Professional Documents
Culture Documents
Disusun Oleh :
JAKARTA
2022
A. latar Belakang
Pertambahan usia padaindividu merupakan suatu proses fisiologis yang akan terjadi
pada manusia, pada proses penuaan seseorang akan mengalami masalah baik secara
fisik maupun mental (Fitriani, 2014). Menua adalah proses alami yang disertai
dengan adanya penurunan kondisi fisik serta penurunan fungsi organ tubuh.
Gangguan tidur atau insomnia merupakan salah satu gangguan yang paling sering
dialami lanjut usia. Sekitar 60% lansia mengalami insomnia atau sulit tidur (Saragih,
2010). Hal ini diikuti dengan perubahan emosi secara psikologis dan kemunduran
kognitif seperti suka lupa dan hal-hal yang mendukung lainnya kecemasan yang
berlebihan, kepercayaan diri menurun, insomnia, juga kondisi biologis yang semuanya
saling berinteraksi satu sama lain.
Masalah yang muncul pada lansia yang mengalami insomnia yaitu kesulitan untuk
tidur, sering terbangun lebih awal, sakit kepala di siang hari, kesulitan
berkonsentrasi, dan mudah marah.
Dampak yang lebih luas akan terlihat depresi, insomnia juga berkontribusi pada saat
mengerjakan pekerjaan rumah maupun berkendara,serta aktivitas sehari-hari dapat
terganggu (Rafiudin, 2004 dalamUtami, 2015).
Jika lansia kurang tidur yaitu persaan bingung, curiga, hilangnya produktifitas kerja,
serta menurunnya imunitas. Kurang tidur menyebabkan masalah pada kualitas hidup
lansia, memperburuk penyakit yang mendasarinya, mengubah perilaku, suasana hati
menjadi negatif, mengakibatkan kecelakaan, seperti terjatuh, serta kecelakaan dalam
rumah tangga. Insomnia juga dapat menyebabkan kematian pada lansia (fitriani,2014)
BAB II
Lansia
1. Definisi
Usia lanjut adalah suatu tahap akhir dari siklus kehidupan manusia dan
Merupakan bagian dari proses kehidupan yang tidak dapat dihindarkan dan
akan dialami oleh setiap individu. Berdasarkan kriteria Badan Kesehatan
Dunia (WHO) membagi batasan usia lansia menjadi: kelompok usia 45 59
tahun sebagai usia pertengahan (middle elderly), kelompok usia 60 74 tahun
disebut lansia (elderly), kelompok usia 75 90 tahun disebut tua (old), dan
usia di atas 90 tahun disebut sangat tua (very old). Berdasarkan UU No. 13
Tahun 1998 menyatakan bahwa lanjut usia adalah seseorang yang telah
mencapai usia 60 tahun ke atas (Rohana, 2011).
Penurunan anatomik dan fungsi organ lebih tepat jika tidak
dikaitkan ke dalam umur kronologik akan tetapi dengan umur biologiknya.
Dengan kata lain, mungkin seseorang dengan usia kronologik baru mencapai
usia dewasa akhir, tetapi sudah menunjukkan berbagai penurunan anatomik
dan fungsional yang nyata akibat umur biologiknya yang sudah lanjut sebagai
akibat tidak baiknya faktor nutrisi, pemeliharaan kesehatan, dan kurangnya
aktivitas.
Menua adalah proses menghilangnya secara perlahan kemampuan jaringan
untuk memperbaiki diri atau mengganti diri dan mempertahankan struktur
dan fungsi normalnya sehingga tidak dapat bertahan terhadap paparan dan
memperbaiki kerusakan yang diderita (Darmojo, 2006).
2. Epidemologi
ering terjadi pada lansiaApabila keseimbangan postural lansia tidak
terkontrol,
maka akan dapat meningkatkan pada meliputi faktor intrinsik (host) dan
faktor ekstrinsik (environmental). Faktor intrinsik terdiri dari: permasalahan
keseimbangan dan berjalan, kelemahan otot, riwayat jatuh sebelumnya,
penggunaan alat bantu, permasalahan penglihatan, radang sendi, depresi,
permasalahan kognitif, serta usia lebih dari 80 tahun. Faktor ekstrinsik
meliputi: penggunaan alas kaki yang tidak tepat, permukaan lantai yang licin
atau kasar, pencahayaan yang kurang, serta banyaknya hambatan yang
terdapat pada lingkungan (Rubenstein, 2002).
Setiap tahunnya terdapat satu per tiga lansia di dunia yang berumur di atas 65
tahunJatuh dan osteoporosis secara bersamaan mengakibatkan terjadinya
fraktur panggul pada lansia. Sebanyak 38% lansia yang jatuh dan dirawat di
rumah sakit mengalami fraktur panggul dan 90% kejadian fraktur panggul
dialami oleh lansia berumur 70 tahun ke atas (British Columbia, 2004).
Sekitar satu per empat kematian di AS disebabkan oleh jatuh dan terjadi pada
13% populasi lansia yang berusia di atas 65 tahun. Sekitar 30-73% lansia
yang mengalami jatuh cenderung akan terjadi jatuh yang berulang. Jatuh
yang berulang menjadi alasan utama ketergantungan lansia pada lingkungan
sekitar. Efek panjang yang dirasakan lansia yaitu berkurangnya rasa percaya
diri, depresi, hingga terisolasi secara sosial (Josephson, 2006).
3. KESEIMBANGAN
a. Definisi
Keseimbangan merupakan kemampuan relatif untuk mengontrol pusat
gravitasi (center of gravity) atau pusat massa tubuh (center of mass)
terhadap bidang tumpu (base of support ). Pusat gravitasi (center of
gravity) adalah suatu titik dimana massa dari suatu obyek terkonsentrasi
berdasarkan tarikan gravitasinya. Pada manusia normal, pusat gravitasi
terletak di perut bagian bawah dan sedikit di depan sendi lutut. Agar
dapat menjaga keseimbangan, pusat gravitasi tersebut harus berpindah
untuk mengompensasi gangguan yang dapat menyebabkan orang
kehilangan keseimbangannya (Barnedh, 2006).
Keseimbangan melibatkan berbagai gerakan di setiap bagian tubuh dan
didukung oleh sistem muskuloskeletal serta bidang tumpu. Tujuan tubuh
mempertahankan keseimbangan, yaitu untuk menyangga tubuh melawan
gaya gravitasi dan faktor eksternal lain, untuk mempertahankan pusat
massa tubuh agar sejajar dan seimbang dengan bidang tumpu, serta
menstabilkan bagian tubuh ketika tubuh lain bergerak (Irfan, 2012).
Kemampuan untuk menyeimbangkan massa tubuh dengan bidang tumpu
akan membuat manusia mampu untuk beraktivitas secara efektif dan
efesien (Yuliana, 2014).
b. Fisiologi Keseimbangan
Keseimbangan tercipta apabila terdapat integritas antara tiga sistem
sensorik(visual, vestibular, dan proprioseptif), sistem saraf pusat sebagai
unit pemroses (central processing), serta sistem neuromuskuloskeletal
sebagai efektor melalui respon motorik untuk merespon perubahan
gravitasi, pergerakan linear atau angular, dan perubahan lingkungan.
Sistem proprioseptif memiliki peranan dalam menjaga keseimbangan
postural dan memiliki hubungan dengan traktus spinoserebralis posterior
dan anterior. Traktus ini membawa informasi proprioseptif dan postural
dari ekstremitas bawah. Sinyalsinyal yang dijalarkan dalam traktus
spinoserebralis posterior terutama berasal dari kumparan otot dan
sebagian kecil berasal dari reseptor somatik di seluruh tubuh, seperti
organ tendon Golgi, reseptor taktil yang besar pada kulit, dan reseptor-
reseptor sendi. Semua sinyal ini memberitahu serebelum tentang
bagaimana keadaan (1) kontraksi otot, (2) derajat ketegangan tendon otot,
(3) posisi dan kecepatan gerakan bagian tubuh, dan (4) kekuatan kerja
pada permukaan tubuh (Guyton, 2008). Traktus ini kemudian naik di
medulla spinalis ipsilateral masuk ke pedunkulus serebelum inferior dan
berakhir di serebelum. Traktus spinoserebralis anterior menerima
masukan somatosensorik dari batang tubuh dan ekstremitas atas, masuk
ke radiks dorsalis, traktus tersebut menyilang dan naik ke serebelum
melalui pedunkulus serebelum superior. Traktus ini membawa informasi
proprioseptif dari batang tubuh dan ekstremitas atas dan sebagian kecil
ekstremitas bawah (Barnerdh, 2006).Batang otak juga memiliki sistem
dalam mengatur gerakan seluruh tubuh dan keseimbangan. Sistem
keseimbangan postural melibatkan nuklei retikular pontin dan nuklei
retikular medular. Kedua rangkaian ini berfungsi secara antagonistik satu
sama lain dimana nuklei retikular pontin akan merangsang otot-otot
antigravitasi dan nuklei retikular medular berfungsi untuk merelaksasi
otot yang sama (Guyton, 2008).
Nuklei retikular pontin menjalarkan sinyal eksitasi menuju medula
melalui traktus retikulospinal pontin pada kolumna anterior medula
spinalis. Serabut-serabut dari jaras ini berakhir pada neuron-neuron
motorik bagian medial dan anterior yang merangsang otot-otot aksial
tubuh yang berfungsi untuk melawan gravitasi, meliputi: otot-otot
kolumna vertebra dan otot-otot ekstensor dari anggota tubuh. Sebaliknya
nuklei retikular medular menjalarkan sinyal inhibitorik ke neuron-neuron
motorik anterior antigravitasi yang sama melalui traktus yang berbeda,
yaitu traktus retikulospinal medula yang terletak pada kolumna lateralis
medula spinalis. Nuklei retikular medular menerima input kolateral yang
kuat dari traktus kortikospinal, traktus rubrospinal, dan jaras motorik
lainnya dan secara normal semua sistem ini mengaktifkan sistem
inhibitorik retikular medular untuk memberikan umpan balik sinyal
eksitasi dari sistem retikular pontin, sehingga dalam keadaan normal,
otot-otot tidak tegang secara abnormal (Guyton, 2008).
Seluruh nuklei vestibular, fungsinya berkaitan dengan nuklei retikular
Ponti yang kuat ke otot-otot antigravitasi melalui traktus
vestibulospinalismedialis dan lateralis dalam kolumna anterior medulla
spinalis. Peran spesifik dari nuklei vestibular adalah untuk mengatur
secara selektif sinyal-sinyal eksitatorik dari berbagai otot antigravitasi
untuk menjaga keseimbangan sebagai responnya terhadap sinyal dari
apparatus vestibular (Guyton, 2008). Traktus vestibulospinalis lateralis
mendapatkan informasi lewat macula (utrikulus dan sakulus) dan berperan
dalam percepatan linear. Pada waktu gerakan percepatan linear tersebut
terjadi eksitasi neuron motorik ekstensor dan inhibisi neuron motorik
fleksor. Sedangkan traktus vestibulospinalis medial menjalar ke medulla
spinalis servikal dan torakal atas fasikulus longitudinalis medial. Traktus
vestibulospinalis medial terutama berfungsi mengatur refleks
vestibulospinal untuk stabilisasi kepala dan mata, traktus ini
menghubungkan kanalis
semisirkularis ke neuron motorik servikalis yang menginervasi otot-otot
leher (Barnerdh, 2006).
Jika seseorang berdiri di atas permukaan yang tidak bergerak dengan
lapang visual yang stabil, maka input visual dan somatosensorik
mendominasi kontrol orientasi dan keseimbangan karena mereka
merupakan sistem keseimbangan yang lebih sensitif dari sistem vestibular
terhadap perubahan posisi tubuh yang halus. Sistem somatosensorik
khususnya proprioseptif lebih sensitif terhadap perubahan cepat dari
orientasi tubuh, sedangkan sistem visual lebih sensitif terhadap perubahan
posisi yang lebih lambat. Sedangkan bila seseorang berdiri di atas
permukaan yang bergerak atau miring, otot-otot batang tubuh dan
ekstremitas bawah berkontraksi dengan cepat untuk mengembalikan pusat
gravitasi tubuh ke posisi seimbang. Dalam hal ini yang berperan adalah
sistem proprioseptif dan vestibular. Sistem vestibular terutama berperan
dalam perubahan posisi yang lambat. Sedangkan perubahan posisi yang
cepat terutama dikompensasi oleh sistem proprioseptif (Barnerdh, 2006).
4. Komponen-Komponen Pengontrol Keseimbangan
a. Sistem Visual
Penglihatan merupakan sumber utama informasi tentang
lingkungan dan penglihatan berperan dalam mengidentifikasi dan
mengatur jarak sesuai dengan tempat kita berada. Penglihatan muncul
ketika mata menerima sinar yang berasal dari obyek sesuai jarak pandang
(Irfan, 2012). Sistem visual juga memberikan informasi mengenai posisi
kepala, penyesuaian kepala untuk mempertahankan penglihatan, dan
mengatur arah serta kecepatan pergerakan demineralisasi dan menjadi
terpecah-pecah. Hal ini mengakibatkan penurunan kemampuan dalam
menjaga respon postural terhadap gravitasi dan pergerakan linear. Selain
itu terjadi pula atrofi sel rambut disertai pembentukan jaringan parut dan
setelah usia di atas 70 tahun terjadi penurunan sebanyak 20% jumlah sel
rambut di makula dan 40% di krista ampularis kanalis semisirkularis
(Barnedh, 2006).
Sistem somatosensori memberikan informasi tentang posisi tubuh
dan kontak dari kulit melalui tekanan, taktil sensor, getaran, serta
proprioseptor sendi dan otot. Sensasi kulit melalui sentuhan, getaran dan
tekanan sensor penting dalam setiap aktivitas seharihari, terutama yang
melibatkan gerakan. Sensitivitas kulit berkurang dengan bertambahnya
usia. Kurangnya masukan dari taktil, tekanan dan getaran reseptor
membuatnya sulit untuk berdiri atau berjalan dan mendeteksi perubahan
dalam pergeseran, yang penting dalam menjaga keseimbangan
(Suadnyana, 2013).
Lansia juga mengalami penurunan dalam kemampuan motorik. Hal
ini berhubungan dengan penurunan terhadap kontrol neuromuskular,
perubahan sendi, dan struktur lainnya. Menurunnya sistem
muskuloskeletal berpengaruh terhadap keseimbangan tubuh lansia
karena terjadinya atropi otot yang menyebabkan penurunan kekuatan
otot, terutama ekstremitas bawah, sehingga menyebabkan langkah kaki
lansia menjadi lebih pendek,
jalan menjadi lebih lambat, tidak dapat menapak dengan kuat dan
cenderung mudah goyah, serta ada kecenderungan untuk tersandung.
Hal ini mengakibatkan lansia menjadi kurang percaya diri dan lebih
berhati-hati dalam berjalan. Penurunan kekuatan otot pelvis dan tungkai
juga menjadi faktor kontribusi bagi penurunan respon postural tersebut.
Secara bersamaan, hampir seluruh gerakan menjadi tidak elastis dan
halus. Gangguan motorik ini utamanya disebabkan oleh mulai
hilangnya neuron-neuron di medulla spinalis, otak, dan serebelum (Siti,
2009)
4. Resiko Jatuh
1. Definisi
Jatuh merupakan suatu kejadian yang dilaporkan penderita atau
saksi mata, yang melihat kejadian mengakibatkan seseorang mendadak
terbaring/terduduk di lantai/tempat yang lebih rendah dengan atau tanpa
kehilangan kesadaran atau luka (Darmojo, 2004).
Jatuh merupakan suatu kejadian yang menyebabkan subyek yang sadar
menjadi berada di permukaan tanah tanpa disengaja. Dan tidak termasuk
jatuh akibat pukulan keras, kehilangan kesadaran, atau kejang. Kejadian
jatuh tersebut adalah dari penyebab yang spesifik yang jenis dan
konsekuensinya berbeda dari mereka yang dalam keadaan
2. Faktor Resiko
a. Faktor Instrinsik
Faktor instrinsik adalah variabel-variabel yang menentukan
mengapa seseorang dapat jatuh pada waktu tertentu dan orang lain
dalam kondisi yang sama mungkin tidak jatuh (Stanley, 2006).
Faktor intrinsik tersebut antara lain adalah gangguan
muskuloskeletal misalnya menyebabkan gangguan gaya berjalan,
kelemahan ekstremitas bawah, kekakuan sendi, sinkope yaitu
kehilangan kesadaran secara tiba-tiba yang disebabkan oleh
berkurangnya aliran darah ke otak dengan gejala lemah,
penglihatan gelap, keringat dingin, pucat dan pusing
(Lumbantobing, 2004).
c. Kematian
6. Pencegahan
Menurut Tinetti (1992), yang dikutip dari Darmojo (2004), ada 3 usaha
pokok untuk pencegahan jatuh yaitu :
a. Identifikasi Faktor Resiko
Pada setiap lanjut usia perlu dilakukan pemeriksaan untuk
mencari adanya faktor instrinsik risiko jatuh, perlu dilakukan
assessment keadaan sensorik, neurologis, muskuloskeletal dan
penyakit sistemik yang sering menyebabkan jatuh.
Keadaan lingkungan rumah yang berbahaya dan dapat
menyebabkan jatuh harus dihilangkan. Penerangan rumah harus
cukup tetapi tidak menyilaukan. Lantai rumah datar, tidak licin,
bersih dari benda-benda kecil yang susah dilihat, peralatan rumah
tangga yang sudah tidak aman (lapuk, dapat bergerser sendiri)
sebaiknya diganti, peralatan rumah ini sebaiknya diletakkan
sedemikian rupa sehingga tidak mengganggu jalan/tempat aktivitas
lanjut usia. Kamar mandi dibuat tidak licin sebaiknya diberi
pegangan pada dindingnya, pintu yang mudah dibuka. WC
sebaiknya dengan kloset duduk dan diberi pegangan di dinding.
FAKULTAS ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS ISLAM ASSYA’FIIYAH
PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN
I. IDENTITAS
A. Nama : Tn. A F. Jenis Kelamin :Laki-laki
B. Umur : 68 th G. Suku : Jawa
C. Alamat : Lombok timur, lenek H. Agama : Islam
D. Pendidikan : SD I. Status perkawinan : Kawin
E. Tanggal Pengkajian : 10 Mei-2022
II. RIWAYAT KESEHATAN SAAT INI
Status Kesehatan saat ini
- Tn. A mengatakan kaki sebelah Kiri dan tangan kiri mengalami kelemahan,
kesemutan/kebas dan nyeri kepala. Kelemahan pada kaki dan tangan kirinya
membuat dirinya kesulitan dalam beraktifitas
Riwayat kesehatan masa lalu
- Tn. A mengatakan dirinya ada riwayat hipertensi
Riwayat kesehatan keluarga ( Genogram )
Laki-laki
Perempuan
Klien
Meninggal
Tinggal dengan
V. ELIMINASI
- Sebelum sakit :
BAB teratur setiap hari pada pagi hari. BAK lancar kurang lebih 1-2 kali/hari.
- Saat sakit : BAB tidak lancar. BAK 5-6 kali/hari
d. Leher :
Tidak ada pembesaran kelenjar tiroid dan kelenjar limfe, tidak ada
peningkatan JVP
e. System pernafasan :
I : Simetris, tidak ada lesi, terdapat penggunaan otot intercosta
P :Pengembangan dada kanan= kiri
P : Bunyi Sonor
A : Suara vesikuler
f. System kardiovaskuler :
I : Iktus kordis tidak tampak
P : Tidak ada pembesaran jantung
P : Bunyi pekak
A : Terdengar bunyi jantung S1 dan S2
g. System gastrointestinal :
tidak ada nyeri ulu hati, tidak ada diare dan konstipasi
h. System perkemihan :
Tidak terpasang kateter, tidak ada distensi kandung kemih, tidak ada lesi dan
nyeri tekan
i. System reproduksi :
Tidak ada kelainan pada genetalia, tampak bersih dan tidak ada lesi
j. System musculoskeletal :
Tn. A mengeluh kaki kiri dan tangan kiri mengalami kesemutan dan
kelemahan.
(5) (2)
k. System persarafan :
GCS : 15
k. System endokrin :
Tidak ada perubahan pigmentasi, tidak ada keluhan poliphagi, polidipsi dan
poliuri
a. 130 : Mandiri
c. 60 : Ketergantungan total
Mandiri : 20
Ketergantungan ringan : 12 – 19
Ketergantungan sedang : 9 – 11
Pergerakan
Berjalan √ ________
Toilet
Perawatan diri
Aktivitas tangan
Menulis √ ________
Pekerjaan
Avocasional
Keterangan :
1. Tidak sakit
2. Sakit ringan
3. Sakit sedang
4. Sakit berat
Tingkat kesulitan
1. Sangat mudah
2. Mudah
3. Sedang
4. Sulit
5. Sangat sulit
Score =
Interprestasi :
Salah 0 – 3 : Fungsi intelektual utuh
Salah 4 – 5 : Kerusakan intelektual ringan
Salah 6 – 8 : Kerusakan intelektual sedang
Salah 9 – 10 : Kerusakan intelektual berat
coklat
mawar
tetes mata
3 Perhatian 5 2 Minta klien untuk memulai dari angka
dan 100 kemudian dikurangi 7 sampai 5
Klien hanya
kalkulasi kali/tingkat
bisa
menyebutkan
sampai 93
dengan 86
angka 86 79
72
65
4 Mengingat 3 3 Minta klien untuk mengulagi ketiga
obyek pada No. (registrasi) tadi. Bila
Klien dapat
benar, 1 point untuk masing- masing
menyebutkan
obyek
semuanya
Pernyataan benar
minta klien untuk mengikuti perintah
berikut yang terdiri dari 3 langkah : “
ambil kertas di tangan kanan anda, lipat
dua dan taruh di lantai “
Interprestasi hasil :
Tidak 0
Tidak 0
Tidak 0
6. Status mental :
- Lansia menyadari kondisi dirinya sendiri/
0 0
normal
- Lansia mengalami penurunan/ keterbatasan 15
kognitif
TOTAL SKOR 35
Katagori :
Risiko tinggi ≥ 51
10 - 15 : Depresi berat
6 – 9 : Depresi sedang
0 – 5 : Depresi ringan
ANALISA DATA
Diagnosa Keperawatan
1 Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1. Kaji tanda-tanda vital klien. 1. Untuk mengetahui keadaan umum klien.
3x24 jam masalah gangguan mobilitas fisik 2. Kaji kemampuan klien 2. Sebagai dasar untuk memberikan latihan gerak
dapat teratasi dengan kriteria hasil : dalam melakukan aktifitas. pasien.
a. Adanya peningkatan dalam pemenuhan 3. Bantu klien dalam 3. Membantu memenuhi kebutuhan ADL klien.
ADL secara mandiri. pemenuhan ADL. 4. Untuk meningkatkan kekuatan otot
b. Klien dapat melakukan aktifitas secara 4. Lakukan dan ajarkan ROM 5. Mendukung klien untuk memenuhi kebutuhan
bertahap. pada pasien ADL.
c. Kekuatan otot meningkat 5. Kolaborasi dengan keluarga.
d. Kaki kiri dan tangan kiri dapat digerakkan
secara bertahap
2 Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1. Kaji hambatan terhadap 1. Untuk mengetahui apa saja hambatan klien dalam
1x24 jam, masalah personal hygiene klien partisipasi dalam perawatan melakukan perawatan dirinya.
teratasi dengan kriteria hasil : diri. 2. Mempertahankan kebersihan diri klien.
2. Anjurkan melakukan 3. Mendukung kemandirian fisik atau emosional.
a. Klien dapat mengenal tentang pentingnya
perawatan diri secara
konsisten sesuai 4. Menambah pengetahuan klien pentingnya
kebersihan diri.
kemampuan. perawatan diri.
b. Klien dapat melakukan perawatan diri baik
3. Pertahankan mobilitas,
secara mandiri atau dibantu
kontrol terhadap nyeri dan
c. Klien dapat mempertahankan kebersihan
program latihan.
dirinya. 4. Diskusikan Bersama klien
tentang pentingnya
kebersihan diri dengan cara
menjelaskan pengertian
tentang arti bersih dan
tanda-tanda bersih
3 Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1. Anjurkan klien berhati-hati 1. Sikap yang tidak berhati-hati memicu tingkat cidera
1x24 jam risiko jatuh berkurang dengan kriteria saat berdiri dan berjalan. yang tinggi.
hasil : 2. Anjurkan klien duduk 2. Dengan cara duduk bias mengurangi rasa nyeri.
apabila nyeri saat berdiri 3. Meminimalisir rasa nyeri dan membantu
a. Identifikasi bahaya lingkungan yang dapat
atau berjalan. mempermudah dalam berjalan atau aktifitas
meningkatkan kemungkinan cidera.
3. Fasilitasi klien dalam lainnya.
b. Identifikasi tindakan preventif atas bahaya
penggunaan alat bantu 4. Untuk meminimalisir terjadinya cedera
tertentu
dengan kruk atau kursi roda.
4. Ciptakan lingkungan yang
c. Klien dapat mengetahui cara yang tepat aman
dalam melindungi diri sendiri dari cidera.
NO TGL IMPLEMENTASI EVALUASI
DX
O:
S : 36,7℃ N: 90x/mnt
O:
5 3
5 3
3. Mengkaji kemampuan
S: klien mengatakan kurang mampu
klien dalam melakukan
melakukan aktivitas secara mandiri,
aktivitas
O: pergerakkan pada ektremitas
4. Membantu dalam
bawah terbatas
pemenuhan ADL
S:
O:
3. Melakukan ROM
O: