You are on page 1of 53

BAB 5

MODEL HIDRODINAMIKA
TIGA DIMENSI

Model hidrodinamika yang disajikan dalam bab ini adalah


model hidrodinamika tiga dimensi Princeton Ocean Model (POM)
yang diterapkan pada perairan Pantai Semarang. Kajian terhadap
arus pada perairan pantai Semarang dipisahkan atas dua bagian
utama, yakni: pertama, arus yang dibangkitkan oleh pasang surut,
dan pasut digabung angin yang ditujukan sebagai bagian dari
verifikasi model dan kedua, sirkulasi arus yang dibangkitkan oleh
angin.
Seperti yang sudah dinyatakan di atas bahwa model sirkulasi
arus yang diterapkan dalam penelitian ini adalah model
hidrodinamika Princeton Ocean Model (POM) yang sedang
dikembangkan oleh Mellor dan kawan-kawan dari Universitas
Princeton USA.
Penerapan model POM pada perairan pantai Semarang,
terlebih dahulu dilakukan pengujian model POM terhadap beberapa
syarat batas terbuka. Untuk domain model yang sederhana
(misalnya saluran sederhana), penerapan syarat batas terbuka
gravity-wave radiation; explicit (GWE), syarat batas terbuka
gradien (GRD) dan syarat batas Orlanski Radiation Implisit (ORI).
Secara ringkas tahapan dari kegiatan penelitian model
hidrodinamika tiga dimensi disajikan dalam bentuk diagram alir
pada Gambar 5.1.
Prinsip-prinsip dasar dari model POM adalah sebagai berikut
(Mellor,1998):
 Mengandung sub-model turbulensi tertutup untuk
memberikan koefisien percampuran vertikal.
 Koordinat vertikalnya menggunakan model koordinat
sigma yang diskalakan terhadap kedalaman kolom air.
 Grid horizontal dimungkinkan untuk menggunakan
koordinat kurvalinier orthogonal dan menerapkan
pembaganan “Arakawa C”.
 Diferensial horizontal dari model dalam diskritisasinya
menggunakan skema eksplisit , sedangkan differensial
65
65
vertikalnya menggunakan skema implisit.
Digunakannya skema implisit untuk diferensial vertikal
bertujuan untuk mengeliminasi keterbatasan yang
disebabkan oleh langkah waktu dalam perhitungannya,
sehingga dengan demikian dimungkinkan untuk
menggunakan resolusi vertikal yang lebih halus pada
lapisan batas permukaan dan dasar.
 Model memiliki permukaan bebas dan menggunakan
metode pemisahan langkah waktu. Dalam perhitungan
model dipisahkan menjadi dua bagian langkah waktu,
yakni eksternal dan internal. Bagian model eksternal
dari model adalah dua-dimensi dan menggunakan
langkah waktu pendek berdasarkan pada kondisi CFL
(Courant Friedrichs Levy) dan laju gelombang
eksternal. Model internal adalah tiga-dimensi dan
menggunakan langkah waktu panjang bergantung pada
kondisi CFL dan laju gelombang internal.
 Dalam model secara lengkap kondisi thermodinamik
juga telah diimplementasikan.

Mulai

Penelitian Lapangan Uji Sensitivitas Verifikasi


HidrodinamikaPOM HidrodinamikaPOM

Syarat batas Kedalaman Koefisien


perairan gesekan dasar

Model Lain Data


lapangan

Pengembangan Model
Untuk Perairan Pantai
Semarang

Analisa

Selesai

Gambar 5.1. Diagram alir penelitian pengembangan model hidrodinamika tiga


dimensi
66
66
Sub-model turbulen tertutup merupakan salah satu
komponen yang juga dimasukkan ke dalam model (Mellor,1973)
dan secara signifikan telah dikembangkan dalam kolaborasinya
dengan Tesuji Yamada (Mellor dan Yamada,1974; Mellor dan
Yamada,1982). Model turbulen tertutup Mellor-Yamada
dikembangkan berdasarkan pada hipotesis turbulen dari Rotta dan
Kolmogorov yang diperluas untuk kasus aliran berstratifikasi.
Dalam penerapan model di perairan Semarang, data elevasi dan
kecepatan arus yang digunakan sebagai masukan dan verifikasi
model adalah data lapangan.

5.1. Persamaan Dasar Arus


Sistim koordinat  yang diperlihatkan pada Gambar 5.2
dipakai dalam model POM sebagai dasar untuk menurunkan
persamaan pengatur gerakan hidrodinamika dan angkutan aliran.

Gambar 5.2. Sistim koordinat . (Sumber: Mellor, 1998.)

Transformasi koordinat dari koordinat kartesian menjadi koordinat


sigma adalah sebagai berikut:
z 
x* = x , y* = y ,   , t* = t (5.1)
H 
dimana :
x,y,z = koordinat Cartesian,
D  H  ,
H(x,y) = topografi dasar perairan,
 ( x, y, t ) = elevasi muka air,
x*, y*, , t* = koordinat sigma.

67
67
Koordinat sigma () memiliki kisaran dari  = 0 pada
z   (permukaan perairan) hingga  = -1 pada z = -H (dasar
perairan).
Melalui konversi kekoordinat  tersebut selanjutnya
persamaan kontinuitas, persamaan momentum, persamaan keadaan
dan persamaan konveksi-difusi dapat dinyatakan sebagai berikut
(Mellor, 1998):

DU DV  
   0 (5.2)
x y  t
UD U 2 D UVD U  gD 2 0  '  ' D ' 
t  o   x D x  ' 
    fVD  gD   d '
t x y 
  K M U 

  D    Fx
 
(5.3)
VD UVD V D V2
 gD 0  '  ' D ' 
2

y  o   y D y  ' 
    fUD  gD   d '
t x y 
  K M U 
  Fy
  D  
(5.4)
TD TUD TVD T   K H T  R
       FT 
t x y    D   z
(5.5)
SD SUD SVD S   K H S 
    F
t x y    D   S
(5.6)
q D Uq D Vq D q
2 2 2 2
K
  q q 2 
   
t x y    D  
2 K M  U 
2
 V   2 g
2 ~ 2 Dq 3

      K   Fq
D         o H  B1l
(5.7)

68
68
dan persamaan model turbulen:
q 2 lD Uq 2 lD Vq 2 lD q 2 l   Kq q 2 l 
    
t x y  s  D  
K  U  2  V  2  g ~ ~

 E1l  M         E K  W  Fl
 D        3
 o H  
(5.8)
Dalam persamaan (5.2)  merupakan transpormasi
kecepatan vertikal, secara fisik merupakan komponen arah normal
terhadap permukaan  . Dalam koordinat kartesian kecepatan
vertikal tersebut adalah:
 D    D   D 
W    U     V      
 x x   y y  t t
(5.9)
Pada persamaan (5.3) dan (5.4) suku viskositas dan difusi
horizontal dinyatakan dengan:
 
Fx   H xx    H xy  (5.10)
x y
 
Fy   H xy    H yy  (5.11)
x y
dimana :
U
 xx  2 AM ; (5.12)
x
 U V 
 xy   yx  AM   ; (5.13)
 y x 
V
 yy  2 AM (5.14)
y
Kemudian juga bila  bisa mewakili T,S,q2 atau q2l maka:
 
F   Hq x    Hq y  (5.15)
x y
dimana :

q x  AH ; (5.16)
x

q y  AH (5.17)
y
69
69
5.2. Gelombang Permukaan
Gelombang permukaan ini lebih sering dikatakan sebagai
gelombang angin, dimana secara umum dicirikan oleh tinggi
gelombang signifikan H s , perioda gelombang signifikan Ts , dan
panjang gelombang signifikan Ls . Ketiganya didefenisikan sebagai
rata-rata tinggi, perioda dan panjang gelombang dari sepertiga
tinggi gelombang yang lebih tinggi (Rivera, 1997).
Tinggi gelombang signifikan H s menurut CERC (1984) dan
Bouws (1986) dapat ditentukan berdasarkan hubungan empirisnya
dengan angin, yakni :
 0 , 42 
  gF  
0,0125  
0,283 W 2   gh  
0 , 75
  W2  
Hs  tanh 0,53 2   tanh  0 , 75 
g   W    tanh 0,53 gh   
   2  
   W   
(5.18)
Dengan kaitannya dengan angin, perioda gelombang
signifikan dapat ditentukan berdasarkan hubungan berikut :
 0 , 25 
  gF  
0,077  2
7,54 W   gh 
0 , 375
   W  
Ts  tanh 0,833 2   tanh  0 , 375 
g  W    tanh 0,833 gh  
   2  
  W   
(5.19)
dimana F adalah jarak efektif angin W periode tertentu (fecth).
Sedangkan panjang gelombang siginifikan dapat ditentukan
berdasarkan hubungan eksplisit yang diberikan oleh Fenton dan
McKee (1990) berikut:
2/3
gTs2   
3/ 2
 2
Ls   tanh  h / g   (5.20)
2   T   
 s

Persamaan-persamaan gelombang permukaan ini akan


digunakan dalam menentukan tegangan geser dasar yang
disebabkan oleh gelombang yang akan digunakan pada perhitungan
transpor sedimen pada bab berikutnya.

70
70
5.3. Nilai Awal dan Syarat Batas
Nilai awal dan kondisi batas termasuk dua faktor utama yang
perlu diperhatikan dalam sebuah model, karena kedua faktor
tersebut akan mempengaruhi keakuratan hasil perhitungan.
Akan tetapi, satu dari sekian banyak permasalahan yang sulit
dalam pemodelan hidrodinamika secara numerik adalah dalam
menentukan syarat batas terbuka. Oleh karena itu, untuk mengatasi
hal tersebut beberapa penelitian telah melakukan dengan berbagai
bentuk variasi formulasi syarat batas terbuka (Arnold, 1987).
Pentingnya syarat batas tersebut karena sangat menentukan
keberhasilan pemodelan numerik. Dimana suatu model numerik
akan dapat dikembangkan dan digunakan secara efisien untuk
meneliti domain model regional dan pantai sangat ditentukan oleh
keberhasilan dalam pemberian syarat batas terbuka yang sempurna
(Marchesiello et al., 2001).
Tahapan simulasi model yang dijelaskan dalam buku ini
dilakukan atas dua tahapan ukuran model, yang disebut masing-
masing model besar dengan ukuran grid 500x500 m dan model
kecil dengan ukuran grid 50x50 m. Diskritisasi daerah model
disajikan dalam Gambar 5.3

Gambar 5.3. Diskritisasi daerah model (sumber. Suprijo, 1999)

71
71
5.3.1. Nilai Awal dan Syarat Batas Horizontal Model Besar
Saat awal simulasi model dilakukan kondisi perairan yang
ditinjau dianggap dalam keadaan tenang, yakni tanpa gangguan.
u=v=w==0 (5.21)
dalam bentuk numerik dapat dinyatakan sebagai berikut:
o o o o
ui,j,k  vi,j,k  wi,j,k  ζ i,j,k 0 (5.22)
Kecepatan aliran tegak lurus terhadap batas tertutup dapat
diasumsikan sama dengan nol, dengan demikian pada batas tertutup
tersebut dapat kita gunakan pendekatan “syarat batas semi-slip”
sebagai berikut :

0 (5.23)
n
Berbeda dengan syarat batas tertutup, penentuan syarat batas
terbuka lebih sulit. Syarat batas terbuka untuk model besar ini
digunakan syarat batas berikut:
a. Syarat batas elevasi () :
η ς (5.24)
dimana :  merupakan nilai elevasi yang diperoleh dari hasil
pengamatan di lapangan (data). Syarat batas elevasi ini digunakan
untuk mencari nilai elevasi pada batas terbuka sebelah Utara dari
model.
b. Syarat batas Gravity-wave radiation : Explicit (GWE):
 
 0 (5.25)
t x
bentuk nemurik dari persamaan GWE adalah :
 
 Bn1   Bn    Bn   Bn1 , (5.26)
dimana :
t
 c ,
x
c  gh
dimana: g = percepatan gravitasi, h = kedalaman perairan, t =
langkah waktu dan x = lebar grid horisontal.

5.3.2. Syarat Batas Horizontal Uji Model dan Model Kecil


Sama dengan syarat batas model besar, untuk uji model dan
model kecil juga diasumsikan bahwa kecepatan aliran normal

72
72
terhadap batas tertutup (darat) adalah nol (syarat batas semi-slip) ,
maka secara matematis dapat dinyatakan sebagai :

0 (5.27)
n
Untuk batas terbuka horisontal yang digunakan dalam uji
model dan model kecil dibagi atas dua bagian, yakni syarat batas
untuk elevasi dan syarat batas kecepatan sebagai berikut :
a. Syarat batas terbuka elevasi () :
Untuk uji model, syarat batas elevasi diterapkan dalam
bentuk suatu persamaan, sedangkan untuk model kecil diambil dari
hasil simulasi model besar, yakni :
η ς , (5.28)
dimana :  merupakan nilai elevasi yang diperoleh dari hasil model
besar. Karena ukuran grid model besar lebih besar dari grid model
kecil, maka penerapan elevasi yang diperoleh dari model besar
tersebut harus dilakukan interpolasi.
b. Syarat batas terbuka kecepatan:
Perhitungan batas terbuka untuk uji model dan horisontal
dalam model kecil ini digunakan beberapa pendekatan perumusan
syarat batas, yakni:
Syarat batas gradient (GRD) :

 0, (5.29)
x
bentuk numerik dari persamaan GRD adalah :
 nB1   nB11
Syarat batas Gravity-wave radiation: Explicit (GWE):
 
 0 (5.30)
t x
bentuk nemurik dari persamaan GWE adalah :
 
 Bn1   Bn    Bn   Bn1 ,
dimana :
t
 c ,
x
c  gh
Syarat batas Orlanski Radiation Implicit (ORI) sebagai berikut:
 
 0, (5.31)
t x
73
73
bentuk nemurik dari persamaan ORI adalah :
 
 Bn1   Bn1 1     2 Bn1 / 1    ,
dimana :
1 jika C L  1

  Bn11   Bn11
  C L jika 0  C L  1 C L  n 1 ,
  B 1   n 1
B 1  2  n
B2

0 jika C L  0
Penggunaan perumusan perhitungan batas terbuka kecepatan untuk
model kecil dipilih berdasarkan hasil analisa dari pengujian model.

5.3.3. Syarat Batas Vertikal


Kondisi batas vertikal untuk persamaan (5.2) adalah:
 0    1  0 ,0 (5.32)
Kondisi batas untuk persamaan (5.3) dan (5.4) adalah:
K M  U V 
 ,    wu 0,  wv0 ,   0 ,0 (5.33)
D    
dimana sisi sebelah kanan dari persamaan (5.33) merupakan nilai
masukan dari fluk momentum turbulen permukaan (komponen
gesekan berlawanan dalam tandanya). Sehingga persamaan (5.33)
dapat ditulis dalam bentuk berikut :
K M  U 
 
x
 (5.34a)
D   
K M  V 
 
y
 (5.34b)
D   
dimana :
C DWx Wx2  W y2
 
x
(5.35)
H
C DW y Wx2  W y2
 
y
(5.36)
H
  
C D  0,63  0,66 Wx2  W y2 10 3 (5.37)
dan untuk syarat batas dasar :
K M  U V 
 ,
D    
2

  Cz U  V
2

1/ 2
U ,V ,  1
(5.38)
74
74
harga Cz dapat diperoleh melalui beberapa pendekatan:
 k2 
C z  MAX  ,0.0025 (5.39)
 ln1   kb 1 H / z o 
2

g n2
C z  1/ 3 (5.40)
H
1
Cz  (5.41)
32log 148H 
2

dimana: k = 0,4 adalah konstanta von Karman dan zo adalah


parameter kekasaran, n = koefisien meaning, g = gravitasi.
Persamaan (5.39) s/d (5.41) digunakan untuk uji sensitifitas model,
seperti akan disajikan dalam sub bagian uji sensitifitas model.
Syarat batas untuk persamaan (5.5) dan (5.6) adalah:
K M  T S 
 ,    w 0 ,   0 (permukaan) (5.42)
D    
K M  T S 
 ,   0,   1 (dasar) (5.43)
D    
Syarat batas untuk persamaan (5.7) dan (5.8) adalah:
  
q 0, q l 0  B12 / 3u2 0,0
2 2
 (5.44)
q  1, q l  1  B
2 2
u  1,0
2/3 2
1   (5.45)

dimana B1 salah satu konstanta turbulen tertutup dan u adalah


gesekan kecepatan pada puncak atau dasar.

5.4. Persamaan Integrasi Vertikal


Persamaan pembangun dinamika sirkulasi perairan pantai,
mengandung gelombang gravitasi eksternal yang bergerak cepat
dan gelombang gravitasi internal yang bergerak lambat. Pemisahan
ini diperlukan sekali dalam hubungannya dengan penghematan
pemakaian komputer yakni melalui pemisahan persamaan integrasi
secara vertikal (mode eksternal) dari persamaan struktur vertikal
(mode internal). Teknik ini dikenal sebagai “splitting mode”
(Simons, 1974; Madala and Piacsek, 1977) membolehkan
perhitungan elevasi permukaan bebas dengan mengorbankan
sedikit waktu komputasi dengan menyelesaikan transpor kecepatan
secara terpisah dari perhitungan tiga dimensi kecepatan dan sifat
termodinamika.
75
75
Transpor kecepatan, persamaan mode eksternal didapatkan
dengan pengintegrasian persamaan mode internal terhadap
kedalaman. Dengan cara demikian dapat mengeliminasi seluruh
struktur vertikal. Selanjutnya melalui mengintegrasikan persamaan
(5.2) dari  = -1 sampai  = 0 dan menggunakan kondisi batas
pers. (5.35) dan pers. (5.36), sebuah persamaan untuk elevasi
permukaan dapat ditulis sebagai berikut (Mellor, 1998):

 U D V D
   0, (5.46)
t x y
Setelah diintegrasikan, persamaan momentum (5.3) dan (5.4),
menjadi:
2
U D U D U V D ~ 
   Fx  f V D  gD    wu 0    wu  1 
t x y x
gD o o   ' D  ' 
 o 1   x x  
+ Gx  D  ' d ' d

(5.47)
V D U V D V 2 D ~ 
   Fy  f U D  gD    wu0    wu 1 
t x y y
gD o o   ' D  ' 
 o 1   y y  
+ Gy  D  ' d ' d

(5.48)
Obverbars menandakan integrasi kecepatan secara vertikal seperti:
o
U   U d (5.49)
1

Komponen gesekan angin adalah   u0  dan   v0  ,


dan komponen gesekan dasar adalah:
~ ~
  u 1  dan   v 1  . Kuantitas Fx dan Fy
didefenisikan menurut:
~   U     U V 
Fx   H 2 A M    H A M    (5.50)
x  x  y   y  x 
 
~   V     U V 
Fy   H 2 A M    H A M    (5.51)
y  y  y  y x 
 

76
76
Suku dispersi didefenisikan menurut:
2
U D U V D ~ U 2 D UV D
Gx    Fx   Fx (5.52)
x y x y
2
U V D V D ~ UV D U 2 D
Gy    Fy    F y (5.53)
x y x y
Jika AM konstan dalam arah vertikal , maka suku “F” dan
(5.52) dan (5.53) diabaikan. Bagaimanapun, kita menghitung
variabel vertikal yang mungkin dalam difusi horizontal; termasuk
kasus jika tipe difusi Smagorinsky digunakan. Seluruh suku pada
sisi kanan dari (5.47) dan (5.48) dievaluasi pada masing-masing
langkah waktu internal dan dipertahankan konstan seluruh jumlah
langkah waktu eksternal .

5.5. Perhitungan Mode Tiga Dimensi (Internal)


Dalam perhitungan mode tiga dimensi (internal), variabelnya
dipisahkan ke dalam dua langkah waktu, yakni: langkah waktu
difusi vertikal dan langkah waktu adveksi ditambah difusi
horizontal. Penyelesaian numerik dari suku bentuk pertama (difusi
vertikal) adalah dengan cara implisit. Hal ini bertujuan untuk
mengakomodasi spasi vertikal yang kecil dekat dasar.
Sedangkan suku yang terakhir (adveksi ditambah difusi
horizontal) diselesaikan secara eksplisit. Untuk ilustrasi
penyelesaian tersebut di atas, diambil contoh penyelesaian
persamaan berikut:
DT 1   T  R
 Adv T   Dif T    KH  (5.54)
T D     
Adv(T) dan Dif(T) menyatakan suku adveksi dan difusi
horizontal. Penyelesaiannya dilakukan dalam dua langkah waktu.
Bagian Adveksi dan difusi horizontal didefrensialkan menurut:
~
D n1T  D n1T n1
 Adv T n   Dif T n1  (5.55)
2t
Bagian difusi vertikal didefrensialkan menurut:
~
D n1T n1  D n 1T 1   T n1  R
 n1  KH  (5.56)
2t D     
Akibat pembaganan diferensial waktu secara “leap frog”,
akan timbul penyimpang secara perlahan. Untuk mengatasi

77
77
permasalahan tersebut, maka penyelesaiannya diperhalus pada
masing-masing langkah waktu melalui penerapan filter Asselin
(1972), yakni berdasarkan persamaan berikut:

Ts  T 
2
T n 1
 2T n  T n1  (5.57)
dimana Ts adalah penyelesaian yang telah diperhalus, digunakan 
= 0.05. Teknik ini mengintrodusir sedikit peredaman pada solusi
dengan teknik langkah Euler-bacward atau forward.

5.6. Susunan Grid


Susunan grid (staggered grid) untuk mode eksternal
diperlihatkan dalam Gambar.5.3, sedangkan Gambar.5.4 untuk grid
internal. Operator advektif dalam persamaan (5.2) sampai (5.8) dan
(5.46) sampai (5.48) digambarkan dalam pengertian volume
terbatas; seperti persamaan (5.5) atau, operator Adv dalam (5.55),
dapat ditulis:
 T 
 AdvtT hx h y   x DhyUT    y DhxVT   hx h y 

(5.58)
DhyUT menggambarkan transpor T dan  x menyatakan diferensial
dalam kuantitas ini melalui bidang berlawanan dari elemen volume.
Diferensial kecepatan diselesaikan dalam langkah serupa akan
tetapi ditambahkan suku Coriolis dan lengkungan.
 U  ~
 Adv (U )hx h y   x Dhy    y DhxUV   hx h y  fVDhx h y

(5.59)
dimana:
 
~ V x h y U x h y  
f   (5.60)
hx h y hx h y

Persamaan (5.60) merupakan suku kurva.

VA(I,J+1)

Y
UA(I,J) (I,J) UA(I+1,J)

VA(I,J)
X

Gambar 5.4. Grid mode eksternal Dua-Dimensi. Sumber: Mellor,1988.


78
78
V(I,J+1,K)

Y T(I,J,K)
U(I,J,K) T(I,J, U(I+1,J,K)
Q(I,J,K)
K)

V(I,J,K)
X

Tampak mendatar

W(I,J+1,K)
Z(K)
Q(I,J,K+1)
Y
U(I,J,K) T(I,J,K) U(I+1,J,K) ZZ(K)

W(I,J,K Z(K+1)
X )Q(I,J,K+1)

Tampak vertikal

Gambar 5.5. Grid mode internal tiga-dimensi. Q mewakili KM, KH, Q2, atau
Q2L. T mewakili T, S, atau RHO. Sumber: Mellor,1988.

5.7. Pembatasan Langkah Waktu


Untuk model POM ini, langkah waktu yang digunakan dibagi
atas dua langkah waktu, yakni langkah waktu eksternal dan langkah
waktu internal. Pada perhitungan persamaan integrasi secara
vertikal (mode eksternal), langkah waktu dibatasi berdasarkan
syarat stabilitas komputasi Courant-Friedrichs-Levy (CFL):
1/ 2
1 1 1
t E   2 (5.61)
Ct x 2
y
dimana Ct = 2(gH)1/2 + Umax; Umax adalah kecepatan maksimum.
Kriteria langkah waktu untuk mode internal adalah:
1/ 2
1 1 1
t I   2 (5.62)
CT x 2
y

dimana: CT = 2C + Umax; C adalah kecepatan gelombang gravitasi


internal maximum umumnya berorde 2 m/dt, dan Umax adalah
kecepatan advektif maksimum. Untuk kondisi perairan pantai
khusus perbandingan langkah waktunya adalah
t I / t E  DTI / DTE, selalu memiliki faktor dari 50-80 atau lebih

79
79
besar, namun untuk penerapan di perairan pantai Semarang faktor
DTI/DTE yang digunakan adalah 10.
Batasan tambahan ditentukan oleh difusi horizontal:

1
1 1 1
t I   2 (5.63)
4 AH x 2
y
dan rotasi:
1 1
t I   (5.64)
f 2 sin 

dimana:
AH = difusi horizontal,
 = kecepatan sudut dari bumi, dan
Φ = latitude.

5.8. Metoda Penyelesaian Numerik


Model hidrodinamika yang akan dikembangkan berdasarkan
persamaan pengatur seperti yang disajikan pada subbagian
terdahulu, merupakan persamaan parsial yang simultan. Untuk
penerapannya ke dalam model, maka persamaan-persamaan
tersebut mesti terlebih dahulu diselesaikan dalam bentuk
persamaan numerik. Untuk penyelesaian persamaan pembangun
dilakukan melalui pendekatan beda hingga (finite difference).
Operasi pengurangan dan penjumlahan berdasarkan metoda beda
hingga didefenisikan seperti berikut (Blumberg dan Mellor, 1987):

 Δx   Δx 
F x  ,y,σy,   F  x- ,y,σy, 
2  2 
F x,y,σ,y    
x
(5.65)
2
 Δx   Δx 
F x  ,y,σy,   F  x- ,y,σy, 
2  2 
 x F x,y,σ,y    
Δx
(5.66)
F x  x, y, ,t   F x - x, y, ,t 
 x F x, y, ,t  
x
(5.67)
2x
y x
F x,y,σ,y   F x,y,σ,y   F x,y,σ,y 
xy x y
(5.68)

80
80
Operator „bar‟ dan „delta‟ menyatakan pembentukan
komutatif dan distributif aljabar. Variabel F(x,y,,t) dapat
n
dituliskan dalam bentuk Fi, j, k , x dan y merupakan selang grid
horisontal yang konstan.  merupakan selang grid vertikal yang
besarnya bervariasi sesuai dengan kebutuhan dan bertujuan untuk
mengurangi tingkat kesalahan yang mungkin disebabkan oleh
besarnya nilai selang pada grid tertentu. Dengan demikian, sebagai
contoh penggunaan, maka persamaan 5.2, 5.3 dan 5.4 dapat ditulis
menjadi :

x y
 t   x ( D U )   y ( D V )    ()  0 (5.69)
t x x x
x x y y y
 t ( D xU )   x ( D U U )   y ( D V U )  f V D
x  K x
x 
   (W U )  g D  x      Mx   (U ) n 1 
 D 
x
g (D ) 2  k  
  x   m1 / 2  m1 / 2   Fxn1 (5.70)
o  m1 
t y y y
y x x y y x
t (D V )   y (D U V )   y (D V V )  f U D
y  K y
y 
   (W V )  g D  y      My   (V ) n 1 
 D 
y
g (D ) 2  k  
  y   m1 / 2  m1 / 2   Fyn1 (5.71)
o  m1 

5.9. Uji Syarat Batas, Verifikasi dan Penerapan Model


5.9.1. Uji Syarat Batas dan Sensitifitas Model Pom
Pada bagian ini akan dijelaskan hasil kegiatan pengujian
syarat batas terbuka dan sensitifitas model POM terhadap
kedalaman dan koefisien gesekan dasar. Domain model yang
digunakan untuk seluruh uji ini adalah teluk sederhana (Gambar
5.6).

81
81
Gambar 5.6. Domain untuk Teluk sederhana

Dalam pengujian, teluk sederhana ini dibuat untuk berbagai


kedalaman yakni: 250, 25, 10 dan 2,5 m. Pada bagian mulut teluk
diberikan elevasi sinusoidal (   A cos  t  ) dengan amplitudo 1
m dan untuk kecepatan diterapkan syarat batas GRD, GWE dan
ORI secara bergantian untuk diuji. Simulasi model dilakukan
selama 36 hari dengan selang waktu (dt) satu (1) detik.

5.9.2. Uji Syarat Batas Terbuka


Agar hasil simulasi pada daerah model yang dibatasi lebih
realistis, maka pada batas terbuka dari domain komputasi harus
dimodelkan secara benar. Berbeda dengan batas darat (batas
tertutup) dimana aliran dapat dengan mudah dispesifikasikan
melalui transpor air adalah nol, aliran pada batas terbuka tidak
mudah untuk diprediksi. Transpor air masuk dan keluar dari batas
terbuka selama pasang surut harus dispesifikasikan seakurat
mungkin untuk memperoleh prediksi yang akurat pula (Rivera,
1997). Oleh karena itu maka diperlukan pengujian model terhadap
penggunaan syarat batas terbuka yang berbeda.
Pada bagian ini dilakukan pengujian penggunaan syarat batas
terbuka pada domain teluk sederhana (Gambar 5.7) dan perairan
pantai Semarang. Tiga syarat batas yang diuji masing-masing
adalah syarat batas: Gradien (GRD), Gravity-wave radiation:
Explicit (GWE) dan Orlanski radiation Implicit (ORI). Berdasarkan
hasil simulasi model pada domain model teluk sederhana dalam
untuk pengujian syarat batas terbuka, terlihat bahwa tidak terdapat
perbedaan hasil perhitungan yang signifikan akibat penerapan
ketiga syarat batas (GWE, GRD dan ORI) seperti yang
diperlihatkan dalam Gambar 5.7 sampai dengan Gambar 5.10.

82
82
Sedikit perbedaan hasil perhitungan terjadi saat penerapan
model pada kedalaman 2,5 m (Gambar 5.10). Dimana dalam
penerapan syarat batas GWE terjadi kenaikan mean sea level
(MSL) setinggi lebih kurang 0,2 m, sedangkan melalui penerapan
syarat batas GRD dan ORI hanya terjadi kenaikan MSL setinggi
lebih kurang 0,18 m. Hal ini berarti terjadi perbedaan melalui
penerapan syarat batas GRD dan ORI sebesar 0,02 m dari syarat
batas GWE. Oleh karena itu dapat dinyatakan bahwa penerapan
syarat batas GRD dan ORI pada daerah yang lebih dangkal lebih
baik jika dibandingkan dari pada penerapan syarat batas GWE.
Namun demikian secara keseluruhan untuk penerapan ketiga syarat
batas pada kedalaman domain model 2,5 m telah terjadi kenaikan
MSL, akan tetapi perbedaan kenaikan tersebut tidak terlalu
signifikan. Oleh karena itu penerapan ketiga syarat batas untuk
berbagai variasi kedalam domain tidak memberikan hasil yang
berbeda, dengan pengertian lain kenaikan MSL bukan merupakan
pengaruh syarat batas yang berbeda, tetapi disebabkan oleh
kedalaman.
Hasil pengujian pengaruh syarat batas terbuka pada
kedalaman domain 250 m, pada semua titik pencuplikan dan
untuk seluruh syarat batas yang diuji, diperoleh hasilnya sama
(Gambar 5.7). Selain itu, amplitudo elevasi muka air hasil simulasi
sama dengan amplitudo elevasi pada syarat batas terbuka, yakni 1,0
m. Dalam pengujian tiga syarat batas terbuka dengan kedalaman
domain model 25 m, hasil simulasi memperlihatkan perbedaan
amplitudo elevasi muka air, terutama sekali elevasi muka air pada
bagian dekat batas terbuka dengan elevasi muka air pada bagian
lebih jauh dari batas terbuka (Gambar 5.8.). Amplitudo elevasi
muka air yang lebih jauh dari batas terbuka memberikan hasil yang
lebih besar yakni sekitar 1,75 m. Hal ini berarti terjadi kenaikan
elevasi muka air sebesar 0,75 m. Kenaikan sebesar tersebut terjadi
karena adanya akumulasi antara gelombang datang dan gelombang
pantul. Pengaruh gelombang pantul tersebut lebih kecil untuk
daerah yang lebih dekat dengan batas terbuka.

83
83
(a)

(b)

(c)
Gambar 5.7. Elevasi muka air setelah simulasi model pada hari ke 36 dengan
penerapan syarat batas (a) ORI, (b) GWE dan (c) GRD pada teluk
sederhana dengan kedalaman 250 m.

84
84
(a)

(b)

(c)

Gambar 5.8. Elevasi muka air setelah simulasi model pada hari ke 36 dengan
penerapan syarat batas (a) ORI, (b) GWE dan (c) GRD pada teluk
sederhana dengan kedalaman 25 m.

85
85
(a)

(b)

(c)

Gambar 5.9. Elevasi muka air setelah simulasi model pada hari ke 36 dengan
penerapan syarat batas (a) ORI, (b) GWE dan (c) GRD pada teluk
sederhana dengan kedalaman 10 m.

86
86
(a)

(b)

(c)

Gambar 5.10. Elevasi muka air setelah simulasi model pada hari ke 36 dengan
penerapan syarat batas (a) ORI, (b) GWE dan (c) GRD pada teluk
sederhana dengan kedalaman 2,5 m.

87
87
Pada pengujian tiga syarat batas terbuka dengan kedalaman
model 10 m, hasil memperlihatkan tidak terjadi perbedaan
amplitudo elevasi muka air yang berarti dari ketiga pendekatan
syarat batas terbuka (Gambar 5.9.). Dalam kasus kedalaman
domain model 10 m, yang terjadi untuk masing-masing pendekatan
syarat batas terbuka adalah elevasi muka air dalam domain model
lebih rendah dari elevasi muka air pada syarat terbuka. Dengan
demikian dapat dinyatakan pada kedalaman domain model 10 m
ini, telah terjadi peredaman elevasi muka air oleh model.
Pengujian penerapan syarat batas terbuka GRD dan GWE
pada saluran terbuka yang memiliki dua jety di tengah-tengah pada
kedua sisi darat saluran (Gambar 5.11). Hasil simulasi
memperlihatkan bahwa terjadi perbedaan elevasi muka air yang
nyata. Dari hasil simulasi selama 24 jam dengan menerapkan
syarat batas GRD diperlihatkan pada titik tertentu dalam saluran
terjadi kenaikan MSL dari waktu ke waktu. Hasil tersebut dapat
dinyatakan bahwa penerapan syarat batas GWE akan memberikan
hasil lebih baik dari pada penerapan syarat batas GRD. Untuk lebih
jelasnya perbedaan yang terjadi diperlihatkan oleh Gambar 5.12.
Berdasarkan pengujian ketiga syarat batas terbuka yang
diterapkan pada dua bentuk domain model dan beberapa kedalaman
yang berbeda, terlihat bahwa syarat batas akan memberikan tingkat
keakuratan hasil yang berbeda. Dengan pengertian lain, bahwa
syarat batas yang sudah memberikan hasil yang baik diterapkan
pada domain tertentu belum tentu akan memberikan hasil yang baik
pada domain yang berbeda. Untuk itu, diperlukan pemilihan syarat
batas yang cocok untuk domain yang menjadi daerah kajian, karena
hal ini akan menentukan tingkat keberhasilan dan keakuratan dari
model yang dikembangkan untuk memprediksi suatu
permasalahan.

Gambar 5.11. Kanal dengan dua jety pada kedua sisi daratnya
88
88
Simpangan hasil yang ditimbulkan oleh syarat batas dapat
dikurangi dengan memberikan koefisien gesekan dasar yang cocok.
Chapman (1985) memperlihatkan bahwa saat menerapkan syarat
batas GRD dan ORI dengan koefisien gesekan dasar sebesar 0,
timbul kesalahan rms masing-masing sebesar 1,925 untuk syarat
batas GRD dan 0,2 untuk syarat batas ORI. Setelah nilai koefisien
gesekan dasarnya diganti menjadi 0,05, maka simpangan rms error
nya kurang menjadi 0,753 untuk syarat batas GRD dan 0,147 untuk
syarat batas ORI.

Gambar 5.12. Pengaruh perbedaan penggunaan syarat batas (GWE dan GRD)
pada saluran terbuka.

5.10. Sensitivitas Model Terhadap Kedalaman


Saat membahas hasil pengujian pengaruh syarat batas
terbuka, dinyatakan ada pengaruh kedalaman terhadap hasil
simulasi model. Oleh karena itu maka pada bagian ini secara
khusus akan dibahas sensitifitas model terhadap perubahan
kedalaman.
Dalam pengujian sensitifitas model terhadap perubahan
kedalaman domain model, syarat batas terbuka model yang
digunakan adalah syarat batas ORI. Pemilihan syarat batas ORI ini
atas pertimbangan uji syarat batas terbuka yang telah dilakukan
terdahulu, dimana telah diperlihatkan bahwa melalui penerapan
syarat batas yang berbeda pada domain yang sama tidak
memperlihatkan perbedaan hasil yang berarti, sehingga
diasumsikan penerapan syarat batas ORI akan sama dengan syarat
batas lainnya. Hasil pengujian model untuk beberapa kedalaman,
yakni: 250, 25, 10 dan 2,5 m diperlihatkan dalam Gambar 5.13.

89
89
Berdasarkan hasil simulasi model (Gambar 5.13) terlihat
bahwa kedalaman dapat berpengaruh terhadap amplitudo elevasi
muka air dan juga dapat menggeser MSL. Untuk kedalaman 2,5 m,
hasil simulasi model memperlihatkan elevasi muka airnya lebih
rendah jika dibandingkan dengan hasil pada pengujian kedalaman
yang lainnya. Selain itu, pada kedalaman 2,5 m hasil simulasi juga
memberikan kenaikan MSL lebih kurang 0,25 m dari yang semula
MSL nya 0,0 m.
Sedangkan untuk kedalaman yang diuji, kedalaman hanya
berpengaruh terhadap elevasi muka airnya. Dari ketiga kedalaman
(10, 25 dan 250 m) tidak terjadi konsistensi pengaruh kedalaman
terhadap elevasi muka air, dimana untuk kedalaman 10 m,
memberikan elevasi muka air lebih rendah dari hasil kedalaman 25
dan 250 m. Sedangkan kedalaman 25 m, memberikan hasil
simulasi model elevasi muka airnya lebih tinggi dari kedalaman
250 m.
Gambar 5.13 juga memperlihatkan bahwa hasil simulasi
model pada kedalaman 25 m terjadi peningkatan elevasi muka air
dari syarat batas terbukanya, hal ini memberikan gambaran bahwa
akumulasi antara gelombang datang dan gelombang pantul telah
membuat elevasi muka air semakin tinggi sebesar 0,75 m.
Untuk mengurangi kesalahan yang ditimbulkan oleh
kedalaman perairan terhadap hasil simulasi model salah satunya
dapat dilakukan dengan merubah besarnya grid. berikut
diperlihatkan pengaruh perubahan ukuran grid terhadap magnitudo
elevasi muka air.

Gambar 5.13.Sensitifitas model POM terhadap perubahan kedalaman domain


model
.
90
90
5.11. Sensitivitas Model Terhadap Koefisien Gesekan Dasar
Gambar 5.14. memperlihatkan hasil simulasi model untuk
tiga macam pendekatan perumusan koefisien gesekan dasar dengan
besar grid horizontal 1080 m. Ketiga koefisien gesekan tersebut
adalah persamaan (5.39), (5.40), dan (5.41). Elevasi muka air yang
diperlihatkan dalam Gambar 5.14 , mencerminkan bahwa
pemakaian pendekatan koefisien gesekan dasar yang berbeda akan
memberikan hasil yang berbeda. Hasil yang diberikan oleh
persamaan 5.40 dan 5.41 hampir sama, namun berbeda dengan
hasil dari persamaan 5.39. Perbedaan tersebut dapat dikurangi
dengan cara mengatur sedemikian rupa nilai dari tinggi kekasaran
dasar (Zo). Perbedaan yang terjadi inilah yang memperlihatkan
bahwa model sensitif terhadap koefisien gesekan dasar. Oleh
karena itu, dalam penerapan model ini penting sekali untuk
mengatur sedemikian rupa koefisien gesekan dasarnya, sehingga
hasil simulasi model dapat diharapkan sama dengan fenomena alam
yang sebenarnya.
Dari ketiga pendekatan persamaan koefisien gesekan tersebut
di atas, dapat dinyatakan bahwa persamaan 5.39 lebih baik
penggunaannya, karena kita dapat mengatur nilai koefisien
kekasarannya. Dengan demikian, melalui nilai koefisien kekasaran
ini dapat mengatur nilai koefisien gesekan agar sesuai dengan nilai
yang diharapkan.
0,35

0,3

0,25

0,2

0,15

0,1 Pers.IV
Elevasi (m)

_39
Pers.IV
0,05 _40

0
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24
-0,05

-0,1

-0,15

-0,2
Waktu (jam)

Gambar 5.14. Pola elevasi muka air dengan tiga macam pendekatan koefisien
gesekan dasar dengan besar grid horizontal 1080 m.

91
91
5.12. Verifikasi Model Dengan Hasil Model Van Rijn
Sebelum model hidrodinamika POM diterapkan di perairan
pantai Semarang maka terlebih dahulu juga dilakukan uji model
melalui verifikasi model pada saluran sederhana. Uji model yang
dilakukan disini adalah dengan cara membandingkan hasil simulasi
yang diperoleh dengan hasil model van Rijn (1987).
Domain sintetik yang digunakan sebagai pembanding
merupakan sebuah saluran terbuka yang memiliki sebuah jety pada
salah satu sisi darat dari saluran, deskripsi lengkap dari domain
model adalah sebagai berikut: lebar : 1000 m, panjang : 3100 m,
panjang dam 400 m, grid numerik 20 x 40 titik grid, kedalaman 6
m, elevasi (inlet) 0,18 m, dan elevasi (outlet) 0,0 m, untuk lebih
jelas deskripsi di atas diperlihatkan oleh Gambar 5.15.

Gambar 5.15. Saluran sederhana (Sumber. Van Rijn, 1987)

Penerapan model pada saluran terbuka seperti deskripsi


dalam Gambar 5.15. merupakan salah satu cara yang dilakukan
untuk menguji apakah model yang akan diterapkan di perairan
pantai sudah layak. Pengujian juga dilakukan dengan cara
membandingkan dengan model van Rijn. Berdasarkan hasil
simulasi model dan membandingkannya dengan model van Rijn,
dapat dilihat bahwa pola sirkulasi arus hasil model (Gambar 5.15)
telah menyerupai model yang dibangun oleh Rijn (1987) .
Hasil simulasi memperlihatkan kecepatan maksimum
terjadi di daerah ujung jety yakni 1,76 m/dt dan disisi sebelah
kanan jety terjadi sirkulasi arus. Nilai yang diperoleh ini sedikit
berbeda jika dibandingkan dengan yang diberikan oleh van Rijn
(1987) yaitu 1,72 m/dt. Perbedaan ini diduga karena masih
terdapat perbedaan data masukan, dimana data untuk koefisien
gesekan dasar tidak disebutkan dalam tulisan van Rijn (1987)
tersebut, sedangkan dalam simulasi kali ini diberikan koefisen
92
92
gesekan dasar sebesar 0.01. Selain itu juga diduga karena
perbedaan pendekatan penyelesaian numerik dari persamaan
hidrodinamika. Dimana dalam penelitian ini model hidrodinamika
penyelesaian numeriknya dengan metoda beda hingga (finite
different), sedangkan van Rijn (1987) diselesaikan dengan metoda
finite element dan menggunakan grid kurva linier.

(a)

(b)
Gambar 5.16. Sirkulasi arus (a) Hasil simulasi model; (b) Hasil van Rijn (1987).

5.13. Penerapan Model Pada Perairan Pantai Semarang


Penerapan model di perairan pantai Semarang dilakukan
dalam dua tingkatan grid model, masing-masing disebut sebagai
domain model besar dan model kecil. Besar ukuran grid dari kedua
model tersebut berbeda, dimana grid untuk model besar lebih besar
dibandingkan dengan model kecil, masing-masing 500x500 meter
93
93
dengan jumlah grid 70x25 untuk model besar dan 50x50 meter
dengan jumlah grid 108x80 untuk model kecil. Domain komputasi
untuk model besar dan model kecil masing-masing secara
berurutan diperlihatkan oleh Gambar 5.17.
Berdasarkan data pengamatan di lapangan yang dimiliki
diasumsikan mewakili dua musim (musim Barat dan musim
Timur), maka model diterapkan untuk dua musim, yakni musim
Timur dan musim Barat. Musim Timur diwakili oleh data
pengamatan pada survei tanggal 19 sampai dengan 2 Agustus 1997,
sedangkan musim Barat diwakili oleh data hasil pengamatan pada
tanggal 24 Februari sampai 11 Maret 1998.

Gambar 5.17. Sketsa daerah penelitian; daerah keseluruhan merupakan model


besar dan daerah yang dibatasi garis putus-putus merupakan model
kecil. (Sumber : Supridjo, 1999).

5.14. Model Besar


5.14.1. Syarat Batas
Untuk model besar pada bagian terbuka diberikan nilai batas
pasang surut, yakni nilai berdasarkan hasil interpolasi dari elevasi
pasang surut di dua titik masing-masing pada Tanjung Korowelang
dan Moro Demak. Elevasi pasang surut yang digunakan dalam
model besar ini merupakan hasil prediksi. Prediksi dilakukan
berdasarkan komponen-komponen yang diperoleh dari analisa
elevasi muka air hasil pengamatan langsung di lapangan. Elevasi
yang menjadi nilai batas dari kedua titik tersebut diperlihatkan
dalam Gambar 5.18 dan Gambar 5.19. Gambar 5.18. merupakan
hasil prediksi selama 19 hari untuk bulan Juli – Agustus 1997,
94
94
sedangkan Gambar 5.19. merupakan elevasi muka air untuk bulan
Pebruari – Maret 1998. Menurut Gambar 5.18. dan Gambar 5.19.
disimpulkan bahwa pasang surut yang terjadi di daerah model
(Perairan Pantai Semarang) jenis pasang surut semi diurnal.
Gambar tersebut juga memperlihatkan elevasi muka air di Moro
Demak dan Tanjung Korowelang memiliki sedikit perbedaan,
dimana elevasi muka air Moro Demak lebih tinggi dari pada elevasi
muka air Tanjung Korowelang. Simulasi model besar dilakukan
hanya dengan menggunakan pasut sebagai gaya pembangkit,
sehingga dalam hal ini tidak dilakukan simulasi dengan pembedaan
musim.

5,00E-01
4,00E-01
3,00E-01
Elevasi (m)

2,00E-01
Demak
1,00E-01
0,00E+00
Kendal
-1,00E-01
-2,00E-01
-3,00E-01
-4,00E-01
1 35 69 103 137 171 205 239 273 307 341 375 409 443

Waktu (Jam)

Gambar 5.18. Syarat batas model besar (elevasi) pasang surut untuk musim
kemarau (15 Juli – 2 Agustus 1997). Sumber: Laporan survei TIM
URGE BATCH III.

5,00E-01
4,00E-01
3,00E-01
Elevasi (m)

2,00E-01 Demak
1,00E-01
0,00E+00 Kendal

-1,00E-01
-2,00E-01
-3,00E-01
1 36 71 106 141 176 211 246 281 316 351 386 421 456
Waktu (Jam)

Gambar 5.19. Syarat batas model besar (elevasi) pasang surut untuk musim
hujan (21 Februari – 11 Maret 1998). Sumber: Laporan survei TIM
URGE BATCH III.

95
95
5.14.2. Verifikasi Model Besar
Untuk model besar hanya dilakukan verifikasi elevasi muka
air pada satu titik lokasi yakni di muara Tambak Lorok Semarang.
Data lapangan yang digunakan dalam verifikasi ini adalah data
yang diperoleh berdasarkan hasil survei pada tanggal 19 Juli – 3
Agustus 1997 dan hasil pengamatan pada tanggal 24 Februari – 11
Maret 1998.

0,5
0,4
0,3
Elevasi (m)

0,2
Observasi
0,1
0
Model
-0,1
-0,2
-0,3
-0,4
1 27 53 79 105 131 157 183 209 235 261 287 313 339

Waktu Jam

Gambar 5.20. Verifikasi Model Besar untuk Musim Kemarau pada titik C2
(Muara Bajir Kanal Timur).

0,5
Elevasi Muka Air (m)

0,4
0,3
0,2
Observasi
0,1
0
Model
-0,1
-0,2
-0,3
-0,4
1 27 53 79 105 131 157 183 209 235 261 287 313 339

Waktu (Jam)

Gambar 5.21. Verifikasi Model Besar untuk Musim Hujan pada titik C2 (Muara
Bajir Kanal Timur).

Hasil verifikasi yang dilakukan pada titik C2 memperlihatkan


hasil yang cukup sempurna, dimana elevasi muka air yang
diperoleh dari hasil simulasi model memiliki kecocokan yang
96
96
cukup baik dengan data berdasarkan pengamatan di lapangan pada
dua periode waktu tersebut. Pada periode musim kemarau kondisi
perairan relatif tenang, sehingga verifikasi yang dilakukan sangat
baik (cocok). Sedikit penyimpangan terjadi pada musim hujan
antara hasil simulasi model dengan data lapangan. Diduga
perbedaan ini terjadi pada musim hujan gelombang pendek sedikit
berpengaruh. Namun perbedaan yang terjadi tersebut tidak terlalu
signifikan.

5.14.3. Pola Sirkulasi Arus Model Besar


Sirkulasi arus yang diperoleh dari simulasi model besar pada
perairan pantai Semarang dan sekitarnya diperlihatkan dalam
Gambar 5.22 – 5.25. Gambar ini memperlihatkan arus pasang
surut pada tiga lapisan, yakni: lapisan permukaan, tengah dan dasar
serta mewakili empat kondisi pasut masing-masingnya : saat
menuju surut perbani, saat menuju pasang perbani, saat menuju
pasang purnama dan saat menuju surut purnama.
Saat kondisi pasut menuju surut perbani (Gambar 5.22) arus
bergerak dari arah Timur ke Barat dengan kisaran amplitudo
kecepatan pada masing-masing lapisan 0,0309 – 0,2510 m/dt
(permukaan), 0,0263-0,1919 m/dt (tengah) dan 0,0042-0,1154 m/dt
(dasar). Ketika kondisi pasut menuju pasang perbani (Gambar 5.23)
arus bergerak dari arah Barat ke Timur dengan kisaran amplitudo
kecepatan pada masing-masing lapisan 0,0455 – 0,4217 m/dt
(permukaan), 0,0309-0,3184 m/dt(tengah) dan 0,0102-0,1909 m/dt
(dasar).
Pola sirkulasi arus pasang surut purnama diperlihatkan dalam
Gambar 5.24. dan 5.25. Saat pasut menuju pasang, arus bergerak
dari arah Barat menuju Timur (Gambar 5.24) dengan kisaran
kecepatan 0,0236-0,4124 m/dt (permukaan), 0,0113-0,3373 m/dt
(tengah) dan 0,0048-0,2069 m/dt (dasar). Sedangkan sirkulasi arus
saat pasut menuju surut arus bergerak dari arah Timur menuju
Barat (Gambar 5.25) dengan kisaran kecepatan 0,0682-0,3980 m/dt
(permukaan), 0,0597-0,3536 m/dt (tengah) dan 0,0322-02329 m/dt
(dasar).
Jika diperhatikan magnitudo kecepatan pada kedua kondisi
pasang-surut tersebut di atas, terlihat bahwa magnitudo kecepatan
saat pasang menuju surut lebih besar dibandingkan saat surut
menuju pasang. Informasi lain yang juga terlihat dari hasil model

97
97
adalah stratifikasi vertikal kecepatan arus dari permukaan ke arah
dasar semakin kecil. Dimana kejadian ini disebabkan pada bagian
dasar perairan dipengaruhi oleh adanya gesekan dasar, sehingga
dengan demikian menyebabkan kecepatan aliran menjadi lambat.
Hasil yang diperoleh ini memiliki kemiripan kualitatif dengan
yang dihasilkan oleh Suprijo (1999) dan hanya memiliki sedikit
(tidak terlalu signifikan) perbedaan dalam hal magnitudo
kecepatannya). Adanya perbedaan tersebut diduga karena terdapat
perbedaan pada koefisien-koefisien yang dipakai, misalnya
koefisien kekasaran permukaan laut.
Dimana Suprijo (1999) menghasilkan saat kondisi pasang
menuju surut perbani menunjukkan bahwa arus pasang-surut di
perairan Teluk Semarang bergerak dari Timur ke Barat. Kisaran
magnitudo kecepatannya untuk kondisi ini adalah 0,03 - 0,28 m/dt
(lapisan permukaan), 0,02 - 0,22 m/dt (lapisan tengah) dan 0,05 -
0,1 m/dt (lapisan dekat dasar). Pada kondisi surut menuju pasang
dinyatakannya bahwa arus bergerak dari dari Barat / Baratlaut
menuju Timur / Timurlaut dengan kisaran magnitudo kecepatan
0,03 - 0,32 m/dt (lapisan permukaan), 0,03 - 0,25 m/dt (lapisan
tengah) dan 0,05 - 0,1 m/dt (lapisan dekat dasar).
Pada saat kondisi pasang surut purnama Suprijo (1999)
mengungkapkan bahwa kondisi arus di perairan Teluk Semarang
saat surut menuju pasang arus bergerak dari Barat / Baratlaut
menuju Timur / Timurlaut dengan magnitudo kecepatan 0,03 - 0,32
m/dt (lapisan permukaan), 0,03 - 0,25 m/dt (lapisan tengah) dan
0,05 - 0,1 m/dt (lapisan dekat dasar). Sedangkan pada kondisi surut
menuju pasang, arus bergerak dari arah Timur / Timurlaut menuju
Barat / Barat laut dengan kisaran magnitudo kecepatan 0,04 - 0,32
m/dt (lapisan permukaan), 0,03 - 0,25 (lapisan tengah) dan 0,08 -
0,15 m/dt (lapisan dekat dasar).

98
98
(a)

(b)

(c)
Gambar 5.22. Sirkulasi arus menuju surut (perbani) pada musim hujan (saat
waktu simulasi 196,5 jam); (a) permukaan, (b) tengah dan (c)
dasar. Satuan dalam 10-4 m/dt.

99
99
(a)

(b)

(c )
Gambar 5.23. Sirkulasi arus menuju pasang (perbani) pada musim hujan (saat
waktu simulasi 203 jam); (a) permukaan, (b) tengah dan (c) dasar.
Satuan dalam 10-4 m/dt.
100
100
(a)

(b)

(c )
Gambar 5.24. Sirkulasi arus menuju pasang (purnama) pada musim hujan (saat
waktu simulasi 277 jam); (a) permukaan, (b) tengah dan (c) dasar.
Satuan dalam 10-4 m/dt.

101
101
(a)

(b)

(c )
Gambar 5.25. Sirkulasi arus menuju surut (purnama) pada musim hujan (saat
waktu simulasi 284 jam) ; (a) permukaan, (b) tengah dan (c) dasar.
Satuan dalam 10-4 m/dt.

102
102
5.15. Model Kecil
Nilai batas pada daerah terbuka yang digunakan pada model
kecil ini ada dua bagian yakni: elevasi permukaan air, diberikan
berupa elevasi permukaan yang diperoleh dari hasil simulasi model
besar, dan untuk kecepatan adalah syarat batas persamaan ORI
diterapkan pada sisi sebelah Barat, Timur dan Utara.Dalam
simulasi model kecil ini dilakukan untuk dua kelompok kondisi
berdasarkan pembangkitnya, yakni: pasut dan pasut digabungkan
angin. Untuk kondisi dengan pembangkit gabungan antara pasut
dan angin dilakukan simulasi model untuk dua musim, yakni
monsun Barat dan Monsun Timur.
Verifikasi model kecil dilakukan dengan cara
membandingkan hasil simulasi model dengan data pengamatan
pada dua titik pengamatan, masing-masing adalah titik C1 dan C2.
Pada titik C1 verifikasi hanya dilakukan untuk kecepatan saja,
sedangkan pada titik C2 dilakukan untuk elevasi muka air dan
kecepatan. Verifikasi juga dilakukan dalam beberapa macam
pendekatan, yakni : amplitudo elevasi muka air dan kecepatan,
serta juga dilakukan pembadingan dengan data sebaran kecepatan
pada waktu-waktu tertentu.
Pada syarat batas terbuka, elevasi muka air yang digunakan
adalah elevasi muka air dari jenis pasut semidiurnal, dengan
demikian hasil simulasi model yang diperoleh juga merupakan
jenis pasut semidiurnal. Dari hasil ini terlihat adanya kecocokan
dan logika yang benar dari jenis pasut yang dihasilkan simulasi
model dengan jenis pasut yang merupakan syarat batas terbuka
model.
Hasil verifikasi elevasi muka air pada titik C2 disajikan
dalam Gambar 5.26. Gambar tersebut memperlihatkan kecocokan
yang cukup bagus antara elevasi muka air hasil simulasi model dan
data pengamatan, baik itu fasa pasang surut, maupun magnitudo
elevasi muka air, walaupun masih terjadi sedikit perbedaan pada
ketinggian elevasi muka airnya. Diduga sedikit perbedaan tersebut
karena titik C2 berada pada perairan yang cukup dangkal (1,5 m),
sehingga memberikan hasil yang kurang baik terhadap hasil model,
seperti yang telah dibuktikan dalam bagian pengujian sensitivitas
model pada bagian terdahulu. Dugaan lain juga dikarenakan belum
begitu sesuainya koefisien gesekan dasar yang diterapkan dengan
yang semestinya. Dengan demikian model yang diterapkan untuk

103
103
perairan pantai Semarang, berdasarkan hasil verifikasi elevasi
muka air, telah memperlihatkan hasil yang cukup baik.
Elevasi muka air hasil simulasi model pada titik C1 dan C2
tidak memperlihatkan perbedaan, sehingga dengan demikian
diharapkan juga bahwa kondisi lapangannya juga memiliki kondisi
yang sama. Oleh karena itu, maka dapat dianggap bahwa verifikasi
yang dilakukan pada titik C2 sudah cukup mewakili verifikasi
elevasi muka air daerah lainnya yang ada dalam domain model.

VERIFIKASI ELEVASI PERMUKAAN AIR


LOKASI : BKT (model kecil)

0,5
Elevasi Muka Air (m)

0,4
0,3
0,2
0,1
0
-0,1
-0,2
simulasi
-0,3
-0,4 pengamatan
1 25 49 73 97 121 145 169 193 217 241 265 289 313 337

Waktu (Jam)

Gambar 5.26. Verifikasi Elevasi Permukaan Air di Muara Banjir Kanal Timur
Semarang Pada Tanggal 24 Pebruari s/d 10 Maret 1998.

ELEVASI PERMUKAAN AIR


LOKASI : C1 DAN C2

0,4

0,3

0,2
Elevasi Muka Air (m)

0,1

-0,1

-0,2

-0,3
1 15 29 43 57 71 85 99 113 127 141 155 169 183 197 211 225 239 253 267 281 295 309 323 337 351

Waktu (Jam)

Gambar 5.27. Perbandingan Elevasi Permukaan Air di Muara Banjir Kanal


Timur (C2) dan stasiun C1 Pada Tanggal 24 Pebruari s/d 10
Maret 1998.

104
104
Verifikasi kecepatan dipisahkan atas komponen-
komponennya, yakni komponen kecepatan u dan komponen
kecepatan v. Komponen kecepatan u merupakan komponen
kecepatan yang sejajar dengan sumbu x dan komponen kecepatan v
merupakan komponen kecepatan yang sejajar dengan sumbu y
dalam sistim koordinat kartesian. Verifikasi komponen kecepatan
dibagi atas dua bagian, yakni arus pasut dan arus pasut ditambah
angin (arus total).
Hasil verifikasi masing-masing komponen kecepatan arus
pasut pada titik C1 dan C2 secara berurutan diperlihatkan dalam
Gambar 5.28 dan 5.29. Verifikasi pada titik C1 untuk komponen
kecepatan arus pasut u dan v terlihat cukup bagus kesesuaian antara
hasil simulasi model dengan data pengamatan lapangan (Gambar
5.28). Pada awal-awal hasil simulasi model terlihat masih adanya
sedikit pergeseran fasa komponen kecepatan arus pasut u antara
hasil simulasi model dan data pengamatan, namun perbedaan
tersebut untuk waktu-waktu lebih lanjut makin berkurang.
Pergeseran fasa tersebut dikarenakan kestabilan numerik model
belum tercapai. Hasil yang lebih baik diperlihatkan oleh komponen
kecepatan arus pasut v (Gambar 5.29), dimana terlihat kecocokan
fasa antara hasil simulasi model dan data lapangan.
Amplitudo kedua komponen kecepatan hasil verifikasi
memperlihatkan adanya sedikit perbedaan. Sama halnya dengan
verifikasi elevasi muka air, maka diduga perbedaan ini disebabkan
belum dihasilkan koefisien gesekan yang semestinya. Namun
demikian berdasarkan tinjauan hasil verifikasi komponen kecepatan
arus pasut pada titik C1, walaupun masih ada sedikit perbedaan
dengan data pengamatan langsung dilapangan model yang
diterapkan ini relatif cukup bagus, akurat dan dapat dipercaya.
Berbeda dengan hasil verifikasi komponen kecepatan pada
titik C1, dimana hasil verifikasi kecepatan arus pasut pada titik C2
relatif kurang baik, karena antara hasil simulasi model dan data
pengamatan terdapat perbedaan yang signifikan, terutama sekali
dalam hal amplitudo komponen kecepatannya. Amplitudo
komponen kecepatan arus pasut u dan v hasil simulasi model jauh
lebih kecil jika dibandingkan dengan data lapangan (Gambar 4.28).
Komponen kecepatan arus pasut u hasil simulasi model memiliki
amplitudonya rata-rata sekitar 67% lebih kecil dari amplitudo
komponen kecepatan u data pengamatan, sedangkan amplitudo

105
105
komponen kecepatan v hasil simulasi memiliki rata-rata sekitar
36% lebih kecil dari amplitudo komponen kecepatan v data
pengamatan.

Verifikasi Komponen Kecepatan (u) Arus Pasut


Lokasi: C1 (Musim Hujan)

0,06
Kecepatan (m/det)

0,04
0,02
0,00
-0,02
-0,04
-0,06
-0,08
1 24 47 70 93 116 139 162 185 208 231 254 277 300 323 346

pengamatan
Waktu (jam)
simulasi

(a)
Verifikasi Komponen Kecepatan (v) Arus Pasut
Lokasi: C1 (Musim hujan)

0,03
Kecepatan (m/det)

0,02
0,02
0,01
0,01
0,00
-0,01
-0,01
-0,02 pengamatan
-0,02
-0,03 Simulasi
-0,03
1 24 47 70 93 116 139 162 185 208 231 254 277 300 323 346

Waktu (jam)

(b)
Gambar 5.28. Verifikasi Komponen Kecepatan (a) U dan (b) V Arus Pasut di
Stasiun C1 Pada Tanggal 24 Pebruari s/d 10 Maret 1998.

Titik C2 berada di depan muara Banjir Kanal Timur yang


memiliki kedalaman lebih kurang 1,5 m dan berada dalam zona
pecah gelombang. Dengan demikian dapat diduga faktor
gelombang pendek tersebut sangat berpengaruh terhadap kondisi
perairan dititik tersebut, sedangkan dalam simulasi model pengaruh

106
106
gelombang pendek tidak dipertimbangkan. Suprijo (1999)
menyatakan bahwa pada zona gelombang pecah arus tidak linier,
sehingga sangat kecil kemungkinannya akan diperoleh kecocokan
antara hasil simulasi model dengan data lapangan jika pengaruh
gelombang pecah tersebut tidak dimasukkan, seperti yang
dilakukan dalam penelitian ini.

Verifikasi Komponen Kecepatan (u) Arus Pasut


Lokasi: C2 (Musim Hujan)

0,06
Kecepatan (m/det)

0,04
0,02
0,00
-0,02
-0,04 pengamatan
-0,06
simulasi
-0,08
1 24 47 70 93 116 139 162 185 208 231 254 277 300 323 346

Waktu (jam)

(a)

Verifikasi Komponen Kecepatan (v) Arus Pasut


Lokasi: C2 (Musim Hujan)

0,15
Kecepatan (m/det)

0,10
0,05
0,00
-0,05
-0,10
pengamatan
-0,15
Simulasi
-0,20
1 24 47 70 93 116 139 162 185 208 231 254 277 300 323 346

Waktu (jam)

(b)
Gambar 5.29. Verifikasi Komponen Kecepatan (a) U dan (b) V Arus Pasut di
Stasiun C2 (Muara BKT ) Pada Tanggal 24 Pebruari s/d 10 Maret
1998.

Verifikasi komponen kecepatan arus arus total (pasut +


angin) dilakukan dengan cara memasukkan koefisien gesekan
107
107
permukaan (angin). Angin yang digunakan dalam verifikasi model
ini adalah data angin yang diperoleh berdasarkan hasil pengamatan
lapangan dengan resultan anginnya seperti yang diperlihatkan
dalam Gambar 5.30 dan 5.31.

Gambar 5.30. Data angin hasil pengamatan pada tanggal 19 Juli s/d
3 Agustus 1997

Gambar 5.31. Data angin hasil pengamatan pada tanggal 24 Pebruari s/d 10
Meret 1998

108
108
Apabila dibandingkan antara hasil simulasi model arus
pasut dengan hasil simulasi model arus total, secara keseluruhan
terlihat pengaruh angin terhadap hasil simulasi model cukup
signifikan.

Verifikasi Komponen Kecepatan (u) Arus Total


Lokasi: C1 (Musim Hujan)

0,25
0,20
0,15
Kecepatan (m/det)

0,10
0,05
0,00
-0,05
-0,10
pengamatan
-0,15
-0,20 simulasi

-0,25
1 24 47 70 93 116 139 162 185 208 231 254 277 300 323 346

Waktu (jam)

(a)

Verifikasi Komponen Kecepatan (v) Arus Total


Lokasi: C1 (Musim hujan)

0,08
0,06
Kecepatan (m/det)

0,04
0,02
0,00
-0,02
-0,04
-0,06
-0,08
-0,10
-0,12
1 24 47 70 93 116 139 162 185 208 231 254 277 300 323 346

Waktu (jam) pengamatan

Simulasi

(b)

Gambar 5.32. Verifikasi Komponen Kecepatan (a) U dan (b) V Arus Total di
Stasiun C1 Pada Tanggal 24 Pebruari s/d 10 Maret 1998.

109
109
Verifikasi Komponen Kecepatan (u) Arus Total
Lokasi: C2 (Musim Hujan)

0,30
0,25
0,20
Kecepatan (m/det)

0,15
0,10
0,05
0,00
-0,05
-0,10
-0,15
-0,20
-0,25
1 24 47 70 93 116 139 162 185 208 231 254 277 300 323 346

Waktu (jam) pengamatan

simulasi

(a)

Verifikasi Komponen Kecepatan (v) Arus Total


Lokasi: C2 (Musim Hujan)

1,00

0,80
Kecepatan (m/det)

0,60

0,40

0,20

0,00

-0,20

-0,40
1 24 47 70 93 116 139 162 185 208 231 254 277 300 323 346

pengamatan
Waktu (jam)
Simulasi

(b)

Gambar 5.33. Verifikasi Komponen Kecepatan (a) U dan (b) V Arus Total di
Stasiun C2 pada Tanggal 24 Pebruari s/d 10 Maret 1998.

Verifikasi model untuk arus total diperlihatkan dalam


Gambar 5.32. sampai dengan Gambar 5.33. Berdasarkan hasil
verifikasi tercermin bahwa kecepatan arus total terdapat perbedaan
antara hasil simulasi model dengan hasil data lapangan. Arah arus
total pada titik C1 memperlihatkan kecenderungan sepanjang
waktu mengarah ke pantai (menuju Selatan). Hasil simulasi model
arah arusnya lebih variatif, namun kecepatan dan frekuensi arus
yang mengarah ke pantai lebih besar jika dibandingkan dengan
yang mengarah ke laut (ke arah Utara). Sehingga dengan demikian
110
110
secara keseluruhan dapat dikatakan bahwa arah arus hasil simulasi
model dan arah arus berdasarkan data pengamatan memiliki
kecenderungan kesamaan (Gambar 5.34(a) dan (b)).

(a)

(b)

(c)

(d)
Gambar 5.34. Verifikasi Arah Kecepatan Arus Pasut di Stasiun C1 dan C2
(Depan Muara BKT) pada Tanggal 24 Pebruari s/d 10 Maret
1998. (a) Pengamatan C1, (b) Simulasi C1, (c) Pengamatan C2 dan
(d) Simulasi C2.
111
111
Gambar 5.35. Pola arus pengamatan dan simulasi, 25 Februari 1998 pukul 14.00
WIB

Gambar 5.36. Pola arus pengamatan dan simulasi, 20 Juli 1997 pukul 13.00 WIB

Data pengamatan yang diperoleh pada titik C2


memperlihatkan kecenderungan arah arusnya lebih dominan
meninggalkan pantai (ke arah Utara), hal yang sama juga
diperlihatkan oleh hasil simulasi model (Gambar 5.34(c) dan (d)).
Kecenderungan arah arus yang menuju ke Utara pada titik C2 ini
disebabkan karena C2 berada di depan muara Banjir Kanal Timur,
sehingga sirkulasi arus pada daerah tersebut juga dipengaruhi oleh
debit sungai.
Oleh karena itu dapat dinyatakan bahwa dari pendekatan
verifikasi arah arus total model yang diterapkan cukup representatif
112
112
dan dapat dipercaya untuk memprediksi sirkulasi arus perairan
pantai Semarang.
Verifikasi arah arus berdasarkan arus sebaran juga dilakukan.
Hasil verifikasi tersebut memperlihatkan bahwa arah arus pada
beberapa titik dan dari dua kali waktu pengamatan, antara hasil
simulasi model dan data pengamatan memperlihatkan
kecenderungan yang sama (Gambar 5.35 dan 5.36).

5.16. Sirkulasi Arus Angin


Pada bagian berikut akan disajikan hasil simulasi model kecil
dengan pembangkit angin. Arus angin yang dimaksud disini adalah
arus yang dibangkitkan oleh angin saja. Kecepatan dan arah angin
bulanan dan musiman untuk perairan Semarang yang digunakan
dalam pemodelan ini telah disajikan dalam Bab II.
Kecepatan dan arah angin yang digunakan pada masing-
masing simulasi adalah angin musiman. Dengan demikian hasil
yang diperoleh dapat mewakili arus musiman yang dibangkitkan
oleh angin.
Simulasi untuk arus angin musiman dilakukan atas empat
musim, yakni musim Barat, peralihan musim Barat ke musim
Timur, musim Timur dan peralihan musim Timur ke musim Barat.
Hasil simulasi model dengan pembangkit angin Musiman, disajikan
dalam Gambar 5.37 s/d Gambar 5.40.
Berdasarkan simulasi model diperoleh, pada musim Barat
kecenderungan arus bergerak dari arah Barat menuju Timur dengan
kecepatan maksimum arus pada masing-masing lapisan adalah :
permukaan adalah 0,35 m/dt, lapisan tengah 0,28 m/dt dan lapisan
dekat dasar 0,13 m/dt.
Dalam masa peralihan dari musim Barat ke musim Timur
terlihat adanya kecenderungan pergerakan arus dari arah Timur
menuju Barat dan kecepatan arus maksimum pada lapisan
permukaan adalah 0,23 m/dt, lapisan tengah 0,16 m/dt dan lapisan
dekat dasar 0,05 m/dt.
Pada musim Timur pergerakan arus memperlihatkan
kecenderungan dari arah Timur ke Barat. Kecepatan arus
maksimum dalam musim ini, pada lapisan permukaan adalah 0,35
m/dt, lapisan tengah 0,25 m/dt dan lapisan dekat dasar 0,05 m/dt.
Pada saat peralihan musim Timur ke musim Barat
pergerakan arus memperlihatkan kecenderungan dari arah Utara ke

113
113
Selatan. Kecepatan arus maksimum pada lapisan permukaan adalah
0,14 m/dt, lapisan tengah 0,14 m/dt dan lapisan dekat dasar 0,03
m/dt. Peralihan dari musim Timur ke musim Barat memiliki arus
ralatif lebih kecil dibandingkan dengan musim-musim yang
lainnya.
Berdasarkan hasil simulasi model untuk periode musiman
kecepatan arus maksimum terjadi pada musim Barat dan musim
Timur, yakni 0,35 m/dt, yang pada masing-masing musimnya pada
lapisan permukaan.

Musim Barat

(a) Skala kecepatan arus :

BKT : Banjir Kanal Timur

Panjang : 5,4 km
Lebar : 4,0 km

(b)

(c)

Gambar 5.37. Sirkulasi arus yang dibangkitkan angin pada Musim barat; (a)
permukaan, (b) tengah dan (c) dasar.

114
114
Peralihan musim Barat-
Timur

(a) Skala kecepatan arus :

BKT : Banjir Kanal Timur

Panjang : 5,4 km
Lebar : 4,0 km

(b)

(c)

Gambar 5.38. Sirkulasi arus yang dibangkitkan angin pada peralihan musim
Barat ke musim Timur; (a) permukaan, (b) tengah dan (c) dasar.

115
115
Musim Timur

(a) Skala kecepatan arus :

BKT : Banjir Kanal Timur

Panjang : 5,4 km
Lebar : 4,0 km

(b)

(c)

Gambar 5.39. Sirkulasi arus yang dibangkitkan angin pada musim Timur; (a)
permukaan, (b) tengah dan (c) dasar.

116
116
Peralihan musim
Timur- Barat

(a) Skala kecepatan arus :

BKT : Banjir Kanal Timur

Panjang : 5,4 km
Lebar : 4,0 km

(b)

(c)

Gambar 5.40. Sirkulasi arus yang dibangkitkan angin pada musim peralihan
musim Timur ke musim Barat; (a) permukaan, (b) tengah dan (c)
dasar.

117
117

You might also like