You are on page 1of 29

MAKALAH ASUHAN KEPERAWATAN GANGGUAN RASA NYAMAN AKIBAT

REAKSI OBAT (SINDROM STEVENS-JOHNSON)

Dosen Pengampu: Ibu Indriana Noor Istiqomah, S. Kep, Ns, M.Kep


Kelas : 2A

Nama Anggota Kelompok 1 :


1. Ainun Hikmah 202303101001
2. Aprilina Triafani A 202303101003
3. Ika Puspitasari 202303101007
4. Putri Aliya Antasya 202303101009
5. Adelia Fara Yunita 202303101010
6. Rinenda Alyn Theriza 202303101014
7. Diva Lintang K.B.P. 202303101017
8. Dhita Wijayanti 202303101023
9. Lili Nur Azlina 202303101025
10. Agus Setiawan 202303101079
11. Puri Retno Mutya 202303101080
12. Tazkiya Siti Zahra Atika 202303101081
13. Luviana Dyantari 202303101127

UNIVERSITAS JEMBER FAKULTAS KEPERAWATAN


PRODI D3 UNIVERSITAS JEMBER KAMPUS LUMAJANG
TAHUN 2022
KATA PENGANTAR

Dengan memanjatkan puji syukur atas kehadirat ALLAH SWT, atas segala limpahan
rahmat dan karunia-Nya kepada penulis sehingga dapat menyelesaikan makalah ini yang
berjudul “MAKALAH ASUHAN KEPERAWATAN GANGGUAN RASA NYAMAN
AKIBAT REAKSI OBAT (SINDROM STEVENS JOHNSON)”.
Penulis menyadari bahwa didalam pembuatan makalah ini berkat bantuan dan
tuntunan ALLAH SWT dan tidak lepas dari bantuan berbagai pihak untuk itu dalam
kesempatan kali ini penulis menghaturkan rasa hormat dan terima kasih yang sebesar -
besarnya kepada semua pihak yang membantu dalam pembuatan makalah ini.
Penulis menyadari bahwa dalam proses penulisan makalah ini masih jauh dari kata
kesempurna baik materi maupun cara penulisannya. Namun demikian, penulis telah berupaya
dengan segala kemampuan dan pengetahuan yang dimiliki sehingga dapat selesai dengan
baik dan oleh karenanya, penulis dengan rendah hati dengan tangan terbuka menerima
masukan, saran dan usul guna penyempurnaan makalah ini.
Akhirnya kami selaku penulis berharap semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi
seluruh pembaca.

Lumajang, 27 Maret 2022

Penulis
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Sindrom Stevens-Johnson (SSJ) merupakan sindrom yang mengenai kulit,
selaput lendir di orifisium, dan mata dengan keadaan umum yang bervariasi dari
ringan hingga berat (Nastiti, 2019). SSJ merupakan bentuk minor dari toxic epidermal
necrolysis (TEN) dengan pengelupasan kulit kurang dari 10% luas permukaan tubuh.
Penyakit ini bersifat akut dan pada bentuk yang berat dapat menyebabkan kematian,
oleh karena itu penyakit ini merupakan salah satu kegawat daruratan dari penyakit
kulit.
Penyebab belum jelas angka mortalitas SSJ berkisar 1-5% dan lebih
meningkat pada usia lanjut. Insiden sindrom ini semakin meningkat karena salah satu
penyebabnya adalah alergi obat dan sekarang obat-obatan cenderung dapat diperoleh
bebas (Fitriany & Alratisda, 2019). Beberapa factor yang dapat dianggap sebagai
penyebab antara lain alergi obat, infeksi, dan idiopatik. Beberapa obat yang dianggap
sebagai penyebab alergi obat tersering ialah analgetik/antipiretik, antikonvulsan,
antibiotik dan antimalaria. Data yang diperoleh berdasarkan penelitian oleh Committe
Drug Adverse Reaction Monitoring Directory for Drug and Food Administration,
Departemen Kesehatan Republik Indonesia pada tahun 1981-1995 menyatakan
selama periode tersebut terjadi 2646 kasus reaksi samping obat. Sebanyak 35,6% atau
942 kasus berupa erupsi kulit.
Sindrom Stevens-Johnson dilaporkan terjadi pada 8,57% dari kasus erupsi
kulit atau sebesar 81 kasus (Indrastiti et al., 2016). Penyebab yang pasti belum
diketahui, dikatakan multifactorial, Ada yang beranggapan bahwa sindrom ini
merupakan eritema multiforme yang berat dan disebut eritema multiforme mayor,
sehinga dikatakan mempunyai penyebab yang sama (Fitriany & Alratisda, 2019).
Etiologi SSJ dan NET digolongkan menjadi empat kategori, antara lain infeksi, obat,
berhubungan dengan keganasan, serta idiopatik, namun penyebab utama adalah
paparan obat.. Pada kasus SSJ, 50% kasus berhubungan dengan paparan obat dan
lebih dari 100 macam obat telah dilaporkan sebagai kemungkinan penyebab (Diana et
al., 2021).
Pengobatan dengan obat tunggal dapat memprediksi obat sebagai penyebab
pada 60-79% kasus, dan umumnya reaksi timbul antara 4-30 hari setelah paparan
awal. Pada penggunaan obat dalam jangka waktu lama, seperti penggunaan
carbamazepine, phenytoin, phenobarbital, atau allopurinol, risiko tertinggi terjadinya
SSJ adalah dalam 2 bulan pertama pemakaian obat, setelah itu risiko terjadinya SSJ
akan menurun (Diana & Irawanto, n.d.). Keadaan umum bervariasi dari ringan sampai
berat. Gejala SSJ-NET timbul dalam waktu 8 minggu setelah awal pajanan obat. Pada
fase akut Sebelum terjadi lesi kulit, dapat timbul gejala prodromal atau gejala non-
spesifik berupa, demam tinggi, malaise, nyeri kepala, batuk, pilek, nyeri tenggorokan,
arthralgia, rinitis, terkadang disertai muntah dan diare selama 1-14 hari. Gejala
prodromal selanjutnya akan berkembang ke arah manifestasi mukokutaneus(Nastiti,
2019).
1.2 Rumusan Masalah
1. Apa definisi dari Sindrom Steven-Johnson?
2. Apa saja etiologi dari Sindrom Steven-Johnson?
3. Bagaimana tanda dan gejala dari Sindrom Steven-Johnson?
4. Bagaimana mekanisme Sindrom Steven-Johnson?
5. Apa saja anamnesa dari Gangguan Rasa Nyaman (Sindrom Steven-Johnson) ?
6. Bagaimana pemeriksaan fisik dan pemeriksaan fisik yang lainnya pada pasien
Sindrom Steven-Johnson?
7. Bagaimana pemeriksaan diagnostik dari penyakit Sindrom Steven-Johnson?
8. Apa saja rumusan diagnosa yang berkaitan dengan Gangguan Rasa Nyaman?
9. Bagaimana rencana tindakan keperawatan dari Gangguan Rasa Nyaman?
10. Bagaimana implementasi keperawatan dari Gangguan Rasa Nyaman?
11. Bagaimana evaluasi keperawatan dari Gangguan Rasa Nyaman?

1.3 Tujuan
1. Mahasiswa dapat mengetahui dan memahami definisi dari Sindrom Steven-Johnson
2. Mahasiswa dapat mengetahui dan memahami etiologi dari Sindrom Steven-Johnson
3. Mahasiswa dapat mengetahui dan memahami tanda dan gejala dari Sindrom Steven-
Johnson
4. Mahasiswa dapat mengetahui dan memahami mekanisme Sindrom Steven-Johnson
5. Mahasiswa dapat mengetahui dan memahami anamnesa dari Gangguan Rasa Nyaman
(Sindrom Steven-Johnson)
6. Mahasiswa dapat mengetahui dan memahami pemeriksaan fisik dan pemeriksaan fisik
yang lainnya pada pasien Sindrom Steven-Johnson
7. Mahasiswa dapat mengetahui dan memahami pemeriksaan diagnostik dari penyakit
Sindrom Steven-Johnson
8. Mahasiswa dapat mengetahui dan memahami rumusan diagnosa yang berkaitan
dengan Gangguan Rasa Nyaman
9. Mahasiswa dapat mengetahui dan memahami rencana tindakan keperawatan dari
Gangguan Rasa Nyaman
10. Mahasiswa dapat mengetahui dan memahami implementasi keperawatan dari
Gangguan Rasa Nyaman
11. Mahasiswa dapat mengetahui dan memahami evaluasi keperawatan dari Gangguan
Rasa Nyaman

1.4 Manfaat
1. Manfaat Bagi Penulis
Diharapkan dapat menambah wawasan pengetahuan dan pengalaman yang diterapkan
di ilmu keperawatan mencakup tentang Sindrom Steven-Johnson
2. Manfaat Bagi Pembaca
Diharapkan dapat memberikan sarana informasi terhadap pembaca sehingga dapat
meningkatkan pengetahuan pembaca khususnya yang berhubungan dengan Sindrom
Steven-Johnson
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Definisi Sindrom Steven-Johnson


Steven-Johnson’s Syndrome (SJS) merupakan reaksi mukokutan akut yang
mengancam nyawa, ditandai dengan nekrosis epidermis yang luas sehingga terlepas. Penyakit
ini mirip dengan gejala klinis histopatologis, factor resiko, penyebab dan pathogenesis,
sehingga saat ini digolongkan daam proses yang identic, hanya dibedekan karna
keparahannya. Pada SJS terdapat epidermolisis sebesar <10% luas permukaan badan (LPB).
(Siregar, 2014).
Stevens-Johnson syndrome (SJS) atau sindrom Stevens-Johnson dan toxic epidermal
necrolysis (TEN) atau nekrolisis epidermal toksik adalah penyakit kulit yang disebabkan oleh
alergi atau infeksi. Sindrom tersebut mengancam kondisi kulit yang mengakibatkan kematian
sel-sel kulit sehingga epidermis mengelupas dan memisahkan dari dermis. Sindrom ini
dianggap sebagai hipersensitivitas kompleks yang mempengaruhi kulit dan selaput lendir.
Stevens Johnson Syndrome adalah sindroma yang mengenai kulit, selaput lendir
orifisium dan mata dengan keadaan umum bervariasi dari ringan sampai berat. Kelainan pada
kulit berupa eritema, vesikel, bula dapat disertai purpura.
Steven-Johnson’s Syndrome (SJS) merupakan suatu penyakit akut yang dapat
mengancam jiwa yang ditandai dengan nekrosis dan pelepasan epidermis yang dikenal
dengan trias kelainan pada kulit vesikobulosa, mukosa orifisium dan mata disertai gejala
umum berat.

2.2 Etiologi Sindrom Steven-Johnson


Penyebab yang pasti belum diketahui, dikatakan multifaktorial. Ada yang
beranggapan bahwa sindrom ini merupakan eritema multiforme yang berat dan disebut
eritema multiforme mayor, sehingga dikatakan mempunyai penyebab yang sama.
Beberapa faktor yang dapat menyebabkan timbulnya sindrom ini antara lain:
1. Infeksi
a. Virus
Sindrom Stevens-Johnson dapat terjadi pada stadium permulaan dari infeksi
saluran nafas atas oleh virus Pneumonia. Hal ini dapat terjadi pada Asian flu,
Lympho Granuloma Venerium, Measles, Mumps dan vaksinasi Smalpox virus.
Virus-virus Coxsackie, Echovirus dan Poliomyelits juga dapat menyebabkan
Sindroma Stevens- Johnson.
b. Bakteri
Beberapa bakteri yang mungkin dapat menyebabkan Sindroma Stevens-Johnson
ialah Brucelosis, Dyptheria, Erysipeloid, Glanders, Pneumonia, Psitacosis,
Tuberculosis, Tularemia, Lepromatous Leprosy atau Typhoid Fever.
c. Jamur
Cocidiodomycosis dan Histoplasmosis dapat menyebabkan Eritema Multiforme
Bulosa, yang pada keadan berat juga dikatakan sebagai Sindroma Stevens-
Johnson.
d. Parasit
Malaria dan Trichomoniasis juga dikatakan sebagai agen penyebab Sindrom
Steven-Johnson.
2. Obat
Berbagai obat yang diduga dapat menyebabkan Sindrom Stevens-Johnson antara lain
adalah penisilin dan derivatnya, streptomysin, sulfonamide, tetrasiklin,
analgesik/antipiretik (misalnya deriva salisilat, pirazolon, metamizol, metampiron
dan paracetamol), digitalis, hidralazin, barbiturat (Fenobarbital), kinin antipirin,
chlorpromazin, karbamazepin dan jamu-jamuan.
3. Penyakit Kolagen Vaskuler
4. Pasca Vaksinasi
Vaksinasi seperti BCG, Smalpox dan Poliomyelitis.
5. Penyakit – Penyakit Keganasan
Karsinoma penyakit Hodgkins, limfoma, myeloma, dan polisitemia.
6. Kehamilan dan Menstruasi
7. Neoplasma
8. Radioterapi
9. Makanan seperti coklat
10. Fisik
Udara dingin, sinar matahari, dan sinar X.
11. Graft Versus Host Disease

2.3 Tanda dan Gejala Sindrom Stevens-Johnson


Awalnya, gejala yang muncul pada sindrom Stevens-Johnson menyerupai gejala flu,
yaitu demam, tubuh terasa lelah, perih di mulut dan tenggorokan, mata terasa panas, dan
batuk. Perjalanan penyakit termasuk keluhan utama dan keluhan tambahan panas tinggi
dan nyeri kontinu. Erupsi timbul mendadak. Gejala bertahap sehingga terbentuk trias:
stomatitis, konjungtivitis dan uretritis. Gejala mula di mukosa mulut berupa lesi bulosa
atau erosi, eritema, disusul mukosa, genitalia prodromal tidak spesifik dapat berlangsung
hingga 2 minggu.
Keadaan ini dapat menyembuh dalam 3-4 minggu tanpa sisa, tetapi beberapa
penderita mengalami kerusakan mata permanen. Kelainan di sekitar lubang badan
(mulut, alat genital, anus) berupa erosi, ekskoriasi, dan perdarahan. Kelainan pada
selaput lendir. mulut dan bibir selalu ditemukan, dapat meluas ke faring sehingga pada
kasus yang berat, penderita tidak dapat makan dan minum. Pada bibir, sering dijumpai
krusta hemoragik. (Siregar, 2014)

2.4 Mekanisme Terjadinya Ganggun Rasa Nyaman pada Reaksi Obat Sindrom
Stevens-Johnson
Patofisilogi Patognesisnya belum jelas, diperkirakan karena reaksi alergi tipe III dan
IV. Reaksi tipe III terjadi akibat terbentuknya kompleks antigen antibodi yang
membentuk mikropresitipasi sehingga terjadi aktivasi system komplemen. Akibatnya
terjadi akumulasi neuril yang kemudian melepaskan lisozim dan menyebabkan
kerusakan jaringan pada organ sasaran. Reaksi tipe IV terjadi akibat limfosit T yang
tersensitisasi berkontak kembali dcngan antigen yang sama, kemudian limfokin
dilepaskan sehingga terjadi reaksi radang.
Pada beberapa kasus yan dilakukan biopsi kulit dapat ditemukan endapan IgM, IgA,
C3, dan fibri, sera komplek imun beredar sirkulasi. Antigen penyebab berupa hapten
akan berikatan dengan karier yang danat merangsang responmu spesifik sehingga
terbentuk kompleks imun beredar. hapten atau karier tersebut dapat berupa faktor
pencegah. (misalnya virus. partikel obat atau metabolitnya) ateu produk yang timbul
akibat aktivitas faktor penyebab tersebut (struktur sel atau jaringan sel yang rusak dan
terbebas akibat infksi, inflamasi, atau proses metabolik) . Kompleks imun beredar dapat
mengedap di daerah kulit dan mukosa, serta menimbulkan kerusakan jaringan akibat
aktivasi komplemen dan reaksi inflamasi yang terjadi.
Kerusakan jaringan dapat pula terjadi akibat aktivitas sel T serta mediator yang
dihasilkanya. Kerusakan jaringan terlihat sebagai kelainan lokal di kulit dan mukosa
dapat pula disertai gejala sistemik akibat aktvitas mediator serta produk inflamasi
lainnya. Adanya reaksi imun sitotoksik juga mengakibatkan apoptosis keratinosit yang
akhirnya menyebabkan kerusakan epidermis. (Siregar, 2014)
PATHWAY SINDROM STEVENS-JOHNSON

DX UTAMA:
DX TAMBAHAN: DX TAMBAHAN:
NYERI AKUT
GANGGUAN INTEGRITAS GANGGUAN RASA
KULIT NYAMAN
2.5 Pengkajian
1. Identitas
a. Usia
SJS merupakan kasus yang jarang terjadi, namun tingkat mortalitasnya tinggi,
berkisar dari 25–70% dan ditemukan lebih tinggi pada usia tua (>50 tahun)
karena beberapa faktor seperti komorbid. Meskipun tingkat mortalitas pada anak
lebih rendah, komplikasi jangka panjang lebih sering ditemukan, yaitu sepsis,
pneumonia, gagal ginjal, dan komplikasi pada mata.
b. Jenis Kelamin
Risiko kejadian SJS lebih tinggi pada wanita daripada pria dengan rasio 3:2.
2. Keluhan Utama
Pasien mengeluh demam, malaise (rasa lelah, tidak enak badan, dan tidak nyaman),
sakit kepala, batuk, nyeri dada, diare, muntah dan arthralgia atau nyeri sendi.
3. Riwayat Penyakit Sekarang
a. Virus
Sindrom Stevens-Johnson dapat terjadi pada stadium permulaan dari infeksi
saluran nafas atas oleh virus Pneumonia. Hal ini dapat terjadi pada Asian flu,
Lympho Granuloma Venerium, Measles, Mumps dan vaksinasi Smalpox virus.
Virus-virus Coxsackie, Echovirus dan Poliomyelits juga dapat menyebabkan
Sindroma Stevens Johnson.
b. Bakteri
Beberapa bakteri yang mungkin dapat menyebabkan Sindroma Stevens- Johnson
ialah Brucelosis, Dyptheria, Erysipeloid, Glanders, Pneumonia, Psitacosis,
Tuberculosis, Tularemia,Lepromatous Leprosy atau Typhoid Fever.
c. Obat
Berbagai obat yang diduga dapat menyebabkan Sindrom Stevens-Johnson antara
lain adalah penisilin dan derivatnya, streptomysin, sulfonamide, tetrasiklin,
analgesik/antipiretik (misalnya deriva salisilat, pirazolon, metamizol, metampiron
dan paracetamol), digitalis, hidralazin, barbiturat (Fenobarbital), kinin antipirin,
chlorpromazin, karbamazepin dan jamu-jamuan.
4. Riwayat Keluarga
Mengkaji apakah didalam keluarga klien, ada yang mengalami penyakit yang sama
5. Pola fungsi kesehatan
a. Pola eliminasi
Klien dengan Steven Johnson, biasanya akan mengalami retensi urin, konstipasi,
membutuhkan bantuan untuk eliminasi dari keluarga atau perawat.
b. Pola reproduksi dan sesualitas
Klien dengan SJS biasanya mengalami penurunan hormon seks, karena kerusakan
kulit yang teradi pada alat kelamin. Dan untuk perempuan biasanya terjadi
perubahan pola menstruasi.
c. Pola istirahat dan tidur
Klien dengan Steven Johnson, akan mengalami kesulitan untuk tidur dan istirahat
karena nyeri yang dirasakan, rasa panas dan gatal-gatal pada kulit.
d. Pola presepsi diri dan konsep diri
Dengan keadaan kulitnya yang mengalami kemerahan, klien merasa malu dengan
keadaan tersebut, dan mengalami gangguan pada citra dirinya.
e. Pola kognitif dan presepsi
Klien dengan Steven Johnson akan mengalami kekaburan pada penglihatannya,
serta rasa nyeri dan panas di kulitnya
f. Pola aktivitas
Klien dengan Steven Johnson biasanya tampak gelisah dan merasa lemas,
sehingga sulit untuk beraktifitas.
g. Pola nutrisi
Klien biasanya mengalami penurunan nafsu makan. Pada pasien SJS biasanya
sukar atau tidak bisa menelan karena adanya stomatitis. Berdasarkan tanda dan
gejala pasien SJS biasanya muntah, diare.

2.6 Pemeriksaan Fisik Integritas Kulit / Jaringan, Tanda Infeksi, & Pemeriksaan Fisik
Lain
Pemeriksaan fisik dilakukan terutama untuk menilai luas permukaan tubuh yang terlibat,
sehingga dapat membedakan antara SSJ, SSJ-NET, atau NET. Luas permukaan tubuh
yang terlibat adalah < 10%.
Manifestasi yang dapat ditemukan pada pemeriksaan fisik adalah:
A. Keadaan Umum
- Lemah
- Kesadaran kompos mentis
B. Pada pemeriksaan telinga
- Hidung
- Tenggorokan didapatkan sekret purulen pada kedua telinga
C. Kulit
- Eritema
- Makula
- Purpura
- Vesikel atau bula yang mudah meluruh
- Papul
- Lesi target
- Epidermolisis
- Krusta kehitaman
- Erosi
- Ekskoriasi
D. Mata
- Visus menurun
- Sinekia
- Ulkus kornea
- Uveitis anterior
- Madarosis
2.7 Pemeriksaan Diagnostik
ii. Tidak ada pemeriksaan laboratorium yang spesifik kecuali biopsi yang dapat
menegakkan diagnose SSJ. Pada pemeriksaan darah lengkap dapat menunjukkan
anemia, limfopenia dan jumlah leukosit yang normal atau leukositosis nonspesifik,
eosinophilia jarang dan neutropenia dapat terjadi pada 1/3 pasien. Peningkatan
leukositosis yang berat mengindikasikan adanya infeksi bakteri yang lainnya. Kultur
darah dan kulit sangat dianjurkan karena adanya insidensi infeksi bakteri yang serius
dan sepsis yang berhubungan dengan morbiditas dan mortalitas.
Kelainan hasil pemeriksaan laboratorium yang ditemukan pada SSJ adalah gangguan
keseimbangan elektrolit, hipoalbuminemia, hipoproteinemia, insufisiensi ginjal,
azotemia. prerenal, leukositosis ringan, anemia, neutropenia, sedikit peningkatan
enzim hepar dan amilase, hiperglikemia. Serum urea nitrogen > 10mmol/L dan
glukosa > 14mmol/L dianggap penanda keparahan penyakit.
iii. Histopatologi
- Infiltrasi sel ononuklear di sekitar pembuluh darah dermis superficial
- Edema dan extravasasi sel darah merah di dermis papilar.
- Degenerasi hidrofik lapisan absalis sampai terbentuk vesikel subepidermal
- Nekrosis sel epidermal dan kadang-kadang dianeksa
- Spongiosis dan edema intrasel di epidermi
iv. Imunologi
- Deposit IgM dan C3 di pembuluh darah dermal superficial dan pada pembuluh
darah yang mengalami kerusakan.
- Terdapat komplek imun yang mengandung IgG, IgM, IgA secara tersendiri atau
dalam kombinasi.

2.8 Rumusan Diagnosa Keperawatan (berdasarkan SDKI) yang muncul hanya


berkaitan dengan Aman Nyaman
DIAGNOSA UTAMA
Nyeri Akut berhubungan dengan agen pencedera kimiawi

DIAGNOSA TAMBAHAN
1. Gangguan Integritas Kulit / Jaringan berhubungan dengan efek samping
2. Gangguan Rasa Nyaman berhubungan dengan gejala penyakit

DIAGNOSA UTAMA
NYERI AKUT
Definisi

Pengalaman sensorik atau emosional yang berkaitan dengan kerusakan jaringan actual
atau fungsional, dengan onset mendadak atau lambat dan berintensitas ringan hingga berat
yang berlangsung kurang dari 3 bulan

Penyebab

 Agen pencedera fisiologis (mis. Inflamasi, iskemia, neoplasma)


 Agen pencedera kimiawi (mis. Terbakar, bahan kimia iritan)
 Agen pencedera fisik (mis. Abses, amputasi, terbakar, terpotong mengangkat berat,
prosedur operasi, trauma, latihan fisik berlebihan)
Gejala & Tanda Mayor

(Subjektif)

 Mengeluh nyeri
(Objektif)

 Tampak meringis
 Bersikap protektif (mis. Waspada, posisi menghindari nyeri)
 Gelisah
 Frekuensi nadi meningkat
 Sulit tidur

Gejala & Tanda Minor

(Subjektif)

Tidak Tersedia

(Objektif)

 Tekanan darah meningkat


 Pola napas berubah
 Nafsu makan berubah
 Proses berfikir terganggu
 Menarik diri
 Berfokus pada diri sendiri
 Diaforesis
Kondisi Klinis Terkait

 Kondisi pembedahan
 Cedera traumatis
 Infeksi
 Sindrom koroner akut
 Glaukoma

DIAGNOSA TAMBAHAN
1. GANGGUAN INTEGRITAS KULIT / JARINGAN
DEFINISI

Kerusakan kulit (dermis dan/ataU epidermis) atau jaringan (membran mukosa,


kornea, fasia, otot, tendon, tulang, kartilago, kapsul sendi dan/atau ligamen).
PENYEBAB

 Perubahan sirkulasi perubahan status nutrisi (kelebihan atau kekurangan)


 Kekurangan/kelebihan volume cairan
 Penurunan mobilitas
 Bahan kimia iritatif
 Suhu lingkungan yang ekstrem
 Faktor mekanis (miss penekanan pada tonjolan tulang, gesekan) atau faktor elektris
(elektrodiatermi, energi listrik bertegangan tinggi)
 Efek samping terapi radiasi
 Kelembaban
 Proses penuaan
 Neuropati perifer
 Perubahan pigmentasi
 Perubahan hormonal
 Kurang terpapar informasi tentang upaya mempertahankan/melindungi integritas
jaringan

Gejala & Tanda Mayor Gejala & Tanda Minor


NO
Subjektif Objektif Subjektif Objektif
Tidak Tersedia Kerusakan Tidak Tersedia 1. Nyeri
jaringan dan/atau 2. Perdarahan
1
lapisan kulit 3. Kemerahan
4. Hematoma

KONDISI KLINIS TERKAIT

 Imobilisasi
 Gagal jantung kongestif
 Gagal ginjai
 Diabetes melitus
 Imunodefisiensi (mis. AIDS)

KETERANGAN

 Dispesifikan menjadi kulit atau jaringan


 Kulit hanya terbatas pada dermis dan epidermis, sedangkan jaringan meliputi tidak
hanya kulit tetapi juga mukosa, kornea, fasia, otot, tendon, tulang, kartilago, kapsul
sendi, dan atau ligamen

2. GANGGUAN RASA NYAMAN


GANGGUAN RASA NYAMAN (D.0074)
Definisi
Perasaan kurang senang, lega dan sempurna dalam dimensi fisik, psikospiritual,
lingkungan dan social
Penyebab
 Gejala penyakit
 Kurang pengendalian situasional/lingkungan
 Ketidakadekuatan sumber daya (mis. dukungan finansial, sosial dan pengetahuan)
 Kurangnya privasi
 Gangguan stimulus lingkungan
 Efek samping terapi (mis. medikasi, radiasi, kemoterapi)
 Gangguan adaptasi kehamilan

Gejala & Tanda Mayor Gejala & Tanda Minor


NO
Subjektif Objektif Subjektif Objektif
Mengeluh Gelisah 1. Mengeluh sulit 5. Menunjukan gejala
tidak nyaman tidur distres
2. Tidak mampu 6. Tampak
rileks merintih/menangis
3. Mengeluh 7. Pola eliminasi berubah
1 kedinginan/kep 8. Postur tubuh berubah
anasan 9. Iritabilitas
4. Merasa gatal
5. Mengeluh mual
6. Mengeluh lelah

KONDISI KLINIS TERKAIT :


 Penyakit kronis
 Keganasan
 Distres psikologis
 Kehamilan
 Keterangan
 Diagnosis gangguan rasa nyaman ditegakkan apabila rasa tidak nyaman muncul tanpa
ada cedera jaringan. Apabila ketidaknyamanan muncul akibat kerusakan jaringan,
maka diagnosis yang disarankan ialah nyeri akut atau kronis

2.9 Rencana tindakan perawatan dari diagnosa keperawatan yang sudah dirumuskan
beserta tujuan dan kriteria hasil (berdasarkan SLKI, SIKI, SOP)

 KRITERIA HASIL (SLKI)


STATUS KENYAMANAN
Definisi
Keseluruhan rasa nyaman dan aman secara fisik, psikologis, spiritual, sosial,
budaya dan lingkungan
Ekspektasi : Meningkat

Kriteria Hasil
Kriteria Hasil Menurun Cukup Sedang Cukup Meningkat
Menurun Meningkat
Kesejahteraan fisik 1 2 3 4 5
Kesejahteraan 1 2 3 4 5
psikologis
Kesejahteraan 1 2 3 4 5
psikologis
Dukungan sosial dari 1 2 3 4 5
teman
Perawatan sesuai 1 2 3 4 5
keyakinan budaya
Perawatan sesuai 1 2 3 4 5
kebutuhan
Kebebasan melakukan 1 2 3 4 5
ibadah

Kh Meningkat Cukup sedang Cukup menurun


Meingkat menurun
Keluhan tidak nyaman 1 2 3 4 5
Mual 1 2 3 4 5
Kebisingan menurun 1 2 3 4 5

Keluhan sulit tidur 1 2 3 4 5


Keluhan kedinginan 1 2 3 4 5

Keluhan kepanasan 1 2 3 4 5
Gatal 1 2 3 4 5
Merintih
Memburu Cukup Sedang Cukup Membaik
k memburuk membaik
Suhu ruangan 1 2 3 4 5
Pola eliminasi 1 2 3 4 5
Pola hidup 1 2 3 4 5
Pola Hidup 1 2 3 4 5

INTEGRITAS KULIT / JARINGAN


Definisi: Keutuhan kulit (dermis dan/atau epidermis) atau jaringan (membran mukosa,
kornea, fasia, otot, tendon, tulang, kartilago, kapsul sendi dan/atau ligament).

Ekspektasi : Meningka
Kriteria Hasil

Kriteria Hasil Menurun Cukup Sedang Cukup Meningkat


Menurun Meningkat
Elastisitas 1 2 3 4 5
Hidrasi 1 2 3 4 5
Perfusi jaringan 1 2 3 4 5

Kriteria Hasil Meningkat Cukup Sedang Cukup Menurun


Meningkat Menurun
Kerusakan jaringan 1 2 3 4 5
Kerusakan lapisan kulit 1 2 3 4 5
Nyeri 1 2 3 4 5
Perdarahan 1 2 3 4 5
Kemerahan 1 2 3 4 5
Hematoma 1 2 3 4 5
Pigmentasi abnormal 1 2 3 4 5
Jaringan parut 1 2 3 4 5
Nekrosis 1 2 3 4 5
Abrasi kornea 1 2 3 4 5

Kriteria Hasil Memburuk Cukup Sedang Cukup Membaik


Memburuk Membaik
Suhu kulit 1 2 3 4 5
Sensasi 1 2 3 4 5
Tekstur 1 2 3 4 5
Pertumbuhan rambut 1 2 3 4 5

TINGKAT NYERI

Definisi

Pengalaman sensorik atau emosional yang berkaitan dengan kerusakan jaringan aktual atau
fungsional dengan onset mendadak atau lambat dan berintensitas ringan hingga berat dan
konstan

Tujuan

Setelah dilakukan tindakan keperawatan 3x24 jam diharapkan tingkat nyeri menurun

Ekspektasi : Menurun

Kriteria Hasil Menurun Cukup Sedang Cukup Meningkat


Menurun Meningkat
Kemampuan 1 2 3 4 5
menuntaskan aktivitas

Kriteria Hasil Meningkat Cukup Sedang Cukup Menurun


Meningkat Menurun
Keluhan nyeri 1 2 3 4 5
Meringis 1 2 3 4 5
Sikap protektif 1 2 3 4 5
Gelisah 1 2 3 4 5
Kesulitan tidur 1 2 3 4 5
Menarik diri 1 2 3 4 5
Berfokus pada diri 1 2 3 4 5
sendiri
Diaforesis 1 2 3 4 5
Perasaan depresi 1 2 3 4 5
(tertekan)
Perasaan takut 1 2 3 4 5
mengalami cedera
berulang
Anoreksia 1 2 3 4 5
Perineum terasa 1 2 3 4 5
tertekan
Uterus teraba membulat 1 2 3 4 5
Ketegangan otot 1 2 3 4 5
Pupil dilatasi 1 2 3 4 5
Muntah 1 2 3 4 5
Mual 1 2 3 4 5

Kriteria Hasil Memburuk Cukup Sedang Cukup Membaik


Memburuk Membaik
Frekuensi nadi 1 2 3 4 5
Pola napas 1 2 3 4 5
Tekanan darah 1 2 3 4 5
Proses berpikir 1 2 3 4 5
Fokus 1 2 3 4 5
Fungsi berkemih 1 2 3 4 5
Perilaku 1 2 3 4 5
Nafsu makan 1 2 3 4 5
Pola fikir 1 2 3 4 5

 INTERVENSI UTAMA (SIKI)


1. MANAJEMEN NYERI
Definisi: Mengidentifikasi dan mengelola pengalaman sensorik atau emosional yang
berkaitan dengan kerusakan jaringan aktual atau fungsional, dengan onset mendadak
atau lambat dan berintensitas ringan hingga berat dan konstan.
Observasi:
- Identifikasi lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas, intensitas nyeri
- Identifikasi skala nyeri
- Identifikasi respons nyeri non verbal
- Identifikasi faktor yang memperberat dan memperingan nyeri
- Identifikasi pengetahuan dan keyakinan tentang nyeri
- Identifikasi pengaruh nyeri pada kualitas hidup
- Monitor efek samping penggunaan analgetik

Terapeutik:
- Berikan teknik nonfarmakologi untuk mengurangi rasa nyeri
- Kontrol lingkungan yang memperberat rasa nyeri
- Fasilitasi istirahat dan tidur
- Pertimbangkan jenis dan sumber nyeri dalam pemilihan strategi meredakan nyeri

Edukasi:
- Jelaskan penyebab, periode, dan pemicu nyeri
- Jelaskan strategi meredakan nyeri
- Ajarkan teknik nonfarmakologis untuk mengurangi rasa nyeri

Kolaborasi:
- Kolaborasi pemberian analgetik, jika perlu

2. TERAPI RELAKSASI
Definisi: Menggunakan teknik peregangan untuk mengurangi tanda dan gejala
ketidaknyamanan seperti nyeri,ketegangan otot, atau kecemasan.
Observasi:
- Identifikasi penurunan tingkat energi, ketidakmampuan berkonsentrasi, atau gejala
lain yang mengganggu kemampuan kognitif
- Identifikasi teknik relaksasi yang pernah efektif digunakan
- Periksa ketegangan otot, frekuensi nadi, tekanan darah, dan suhu sebelum dan sesudah
latihan

Terapeutik:
- Ciptakan lingkungan tenang, dan tanpa gangguan dengan pencahayaan dan suhu
ruang nyaman, jika memungkinkan
- Berikan informasi tertulis tentang persiapan dan prosedur teknik relaksasi
- Gunakan relaksasi sebagai strategi penunjang dengan analgetik atau tindakan medis
lain, jika sesuai

Edukasi:
- Jelaskan tujuan, manfaat, batasan, dan jenis relaksasi yang tersedia (mis. musik,
meditasi, napas dalam, relaksasi otot progresif)
- Anjurkan mengambil posisi yang nyaman
- Anjurkan sering mengulangi atau melatih teknik yang dipilih

3. PERAWATAN INTEGRITAS KULIT


Observasi:

- Identifikasi penyebab gangguan integritas kulit

Terapeutik:

- Ubah posisi tiap 2 jam jika tirah baring


- Gunakan produk berbahan petrolium atau minyak pada kulit kering
- Hindari produk berbahan dasar alkohol pada kulit

Edukasi:

- Anjurkan menggunakan pelembab


- Anjurkan minum air yang cukup
- Anjurkan meningkatkan asupan nutrisi
- Anjurkan menghindari terpapar suhu ekstrem
- Anjurkan mandi dan menggunkan sabun secukupnya

 INTERVENSI PENDUKUNG
1. EDUKASI MANAJEMEN STRESS

Definisi: Mengarjakan pasien untuk mengidentifikasi dan mengelola stress akibat


perubahan hidup sehari-hari
Observasi:
- Identifikasi kesiapan dan kemampuan menerima informasi

Terapeutik:

- Sediakan materi dan media pendidikan kesehatan


- Jadwalkan pendidikan kesehatan sesuai kesepakatan
- Berikan kesempatan untuk bertanya

Edukasi:
- Ajarkan teknik relaksasi
- Ajarkan latihan asertif
- Ajarkan membuat jadwal olahraga teratur
- Anjurkan tetap menulis jurnal untuk meningkatkan optimism dan melepaskan beban
- Anjurkan aktivitas untuk menyenangkan diri sendiri (mis. Hobi,bermain
music,mengecat kuku)
- Anjurkan bersosialisasi
- Anjurkan tidur dengan baik setiap malam (7-9 jam)
- Anjurkan menyusun jadwal terstruktur
2. PERAWATAN LUKA

Observasi:

- Monitor karakteristik luka


- Monitor tanda-tanda infeksi

Terapeutik:

- Lepaskan balutan dan plester secara perlahan


- Bersihkan dengan cairan NaCl atau pembersih nontoksik
- Bersihkan jaringan nekrotik
- Berikan salep yang sesuai ke kulit/lesi, jika perlu
- Pasang balutan sesuai jenis luka
- Pertahankan teknik steril saat melakukan perawatan luka

Edukasi:

- Jelaskan tanda dan gejala infeksi


- Anjurkan mengkonsumsi makanan tinggi kalori dan protein

Kolaborasi:

- Kolaborasi prosedur debridement


- Kolaborasi pemberian antibiotik, jika perlu

2.10 Implementasi keperawatan (berdasar SIKI dan SOP) intervensi keperawatan yang
sudah disusun serta tambahkan Implementasi keperawatan dari hasil telaah jurnal
keperawatan baik nasional maupun internasional:
a. Teknik Relaksasi Napas Dalam
Standar Prosedur Operasional (SOP) TEKNIK RELAKSASI NAPAS DALAM
PENGERTIAN Teknik relaksasi napas dalam merupakan
suatu bentuk asuhan keperawatan, yang
dalam hal ini perawat mengajarkan kepada
klien cara melakukan napas dalam, napas
lambat (menahan inspirasi secara
maksimal), dan cara mengehmbuskan
napas secara perlahan. Selain dapat
menurunkan intensitas nyeri, teknik
relaksasi napas dalam juga dapat
meningkatkan ventilasi paru dan
meningkatkan oksigenasi darah (Smeltzer
& Bare, 2002).
TUJUAN 1. Mengurangi rasa keputusasaan dan
kecewa
2. Memberikan rasa nyaman
3. Memberikan efek rileks pada tubuh
dan pikiran
4. Meningkatkan kualitas tidur
5. Melancarkan sirkulasi darah
PROSEDUR PELAKSANAAN 1. PERSIAPAN PASIEN
1. Berikan salam dan panggil klien
dengan namanya
2. Menjelaskan tujuan, posedur dan
lama tindakan
3. Berikan kesempatan klien bertanya
sebelum kegiatan dilakukan
4. Menanyakan keluhan utama pasien
5. Jaga privasi klien
6. Memberikan klien rasa aman dan
nyaman.
7. Pastikan klien dengan keadaan siap
secara mental dan fisik

2. PERSIAPAN ALAT
1. Kertas
2. Bolpoint

3. PERSIAPAN PERAWAT
1. Memberikan penjelasan pada
pasien tentang tujuan dan maksud
tidakan yang di lakukan
2. Menyiapkan kondisi mental dan
fisik.
3. Perawat dapat menguasai tindakan
yang akan diberikan kepada klien.
4. Perawat mampu mengkondisikan
hubungan saling percaya dengan
klien

4. PERSIAPAN LINGKUNGAN
Memodifikasi lingkungan agar
memberikan kenyamanan dan aman pada
klien dengan tujuan untuk pengontrolan
suasana agar terhindar dari kebisingan saat
melakukan terapi.

5. PROSEDUR TINDAKAN
1. Ciptakan lingkungan yang tenang
2. Usahakan tetap rileks dan tenang
3. Menarik nafas dalam dari hidung dan
mengisi paru-paru udara melalui
hitungan 1,2,3
4. Perlahan-lahan udara dihembuskan
mulut sambil merasakan ekstrimitas
atas dan bawah rileks
5. Anjurkan Anjurkan bernafas bernafas
dengan irama normal 3 kali
6. Menarik nafas lagi melalui melalui
hidung dan menghembuskan
melaluimulut secara perlahan-lahan
7. Membiarkan telapak tangan dan kaki
rileks
8. Usahakan agar tetap konsentrasi /
mata sambil terpejam
9. Pada saat konsentrasi pusatkan pada
daerah yang nyeri
10. Anjurkan untuk mengulangi prosedur
hingga nyeri terasa berkurang
11. Ulangi sampai 15 kali, dengan selingi
istirahat singkat setiap 5 kali.
12. Bila putus asa hebat, seseorang dapat
bernafas secara dangkal dan cepat
13. Evaluasi hasil kegiatan
14. Akhiri kegiatan dengan baik
15. Cuci tangan
16. Dokumentasi (tindakan yang
dilakukan, respon klien)

6. EVALUASI
1. Mengevaluasi dari hasil diskusi.
2. Berikan reinforcement positif kepada
klien.
3. Melakukan kontrak waktu
selanjutnya.
4. Akhiri kegiatan dengan baik.

7. HASIL
Setelah dilakukan dilakukan terapi klien
dapat merasakan merasakan efek positif
positif dan memberikan efek memberikan
efek rileks kepada rileks kepada klien.
b. 1 tindakan untuk mengurangi Sindrom Stevens-Johnson berdasar hasil telaah
jurnal (minimal 3 jurnal)
SOP TERAPI ORAL MENGGUNAKAN CHLORHEXIDIN
PENGERTIAN Chlorhexidin merupakan derivat bis-
biquanite yang efektif dan mempunyai
spektrum luas, bekerja cepat dan
toksisitasnya rendah. Bahan ini digunakan
dalam bentuk yang bervariasi, misalnya
chlorhexidin asetat atau glukonat yang
merupakan antiseptik yang bersifat
bakterisidal atau bakteriostatik terhadap
bakteri gram positif dan gram negatif.
Selain itu chlorhexidin juga menghambat
virus dan aktif melawan jamur.
TUJUAN TERAPI ORAL 1. Untuk mempertahankan kenyamanan,
meningkatkan nafsu makan, dan
mencegah infeksi mulut
2. Mencegah penyakit gigi dan mulut
3. Mencegah penyakit yang penularannya
melalui mulut
4. Mempertinggi daya tahan tubuh
5. Memperbaiki fungsi mulut untuk
meningkatkan nafsu makan
6. Mempertahankan kebersihan rongga
mulut, lidah dan gigi dari semua
kotoran dan sisa makanan agar tetap
sehat, bersih
7. Mencegah bau mulut.
8. Mencegah terjadinya infeksi seperti
stomatitis ataupun yang lain
9. Memberi perasaan nyaman pada pasien
dan meningkatkan kepercayaan diri
pasien
PROSEDUR PELAKSANAAN 1. PERSIAPAN PASIEN
a. Berikan salam dan panggil klien
dengan namanya
b. Menjelaskan tujuan, posedur dan
lama tindakan
c. Berikan kesempatan klien
bertanya sebelum kegiatan
dilakukan
d. Menanyakan keluhan utama
pasien
e. Jaga privasi klien

3. PERSIAPAN ALAT
a. Senter
b. Cairan pembilas yang
mengandung antiseptic
(Chlorhexidine)
c. Handuk kecil
d. Sarung tangan
e. Air hangat
f. Kassa
g. Lidi kapas

4. PERSIAPAN PERAWAT
a. Memberikan penjelasan pada
pasien tentang tujuan dan maksud
tidakan yang di lakukan
b. Menyiapkan kondisi mental dan
fisik.
c. Perawat dapat menguasai tindakan
yang akan diberikan kepada klien.
d. Perawat mampu mengkondisikan
hubungan saling percaya dengan
klien

5. PERSIAPAN LINGKUNGAN
Memodifikasi lingkungan agar
memberikan kenyamanan dan aman
pada klien dengan tujuan untuk
pengontrolan suasana agar terhindar
dari kebisingan saat melakukan
tindakan

6. PROSEDUR TINDAKAN
a. Mencuci tangan
b. Menjelaskan tujuan pengkajian
c. Mengobservasi bibir: warna,
kelembaban, pigmen, ulserasi, dan
pecah-pecah
d. Menggunakan penekan lidah dab
senter untuk memeriksa gigi
(jumlah, satuan keadaan umum),
gusi (warna, tekstur, rabas [darah,
nanah], bengkak), mukosa bukal
(warna, vesikel, ulkus, massa),
faring (inflmasi, eksudat dan
massa), lidah (ukuran, warna,
ketebalan, lesi, kelembaban,
deviasi dari garis tengah), kelenjar
ludah (kepatenan), kelenjar
parotis, kelenjar sublingual dan
submaksilar
e. Memeriksa rongga mulut dnegan
menggunakan sarung tangan
untuk massa dan ulserasi, palpasi
juga di area bawah lidah , dan
eksplorasi ke sisi dan bawah lidah
serta dasar mulut
f. Memegang lidah dengan kassa
dan menariknya keluar untuk
melihat sisi dan bawah lidah serta
dasar mulut
g. Meletakkan handuk di bawah
leher : posisi kepala lebih tinggi
h. Menggunakan penekan lidah ,
bersihkan mulut dengan memakai
kassa dan lidi kapas, gunakan
cairan hangat sebagai pelembab.
Mulai dari gigi dan gusi bagian
bawah, lakukan dengan hati-hati
dan lembut, hindarkan gusi dari
trauma akibat prosedur, jika
terdapat massa atau nyeri tekan
jangan berusaha untuk memecah
massa itu atau menekan area yang
nyeri tekan, jangan menggunakan
kassa dan lidi kapas yang sama
untuk berkali-kali
i. Jika telah bersih, anjurkan klien
untuk berkumur dengan
menggunakan cairan antiseptic
Chlorhexidine 2-3 kali.
j. Merapikan klien kembali
k. Membereskan alat kembali
l. Anjurkan melakukan prosedur ini
ketika pagi hari
m. Mendokumentasikan prosedur
dengan respon klien pada catatan
klien

7. EVALUASI
a. Mengevaluasi dari hasil diskusi.
b. Berikan reinforcement positif
kepada klien.
c. Melakukan kontrak waktu
selanjutnya.
d. Akhiri kegiatan dengan baik.
8. HASIL
Setelah dilakukan dilakukan terapi klien
dapat merasakan merasakan efek positif
dan memberikan efek nyaman pada area
mulut.
Berdasarkan 3 jurnal:
 JURNAL 1 http://journal.unpad.ac.id/jkg/article/view/17978
 JURNAL 2 https://ppjp.ulm.ac.id/journal/index.php/dentino/article/view/10645
 JURNAL 3 THE IMPORTANT ROLE OF ORAL MEDICINE SPECIALIST IN
MANAGEMENT OF STEVENS-JOHNSON SYNDROME PATIENT | Fitriasari |
Dentino : Jurnal Kedokteran Gigi (ulm.ac.id)

a. Evaluasi yang diharapkan (berdasar SLKI) dari diagnosa keperawatan yang sudah
dirumuskan
Evaluasi yang diharapkan sesuai dengan masalah yang pasien hadapi yang telah dibuat
pada perencanaan tujuan dan kriteria hasil. Evaluasi penting dilakukan ntuk menilai status
kesehatan pasien setelah tindakan keperawatan. Selain itu juga untuk menilai pencapaian
tujuan, baik tujuan jangka panjang maupun jangka pendek, dan mendapatkan informasi yang
tepat dan jelas untuk meneruskan, memodifikasi, atau menghentikan asuhan keperawatan
yang diberikan (Deswani, 2011). Evaluasi keperawatan terhadap pasien yang mengalami
Gangguan Rasa Nyaman yang diharapkan adalah:
1. Perawatan sesuai kebutuhan meningkat
2. Rileks meningkat
3. Keluhan tidak nyaman menurun
4. Gelisah menurun
5. Keluhan sulit tidur menurun
6. Gatal menurun
7. Mual menurun
8. Lelah menurun
9. Merintih menurun
10. Menangis menurun
11. Iritabilitas menurun
12. Pola tidur membaik
LINK VIDEO
 ANAMNESA SSJ:
https://drive.google.com/file/d/15Bttk-mCTvS7UYPZxXGCgm-asJKHIyJ2/view?
usp=drivesdk
 PEMERIKSAAN FISIK SSJ:
https://drive.google.com/file/d/1r-9BbXR3XNHnBXcRRzuwpNjSiro6gq6l/view?
usp=drivesdk
 TERAPI NAPAS DALAM (telaah 3 jurnal):
https://drive.google.com/file/d/1jMfWtOKgM-wcAlEGrTybb_hRkSLWpQcm/view?
usp=drivesdk
DAFTAR PUSTAKA

DEFINISI ETIOLOGI DAN TANDA GEJALA

Alratisda, Fajri, dan Julia Fitriany. 2019. STEVENS JOHNSON SYNDROME. Jurnal
Averrous. Vol. 5. No. 1: hal. 4-14.

Putri, Novita Dwiswara, dkk. 2016. Steven-Johnson Syndrom et causa Paracetamol. Jurnal
Medula Unila Vol. 6. No. 1: hal. 101-103.

Rahayu, Amelia, dkk. 2014. Profil Sindrom Stevens Johnson pada Pasien Rawat Inap di
RSUP Dr. M. Djamil Padang Periode Januari 2010 sampai Desember 2011. Jurnal
Kesehatan Andalas. Vol. 3. No. 2: hal. 110-111.

ANAMNESA

Olivia A. Charlton, dkk. 2019. Toxic Epidermal Necrolysis and Steven–Johnson Syndrome: A
Comprehensive Review. Advances In Wound Care, 9(7). 426-439

Purwanto Hadi. 2016. Keperawatan Medikal Bedah II. Pusdik SDM Kesehatan: Jakarta
Selatan.

Yousif I Eltohami, dkk. 2017. Steven Johnson Syndrome Two Cases Report. EC Dental
Science: Sudan.

MEKANISME

Creamer, D., 2016. U.K. guidelines for the management of Stevens–Johnson syndrome/toxic
epidermal necrolysis in adults 2016. British Journal of Dermatology .
PEMERIKSAAN FISIK
Wiryo, Indra Teguh, and IGAA Dwi Karmila. "SINDROM STEVENS-JOHNSON
OVERLAPPING TOKSIK EPIDERMAL NEKROLISIS PADA SEORANG ANAK
PENDERITA HIV YANG DIDUGA DISEBABKAN OLEH OBAT."
PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
Alratisda, Fajri, dan Julia Fitriany. 2019. STEVENS JOHNSON SYNDROME. Jurnal
Averrous. Vol. 5. No. 1: hal. 4-14.

DIAGNOSA, KRITERIA HASIL, INTERVENSI, DAN IMPLEMENTASI


Tim pokja SDKI DPP PPNI. 2017. Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia. Definisi dan
Indikator Diagnostik. Jakarta Selatan. Tim Pengurus Pusat PPNI.

Tim pokja SIKI DPP PPNI. 2018. Standar Intervensi Keperawatan Indonesia. Definisi dan
Tindakan Keperawatan. Jakarta Selatan. Tim Pengurus Pusat PPNI.

Tim pokja SLKI DPP PPNI. 2019. Standar Luaran Keperawatan Indonesia. Definisi dan
Kriteria Hasil. Jakarta. Tim Pengurus Pusat PPNI.
IMPLEMENTASI (telaah 3 jurnal)
Tamigoes, Yongki dan Tenny Setiani Dewi. 2018. Terapi Lesi Oral Pasien Sindrom Stevens-
Johnson Disertai Lupus Eritematosus Sistematik. Universitas Padjadjaran: Indonesia
Rahayuningtyas, Etis Duhita, dkk. 2021. Oral Secondary Infection In Stevens-Johnson
Syndrome Patient With Oral Involvements: A Case Report. Jurnal Kedokteran Gigi,
6(1).
Fitriasari, Nuri, dkk. 2020. The Important Role Of Oral Medicine Specialist In Management
Of Stevens-Johnson Syndrome Patient. Jurnal Kedokteran Gigi, 5(2). 165-171.

You might also like