

3.3. Variabel penelitian

Variabel penelitian merupakan suatu atribut dari sekelompok objek yang

diteliti yang mempunyai variasi satu dengan yang lain dalam kelompok tersebut.

Sesuai dengan permasalahan yang diteliti maka variabel penelitian meliputi

melakukan analisa nilai temperatur yang diukur pertitiknya dengan nilai ambang

batas atau baku mutu yang diizinkan sesuai standar pengukuran, juga dapat

mengetahui titik suhu mulai terjadinya swabakar pada stockpile dan dapat

menentukan faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi meningkatnya nilai

temperatur pada stockpile, guna mencegah terjadinya swabakar di stockpile PT.

Miyor Pratama Coal.


3.4. Jenis dan Sumber Data

1. Jenis Data

a. Data Primer, merupakan data yang dikumpulkan dengan melakukan

pengamatan langsung dilapangan yaitu:

4) Temperatur batubara.

5) Dimensi lantai dasar stockpile (panjang alas, sisi sejajar dengan alas,

sisi miring, tinggi)

6) Dimensi tumpukan (panjang dan lebar lantai atas, panjang dan lebar

lantai bawah, panjang sisi miring, panjang sisi lengkung).

b. Data sekunder, merupakan data yang diperoleh dari data-data yang sudah

ada di PT. Miyor Pratama Coal atau studi kepustakaan dan beberapa

literatur yang mendukung penelitian ini. Data-data tersebut meliputi:

4) Metode penumpukan batubara di stockpile.

5) Data kualitas batubara.

6) Data densitas jenis batuan di Sawahlunto.

2. Sumber Data

Sumber data yang peneliti dapatkan berasal dari pengamatan langsung di

lapangan ataupun studi kepustakaan dari arsip-arsip perusahaan PT. Miyor

Pratama Coal serta wawancara.

3.5. Teknik Pengumpulan Data

Dalam teknik pengumpulan data dilakukan dengan dua cara yaitu:

1. Pengumpulan data primer

a. Pengukuran temperatur batubara perhari dengan menggunakan alat

Thermo Couple pada temporary stockpile dan pengukuran temperatur


batubara pada sepuluh titik patok ukur selama sepuluh hari pengamatan

dalam satu hari dua kali pengambilan data pada stockpile.

b. Melakukan pengukuran langsung lantai dasar stockpile yang berbentuk

bangun trapesium sama kaki

c. Mengetahui volume kedua tumpukan batubara pada temporary stockpile

dengan mengukur dimensi stockpile dengan meteran dengan panjang

30m secara langsung dilapangan.

2. Pengumpulan data sekunder

Data ini diperoleh dari data-data yang sudah ada di PT. Miyor Pratama

Coal pada waktu penelitian dilapangan.

3.6. Teknik Pengolahan Data

3.6.1. Peralatan Penelitian

Guna menunjang kegiatan penelitian ini, maka diperlukan peralatan yang

digunakan dalam pengambilan data primer di lapangan. Peralatan yang digunakan

untuk pengambilan data primer pada penelitian ini adalah sebagai berikut;

1. Thermo Couple TM--902C (range -50°C–1300°C) untuk pengukuran suhu

pada stockpile batubara.

2. Patok ukur untuk menandai lokasi yang dijadikan titik pengukuran suhu

selama penelitian pada stockpile batubara.

3. Meteran dengan panjang 30m untuk pengukuran dimensi lantai dasar

stockpile dan volume tumpukan batubara di stockpile.


Gambar 3.1. Peralatan Penelitian

3.6.2. Langkah Kerja Alat Pengukur Temperatur (Thermo Couple)

Pengukuran temperatur dilakukan pada titik patok ukur yang sudah

ditentukan dengan cara sebagai berikut:

1. Membuat lubang vertikal pada timbunan batubara yang dibantu dengan

besi padu yang telah di sediakan sepanjang 1,25 meter, hal ini bertujuan

untuk membantu kabel arus yang dililitkan ke besi dengan balutan lagban

listrik supaya lebih mudah untuk menancapkannya ke tumpukan batubara.

2. Tancapkan besi padu dengan balutan kabel yang telah dililitkan kebesi

dengan balutan lagban listrik tersebut ke tumpukan batubara dengan

kedalaman 1 meter untuk setiap titik patok ukur pengamatan,

3. Pasangkan colokan kabel arus tersebut ke alat pengukur Thermo Couple

TM--902C (range -50°C–1300°C)

4. Tekan tombol power pada alat pembaca, biarkan selama 5 menit atau

alat tersebut berhenti membaca maka itu lah hasil pengukuran temperatur

yang didapat di titik tersebut, dan seperti itu seterusnya.

Gambar (3.1.) menunjukkan sketsa dari proses pengukuran temperatur

pada stockpile batubara.


Gambar 3.2.
Sketsa Prosedur Pengukuran Temperatur pada Stockpile Batubara

3.6.3. Pengukuran Temperatur Stockpile

Pengukuran dilakukan dua kali dalam sehari mulai dari pukul 10.00

sampai selesai tumpukan (A) kalori 6500-6800, pukul 11.00 sampai selesai

tumpukan (B) kalori 3000-4000 dan pukul 13.30 sampai selesai tumpukan (A)

kalori 6500-6800, pukul 14.30 sampai selesai tumpukan (B) kalori 3000-4000.

Pada stockpile batubara ditandai menggunakan patok ukur yang telah disediakan

sebanyak 10 titik mengelilingi sisi timbunan batubara yang diteliti dengan jarak

antar titik patok sebesar 4 - 5 meter. 4 titik patok ukur pertama terletak pada

kedua sisi panjang alas tumpukan stockpile, 2 titik patok ukur kedua terletak pada

kedua sisi lebar alas tumpukan stockpile dan 4 titik patok ukur lainnya terletak

pada puncak stockpile.

3.6.4. Geometri Lantai Dasar Stockpile

Lantai dasar temporary stockpile berbentuk trapesium dapat dihitung

dengan rumus menggunakan persamaan (II.1) Halaman (33).

3.6.5. Geometri Stockpile (Volume tumpukan Limas Terpancung)

Volume Limas terpancung dapat dihitung menggunakan rumus persamaan

(II.2) Halaman (33).


3.7. Analisa Data

Setelah melalui tahap dalam pengumpulan data dan pengolahan data maka

dilakukan analisa data dari pengolahan data yang didapat. Pada analisa data

nantinya akan terlihat temperatur batubara pertitiknya di stockpile dan di analisa

dengan standar pengukuran yang telah ada guna untuk meminimalisir upaya

terjadinya swabakar pada temporary stockpile.

3.8. Diagram Alir Penelitian

Langkah-langkah yang dilakukan peneliti dalam melakukan penelitian

dapat dilihat pada halaman (44).


“Monitoring Temperatur Untuk Mencegah Terjadinya Swabakar Pada Temporary
Stockpile PT. Miyor Pratama Coal Parambahan Kecamatan Talawi Kota
Sawahlunto Provinsi Sumatera Barat”

Identifikasi Masalah
a. Kurang efektifnya penanganan swabakar di stockpile tersebut.
b. Peristiwa terjadinya swabakar dapat mengurangi produksi batubara di stockpile dan menurunnya kualitas
batubara.
c. Penumpukan batubara pada stockpile dalam jangka waktu yang cukup lama sering mengalami swabakar.
d. Batubara kualitas rendah rentan mengalami swabakar (Spontaneous Combustion) dari pada batubara
kualitas tinggi.

Tujuan Penelitian
a. Untuk menentukan nilai temperatur perharinya pada tumpukan batubara di stockpile PT. Miyor
Pratama Coal
b. Untuk menganalisis nilai Temperatur yang diukur sesuai dengan nilai ambang batas atau baku
mutu yang di izinkan.
c. Untuk menentukan faktor apa saja yang mempengaruhi meningkatnya nilai temperatur pada
stockpile PT. Miyor Pratama Coal.

Pengumpulan Data

Primer Sekunder
a. Temperatur batubara a. Metode penumpukan batubara pada stockpile.
b. Dimensi lantai dasar stockpile (panjang alas, sisi b. Data kualitas batubara.
sejajar dengan alas, sisi miring, tinggi) c. Data densitas jenis batuan di sawahlunto.
c. Dimensi tumpukan (panjang dan lebar lantai atas,
panjang dan lebar lantai bawah, panjang sisi miring,
panjang sisi lengkung).

Pengolahan Data
Mengetahui luas lantai dasar stockpile,mengetahui volume tumpukan batubara (geometri limas
terpancung), pengukuran pada 10 titik patok ukur selama 10 hari pengamatan dalam sehari dua kali
pengambilan data menggunakan alat Thermo Couple TM-902C (range -500C – 13000C) dan
dijelaskan memakai grafik untuk pengolahan datanya.

Analisis
Ambang titik nyala (glow point) batubara sesuai dengan
kelasnya pada stockpile PT. Miyor Pratama Coal.

Aman Tidak Aman

Gambar 3.3. Diagram Alir Penelitian


BAB IV

HASIL PENELITIAN

4.1. Pengumpulan Data Hasil Penelitian Dilapangan

4.1.1. Kondisi Aktual Temporary Stockpile PT. Miyor Pratama Coal

PT. Miyor Pratama Coal telah menyiapkan area timbunan untuk

penampungan batubara (stockpile), batubara ini di loading dari front

penambangan dengan menggunakan dump truck ke area stockpile yang terletak

disisi timur kantor PT. Miyor Pratama Coal. Stockpile ini menampung batubara

dari penambangan tambang terbuka yang berlokasi di Desa Kumanis Atas

Kecamatan Talawi Kota Sawahlunto dan tambang bawah tanah yang berlokasi di

Desa Tigo Tanjuang Kecamatan Talawi Kota Sawahlunto.

Pada temporary stockpile PT. Miyor Pratama Coal terdapat dua tumpukan

yaitu tumpukan (A) kalori 6500-6800 dan tumpukan (B) kalori 3000-4000,

dengan menggunakan sistem penumpukan atau pola penimbunan chevcon limas

terpancung kedua tumpukan batubara tersebut.

Lama tumpukan batubara (A) kalori 6500-6800 pada temporary stockpile

± 1 bulan dan tumpukan (B) kalori 3000-4000 ±3,5 – 4 bulan, karena batubara

kalori 3000-4000 ini tidak langsung dipasarkan kekonsumen setiap bulannya

melainkan ditimbun dahulu sampai adanya penawaran dari pihak konsumen, beda

dengan batubara kalori 6500-6800 yang langsung dipasarkan/dikirim setiap

bulannya oleh PT. Miyor Pratama Coal ke PLTU Talawi Kota Sawahlunto dengan

menggunakan dump truck yang berjarak ±3 km dari stockpile PT. Miyor Pratama

Coal ke stockpile PLTU Talawi Kota Sawahlunto.


Gambar 4.1. Kondisi Aktual Tumpukan Batubara (A) Kalori 6500-6800

Gambar 4.2. Kondisi Aktual Tumpukan Batubara (B) Kalori 3000-4000

4.1.2. Lantai Dasar Stockpile

Lantai dasar temporary stockpile PT. Miyor Pratama Coal yang dipakai

untuk tumpukan (A) kalori 6500-6800 dan tumpukan (B) kalori 3000-4000

berbentuk bangun trapesium. Lantai dasar temporary stockpile ini dikondisikan

dalam posisi rata, lantai dasar temporary stockpile ini terdiri dari tanah kemudian

lapisan atasnya dilapisi dengan batubara kotor (bedding coal), dengan ukuran

dimensinya adalah: Tabel (4.1.).


Tabel 4.1. Hasil Pengukuran Dimensi Lantai Dasar Stockpile Dilapangan
No. Dimensi Satuan (meter)

1. Alas 127 m

2. Sisi yang sejajar dengan alas 59 m

3. Sisi miring 104 m

4. Tinggi 87 m

Gambar 4.3. Pengukuran Dimensi Lantai Dasar Stockpile

4.1.3. Sistim Penumpukan Atau Pola Penimbunan Batubara

Pola penimbunan batubara tumpukan (A) kalori 6500-6800 dan tumpukan

(B) kalori 3000-4000 pada temporary sockpile ini keduanya menggunakan pola

penimbunan chevcon berbentuk Limas Terpancung. Pola penimbunan chevcon

dilakukan dengan cara teknis, menumpukan batubara secara berurutan oleh dump

truck di area stockpile, kemudian ditimbun dan diratakan hingga mebentuk limas

terpancung dengan menggunakan loader (exavator) sampai mencapai ketinggian

yang di inginkan.
Gambar 4.4. Pola Penimbunan Tumpukan Batubara (A) Kalori 6500-6800
Chevcon (Limas Terpancung)

Gambar 4.5. Pola Penimbunan Tumpukan Batubara (B) Kalori 3000-4000


Chevcon (Limas Terpancung)

4.1.4. Dimensi Tumpukan Batubara (A) kalori 6500-6800

Bentuk tumpukan batubara dengan pola penimbunan chevcon adalah

berbentuk limas terpancung memanjang dengan alas persegi panjang membulat.

Adapun dimensi temporary stockpile ini yang hasilnya didapat dari pengukuran

langsung di lapangan. Tabel (4. 2.).


Tabel 4.2. Hasil Pengukuran Dimensi Tumpukan Batubara (A) Kalori 6500-
6800 Chevcon (Limas Terpancung)
No. Dimensi Satuan (meter)

1. Panjang / Lebar Lantai Atas 28 m / 2,6 m

2. Panjang / Lebar Lantai Bawah 30,8 m / 12,6 m

3. Panjang Sisi Miring 8,3 m

4. Panjang Sisi Lengkung 4,2 m

Gambar 4.6. Pengukuran Dimensi Tumpukan Batubara (A) Kalori


6500-6800 Chevcon (Limas Terpancung)

4.1.5. Dimensi Tumpukan Batubara (B) Kalori 3000-4000

Bentuk tumpukan batubara ini sama dengan tumpukan batubara A kalori

6500-6800, dengan pola penimbunan chevcon dan berbentuk limas terpancung

memanjang dengan alas persegi panjang membulat. Adapun dimensi temporary

stockpile ini yang hasilnya didapat dari pengukuran langsung di lapangan adalah:

Tabel (4. 3.).


Tabel 4.3. Hasil Pengukuran Dimensi Tumpukan Batubara (B) Kalori 3000-
4000 Chevcon (Limas Terpancung)
No. Dimensi Satuan (meter)

1. Panjang / Lebar Lantai Atas 17,40 m / 7,70 m

2. Panjang / Lebar Lantai Bawah 27,3 m / 20,2 m

3. Panjang Sisi Miring 8,2 m

4. Panjang Sisi Lengkung 3,3 m

Gambar 4.7. Pengukuran Dimensi Tumpukan Batubara (B) Kalori


3000-4000 Chevcon (Limas Terpancung)

4.1.6. Data Hasil Monitoring Temperatur Tumpukan Batubara (A) Kalori

6500-6800

Dari hasil monitoring temperatur tumpukan batubara (A) kalori 6500-6800

dengan pola penimbunan chevcon limas terpancung diperoleh data pada tabel

pengukuran temperatur. Lampiran (4)


Gambar 4.8. Pengukuran Temperatur Tumpukan Batubara (A) Kalori
6500-6800

4.1.7. Data Hasil Monitoring Temperatur Tumpukan Batubara (B) Kalori

3000-4000

Dari hasil monitoring temperatur tumpukan batubara (B) kalori 3000-4000

dengan pola penimbunan chevcon limas terpancung diperoleh data pada tabel

pengukuran temperatur. Lampiran (5)

Gambar 4.9. Pengukuran Temperatur Tumpukan Batubara (B) Kalori 3000-


4000
4.2. Pengolahan Data

4.2.1. Luas Lantai Dasar Stockpile

Lantai dasar temporary stockpile berbentuk trapesium dapat dihitung

menggunakan rumus sebagai berikut. (Mardhika Wirahadi Alqawiyyu, 2014).

Dimana : a = Alas

b = Sisi yang sejajar dengan alas

t = Tinggi

L = Luas

 Luas Lantai Dasar Stockpile

4.2.2. Volume Tumpukan Batubara (A) Kalori 6500-6800

Volume pada stockpile limas terpancung dapat dihitung menggunakan

rumus sebagai berikut. (Anne M. Carpenter, 1999).

Dimana : V = Volume limas terpancung


T = Tinggi limas
B = Luas bidang bawah
A = Luas bidang atas
Oleh karena alas pada tumpukan chevcon limas terpancung ini berbentuk

persegi panjang membundar, maka alas pada tumpukan ini harus dibagi menjadi

beberapa segmen agar dapat dihitung luas bidang bawahnya.

D B D
2,6 m 2,6 m
30,8 m

28 m

8,3 m
C A C
12,6a m
α 12,6 m

r
D B D
Gambar 4.10. Sketsa Dimensi Stockpile Tumpukan Batubara (A) Kalori
6500-6800 Geometri Limas Terpancung (Tampak Atas, Tampak Samping)

Perhitungan jari-jari :
Keliling ¼ lingkaran = ¼ π
4,2 m
r=? 4,2 = 3,14 / 2
= 4,2 / 1,57
= 2,67

Perhitungan ketinggian dan sudut timbunan:


Z=Panjang sisi miring = 8,3
X=jari-jari = 2,67
z Y Y=Tinggi=

α
x
Tan α=
α= tan-1 2,94
= 71,21o
 Luas Bawah

 Luas Atas

 Volume Stockpile

 Tonase Stockpile
4.2.3. Volume Tumpukan Batubara (B) Kalori 3000-4000

Volume pada stockpile limas terpancung dapat dihitung menggunakan

rumus sebagai berikut. (Anne M. Carpenter, 1999).

Dimana : V = Volume limas terpancung


T = tinggi limas
B = Luas bidang bawah
A = Luas bidang atas

Oleh karena alas pada tumpukan chevcon limas terpancung ini berbentuk

persegi panjang membundar, maka alas pada tumpukan ini harus dibagi menjadi

beberapa segmen agar dapat dihitung luas bidang bawahnya.

D B D
7,7 m
7,7 m
27,3 m

8,2 m
17,4 m

20,2 m
C A C
20,2 m
20,2 m α
a
r

D B D
Gambar 4.11. Sketsa Dimensi Stockpile Tumpukan Batubara (B) Kalori
3000-4000 Geometri Limas Terpancung (Tampak Atas, Tampak Samping)

Perhitungan jari-jari :
Keliling ¼ lingkaran = ¼ π
3,3 m
r=? 3,3 = 3,14 / 2
= 3,3 / 1,57
= 2,1
Perhitungan ketinggian dan sudut timbunan:
Z=Panjang sisi miring = 8,2
X=jari-jari = 2,1
z Y
Y=Tinggi=

α
x
Tan α=
α= tan-1 3,77
= 75,14o

 Luas Bawah

 Luas Atas

 Volume Stockpile
 Tonase Stockpile

4.2.4. Hasil Monitoring Temperatur Batubara Pada Tumpukan (A) Kalori

6500-6800

Dari hasil monitoring temperatur tumpukan batubara (A) kalori 6500-6800

dengan pola penimbunan chevcon limas terpancung diperoleh data pada tabel

pengukuran temperatur. Lampiran (4)

Pada temperatur tumpukan batubara (A) kalori 6500-6800 pola

penimbunan chevcon perubahan temperatur tidak terjadi secara signifikan. Pada

pola penimbunan ini tidak terjadi swabakar bahkan suhu kritis untuk terjadinya

swabakar pun tidak begitu signifikan.

Namun, terdapat beberapa titik sampel yang mempunyai perubahan

temperatur yang relatif konstan dan mencapai suhu tertinggi selama penelitian.

Titik sampel tersebut adalah hari kelima pengamatan kedua titik sampel ke-9 dan

hari ketujuh pengamatan kedua titik ke-9. Titik sampel tertinggi temperatur

tumpukan ini hanya mencapai 60,6°C dan 60,9°C, titik sampel ini sudah melewati

standar pengukuran suhu tumpukan batubara namun belum mengalami ignition

point atau titik pembakaran dan gejala swabakar belum terjadi, titik ini

mempunyai rata-rata temperatur timbunan yaitu 49°C dan 46°C.


Dari tabel monitoring temperatur tumpukan batubara (A) kalori 6500-6800

lampiran (4) dapat pula dilihat bahwa titik-titik trsebut telah belum mengalami

ignition point atau titik pembakaran sehingga gejala swabakar belum terjadi pada

ttitk-titik ini. Berbeda dengan tumpukan batubara (B) kalori 3000-4000 yang telah

mengalami ignition point dan gejala swabakar telah terjadi, seperti yang

dijelaskan pada paragraf di bawah ini.

4.2.5. Hasil Monitoring Temperatur Batubara Pada Tumpukan (B) Kalori

3000-4000

Dari hasil monitoring temperatur tumpukan batubara (B) kalori 3000-4000

dengan pola penimbunan chevcon limas terpancung diperoleh data pada tabel

pengukuran temperatur. Lampiran (5)

Untuk temperatur tumpukan batubara (B) Kalori 3000-4000 pola

penimbunan chevcon (limas terpancung) terdapat beberapa titik sampel yang

mengalami perubahan temperatur yang signifikan, yaitu pada hari kedua

pengamatan pertama titik sampel ke-8, hari ketiga pengamatan kedua titik sampel

ke-10, hari kelima pengamatan kedua titik sampel ke-8, dan hari kesembilan

pengamatan kedua titik sampel ke-9.

Pada hari kelima pengamatan kedua titik sampel ke-8 dan hari kesembilan

pengamatan kedua titik sampel ke-9 dititik ini temperatur batubara mencapai

80,9°C dan 83,6°C, titik sampel ini sudah melebihi suhu kritis timbunan dan

mempunyai rata–rata temperatur timbunan yaitu 67°C dan 65°C, namun pada hari

kedua pengamatan pertama titik sampel ke-8 dan hari ketiga pengamatan kedua

titik sampel ke-10 pada titik ini batubara telah terbakar dengan temperature
mencapai 132,4°C dan 160,4°C, titik sampel ini mempunyai rata- rata temperatur

timbunan yang lebih tinggi bila dibandingkan dengan titik-titik sampel lainnya

pada pola penimbunan chevcon (limas terpancung), yaitu berkisar antara 64°C dan

71°C.

Dari tabel monitoring temperatur tumpukan batubara (B) kalori 3000-4000

lampiran (5) dapat pula dilihat bahwa titik-titik tersebut telah mengalami ignition

point sehingga gejala swabakar sering terjadi pada titik- titik ini.

Suhu kritis tumpukan batubara pada temporary stockpile berkisar 50°C, Namun

pada saat pengamatan langsung dilapangan suhu berkisar 67°C keatas di

tumpukan batubara sudah mengeluar asap putih dan sudah terbakar.

4.2.6. Grafik Kenaikan Temperatur Rata–Rata Pertitik Tumpukan

Batubara (A) Kalori 6500-6800

Gambar 4.12. Grafik Kenaikan Temperatur Rata-Rata Pertitik (Tumpukan


Batubara (A) Kalori 6500-6800)

Pada grafik kenaikan temperatur rata-rata pertitik tumpukan batubara (A)

kalori 6500-6800 dapat dilihat bahwa titik sampel 7 sampai 10 mulai mendekati

suhu 50°C keadaan ini disebabkan karena titik sampel ini berada pada bagian
yang menghadap ke arah matahari secara langsung, sehingga intensitas

penyinaran matahari lebih lama bila dibandingkan titik yang lain. Akibatnya

temperatur yang dihasilkan lebih tinggi. Selain itu, titik tersebut juga berada pada

bagian sisi miring timbunan dengan sudut timbunan yang besar sehingga penetrasi

udara kepadanya lebih banyak. Temperatur timbunan pun menjadi meningkat.

Dilihat dari kenaikan temperatur rata-rata batubara (A) kalori 6500-6800

tidak begitu signifikan dan tidak ada yang melebihi suhu 50°C, karena batas aman

suhu kritis batubara pada tumpukan berkisar 50°C. Sehingga potensi swabakar

tidak terjadi pada tumpukan ini dan juga tidak adanya asap yang keluar dari

tumpukan selama penelitian dilakukan. Dan lama tumpukan batubara (A) kalori

6500-6800 berkisar 1 bulan. Oleh sebab itu batubara pada tumpukan ini tidak

menyimpan panas yang berlebihan.

4.2.7. Grafik Kenaikan Temperatur Rata–Rata Pertitik Tumpukan

Batubara (B) Kalori 3000-4000

Gambar 4.13. Grafik Kenaikan Temperatur Rata-Rata Pertitik (Tumpukan


Batubara (B) Kalori 3000-4000)
Pada grafik kenaikan temperatur rata-rata pertitik (tumpukan batubara (B)

kalori 3000-4000) dapat dilihat bahwa titik sampel 7,8,9 dan 10 mempunyai

kenaikan temperatur yang signifikan. Kenaikan temperatur rata-rata terjadi hingga

mencapai 57,285°C rata-rata titik sampel ke-7, 59,095°C rata-rata titik sampel ke-

8, 64,785°C rata-rata titik sampel ke-9 dan 66,515°C rata-rata titik sampel ke-10.

Keadaan ini disebabkan karena titik sampel tersebut berada pada bagian yang

menghadap ke arah matahari secara langsung. Sehingga intensitas penyinaran

matahari lebih lama bila dibandingkan titik yang lain. Akibatnya temperatur yang

dihasilkan lebih tinggi. Selain itu, titik tersebut juga berada pada bagian sisi

miring timbunan dengan sudut timbunan yang besar sehingga penetrasi udara

kepadanya lebih banyak, temperatur timbunan pun menjadi meningkat dan lama

tumpukan batubara (B) kalori 3000-4000 berkisar 3,5 bulan sampai 4 bulan oleh

sebab itu semakin lama batubara tertimbun akan semakin banyak panas yang

tersimpan didalam tumpukan batubara.

Dari hasil pengamatan ini dapat ditarik kesimpulan bahwa intensitas sinar

matahari yang mengenai timbunan batubara juga mempengaruhi peningkatan

temperatur pada timbunan batubara. Apabila temperatur timbunan terus

meningkat, maka gejala swabakar akan sering terjadi. Dan lama tumpukan

batubara pada stockpile juga mempengaruhi kenaikan temperatur tumpukan

batubara pada stockpile.


4.2.8. Gejala Swabakar (Spontaneous Combustion) pada saat Penelitian

Dilapangan

Gambar 4.14. Gejala Swabakar (Spontaneous Combustion) pada saat


Penelitian Di Lapangan

Gejala swabakar umumnya terjadi pada sisi kaki dari timbunan batubara.

Hal ini terjadi karena ukuran butir yang relatif besar akan berada di sisi kaki

timbunan batubara bila dibandingkan dengan ukuran butir batubara yang relatif

halus. Ukuran butir batubara yang besar memiliki berat yang lebih besar bila

dibandingkan dengan batubara halus. Sehingga dengan adanya gaya gravitasi

ukuran butir batubara yang besar berada dibawah atau sisi kaki timbunan

batubara. Gambar (4.15.).

Gambar 4.15. Ukuran Butir Batubara yang Besar Berada Dikaki dan Sisi
Timbunan
Ukuran butir batubara yang besar mengakibatkan adanya rongga pada

timbunnan batubara. Rongga–rongga ini lah yang menjadi jalan masuk bagi udara

sehingga akan memicu terjadinya reaksi dengan batubara yang akan menyebabkan

temperatur timbunan meningkat. Sisi kaki timbunan merupakan bagian yang

mempunyai kemampuan untuk menyerap oksigen lebih tinggi dari pada titik lain

pada timbunan. (Rizki Ghafilun, 2015).

Selain pada sisi kaki timbunan batubara, gejala swabakar juga terjadi di

sela-sela penumpukan batubara akibat penanganan yang kurang sempurna pada

saat melakukan penimbunan batubara. Karena penanganan gejala swabakar pada

timbunan batubara ini dilakukan dengan menggunakan metode kompaksi yang

dilakukan menggunakan excavator PC 200. Gambar (4.16.).

Gambar 4.16. Sela-Sela Penumpukan Batubara Akibat Penanganan yang


Kurang Sempurna

4.2.9. Penanganan Swabakar (Spontaneous Combustion)

Penanganan gejala swabakar yang diterapkan pada temporary stockpile

PT. Miyor Pratama Coal adalah metode kompaksi. Penanganan dilakukan

menggunakan excavator PC 200 dengan cara membongkar batubara yang

mengalami gejala swabakar lalu memindahkan batubara tersebut ke tempat lain di


sekitar timbunan. Setelah itu baru dilakukan pemadatan menggunakan bucket

excavator dan bongkahan batubara yang terlalu besar di pecahkan menggunakan

bucket excavator. Gambar (4.17).

Gambar 4.17. Tahapan Penanganan Gejala Swabakar (Spontaneous


Combustion) Menggunakan Metode Kompaksi oleh Excavator PC 200

Penanganan terhadap gejala swabakar hanya mampu menghentikan proses

tersebut dalam jangka waktu yang tidak terlalu lama. Setelah penanganan

dilakukan biasanya gejala swabakar akan kembali terjadi kembali dalam jangka

waktu beberapa hari. Sehingga dapat dikatakan bahwa penanganan terhadap

gejala swabakar menggunakan metode kompaksi hanya akan mengatasi masalah

sesaat saja.
BAB V

ANALISA HASIL PENGOLAHAN DATA

5.1. Analisa Nilai Temperatur Tumpukan Batubara di Stockpile

5.1.1. Hasil Monitoring Temperatur Batubara pada Tumpukan (A) Kalori

6500-6800

Dari hasil monitoring temperatur tumpukan batubara (A) kalori 6500-6800

dengan pola penimbunan chevcon limas terpancung diperoleh data pada tabel

pengukuran temperatur. Lampiran (4)

Pada temperatur tumpukan batubara (A) kalori 6500-6800 pola

penimbunan chevcon perubahan temperatur tidak terjadi secara signifikan. Pada

pola penimbunan ini tidak terjadi swabakar bahkan suhu kritis untuk terjadinya

swabakar pun tidak begitu signifikan.

Namun, terdapat beberapa titik sampel yang mempunyai perubahan

temperatur yang relatif konstan dan mencapai suhu tertinggi selama penelitian.

Titik sampel tersebut adalah hari kelima pengamatan kedua titik sampel ke-9 dan

hari ketujuh pengamatan kedua titik ke-9. Titik sampel tertinggi temperatur

tumpukan ini hanya mencapai 60,6°C dan 60,9°C, titik sampel ini sudah melewati

standar pengukuran suhu tumpukan batubara namun belum mengalami ignition

point atau titik pembakaran dan gejala swabakar belum terjadi, titik ini

mempunyai rata-rata temperatur timbunan yaitu 49°C dan 46°C.

Dari tabel monitoring temperatur tumpukan batubara (A) kalori 6500-6800

lampiran (4) dapat pula dilihat bahwa titik-titik tersebut belum mengalami ignition

point atau titik pembakaran sehingga gejala swabakar belum terjadi pada titik-titik
ini. Berbeda dengan tumpukan batubara (B) kalori 3000-4000 yang telah

mengalami ignition point dan gejala swabakar telah terjadi.

5.1.2. Hasil Monitoring Temperatur Batubara pada Tumpukan (B) Kalori

3000-4000

Dari hasil monitoring temperatur tumpukan batubara (B) kalori 3000-4000

dengan pola penimbunan chevcon limas terpancung diperoleh data pada tabel

pengukuran temperatur. Lampiran (5)

Untuk temperatur tumpukan batubara (B) Kalori 3000-4000 pola

penimbunan chevcon (limas terpancung) terdapat beberapa titik sampel yang

mengalami perubahan temperatur yang signifikan, yaitu pada hari kedua

pengamatan pertama titik sampel ke-8, hari ketiga pengamatan kedua titik sampel

ke-10, hari kelima pengamatan kedua titik sampel ke-8, dan hari kesembilan

pengamatan kedua titik sampel ke-9.

Pada hari kelima pengamatan kedua titik sampel ke-8 dan hari kesembilan

pengamatan kedua titik sampel ke-9 dititik ini temperatur batubara mencapai

80,9°C dan 83,6°C, titik sampel ini sudah melebihi suhu kritis timbunan dan

mempunyai rata–rata temperatur timbunan yaitu 67°C dan 65°C, namun pada hari

kedua pengamatan pertama titik sampel ke-8 dan hari ketiga pengamatan kedua

titik sampel ke-10 pada titik ini batubara telah terbakar dengan temperatur

mencapai 132,4°C dan 160,4°C, titik sampel ini mempunyai rata-rata temperatur

timbunan yang lebih tinggi bila dibandingkan dengan titik-titik sampel lainnya

pada pola penimbunan chevcon (limas terpancung), yaitu berkisar antara 64°C dan

71°C.
Dari tabel monitoring temperatur tumpukan batubara (B) kalori 3000-4000

lampiran (5) dapat pula dilihat bahwa titik-titik tersebut telah mengalami ignition

point sehingga gejala swabakar sering terjadi pada tiitk- titik ini.

Suhu kritis tumpukan batubara pada temporary stockpile berkisar 50°C, Namun

pada saat pengamatan langsung dilapangan suhu berkisar 67°C keatas di

tumpukan batubara sudah mengeluar asap putih dan sudah terbakar.

5.2. Analisa Nilai Temperatur yang Diukur Sesuai dengan Nilai Ambang

Batas atau Baku Mutu yang diIzinkan

5.2.1. Grafik Kenaikan Temperatur Rata–Rata Pertitik Tumpukan

Batubara (A) Kalori 6500-6800

Pada grafik kenaikan temperatur rata-rata pertitik tumpukan batubara (A)

kalori 6500-6800 dapat dilihat bahwa titik sampel 7 sampai 10 mulai mendekati

suhu 50°C keadaan ini disebabkan karena titik sampel ini berada pada bagian

yang menghadap ke arah matahari secara langsung, sehingga intensitas

penyinaran matahari lebih lama bila dibandingkan titik yang lain. Akibatnya

temperatur yang dihasilkan lebih tinggi. Selain itu, titik tersebut juga berada pada

bagian sisi miring timbunan dengan sudut timbunan yang besar sehingga penetrasi

udara kepadanya lebih banyak. Temperatur timbunan pun menjadi meningkat.

Dilihat dari kenaikan temperatur rata-rata batubara (A) kalori 6500-6800

tidak begitu signifikan dan tidak ada yang melebihi suhu 50°C, karena batas aman

suhu kritis batubara pada tumpukan berkisar 50°C. Sehingga potensi swabakar

tidak terjadi pada tumpukan ini dan juga tidak adanya asap yang keluar dari

tumpukan selama penelitian dilakukan. Dan lama tumpukan batubara (A) kalori
6500-6800 berkisar 1 bulan. Oleh sebab itu batubara pada tumpukan ini tidak

menyimpan panas yang berlebihan.

5.2.2. Grafik Kenaikan Temperatur Rata–Rata Pertitik Tumpukan

Batubara (B) Kalori 3000-4000

Pada grafik kenaikan temperatur rata-rata pertitik (tumpukan batubara (B)

kalori 3000-4000) dapat dilihat bahwa titik sampel 7,8,9 dan 10 mempunyai

kenaikan temperatur yang signifikan. Kenaikan temperatur rata-rata terjadi hingga

mencapai 57,285°C rata-rata titik sampel ke-7, 59,095°C rata-rata titik sampel ke-

8, 64,785°C rata-rata titik sampel ke-9 dan 66,515°C rata-rata titik sampel ke-10.

Keadaan ini disebabkan karena titik sampel tersebut berada pada bagian yang

menghadap ke arah matahari secara langsung. Sehingga intensitas penyinaran

matahari lebih lama bila dibandingkan titik yang lain. Akibatnya temperatur yang

dihasilkan lebih tinggi. Selain itu, titik tersebut juga berada pada bagian sisi

miring timbunan dengan sudut timbunan yang besar sehingga penetrasi udara

kepadanya lebih banyak. Temperatur timbunan pun menjadi meningkat. Dan lama

tumpukan batubara (B) kalori 3000-4000 berkisar 3,5 bulan sampai 4 bulan oleh

sebab itu semakin lama batubara tertimbun akan semakin banyak panas yang

tersimpan didalam tumpukan batubara.

Dari hasil pengamatan ini dapat ditarik kesimpulan bahwa intensitas sinar

matahari yang mengenai timbunan batubara juga mempengaruhi peningkatan

temperatur pada timbunan batubara. Apabila temperatur timbunan terus

meningkat, maka gejala swabakar akan sering terjadi. Dan lama tumpukan
batubara pada stockpile juga mempengaruhi kenaikan temperatur tumpukan

batubara pada stockpile.

5.3. Analisa Faktor yang Mempengaruhi Meningkatnya Nilai Temperatur

Pada Stockpile PT. Miyor Pratama Coal.

5.3.1. Ukuran Butir Batubara yang Besar Berada Dikaki dan Sisi Timbunan

Gejala swabakar umumnya terjadi pada sisi kaki dari timbunan batubara.

Hal ini terjadi karena ukuran butir yang relatif besar akan berada di sisi kaki

timbunan batubara bila dibandingkan dengan ukuran butir batubara yang relatif

halus. Ukuran butir batubara yang besar memiliki berat yang lebih besar bila

dibandingkan dengan batubara halus. Sehingga dengan adanya gaya gravitasi

ukuran butir batubara yang besar berada dibawah atau sisi kaki timbunan

batubara.

Ukuran butir batubara yang besar mengakibatkan adanya rongga pada

timbunnan batubara. Rongga–rongga ini lah yang menjadi jalan masuk bagi udara

sehingga akan memicu terjadinya reaksi dengan batubara yang akan menyebabkan

temperatur timbunan meningkat. Sisi kaki timbunan merupakan bagian yang

mempunyai kemampuan untuk menyerap oksigen lebih tinggi dari pada titik lain

pada timbunan. (Rizki Ghafilun, 2015).

5.3.2. Sela-Sela Penumpukan Batubara Akibat Penanganan yang Kurang

Sempurna

Selain pada sisi kaki timbunan batubara, gejala swabakar juga terjadi di

sela-sela penumpukan batubara akibat penanganan yang kurang sempurna pada

saat melakukan penimbunan batubara. Karna penanganan gejala swabakar pada


timbunan batubara ini dilakukan dengan menggunakan metode kompaksi yang

dilakukan menggunakan excavator PC 200. Gambar (4.15.).


BAB VI

KESIMPULAN DAN SARAN

6.1. Kesimpulan

1. Nilai Temperatur Tumpukan Batubara di Stockpile

Titik sampel tertinggi temperatur batubara tumpukan (A) Kalori 6500-

6800 hanya mencapai 60,6°C dan 60,9°C, titik sampel ini sudah melewati standar

pengukuran suhu tumpukan batubara namun belum mengalami ignition point atau

titik pembakaran dan gejala swabakar belum terjadi, titik ini mempunyai rata-rata

temperatur timbunan yaitu 49°C dan 46°C.

Namun temperatur batubara tumpukan (B) Kalori 3000-4000 pada titik

sampel ini batubara telah terbakar dengan temperatur mencapai 132,4°C dan

160,4°C, titik sampel ini mempunyai rata-rata temperatur timbunan yang lebih

tinggi bila dibandingkan dengan titik-titik sampel lainnya dan tersebut telah

mengalami ignition point sehingga gejala swabakar terjadi pada titik ini.

2. Menganalisa Nilai Temperatur yang Diukur Sesuai dengan Nilai Ambang

Batas atau Baku Mutu yang DiIzinkan

Kenaikan temperatur rata-rata batubara (A) kalori 6500-6800 tidak begitu

signifikan dan tidak ada yang melebihi suhu 50°C, karena batas aman suhu kritis

batubara pada tumpukan berkisar 50°C. Sehingga potensi swabakar tidak terjadi

pada tumpukan ini.

Dari hasil pengamatan kenaikan temperatur rata-rata Tumpukan Batubara

(B) Kalori 3000-4000 dapat ditarik kesimpulan bahwa intensitas sinar matahari

yang mengenai timbunan batubara juga mempengaruhi peningkatan temperatur


pada timbunan batubara. Apabila temperatur timbunan terus meningkat, maka

gejala swabakar akan sering terjadi. Dan lama tumpukan batubara pada stockpile

juga mempengaruhi kenaikan temperatur tumpukan batubara pada stockpile.

3. Faktor yang Mempengaruhi Meningkatnya Nilai Temperatur pada

Stockpile PT. Miyor Pratama Coal.

Gejala swabakar umumnya terjadi pada sisi kaki dari timbunan batubara.

Hal ini terjadi karena ukuran butir yang relatif besar akan berada di sisi kaki

timbunan batubara bila dibandingkan dengan ukuran butir batubara yang relatif

halus. Selain pada sisi kaki timbunan batubara, gejala swabakar juga terjadi di

sela-sela penumpukan batubara akibat penanganan yang kurang sempurna pada

saat melakukan penimbunan batubara.

6.2. Saran

1. Monitoring temperatur timbunan secara berkala dapat dilakukan untuk

mengetahui kapan gejala swabakar pada timbunan batubara akan terjadi maka

dapat dilakukan pencegahan sebelum batubara terbakar sendiri.

2. Lebih mengutamakan pengecekan temperatur batubara (B) kalori 3000-

4000 dari pada temperatur batubara (A) kalori 6500-6800 karna batubara kalori

3000-4000 akan lebih mudah terbakar dari pada kalori 6500-6800, sebab batubara

kalori rendah mempunyai kandungan moisture yang lebih tinggi lebih rentan

mengalami swabakar dibandingkan batubara kalori tinggi yang kandungan

moisture lebih rendah.

3. Penanganan terhadap terjadinya gejala swabakar seperti menutup

tumpukan batubara dengan terpal plastik itu tidak efektif, sebaiknya tidak
dilakukan karna tumpukan batubara yang ditutup dengan terpal plastik akan lebih

cepat menyimpan panas dan batubara akan lebih mudah terbakar.

4. Untuk penanganan dini sebelum terjadinya swabakar maka, titik-titik yang

memiliki nilai suhu yang tinggi yaitu di titik 9 dan 10 seharusnya tumpukan perlu

dibongkar dan ditata kembali.

5. Peristiwa swabakar (spontaneuos combustion) dapat mengakibatkan

terganggunya siklus produktivitas penambangan, menimbulkan kerugian bagi

perusahaan dan terganggunya kesehatan masyarakat sekitar oleh asap yang

ditimbulkannya , maka dari itu penanganan harus dilakukan tepat waktu supaya

tidak adanya korban.

6. Diperlukan adanya penelitian lebih lanjut mengenai monitoring temperatur

untuk mencegah terjadinya swabakar (spontaneous combustion) pada temporary

stockpile. Karena pada penelitian ini peneliti hanya menganalisis pada satu

parameter saja, yaitu perubahan dan kenaikan temperatur tumpukan batubara.

Masih banyak parameter-parameter lain yang dapat dijadikan acuan dalam

penelitian yang sama dimasa yang akan datang.


DAFTAR KEPUSTAKAAN

Riko Ervil, Dkk, Buku Panduan Penulisan dan Ujian Skripsi STTIND
Padang, Sekolah Tinggi Teknolgi Industri, Padang, 2012.

Muchidin, “Pengendalian Mutu Dalam Industri Batubara”, Institut Teknologi


Bandung, Bandung, 2006.

Hana Mulyana, “Kualitas Batubara dan Stockpile Management”. PT


Geoservices, LTD, Yogyakarta, 2005.

Syahrul S, Dkk, Efekifitas Penggunaan Cara Pemadatan Untuk Mencegah


Terjadinya Swabakar Pada Temporary Stockpile Pit 1B Di Bukit Asam
(Persero) TBK Tanjung Enim, Jurusan Teknik Pertambangan Fakultas
Teknik Universitas Sriwijaya.

Dimas Mulyajaya Kesuma, Analisis Pengaruh Geometri Stockpile Batubara


Terhadap Peristiwa Spontaneous Combustion Pada Temporary
Stockpile PIT3 Tambang Bangko Barat PT. Bukit Asam (Persero) Tbk,
Jurusan Teknik Pertambangan Fakultas Teknik Universitas Sriwijaya, 2015.

Riski Ghavilun, Analisis Pengaruh Pola Penimbunan Batubara Terhadap


Potensi Terjadinya Swabakar Di Temporary Stockpile Pit 1A Bangko
Barat PT. Bukit Asam (Persero) Tbk Tanjung Enim Sumatera Selatan,
Jurusan Teknik Pertambangan Fakultas Teknik Universitas Sriwijaya, 2015.

Panji Rayuda, Evaluasi Desain Stockpile Inpit Tambang Air Laya UPTE
Untuk Target Produksi 2016 PT. Bukit Asam (Persero), TbkTanjung
Enim, Sumatera Selatan, Jurusan Teknik Pertambangan Sekolah Tinggi
Teknologi Industri (STTIND) Padang, 2016.

P.H. Silitonga dan Kastowo, Peta Geologi Lembar Solok, Sumatera, Edisi 2,
1995.

Balai Diklat Tambang Bawah Tanah Pusdiklat Teknologi Mineral dan Batubara,
2015.

Mardhika Wirahadi Alqawiyyu, https://BelajarMatematikaOnline.com, Diakses


Pada Tanggal 23 Agustus 2014.
Lampiran 1

STRUKTUR ORGANISASI PT. MIYOR PRATAMA COAL

DIREKTUR
H. IDRIS

KOMISARIS
MUSLIADI
YUSWIL
AFRIZAL

KEPALA TEKNIK
TAMBANG
ANDRI SYAPUTRA. Amd

DEPT. ADMINSTRASI DEPT. EKSPLOITASI DEPT. UMUM

ELVITA. SH
IZNAINI Z

ENVIRONMENT PENGAWAS TAMBANG / SAFETY KEPALA MEKANIK


MUSLIADI MUSLIADI APRISAL

FORMENT ELEKTRICMAN
QUALITY CONTROL
H IDRIS ARPAN EFENDI
SAFIRMAN
JUFRI HERI S
UMAR
AGUS TEMAR
ARPAN EFENDI

KARYAWAN

Sumber :PT. Miyor Pratama Coal


Lampiran 2

Peta wilayah izin usaha Pertambangan PT. Miyor Pratama Coal


Lampiran 3
Rencana Kegiatan Penelitian
Lampiran 4

Tabel Monitoring Temperatur Tumpukan Batubara (A) Kalori 6500-6800


Lampiran 5

Tabel Monitoring Temperatur Tumpukan Batubara (B) Kalori 3000-4000


Lampiran 6

Peta Geologi Izin Usaha Pertambangan Operasi Produksi PT. Miyor


Pratama Coal
LEMBARAN KONSULTASI
Nama : Dicky Valentino
NPM : 1210024427018
Program Studi : Teknik Pertambangan
JudulProposal : Monitoring Temperatur Untuk Mencegah Terjadinya
Swabakar Pada Temporary Stockpile PT. Miyor Pratama
Coal Parambahan Kecamatan Talawi Kota Sawahlunto
Provinsi Sumatera Barat.
No Tanggal Saran/Perbaikan Paraf
1. 26 Agustus 2017  Perbaiki rumusan dan tujuan
penelitian.
 Tambahkan pada tinjauan pustaka
nilai ambang batas temperatur yang
diizinkan.
 Tabel tidak boleh melebihi narasi.
 Istilah asing cetak miring.
 Perbaiki bagan alir penelitian.

2. 25 September 2017  Perbaikan penulisan rumusan


masalah dan tujuan masalah.
 Perbaikan diagram alir penelitian.
 Samakan isi diagram penelitian
dengan isi bab 3, singkronkan lagi.
 Buat tabel from pengukuran data
lapangan.

3. 11 Oktober 2017  ACC Seminar Proposal

4. 11 April 2018  Periksa kembali sistematika


penulisan.
 Analisa data grafiknya untuk
pertitik.
 Periksa kembali sistem penomoran.
 Rumus-rumus mencari luas dan
volume tumpukan dipindahkan
ketinjauan pustaka.

5. 28 Mei 2018  Data primer dan data sekunder


diperbaiki di metodologi, kerangka
konseptual, bagan alir penelitian.
 Jelaskan teknik pengumpulan data
primer di teknik pengumpulan data.
 Pada analisa data dijelaskan
rujukan titik nyala api.

6. 30 Mei 2018  Acc Seminar Hasil

7. 9 Juli 2018  Perbaikan langkah kerja alat.


 Perbaiki kerangka konseptual
proses dan output.
 Perbaiki foto penelitian dilapangan
tidak pakai sumber dan tidak boleh
memperlihatkan muka sipeneliti.
 Gambar sketsa prosedur
pengukuran diperbaiki.
 Periksa lagi jenis penelitian.
 Tabel tidak boleh dipisah.
 Tambahkan dibatasan masalah
kalori batubara yang diteliti.

8. 5 Juli 2018  Acc Sidang Komprehensif.

9. 16 Juli 2018  Perbaiki tata tulis judul.


 Tambahkan saran.
 Tambahkan Abstrak
 Temperatur perhari diganti dengan
pertitik.
 Periksa kembali satuan rumus.
 Tambahkan kondisi aktual
stockpile di latar blakang
penelitian.
10. 31 Juli 2018  Perbaiki abstrak.
 Buat dalam b.inggris dengan Bing
Translator.
11. 1 Agustus 2018  Acc Jilid

Pembimbing I

(Refky Adi Nata, ST, MT)


LEMBARAN KONSULTASI
Nama : Dicky Valentino
NPM : 1210024427018
Program Studi : Teknik Pertambangan
JudulProposal : Monitoring Temperatur Untuk Mencegah Terjadinya
Swabakar Pada Temporary Stockpile PT. Miyor Pratama
Coal Parambahan Kecamatan Talawi Kota Sawahlunto
Provinsi Sumatera Barat
No Tanggal Saran/Perbaikan Paraf
1. 16 Oktober 2017  Perbaiki alamat PT, cantumkan
nama daerah/desa.
 Cari lima buah karya ilmiah/paper
setelah itu buat rangkuman atau
ringkasan nya.
 Sesuaikan isi jurnal/literatur
dengan landasan teori anda.

2. 8 November 2017  Acc Seminar Proposal.

3. 8 juni 2018  Periksa lagi sistematika


penuliasanaan.
 Tambahkan peta kesampaian
daerah pada tinjauan umum
perusahaan.
 Rapikan spasi.
 Sederhanakan lagi kesimpulan dan
tambahkan disaran apa kaitannya
swabakar dengan keselamatan
kerja.
 Perbaiki daftar pustaka.

4. 9 juni 2018  Sistematika penulisan.


 Tambahkan referensi keadaan
geologi dan stratigrafi.
 Perbaiki lagi kesimpulan dan saran
untuk lebih disederhanakan lagi.
 Tambahkan daftar pustaka dengan
literatur balai diklat.
5. 10 juni 2018  Acc Seminar Hasil.

6. 13 juli 2018  Perbaiki grafik.


 Perbaiki tabel kualitas batubara.
 Acc Sidang Konprehensif.

7. 3 Agustus 2018  Acc Jilid.

Pembimbing II

(Dian Hadiyansyah, ST, MT)


BIODATA WISUDAWAN

No. Urut : -
Nama : DICKY VALENTINO
Jenis Kelamin : Laki-Laki
Tempat / Tgl Lahir : Tanjung Pati / 06 Desember
1992
NPM : 1210024427018
Program Studi : Teknik Pertambangan
Tanggal Lulus : 16 Juli 2018
IPK : 3,17
Predikat Lulus : Memuaskan
Judul Skripsi : “Monitoring Temperatur
Untuk Mencegah Terjadinya
Swabakar Pada Temporary
Stockpile PT. Miyor Pratama
Coal Parambahan Kecamatan
Talawi Kota Sawahlunto
Provinsi Sumatera Barat”
Dosen : 1. Refky Adi Nata, ST, MT
Pembimbing 2. Dian Hadiansyah, ST, MT
Asal SMTA : SMA Negeri 3 Payakumbuh
Nama Orang Tua : EDWAR
Alamat / Tlp / Hp : Jln. Patenggangan No. 50J
083180006508

You might also like