Professional Documents
Culture Documents
2021 Modul Praktikum Tek Sediaan Steril
2021 Modul Praktikum Tek Sediaan Steril
Tim Penyusun :
Rafiastiana Capritasari, M.Farm., Apt
Febriana Astuti, M.Farm., Apt
Puji dan syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa karena atas berkat rahmat,
taufik dan hidayah-Nya, penulisan buku Modul Praktikum Teknologi Sediaan Steril ini dapat
diselesaikan. Modul ini hanyalah merupakan rangkuman dari buku acuan Teknologi Sediaan
Likuida dan Semi Solida yang ditujukan untuk kalangan Diploma III Farmasi, dengan maksud
agar lebih sistematis dan mudah dipahami sesuai dengan tingkat pendidikannya. Hendaknya
tidak dijadikan sebagai referensi standar dalam pembuatan laporan/karya ilmiah karena
terdapat banyak keterbatasan dan kekurangan dalam penulisannya.
Kami juga menyadari bahwa dalam penulisan buku panduan ini masih terdapat banyak
kekurangan. Oleh karena itu diharapkan kritik dan saran yang membangun kepada penulis demi
kesempurnaan buku panduan ini dimasa yang akan datang. Akhir kata, semoga Modul Praktikum
ini dapat bermanfaat bagi pihak pembimbing, pihak laboratorium, dan mahasiswa.
Tim Penyusun
PERATURAN DAN TATA TERTIB PRAKTIKUM
TEKNOLOGI SEDIAAN STERIL
I. PERATURAN UMUM
1. Untuk satu topik dilakukan 2 kali, pertama pretes dan kedua praktikum.
2. Praktikan yang berhalangan hadir, diwajibkan memberikan surat keterangan tertulis,
misalnya surat keterangan dokter jika sakit.
3. Evaluasi praktikum meliputi :
a. Pretes / diskusi yang dilakukan setiap sebelum praktikum
b. Minikuis yang dilakukan sebelum praktikum dimulai
c. Praktikum
d. Postes yang dilakukan setiap selesai praktikum
e. Responsi
4. Responsi merupakan penilaian akhir dan memiliki bobot nilai paling besar, mahasiswa
yang diperkenankan mengikuti response praktikum adalah mahasiswa yang gagal
praktikum tidak lebih dari 2 kali.
II. TATA TERTIB PRAKTIKUM
1. Praktikan harus hadir paling lambat 10 menit sebelum praktikum dimulai.
2. Praktikan diwajibkan menggunakan jas laboratorium selama bekerja didalam
laboratorium.
3. Setiap memulai praktikum, praktikan diwajibkan mencocokkan alat yang dipinjam
dengan daftar barang, bila tidak cocok segera lapor ke laboran.
4. Praktikan hanya diperkenankan bekerja sendiri, tidak diperkenankan bercakap-
cakap/mengobrol dengan praktikan lain.
5. Dilarang membawa makanan/minuman atau makan/minum didalam laoratorium.
6. Dilarang memindahkan timbangan/neraca dari tempat semula.
7. Setelah selesai digunakan, semua bahan praktikum harus segera dikembalikan ketempat
semula dalam keadaan rapi dan bersih serta tutup tidak tertukar.
8. Praktikan tidak boleh mengambil lebih dari satu botol bahan, setelah bahan obat
ditimbang, bahan/botol harus dikembaliakn ketempat semula.
9. Cara menimbang :
a. Sebelum menimbang selalu dilihat apakah balans dalam keadaan seimbang,
b. Bahan yang akan ditimbang diletakkan di sebelah kanan, sedang anak timbang
diletakkan di sebelah kiri,
c. Bahan obat yang beratnya 1 g ke atas ditimbang di gram balans, sedang yang kurang
dari 1 g ditimbang di milligram balans,
d. Tidka boleh menimbang bahan obat kurang dari 50 mg, bahan obat yang beratnya
kurang dari 50 mg harus diadakan pengenceran,
e. Semua yang akan ditara harus ditara dengan alat penara, tidak boleh dengan anak
timbangan.
f. Timbanglah semua bahan sebelum dikerjakan.
10. Praktikum harus mengerjakan resep dengan sempurna, sebelum mengerjakan resep
berikutnya.
11. Kotoran padat/semi padat harus dibuang dalam bak sampah jangan dibuang ke dalam
bak cuci karena akan menyumbat saluran air.
12. Sebelum mengerjakan resep berikutnya, semua peralatan harus telah dicuci terlebih
dahulu, agar tidak terjadi pencemaran obat.
13. Setelah selesai praktikum, meja dan peralatan harus dibersihkan, kemudian lapor kepada
laboran jaga.
PENDAHULUAN
Injeksi telah digunakan untuk pertama kalinya pada manusia sejak tahun 1660, meskipun
demikian perkembangan pertama injeksi semprot baru berlangsung pada tahun 1852. Injeksi
adalah penyemprotan larutan (atau suspensi) ke dalam tubuh, untuk tujuan terapi atau diagnostik.
Injeksi dapat dilakukan langsung ke dalam aliran darah, ke dalam jaringan dan organ.
Berdasarkan volume yang disemprotkan injeksi dapat dibagi menjadi dua, kelompok :
Selain dari beberapa metode tersebut diatas ada beberapa metode, yaitu : Intra arteri,
Intralumbal, intraperitorial,intrapleural,intrameural, perineural, intrakardial, dll. Pemilihan
metode/route tersebut diatas adalah tergantung dari bentuk sediaan dan tujuan yang akan dicapai.
Bahan atau sediian dapat dinyatakan sebagai steril, jika telah melalui uji sterilitas dan
terbukti bahwa mereka, bebas mikroorganisme. Jika tidak ada pembuktian terhadap sterilitas,
maka, identifikasi dilakukan menurut informasi cara sterillisasi yang telah dilakukan.
Dalam beberapa farmakope banyak dicantumkan beberapa media kultur untuk pengujian
sterilisasi yang diperlukan. Masing-masing mikroorganisme menunjukkan kebutuhan kondisi
pertumbuhan optimalnya berbeda-beda (suhu dan jenis medium).
Jika pada pengujian terhadap sterilisasi, selama seluruh waktu pembiakan dalam wadah
kultur tidak ada pertumbuhan mikroorganisme (dapat dikenali dari pembentukan koloni atau
kekeruhan atau perubahan warna setelah penambahan indikator), maka zat yang diuji dinyatakan
sebagai steril. Jika terjadi pertumbuhan atau resultat yang meragukan, maka seluruh penelitian
harus diulang. Sebaliknya jika terjadi pertumbuhan mikroorganisme, maka zat yang diuji
dinyatakan sebagai tidak steril.
Angka kuman adalah kriteria kemumian bahan atau sediian secara mikrobiologis yang
diperoleh dari jumlah mikroorganisme yang di tentukan pada kondisi pengujian dalam 1 ml atau
1 gram zat yang diuji.
PYROGEN
Beberapa cara dapat digunakan untuk menghilangkan pyrogen. Sebagai senyawa organic,
pyrogen dapat dihancurkan dengan panas tinggi (oksidasi) atau dibakar. temperatur yang cukup
memuaskan adalah 250ºC selama 30-45 menit atau 170ºC-180ºC selama 3-4 jam.metode di atas
cukup efektif untuk alat-alat/wadah dari gelas dan metal, tetapi tidak dapat digunakan untuk
larutan. Dalam larutan, pyrogen dapat dihilngkan dengan dua cara:
1. In activasi
a. Kimiawi (oksidasi, alkilasi, atau hidrolisa dari endotoksin), cara ini dapat digunakan
untuk bahan dan air
b. Panas kering atau dibakar pada suhu 170ºC-350ºC (suhu 250ºC selama 30 menit).
Jika temperatur diturunkan maka waktu yang dibutuhkan lebih lama.
c. Panas kering biasanya digunakan untuk alat gelas, minyak tahan panas dan serbuk.
2. Remoral
a. Pembilasan/pengenceran dengan aqua p.i dapat diterapkan untuk wadah dan tutup.
b. Ultrafiltrasi, dengan kombinasi filter 0,1 m dan 0,2 mikron (Sterilizer filter)
c. Depth filter, dengan menggunakan lapisan kaolin dan alumunium oksid atau
Kiesleguhr.
d. Absorpsi elektrostatik, prinsip, dari cara ini adalah perbedaan muatan antara sampel
dengan alat yang digunakan.
e. Adsorpsi, menggunakan charcoal dan barium sulfat suspensi.
f. Ion exchange resin.
g. Gamma, irradiation.
Dari segi praktek, pendekatan yang paling baik untuk menghindari terjadinya reaksi
pyrogen adalah membuat sediian parenteral dengan solven, pengemas, alat dan bahan yang bebas
pyrogen.
Adanya pyrogen dan endotoksin dalam sediian parenteral dapat diketahui dengan
melakukan uji pyrogen. Uji tersebut dapat dilakukan dengan:
1. Menggunakan kelinci
2. Menggunakan Limulus lyate test (LAL-tes) ada tidaknya penggumpalan dalam larutan yang
diuji.
Tonisitas berhubungan dengan tekanan osmose yang diberikan oleh suatu larutan dari zat
atau zat padat yang terlarut. Cairan badan atau cairan mata memberikan tekanan osmose yang
sama dengan tekanan osmose normal saline atau larutan NaCI 0,9%. Suatu larutan dengan
jumlah solute/zat terlarut lebih dari cairan badan/mata mempunyai tekanan osmose lebih besar
dan larutan ini di sebut larutan hipertonis. Sebaliknya jika jumlah solut lebih sedikit sehingga
tekanan osmoses lebih rendah disebut hipotonis.
Cairan badan termasuk pula cairan mata mengandung sejumlah zat terlarut yang dapat
menurunkan titik beku larutan 0,52ºC. Demikian pula larutan NaCL 0,9% dapat menurunkan
titik beku 0,52ºC oleh karena itu, larutan NaCL 0,9% dan cairan badan disebut isotonis.
Beberapa cara dapat digunakan untuk menghitung nilai isotonis (tonisitas) suatu larutan antara
lain penurunan titik beku, ekuivalen NaCL, dan faktor disosiasi.
Contoh Perhitungan Isotonis Dengan Penurunan Titik Beku
Diketahui larutan pencuci mata mengandung 1% asam borat. Asam borat 1% menyebabkan
penurunan titik beku sebesar 0,29ºC.hitung NaCL yang harus ditambahkan untuk mendapatkan
larutan isotonis.
Hitungkan :
Larutan NaCL 0,9%=larutan isotonis
Penurunan titik beku cairan mata = 0,52ºC
Asam Borat 1% menurunkan titik beku = 0,29ºC
0,23ºC
NaCl harus ditambahkan untuk menurunkan titik beku (fp) sebesar 0,23ºC. Larutan
0,9% NaCl menurunkan 0,52ºC.
X= = 0,40%
Jadi NaCl yang diperlukan = 0,40g/100 ml
Xa + Xb + .... = 0,28
Untuk menghitung banyaknya zat pembantu yang diperlukan untuk mencapai isotonis,
dinyatakan dalam gram setiap liter (=Xh), rumus :
Xh = (0,28 –( Xb + .....)
Fa, fb, fh = faktor disosiasi senyawa obat ( a dan b) dan senyawa pembantuyang mempunyai
harga berikut :
Wadah obat suntik, harus tidak berinteraksi dengan sediian, baik secara fisik maupun secara
kimia sehingga akan mengubah kekuatan dan efektifitas. Wadah biasanya terbuat dari gelas atau
bahan p;astik yang bermutu.
I. GELAS
a. Ruang Lingkup
Standar yang digunakan adalah Standar Botol Gelas untuk Farmasi. Standar ini
mencakup penggolangan jenis, syarat-syarat mutu yang terdiri dari alkalinitas tegangan
dalam, tarnsmisi cahaya, kejutan suhu, catat-cacat tampak, dimensi toleransi isi, tebal
gelas minuman, tingkat mutu lulus, serta tujuan penggunaan, cara pengambilan contoh
dan cara-cara pengujiannya yang disyaratkan bagi botol gelas untuk farmasi.
b. Ketentuan
Tabel 3. Penggolongan tipe gelas
Tipe gelas Sifat gelas
Tipe I Adalah wadah dari gelas yang mempunyai ketahanan kimiawi yang
sempuma sehingga tidak mempengaruhi sediian parenteral yang
sangat peka. Umumnya terdapat dalam gelas borosilikat.
Tipe II Adalah wadah dari gelas soda kapur silikat yang telah mengalami
pelapisan pada permukaan gelas yang berhubungan dengan isian dan
mempunyai ketahanan kimiawi yang baik sehingga tidak
mempengaruhi preparat farmasi yang diisikan.
Tipe III Adalah wadah dari gelas soda kapur silikatyang mempunyai ke
tahanan kimiawi yang cukup sehingga tidak mempengaruhi preparat
farmasi yang diisikan.
Tipe IV Adalah wadah dari gelas, soda kapur silikat yang mempunyai sifat-
sifat yang umum
1) Definisi
Botol gelas untuk farmasi adalah wadah dibuat dari gelas yang digunakan untuk
melindungi sedian gelas.
2) Penggolongan tipe gelas, jenis dan sifat-sifat yang dimiliki
Standar ini menggolongkan jenis-jeis wadah gelas untuk farmasi berdasarkan nlai
alkalinitasnya.
3) Pemberian tanda dan pengemasan
Botol yang diproduksi harus diberi tanda pengenal (inisial) dari produsennya.
Pengemasan. Jika botol diperdagangkan dalam kemasan tertutup, maka kemasan
harus diberi tanda-tanda yang jelas sehingga mudah dikenal prosuksennya, jenis
dan jumlah botol yang dikemas
4) Syarat mutu:
Cara penyimpanan hendaknya dilakukan sedemikian sehingga mudah dapat
dilakukan pengambilan contoh.
c. Syarat mutu
Botol gelas untuk farmasi harus memenuhi syarat-syarat mutu dibawah. Definisi:
“tingkat mutu lulus” (Acceptable Quality Level) adalah presentase maksimum cacat-
cacat botol yang ditemukan dalam pengujian contoh, yang dianggap cukup sebagai
rata-rata proses untuk meluluskan kelompok barang yang dinilai yang telah diwakili
oleh jumlah contoh yang di uji.
1) Alkalinitas
Pengujian alkalinitas bertujuan menguji botol gelas terhadap serangan kimiawi
preparat farmasi yang disimpan dalam botol gelas (persyaratan Masing-masing
tipe gelas dapat dilihat pada tabel, pengujiannya meliputi:
a) Pengujian terhadap contoh yang dijadikan bubuk (powder test).
Cara ini dipergunakan untuk semua jenis botol gelas terkecuali jenis II
b) Pengujian permukaan botol gelas yang berhubungan dengan isinya
dilakukan dengan menggunakan air suling sebagai bahan penyerang
(water attack test)
Tabel 4. Persyaratan Hasil Uji Alkalinitas Untuk Masing – Masing Tipe Gelas
2) Tegangan dalam
Pengujian tegangan dalam dimaksudkan untuk mengetahui tegangan-tegangan
annealing dan cord pada botol gelas, dengan pungujian dan syarat-syarat sebagai
berikut:
a) Pengujian annealing dilakukan dengan:
▪ Menggunakan poliriskop dengan standar referensi, atau
▪ Pengukuran dengan polarimeter
b) Pengujian tegangan cord menggunakan mikroskop polarisasi dan
kompensator.
Syarat tegangan cord tidak boleh lebih besar dari pada 114 nm per cm
tebal gelas (dalam lampiran lihat referensi)
Catatan: tingkat mutu halus=1
3) Transimisi cahaya
Botol gelas untuk farmasi yang dipergunakan untuk menyimpan atau melindungi
preparat-preparat terhadap pengaruh cahaya harus memenuhi syarat-syarat sbb:
Pada sinar dengan panjang gelombang 290 sampai dengan 450 mu untuk masing-
masing ukuran isi
Tabel 5.Syarat Transmisi
Ukuran Isi ml Transmisi Max %
1 25
2 20
3 15
10 13
20 12
50 10
Keterangan :
Untuk ukuran isi yang tidak terdapat dalam tabel diatas harus dipergunakan %
transmisi max. Dari ukuran isi yang lebih besar berikutnya yang ada dalam tabel.
Untuk ukuran isi lebih besar daripada 50ml. Harus dipakai transmisi max 10%.
4) Kejutan suhu
Botol harus diuji ketahanannya terhadap kejutan suhu. Syarat perbedaan suhu
untuk semua jenis adalah 42 skala C dimana suhu terendah adalah 21ºC.
5) Cacat tampak
Cacat tampak diklasifikasikan dalam tiga jenis yaitu
a) Cacat kritis: adalah cacat botol gelas yang membahayakan pemakai
b) Cacat fungsional: adalah cacat botol gelas yang mengakibatkan kegagalan
dalam pengemasan
c) Cacat rupa: ialah cacat botol yang tidak mengakibatkan kegagalan dalam
pengemasan walaupun tampak kurang baik.
Contoh cacat tampak tertera dalam lampiran standar ini, dan tingkat mutu
lulus cacat tampak dalah tertera dalam tabel 6.
Tabel 6. Tingkat Mutu Lulus Cacat Tampak
Cacat – cacat Tingkat mutu lulus
Cacat kritis 0,065
Cacat fungsional 1
Cacat rupa 6,5
6) Dimensi
Kesalahan ukuran adalah kesalahan dimensi yang terjadi pada botol gelas yang
menyebabkan kegagalan dalam pemakaian yaitu:
a) Kesalahan tinggi
b) Kesalahan badan
c) Penyimpangan konsentrasitas
d) Kesalahan isi
Kesalahan-kesalahan ukuran tidak boleh melebihi toleransi-toleransi yang
tertera dalam tabel
Tabel 7. Toleransi Tinggi
Tinggi botol mm Toleransi mm
Dibawah 108 0,8
108 sampai 215,9 1,2
57,2 sampai 304,8 1,6
304,8 sampai 381 2,0
381 sampai 508 2,4
508,0 keatas 3,2
7) Toleransi isi
Isi botol gelas untuk keperluan farmasi harus memenuhi syarat toleransi isi dalam
tabel.
Tabel 10. Syarat Toleransi Isi
Ukuran isi ml Toleransi ml
Dibawah 0,36 0,2
14,2 sampai 28,4 0,44
28,4 sampai 56,8 0,90
56,8 sampai 92,3 1,3
92,3 sampai 120,8 2,2
120,8 sampai 142,1 2,7
142,1 sampai 170,5 3,1
170,5 sampai 227,3 3,6
227,3 sampai 284,1 4,4
284,1 sampai 340,9 5,3
340,9 sampai 454,6 6,2
454,6 sampai 568,2 7,1
568,2 sampai 824,0 8,9
824,0 sampai 1051,3 10,7
1051,3 sampai 1307,0 12,4
1307,0 sampai 1619,5 14,2
1619,5 sampai 2130,9 17,8
2130,9 sampai 2689,2 21,3
2689,2 sampai 3267,4 24,9
3267,4 sampai 3977,7 28,4
3977,7 sampai 4488,0 42,6
4488,0 sampai 5465,1 56,8
5465,1 sampai 7273,5 85,2
7273,5 sampai 13688 113,6
13688 sampai 22730 170,5
22730 keatas 227,3
Catatan : Tingkat mutu lulus = 1
a. Relatif murah
b. Lebih ringan
c. Tahan terhadap benturan mekanis
d. Fleksibel
e. Beberapa jenis plastik bersifat transparan
III. KARET
Penutup untuk wadah sediaan pada umumnya menggunakan karet. Penutup karet
ini memberikan kemudahan untuk pengambilan isinya, serta tetap dapat memberikan
perlindungan isinya dari pengaruh luar. Persyaratan karet sebagai penutup :
a. Fisika, antara lain :elastis, tidak melepaskan partikel
b. Kimia, tidak melepaskan zat kimia ke dalam isi/larutan
a. Karet alam
b. Karet sintetis
VALIDASI
Definisi validasi adalah suatu tindakan pembuktian dengan cara yang sesuai bahwa tiap
bahan, proses, prosedur, kegiatan, system, perlengkapan, atau mekanisme yang digunakan dalam
produk dan pengawasan senantiasa mencapai hasil yang diinginkan. Maksud dan tujuan validasi
adalah
1. Fasilitas/bangunan
2. Prosedur analisis
3. Bahan awal
4. Tahap pembuatan
5. Operator
6. Peralatan
7. Sistem penunjang (yang kritis)
PERCOBAAN I
MELAKUKAN PRINSIP CPOB DALAM PERSIAPAN PEMBUATAN SEDIAAN OBAT
STERIL
TUJUAN :
A. Mahasiswa mampu melakukan prosedur cuci tangan
B. Mahasiswa mampu menggunakan APD / Baju Kerja pada ruang bersih Grey Area
ALAT :
A. tempat cuci tangan berikut kran air, tisu atau handuk bersih atau alat pengering tangan,
sikat kuku tangan, alat-alat gelas untuk peraga
B. kelengkapan baju kerja (baju steril lengkap) pada ruang bersih Grey Area
- penutup rambut
- kaca mata pelindung
- baju steril
- celana steril
- shoes cover
-
BAHAN : Cairan Desinfektan yaitu Alkohol 70% atau Isopropil Alkohol
PROSEDUR KERJA :
A. Prosedur cuci tangan
1. Tiap praktikan yang masuk ke area pembuatan obat melakukan cuci tangan sesuai
prosedur sebelum menggunakan baju steril untuk area bersih
2. Cuci tagan secara menyeluruh (lihat Gambar 1)
3. Gunakan sikat yang disediakan bila sela-sela kuku kotor
4. Kuku harus pendek
Gambar 1. Prosedur Cuci Tangan
B. Prosedur menggunakan baju kerja di ruang bersih Grey Area
1. masuk ke ruang penyimpanan baju kerja
2. pasang penutup rambut
3. masukkan asesoris dan barang lain ke loker
4. bersihkan make up bila ada
5. gunakan baju steril sesuai dengan ukuran
6. lepaskan baju luar dan sepatu letakkan ke loker
TUJUAN : Mahasiswa mampu melakukan penentuan metode sterilisasi yang paling tepat
untuk alat dan bahan serta sediaan
ALAT YANG AKAN DISTERILKAN :
1. Kaca arloji
2. Tabung erlenmeyer
3. Batang pengaduk
4. Spatel
5. Pipet tetes
6. Corong gelas
7. Gelas ukur
8. Kertas saring
9. Tutup vial karet pipet
10. Vial
11. Ampul
BAHAN YANG AKAN DISTERILKAN
1. Natrium Klorida
2. Dekstrosa
3. Manitol
4. Natrium bikarbonat
5. Gentamisin sulfat
6. Cefuroxime natrium
7. Zink sulfat
SEDIAAN OBAT YANG AKAN DISTERILKAN :
1. Sediaan Infus Ringer Laktat
2. Infus Dekstrosa
3. Infus Manitol
4. Injeksi rekonstruksi cefuroxime natrium
5. Obat tetes mata
PROSEDUR
1. Menentukan prosedur sterilisasi dengan acuan buku atau ebook yang emmuat informasi
mengenai stabilitas alat/bahan/sediaan obat terhadap panas.
2. Buku – buku yang perlu dipersiapankan :
a. Farmakope Indonesia edisi III- V
b. Farmakope lain BP, USP
c. Handbook of pharmaceutical excipient
d. The Pharmaceutical Codex
3. Format pengisian praktikum :
a. Alat yang akan disterilkan :
Daftar Alat Keterangan Metode sterilisasi yang
dipilih
Contoh : spatel logam Bentuk alat : padatan tidak Oven 160 C selama
berpori 120 menit
Elemen pembentukan alat :
besi, tahan panas
Kaca arloji Bentuk alat :
Elemen pembentuk alat :
Tabung erlenmeyer Bentuk alat :
Elemen pembentuk alat :
Dst
Penjelasan:
Anda diminta menentukan metode sterilisasi yang tepat pada alat spatel logam. Pada uraian
tuliskan :
➢ Bentuk alat (padatan berpori/padat tidak berpori/ cair/ gas). Jarang sekali alat berbentuk
cair atau gas, maka pilihan yang mungkin adalah padatan berpori atau tidak berpori.
➢ Sebutkan bahan pembentuk alat, misalnya: besi tahan panas/ gelas tahan panas/ gelas
tidak tahan panas/ plastik tahan panas/ plastik tidak tahan panas/ campuran logam dan
plastik tidak tahan panas, dll
Setelah menguraikan bentuk alat dan bahan pembuat alat pada kolom ke-3 tuliskan metode
sterilisasi yang tepat untuk alat tersebut:
➢ Bila alat terbuat dari bahan tahan panas, maka dapat disterilisasi dengan metode panas
basah maupun panas lembab. Jadi boleh Anda tuliskan Auoklaf 121⁰C selama 15 menit,
atau oven 160⁰C selama 120 menit.
➢ Bila alat terbuat dari bahan yang tidak tahan panas, maka Anda perlu menggunakan
metode dingin, maka dapat dituliskan: radiasi sinar gamma cobalt 60 dengan dosis
absorpsi 25 kGy, atau gas etilen oksida dengan konsentrasi 800-1200 mg/L 45-63⁰C, RH
30-70% 1-4 jam
Pertanyaan :
TUJUAN : Mahasiswa mampu melakukan proses sterilitas alat dan bahan dengan
metode panas basah dan metode panas kering
ALAT :
1. Metode Panas Basah : Autoclaf
2. Metode panas kering : Oven
BAHAN :
1. Metode Panas Basah : Erlenmeyer
2. Metode Panas Kering : Beaker glass dan tisu
PROSEDUR :
1. Metode Panas Basah
a. Alat yang akan disterilkan adalah erlenemyer
b. Erlenmeyer di cuci dengan bersih dan dikeringkan
c. Lubang yang terdapat dalam erlenmeyer di tutup dengan kapas steril dan ditutup
dengan menggunakan kertas payung sebanyak 2 lapis
d. Erlenmeyer yang dibungkus dimasukkan dan ditata kedalam keranjang autoclaf
e. Ditekan tombol ON pada autoclaf, ditunggu sampai alat siap digunakan
f. Dibuka pintu autoclaf dnegan menggeser kunci ke sebelah kanan
g. Dikontrol air yang ada di dalam chamber autoclaf, bila kurang ditambahkan air
dengan aqua DM sampai tanda batas
h. Dimasukkan keranjang autoclaf yang berisi alat yang akan disterilkan
i. Ditutup autoclaf dan digeser kunci kesebelah kiri
j. Ditekan tombol star pada autoclaf yang sebelumnya telah di set waktu dan
temperaturnya yaitu 121 C selama 20 menit
k. Setelah 20 menit dibuka buangan ags sampai bunyi yang ada didalam autoclaf tidak
terdengar lagi dan ditunggu sampai suhu mencapai 70 C
l. Setelah mencapai suhu 70 C dibuka kunci autoclaf dengan menggesernya kekanan
m. Lalu keranjang yang ada di autoclaf dikeluarkan dari chamber
n. Alat yang telah disterilkan ditempatkan ke dalam box
2. Metode Panas Kering
a. Alat yang akan disterilkan menggunakan metode panas kering yaitu tisu dan geas
beaker dengan dibungkus kertas payung sebanyak 2 lapis
b. Gelas beaker dan tisu yang telah dibungkus dimasukkan ke dalam oven
c. Ditata posisi alat sehingga udara yang ada di dalam oven mengalir secara merata
d. Setelah diatur psoisi alat, oven ditutup lalu ditekan tombol ON
e. Di setting oven pada suhu 170 C selama 1 jam
f. Ditunggu sampai proses sterilisasi selesai
g. Setelah proses sterilisasi selesai ditunggu hingga oven dingin baru dibuka tutup
ovennya
h. Setelah oven dingin, dibuka tutup oven dan semua alat dimasukkan kedalam box
steril
i. Oven dimatikan
Pertanyaan :
1. Apa yang dimaksud dengan sterilisasi, apa bedanya dengan desinfektan?
2. Sebutkan metode yang digunakan untuk sterilisasi bahan dan alat!
3. Jelaskan metode sterilisasi yang tepat untuk bahan : emulsi air dalam minyak steril
dengan bahan aktif yang stabil terhadap pemanasan?
PERCOBAAN IV
PEMBUATAN INFUS RINGER LAKTAT
BAHAN : NaCl, KCl,CaC12, 2 H20, Aqua p.i., Karbo adsorben, HCl 0,1 N NaOH 0,1 N
FORMULA :
R/ NaCl 0,6
KCl 0,03
Ca .2 O 0,01
Aqua p.i. ad 100 ml
PROSEDUR KERJA :
1. Hitunglah tonisitas larutan dengan metode faktor diasosiasi jika tidak isotonis, maka
buatlah menjadi isotonis
2. Buat air bebas , kemudian larutkan semua bahan dalam air bebas
3. Cek pH larutan antara 5-7, jika kurang asam ditambah HCl 0,1 N sedangkan bila kurang
basa ditambah NaOH 0,1 N
4. Tambahkan sisa air bebas CO2
5. Gojok larutan dengan karbo adsorben aktif 0,1% diamkan, saring hingga jernih
6. Masukkan larutan dalam wadah yang sesuai dan tutup
7. Sterilkan dengan autoclave pada suhu 121ºC selama 30 menit
8. Lakukan uji sterilitas dan pirogen berdasarkan Farmakope Indonesia Edisi 5
9. Periksa larutan terhadap :
a. pH
b. Kebocoran
c. Partikel asing
d. Kejernihan
10. Beri etiketnya
PERTANYAAN
TUJUAN : Mahasiswa dapat memahami dan mampu membuat tetes mata dan salep mata
Natrium Sulfasetamid
ALAT : Tetes mata : Glassware, Timbangan
Salep mata : LAF, Oven, Peralatan gelas, Penangas air, Timbangan,
Inkubator, Peralatan porselen,Sudip
BAHAN : Tetes mata : Na. Sulfasetamid, Asam borat, Natrium Tetra Borat, Aq.
Destilata, HCl 0,1 N, NaOH 0,1 N
Salep mata : Na. Sulfasetaamid, Parafin Cair, Vaselin kuning, Na
Karbonat, Aquadest, Alkohol, Tepol
FORMULA :
Tiap 10 ml mengandung :
R/ Na.Sulfasetamid 10%
Asam borat 150 mg
Na. Tetra Borat 30 mg
PROSEDUR KERJA :
1. Hitunglah tonisitas tetes mata menggunakan metode penurunan titik beku
2. Larutkan asam borat dan natrii tetra borat dalam sebagian aquadest
3. Larutkan Natrium Sulfasetamid dalam sisa aquadest, kemudian campurkan pada larutan I
4. Sterilkan menurut cara B
5. Masukan wadah dan beri etiket
6. Lakukan uji sterilitas dan uji pyrogen berdasarkan farmakope edisi V
7. Cek pH, kebocoran, partikel, kejernihan dan keseragaman volume
PEMBUATAN SALEP MATA NATRIUM SULFASETAMID
R/ Na.Sulfasetamid 25 mg
Vaselin kuning 0,475 g
Parafin cair 0,5 g
PROSEDUR KERJA
1. Sterilisasi Alat
a. Sterilisasi glass ware
1) Pipet, sendok, mortir, stamper, petri dish dan glassware lainnya dicuci dengan
HCl 0,1 N
2) Lalu glass warediatas dididihkan dengan larutan I (tepol 1% + Na Karbonat 0,5%)
3) Perlakuan pendidihan dengan larutan I diulang sebanyak dua kali, lalu gelas ware
dicuci dengan aquades
4) Glass ware yang telah bersih dipanaskan di dalam oven (menggunakan
alumunium foil) pada suhu 200ºC selama 1 jam
b. Sterilisasi Porcelen ware
1) Porcelen ware dicuci dengan aquadest
2) Porcelen ware direndam dengan alkohol 75% selama 15 menit
3) Kemudian perendamnya diganti, porselen direndam dalam alkohol 96% selama,
dua puluh lima menit
4) Lalu Porcelen ware diangkat dari rendaman dan dicuci dengan aquades kemudian
dibungkus dengan alumunium foil dan dioven pada suhu 150ºC selama dua
setengah jam
c. Sterilisasi Tube (yang terbuat dari alumunium)
1) Tube dicuci dengan larutan I (Tepol 1%+Na-Karbonat 0,5%)
2) Lalu Tube dicuci dengan aquades dan selanjutnya tube dibungkus dengan
alumunium foil di oven pada 150ºC selama dua setengah jam
d. Sterilisasi LAF
Ruang LAF disterilisasi dengan cara menyemprotkan alkohol 70% ke
2. Sterilisasi Bahan
a. Na-Sulfasetamid dibungkus dengan alumunium foil, lalu dipanaskan dalam oven pada
suhu 150ºC, selama dua setengah jam
b. Basis salep yang merupakan campuran dari vaselin dan paraffin dipanaskan dalam
oven pada suhu 170ºC, selama satu jam
3. Cara Pembuatan
a. Sebelum salep dibuat, pastikan bahan – bahan dasr salep (zat aktif dan basis) dalam
keadaan steril
b. Pembuatan salep dilakukan di dalam LAF
c. Na-Sulfasetamid digerus di mortir, dan salep yang terbentuk nantinya tidak akan
mengandung partikel kasar
d. Basis campuran antara vaselin dan paraffin dibuat menjadi meleleh dan kemudian
sedikit demi sedikit dicampurkan kedalam Na-Sulfasetamid, aduk sampai benar –
benar homogen
e. Setelah homogen masukkan ke dalam tube yang sudah steril lalu di tutup
4. Uji sterilitas
a. Seluruh bagian uji sterilitas (uji sterilitas basis, zat aktif, uji sterilitas, alat – alat
percobaan dan uji sterilitas salep) dilakukan di LAF
b. Meneteskan steril WFI dalam tube, porselen dengan glass ware, ratakan ke seluruh
permukaan, kemudian air bilasan diteteskan ke BHI dan diinkubasi selama 24 jam
c. Salep dikeluarkan dari tube dan digoreskan pada BHI padat, kemudian BHI
diinkubasi selama 24 jam
d. Sterilisasi LAF diuji dengan memaparkan media agar BHI pada LAF yang
sebelumnya telah disterilkan selama 30 menit, lalu media agar BHI ditutup dan
diinkubasi selama 24 jam
e. Pada uji sterilitas ini suhu inkubator yang dipakai untuk inkubasi adalah 37ºC.
PERTANYAAN
TUJUAN : Agar mahasiswa memahami, mampu dan terampil membuat injeksi thiamin
hidroclorid dan uji sterilitasnya
ALAT : Autoclave, Glassware, Timbangan, Spuit
BAHAN : Thiamid hidroclorid, Aqua p.i, Karbo adsorben, BHI
FORMULA :
R/ Thiamin hidroclorid 10
Aqua p.i. ad 100 ml
PROSEDUR KERJA :
1. Hitung tonisitas larutan yang akan dibuat dengan metode penurunan titik beku
2. Larutkan thiamin hidroclorid dengan sebagian aqua p.i.
3. Gojok larutan dengan karbon absorden 0,1% yang telah diaktifkan 5-10 menit, diamkan
kemudian saring hingga jernih
4. Masukkan larutan ke dalam ampul sesuai volume yang diminta (dosisnya adalah 100mg
sekali injeksi), tutup dan sterilkan dalam autoclave 121ºC selama 30 menit
5. Periksa larutan terhadap pH (cek lampiran 1071 hal. 1563), kebocoran (Farmakope
Indonesia Edisi V halaman,partikel (petunjuk operasional CPOB 2012), kejernihan
(petunjuk operasional CPOB 2012) dan keseragaman volume/berat (Penetapan volume
injeksi dalam wadah FI V hal.1570)
6. Uji sterilitas, (seluruh kegiatan dilakukan di dalam LAF)
a. Siapkan sampel yang telah diaseptiskan dalam ruang LAF
b. Buka tutup sampel, gunakan spuit steril untuk mengambil isi sampel dan masukkan
dalam media BHI.
c. Tutup media yang sudah di treatment, inkubasikan dalam inkubator pada suhu
optimal
d. Amati adanya pertumbuhan bakteri setelah inkubasi 24 jam
PERTANYAAN
1. Jelaskan kerja septis dan non aseptis dan berikan contohnya !
2. Mengapa larutan parenteral harus isotonis ?
3. Sebutkan cara – cara depirogenasi dan bagaimana uju pyrogen ?
4. Sebutkan media yang cocok untuk uji sterilitas !
5. Berapa volume kelebihan yang harus ditambahkan pada sediaan injeksi,dan mengapa hal
ini dilakukan ?
6. Berapa syarat pH sediaan injeksi thiamin HCl? Mengapa boleh tidak isohidris ?
PERCOBAAN VII
UJI ALKALINITAS GELAS
PROSEDUR KERJA :
A. Uji serbuk kaca (Farmakope Indonesia Edisi V Hal. 1619)
Tentukan tipe gelas sesuai dengan tabel II F Indonesia edisi V hal. 1620
B. Uji ketahanan kaca terhadap air pada suhu 121ºC (FI V hal 1621)
1. Pilih secara acak sejumlah wadah (sesuai ketentuan Farmakope Indonesia edisi V
hal. 1620) yang telah dibilas 2x dengan air murni
2. Periksa hasil volume titrasi dengan ketentuan Farmakope Indonesia Edisi V yang
tertera di hal.1621
PERTANYAAN
1. Apa perbedaan uji serbuk kaca dengan uji ketahanan kaca
2. Berapa batasan uji serbuk kaca maupun ketahanan kaca pada tiap tipe wadah
gelas
KARTU KONTROL
Nama :
NIM :
Kel./Gol. :
NO JUDUL PRAKTIKUM PRETEST LAPORAN
1 Tanggal : Tanggal :
Nama Dosen : Nama Dosen :
Acc. Acc.
2 Tanggal : Tanggal :
Nama Dosen : Nama Dosen :
Acc. Acc.
3 Tanggal : Tanggal :
Nama Dosen : Nama Dosen :
Acc. Acc.
4 Tanggal : Tanggal :
Nama Dosen : Nama Dosen :
Acc. Acc.
5 Tanggal : Tanggal :
Nama Dosen : Nama Dosen :
Acc. Acc.
6 Tanggal : Tanggal :
Nama Dosen : Nama Dosen :
Acc. Acc.
7 Tanggal : Tanggal :
Nama Dosen : Nama Dosen :
Acc. Acc.
Dosen Pembimbing,
(....................................)
DAFTAR PUSTAKA
BPOM RI, 2014. Petunju Operasional Penerapan Pedoman Cara Pembuatan Obat Yang Baik.
Jakarta: Indonesia
Ansel, H.C, 1982 Introduction to Pharmaceutical Dosage Forms. Lea dan Febiger, Philadelphi
Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 1976. Farmakope Indonesia Edisi III. Jakarta
Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 1995. Farmakope Indonesia Edisi IV. Jakarta
Lukas, Stefanus. 2006. Formulasi Steril. Yogyakarta: Andi Offset. Halaman 61, 81.
Lund, W. 1994. The Pharmaceutical Codex 12th Edition. London: The Pharmaceutical Press.
Rowe, Raymond C., Sheskey, Paul J., Quinn, Marian E.. 2009. Handbook of Pharmaceutical
Excipients 6th Edition. London: The Pharmaceutical Press.
Sweetman, Sean C., 2009. Martindale 36th Edition. London: The Pharmaceutical Press.