Professional Documents
Culture Documents
Full Text
Full Text
DIAN ZULITA
10594093715
DIAN ZULITA
10594092715
Skripsi
Diajukan Sebagai Salah satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Perikanan
Pada Jurusan Budidaya Perairan Fakultas Pertanian
Universitas Muhammadiyah Makassar
ii
iii
iv
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI
DAN SUMBER INFORMASI
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi yang berjudul Kinerja Pertumbuhan
Ikan Lele Dumbo (Clarias gariepinus) yang Diberi Pakan Dengan
Mencampurkan Tepung Eceng Gondok Terfermentasi Cairan Rumen Sapi
adalah benar hasil karya saya yang belum diajukan dalam bentuk apapun kepada
perguruan tinggi manapun. Semua sumber data dan informasi yang berasal atau
dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain
telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam daftar pustaka di bagian akhir
skripsi ini.
Dian Zulita
10594093715
v
HALAMAN HAK CIPTA
vi
ABSTRAK
Kata kunci: Tepung eceng gondok, Cairan rumen sapi, ikan lele.
vii
KATA PENGANTAR
Alhamduliilah rabbil alamin, segala puji hanya milik Allah SWT, Tuhan
rahmat dari Allah SWT. Rasa syukur juga dipanjatkan oleh penulis atas berkat
Rahmat, Hidayah serta Kasih Sayang Allah jualah telah memberi banyak nikmat,
Skripsi ini merupakan tugas akhir yang diajukan untuk memenuhi syarat
akan terwujud tanpa adanya bantuan dan dorongan dari berbagai pihak. Oleh
karena itu pada kesempatan ini penulis menyampaikan ucapan terima kasih
1. Kedua orang tua saya yang telah membesarkan, mendidik dan mendoakan
penulis tiada henti beserta suami saya yang telah memberikan semangat dan
viii
2. Dr. Murni, S.Pi., M.Si. selaku pembimbing I dan Asni Anwar, S.Pi., M.Si.
3. Dr. Hamsah, S.Pi., M.Si selaku penguji I dan Dr. Ir. Hj. Andi Khaeriyah,
penulis.
5. Ibu Dr, Ir. Hj. Andi Khaeriyah, M.Pd. selaku Prodi Budidaya Perairan
Akhir kata penulis ucapkan banyak terima kasih kepada semua pihak yang
terkait dalam penulisan skripsi ini, semoga karya tulis ini bermanfaat dan dapat
Dian Zulita
ix
DAFTAR ISI
Halaman
x
3.2. Hewan Uji............................................................................................. 18
3.3. Persiapan Ekstrak Enzim Cairan Rumen.............................................. 18
3.4. Persiapan Pakan Uji.............................................................................. 18
3.5. Pemeliharaan Hewan Uji ...................................................................... 20
3.6. Peubah Yang Diamati ........................................................................... 20
3.6.1. FCR ............................................................................................ 20
3.6.2. Laju Pertumbuhan Harian .......................................................... 21
3.6.3. Pertumbuhan Mutlak .................................................................. 21
3.6.4. Retensi protein............................................................................ 21
3.6.5. Retensi lemak ............................................................................. 22
3.6.6. Kadar glikogen ........................................................................... 22
3.6.7. Kualitas air ................................................................................. 22
3.7. Rancangan Percobaan........................................................................... 22
3.8. Analisis Data ........................................................................................ 23
xi
DAFTAR TABEL
xii
DAFTAR GAMBAR
xiii
DAFTAR LAMPIRAN
xiv
I. PENDAHULUAN
jenis jantan yang berasal dari Afrika dan betina berasl dari Taiwan dengan nama
Clarias fuscus berbeda secara genetik. Budidaya ikan lele sekarang ini telah
menjadi industri rakyat, tak terkecuali di Indonesia. Pertumbuhan ikan lele ini
relatif lebih cepat dan mudah untuk dibudidayakan dari pada ikan lele lokal,
sehingga pembudidaya lebih memilih ikan air tawar ini untuk dibudidayakan.
Pakan adalah salah satu faktor terpenting dalam kegiatan budidaya ikan.
Secara umum kualitas pakan dapat dilihat dari kandungan nutrisinya. Semakin
tinggi kandungan nutrisi pakan, maka kualitas pakan semakin baik. Tingginya
kandungan protein pakan pada bahan pakan seperti tepung ikan membuat harga
pakan saat ini relatif tinggi. Menurut Nurasiah dkk, (2013), untuk mengurangi
biaya pakan salah satunya yaitu dengan menggunakan bahan pakan alternatif.
Salah satu contoh bahan pakan alternatif yaitu eceng gondok dan cairan rumen
sapi.
Eceng gondok (Eichornia crassipes) adalah tanaman air dengan nama lain
gulma. Keunggulan taman ini dapat tumbuh dengan cepat dan dengan mudah
beradaptasi terhadap lingkungan. Tanaman ini, dapat diolah menjadi pakan ikan.
Baik untuk ikan yang sifatnya pemakan tumbuhan, hewan, maupun keduanya.
Ikan lele yang sifatnya memakan daging dan tumbuhan diantaranya adalah ikan
lele dumbo (Clarias gariepinus). Selain itu, jenis ikan ini juga memiliki nilai
1
dilakukan oleh (Fitrihidajati dkk, 2015), tanaman eceng gondok (Eichornia
crassipes) eceng gondok memiliki kandungan nilai gizi yang sangat baik dapat
dengan mudah dicerna oleh ikan. Pengolahan eceng gondok menjadi pakan, dapat
yaitu bahan kering 8,50%, protein kasar 13,86%, serat kasar 21,10%, lemak kasar
karbohidrat, lemak, protein, menurunkan serat kasar melalui enzim yang berasal
kecernaan bahan pakan dengan kandungan serat kasar tinggi yang ada pada
starter untuk merombak struktur kimiawi. Dalam penelitian ini, starter yang
digunakan adalah cairan rumen. Salah satu kegunaan fermentasi merupakan untuk
menurunkan kadar serat yang terdapat pada bahan seperi eceng gondok dengan
terdapat dalam cairan rumen antara lain adalah enzim selulase, amilase, protease,
bahan pakan berserat kasar tinggi yang berasal dari ternak ruminansia menjadi
lebih efektif dan efisien penggunaannya dibanding dengan ternak unggas. Pantaya
2
(2005), menjelaskan dalam cairan rumen banyak terkandung enzim seperti
diperoleh dari rumah potong hewan. Andriani dkk, (2012) menambahkan bahwa
yang terdapat dalam rumen akan mengubah karbohidrat secara spesifik dengan
rumen sebagai bahan pakan alternatif masih jarang dimanfaatkan dalam kegiatan
ikan lele dumbo pada pakan dengan mencampurkan tepung eceng gondok
penggunaan kadar tepung eceng gondok terfermentasi dalam pakan ikan lele
3
II. TINJAUAN PUSTAKA
1997):
Kingdom : Plantae
Divisi : Magnoliophyta
Kelas : Liliopsida
Ordo : Alismatales
Famili : Butomaceae
Genus : Eichornia
ditemukan di kawasan tropis. Tanaman air ini mampu menyerap berbagai zat
4
dalam jumlah banyak, baik yang larut maupun tersuspensi dengan kadar selulosa
hingga 72,63% (Ratnani, 2000). Tinggi rata-rata eceng gondok sekitar 0,4-0,8
meter dan tidak memiliki batang. Daunnya tunggal dengan bentuk oval dan
permukaan daun bertekstur licin dan warna hijau. Bunga eceng gondok berbentuk
bulir yang berjumlah 6-35 dengan putik tunggal Pandey, (1980) yang ditopang
dengan kelopak dengan bentuk tabung sementara bentuk bijinya bulat dengan
ditumbuhi oleh eceng gondok sebagai habitat utama dalam perkembang biakan
ikan, perlindungan ikan dan sebagai tempat hidup pakan alami serta berfungsi
sebagai produksi logam berat seperti amonia yang dapat direduksi mencapai
sehingga sangat baik digunakan sebagai bahan baku pakan buatan. Dalam eceng
Kandungan ini membuat eceng gondok memiliki serat tinggi yang menjadikan
eceng gondok sangat potensial dijadikan bahan pakan buatan (Ahmed dalam
Rizky, 2012).
5
2.1.3 Habitat Eceng Gondok
seperti danau dan bibir pantai sejauh 5-20 meter. Perkembang biakannya yang
terjadinya pendangkalan pada sungai atau danau. Hal ini diakibatkan karena sifat
eceng gondok yang dapat menyerap air dengan volumen yang banyak (koes,
2010). Kemampuan ini pula yang membuat eceng gondok dapat menjadi gulma.
Ikan lele dumbo (Clarias gariepinus) merupakan ikan air tawar yang
kelompok genus Clarias. Ciri ikan ini hampir sama dengan ikan lele pada
umumnya yaitu memiliki tubuh yang licin, memanjang, tidak memiliki sisik, serta
sirip punggung menyatu dengan sirip ekor dan sirip anus. Memiliki kepala yang
keras, mata kecil dan mulut lebar pada bagian ujung moncong, memiliki empat
pasang kumis (Catfish). Ikan jenis ini, banyak ditemukan pada perairan dengan
air yang memiliki arus perlahan seperti rawa, telaga, dan sawah sebagai habitatnya
dan merupakan ikan yang aktif mencari makan pada malam hari (bersifat
6
2.2.1. Klasifiasi Ikan Lele Dumbo
berikut:
Kingdom : Animalia
Filum : Chordata
Kelas : Pisces
Ordo : Siluriformes
Famili : Clariidae
Genus : Clarias
Lele dumbo memiliki ciri-ciri tertentu yang dapat dilihat dari bagian tubuh
diantaranya bentuk tubuh yang memanjang, bagian badannya tinggi, dan memipih
ke arah ekornya, tidak bersisik, memiliki permukaan tubuh licin atau berlendir,
kepalanya gepeng, dan simetris mulutnya lebar tidak bergigi, pada sudut mulut
terdapat empat pasang kumis yang digunakan sebagai alat peraba dan petunjuk
berikut.
7
Gambar 2. Bentuk Ikan Lele Dumbo (Clarias gariepinus)
kemampuan beradaptasi dengan mudah dalam lingkungan yang kritis, seperti pada
perairan dengan kadar oksigen yang kecil dan sedikit air. Ikan lele juga termasuk
jenis ikan pemakan segala jenis makanan (omnivora) namun, lebih cenderung
sebagai pemakan daging (karnivora). Ikan lele lebih aktif pada malam hari atau
bersifat nocturnal sebagai sifat alaminya, tetapi dalam usaha budidaya ikan lele
Bentuk badan ikan lele yang berbeda dengan ikan lainnya, dapat dengan
mudah dibedakan dalam jenis-jenis ikan lain. Ikan lele memiliki bentuk badan
memanjang, berkepala pipih, tidak bersisik, memiliki empat pasang kumis sebagai
alat peraba, dan alat pernapasan tambahan (arborescent organ). Bagian depan
8
Ikan lele dilengkapi dengan alat pernapasan tambahan yang dapat
digunakan pada lingkungan dengan kondisi air yang memiliki sedikit oksigen di
dalamnya Suyanto, (1990). Alat pernapasan ini berada pada rongga kepala bagian
dalam dengan warna kemerahan seperti tajuk pohon rimbun yang dipenuhi kapiler
darah dibentuk oleh dua pelat tulang kepala dan kepala bagian belakang terdapat
insang dengan ukuran yang kecil. Pada bagian ujung moncong terdapat mulut
yang dilengkapi dengan empat pasangan sungut, yaitu sepasang sungut hidung,
sepasang sungut maksila dan dua pasang sungut mandibula yang dapat
Bentuk tubuh ikan lele memanjang dengan ukuran baku 5-6 kali lebih
panjang kepalanya. Pada bagian kepala terdapat sepasang mata dengan ukuran 1/8
kali panjang kepalanya. Penglihatan lele kurang berfungsi dengan baik, akan
tetapi bagian tubuh yang berdekatan dengan sungut hidung terdapat dua buah alat
olfaktori sebagai alat peraba dan pencium yang dapat digunakan untuk mengenali
mangsa. Ikan lele dilengkapi sirip pada tubuhnya dengan jumlah sirip punggung
sebanyak 68-79, jumlah sirip dada 9-10, sirip perut 5-6, sirip anal 50-60 dan
jumlah sungut 4 pasang, 1 pasang diantaranya lebih panjang dan besar. Sirip
pektoral memiliki jari-jari yang sangat kuat dan pada kedua sisinya bergerigi
kasar yang dapat difungsikan sebagai senjata dan sebagai penggerak saat ikan
Organ dalam ikan lele terdiri atas lambung dengan ukuran yang relatif
besar dan panjang namun memiliki usus yang lebih pendek dari ukuran badannya.
9
Memiliki gelembung renang dan hati yang berjumlah sepasang. Di sekitar usus
terdapat gonad dengan jumlah sepasang yang memungkinkan ikan lele untuk
berkembang biak secara ovipar atau pembuahan sel di luar tubuh Suyanto, (1999).
sebagai habitat utamanya (Hernowo dan Suyanto, 2003 dalam Jufrie, 2006)
dengan rentang suhu antara 20-30 oC. Kebanyakan ikan lele lebih menyukai air
yang bersuhu 27oC, dengan komposisi oksigen terlarut lebih dari 3 ppm, derajat
keasaman (pH) 6.5-8 dan NH3 sebesar 0.05 ppm (Khairuman dan Amri, 2002
pakan. Ketesediaan pakan menjadi penentu kondisi pada tubuh ikan, baik untuk
dapat berupa pakan buatan dan pakan alami. Pakan alami biasanya tersedia pada
lingkungan ikan seperti serangga, kutu air, jentik nyamuk cacing ataupun moluska
(Susanto, 1988).
lingkungannya. Pakan menjadi faktor penentu pertumbuhan benih ikan lele. Benih
ikan lele yang berumur 100 jam dari waktu penetasannya, diberi pakan pertama
berupa pakan alami yang berukuran kecil sesuai dengan mulut benih dan memiliki
10
cukup kandungan energi dan dapat dengan mudah dicerna oleh benih serta
keperluan yang dijadikan sebagai sumber energi pada ikan. Pakan dibuat dalam
berbagai bentuk diantaranya adalah bentuk tepung yang diberikan pada benih
ikan umur 7-15 hari dan pakan berupa pelet yang diberikan pada benih berumur
15-30 hari. Pakan bentuk pelet dibuat dengan ukuran ± 1 mm dengan frekuensi
akan menghasilkan daging dan berat ikan yang memuaskan. Frekuensi pemberian
pakan, tergantung pada ukuran benih ikan. Benih ikan yang masih berbentuk
larva, frekuensi pemberian pakan harus lebih tinggi dari ukuran benih lainnya. Hal
ini karena pada saat berukuran larva, proses pengosongan lambung lebih cepat.
Cepat atau lambatnya proses pengosongan lambung tergantung pada ukuran benih
amilase dan protease (Lee, et al., 2002). Selain dikenal sebagai sumber enzim
yang murah, cairan rumen sapi juga mudah diperoleh dari rumah potong hewan
efisien dan lebih efektif digunakan sebagai bahan pakan berserat tinggi.
11
untuk mengetahui tingkat kemampuan enzim ini dalam mendegradasi karbohidrat
sehingga penggunaan enzim secara optimum pada pakan yang berkualitas dan
Cairan rumen diketahui banyak mengandung nutrisi yang sangat baik untuk
digunakan sebagai pakan. Kandungan nutrisi cairan rumen (Rasyid, 1981) terdiri
terbanyak dari cairan rumen adalah BETN sebanyak 41, 24% dan serat kasar
protein sebesar 54,50% pada penurunan bahan kering 10,6%. Sejalan dengan
penelitian yang dilakukan oleh Sandi dkk, (2010) yang meneliti tentang
pemberian enzim yang berasal dari cairan rumen dan bakteri Leuconostoc
Dalam penelitian yang dilakukan oleh Fitriliyani, (2010) dengan hirolisis tepung
12
polisakarida sebesar 4% dan 3%. Hasil penelitian Hardiyanto, (2001) yang
cairan enzim pada bahan pakan, dapat merombak komponen bahan menjadi lebih
mudah dicerna oleh hewan budidaya. Seperti penelitian yang dilakukan oleh
Zuraida, (2011) yang memperlihatkan adanya penurunan serat kasar pada bungkil
kelapa dengan bantuan enzim cairan rumen domba sebanyak 100 mL/kg
diperoleh penurunan serat kasar kelapa sawit sebesar 56,97% dengan tingkat
bahwa penambahan enzim pada cairan rumen dapat meningkatkan protein dan
nilai cerna pakan serta dapat menurunkan serat kasar bahan pakan.
2.4. Fermentasi
Perubahan substrat secara kimia dengan bantuan enzim yang berasal dari
dalam substrat (Prabowo, 2010). Proses ini dikenal dengan fermentasi tidak
13
Proses fermentasi semacam ini, biasanya tergantung pada jenis organismenya
dalam senyawa organik untuk mengasilkan energi. Energi yang dihasilkan dari
bahan seperti asam amino, lemak, karbohidrat, dan vitamin serta mineral.
beberapa faktor antara lain suhu, pH, oksigen, dan air (Winarno dkk, 1980).
batas tertentu. Proses fermentasi dapat meningkatkan nilai gizi bahan asalnya,
disintesis beberapa vitamin seperti riboflavin, vitamin B 12, dan pro vitamin A.
pertumbuhan (lingkungan).
14
2.5. Kualitas Air
Ikan lele dilengkapi dengan alat bantu pernapasan yang disebut dengan
arborescent organ yang membuat ikan lele mampu bertahan hidup dalam lumpur
ataupun pada lingkungan dengan konsentrasi air yang sangat kurang (Khairuman,
2002). Meski demikian, tetap harus dilakukan pengontrolan terhadap kualitas air
turunnya imun tubuh ikan terhadap serangan penyakit. Kualitas air dapat dikontrol
penumpukan bahan organik yang berdasal dari larva yang mati. Frekuensi
dalam air yang dapat membantu ikan dalam proses kimia dan biologis.
ikan akibat perubahan suhu yang mendadak (Cholik, 1991). Suhu optimum yang
baik untuk perumbuhan ikan adalah pada suhu 25oC–32oC. Beberapa spesies ikan
memiliki suhu optimum yang berbeda berkisar antara 15 0C-320C. Ikan lele dapat
hidup dengan baik pada kisaran suhu 25oC–30oC dengan suhu optimal yaitu 31 oC
(SNI, 2014). Hewan akan mati atau bermigrasi ke daerah baru apabila suhu
Suhu berperan sangat penting terhadap sifat fisik, kimia dan biologis pada
hewan air begitupun dengan ikan lele. Kenaikan suhu dapat membantu
15
mempercepat aktivitas metabolisme organisme air sehingga laju pertumbuhan
ikan sampai pada batas tertentu. Batas maksimal toleransi kenaikan suhu untuk
ikan sekitar 35oC. Kenaikan suhu melebihi batas toleransi dapat menimbulkan
Salah satu penentu kehidupan ikan dalam air adalah terdapatnya oksigen
kadar oksigen dalam air dapat membuat pertumbuhan ikan menjadi terhambat
serta dapat mengakibatkan kematian pada ikan. konsentrasi oksigen terlarut tidak
dipengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya adalah suhu air, salinitas air,
Optimalnya, konsentrasi kadar oksigen terlarut dalam air sekitar 4-7 ppm atau
terkandung dalam air. Secara umum kandungan air dipengaruhi oleh konsentrasi
CO2 serta senyawa yang bersifat asam atau yang mengandung ion H. Untuk
menurut Boyd, (1982) Takaran pH yang baik untuk menunjang pertumbuhan ikan
16
takaran pH. pH optimal untuk kelangsungan hidup populasi berkisar 6,7-8,6
2.5.4Amonia (NH3)
keberadaannya tidak terlalu berbahaya kecuali dalam konstrasi yang sangat tinggi.
Senyawa amonia yang lain yang dihasilkan adalah senyawa amonia yang bukan
ion (NH3). Senyawa NH3 ini dapat meracuni ikan. biasanya konsentrasi senyawa
ini akan meningkat setelah kematian fitoplankton yang dapat menurunkan kadar
17
III. METODE PENELITIAN
Bertempat di unit penetasan ikan lele jalan poros Pallangga, Desa Bontoala,
Hewan uji yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah benih ikan
lele Dumbo (Clarias gariepinus) sebanyak 200 ekor berumur 2 minggu dengan
berat rata-rata 2 gram. Wadah pemeliharaan benih ikan lele adalah baskom
Liter.
Kabupaten Gowa. Pengambilan cairan rumen sapi yang diproses dengan cara
ekstrak enzim dilakukan dengan mengikuti metode Lee et, al., (2002).
Pakan uji yang digunakan pada penelitian ini adalah pakan pellet yang
diformulasi dengan tepung eceng gondok terfermentasi cairan rumen sapi yang
pengambilan cairan rumen sapi yang diproses dengan cara filtrasi (penyaringan)
18
menggunakan kain katun pada suhu 4ºC, pengambilan eceng gondok di Kanal
dengan cairan rumen sapi dan dimasukkan ke dalam styrofoam untuk dilakukan
pakan yang dapat dilihat pada tabel 4, lalu dilakukan pencetakan pakan setelah itu
19
3.5. Pemeliharaan Hewan Uji
dengan jumlah pemberian dua kali perhari pada jam 09.00 dan 17.00 WITA
sebanyak satu kali setiap tiga hari dengan cara pembersihan dari dasar wadah agar
kotoran dan sisa pakan dari dasar wadah dapat keluar. Parameter kualitas air yang
diukur meliputi Suhu, pH, DO diukur dua kali sehari yaitu pada pagi dan sore
hari. Sedangkan amonia diukur tiga kali selama penelitian yaitu awal, tengah dan
akhir penelitian.
Pengubah yang diamati dalam penelitian ini FCR, laju pertumbuhan harian,
pertumbuhan panjang, retensi protein, retensi lemak dan kadar glikogen. Kualitas
air sebagai parameter pendukung yang meliputi suhu, pH, DO dan Amoniak.
Masing - masing Pengubah yang diamati dalam penelitian ini dapat dihitung
Keterangan:
20
3.6.2. Laju Pertumbuhan Harian (LPH)
Dengan:
G (gram) = Gt−Go
Keterangan:
dengan jumlah protein konsumsi yang dinyatakan dalam persen seperti pada
21
( ) ( )
( ) x
100%
( ) ( )
( ) x
100%
lele sebagai sampel secara random di setiap unit perlakuan untuk dianalisis
Yasutake, (1997).
terlarut (dissolved oxygen/ DO), pH dan amoniak. Amonia diukur sebanyak tiga
3.7.Rancangan Percobaan
A B
22
Keterangan:
retensi protein, retensi lemak dan kadar glikogen dianalisis secara deskriptif dan
hasil yang didapatkan diolah menggunakan microsoft excel 2010 dan ditampilkan
23
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1. Hasil
Perhitungan hasil konversi pakan ikan lele yang dilakukan selama proses
3,5
Food Convention Ratio (%)
3 2,87
2,5 2,38
2
1,5
1
0,5
0
A B
Perlakuan
ratio (FCR) selama penelitian berkisar 2,38%-2,87%. Dengan nilai FCR terendah
Laju pertumbuhan harian ikan lele yang diberi pakan dengan penambahan
tepung eceng gondok yang difermentasi cairan rumen sapi disajikan pada Gambar
4.
24
7 6,39
Hasil pemantauan laju pertumbuhan harian ikan lele dalam kurung waktu
(Gambar 3) dapat dilihat bahwa pada hari ke 1-7 pertumbuhan ikan lele masih
relatif sama dan belum menunjukkan perbedaan laju pertumbuhan harian yang
terlalu signifikan antara perlakuan dan kontrol. Hari ke 7-14 telah menunjukkan
adanya pertumbuhan ikan lele dumbo namun masih rendah. Pada hari ke 14-21
kandungan tepung eceng gondok terfermentasi cairan rumen dapat dilihat pada
Gambar 5.
25
5
4,39
lele yang dipelihara selama 40 hari terdapat perbedaan antara perlakuan A (tanpa
pertumbuhan mutlak ikan lele tertinggi diperoleh pada perlakuan B sebesar 4,1
cm.
Protein yang telah diperoleh pada pakan kemudian dikonsumsi oleh ikan
kemudian diubah menjadi protein pada tubuh ikan. Rata-rata nilai retensi protein
26
60
47,99
50
Retensi Protein
40
30 23,96
20
10
0
A B
Perlakuan
Gambar di atas memperlihat nilai retensi protein ikan lele yang telah
retensi protein sebesar 23,96%. Nilai retensi protein tertinggi diperoleh pada
selama masa percobaan yang dapat disimpan dalam tubuh ikan (Halver dan
Hardy, 2002). Nilai rata-rata retensi lemak ikan lele selama penelitian dapat
27
50
43,16
40
Retensi Lemak 33,29
30
20
10
0
A B
Perlakuan
sebesar 43,16%.
terfermentasi cairan rumen dapat meningkatkan kadar glikogen dalam tubuh ikan
7 6,4
6
Kadar Glikogen ikan Lele
5
3,87
4
3
2
1
0
A B
Perlakuan
28
Berdasarkan gambar diatas menunjukkan bahwa rata - rata kadar glikogen
ikan lele yang dipelihara selama 40 hari berkisar 3,87 – 6,4%. Dengan nilai kadar
Pada penelitian ini, yang menentukan kualitas air adalah suhu, pH (derajat
keasaman), amoniak (NH3) serta oksigen terlarut (DO). Berikut ini ditampilkan
pH 6,8-7,1 6,5-8**
4.2. Pembahasan
pakan mampu menurunkan nilai FCR ikan lele karena pakan tercerna dengan baik
di dalam tubuh ikan lele (Gambar 3). Perbedaan FCR tersebut pada perlakuan A
konversi pakan yang semakin tinggi menunjukkan bahwa kualitas pakan semakin
29
baik pula sehingga berpengaruh postif terhadap pertumbuhan ikan. Selain itu,
daya terima ikan terhadap rasa khas dari suatu bahan baku berbeda-beda untuk
setiap spesies, hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Setiawati
dkk, (2014). Sedangkan dari hasil riset Sulhi dkk, (2010) memperlihatkan bahwa
baik terhadap pertumbuhan ikan dengan nilai konversi 2,22 pada pemberian pakan
dengan frekuensi 3% memberikan hasil yang efektif dan efisien. Yandes, (2003)
Pemberian pakan yang efisien akan memenuhi kebutuhan nutrisi pada ikan.
pada (Gambar 4) pada hari ke 1-7 dimana pertumbuhan ikan lele masih relatif
sama dan belum menunjukkan perbedaan laju pertumbuhan harian yang terlalu
signifikan antara perlakuan dan kontrol. Hal ini disebabkan karena ikan masih
pakan uji kurang bermanfaat. Pemberian pakan hari ke 7-14 telah memperlihatkan
adanya pertumbuhan pada ikan walaupun masih rendah. Pada hari ke 14-21 laju
pertumbuhan ikan lele meningkat drastis hal ini disebabkan nafsu makan ikan
pertambahan bobot ikan. Selain itu eceng gondok memiliki asam amino esensial
pembatas namun memiliki nilai essential amino acid index (EAAI) sebesar 0.88.
memiliki nilai EAAI lebih dari atau sama dengan 0.9, sumber protein yang cukup
30
memiliki nilai 0.8, dan yang tidak memadai memiliki nilai dibawah 0.7. Sehingga
tepung eceng gondok cukup baik ditambahkan kedalam pakan sebagai sumber
dapat bekerja dengan baik setelah mengkonsumsi pakan. Hasil ini selaras dengan
penelitian Mohapatra, (2015) tepung eceng gondok pada pakan ikan mas
pertumbuhan karena ikan uji pada perlakuan tersebut dapat menerima dan
pertumbuhan yang baik, karena pakan yang diberikan sudah mampu dicerna dan
diserap dengan baik oleh benih ikan lele. Selain itu kandungan nutrisi yang
pertumbuhan mutlak. Setiawati dkk, (2013). Ikan akan tumbuh apabila nutrisi
pakan yang dicerna dan diserap oleh tubuh ikan lebih besar dari jumlah diperlukan
yang dimakan oleh ikan digunakan untuk pertumbuhan. Sebagian besar energi
bahwa energi yang berasal dari asam amino (protein) sangat diperlukan oleh ikan
untuk pertumbuhan. Selain itu energi juga diperlukan oleh ikan dalam proses
31
metabolisme dalam keperluan memperbaiki dan memelihara kondisi tubuh serta
pada ikan nila yang beri pakan dengan penambahan tepung eceng gondok hasil
penambahan tepung eceng gondok dengan fermentasi cairan rumen sapi) menurut
hasil pengamatan diakibatkan oleh kurang dicernanya pakan tersebut pada usus
dan nutrisi dalam pakan tidak diserap dengan baik dibandingkan pada perlakuan
B. Selain itu, tanpa penambahan tepung eceng gondok yang difermentasi dengan
cairan rumen sapi mengandung nutrisi lebih rendah. Perkembangan mutlak ikan
lele lebih terlihat dengan pemberian pakan campuran tepung eceng gondok yang
difermentasi dengan cairan rumen sapi. Proses fermentasi dapat membuat substrat
tanaman menjadi lebih mudah untuk dicerna oleh ikan lele. Dalam penelitian yang
dilakukan oleh Adelina dkk, (2009) menjelaskan bahwa untuk meningkatkan daya
cerna pada pakan dapat dilakukan melalui fermentasi. Hal ini dapat mengubah
substrat bahan pakan menjadi protein tunggal sehingga dapat dengan mudah
Hasil analisis proksimat protein tubuh ikan lele pada akhir pemeliharaan
eceng gondok dengan fermentasi cairan rumen sapi pada retensi protein
dibandingkan perlakuan kontrol. Hal ini terjadi karena pakan pada perlakuan B
(penambahan tepung eceng gondok dengan fermentasi cairan rumen sapi) lebih
32
disenangi oleh ikan sehingga membuat kecernaan dan efisiensi pakan lebih tinggi.
Hal ini yang membuat retensi protein dalam tubuh ikan menjadi lebih banyak.
Hasil ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Sitanggang, (2017) yang
menjelaskan bahwa retensi protein dalam tubuh didukung oleh kandungan protein
pada pakan yang diberikan pada ikan. Peningkatan protein dalam daging ikan
gondok dengan fermentasi cairan rumen sapi sangat dibutuhkan oleh ikan untuk
pertumbuhan ikan lebih optimal. Komposisi pakan yang diberikan pada perlakuan
ini, sangat sesuai dengan kebutuhan ikan sehingga dapat meningkatkan protein
dalam tubuh ikan. Pada perlakuan A (tanpa penambahan tepung eceng gondok
dengan fermentasi cairan rumen sapi) diperoleh retensi protein dengan nilai
rendah. Hal ini bisa diakibatkan oleh rendahya protein yang terkandung dalam
pakan konvensional sehingga membuat ikan sedikit mencerna nutrisi pada pakan
yang diberikan yang mengakibatkan protein yang diserap oleh ikan menjadi
rendah pula.
mencerna proten dari pakan. Jika pakan dikonsumsi dengan baik oleh ikan, maka
tingkat kecernaan dan retensi protein pada ikan akan semakin tinggi pula. Pada
penelitian ini diperoleh retensi protein sebesar 47,99%. Tingginya retensi ini
berkaitan dengan komposisi pakan uji yang diberikan pada ikan. Hasil ini
terbilang lebih baik dari penelitian sebelumnya seperti yang dilakukan oleh
33
Cahyadi, (2015) yang memperoleh retensi protein sebesar 4,05-11,99%, dan
penambahan bubuk eceng eceng gondok dengan fermentasi sebagai bahan baku
dalam pembuatan pakan ikan baung. Berdasarkan hasil tersebut, dapat dikatakan
pemberian bubuk eceng eceng gondok dengan fermentasi cairan rumen sapi,
sebagai bahan baku dalam pembuatan pakan ikan lele tergolong pada kategori
baik.
Hasil analisis proksimat lemak tubuh ikan lele pada akhir pemeliharaan
(Lampiran 4). Kandungan lemak tubuh ikan mengalami peningkatan pada akhir
kadar lemak pakan memegang peranan penting dalam penyediaan energi untuk
beraktivitas sehari hari. Retensi lemak menunjukan jumlah lemak dari pakan yang
tersimpan dalam tubuh ikan. Lemak sangat dibutuhkan oleh ikan untuk kebutuhan
sintesis nutrisi seperti karbohidrat yang disintesis menjadi asam lemak dan
trigliserida (Syamsudin dkk., 2010). Nilai retensi lemak akan cukup tinggi apabila
energi dan protein terpenuhi sehingga lemak yang berasal dari pakan akan
tersimpan melalui jaringan ikan. Hal inilah yang terjadi pada perlakuan B
gondok dengan fermentasi cairan rumen sapi) karena ikan belum bisa
memanfaatkan pakan dengan maksimal hal ini didukung tingginya nilai konversi
pakan pada perlakuan A. Retensi lemak yang diperoleh pada penelitian ini
34
berkisar antara 33,29%-43,16%. Hasil ini terbilang lebih baik dari penelitian yang
dilakukan oleh Rahmad, (2017) dengan hasil penelitian diperoleh retensi lemak
20,3-31,20%, dan Cahyadi, (2015) dengan hasil penelitian diperoleh retensi lemak
akan menghasilkan nilai retensi lemak yang lebih baik sebagai pakan pada
tingginya simpanan glukosa dalam tubuh ikan lele. Hal ini sejalan dengan
pada ikan yang diberi tepung eceng gondok. Glikogen berupa bentuk karbohidrat
disimpan dalam otot sebagai cadangan energi. Meski kemampuan hati dan otot
peningkatan yang signifikan karena sisa karbohidrat yang tidak tersimpan dalam
gula otot diubah kedalam bentuk lemak yang pada akhirnya dapat meningkatkan
retensi lemak seperti pada gambar 7. penambahan tepung eceng gondok selain
meningkatkan retensi lemak juga menaikkan retensi protein seperti pada (Gambar
pemeliharaan dimana kualitas air merupakan faktor fisika, kimia yang dapat
35
mempengaruhi proses metabolisme ikan lele. Menurut (Taufik dkk, 2017) suhu
sangat berperan penting dalam aktivitas, kegiatan serta kelangsungan hidup ikan
lele. Selama melakukan penelitian, suhu dikontrol pada rentang 27-300C, kondisi
ini tergolong baik untuk pertumbuhan ikan karena mempunyai batas yang hampir
sama sebagaimana yang dikemukakan SNI (2014), pertumbuhan optimal ikan lele
berkisar pada suhu 25-300C. Suhu tertinggi biasanya diperoleh setelah tengah hari
biasanya setelah turun hujan. Derajat keasaman (pH) air selama penelitian
berkisar antara 6,8-7,1, dimana nilai ini masih cukup optimal untuk pertumbuhan
ikan seperti yang dikatakan Taufiq et al. (2016) ikan akan tumbuh dengan baik
dalam lingkungan dengan derajat keasaman air (pH) 6,5-8. Tingginya tingkat
keasaman dalam air dapat mengurangi nutrisi penting yang terdapat dalam
lingkungan yakni fosfat. Asmawi, (1986) juga menyatakan bahwa ikan air tawar
mempunyai toleransi terhadap pH air yang berkisar antara 4-11, diluar batas
tersebut ikan akan mati. Adapun kadar oksigen terlarut (DO) selama penelitian
adalah 3.02-4,38 mg/l. Ikan lele mempunyai alat pernapasan tambahan yang
disebut arborescent organ. Hal ini membuat ikan lele tidak terlalu memerlukan
kadar oksigen dalam air karena melalui organ ini, ikan dapat mengambil udara
mg/l hal ini masih bisa ditoleransi oleh ikan lele. Sesuai dengan SNI (2014),
menjelaskan bahwa konsentrasi kandungan amoniak dan air maksimal adalah 0,1
mg/l. Secara umum data parameter kualitas air yang diukur selama penelitian ini
36
berlangsung relatif masih cukup mendukung berlangsungnya proses kehidupan
37
V. KESIMPULAN DAN SARAN
5.1. Kesimpulan
5.2. Saran
buatan yang terbuat dari bahan eceng gondok yang difermentasi melalui bantuan
cairan rumen sapi untuk diberikan pada pembenihan dan pembesaran ikan lele.
38
DAFTAR PUSTAKA
39
Mohapatra SM. 2015. Utilization of water hyacinth Eichhornia crassipes meal as
partial fish protein replacement in the diet of Cyprinus carpio fry.
European Journal of Experimental Biology. 5(5):31-36.
Muchtaromah, B. Susilowati. R. Dan Kusumastuti. A. 2018. Pemanfaatan Tepung
Hasil Fermentasi Eceng Gondok (Eichornia Crassipes) Sebagai
Campuran Pakan Ikan Untuk Meningkatan Berat Badan Dan Daya
Cerna Protein Ikan Nila Merah (Oreochromis Sp)” (Refleksi Surat
Ali Imran 190-191). Jurnal. Universitas Islam negeri. Malang. 1-10.
NRC. 1997. Nutrient Requirement of Warm Water Fishes and Shellfishes.
National Washington: Academy Press. DC, USA.
Penaflorida VD. 1989. An evaluation of indigenous protein sources as potential
components in the diet formulation for tiger prawn Penaeus
monodon, using essential amino acid index (EAAI). Aquaculture.
83:319-330.
Rahmad, F. A. 2017. Pemanfaatan tepung eceng gondok (Eichhornia crassipes)
terfermentasi menggunakan cairan rumen sapi dalam pakan terhadap
pertumbuhan benih ikan jelawat (Leptobarbus hoeveni). Fakultas
Perikanan dan Kelautan. Universitas Riau. Pekanbaru. 15 hlm.
Ratnani, R. D. 2000. Pemanfaatan eceng gondok Eichornia crassipes untuk
menurunkan kandungan COD (chemical oxygen demand), pH, bau,
dan warna pada limbah cair tahu (Skripsi). Semarang (ID):
Universitas Wahid Hasyim.
Rizky, D. 2012. Ekstraksi Serat Selulosa Dari Tanaman Eceng Gondok
(EichorniaCrassipes) Dengan Variasi Pelarut. (Skripsi). Fakultas
Teknik. Universitas Indonesia.Depok.
Rahmaningsih, H. D. 2006. Kajian penggunaan eceng gondok Eichornia crassipes
pada penurunan senyawa nitrogen efluen pengolahan limbah cair PT.
Capsugel Indonesia [Skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
Setiawati, M & M. A. Suprayudi. 2003. Pertumbuhan dan Efisiensi Pakan Ikan
Nila Merah (Oreochromis sp.) yang Dipelihara pada Media
Bersalinitas.
Sulhi, M. Samsudin. R, Hendra. 2010. Penggunaan Kombinasi Beragam Pakan
Hijauan Dan Pakan Komersial Terhadap Pertambahan Bobot Ikan
Gurame (Osphronemus gouramy Lac.). Balai Riset Perikanan
Budidaya Air Tawar. Bogor.Prosiding Forum Inovasi Teknologi
Akuakultur.759-764
Susanto, H. 1987. Budidaya Ikan Di Pekarangan. Penebar Swadaya. Jakarta.
40
Samsudin, R. Ningrum. S. dan M. Sulhi. 2010. Evaluasi Penggunaan Pakan
Dengan Kadar Protein Berbeda Terhadap Pertumbuhan Benih Ikan
Nilem (Osteochilus hasseltii). Balai Riset Perikanan Budidaya Air
Tawar. Bogor.Prosiding Forum Inovasi Teknologi Akuakultur. 697-
701.
Taufiq, Firdaus dan Iko, I. A. 2016. Pertumbuhan Benih Ikan Bawal Air Tawar
(Colossoma macropomum) Pada Pemberian Pakan Alami yang
Berbeda. Jurnal Ilmiah Mahasiswa Kelautan dan Perikanan
Unsyiah. Volume 1, Nomor 3: 355-365 hlm. November 2016. ISSN.
2527-6395.
Yandes. Z, ridwan. A dan ing. M. 2003. Pengaruh Pemberian Selulosa Dalam
Pakan Terhadap Kondisi Biologis Benih Ikan Gurami (Osphronemus
gouramy Lac). Jurnal lktiologi Indonesia, 3 (l). 27-33.
41
LAMPIRAN
Lampiran 1. Tabel Laju Pertumbuhan Harian ikan lele yang diberi pakan dengan
penambahan tepung eceng gondok terfermentasi cairan rumen pada
akhir perlakuan.
Lampiran 2. Tabel Pertumbuhan panjang ikan lele yang diberi pakan dengan
penambahan tepung eceng gondok terfermentasi cairan rumen pada
akhir perlakuan.
42
Lampiran 3. Tabel Hasil pengolahan data laju pertumbuhan harian, pertumbuhan
panjang, dan FCR ikan lele yang diberi pakan dengan penambahan
tepung eceng gondok terfermentasi cairan rumen pada akhir
perlakuan.
Pertumbuhan Pertumbuhan
Perlakuan FCR (%)
Panjang (cm) Berat(gram)
Lampiran 4. Hasil Analisis Proksimat Tubuh ikan lele pada awal dan akhir
penelitian.
Awal Penelitian
Akhir Penelitian
43
Lampiran 5. Prosedur Analisis Proksimat
Tahap Oksidasi:
Kjeldahl.
– 4 jam sampai terjadi perubahan warna cairan dalam labu menjadi hijau
bening.
sampai volume larutan mencapai 100 mL. Larutan sampel siap untuk
didestilasi.
Tahap Destilasi
44
3. 5 mL larutan sampel dimasukkan ke dalam tabung destilasi melalui
4. Campuran alkali dalam labu destilasi disuling menjadi uap air selama 10
selama 1 – 2 menit.
Tahap Titrasi
Perhitungan,
( )
( )
Keterangan:
45
B. Kadar lemak (metode ether ekstraksi: Takeuchi, 1988)
1. Labu ekstraksi dipanaskan di dalam oven (110 oC) selama 1 jam kemudian
tersebut (A)
petroleum eter
4. Eter dipanaskan pada labu ekstraksi dengan menggunakan water bath pada
( )
(C)
( )
( )
46
D.Kadar abu (Takeuchi 1988)
3. Cawan dan bahan dipanaskan dalam tanur (600oC) sampai bahan menjadi
ditimbang (C)
( )
( )
1. Kertas filter dipanaskan dalam oven selama 1 jam pada suhu 110 oC.
250 ml.
4. Larutan dan bahan yang telah dipanaskan kemudian disaring dalam corong
5. Larutan dan bahan yang ada dalam corong Buchner dibilas secara berturut-
ditimbang (C)
47
7. Setelah itu dipanaskan dalam tanur 600 oC hingga berwarna putih,
( )
( )
48
Lampiran 6. Dokumentasi proses penelitian
Pencetakan Pakan
49
RIWAYAT HIDUP
SMP Negeri 1 Sanggar dan diselesaikan pada tahun 2012, pada tahun yang sama
penulis masuk ke sekolah menengah kejuruan (SMK) di SMK Negeri 6 Bima dan
lulus pada tahun 2015. Dan pada tahun 2015 penulis diterima sebagai mahasiswa
Makassar melalui jalur tes. Selama kuliah penulis pernah magang di Balai
“Kinerja Pertumbuhan Ikan Lele Dumbo (Clarias gariepinus) Pada Pakan Dengan
Di Bawah bimbingan Dr. Murni, S.Pi., M.Si. dan Asni Anwar, S.Pi., M.Si.
50