You are on page 1of 78

KEBIJAKAN FISKAL

DAN MONETER
Tujuan Kebijakan Fiskal-Moneter

Tujuan Koordinasi Kebijakan :


1. Mendorong Pertumbuhan Ekonomi
2. Stabilitas Ekonomi (harga-harga dan nilai tukar)
3.Kesejahteraan Masyarakat
Dalam model ISLM-BP, instrumen kebijakan
fiskal yang biasa digunakan adalah
pengeluaran pemerintah dan pajak.
Sedangkan instrument kebijakan moneter
yang biasa digunakan adalah jumlah uang
beredar (JUB) domestik.
Kebijakan Fiskal dan Kebijakan Moneter

Kebijakan moneter meliputi semua tindakan pemerintah yang


bertujuan mempengaruhi jalannya perekonomian melalui
penambahan atau pengurangan jumlah uang yang beredar (JUB),
maka dikatakan bahwa instrument variabel adalah M , yaitu jumlah
uang yang beredar yang disebut juga penawaran uang (money
supply).

Kebijakan fiskal adalah semua tindakan yang dilakukan pemerintah,


bertujuan untuk mempengaruhi jalannya perekonomian melalui
penambahan atau pengurangan pengeluaran pemerintah dan atau
pajak, mempunyai pajak atau Tx, atau tranasfer payment atau Tr, dan
pengeluaran pemerintah atau G.
KEBIJAKAN FISKAL
Yaitu kebijakan ekonomi yang digunakan pemerintah
untuk mengolah / mengarahkan perekonomian ke
kondisi yangb lebih baik atau diinginkan dengan cara
mengubah-ubah peneriamaan dan pengeluaran
pemerintah.

Kebijakan Fiskal mempunyai kebijakan yang sama


dengan Kebijakan Moneter. Perbedaannya terletak pada
isntrument kebijakannya. Jika dalam Kebijakan
Moneter pemerintah mengendalikan jumlah uang yang
beredar, maka dalam Kebijakan Fiskal pemerintah
mengendalikan penerimaan ( T ) dan pengeluaran ( G ).
Kebijakan moneter

Kebijakan Moneter (istilah lainnya kebijakan uang


ketat ) adalah upaya mengendalikan atau
mengarahkan perekonomian makro ke kondisi
yang diinginkan ( lebih baik ) dengan mengatur
jumlah uang yang beredar. Melalui kebijakan
moneter pemerintah dapat mempertahankan,
menambah atau mengurangi jumlah uang yang
beredar dalam upaya mempertahankan
kemampuan ekonomi bertumbuh, sekaligus
mengendalikan inflasi.
PAJAK
Secara hukum Pajak didefinisikan sebagai iuran wajib
kepada pemerintah yang bersifat memaksa dan legal
( berdasarkan undang-undang ), sehingga pemerintah
mempunyai kekuatan hukum ( misalnya denda atau
kurungan penjara ) untuk menindak wajib pajak yang
tidak memenuhi kewajiban.

Secara Ekonomi Pajak didefinisikan sebagai pemindahan


sumber daya yang ada di sektor rumah tangga dan
perusahaan ( dunia usaha ) ke sektor pemerintah melalui
mekanisme pemungutan tanpa memberi balas jasa
langsung.

Besarnya pajak yang diterima pemerintah dipengaruhi oleh


tingkat pendapatan, sebaliknya pajak dapat
mempengaruhi pola laku produksi atau konsumsi.
KLASIFIKASI PAJAK
A. Pajak Objektif

Adalah pajak yang dikenakan


berdasarkanaktivitas ekonomi para wajib
pajak.
Misalnya pajak pertambahan nilai ( PPN )

B. Pajak Subjektif

Adalah pajak yang dipungut dengan melihat


kemampuan wajib pajak. Biasanya bila
kemampuan wajib pajak makin besar, beban
pajaknya makin besar.
c. Pajak Langsung

Adalah pajak yang beban pajaknya tidak dapat digeser


kepada wajib pajak yang lain.
Misalnya pajak penghasilan ( PPh ) serta pajak bumi dan
bangunan ( PBB )

D. Pajak Tidak Langsung

Adalah pajak yang beban pajaknya dapat digeser kepada


wajib pajak yang lain
Misalnya : pajak penjualan ( PPn atau PPnBM )
TARIF PAJAK
Tarif pajak di bagi menjadi 2 yaitu :

a. Pajak Nominal
Adalah pajak yang pengenaannya berdasarkan sejumlah nilai
nominal tertentu.
Misalnya bila pengenaan pajak pendapatan sebesar 50, maka cukup
ditulis T=50

b. Pajak Persentase
Adalah pajak yang ditetapkan berdasarkan persentase tertentu dari
dasar pengenaan pajak.

Pajak persentase dapat dibedakan menjadi :


1. Pajak Proporsional, tarif presentasenya tetap.
2. Pajak Progresif, tarifnya makin tinggi bila dasar pengenaan
pajaknya makin tinggi.
3. Pajak Regresif, tarif pajak makin rendah pada saat penghasilan
meningkat.
POLITIK ANGGARAN
Politik anggaran dibagi menjadi :

a. Anggaran Defisit ( Deicit Budget )


Adalah anggaran yang direncanakan untuk defisit, sebab
pengeluaran pemerintah direncanakan lebih besar dari
penerimaan pemerintah ( T<G atau G<T )

b. Anggaran Surplus ( Surplus Budget )


Adalah anggaran pemerintah bila penerimaan lebih besar dari
pengeluaran ( T>G atau G>T ).
Politik anggaran surplus dilakukan bila perekonomian
sedang dalam tahap memanas. Melalui anggaran ini
pemerintah mengerem pengeluarannya untuk
menurunkan tekanan pemerintah atau mengurangi daya
beli dengan menaikkan pajak.

c. Anggaran Berimbang ( Balance Budget )


Adalah anggaran yang apabila pengeluaran sama dengan
penerimaan (G=T atau T=G )
KEBIJAKAN FISKAL

• Kebijakan fiskal dapat diartikan sebagai tindakan


yang diambil oleh pemerintah dalam bidang
anggaran belanja negara dengan maksud untuk
mempengaruhi jalannya perekonomian
• Anggaran belanja negara terdiri dari penerimaan
atas pajak, pengeluaran pemerintah (goverment
expenditure) dan transfer pemerintah (goverment
transfer)
• Biaya transfer pemerintah merupakan
pengeluaran-pengeluaran pemerintah yang
tidak menghasilkan balas jasa secara
langsung. Contoh pemberian beasiswa
kepada mahasiswa, bantuan bencana alam
dan sebagainya.
• Salah satu pengaruh penerapan kebijakan
fiskal adalah pada pendapatan nasional
• Pada sistem perekonomian yang tertutup
(tidak ada perdagangan internasional) maka
pendapatan nasional (Y) dapat tersusun atas
konsumsi (C), investasi (I), pengeluaran
pemerintah (G). Dirumuskan :

Y=C+I+G
• Dimana konsumsi (C) sebagai fungsi
dirumuskan sebagai :

C = aY + b
Pendapatan disposibel (YD) sebagai nilai
pendapatan yang dapat dibelanjakan
diformulasikan sebagai :

YD = Y – Tx + Tr
YD = C + S
Dimana :
Tx : Pajak
Tr : Transfer pemerintah
S : Saving
Dimana saving dapat difungsikan sebagai :

S = (1-a)Y – b

Dalam perekonomian dengan kebijakan


fiskal maka dapat digambarkan secara
grafis pendekatan penawaran agregat -
permintaan agregat dan pendekatan
suntikan dan bocoran.
PENDEKATAN GRAFIK DALAM
PEREKONOMIAN TIGA SEKTOR
DALAM RANGKA PELAKSANAAN
KEBIJAKAN FISKAL MELALAUI
ANGGARAN BELANJA NASIONAL
Y=AE
C+I+G
Pendap
atan
Nasional C
(Trilyun
Rp)
(a). Pendekatan penawaran dan
permintaana agregat
240

60

0
240 960
Pendapatan Nasionbal
(Trilyun Rp)

Suntikan
Bocoran
(Trilyun S+T
Rp) (b). Pendekatan
180 I+G suntikan bocoran

0 240 960

60 Pendapatan Nasionbal
(Trilyun Rp)
Kebijakan Fiskal
 Adalah kebijakan ekonomi makro yang implementasinya melalui
penyusunan “anggaran” pemerintah (APBN di Indonesia).
 Secara garis besar terdiri 3 pos utama pada sisi pengeluaran
“anggaran”;
1. Belanja barang dan jasa (G),
2. Gaji pegawai (W),
3. Transfer payment/subsisi (Tr).
Sedangkan pada sisi pendapatan terdiri 4 pos yang penting, yaitu:
1. Penerimaan pajak (Tx),
2. Kredit likuiditas bank sentral (U),
3. Pinjaman/obligasi dalam negeri (B),
4. Pinjaman/hutang luar negeri (F)
Masing-masing pos mempunyai pengaruh yang berbeda terhadap
perekonomian.
“Anggaran” Pemerintah
• Pengeluaran total “anggaran” (APBN di Indonesia) selalu sama
dengan penerimaan totalnya. Dalam pengertian akuntansi ini
“Anggaran” selalu seimbang (anggaran berimbang). Dalam
pengertian ekonomi “anggaran” bisa defisit, surplus atau
berimbang.
• Ada tiga pengertian yang berbeda mengenai arti defisit, surplus
dan “anggaran” berimbang.
1. Penerimaan pajak (Tx) dapat menutup seluruh pengeluaran (G
+ W + Tr), apabila G + W + Tr > Tx maka “anggaran” defisit dan
bila G + W + Tr < Tx maka “anggaran” surplus selanjutnya G +
W + Tr = Tx maka “anggaran” berimbang.
2. Defisit “anggaran” apabila G + W + Tr > Tx + B, surplus
“anggaran” apabila G + W + R < T + B dan berimbang bila G +
W + R = T + B.
3. “Anggaran” defisit bilamana U > 0, “anggaran” surplus bila U < 0
dan berimbang bila U = 0. pada pengertian ini menunjukkan ada
tidaknya pencetakan uang baru untuk membiayai “Anggaran”.
Kebijakan Fiskal
Dalam Gambar 1 kebijakan fiskal ekspansif akan berdampak pada
pergeseran kurva IS dari IS0 ke IS1. Pendapatan naik karena
peningkatan pengeluaran pada output domestik. Tingkat bunga
harus naik untuk menjaga permintaan uang sama dengan jumlah
uang beredar yang tetap, sehingga terjadi aliran masuk dalam
perekonomian, neraca pembayaran surplus dan kurs apresiasi.
 Pergeseran kurva BOP dari BOP0 ke BOP1 adalah hasil
dari apresiasi nilai tukar. Karena adanya pergerakan
perbelanjaan dari barang domestik ke barang luar negeri
yang harganya lebih murah sebagai akibat apresiasi
kurs, pada setiap tingkat bunga keseimbangan neraca
pembayaran menghasilkan tingkat pendapatan yang
lebih rendah.

 Hal tersebut terjadi karena kurva IS bergeser ke kiri


sebagai akibat naiknya impor barang dan jasa.
Keseimbanagn baru terjadi dimana IS2 ,BOP1
berpotongan dengan LM0.
Kebijakan moneter yang kontraktif akan mendorong suku bunga
dalam negeri meningkat dan nilai tukar akan cenderung apresiatif.
Nilai tukar yang apresiatif akan mendorong impor dan menurunkan
ekspor sehingga neraca tranksaksi berjalan akan memburuk.

Kebijakan moneter yang ekspansif akan mendorong menurunnya


suku bunga dan nilai tukar akan cenderung depresiatif. Nilai tukar
yang depresiatif akan menurunkan impor dan menaikkan ekspor
sehingga neraca tranksaksi berjalan akan membaik. Suku bunga
yang rendah akan menghambat aliran modal masuk sehingga neraca
transaksi modal akan memburuk.
Dampak kebijakan fiskal ekspansif terhadap pendapatan,
tingkat bunga dan nilai tukar bergantung pada apakah
kebijakan dilakukan secara permanen atau temporer.

Jika kebijakan dilakukan bersifat temporer, pergeseran ke kiri


kurva BOP relatif lebih luas, karena perkiraan depresiasi
dimasa depan juga sementara, dan pergeseran kurva IS ke kiri
juga relatif lebih kecil karena surplus BOP relatif lebih kecil,
kebijakan fiskal ekspansif kemudian secara substantial dapat
meningkatkan pendapatan.

Namun jika kebijakan diperkirakan dilakukan secara


permanen, pergeseran kurva BOP ke kiri relatif lebih kecil dan
pergeseran kurva IS ke kiri relatif lebih besar (Yarbrough &
Yarbrough, 2002).
 Kondisi tersebut akibat apresasi yang terjadi karena adanya efek
Crowding Out dari kebijakan fiskal ekspansif yang menyebabkan
naiknya tingkat bunga. Dengan kondisi aliran modal tidak sempurna,
naiknya tingkat bunga. akan mendorong aliran masuk sehingga
mata uang domestik mengalami apresiasi (kurs turun).

 Apresiasi membuat harga barang dan jasa domestik relatif lebih


mahal dari pada harga barang dan jasa luar negeri, menghasilkan
pergeseran pengeluaran dari produk domestik ke produk luar negeri,
impor naik sehingga kurva IS kembali bergeser ke kiri, sehingga
pendapatan nasional turun.

Dapat disimpulkan bahwa kebijakan fiskal ekspansif akan


efektif jika dilakukan secara temporer, dan kurang efektif untuk
meningkatkan pendapatan jika kebijakan dilakukan secara
permanen (Yarbrough & Yarbrough, 2002).
Kebijakan Moneter

Mobilitas modal berkontribusi pada efektifitas kebijakan moneter


dalam meningkatkan pendapatan nasional dalam sistem nilai tukar
fleksibel. Hal tersebut dikarenakan efek depresiasi yang dihasilkan
dari kebijakan moneter ekspansif yang berdampak pada harga relatif
barang dan jasa domestik dan luar negeri.

Lebih luasnya mobilitas modal, depresiasi lebih besar dari hasil


kebijakan moneter dan menurunkan harga barang domestik secara
relatif terhadap harga barang luar negeri. Hal tersebut dapat
diartikan, jika kebijakan moneter dilakukan lebih permanen,
depresiasi semakin lebar dan harga barang dan jasa secara relatif
menjadi semakin murah. Gambar 2 menggambarkan dampak
kebijakan moneter ekspansif .
Kebijakan moneter ekspansif dengan menaikkan jumlah uang beredar
menggeser kurva LM dari LM0 ke LM1 sehingga tingkat bunga turun.
Rendahnya tingkat bunga menyebabkan aliran modal keluar yang
menyebabkan neraca pembayaran defisit sehingga kurs naik (mata uang
domestik depresiasi), kemudian depresiasi menyebabkan harga relatif barang
dan jasa menjadi lebih murah dari pada harga luar negeri.

Pengeluaran dialihkan untuk barang dan jasa domestik, di sisi lain ekspor
naik dan kurva IS bergeser ke kanan dari IS0 ke IS1. Depresiasi nilai tukar
domestik membuat kebijakan moneter sebagai instrument yang efektif untuk
mencapai kesimbangan internal (YIB).

Kebijakan moneter dalam sistem nilai tukar fleksibel dan dengan aliran modal
sempurna merupakan kebijakan yang efektif untuk meningkatkan
pendapatan nasional, baik dilakukan secara temporer maupun permanen.
Namun kebijakan yang dilakukan secara permanen lebih efektif dari pada
kebijakan yang dilakukan secara temporer.
Pandangan Kaum Klasik Terhadap Kebijakan
Fiskal dan Moneter

Kaum klasik berpedoman pada teori kuantitas uang


dengan persamaan (Sadono Sukirno, 2005) :
MV = PT
M = 1/V(PT)

Dimana: M adalah penawaran uang, V adalah kecepatan


peredaran uang, P adalah tingkat harga, dan T adalah
transaksi barang dan jasa yang dihasilkan dalam suatu
tahun tertentu. Apabila 1/V diganti dengan k, dan
dimisalkan PT sama dengan Y maka persamaan tersebut
dapat diubah menjadi M=kY.
 Berdasarkan perumusan persamaan tersebut dapat disimpulkan,
menurut ekonom klasik permintaan uang tidak ditentukan oleh
tingkat suku bunga tetapi ditentukan oleh permintaan masyarakat
akan uang untuk membiayai transaksi. Menurut ekonom klasik uang
tidak digunakan untuk spekulasi dan oleh sebab itu permintaan uang
tidak dipengaruhi oleh suku bunga.

 Menurut kaum klasik, kebijakan fiskal hanya menaikkan suku bunga


dan tidak menimbulkan sesuatu perubahan terhadap pendapatan
nasional. Kenaikan pendapatan nasional yang tidak menimbulkan
kenaikan terhadap pendapatan nasional tersebut disebut crowding
out yaitu suatu proses dalam perekonomian di mana kenaikan
pengeluaran pemerintah diikuti dengan kemerosotan investasi
oleh swasta.
Kemerosotan investasi swasta tersebut diakibatkan oleh kenaikan suku
bunga. Dalam kondisi full crowding out pengeluaran agregat (AE) tidak
mengalami perubahan karena meskipun G meningkat disisi lain I
menjadi berkurang. Pandangan klasik mengenai kebijakan fiskal dan
moneter apabila diterangkan dengan model IS-LM dimuat pada
Gambar berikut.
Pandangan Keynesian Terhadap Kebijakan
Fiskal Dan Moneter
Keynesian lebih menekankan kebijakan fiskal untuk mempengaruhi
kegiatan perekonomian. Keynesian setuju ada kaitan antara uang
beredar dengan aktivitas perekonomian, tetapi menolak pendapat
monetaris yang mengatakan uang beredar sebagai penyebab utama
berfluktuasinya kegiatan perekonomian.

Pemikiran Keynesian berdasar pada:


1) Sensitivitas permintaan uang untuk spekulasi. Menurut Keynesian
perubahan suku bunga akan menimbulkan perubahan yang besar
terhadap permintaan uang untuk spekulasi (dan berpengaruh
terhadap permintaan uang secara keseluruhan). Secara grafik hal ini
berarti kurva permintaan uang akan elastis/landai dan kurva LM juga
akan menjadi elastis/landai.
2) Sensitivitas kurva MEI (Marginal Efficiency of Investment). Menurut
Keynesian investasi oleh pihak swasta ditentukan oleh faktor-faktor:
suku bunga, tingkat pengembalian modal, kemajuan teknologi dan
ramalan mengenai ekonomi masa datang dan tingkat pendapatan
nasional. Oleh karena investasi bergantung kepada banyak faktor
maka kurva MEI yang menggambarkan keinginan untuk investasi
pada berbagai tingkat suku bunga adalah tidak elastis atau curam.
• Menurut Keynesian karena kurva IS
curam dan kurva LM landai maka
kebijakan fiskal relatif lebih efektif karena
pertambahan pendapatan nasional cukup
besar dan kenaikan suku bunga relatif
kecil.
Pandangan Monetaris Terhadap Kebijakan Fiskal Dan Moneter
Menurut moneteris kebijakan yang paling tepat untuk menstabilkan
perekonomian adalah kebijakan moneter. Mereka percaya kebijakan moneter
mempunyai dampak langsung terhadap kegiatan perekonomian. Pendapat ini
didasarkan pada pemikiran bahwa permintaan uang untuk spekulasi adalah
tidak penting, menurut mereka uang terutama untuk membiayai transaksi.
Pandangan moneteris terhadap efektivitas kebijakan fiskal dan moneter
tersebut dapat dilihat pada Gambar berikut ini.
 Berdasarkan pendapat moneteris permintaan uang adalah
tidak sensitif terhadap perubahan suku bunga, berarti
permintaan uang tidak elastis dan bentuk kurva LM curam.

 Kurva permintaan uang yang tidak elastis akan


menyebabkan kurva LM juga tidak elastis. Selain itu kaum
moneteris berpendapat suku bunga merupakan penentu
utama tingkat investasi yang akan dilakukan oleh pihak
swasta.

 Dengan demikian pengeluaran ini sangat sensitif terhadap


perubahan-perubahan suku bunga dan sifat ini secara
grafis digambarkan kurva MEI yang landai, karena kurva
MEI landai maka kurva IS juga landai.
INSTRUMEN KEBIJAKAN MONETER
Ada 3 instrumen kebijakan instrumen yang digunakan untuk mengatur
jumlah uang yang beredar yaitu :

1. Operasi pasar terbuka ( open market operation )


Yaitu kebijakan pemerintah mengendalikan jumlah uang yang bredar dengan cara
menjual atau membeli surat-surat berharga milik pemerintah.
Di Indonesia operasi pasar terbuka dilakukan dengan menjual atau membeli
Sertifikat Bank Indonesia (SBI) dan Surat Berharga Pasar Uang (SPBU).

2. Fasilitas Diskonto ( Discount


Rate )
Salah satu fasilitasnya yaitu adanya tingkat bunga diskonto yang
maksudnya adalah tingkat bunga yang ditetapkan pemerintah atas
bank-bank umun yang meminjam ke bank sentral.
Jika pemerintah ingin menambah jumlah uang yang beredar, maka
pemerintah melakukan suatu cara yaitu menurunkan tingkat bunga
penjaman ( tingkat diskonto ). Dengan tingkat bunga pinjaman yang
lebih murah, maka keinginan bank-bank untuk meminjam uang dari
bank sentral menjadi lebih besar, sehingga jumlah uang yang beredar
bertambah dan sebaliknya
3. Rasio Cadangan Wajib ( Reserve Requirement Ratio )

Penetapan ratio cadangan wajib juga dapat mengubah jumlah


uang yang beredar. Jka rasio cadangan wajib diperbesar, maka
kemampuan bank memberikan kredit akan lebih kecil
dibandingkan sebelumnya.

4. Imbaunan Moral ( Moral Persuasion )

Dengan imbauan moral, otoritas moneter mencoba mengarahkan


atau mengendalikan jumlah uang yang beredar.
Kebijakan moneter dan keseimbangan
ekonomi: analisis IS-LM
Dalam perekonomian pasar, kenaikan tingkat bunga
mengidentifikasikan telah terjadinya kelebihan
permintaan investasi. Akibatnya dapat dilihat dari 2 sisi
yaitu :

1.Sisi Output
Kenaikan tingkat bunga akan menyebabkan ada
beberapa rencana investasi yang dibatalkan, sebagai
akibatnya pertambahan kapasitas produksi menjadi
kecil.

2.Sisi Biaya
Kenaikan tingkat bunga akan menaikkan biaya
produksi dikarenakan naiknya biaya modal
Multiplier Kebijakan Fiskal
Multiplier kebijakan fiskal menunjukkan seberapa besar
kenaikan pengeluaran pemerintah dapat mengubah tingkat
pendapatan ekuilibrium dengan asumsi kebijakan moneter
adalah konstan.

Multiplier Kebijakan Moneter


Multiplier kebijakan moneter menunjukkan seberapa besar
kenaikan jumlah uang riil yang beredar dapat menaikkan
tingkat pendapatan ekuilibrium, tanpa adanya perubahan
kebijakan fiskal.
Penentuan Efektivitas Antara Kebijakan Fiskal dan
Moneter
Untuk menentukan pilihan kebijakan yang lebih efektif antara
kebijakan fiskal dan kebijakan moneter dengan pendekatan
IS-LM adalah dengan cara sebagai berikut (Froyen, 2002):

Kebijakan Fiskal lebih efektif daripada kebijakan moneter


apabila:
Kurva IS lebih curam daripada kurva LM . Dalam kondisi
tersebut kebijakan fiskal relatif lebih efektif karena dengan
adanya peningkatan pengeluaran pemerintah akan
menggeser kurva IS ke sebelah kanan sehingga terjadi
pertambahan pendapatan nasional yang cukup besar dengan
adanya kenaikan suku bunga relatif kecil.
Kebijakan moneter lebih efektif daripada kebijakan Fiskal apabila:
Kurva LM lebih curam daripada kurva IS. Dalam kondisi tersebut
kebijakan moneter relatif lebih efektif karena dengan adanya
peningkatan jumlah uang beredar akan menggeser kurva LM ke
sebelah kanan sehingga terjadi pertambahan pendapatan nasional
yang cukup besar dengan adanya kenaikan suku bunga relatif kecil.

Secara ringkas rumusan perbandingan efektivitas relatif antara


kebijakan fiskal dengan kebijakan moneter serta kemiringan kurva IS
dan LM dapat digambarkan dalam Tabel berikut.
Secara ringkas Skema Pengendalian Moneter sesuai
dengan UU No. 23/1999 dapat diringkas dalam Tabel
berikut.
Analisis Efektivitas Antara Kebijakan Fiskal dengan
Kebijakan Moneter

Multiplier kebijakan moneter lebih besar daripada multiplier


kebijakan fiskal maka kebijakan moneter lebih efektif
didalam mempengaruhi tingkat pertumbuhan ekonomi atau
peningkatan PDB.

Karena fokus tujuan kebijakan terutama ditujukan terhadap


pertumbuhan PDB maka disimpulkan bahwa kebijakan
moneter akan lebih efektif mempengaruhi pertumbuhan
ekonomi Indonesia dibandingkan dengan kebijakan fiskal.
 Pilihan kebijakan moneter lebih efektif dibanding dengan
kebijakan fiskal berbeda dengan Snyder (1985) yang
melakukan penelitian untuk mengetahui dampak
anggaran belanja negara terhadap pertumbuhan dan
kestabilan ekonomi Indonesia dimana hasil penelitiannya
menunjukkan bahwa pengaruh total anggaran belanja
pemerintah merupakan faktor utama dalam mencapai
laju pertumbuhan ekonomi.
 Hasil penelitian juga berbeda dengan kesimpulan
penelitian (Aliman, 2000). Penelitian yang dilakukan
Aliman dengan menggunakan model St. Louis juga
menyimpulkan bahwa kebijakan fiskal akan lebih efektif
daripada kebijakan moneter di Indonesia.
 Hasil penelitian di Indonesia selama kurun waktu 1970 sampai dengan 2005
menunjukkan kebijakan moneter lebih efektif daripada kebijakan fiskal dalam
mempengaruhi peningkatan Pendapatan Nasional.
 Pengganda fiskal Indonesia cenderung rendah untuk itu perlu dicari faktor-
faktor yang menyebabkan hal tersebut. Secara teoritis pengganda fiskal akan
terus positip dan mungkin akan lebih meningkat apabila (Hemming, 2002):
1) Ada kelebihan kapasitas dalam perekonomian sehingga penambahan
pengeluaran pemerintah akan mendorong peningkatan permintaan
barang/jasa dan peningkatan permintaan barang dan jasa tersebut dapat
dipenuhi;
2) Kenaikan pengeluaran pemerintah bukan pengganti untuk pengeluaran
swasta sehingga akan mempercepat produktivitas tenaga kerja dan kapital,
serta pajak yang lebih rendah meningkatkan investasi dan penawaran tenaga
kerja;
3) Kebijakan fiskal tetap perlu diimbangi dengan kebijakan ekspansi moneter
dengan memperhatikan kenaikan inflasi yang terkendali.
Sebaliknya pengganda fiskal cenderung menjadi kecil dan
bahkan berubah menjadi negatif apabila:

1) Adanya crowding out secara langsung jika pengeluaran


pemerintah merupakan substitusi dari pengeluaran swasta;
2) Kenaikan pembiayaan fiskal akan diikuti dengan
kenaikan pajak di masa depan;
3) Kebijaksanaan fiskal ekspansif meningkatkan
ketidakpastian, sehingga mendorong para pelaku ekonomi
untuk berhati-hati dalam mengambil keputusan menabung
dan investasi.
Berdasarkan pendekatan model IS-LM
menunjukkan bahwa kebijakan moneter
akan lebih efektif daripada kebijakan fiskal
didalam mempengaruhi tingkat
pertumbuhan PDB.
Kebijakan Moneter di Indonesia
• Dilakukan oleh Bank Indonesia (bank sentral) secara
independen dijamin dengan UUD dan UU tentang Bank
Indonesia
• Tujuan Kebijakan Moneter: stabilisasi harga-harga
(inflasi) dalam perekonomian melalui kebijakan suku
bunga
• Tugas antara Bank Indonesia:
– Stabilitas Nilai Tukar
– Pengelolaan kecukupan cadangan devisa
– Melakukan regulasi dan supervisi perba
POKOK2 KEBIJAKAN
FISKAL
Bauran (Policy Mix) Kebijakan
Fiskal dan Moneter
SEKILAS PERKEMBANGAN KEBIJAKAN FISKAL DAN KEBIJAKAN
MONETER DI INDONESIA PERIODE 2002-2006

Kebijakan fiskal merupakan kebijakan dalam bidang anggaran


penerimaan dan pengeluaran pemerintah.
Kebijakan moneter merupakan kebijakan dalam mengatur pasar
uang.

Kedua kebijakan ini pada dasarnya mempunyai target bagaimana


pertumbuhan ekonomi dapat mencapai tingkat yang tinggi,
sehingga dapat mengurangi tingkat pengangguran dan tingkat
kemiskinan. Di samping itu, kedua kebijakan ini, terlebih-lebih
khususnya kebijakan moneter, mempunyai target bagaimana dapat
menahan laju inflasi. Kedua kebijakan ini dalam upaya mencapai
kedua target tersebut saling mendukung atau melengkapi dengan
tujuan akhir agar pencapaian pertumbuhan ekonomi yang relatip tinggi
tidak disertai meningkatnya laju inflasi (overheated economy).
Kategori Kebijakan Fiskal dan Moneter

Kebijakan Fiskal Ekspansip: Merupakan Kebijakan Fiskal


yang fokusnya menambah sisi pengeluaran/belanja dari
anggaran pemerintah.
Kebijakan Fiskal Kontraktip : Adalah Kebijkan Fiskal
yang fokusnya mengurangi/memperketat sisi
pengeluaran/belanja dari anggaran pemerintah.
Kebijakan Moneter Ekspansip : Adalah Kebijakan
Moneter yang fokusnya memperbesar jumlah uang yang
beredar, dan tingkat suku bunga diturunkan.
Kebijakan Moneter Kontraktip : Merupakan kebijakan
moneter yang fokusnya menurunkan jumlah uang yang
beredar, dan tingkat suku bungan dinaikkan.
Model Ekonomi Makro Untuk Kebijakan
Fiskal dan Moneter
1.Model Ekonomi Makro Untuk Kebijakan Fiskal Menurut
John Maynard Keynes :
• Y= C+I+G (1) Di
Di mana
mana YY == Pendapatan Pendapatan
• C= Co +cYd (2) Nasional
Nasional ;; CC =Total
=Total Konsumsi
Konsumsi I= I=
Total
Total Investasi;
Investasi; G= G= Pengeluaran
Pengeluaran
• S= -Co + (1-c) Yd (3) Pemerintah
Pemerintah ;; Co Co == Konsumsi
Konsumsi
• Yd= Y+Tr-Tx (4) otonom
otonom ;; Yd= Yd= Pendapatan
Pendapatan
Disposible;
Disposible; cc == MPC MPC /Marginal
/Marginal
• Tx =t Y (5) Propencity
Propencity toto Consume
Consume :: (1-c) (1-c) ==
• I =Io (6) MPS/Marginal
MPS/MarginalPropencity
Propencityto toSave
Save
;; Tx=
Tx= Pajak
Pajak ;; tt == tarif
tarif (rate)
(rate) pajak;
pajak;
• G=Go (7) Tr
Tr=Transfer
=Transferof ofpayment.
payment.
• Tr = Tro (8)
Persamaan (5), (7) dan (8) mencerminkan kebijakan fiskal.
Variabel Tx mewakili penerimaan , sedangkan G dan Tr
mewakili pengeluaran.
Selanjunya untuk mengambarkan kondisi fiskal (di
Indonesia diwujudkan melalui Anggaran Pendapatan
Belanja Negara /APBN), ada tiga kondisi fiskal sebagai
berikut :
1.Tx > G+Tr, adalah fiskal surplus atau anggaran surplus
2.Tx = G+Tr, adalah fiskal berimbang atau anggaran
berimbang.
3.Tx < G+Tr, adalah fiskal gap (defisit) atau anggaran
defisit.
2. Model Ekonomi Makro Untuk Kebijakan Moneter
Menurut Irving Fischer :
MV = PT
Di mana M= jumlah uang yang beredar untuk keperluan transaksi, V
=velositas uang, P = harga rata-rata atau indek harga konsumen
(IHK), dan T = jumlah output yang ditransaksikan pada tingkat
kesempatan kerja penuh.

Perkembangan selanjutnya, teori kuantitas uang ini disempurnakan


oleh teori Cambridge yang mengemukakan bahwa permintaan
uang tidak hanya dipengaruhi oleh volume transaksi yang diukur
dengan PDB riil, tetapi juga dipengaruhi oleh tiga faktor lainnya
yaitu tingkat kekayaan seseorang, tingkat suku bunga, dan
ekspektasi seseorang tentang masa depan. Teori ini dicerminkan
oleh persamaan sebagai berikut :
L = f ( Y,W, r, e )
di mana L adalah Permintaan Uang, Y= Pendapatan
Nominal, W= tingkat kekayaan seseorang, r = tingkat suku
bunga, dan e = ekspektasi seseoarng.
Dalam model Cambridge ini, nilai aset seperti pendapatan
atau kekayaan dihitung dalam nilai nominal, oleh
karenanya permintaan uang karena faktor kekayaan
dinyatakan proporsional dengan pendapatan nasional
nominal.
•Selanjutnya, kedua teori klasik tersebut di atas
disempurnakan oleh J.M Keynes yang menyatakan bahwa
permintaan uang mempunyai 3 (tiga) motip, yakni motip
transaksi (Lt), berjaga –jaga (Lj) dan spekulasi (Lsp/L2).
•Teori ini disusun berdasarkan persamaan berikut:
• Lt = kt (11)
• Lj = kj (12)
• L1= Lt+Lj (13)
• Lsp atau L2= k2r + L2o (14)
• LM = L1 + L2 atau LM = kt +kj
+ k2r+L2o atau
• LM = k1Y + k2r +L2o (15)

Kebijakan moneter tujuannya adalah mengatur atau


mengendalikan pasar uang.
Perkembangan Kebijakan Fiskal Di Indonesia Tahun
2002-2006

Kebijakan fiskal di Indonesia dikendalikan ole lembaga eksekutip,


dalam hal ini Presiden dibantu oleh para menterinya, setelah
rancangan undang-undang fiskal atau budget dalam bentuk APBN
yang diajukan disetujui oleh DPR. Pihak eksekutip terus berupaya agar
kebijakan fiskal yang dijalankan itu mempunyai tingkat efektivitas yang
tinggi.

Dalam hal ini dapat diartikan kebijakan fiskal tersebut dapat berfungsi
mendorong atau memperbaiki tingkat perekonomian, yang ditandai
antara lain, dengan meningkatnya indikator PDB (Produk Domestik
Bruto) atau pertumbuhan PDB, meningkatnya lapangan pekerjaan, dan
menggerakan sektor riil. Apabila hal ini dapat terjadi, maka pemerintah
dapat dikatakan menciptakan stimulus fiscal atau stimulus budget.
Berikut ini ditampilkan beberapa data yang yang
mencerminkan kebijakan fiskal dan juga data mengenai
pertumbuhan PDB, yaitu :

Dari data yang ditampilkan di atas, dapat dikatakan bahwa


adanya kecenderungan kebijakan fiskal yang dilaksanakan
adalah ekspansip selama tahun 2002-2006. Hal ini dicerminkan
oleh perkembangan data mengenai Belanja (dalam persamaan
notasinya adalah G) yang terus meningkat dari tahun 2002-2006.
Meskipun jika dibandingkan dengan penerimaan (Tx)
kondisi fiskal ini menunjukkan defisit anggaran. Akan tetapi
anggaran belanja atau pengeluaran selama periode 2002-
2006 itu berkorelasi positip dengan perkembangan data
pertumbuhan PDB pada periode yang sama.

Dengan demikian kebijakan fiskal yang dilaksanakan


selama periode 2002- 2006 dapat mempunyai dampak
meningkatkan pertumbuhan ekonomi, hal dapat dikatakan
bahwa kebijakan fiskal merupakan stimulus fiscal atau
stimulus budget.
Perkembangan Kebijakan Moneter Di Indonesia
Periode 2002-2006

Kebijakan moneter di Indonesia sepenuhnya tanggung


jawab dari otoritas moneter, yaitu Bank Indonesia (BI )
sebagai bank sentral. BI adalah lembaga yang
melaksanakan pengendalian jumlah uang yang beredar
dengan instrumen : Rediscount Policy, Open Market
Operation, Manipulative Legal Reserve Ratio, dan
Selective Credit Control.
Instrumen-instrumen ini digunakan dalam rangka mencapai
target atau sasaran pertumbuhan ekonomi yang tinggi,
mengendalikan laju inflasi dan menstabilkan nilai tukar
rupiah.
Dalam rangka mendorong pertumbuhan ekonomi, selama
periode 2002-2006, BI cenderung melaksanakan kebijakan
moneter yang relatip ekspansip.

Hal ini diperlihatkan oleh indikator Jumlah Uang Beredar


(JUB)yang terus meningkat dari tahun ke tahun.
Sedangkan tingkat suku bunga SBI, dan tingkat suku
bunga pasar untuk Kredit Modal Kerja (SB KMK), Kredit
Investasi ( SB KI ) dan Kredit Konsumsi (SB KK) adalah
relatip menurun, kecuali untuk periode 2005-2006, karena
adanya kenaikan harga BBM yang sangat drastis pada
bulan Oktober 2005. Dampak selanjutnya menyebabkan
laju inflasi mencapai hingga 17, 1%.
Berikut ini tabel mengenai JUB (Jumlah Uang Beredar) dan
tingkat suku bunga :
Selanjutnya dalam rangka mengendalikan tingkat inflasi dan menjaga
kestabilan nilai tukar rupiah, BI telah mencanangkan inisiatip strategis dengan
menerapkan Inflation Targeting Framework (ITF) yang telah dilaksanakan
secara implisit pada tahun 2003, dan secara penuh telah dilaksanakan pada
tahun 2005.

Penerapan ITF secara penuh ditandai dengan digunakannya BI rate sebagai


sasaran operasional kebijakan moneter, menggantikan base money.

Penetapan BI rate yang dilakukan dengan terlebih dahulu membuat antisipasi


melihat kedepan terhadap prospek ekonomi, baik itu berupa perkembangan
harga maupun pertumbuhan ekonomi.

Diterapkannya ITF secara penuh sejak tahun 2005 telah memberikan hasil
yang positip. Hal ini ditandai dengan menurunnya laju inflasi dari 17.11% pada
tahun 2005 dan menurun pada 6.60 % tahun 2006.
Sementara itu, dengan diterapkannya ITF
dapat pula memberikan dampak positip
kepada perkembangan nilai tukar rupiah.
Nilai tukar rupiah cenderung stabil yang
mana datanya menunjukkan 9.713 untuk
tahun 2005; 9.167 (2006), dan 9.140 (2007-
hasil estimasi).
Kesimpulan
Dengan data yang ada sejak tahun 2002 sampai tahun 2006, perkembangan
kebijakan fiskal cenderung ekspansip, ditandai dengan meningkatnya sektor
belanja (G) setiap tahunnya.
Perkembangan ini mendorong naiknya pertumbuhan ekonomi, sehingga dalam
konteks ini kebijakan fiskal dapat dikatakan sebagai stimulus fiscal atau
stimulus budget.
Berdasarkan data pada periode yang sama (2002-2006), perkembangan
kebijakan moneter cenderung juga ekspansip, ditandai dengan meningkatnya
Jumlah Uang Beredar (JUB) dari tahun -ketahun, serta menurunnya tingkat
suku bunga: SBI, Kredit Modal Kerja, Kredit Investasi dan Kredit Konsumsi.
Kecuali pada tahun 2005, tingkat suku bunga meningkat mengingat
perekonomian baru saja dikejutkan oleh naikknya harga BBM secara drastis.
Sejak tahun 2005 Bank Indonesia sebagai bank sentral telah berhasil
menurunkan laju tingkat inflasi dan menstabilkan nilai tukar, dengan
diterapkannya Inflation Targeting Framework (ITF). Penerapan ITF ini,
ditandai dengan digunakannya BI rate sebagai sasaran operasional kebijakan
moneter menggantikan base money.

You might also like