Professional Documents
Culture Documents
1003 Skripsi+Barning+dicky
1003 Skripsi+Barning+dicky
SKRIPSI
Oleh:
DICKY VALENTINO
SKRIPSI
Oleh :
DICKY VALENTINO
1210024427018
ABSTRACT
ABSTRAK
Puji syukur kehadirat Allah SWT atas limpahan rahmat dan hidayah-Nya,
15 November 2017 sampai 30 Juni 2018 yang berlokasi di PT. Miyor Pratama
Skripsi pada Satuan Kerja Pengawasan Penambangan PT. Miyor Pratama Coal.
(STTIND) Padang.
2. Bapak Dr. Murad MS, ST., MT., selaku Ketua Prodi Teknik Pertambangan
3. Bapak Refky Adi Nata, ST, MT selaku pembimbing 1 dalam penulisan Skripsi
ini.
Skripsi ini.
7. Orang tua yang selalu memberikan dukungan dan do’a dalam menyelesaikan
Skripsi ini.
kekurangan. Oleh karena itu, Penulis mengharapkan saran dan kritik yang bersifat
ilmu pengetahuan serta dapat bermanfaat bagi Penulis khususnya dan juga kepada
Peneliti
DAFTAR ISI
Halaman
KATA PENGANTAR .................................................................................... i
BAB I PENDAHULUAN
4.1.1. Kondisi Aktual Temporary Stockpile PT. Miyor Pratama Coal .... 45
4.1.2. Lantai Dasar Stockpile ................................................................... 46
6500-6800 ..................................................................................... 50
3000-4000 ..................................................................................... 51
6500-6800 ..................................................................................... 57
3000-4000 ..................................................................................... 58
Dilapangan .................................................................................... 62
6500-6800 ..................................................................................... 65
3000-4000 ..................................................................................... 66
5.2. Analisa Nilai Temperatur yang Diukur Sesuai dengan Nilai Ambang Batas
5.3.1. Ukuran Butir Batubara yang Besar Berada Dikaki dan Disisi
Timbunan ...................................................................................... 69
Sempurna....................................................................................... 69
6.2. Saran.......................................................................................................... 71
DAFTAR KEPUSTAKAAN
LAMPIRAN
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 2.7. Titik Nyala (Glow Point) Batubara Sesuai dengan Kelasnya
Tabel 2.8. Persentase Serapan Oksigen dan Kadar Karbon Batubara ........ 22
Tabel 2.9. Hubungan Kecepatan Oksidasi dan Fraksi Butiran Batubara .... 22
2009) .......................................................................................... 26
Dilapangan ................................................................................. 47
Halaman
1999 .................................................................................... 33
Batubara ............................................................................. 42
6500-6800 ........................................................................... 46
3000-4000 ........................................................................... 46
6500-6800 ........................................................................... 51
3000-4000 ........................................................................... 51
Gambar 4.11. Sketsa Dimensi Stockpile Tumpukan Batubara (B) Kalori 3000-
Samping)............................................................................. 55
Gambar 4.15. Ukuran Butir Batubara yang Besar Berada Dikaki dan Sisi
Timbunan............................................................................ 62
Gambar 4.16. Sela-Sela Penumpukan Batubara Akibat Penanganan yang
PENDAHULUAN
Batubara merupakan sumber daya alam yang sangat potensial baik sebagai
dapat dimanfaatkan sebagai bahan bakar Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU)
untuk memenuhi permintaan listrik dalam negeri dan digunakan pada pabrik-
pabrik sebagai bahan bakar, selain itu dapat pula diekspor untuk menambah
devisa negara. Batubara sebagai bahan galian memiliki peranan penting, misalnya
sebagai bahan bakar alternatif nonmigas, digunakan dalam industri kimia dan
terbuka (open pit). Untuk memenuhi kebutuhan para konsumen, produksi harus
terutama kualitas batubara harus sesuai dengan standar yang telah disepakati.
tumpukan batubara tersebut, dengan lama tumpukan batubara (A) kalori 6500-
6800 pada temporary stockpile ± 1 bulan dan tumpukan (B) kalori 3000-4000
±3,5 – 4 bulan.
sudah terjadi. Akan tetapi batubara kualitas rendah rentan mengalami swabakar
maka batubara jenis ini akan lebih mudah terbakar jika dibandingkan dengan
rendah.
tambahan untuk penanganan batubara yang terbakar, maka dari itu kita harus
Oleh karena itu pada penelitian ini dilakukan suatu cara untuk mencegah
melakukan analisa nilai temperatur yang diukur pertitiknya dengan nilai ambang
batas atau baku mutu yang diizinkan sesuai standar pengukuran, juga dapat
mengetahui titik suhu mulai terjadinya swabakar pada stockpile, serta dapat
diantaranya:
stockpile tumpukan batubara (A) kalori 6500-6800 dan tumpukan batubara (B)
kalori 3000-4000 menggunakan Thermo Couple TM—902C Range - 50˚C-1300˚C
analisa temperatur hasil pengukuran pertitiknya sesuai dengan nilai ambang batas
atau baku mutu yang di izinkan dan faktor yang mempengaruhi terjadinya
Dilihat dari identifikasi dan batasan masalah yang telah di uraikan diatas
2. Apakah nilai temperatur yang diukur sesuai dengan nilai ambang batas
Dalam sebuah penelitian tentunya harus ada manfaat yang diperoleh dari
1. Bagi Perusahaan
2. Bagi Peneliti
serta penelitian yang dilakukan ini dapat dijadikan modal berharga bagi
satu masukan untuk pembuatan jurnal dan dapat juga dijadikan sebagai
TINJAUAN PUSTAKA
Lahan yang dikelola CV. Miyor merupakan lahan Ulayat Kumanis Atas yang
mana pada awal tahun 2005, PT. Tambang Batubara Bukit Asam melakukan
untuk melaksanakan kegiatan eksploitasi (KW. 1373 MYR 3603) dengan luas
peta. Pada tahun 2016 nama CV. Miyor telah berganti nama menjadi PT. Miyor
Karena wilayah WIUP PT. Miyor Pratama Coal merupakan bekas lahan
tambang, maka PT. Miyor Pratama Coal hanya perlu melakukan eksplorasi
lanjutan. Perizinan yang diperlukan oleh PT. Miyor Pratama Coal untuk
golongan: Arang A dan Arang B memiliki berat jenis 1,3 dengan kalori 6000
Kkl/kg dan kemudian Arang C memiliki Berat Jenis 1,25 dengan kalorinya 6000
kkal/kg–7000 kkal/kg.
dan tiga orang Komisaris yang bergerak dibidang Kepala Administrasi, Kepala
mengoperasikan alat berat dan mesin lori yang dibantu oleh helper dan sopir
dump truck (driver) yang bertugas melakukan transportasi mineral maupun bahan
galian, serta teknisi las yang bertugas memperbaiki bagian peralatan tambang
yang rusak.
listrik.
Semua kinerja pada divisi ini dibawah tanggung jawab Kepala Teknik
organisasi pada operasional penambangan PT. Miyor Pratama Coal dapat dilihat
pada lampiran I.
2. Sebelah Selatan berbatasan dengan IUP. CV. AME (Air Mata Emas).
3. Sebelah Timur berbatasan dengan IUP. CV. CBP (Cahaya Bumi Pratama).
4. Sebelah Barat berbatasan dengan IUP. PT. AIC (Allied Indo Coal).
Tabel 2.1. Koordinat Batas Wilayah WIUP Pertambangan Batubara PT.
Miyor Pratama Coal
No. Titik Bujur Timur Lintang Selatan (LS)
Koordinat 0 „ „‟ 0 „ „‟ LS
dengan jarak tempuh 117 km dan jarak Kota Sawahlunto ke lokasi penambangan
sekitar 15 km.
PT. Miyor
Pratama Coal
Wilayah Izin Usaha Penambangan PT. Miyor Pratama Coal terletak pada
koordinat 1000 47’ 45,00’’- 1000 47’ 57,80’’ bujur timur (BT) dan 000 34’ 57,42’’–
000 35’ 15,48’’ lintang selatan (LS) serta memiliki luas wilayah ± 44,67 Ha.
1. Geologi Regional
batuan yang terbentuk pada zaman yang diberi istilah (Epoch) Eochen sekitar 40-
60 juta tahun yang lalu. Para ahli geologi berpendapat bahwa Kepulauan
Nusantara yang kita kenal sekarang ini terbentuk sekitar 4 juta tahun yang lalu.
Mereka menduga ketika formasi Sawahlunto terbentuk belum ada seperti yang
cekungan, menghasilkan batuan intrusi tersier. Hasil erosi dari batuan intrusi
a. Batuan Vulkanik
d. Konglomerat
g. Batu Pasir
mengalirkan air. Akan tetapi dari gambar penampang geologi Ombilin diduga air
tersebut lolosketempat yang lain. Aspek geologi yang perlu mendapat perhatian
yang serius dalam perencanaan dan pengembangan Kota Sawahlunto adalah sesar,
2. Geologi Struktur
yaitu aspek tektonik atau gaya-gaya lateral yang berkembang, aspek sedimentasi
3. Stratigrafi
sedimen, dan batuan vulkanik kuarter. Bentuk formasi batuan yang terdapat pada
MEMBE1515R
OLIGOCENE
SAWAH
RASAU grey, pebbles at the best grading to
sandstone toward the top, interbedded with
gray shales, shows erosional surfaces.
Coaly shale
T E R T I A R Y
FORMATI
BRANI
ON
NE
P R A T E R T I A R Y
1) Formasi Silungkang
Formasi ini dibedakan menjadi empat satuan, yaitu lava andesit, lava
basalt, tufa andesit dan tufa basalt. Formasi ini diperkirakan berumur Perm
sampai Trias.
2) Formasi Tuhur
dengan sisipan-sisipan batu pasir dan batu gamping hitam. Formasi ini
1) Formasi Brani
Formasi ini terdiri dari konglomerat dan batu pasir kasar yang berwarna
coklat keunguan, dengan kondisi terpilah baik (well sorted), padat keras
2) Formasi Sangkarewang
kehitaman, berlapis halus dan mengandung fosil ikan serta tumbuhan yang
paleosen.
3) Formasi Sawahlunto
sungai.
terdapat pada Formasi Sawahlunto yang terdiri dari batu lempung (claystone),
batu pasir (sandstone), dan batu lanau (siltstone) dengan sisipan batubara.
1. Kualitas Batubara
tingkat Bituminus High Volatile dengan nilai kalori 6000-7200 kkal/kg. Hasil ini
analisa Ultimate (analisa unsur-unsur kimia yang terkandung pada batubara) yang
menunjukkan kadar belerang dan kadar abu yang rendah sedangkan bobot isi rata-
rata batubara dari hasil ekplorasi adalah 1,3 ton. Kualitas batubara yang
Keterangan:
a. As Received (AR), yaitu batubara yang masih mengandung kandungan air total.
b. Air Dried Base (ADB), yaitu kondisi batubara yang telah dikeringkan.
c. Dry Base (DB), yaitu batubara kering atau telah bebas dari kandungan airnya.
d. Dry Ash Free (DAF), yaitu batubara yang hanya mengandung volatile matter.
e. Dry Mineral Matter Free (DMMF), yaitu kondisi batubara yang bebas.
2. Cadangan batubara
penambangan PT. Miyor Pratama Coal terdiri dari dua lapisan. Tebal lapisan
batubara B adalah 150 cm, dan lapisan C 300 cm. Jumlah cadangan terduga
sebanyak 482.938 ton dan cadangan terukur 167.062 ton dengan jumlah cadangan
keseluruhan 650.000 ton terbagi dalam empat daerah penambangan yaitu: Pit M.
batubara dimulai dari jalur singkapan batubara searah kemiringan yang berhasil
suatu proses pemanasan perlahan batubara yang terjadi dengan sendirinya sebagai
akibat dari terpaparnya batubara dengan oksigen di udara. Proses ini berlangsung
pada temperatur normal, secara perlahan menghasilkan panas yang tidak terbawa
keluar oleh udara. Jika laju pembentukan panas tidak diimbangi dengan laju
keluarnya panas, maka akan terbentuk panas secara gradual hingga temperatur
lama mengalami kontak atau terekspose dengan udara. Karena pada dasarnya,
semakin lama batubara terekspos dengan udara, akan semakin besar kemungkinan
swabakar yang biasa disebut dengan dengan segitiga api atau combustion triangle
yaitu adanya oksigen, bahan bakar, dan unsur pemicu (panas) dapat di lihat pada
1. Oksigen diserap oleh C (karbon) yang ada dalam batubara yang kemudian
sebagai berikut.
CO2 + C panas -
Semua jenis batubara mempunyai kemampuan untuk terjadinya proses
swabakar, tetapi waktu yang diperlukan dan besarnya suhu yang dibutuhkan untuk
proses swabakar batubara ini tidak sama. Perkembangan panas dalam timbunan
50°C. Proses oksidasi akan meningkat sesuai kecepatan kenaikan suhu batubara
hingga suhu 100°C-140°C dimana pada suhu ini karbon dioksida dan uap air akan
terurai. Karbondioksida akan terurai dengan cepat sampai dicapai suhu 230°C
dimana hal ini untuk tahap swabakar terjadi. Secara umum suhu kritis batubara
Menurut Ray W. Arms (1922), titik nyala (glow points) pada batubara
Tabel 2.7. Titik Nyala (Glow Point) Batubara Sesuai dengan Kelasnya
Kelas Batubara Titik Nyala(0C)
Lignite 526
Semi Bituminous 528
Bituminous 456
Semi Anthracite 400
Anthracite 600
Sumber:Dimas Mulyajaya Kesuma (2015)
Pada tabel (2.7.), terlihat bahwa terdapat variasi pada titik nyala batubara
untuk tiap kelasnya. Temperatur terendah dimiliki oleh batubara semi anthracite
dan temperatur tertinggi pada batubara antrasit. Hal ini disebabkan pada batubara
anthracite walau memiliki kandungan moisture dan volatile matter yang rendah
namun ikatan karbon pada batubara anthracite lebih sulit terurai sehingga lebih
volatile matter yang lebih sedikit dibandingkan dengan batubara semi bituminous.
Menurut Muzyczuk dan Lason (1974), terdapat tiga tahap dalam proses
1. Pada tahap awal, disebut tahap penonaktifan, tingkat oksidasi turun secara
80–90°C. Hal ini terjadi saat tingkat oksidasi pada kondisi minimum.
sisa-sisa tanaman yang terendapkan dalam waktu jutaan tahun yang lalu dan
yang rendah kualitasnya, artinya semakin tinggi mutu batubara, maka semakin
kecil peluang terjadinya swabakar, karena serapan udara pada batubara itu
semakin berkurang.
generation), dan bilamana bubuk batubara tersebut berada pada area terbuka ke
udara (exposed), akan menyerap oksigen dalam jumlah besar yang menyebabkan
semakin cepatnya terjadi swabakar. Pada tabel (2.9.) berikut ini menunjukkan
Dengan demikian maka batubara yang memiliki pertikel butir yang halus lebih
swabakar.
volatile matter) sering mengalami swabakar. Kondisi ini terjadi, bila rasio
zat terbang sekitar 40% dan fuel ratio antara 1 sampai 1,5.
5. Kandungan Sulfida besi (iron sulfide)
terjadinya swabakar pada batubara, tetapi karena sifat dari sulfida besi yang
oksidasi.
melalui proses geologis yang menimbulkan efek panas akibat deformasi dalam
kemarau yang berkepanjangan) akan terbakar sendiri. Keadaan ini akan dipercepat
oleh:
a. Reaksi eksothermal (uap dan oksigen di udara). Hal ini yang paling sering
terjadi
b. Bakteria
combustion) yang utama, yaitu karbonisasi yang rendah (low carbonization) dan
kadar belerang batubara yang tinggi (> 2 %) dengan ambang batas kadar belerang
sebaiknya 1,2 %.
1. Lama Penimbunan
2. Metode Penimbunan
swabakar antara lain peringkat batubara, kandungan lengas total (total moisture)
yang terdiri atas kandungan lengas bebas (free moisture) dan kandungan lengas
bawaan (inherent moisture), serta zat terbang (volatile matter). Batubara yang
a. Tinggi Timbunan
yang terserap. Hal ini dikarenakan sisi miring yang terbentuk akan semakin
panjang, sehingga daerah yang tidak terpadatkan akan semakin luas dan akan
b. Sudut Timbunan
sebaiknya lebih kecil dari angle of repose timbunan batubara. Pada umumnya
impact dari angin yang menerpa stockpile. Semakin besar luas permukaan yang
diterpa angin semakin besar tingkat oksidasi yang terjadi, yang berarti pula
relatif keras atau tidak rapuh, karena apabila dilakukan terhadap batubara yang
rapuh, maka proses pemadatan akan menghasilkan debu yang cukup signifikan.
Untuk batubara yang mudah hancur, maka pemadatan yang dapat dilakukan
batubara. Hal ini dapat mengurangi tingkat oksidasi yang terjadi pada batubara.
Swabakar pada stockpile umumnya disebabkan oleh dua faktor yaitu udara
dan panas, maka pencegahan terjadinya swabakar hanya dapat dilakukan apabila
salah satu dari kedua faktor ini dihilangkan melalui pemadatan untuk
secara lapis demi lapis dimana setiap lapis yang disebarkan merata dan langsung
agar setiap temperatur batubara di stockpile cepat terdeteksi agar dapat dilakukan
batubara akan mengalami oksidasi segera setelah terekspose diudara, dimana yang
membedakan antara batubara yang satu dengan yang lain adalah tingkat
karena internal surface areanya lebih kecil dibanding dengan batubara peringkat
rendah. Oksidasi batubara ini bersifat eksotermik atau menghasilkan panas. Pada
yang dihasilkan dari oksidasi lebih besar dari panas yang dihilangkan, maka
temperatur batubara akan naik. Proses tersebut dinamakan proses self heating,
dimana proses ini semakin lama semakin cepat karena semakin tinggi suhunya,
semakin besar tingkat oksidasinya yang berarti semakin tinggi pula panas yang
ditimbulkan. Apabila proses seperti ini tidak diinvertensi, semakin lama semakin
tinggi sampai pada ignition temperatur batubara tersebut. Apabila ini terjadi, maka
karena hal ini untuk mencegah resiko terjadinya pembakaran spontan di stockpile.
Hal ini dikarenakan semakin lama batubara terekspose di udara semakin besar
Biasanya management FIFO ini terkendala dengan masalah kualitas. Ada kalanya
batubara yang sudah ditumpuk pertama kali di stockpile tidak dapat dimuat karena
alasan kualitas yang tidak sama. Namun demikian setiap kesempatan management
FIFO ini tetap harus prioritas dilakukan pada saat tidak ada alasan kualitas. Dari
dilakukan dengan baik dan juga dapat meminimalkan resiko terjadinya swabakar
pada stockpile. Hal ini dapat dilakukan dengan cara menumpuk batubara secara
memanjang searah dengan arah angin agar permukaan tumpukan batubara yang
batubara pada stockpile. Beberapa pola tersebut antara lain cone ply, chevron,
1. Cone Ply
merupakan pola dengan bentuk kerucut pada salah satu ujungnya sampai
Pola ini dapat dibentuk dengan menggunakan alat curah, seperti belt conveyor
2. Chevron
ketinggian yang diinginkan. Pola ini baik untuk alat curah seperti belt conveyor
3. Chevcon
chevron dan pola penimbunan cone ply. Pembentukan timbunan ini dapat
4. Windrow
alat yang digunakan untuk membuat timbunan dengan pola ini adalah backhoe,
Geometri stockpile dapat diartikan sebagai bentuk dan ukuran dari suatu
stockpile batubara yang ditimbun. Geometri stockpile terdiri dari tinggi stockpile,
sudut slope, panjang dan lebar stockpile, serta bentuk bangun atau dimensi dari
a
Sumber:Mardhika Wirahadi Alqawiyyu (2014)
......................................(II.1)
Dimana : a = Alas
t = Tinggi
L = Luas
.......................................(II.2)
persegi panjang membundar, maka alas pada tumpukan ini harus dibagi menjadi
a. Perhitungan jari-jari :
Keliling ¼ lingkaran = ¼ π .......(II.3)
Keterangan : r = Jari-Jari
r=?
K = Keliling ¼ Lingkaran
b. Perhitungan ketinggian:
Y= .....................................(II.4)
z Y Keterangan: Z = Panjang sisi miring
X = Jari-jari
Y = Tinggi
c. Perhitungan sudut timbunan:
α
Tan α =
x
α = tan-1 ..................................(II.5)
Keterangan: Tan α = Sudut Timbunan
Y= Tinggi
X= Jari-jari
...................................(II.6)
π 2
...............................(II.7)
1. Input
Input dalam kegiatan penelitian ini diperoleh dari dua sumber dimana
terdiri dari:
a. Data Primer
Data primer adalah data yang didapat secara langsung dilapangan yaitu
diarea stockpile PT. Miyor Pratama Coal. Data-data yang dibutuhkan dalam
penelitian yaitu:
1) Temperatur batubara.
2) Dimensi lantai dasar stockpile (panjang alas, sisi sejajar dengan alas,
3) Dimensi tumpukan (panjang dan lebar lantai atas, panjang dan lebar
penelitian ini berupa hasil penelitian terdahulu serta dokumen perusahaan, data-
2. Proses
Proses merupakan analisa dari data-data yang diperoleh pada bagian input.
dengan nilai ambang batas atau baku mutu yang diizinkan dan faktor-faktor apa
3. Output
temperatur yang diukur sesuai dengan nilai ambang batas atau baku mutu
yang diizinkan dan Untuk menentukan faktor apa saja yang mempengaruhi
METODOLOGI PENELITIAN
sistematik dan terus menerus terhadap suatu masalah dengan tujuan digunakan
segera untuk keperluan tertentu. Hasil penelitian yang dilakukan tidak perlu
sebagai suatu penemuan baru, akan tetapi merupakan aplikasi yang baru dari
2018.
diteliti yang mempunyai variasi satu dengan yang lain dalam kelompok tersebut.
melakukan analisa nilai temperatur yang diukur pertitiknya dengan nilai ambang
batas atau baku mutu yang diizinkan sesuai standar pengukuran, juga dapat
mengetahui titik suhu mulai terjadinya swabakar pada stockpile dan dapat
1. Jenis Data
4) Temperatur batubara.
5) Dimensi lantai dasar stockpile (panjang alas, sisi sejajar dengan alas,
6) Dimensi tumpukan (panjang dan lebar lantai atas, panjang dan lebar
b. Data sekunder, merupakan data yang diperoleh dari data-data yang sudah
ada di PT. Miyor Pratama Coal atau studi kepustakaan dan beberapa
2. Sumber Data
Data ini diperoleh dari data-data yang sudah ada di PT. Miyor Pratama
untuk pengambilan data primer pada penelitian ini adalah sebagai berikut;
2. Patok ukur untuk menandai lokasi yang dijadikan titik pengukuran suhu
besi padu yang telah di sediakan sepanjang 1,25 meter, hal ini bertujuan
untuk membantu kabel arus yang dililitkan ke besi dengan balutan lagban
2. Tancapkan besi padu dengan balutan kabel yang telah dililitkan kebesi
4. Tekan tombol power pada alat pembaca, biarkan selama 5 menit atau
alat tersebut berhenti membaca maka itu lah hasil pengukuran temperatur
Pengukuran dilakukan dua kali dalam sehari mulai dari pukul 10.00
sampai selesai tumpukan (A) kalori 6500-6800, pukul 11.00 sampai selesai
tumpukan (B) kalori 3000-4000 dan pukul 13.30 sampai selesai tumpukan (A)
kalori 6500-6800, pukul 14.30 sampai selesai tumpukan (B) kalori 3000-4000.
Pada stockpile batubara ditandai menggunakan patok ukur yang telah disediakan
sebanyak 10 titik mengelilingi sisi timbunan batubara yang diteliti dengan jarak
antar titik patok sebesar 4 - 5 meter. 4 titik patok ukur pertama terletak pada
kedua sisi panjang alas tumpukan stockpile, 2 titik patok ukur kedua terletak pada
kedua sisi lebar alas tumpukan stockpile dan 4 titik patok ukur lainnya terletak
Setelah melalui tahap dalam pengumpulan data dan pengolahan data maka
dilakukan analisa data dari pengolahan data yang didapat. Pada analisa data
dengan standar pengukuran yang telah ada guna untuk meminimalisir upaya
Identifikasi Masalah
a. Kurang efektifnya penanganan swabakar di stockpile tersebut.
b. Peristiwa terjadinya swabakar dapat mengurangi produksi batubara di stockpile dan menurunnya kualitas
batubara.
c. Penumpukan batubara pada stockpile dalam jangka waktu yang cukup lama sering mengalami swabakar.
d. Batubara kualitas rendah rentan mengalami swabakar (Spontaneous Combustion) dari pada batubara
kualitas tinggi.
Tujuan Penelitian
a. Untuk menentukan nilai temperatur perharinya pada tumpukan batubara di stockpile PT. Miyor
Pratama Coal
b. Untuk menganalisis nilai Temperatur yang diukur sesuai dengan nilai ambang batas atau baku
mutu yang di izinkan.
c. Untuk menentukan faktor apa saja yang mempengaruhi meningkatnya nilai temperatur pada
stockpile PT. Miyor Pratama Coal.
Pengumpulan Data
Primer Sekunder
a. Temperatur batubara a. Metode penumpukan batubara pada stockpile.
b. Dimensi lantai dasar stockpile (panjang alas, sisi b. Data kualitas batubara.
sejajar dengan alas, sisi miring, tinggi) c. Data densitas jenis batuan di sawahlunto.
c. Dimensi tumpukan (panjang dan lebar lantai atas,
panjang dan lebar lantai bawah, panjang sisi miring,
panjang sisi lengkung).
Pengolahan Data
Mengetahui luas lantai dasar stockpile,mengetahui volume tumpukan batubara (geometri limas
terpancung), pengukuran pada 10 titik patok ukur selama 10 hari pengamatan dalam sehari dua kali
pengambilan data menggunakan alat Thermo Couple TM-902C (range -500C – 13000C) dan
dijelaskan memakai grafik untuk pengolahan datanya.
Analisis
Ambang titik nyala (glow point) batubara sesuai dengan
kelasnya pada stockpile PT. Miyor Pratama Coal.
HASIL PENELITIAN
disisi timur kantor PT. Miyor Pratama Coal. Stockpile ini menampung batubara
Kecamatan Talawi Kota Sawahlunto dan tambang bawah tanah yang berlokasi di
Pada temporary stockpile PT. Miyor Pratama Coal terdapat dua tumpukan
yaitu tumpukan (A) kalori 6500-6800 dan tumpukan (B) kalori 3000-4000,
± 1 bulan dan tumpukan (B) kalori 3000-4000 ±3,5 – 4 bulan, karena batubara
melainkan ditimbun dahulu sampai adanya penawaran dari pihak konsumen, beda
bulannya oleh PT. Miyor Pratama Coal ke PLTU Talawi Kota Sawahlunto dengan
menggunakan dump truck yang berjarak ±3 km dari stockpile PT. Miyor Pratama
Lantai dasar temporary stockpile PT. Miyor Pratama Coal yang dipakai
untuk tumpukan (A) kalori 6500-6800 dan tumpukan (B) kalori 3000-4000
dalam posisi rata, lantai dasar temporary stockpile ini terdiri dari tanah kemudian
lapisan atasnya dilapisi dengan batubara kotor (bedding coal), dengan ukuran
1. Alas 127 m
4. Tinggi 87 m
(B) kalori 3000-4000 pada temporary sockpile ini keduanya menggunakan pola
dilakukan dengan cara teknis, menumpukan batubara secara berurutan oleh dump
truck di area stockpile, kemudian ditimbun dan diratakan hingga mebentuk limas
yang di inginkan.
Gambar 4.4. Pola Penimbunan Tumpukan Batubara (A) Kalori 6500-6800
Chevcon (Limas Terpancung)
Adapun dimensi temporary stockpile ini yang hasilnya didapat dari pengukuran
stockpile ini yang hasilnya didapat dari pengukuran langsung di lapangan adalah:
6500-6800
dengan pola penimbunan chevcon limas terpancung diperoleh data pada tabel
3000-4000
dengan pola penimbunan chevcon limas terpancung diperoleh data pada tabel
Dimana : a = Alas
t = Tinggi
L = Luas
persegi panjang membundar, maka alas pada tumpukan ini harus dibagi menjadi
D B D
2,6 m 2,6 m
30,8 m
28 m
8,3 m
C A C
12,6a m
α 12,6 m
r
D B D
Gambar 4.10. Sketsa Dimensi Stockpile Tumpukan Batubara (A) Kalori
6500-6800 Geometri Limas Terpancung (Tampak Atas, Tampak Samping)
Perhitungan jari-jari :
Keliling ¼ lingkaran = ¼ π
4,2 m
r=? 4,2 = 3,14 / 2
= 4,2 / 1,57
= 2,67
α
x
Tan α=
α= tan-1 2,94
= 71,21o
Luas Bawah
Luas Atas
Volume Stockpile
Tonase Stockpile
4.2.3. Volume Tumpukan Batubara (B) Kalori 3000-4000
Oleh karena alas pada tumpukan chevcon limas terpancung ini berbentuk
persegi panjang membundar, maka alas pada tumpukan ini harus dibagi menjadi
D B D
7,7 m
7,7 m
27,3 m
8,2 m
17,4 m
20,2 m
C A C
20,2 m
20,2 m α
a
r
D B D
Gambar 4.11. Sketsa Dimensi Stockpile Tumpukan Batubara (B) Kalori
3000-4000 Geometri Limas Terpancung (Tampak Atas, Tampak Samping)
Perhitungan jari-jari :
Keliling ¼ lingkaran = ¼ π
3,3 m
r=? 3,3 = 3,14 / 2
= 3,3 / 1,57
= 2,1
Perhitungan ketinggian dan sudut timbunan:
Z=Panjang sisi miring = 8,2
X=jari-jari = 2,1
z Y
Y=Tinggi=
α
x
Tan α=
α= tan-1 3,77
= 75,14o
Luas Bawah
Luas Atas
Volume Stockpile
Tonase Stockpile
6500-6800
dengan pola penimbunan chevcon limas terpancung diperoleh data pada tabel
pola penimbunan ini tidak terjadi swabakar bahkan suhu kritis untuk terjadinya
temperatur yang relatif konstan dan mencapai suhu tertinggi selama penelitian.
Titik sampel tersebut adalah hari kelima pengamatan kedua titik sampel ke-9 dan
hari ketujuh pengamatan kedua titik ke-9. Titik sampel tertinggi temperatur
tumpukan ini hanya mencapai 60,6°C dan 60,9°C, titik sampel ini sudah melewati
point atau titik pembakaran dan gejala swabakar belum terjadi, titik ini
lampiran (4) dapat pula dilihat bahwa titik-titik trsebut telah belum mengalami
ignition point atau titik pembakaran sehingga gejala swabakar belum terjadi pada
ttitk-titik ini. Berbeda dengan tumpukan batubara (B) kalori 3000-4000 yang telah
mengalami ignition point dan gejala swabakar telah terjadi, seperti yang
3000-4000
dengan pola penimbunan chevcon limas terpancung diperoleh data pada tabel
pengamatan pertama titik sampel ke-8, hari ketiga pengamatan kedua titik sampel
ke-10, hari kelima pengamatan kedua titik sampel ke-8, dan hari kesembilan
Pada hari kelima pengamatan kedua titik sampel ke-8 dan hari kesembilan
pengamatan kedua titik sampel ke-9 dititik ini temperatur batubara mencapai
80,9°C dan 83,6°C, titik sampel ini sudah melebihi suhu kritis timbunan dan
mempunyai rata–rata temperatur timbunan yaitu 67°C dan 65°C, namun pada hari
kedua pengamatan pertama titik sampel ke-8 dan hari ketiga pengamatan kedua
titik sampel ke-10 pada titik ini batubara telah terbakar dengan temperature
mencapai 132,4°C dan 160,4°C, titik sampel ini mempunyai rata- rata temperatur
timbunan yang lebih tinggi bila dibandingkan dengan titik-titik sampel lainnya
pada pola penimbunan chevcon (limas terpancung), yaitu berkisar antara 64°C dan
71°C.
lampiran (5) dapat pula dilihat bahwa titik-titik tersebut telah mengalami ignition
point sehingga gejala swabakar sering terjadi pada titik- titik ini.
Suhu kritis tumpukan batubara pada temporary stockpile berkisar 50°C, Namun
kalori 6500-6800 dapat dilihat bahwa titik sampel 7 sampai 10 mulai mendekati
suhu 50°C keadaan ini disebabkan karena titik sampel ini berada pada bagian
yang menghadap ke arah matahari secara langsung, sehingga intensitas
penyinaran matahari lebih lama bila dibandingkan titik yang lain. Akibatnya
temperatur yang dihasilkan lebih tinggi. Selain itu, titik tersebut juga berada pada
bagian sisi miring timbunan dengan sudut timbunan yang besar sehingga penetrasi
tidak begitu signifikan dan tidak ada yang melebihi suhu 50°C, karena batas aman
suhu kritis batubara pada tumpukan berkisar 50°C. Sehingga potensi swabakar
tidak terjadi pada tumpukan ini dan juga tidak adanya asap yang keluar dari
tumpukan selama penelitian dilakukan. Dan lama tumpukan batubara (A) kalori
6500-6800 berkisar 1 bulan. Oleh sebab itu batubara pada tumpukan ini tidak
kalori 3000-4000) dapat dilihat bahwa titik sampel 7,8,9 dan 10 mempunyai
mencapai 57,285°C rata-rata titik sampel ke-7, 59,095°C rata-rata titik sampel ke-
8, 64,785°C rata-rata titik sampel ke-9 dan 66,515°C rata-rata titik sampel ke-10.
Keadaan ini disebabkan karena titik sampel tersebut berada pada bagian yang
matahari lebih lama bila dibandingkan titik yang lain. Akibatnya temperatur yang
dihasilkan lebih tinggi. Selain itu, titik tersebut juga berada pada bagian sisi
miring timbunan dengan sudut timbunan yang besar sehingga penetrasi udara
kepadanya lebih banyak, temperatur timbunan pun menjadi meningkat dan lama
tumpukan batubara (B) kalori 3000-4000 berkisar 3,5 bulan sampai 4 bulan oleh
sebab itu semakin lama batubara tertimbun akan semakin banyak panas yang
Dari hasil pengamatan ini dapat ditarik kesimpulan bahwa intensitas sinar
meningkat, maka gejala swabakar akan sering terjadi. Dan lama tumpukan
Dilapangan
Gejala swabakar umumnya terjadi pada sisi kaki dari timbunan batubara.
Hal ini terjadi karena ukuran butir yang relatif besar akan berada di sisi kaki
timbunan batubara bila dibandingkan dengan ukuran butir batubara yang relatif
halus. Ukuran butir batubara yang besar memiliki berat yang lebih besar bila
ukuran butir batubara yang besar berada dibawah atau sisi kaki timbunan
Gambar 4.15. Ukuran Butir Batubara yang Besar Berada Dikaki dan Sisi
Timbunan
Ukuran butir batubara yang besar mengakibatkan adanya rongga pada
timbunnan batubara. Rongga–rongga ini lah yang menjadi jalan masuk bagi udara
sehingga akan memicu terjadinya reaksi dengan batubara yang akan menyebabkan
mempunyai kemampuan untuk menyerap oksigen lebih tinggi dari pada titik lain
Selain pada sisi kaki timbunan batubara, gejala swabakar juga terjadi di
tersebut dalam jangka waktu yang tidak terlalu lama. Setelah penanganan
dilakukan biasanya gejala swabakar akan kembali terjadi kembali dalam jangka
sesaat saja.
BAB V
6500-6800
dengan pola penimbunan chevcon limas terpancung diperoleh data pada tabel
pola penimbunan ini tidak terjadi swabakar bahkan suhu kritis untuk terjadinya
temperatur yang relatif konstan dan mencapai suhu tertinggi selama penelitian.
Titik sampel tersebut adalah hari kelima pengamatan kedua titik sampel ke-9 dan
hari ketujuh pengamatan kedua titik ke-9. Titik sampel tertinggi temperatur
tumpukan ini hanya mencapai 60,6°C dan 60,9°C, titik sampel ini sudah melewati
point atau titik pembakaran dan gejala swabakar belum terjadi, titik ini
lampiran (4) dapat pula dilihat bahwa titik-titik tersebut belum mengalami ignition
point atau titik pembakaran sehingga gejala swabakar belum terjadi pada titik-titik
ini. Berbeda dengan tumpukan batubara (B) kalori 3000-4000 yang telah
3000-4000
dengan pola penimbunan chevcon limas terpancung diperoleh data pada tabel
pengamatan pertama titik sampel ke-8, hari ketiga pengamatan kedua titik sampel
ke-10, hari kelima pengamatan kedua titik sampel ke-8, dan hari kesembilan
Pada hari kelima pengamatan kedua titik sampel ke-8 dan hari kesembilan
pengamatan kedua titik sampel ke-9 dititik ini temperatur batubara mencapai
80,9°C dan 83,6°C, titik sampel ini sudah melebihi suhu kritis timbunan dan
mempunyai rata–rata temperatur timbunan yaitu 67°C dan 65°C, namun pada hari
kedua pengamatan pertama titik sampel ke-8 dan hari ketiga pengamatan kedua
titik sampel ke-10 pada titik ini batubara telah terbakar dengan temperatur
mencapai 132,4°C dan 160,4°C, titik sampel ini mempunyai rata-rata temperatur
timbunan yang lebih tinggi bila dibandingkan dengan titik-titik sampel lainnya
pada pola penimbunan chevcon (limas terpancung), yaitu berkisar antara 64°C dan
71°C.
Dari tabel monitoring temperatur tumpukan batubara (B) kalori 3000-4000
lampiran (5) dapat pula dilihat bahwa titik-titik tersebut telah mengalami ignition
point sehingga gejala swabakar sering terjadi pada tiitk- titik ini.
Suhu kritis tumpukan batubara pada temporary stockpile berkisar 50°C, Namun
5.2. Analisa Nilai Temperatur yang Diukur Sesuai dengan Nilai Ambang
kalori 6500-6800 dapat dilihat bahwa titik sampel 7 sampai 10 mulai mendekati
suhu 50°C keadaan ini disebabkan karena titik sampel ini berada pada bagian
penyinaran matahari lebih lama bila dibandingkan titik yang lain. Akibatnya
temperatur yang dihasilkan lebih tinggi. Selain itu, titik tersebut juga berada pada
bagian sisi miring timbunan dengan sudut timbunan yang besar sehingga penetrasi
tidak begitu signifikan dan tidak ada yang melebihi suhu 50°C, karena batas aman
suhu kritis batubara pada tumpukan berkisar 50°C. Sehingga potensi swabakar
tidak terjadi pada tumpukan ini dan juga tidak adanya asap yang keluar dari
tumpukan selama penelitian dilakukan. Dan lama tumpukan batubara (A) kalori
6500-6800 berkisar 1 bulan. Oleh sebab itu batubara pada tumpukan ini tidak
kalori 3000-4000) dapat dilihat bahwa titik sampel 7,8,9 dan 10 mempunyai
mencapai 57,285°C rata-rata titik sampel ke-7, 59,095°C rata-rata titik sampel ke-
8, 64,785°C rata-rata titik sampel ke-9 dan 66,515°C rata-rata titik sampel ke-10.
Keadaan ini disebabkan karena titik sampel tersebut berada pada bagian yang
matahari lebih lama bila dibandingkan titik yang lain. Akibatnya temperatur yang
dihasilkan lebih tinggi. Selain itu, titik tersebut juga berada pada bagian sisi
miring timbunan dengan sudut timbunan yang besar sehingga penetrasi udara
kepadanya lebih banyak. Temperatur timbunan pun menjadi meningkat. Dan lama
tumpukan batubara (B) kalori 3000-4000 berkisar 3,5 bulan sampai 4 bulan oleh
sebab itu semakin lama batubara tertimbun akan semakin banyak panas yang
Dari hasil pengamatan ini dapat ditarik kesimpulan bahwa intensitas sinar
meningkat, maka gejala swabakar akan sering terjadi. Dan lama tumpukan
batubara pada stockpile juga mempengaruhi kenaikan temperatur tumpukan
5.3.1. Ukuran Butir Batubara yang Besar Berada Dikaki dan Sisi Timbunan
Gejala swabakar umumnya terjadi pada sisi kaki dari timbunan batubara.
Hal ini terjadi karena ukuran butir yang relatif besar akan berada di sisi kaki
timbunan batubara bila dibandingkan dengan ukuran butir batubara yang relatif
halus. Ukuran butir batubara yang besar memiliki berat yang lebih besar bila
ukuran butir batubara yang besar berada dibawah atau sisi kaki timbunan
batubara.
timbunnan batubara. Rongga–rongga ini lah yang menjadi jalan masuk bagi udara
sehingga akan memicu terjadinya reaksi dengan batubara yang akan menyebabkan
mempunyai kemampuan untuk menyerap oksigen lebih tinggi dari pada titik lain
Sempurna
Selain pada sisi kaki timbunan batubara, gejala swabakar juga terjadi di
6.1. Kesimpulan
6800 hanya mencapai 60,6°C dan 60,9°C, titik sampel ini sudah melewati standar
pengukuran suhu tumpukan batubara namun belum mengalami ignition point atau
titik pembakaran dan gejala swabakar belum terjadi, titik ini mempunyai rata-rata
sampel ini batubara telah terbakar dengan temperatur mencapai 132,4°C dan
160,4°C, titik sampel ini mempunyai rata-rata temperatur timbunan yang lebih
tinggi bila dibandingkan dengan titik-titik sampel lainnya dan tersebut telah
mengalami ignition point sehingga gejala swabakar terjadi pada titik ini.
signifikan dan tidak ada yang melebihi suhu 50°C, karena batas aman suhu kritis
batubara pada tumpukan berkisar 50°C. Sehingga potensi swabakar tidak terjadi
(B) Kalori 3000-4000 dapat ditarik kesimpulan bahwa intensitas sinar matahari
gejala swabakar akan sering terjadi. Dan lama tumpukan batubara pada stockpile
Gejala swabakar umumnya terjadi pada sisi kaki dari timbunan batubara.
Hal ini terjadi karena ukuran butir yang relatif besar akan berada di sisi kaki
timbunan batubara bila dibandingkan dengan ukuran butir batubara yang relatif
halus. Selain pada sisi kaki timbunan batubara, gejala swabakar juga terjadi di
6.2. Saran
mengetahui kapan gejala swabakar pada timbunan batubara akan terjadi maka
4000 dari pada temperatur batubara (A) kalori 6500-6800 karna batubara kalori
3000-4000 akan lebih mudah terbakar dari pada kalori 6500-6800, sebab batubara
kalori rendah mempunyai kandungan moisture yang lebih tinggi lebih rentan
tumpukan batubara dengan terpal plastik itu tidak efektif, sebaiknya tidak
dilakukan karna tumpukan batubara yang ditutup dengan terpal plastik akan lebih
memiliki nilai suhu yang tinggi yaitu di titik 9 dan 10 seharusnya tumpukan perlu
ditimbulkannya , maka dari itu penanganan harus dilakukan tepat waktu supaya
stockpile. Karena pada penelitian ini peneliti hanya menganalisis pada satu
Riko Ervil, Dkk, Buku Panduan Penulisan dan Ujian Skripsi STTIND
Padang, Sekolah Tinggi Teknolgi Industri, Padang, 2012.
Panji Rayuda, Evaluasi Desain Stockpile Inpit Tambang Air Laya UPTE
Untuk Target Produksi 2016 PT. Bukit Asam (Persero), TbkTanjung
Enim, Sumatera Selatan, Jurusan Teknik Pertambangan Sekolah Tinggi
Teknologi Industri (STTIND) Padang, 2016.
P.H. Silitonga dan Kastowo, Peta Geologi Lembar Solok, Sumatera, Edisi 2,
1995.
Balai Diklat Tambang Bawah Tanah Pusdiklat Teknologi Mineral dan Batubara,
2015.
DIREKTUR
H. IDRIS
KOMISARIS
MUSLIADI
YUSWIL
AFRIZAL
KEPALA TEKNIK
TAMBANG
ANDRI SYAPUTRA. Amd
ELVITA. SH
IZNAINI Z
FORMENT ELEKTRICMAN
QUALITY CONTROL
H IDRIS ARPAN EFENDI
SAFIRMAN
JUFRI HERI S
UMAR
AGUS TEMAR
ARPAN EFENDI
KARYAWAN
Pembimbing I
Pembimbing II
No. Urut : -
Nama : DICKY VALENTINO
Jenis Kelamin : Laki-Laki
Tempat / Tgl Lahir : Tanjung Pati / 06 Desember
1992
NPM : 1210024427018
Program Studi : Teknik Pertambangan
Tanggal Lulus : 16 Juli 2018
IPK : 3,17
Predikat Lulus : Memuaskan
Judul Skripsi : “Monitoring Temperatur
Untuk Mencegah Terjadinya
Swabakar Pada Temporary
Stockpile PT. Miyor Pratama
Coal Parambahan Kecamatan
Talawi Kota Sawahlunto
Provinsi Sumatera Barat”
Dosen : 1. Refky Adi Nata, ST, MT
Pembimbing 2. Dian Hadiansyah, ST, MT
Asal SMTA : SMA Negeri 3 Payakumbuh
Nama Orang Tua : EDWAR
Alamat / Tlp / Hp : Jln. Patenggangan No. 50J
083180006508