You are on page 1of 9

PERATURAN DIREKTUR RUMAH SAKIT UMUM SARILA HUSADA

NOMOR : 019/PER/DIR/RSSH/X/2016

TENTANG

PANDUAN PENOLAKAN RESUSITASI (DO NOT RESUSCITATE/DNR)

DIREKTUR RUMAH SAKIT UMUM SARILA HUSADA

Menimbang : a. bahwa untuk meningkatkan mutu pelayanan dan kepuasan


pelanggan di lingkungan Rumah Sakit Umum Sarila Husada
perlu adanya pelayanan yang bermutu tinggi;
b. bahwa agar pelayanan dapat terlaksana dengan baik diperlukan
panduan penolakan resusitasi sebagai landasan dalam
penyelenggaraan pelayanan bila terjadi penolakan resusitasi di
Rumah Sakit Umum Sarila Husada ;
c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud pada
huruf a dan huruf b maka perlu ditetapkan Peraturan Direktur
Rumah Sakit Umum Sarila Husada tentang Panduan Penolakan
Resusitasi (Do Not Resuscitate/DNR);

Mengingat : 1. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 36 Tahun 2009


tentang Kesehatan;
2. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 44 Tahun 2009
tentang Rumah Sakit;
3. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 1438/MENKES/PER/X/2010
tentang Standar Pelayanan Kedokteran;
4. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 12 Tahun 2012 tentang
Akreditasi Rumah Sakit;
5. Peraturan Direktur PT Sarila Husada Nomor
01/SK/PT-SH/VII/2013 tentang Pengangkatan Direktur Rumah
Sakit Umum Sarila Husada.
MEMUTUSKAN

Menetapkan :
Kesatu : PERATURAN DIREKTUR RUMAH SAKIT UMUM SARILA
HUSADA TENTANG PANDUAN PENOLAKAN RESUSITASI
(DO NOT RESUSCITATE/DNR)
Kedua : Panduan Penolakan Resusitasi sebagaimana DIKTUM KESATU
tercantum dalam Lampiran Peraturan ini.
Kedua : Panduan Penolakan Resusitasi ini berlaku sebagai panduan bagi semua
petugas dalam penyelenggaraan pelayanan kesehatan di lingkungan
Rumah Sakit Umum Sarila Husada.
Ketiga : Peraturan ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan.

Ditetapkan di : Sragen
Pada tanggal : 22 Oktober 2016

Direktur Rumah Sakit Umum


Sarila Husada

drg. Evelina Yuliani, MPH


LAMPIRAN
PERATURAN DIREKTUR
RUMAH SAKIT UMUM SARILA
HUSADA
NOMOR : 019/PER/DIR/RSSH/X/2016
TENTANG
PANDUAN PENOLAKAN RESUSITASI
(DO NOT RESUSCITATE/DNR)

PANDUAN PENOLAKAN RESUSITASI (DO NOT RESUSCITATE/DNR)

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Do Not Resuscitate atau disebut dengan DNR adalah merupakan salah satu
keputusan yang paling sulit, karena menyangkut masalah etika bagi perawat
ataupun dokter dan tenaga kesehatan lainnya. Hal ini akan berhadapan dengan
masalah moral ataupun etik, apakah akan mengikuti sebuah perintah 'jangan
dilakukan resusitasi' ataupun tidak. Bagaimana tidak jika tiba-tiba pasien henti
jantung sebagai perawat yang sudah handal dalam melakukan Resusitasi Jantung
Paru (RJP) membiarkan pasien mati dengan begitu saja tapi masalahnya jika kita
memiliki hati dan melakukan RJP pada pasien tersebut, kita bisa dituntut oleh
pasien dan keluarga pasien tersebut. Ini adalah sebuah dilema. Jika terjadi
kedaruratan jantung pasien atau pernapasan berhenti.
Perintah DNR ditulis atas permintaan pasien atau keluarga tetapi
harus ditandatangani oleh dokter. Salah satu alasan utama orang menandatangani
perintah DNR adalah karena apa yang terjadi ketika staf rumah sakit mencoba untuk
melakukan RJP. Situasi ini umumnya disebut sebagai "kode." Hal ini kadang-
kadang menggunakan nama yang berbeda di rumah sakit yang berbeda. Saat tim
melakukan segala proses resusitasi selalu timbul konsekuensi. Salah satu
konsekuensi potensial utama dilakukan RJP adalah kekurangan oksigen ke organ-
organ tubuh. Meskipun penekanan dada sedang dilakukan untuk mengedarkan darah
melalui tubuh, masih belum seefektif detak jantung biasa. Meskipun oksigen
dipompa ke paru-paru mekanik, penyakit itu sendiri dapat mencegah beberapa
oksigen untuk mencapai aliran darah. Semakin lama RJP berlangsung, semakin
besar kemungkinan kerusakan pada organ-organ. Tapi jika tidak dilakukan RJP
akan berdampak kerusakan otak, kerusakan ginjal, hati, atau kerusakan paru-paru.
Apa pun bisa rusak berhubungan dengan kurangnya oksigenasi.
Ada juga kemungkinan trauma tubuh dari penekanan dada. Hal ini sangat
normal untuk mendengar retak tulang rusuk, saat dilakukan kompresi dada terutama
pada orang tua. Selain itu kejutan listrik juga dapat menimbulkan trauma pada pasien.
Jadi bahkan jika pasien hidup kembali, kemungkinan pemulihan dan
kelangsungan hidup dapat berpotensi jauh lebih rendah daripada mereka sebelum
resusitasi tersebut. Biasanya pasien berakhir pada ventilator setelah RJP. Jika Pasien
memiliki organ yang rusak, kerusakan terutama otak, ada kemungkinan penyebabnya
bukan karena ventilator tapi karena terlambatnya oksigen masuk ke otak.
Pada pasien DNR biasanya sudah diberikan tanda untuk tidak dilakukan
resusitasi. Biasanya tanda tersebut terdapat pada baju, di ruang perawatan ataupun
di pintu masuk, sudah ditandai dengan tulisan “DNR”. Pasien DNR tidak benar-
benar mengubah perawatan medis yang diterima. Pasien masih diperlakukan dengan
cara yang sama. Semua ini berarti bahwa jika tubuh pasien meninggal (berhenti
bernapas, atau jantung berhenti berdetak) tim medis tidak akan melakukan
CPR/RJP.
Pasien dengan DNR tidak berarti obat berhenti untuk diberikan. Tapi dokter
dan perawat akan mulai fokus pada tindakan edukasi untuk perawatan paliatif.
Dengan disusunnya panduan ini diharapkan dapat menyediakan suatu acuan
bagi proses dimana pasien bisa memilih prosedur yang nyaman dalam hal bantuan
hidup oleh tenaga medis emergensi dalam kasus henti jantung henti nafas.

B. Definisi
1. Resusitasi merupakan segala bentuk usaha medis, yang dilakukan terhadap
mereka yang berada dalam keadaan darurat atau kritis, untuk mencegah
kematian.
2. Do Not Resusitation (DNR) adalah sebuah perintah untuk tidak dilakukan
Resusitasi, yang merupakan pesan untuk tenaga kesehatan ataupun
masyarakat umum untuk tidak mencoba CPR (cardiopulmonary resusitation)
atau Resusitasi Jantung Paru (RJP) jika terjadi permasalahan darurat pada
jantung pasien atau pernapasan berhenti. Perintah ini ditulis atas permintaan
pasien atau keluarga tetapi harus ditandatangani oleh dokter. 
BAB II
RUANG LINGKUP

Ruang lingkup panduan penolakan resusitasi adalah semua unit rawat inap di
rumah sakit, IGD, ICU, IBS dengan pelaksananya tim medis dan paramedis yang
melakukan perawatan terhadap pasien tersebut serta melibatkan keputusan pasien dan
atau keluarga pasien. Adapun DNR diberikan dengan pertimbangan-pertimbangan
sebagai berikut :
1. Sudah tidak ada harapan hidup walaupun pasien itu masih sadar, misal pasien
dengan kanker stadium empat, jadi rasanya tidak perlu adanya resusitasi.
2. Pasien dengan penyakit kronis dan terminal.
3. Pasien dengan kontra indikasi CPR ataupun pasien yang dicap eutanasia (dibiarkan
mati ataupun suntik mati karena kehidupan yang sudah tidak terjamin).
4. Kaku mayat.
5. Dekapitasi : yaitu suatu tindakan untuk memisahkan kepala janin dari tubuhnya
dengan cara memotong leher janin agar janin dapat lahir pervaginam. Dekapitasi
dilakukan pada persalinan yang macet pada letak lintang dan janin sudah meninggal.
6. Dekomposisi.
7. Lividitas dependen.
8. Jejas trauma kepala atau tubuh yang masif yang tidak memungkinkan untuk hidup
(pastikan pasien tidak memiliki tanda-tanda vital)
BAB III
KEBIJAKAN

1. Untuk menentukan status DNR diperlukan konsultasi dan kesepakatan para dokter
yang merawat pasien.
2. Status DNR harus dengan persetujuan dari keluarga pasien.
3. Apabila keluarga tidak memberi persetujuan terhadap DNR, maka status DNR tidak
dapat diberikan walaupun dokter menyatakan bahwa keadaan pasien sudah tidak
memungkinkan untuk dapat bertahan hidup.
4. Sebelum diberikan status DNR pihak keluarga pasien berhak mendapatkan
informasi mengenai keadaan pasien.
5. Pasien dan atau keluarga pasien mempunyai hak untuk menolak dilakukan tindakan
resusitasi pada pasien tersebut.
BAB IV
TATALAKSANA

A. Pengambilan Keputusan
1. Sebelum diberikan status DNR dilakukan konsultasi dan kesepakatan DPJP
yang merawat pasien.
2. DPJP dan perawat penanggung jawab pasien memberikan informasi mengenai
keadaan pasien kepada pasien dan atau keluarga pasien serta meminta
persetujuan untuk status DNR.
3. Apabila status DNR diminta oleh pasien dan atau keluarga pasien maka
dilakukan konsultasi dengan DPJP pasien tersebut untuk selanjutnya dimintakan
persetujuan penolakan resusitasi secara tertulis oleh pasien dan atau keluarga
pasien tersebut.

B. Tatalaksana
1. Meminta informed consent dari pasien atau walinya
2. Mengisi formulir DNR. Masukkan copy atau salinan formulir pada rekam medis
pasien dan serahkan juga salinan pada pasien atau keluarga.
3. Menginstruksikan pasien atau keluarga pasien memasang formulir DNR di tempat-
tempat yang mudah dilihat seperti headboard, bedstand, pintu kamar atau kulkas.
4. Dapat juga meminta pasien mengenakan gelang DNR di pergelangan tangan atau
kaki (jika memungkinkan)
5. Tinjau kembali status DNR secara berkala dengan pasien atau walinya, revisi bila
ada perubahan keputusan yang terjadi dan catat dalam rekam medis. Bila
keputusan DNR dibatalkan, catat tanggal terjadinya dan gelang DNR di
musnahkan.
6. Perintah DNR harus mencakup hal-hal di bawah ini :
a. Diagnosis
b. Alasan DNR
c. Kemampuan pasien untuk membuat keputusan
d. Dokumentasi bahwa status DNR telah ditetapkan dan oleh siapa
7. Perintah DNR dapat dibatalkan dengan keputusan pasien sendiri atau dokter
yang merawat, atau oleh wali yang sah. Dalam hal ini, catatan DNR di rekam
medis harus pula dibatalkan dan gelang DNR (jika ada) di musnahkan.
C. Keadaan Khusus
Perintah Do Not Resuscitate (DNR) harus dengan dasar yang kuat. Bila keluarga
pasien memberikan surat perintah DNR dari dokter pribadinya, yaitu dengan
mengikuti prosedur sebagai berikut :
1. Hubungi dokter kontrol medis.
2. Berikan keterangan yang jelas mengenai situasi yang ada.
3. Pastikan agar diagnosis yang mengakibatkan DNR sudah dijelaskan (misal :
kanker).
4. Buat laporan status pasien secara jelas (tanda-tanda vital, EKG).
5. Pastikan mengisi form DNR tertulis. Pastikan mencatat nama dokternya.
6. Dokter kontrol medik menentukan apakah menyetujui atau menolak perintah
DNR.
7. Bila pasien dalam henti jantung saat tiba di IGD, mulai BHD sambil
menghubungi kontrol medik.
8. Pikirkan potensi untuk donasi organ. Pasien dengan cedera mematikan mungkin
tetap membutuhkan tindakan gadar hingga ditentukan apakah pasien mungkin
potensial sebagai donor organ atau jaringan.
9. Bila mungkin, letakkan telapak tampak segera atau leads EKG untuk memastikan
irama asistol atau agonal dan lampirkan strip kopi pada laporan.
BAB V
DOKUMENTASI

1. Formulir DNR
2. Informed consent

Direktur Rumah Sakit Umum


Sarila Husada

drg. Evelina Yuliani, MPH

You might also like