You are on page 1of 48

PETUNJUK PRAKTIKUM

TEKNOLOGI SEDIAAN STERIL

Tim Penyusun :
Rafiastiana Capritasari, M.Farm., Apt
Febriana Astuti, M.Farm., Apt

PROGRAM STUDI DIPLOMA III FARMASI


POLITEKNIK KESEHATAN TNI AU ADISUTJIPTO
YOGYAKARTA
2021
KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh

Puji dan syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa karena atas berkat rahmat,
taufik dan hidayah-Nya, penulisan buku Modul Praktikum Teknologi Sediaan Steril ini dapat
diselesaikan. Modul ini hanyalah merupakan rangkuman dari buku acuan Teknologi Sediaan
Likuida dan Semi Solida yang ditujukan untuk kalangan Diploma III Farmasi, dengan maksud
agar lebih sistematis dan mudah dipahami sesuai dengan tingkat pendidikannya. Hendaknya
tidak dijadikan sebagai referensi standar dalam pembuatan laporan/karya ilmiah karena
terdapat banyak keterbatasan dan kekurangan dalam penulisannya.

Kami juga menyadari bahwa dalam penulisan buku panduan ini masih terdapat banyak
kekurangan. Oleh karena itu diharapkan kritik dan saran yang membangun kepada penulis demi
kesempurnaan buku panduan ini dimasa yang akan datang. Akhir kata, semoga Modul Praktikum
ini dapat bermanfaat bagi pihak pembimbing, pihak laboratorium, dan mahasiswa.

Wassalamu`alaikum warahmatullahi wabarakatuh

Tim Penyusun
PERATURAN DAN TATA TERTIB PRAKTIKUM
TEKNOLOGI SEDIAAN STERIL

I. PERATURAN UMUM
1. Untuk satu topik dilakukan 2 kali, pertama pretes dan kedua praktikum.
2. Praktikan yang berhalangan hadir, diwajibkan memberikan surat keterangan tertulis,
misalnya surat keterangan dokter jika sakit.
3. Evaluasi praktikum meliputi :
a. Pretes / diskusi yang dilakukan setiap sebelum praktikum
b. Minikuis yang dilakukan sebelum praktikum dimulai
c. Praktikum
d. Postes yang dilakukan setiap selesai praktikum
e. Responsi
4. Responsi merupakan penilaian akhir dan memiliki bobot nilai paling besar, mahasiswa
yang diperkenankan mengikuti response praktikum adalah mahasiswa yang gagal
praktikum tidak lebih dari 2 kali.
II. TATA TERTIB PRAKTIKUM
1. Praktikan harus hadir paling lambat 10 menit sebelum praktikum dimulai.
2. Praktikan diwajibkan menggunakan jas laboratorium selama bekerja didalam
laboratorium.
3. Setiap memulai praktikum, praktikan diwajibkan mencocokkan alat yang dipinjam
dengan daftar barang, bila tidak cocok segera lapor ke laboran.
4. Praktikan hanya diperkenankan bekerja sendiri, tidak diperkenankan bercakap-
cakap/mengobrol dengan praktikan lain.
5. Dilarang membawa makanan/minuman atau makan/minum didalam laoratorium.
6. Dilarang memindahkan timbangan/neraca dari tempat semula.
7. Setelah selesai digunakan, semua bahan praktikum harus segera dikembalikan ketempat
semula dalam keadaan rapi dan bersih serta tutup tidak tertukar.
8. Praktikan tidak boleh mengambil lebih dari satu botol bahan, setelah bahan obat
ditimbang, bahan/botol harus dikembaliakn ketempat semula.
9. Cara menimbang :
a. Sebelum menimbang selalu dilihat apakah balans dalam keadaan seimbang,
b. Bahan yang akan ditimbang diletakkan di sebelah kanan, sedang anak timbang
diletakkan di sebelah kiri,
c. Bahan obat yang beratnya 1 g ke atas ditimbang di gram balans, sedang yang kurang
dari 1 g ditimbang di milligram balans,
d. Tidka boleh menimbang bahan obat kurang dari 50 mg, bahan obat yang beratnya
kurang dari 50 mg harus diadakan pengenceran,
e. Semua yang akan ditara harus ditara dengan alat penara, tidak boleh dengan anak
timbangan.
f. Timbanglah semua bahan sebelum dikerjakan.
10. Praktikum harus mengerjakan resep dengan sempurna, sebelum mengerjakan resep
berikutnya.
11. Kotoran padat/semi padat harus dibuang dalam bak sampah jangan dibuang ke dalam
bak cuci karena akan menyumbat saluran air.
12. Sebelum mengerjakan resep berikutnya, semua peralatan harus telah dicuci terlebih
dahulu, agar tidak terjadi pencemaran obat.
13. Setelah selesai praktikum, meja dan peralatan harus dibersihkan, kemudian lapor kepada
laboran jaga.
PENDAHULUAN

Injeksi telah digunakan untuk pertama kalinya pada manusia sejak tahun 1660, meskipun
demikian perkembangan pertama injeksi semprot baru berlangsung pada tahun 1852. Injeksi
adalah penyemprotan larutan (atau suspensi) ke dalam tubuh, untuk tujuan terapi atau diagnostik.
Injeksi dapat dilakukan langsung ke dalam aliran darah, ke dalam jaringan dan organ.
Berdasarkan volume yang disemprotkan injeksi dapat dibagi menjadi dua, kelompok :

1. Injeksi (Injectio = memasukkan ke dalam injectabililia)


Bila volume yang disemprotkan sampai dengan 20 ml
2. Infusi (Infusio= dengan kedalam infundibilia)
Bila volume yang disemprotkan dalam jumlah besar (mencapai beberapa liter)

Bentuk- bentuk tersebut dinyatakan sebagai pemasukan parenteral obat (parenteron =


diluar usus) yang merupakan kebalikan dari penerapan enteral yang berlangsung melalui saluran
lambung – usus. Terapi parenteral memiliki beberapa keuntungan penting dibandingkan enteral
antara lain :
1. Dapat memilih tempat pemakaiannya
2. Dapat menentukan lama aksi, efek cepat atau lambat/depot
3. Dapat digunakan untuk obat – obatan yang mengiritasi lambung atau obat – obatan yang
mengiritasi lambung atau obat – obatan yang rusak dengan adanya cairan pencernaan
4. Dapat digunakan pada pasien yang tidak sadar dan pasien non-cooperative
5. Untuk mendapatkan efek lokal
6. Dapat digunakan untuk mensuplai makanan dalam jangka waktu yang lama (infus)
Selain keuntungan, sediaan parenteral juga memiliki kerugian yaitu
1. Terapi dengan injeksi lebih mahal
2. Tidak semua obat ada sediaan injeksinya
3. Cara penggunaannya hanya boleh dilakukan oleh dokter / perawat
4. Memerlukan peralatan khusus
5. Menimbulkan rasa sakit
6. Umumnya kurang disukai oleh pasien
Ada beberapa cara penggolangan bentuk sediaan steril
1. Berdasarkan kemasan, dikenal sediaan dalam bentuk Ampul, Disposable syringe, Vial
danVolume besar, seperti infus.
2. Berdasarkan indikasi penggunaan klinis yaitu Larutan irrigasi. Larutan dianalisa, Larutan
allergen, Bahan pendiagnosa, dan Larutan ophthalmic steril
3. Berdasarkan bentuk fisik sediaan yaitu Larutan steril, Padat steril dan Emulsi steril
Ada beberapa rute penggunaan sediaan parenteral yang dapat digunakan, antara lain :
1. Intradermal route (11) / intracutan (IC)
a. Obat diinjeksikan pada lapisan paling atas kulit
b. Dalam jumlah sedikit (0,1 ml)
c. Untuk tes diagnostik
2. Subcutan route (SC)
a. Obat diinjeksikan ke dalam jaringan di bawah kulit
b. Dalam volume kecil
c. Respon obat lebih cepat dibanding ID (IC)
3. Intramuscular route (IM)
a. Diinjeksikan ke dalam jaringan otot
b. Dalam volume 2 ml, atau maksimum 5 ml
c. Absorbsi lebih cepat subkutan (SC)
d. Aksi dapat diperpanjang bila diberikan dalam bentuk sediaan suspense
4. Intravena route (IV)
a. Diinjeksikan kedalam vena (Seringkali pada bagian dalam siku)
b. Memberikan efek paling cepat
c. Digunakan untuk pemberian cairan infus

Selain dari beberapa metode tersebut diatas ada beberapa metode, yaitu : Intra arteri,
Intralumbal, intraperitorial,intrapleural,intrameural, perineural, intrakardial, dll. Pemilihan
metode/route tersebut diatas adalah tergantung dari bentuk sediaan dan tujuan yang akan dicapai.

Sediaan parenteral diinjeksikan ke dalam badan menembus mekanisme pertahanan tubuh,


masuk ke dalam sirkulasi darah/ jaringan tubuh. Dengan demikian maka sediaan yang
diinjeksikan harus betul – betul memenuhi persyaratan sediaan parenteral/steril. Beberapa
persyaratan dari sediaan parenteral antara lain:
1. Pelarut atau pembawa yang digunakan untuk memenuhi kemurniaan khusus dan
memenuhi standar lain yang menjamin keamanan obat suntik
2. Penggunaan zat penambah sebagai penstabil pengawet anti mikroba, mengikuti petunjuk-
petunjuk khusus penggunaan dan dilarang pada produk parenteral tertentu. Penggunaan
zat warna dilarang keras.
3. Produk parenteral selalu di sterilkan dan memenuhi standar sterilitas dan harus bebas
pirogen
4. Larutan parenteral harus bebas dari partikel –partikel
5. Produk parenteral harus dibuat dalam daerah lingkungan yang diawasi, memenuhi
standar sanitasi yang ketat, dan oleh pekerja yang khusus dilatih dan memakai pakaian
khusus untuk mempertahankan standar sanitasi
6. Produk – produk parenteral dikemas dalam wadah khusus yang kedap udara yang tinggi
kualitasnya dan spesifik. Cara – cara khusus pengawasan kualitas digunakan untuk
menjamin tutup/segel kedap udara dan kondisi steril
7. Setiap wadah obat suntik diisi sampai volume sedikit melebihi ukuran yang tertera
dietiket agar ada yang tertinggal. Kelebihan memberi kemudahan daam pengembalian
kembali dan pemberian volume sesuai dengan yang ada di etiket.
8. Ada pembatasan-pembatasan dalam melebihkan volume obat suntik yang diperbolehkan
pada wadah dosis berganda dan juga pembatasan-pembatasan untuk jenis wadah (dosis
tunggal atau berganda) yang dapat digunakan untuk obat suntik tertentu.
9. Peraturan-peraturan khusus pemberian etiket yang digunakan untuk obat suntik.
10. Bubuk steril yang dimaksudkan untuk dijadikan larutan atau suspensi segera sebelum
disuntikan, sering dikemas sebagai bubuk hasil horilisasi atau pengeringan dingin untuk
memungkinkan pembentukan larutan atau suspensi dengan mudah pada waktu diberi
pelarut atau pembawa.
STERILLISASI

Sterillisasi adalah suatu proses untuk menghilangkan, mematikan atau menghancurkan


semua bentuk mikroorganisme hidup baik ang patogen maupun tidak, baik dalam bentuk
vegetatif maupun tidak vegetatif (spora) dari suatu obyek atau bahan. Dengan sterillisasi akan
diperoleh obyek/bahan yang steril.
Pada umumnya suatu proses yang dapat menghancurkan zat hidup juga mampu
menyebabkan beberapa kerusakan pada obyek saat disterillkan. Dengan alasan inilah maka
kadang-kadang diperlukan energi minuman, misal dalam bentuk panas, untuk memperkecil
kerusakan bahan, tetapi dalam jumlah yang cukup menjamin bahwa semua bentuk
mikroorganisme telah dihancurkan dalam obyek atau bahan tersebut.
Dalam pembuatan sediian parenteral maka, metode sterillisasi apa yang akan digunakan
tergantung pada apakah obat (dalam larutan) tahan panas atau tidak tahan panas. Pada umumnya
dikenal lima macam cara sterillisasi untuk produk-produk sediian farmasi, yaitu:
1. Sterillisasi uap
Penanganan dilakukan dengan uap air jenuh bertekanan tinggi dalam sterillisasi uap yang
disebut autoklaf pada daerah 10-140ºC. Didalam farmakope ditetapkan untuk media atau
pareaksi adalah selama 15 menit pada suhu 121ºC kecuali dinyatakan lain.
2. Sterillisasi panas kering
Proses tersebut dilakukan dengan udara yang ditetapkan dalam sterilisator udara panas pada
daerah suhu 140-200ºC. Waktu sterillisasi (waktu kerja) yang bergantung dari suhu dapat
diperoleh dari sebuah diagram atau untuk suhu tertentu, misalnya 180ºC dalam waktu 15
atau 30 menit.
3. Sterillisasi gas
Pilihan sterillisasi gas sering dilakukan jika bahan yang akan disterilkan tidak tahan terhadap
suhu tinggi pada prsose sterillisasi uap atau panas kering. Bahan aktif yang sering digunakan
adalah etilen oksida. Keburukan dari bahan aktif ini antara lain sifatnya yang sangat mudah
terbakar, walaupun sudah dicampur dengan gas inert yang sesuai, bersifat mutagenik, dan
kemungkinan adanya residu toksik di dalam bahan yang disterilkan, terutama yang
mengandung ion klorida. Proses sterillisasi pada umumnya berlangsung di dalam bejana
bertekanan yang didesain sama seperti pada otoklaf, tetapi dengan tambahan bagian khusus
yang hanya terdapat pada alat sterillisasi yang menggunakan gas.
4. Sterillisasi dengan radiasi pengionan
Untuk alat kesehatan yang tidak tahan terhadap sterillisasi panas dan kekhawatiran
tentang keamanan etilen oksida mengakibatkan peningatan penggunaan sterillisasi radiasi.
Tetapi cara ini juga dapat digunakan pada bahan obat dan bentuk sediian akhir. Keunggulan
sterillasi radiasi meliputi reaktifitas kimia rendah, residu rendah yang dapat diukur, dan
kenyataan yang membuktikan bahwa variable yang dikendalikan lebih sedikit. Teknik
sterillisasi dengan radiasi hanya menmbulkan sedikit kenaikan suhu, tetapi dapat
mempengaruhi kualitas dan jenis plastik atau kaca tertentu.
Ada dua jenis radiasi ion yang digunakan yakni disintegrasi radioaktif dari radioisotop
(radiasi Gamma) dan radiasi berkas elektron.
5. Sterillisasi dengan penyaringan
Sterillisasi dengan penyaringan digunakan untuk larutan yang menggunakan bahan
yang dapat menahan mikroba, hingga miroba yang dikandung dapat dipisahkan secara
fisika. Perangkat penyaring pada umumnya terdiri dari suatu matriks berpori bertutup kedap
dirangkaikan pada wadah yang tidak permeable.
Efektifitas dari penyaring media atau penyaring substrat tergantung dari ukuran pori bahan
dan dapat tergantung pada days absorpsi bakteri pada atau didalam matriks penyaring atau
tergantung pada, mekanisme pengayakan. Penyaringan untuk tujuan sterillisasi umumnya
dilaksanakan menggunakan rakitan yang memiliki dengan porositas minimal 0,2 mikron
atau kurang, berdasarkan pada pembanding yang telah divalidasi untuk kurang dari
suspensi pseudomonas diminta tiap cm² dari luas permukaan penyaring.
6. Metode aseptik
Bahan-bahan obat yang tidak tahan pemanasan (termolabil) tidak mungkin dilakukan
sterillisasi dengan metode pemanasan, bahan-bahan metode ini memerlukan pengolahan
pada kondisi yang tidak memerlukan pemanasan dan pada daerah yang miskin kuman.
Pembuatan sediian obat secara metode aseptik diartikan, bahwa bahan obat dan bahan
pembantu yang diperlukan sedapat mungkin harus disterillkan terlebih dahulu dan
pembuatannya dilakukan dengan alat-alat yang telah disterilisasikan. Keseluruhan proses
tersebut harus dilakukan pada ruangan yang miskin kuman atau nyaris bebas kuman.
Pembagian Kelas Ruangan menurut cGMP dapat dilihat pada tabel 1.
Tabel 1. Pembagian Kelas Ruangan menurut cGMP (2006)
At Rest In Operation
Maksimum permitted number of particles/ equal to or
ISO 14644-1 Class
above
0,5µm 5µm 0,5µm 5µm
Class 3 (UDF) IA 3.500 30 3500 30
Class 5 (Turb) I B 3500 30 35000 300
Class 6 35000 300 350000 3000
Class 7 II C 350000 3000 3500000 30000
Class 8 III D 3500000 30000 35000000 300000
Class 9 IV 35000000 300000 Not Defined Not Defined
UDF = Laminar Air Flow or Uni Direction Flow
Turb = Turbulentor or Non Uni Direction Flow

Tabel 2. Pembagian Kelas Ruangan Menurut CPOB 2018


Langkah revolusioner dalam teknik kerja aseptik adalah system aliran laminar (laminar-air-
flow). Dengan menggunakan sistem tersebut daerah kerja steril dihasilkan dalam area yang tidak
steril.
UJI STERILITAS

Bahan atau sediian dapat dinyatakan sebagai steril, jika telah melalui uji sterilitas dan
terbukti bahwa mereka, bebas mikroorganisme. Jika tidak ada pembuktian terhadap sterilitas,
maka, identifikasi dilakukan menurut informasi cara sterillisasi yang telah dilakukan.
Dalam beberapa farmakope banyak dicantumkan beberapa media kultur untuk pengujian
sterilisasi yang diperlukan. Masing-masing mikroorganisme menunjukkan kebutuhan kondisi
pertumbuhan optimalnya berbeda-beda (suhu dan jenis medium).
Jika pada pengujian terhadap sterilisasi, selama seluruh waktu pembiakan dalam wadah
kultur tidak ada pertumbuhan mikroorganisme (dapat dikenali dari pembentukan koloni atau
kekeruhan atau perubahan warna setelah penambahan indikator), maka zat yang diuji dinyatakan
sebagai steril. Jika terjadi pertumbuhan atau resultat yang meragukan, maka seluruh penelitian
harus diulang. Sebaliknya jika terjadi pertumbuhan mikroorganisme, maka zat yang diuji
dinyatakan sebagai tidak steril.
Angka kuman adalah kriteria kemumian bahan atau sediian secara mikrobiologis yang
diperoleh dari jumlah mikroorganisme yang di tentukan pada kondisi pengujian dalam 1 ml atau
1 gram zat yang diuji.
PYROGEN

Pyrogen didefinisikan sebagai hasil metabolik dan mikroorganisme hidup yang


menyebabkan respon piretic spesifik pada, penyuntikan (injeksi). Secara kimia pyrogen berupa
lipopolysaccarida, larut dalam air dan tidak larut dalam pelarut organik. Pyrogen ini dapat
disaring (dengan ukuran tertentu) dan merupakan zat padat makro molekul dengan BM antara
15.000-4.000.000.
Kerena larut dalam air maka baik sterillisasi dengan uap air bertekanan maupun filtrasi
melalui filter penyeteril tidak dapat menghilangkan pyrogen, meskipun proses tersebut dapat
meghilangkan mikroorganisme. Pyrogen yang dihasilkan oleh mikroorganisme Fram negatif
adalah yang paling poten.
Pyrogen yang terdapat dalam sediian parenteral dapat berasal dari salah satu dari ke-3
sumber berikut:
1. Air yang dipakai sebagai solven
2. Wadah atau alat yang dipakai untuk pembuatan, pengemasan, penyimpanan, atau
penggunaan
3. Bahan-bahan kimia yang digunakan untuk membuat larutan/sediian perenteral

Beberapa cara dapat digunakan untuk menghilangkan pyrogen. Sebagai senyawa organic,
pyrogen dapat dihancurkan dengan panas tinggi (oksidasi) atau dibakar. temperatur yang cukup
memuaskan adalah 250ºC selama 30-45 menit atau 170ºC-180ºC selama 3-4 jam.metode di atas
cukup efektif untuk alat-alat/wadah dari gelas dan metal, tetapi tidak dapat digunakan untuk
larutan. Dalam larutan, pyrogen dapat dihilngkan dengan dua cara:

1. In activasi
a. Kimiawi (oksidasi, alkilasi, atau hidrolisa dari endotoksin), cara ini dapat digunakan
untuk bahan dan air
b. Panas kering atau dibakar pada suhu 170ºC-350ºC (suhu 250ºC selama 30 menit).
Jika temperatur diturunkan maka waktu yang dibutuhkan lebih lama.
c. Panas kering biasanya digunakan untuk alat gelas, minyak tahan panas dan serbuk.
2. Remoral
a. Pembilasan/pengenceran dengan aqua p.i dapat diterapkan untuk wadah dan tutup.
b. Ultrafiltrasi, dengan kombinasi filter 0,1 m dan 0,2 mikron (Sterilizer filter)
c. Depth filter, dengan menggunakan lapisan kaolin dan alumunium oksid atau
Kiesleguhr.
d. Absorpsi elektrostatik, prinsip, dari cara ini adalah perbedaan muatan antara sampel
dengan alat yang digunakan.
e. Adsorpsi, menggunakan charcoal dan barium sulfat suspensi.
f. Ion exchange resin.
g. Gamma, irradiation.

Dari segi praktek, pendekatan yang paling baik untuk menghindari terjadinya reaksi
pyrogen adalah membuat sediian parenteral dengan solven, pengemas, alat dan bahan yang bebas
pyrogen.

Tes Pyrogen dan Endotoksin

Adanya pyrogen dan endotoksin dalam sediian parenteral dapat diketahui dengan
melakukan uji pyrogen. Uji tersebut dapat dilakukan dengan:

1. Menggunakan kelinci
2. Menggunakan Limulus lyate test (LAL-tes) ada tidaknya penggumpalan dalam larutan yang
diuji.

LAL-tes memberikan keuntungan dibandingkan dengan uji dengan kelinci,antara lain


Mudah/sederhana, lebih sensitive, dan Reliable.
TONISITAS

Tonisitas berhubungan dengan tekanan osmose yang diberikan oleh suatu larutan dari zat
atau zat padat yang terlarut. Cairan badan atau cairan mata memberikan tekanan osmose yang
sama dengan tekanan osmose normal saline atau larutan NaCI 0,9%. Suatu larutan dengan
jumlah solute/zat terlarut lebih dari cairan badan/mata mempunyai tekanan osmose lebih besar
dan larutan ini di sebut larutan hipertonis. Sebaliknya jika jumlah solut lebih sedikit sehingga
tekanan osmoses lebih rendah disebut hipotonis.
Cairan badan termasuk pula cairan mata mengandung sejumlah zat terlarut yang dapat
menurunkan titik beku larutan 0,52ºC. Demikian pula larutan NaCL 0,9% dapat menurunkan
titik beku 0,52ºC oleh karena itu, larutan NaCL 0,9% dan cairan badan disebut isotonis.
Beberapa cara dapat digunakan untuk menghitung nilai isotonis (tonisitas) suatu larutan antara
lain penurunan titik beku, ekuivalen NaCL, dan faktor disosiasi.
Contoh Perhitungan Isotonis Dengan Penurunan Titik Beku
Diketahui larutan pencuci mata mengandung 1% asam borat. Asam borat 1% menyebabkan
penurunan titik beku sebesar 0,29ºC.hitung NaCL yang harus ditambahkan untuk mendapatkan
larutan isotonis.
Hitungkan :
Larutan NaCL 0,9%=larutan isotonis
Penurunan titik beku cairan mata = 0,52ºC
Asam Borat 1% menurunkan titik beku = 0,29ºC

0,23ºC

NaCl harus ditambahkan untuk menurunkan titik beku (fp) sebesar 0,23ºC. Larutan
0,9% NaCl menurunkan 0,52ºC.

Sehingga jumlah NaCl yang harus, ditambahkan :

X= = 0,40%
Jadi NaCl yang diperlukan = 0,40g/100 ml

Contoh Perhitungan Dengan Factor Dissosiasi

Suatu larutan isotoni bila terpenuhi

Xa + Xb + .... = 0,28

Untuk menghitung banyaknya zat pembantu yang diperlukan untuk mencapai isotonis,
dinyatakan dalam gram setiap liter (=Xh), rumus :

Xh = (0,28 –( Xb + .....)

Ma,Mb = Berat molekul zat –zat terlarut (obat)

Mh = Berat molekul zat pembantu (misalnya NaCl, glukosa, dekstrosa)

Xa, Xb = kadar zat –zat dalam gram setiap liter

Fa, fb, fh = faktor disosiasi senyawa obat ( a dan b) dan senyawa pembantuyang mempunyai
harga berikut :

a) Zat yang tidak terdisosiasi (glukosa, gliserin) 1


b) Basa dan asam lemah dengan 1 derajat disosiasi 1,5
c) Basa dan asam kuat, garam – garam uni – uni valen 1,8
BAHAN PENGEMAS/WADAH

Wadah obat suntik, harus tidak berinteraksi dengan sediian, baik secara fisik maupun secara
kimia sehingga akan mengubah kekuatan dan efektifitas. Wadah biasanya terbuat dari gelas atau
bahan p;astik yang bermutu.

I. GELAS
a. Ruang Lingkup
Standar yang digunakan adalah Standar Botol Gelas untuk Farmasi. Standar ini
mencakup penggolangan jenis, syarat-syarat mutu yang terdiri dari alkalinitas tegangan
dalam, tarnsmisi cahaya, kejutan suhu, catat-cacat tampak, dimensi toleransi isi, tebal
gelas minuman, tingkat mutu lulus, serta tujuan penggunaan, cara pengambilan contoh
dan cara-cara pengujiannya yang disyaratkan bagi botol gelas untuk farmasi.
b. Ketentuan
Tabel 3. Penggolongan tipe gelas
Tipe gelas Sifat gelas
Tipe I Adalah wadah dari gelas yang mempunyai ketahanan kimiawi yang
sempuma sehingga tidak mempengaruhi sediian parenteral yang
sangat peka. Umumnya terdapat dalam gelas borosilikat.
Tipe II Adalah wadah dari gelas soda kapur silikat yang telah mengalami
pelapisan pada permukaan gelas yang berhubungan dengan isian dan
mempunyai ketahanan kimiawi yang baik sehingga tidak
mempengaruhi preparat farmasi yang diisikan.
Tipe III Adalah wadah dari gelas soda kapur silikatyang mempunyai ke
tahanan kimiawi yang cukup sehingga tidak mempengaruhi preparat
farmasi yang diisikan.
Tipe IV Adalah wadah dari gelas, soda kapur silikat yang mempunyai sifat-
sifat yang umum
1) Definisi
Botol gelas untuk farmasi adalah wadah dibuat dari gelas yang digunakan untuk
melindungi sedian gelas.
2) Penggolongan tipe gelas, jenis dan sifat-sifat yang dimiliki
Standar ini menggolongkan jenis-jeis wadah gelas untuk farmasi berdasarkan nlai
alkalinitasnya.
3) Pemberian tanda dan pengemasan
Botol yang diproduksi harus diberi tanda pengenal (inisial) dari produsennya.
Pengemasan. Jika botol diperdagangkan dalam kemasan tertutup, maka kemasan
harus diberi tanda-tanda yang jelas sehingga mudah dikenal prosuksennya, jenis
dan jumlah botol yang dikemas
4) Syarat mutu:
Cara penyimpanan hendaknya dilakukan sedemikian sehingga mudah dapat
dilakukan pengambilan contoh.
c. Syarat mutu
Botol gelas untuk farmasi harus memenuhi syarat-syarat mutu dibawah. Definisi:
“tingkat mutu lulus” (Acceptable Quality Level) adalah presentase maksimum cacat-
cacat botol yang ditemukan dalam pengujian contoh, yang dianggap cukup sebagai
rata-rata proses untuk meluluskan kelompok barang yang dinilai yang telah diwakili
oleh jumlah contoh yang di uji.
1) Alkalinitas
Pengujian alkalinitas bertujuan menguji botol gelas terhadap serangan kimiawi
preparat farmasi yang disimpan dalam botol gelas (persyaratan Masing-masing
tipe gelas dapat dilihat pada tabel, pengujiannya meliputi:
a) Pengujian terhadap contoh yang dijadikan bubuk (powder test).
Cara ini dipergunakan untuk semua jenis botol gelas terkecuali jenis II
b) Pengujian permukaan botol gelas yang berhubungan dengan isinya
dilakukan dengan menggunakan air suling sebagai bahan penyerang
(water attack test)
Tabel 4. Persyaratan Hasil Uji Alkalinitas Untuk Masing – Masing Tipe Gelas

Jenis Ukuran isi Pengujian Max ml


(ml) 0,02 N
I Semua Sampel dijadikan serbuk 1
II <100 Sampel diisi aquadest 0,7
II >100 Sda 0,2
III Semua Sampel dijadikan bubuk 8,5
IV Semua Sda 15

2) Tegangan dalam
Pengujian tegangan dalam dimaksudkan untuk mengetahui tegangan-tegangan
annealing dan cord pada botol gelas, dengan pungujian dan syarat-syarat sebagai
berikut:
a) Pengujian annealing dilakukan dengan:
▪ Menggunakan poliriskop dengan standar referensi, atau
▪ Pengukuran dengan polarimeter
b) Pengujian tegangan cord menggunakan mikroskop polarisasi dan
kompensator.
Syarat tegangan cord tidak boleh lebih besar dari pada 114 nm per cm
tebal gelas (dalam lampiran lihat referensi)
Catatan: tingkat mutu halus=1
3) Transimisi cahaya
Botol gelas untuk farmasi yang dipergunakan untuk menyimpan atau melindungi
preparat-preparat terhadap pengaruh cahaya harus memenuhi syarat-syarat sbb:
Pada sinar dengan panjang gelombang 290 sampai dengan 450 mu untuk masing-
masing ukuran isi
Tabel 5.Syarat Transmisi
Ukuran Isi ml Transmisi Max %
1 25
2 20
3 15
10 13
20 12
50 10

Keterangan :
Untuk ukuran isi yang tidak terdapat dalam tabel diatas harus dipergunakan %
transmisi max. Dari ukuran isi yang lebih besar berikutnya yang ada dalam tabel.
Untuk ukuran isi lebih besar daripada 50ml. Harus dipakai transmisi max 10%.
4) Kejutan suhu
Botol harus diuji ketahanannya terhadap kejutan suhu. Syarat perbedaan suhu
untuk semua jenis adalah 42 skala C dimana suhu terendah adalah 21ºC.
5) Cacat tampak
Cacat tampak diklasifikasikan dalam tiga jenis yaitu
a) Cacat kritis: adalah cacat botol gelas yang membahayakan pemakai
b) Cacat fungsional: adalah cacat botol gelas yang mengakibatkan kegagalan
dalam pengemasan
c) Cacat rupa: ialah cacat botol yang tidak mengakibatkan kegagalan dalam
pengemasan walaupun tampak kurang baik.
Contoh cacat tampak tertera dalam lampiran standar ini, dan tingkat mutu
lulus cacat tampak dalah tertera dalam tabel 6.
Tabel 6. Tingkat Mutu Lulus Cacat Tampak
Cacat – cacat Tingkat mutu lulus
Cacat kritis 0,065
Cacat fungsional 1
Cacat rupa 6,5

6) Dimensi
Kesalahan ukuran adalah kesalahan dimensi yang terjadi pada botol gelas yang
menyebabkan kegagalan dalam pemakaian yaitu:
a) Kesalahan tinggi
b) Kesalahan badan
c) Penyimpangan konsentrasitas
d) Kesalahan isi
Kesalahan-kesalahan ukuran tidak boleh melebihi toleransi-toleransi yang
tertera dalam tabel
Tabel 7. Toleransi Tinggi
Tinggi botol mm Toleransi mm
Dibawah 108 0,8
108 sampai 215,9 1,2
57,2 sampai 304,8 1,6
304,8 sampai 381 2,0
381 sampai 508 2,4
508,0 keatas 3,2

Tabel 8. Toleransi Badan (Diameter)


Diameter mm Toleransi mm
Dibawah 25,4 0,6
25,4 sampai 57,2 0,8
57,2 sampai 76,2 1,2
76,2 sampai 114,3 1,6
114,3 sampai 146,0 2,0
146,0 sampai 171,5 2,4
171,5 sampai 196,0 2,8
196,0 keatas 3,2

Tabel 9. Penyimpangan Kosentrisitas


Jenis Mulut Penyimpangan maksimum
Botol dengan mulut sempit 0,8% x tinggi botol
Botol dengan mulut sedang 1% x tinggi botol
Botol dengan mulut lebar 1,3% x tinggi botol
Catatan: Tingkat mutu lulus kesalahan ukuran =1

7) Toleransi isi
Isi botol gelas untuk keperluan farmasi harus memenuhi syarat toleransi isi dalam
tabel.
Tabel 10. Syarat Toleransi Isi
Ukuran isi ml Toleransi ml
Dibawah 0,36 0,2
14,2 sampai 28,4 0,44
28,4 sampai 56,8 0,90
56,8 sampai 92,3 1,3
92,3 sampai 120,8 2,2
120,8 sampai 142,1 2,7
142,1 sampai 170,5 3,1
170,5 sampai 227,3 3,6
227,3 sampai 284,1 4,4
284,1 sampai 340,9 5,3
340,9 sampai 454,6 6,2
454,6 sampai 568,2 7,1
568,2 sampai 824,0 8,9
824,0 sampai 1051,3 10,7
1051,3 sampai 1307,0 12,4
1307,0 sampai 1619,5 14,2
1619,5 sampai 2130,9 17,8
2130,9 sampai 2689,2 21,3
2689,2 sampai 3267,4 24,9
3267,4 sampai 3977,7 28,4
3977,7 sampai 4488,0 42,6
4488,0 sampai 5465,1 56,8
5465,1 sampai 7273,5 85,2
7273,5 sampai 13688 113,6
13688 sampai 22730 170,5
22730 keatas 227,3
Catatan : Tingkat mutu lulus = 1

8) Tebal gelas minimum


Botol untuk keperluan farmasi harus memenuhi tebal gelas minimum
Tabel 11. Tabel Gelas Minimum
Isi (ml) Botol Penampang Bulat Botol Penampang
dan Lonjong (mm) Persegi (mm)
0-100 0,9 1,0
100-230 1,0 1,1
230-500 1,1 1,1
500-1125 1,3 1,3
>1125 1,5 1,5

d. Cara Pengambilan Contoh/Teknik Sanpling


1) Cara pengambilan contoh digunakan dan berlaku untuk pengujian-pengujian
tegangan dalam, tegangan hydrotastik, kejutan suhu cacat tampak, kesalahan
ukuran dan dimensi.
Pengambilan contoh untuk pengujian-pengujian harus dilakukan secara acak
yang merata dari jumlah kelompok barang yang ternilai. Untuk pengujian
tegangan dalam yang dipengaruhi oleh annealing dancord maka contoh harus
diambil dari kelompok.
2) Pengambilan contoh untuk tingkat mutu lulus yang telah ditetapkan harus
memenuhi jumlah yang dipersyaratkan dalam farmakope untuk pengambilan
contoh cara tunggal dan contoh cara ganda, sekaligus dengan batas-batas
lulus/ditolak untuk masing-masing tingkat mutu lulus.
Untuk menguji tebal minimum dinding tidak perlu contoh khusus karena ini
dilakukan sekaligus bersama pengujian cacat rupa.
II. PLASTIK
Plastik merupakan polimer dengan BM tinggi dengan berbentuk padat. Plastik (polimer)
dibagi dalam dua kategori :
a. Thermoplastik padat pada temperatur kamar tetapi dapat lunak dengan panas dan
tekanan
b. Thermosetting plastik (thermoset), stabil terhadap panas

Beberapa keuntungan dari panas plastik, antara lain :

a. Relatif murah
b. Lebih ringan
c. Tahan terhadap benturan mekanis
d. Fleksibel
e. Beberapa jenis plastik bersifat transparan
III. KARET
Penutup untuk wadah sediaan pada umumnya menggunakan karet. Penutup karet
ini memberikan kemudahan untuk pengambilan isinya, serta tetap dapat memberikan
perlindungan isinya dari pengaruh luar. Persyaratan karet sebagai penutup :
a. Fisika, antara lain :elastis, tidak melepaskan partikel
b. Kimia, tidak melepaskan zat kimia ke dalam isi/larutan

Dikenal ada dua macam karet

a. Karet alam
b. Karet sintetis
VALIDASI

Definisi validasi adalah suatu tindakan pembuktian dengan cara yang sesuai bahwa tiap
bahan, proses, prosedur, kegiatan, system, perlengkapan, atau mekanisme yang digunakan dalam
produk dan pengawasan senantiasa mencapai hasil yang diinginkan. Maksud dan tujuan validasi
adalah

1. Mengidentifikasi parameter proses yang kritis


2. Menetapkan batas toleransi yang dapat diterima (acceptable) dari masing-masing
parameter proses yang kritis
3. Memberi cara / metode pengawasan terhadap proses yang kritis

Obyek atau Komponen Validasi :

1. Fasilitas/bangunan
2. Prosedur analisis
3. Bahan awal
4. Tahap pembuatan
5. Operator
6. Peralatan
7. Sistem penunjang (yang kritis)
PERCOBAAN I
MELAKUKAN PRINSIP CPOB DALAM PERSIAPAN PEMBUATAN SEDIAAN OBAT
STERIL

TUJUAN :
A. Mahasiswa mampu melakukan prosedur cuci tangan
B. Mahasiswa mampu menggunakan APD / Baju Kerja pada ruang bersih Grey Area

ALAT :
A. tempat cuci tangan berikut kran air, tisu atau handuk bersih atau alat pengering tangan,
sikat kuku tangan, alat-alat gelas untuk peraga
B. kelengkapan baju kerja (baju steril lengkap) pada ruang bersih Grey Area
- penutup rambut
- kaca mata pelindung
- baju steril
- celana steril
- shoes cover
-
BAHAN : Cairan Desinfektan yaitu Alkohol 70% atau Isopropil Alkohol

PROSEDUR KERJA :
A. Prosedur cuci tangan
1. Tiap praktikan yang masuk ke area pembuatan obat melakukan cuci tangan sesuai
prosedur sebelum menggunakan baju steril untuk area bersih
2. Cuci tagan secara menyeluruh (lihat Gambar 1)
3. Gunakan sikat yang disediakan bila sela-sela kuku kotor
4. Kuku harus pendek
Gambar 1. Prosedur Cuci Tangan
B. Prosedur menggunakan baju kerja di ruang bersih Grey Area
1. masuk ke ruang penyimpanan baju kerja
2. pasang penutup rambut
3. masukkan asesoris dan barang lain ke loker
4. bersihkan make up bila ada
5. gunakan baju steril sesuai dengan ukuran
6. lepaskan baju luar dan sepatu letakkan ke loker

Gambar 2. Penggunaan Baju Kerja di ruang bersih Grey Area


LEMBAR PENILAIAN INSTRUKTUR PRAKTIKUM

No Kegiatan Pelaksana oleh praktikan


Dilaksanakan Tidak dilaksanakan Kurang tepat
(2) (0) (1)
Cuci Tangan Steril
1 Membuka pembungkus pembersih
kuku
2 Arah mencuci tangan
3 Menggunakan sabun antiseptik
4 Membersihkan kuku
5 Membersihkan sela-sela jari
6 Membersihkan punggung tangan
7 Membersihkan telapak tangan
8 Membersihkan lengan hingga siku
9 Melakukan pembilasan dengan
arah yang benar
10 Mengeringkan tangan
11 Mengatur kembali lengan baju
Menggunakan baju kerja steril untuk Grey Area
1 Menggunakan penutup rambut
2 Menanggalkan asesoris dan
kosmetik
3 Melakukan sanitasi
4 Manggunakan baju steril bagian
atas
5 Menggunakan baju steril bagian
bawah
6 Menggunakan sepatu khusus
7 Menggunakan shoes cover
8 Melakukan pembilasan tangan
9 Menggunakan sarung tangan
10 Mendesinfektan tangan
11 Menggunakan kaca mata
pengamaan
Pertanyaan :
1. Dalam proses cuci tangan, langkah pertama adalah membuka pembungkus sikat dan
sabun, bolehkah jika membuka bungkus tersebut tidak dilakukan di awal, akan tetapi
tepat ketika akan menggunakannya? Jelaskan!
2. Dalam proses menggunakan sarung tangan (gloves), mengapa permukaan tangan yang
belum menggunakan sarung tangan tidak boleh bersentuhan dengan bagian luar sarung
tangan?
3. Apabila menggunakan baju steril untuk grey area, apakah personel diperbolehkan
memasuki area produksi sediaan steril dengan proses sterilisasi akhir?
PERCOBAAN II
PENENTUAN METODE STERILISASI ALAT, BAHAN DAN SEDIAAN OBAT STERIL

TUJUAN : Mahasiswa mampu melakukan penentuan metode sterilisasi yang paling tepat
untuk alat dan bahan serta sediaan
ALAT YANG AKAN DISTERILKAN :
1. Kaca arloji
2. Tabung erlenmeyer
3. Batang pengaduk
4. Spatel
5. Pipet tetes
6. Corong gelas
7. Gelas ukur
8. Kertas saring
9. Tutup vial karet pipet
10. Vial
11. Ampul
BAHAN YANG AKAN DISTERILKAN
1. Natrium Klorida
2. Dekstrosa
3. Manitol
4. Natrium bikarbonat
5. Gentamisin sulfat
6. Cefuroxime natrium
7. Zink sulfat
SEDIAAN OBAT YANG AKAN DISTERILKAN :
1. Sediaan Infus Ringer Laktat
2. Infus Dekstrosa
3. Infus Manitol
4. Injeksi rekonstruksi cefuroxime natrium
5. Obat tetes mata
PROSEDUR
1. Menentukan prosedur sterilisasi dengan acuan buku atau ebook yang emmuat informasi
mengenai stabilitas alat/bahan/sediaan obat terhadap panas.
2. Buku – buku yang perlu dipersiapankan :
a. Farmakope Indonesia edisi III- V
b. Farmakope lain BP, USP
c. Handbook of pharmaceutical excipient
d. The Pharmaceutical Codex
3. Format pengisian praktikum :
a. Alat yang akan disterilkan :
Daftar Alat Keterangan Metode sterilisasi yang
dipilih
Contoh : spatel logam Bentuk alat : padatan tidak Oven 160 C selama
berpori 120 menit
Elemen pembentukan alat :
besi, tahan panas
Kaca arloji Bentuk alat :
Elemen pembentuk alat :
Tabung erlenmeyer Bentuk alat :
Elemen pembentuk alat :
Dst

Penjelasan:
Anda diminta menentukan metode sterilisasi yang tepat pada alat spatel logam. Pada uraian
tuliskan :
➢ Bentuk alat (padatan berpori/padat tidak berpori/ cair/ gas). Jarang sekali alat berbentuk
cair atau gas, maka pilihan yang mungkin adalah padatan berpori atau tidak berpori.
➢ Sebutkan bahan pembentuk alat, misalnya: besi tahan panas/ gelas tahan panas/ gelas
tidak tahan panas/ plastik tahan panas/ plastik tidak tahan panas/ campuran logam dan
plastik tidak tahan panas, dll

Setelah menguraikan bentuk alat dan bahan pembuat alat pada kolom ke-3 tuliskan metode
sterilisasi yang tepat untuk alat tersebut:
➢ Bila alat terbuat dari bahan tahan panas, maka dapat disterilisasi dengan metode panas
basah maupun panas lembab. Jadi boleh Anda tuliskan Auoklaf 121⁰C selama 15 menit,
atau oven 160⁰C selama 120 menit.
➢ Bila alat terbuat dari bahan yang tidak tahan panas, maka Anda perlu menggunakan
metode dingin, maka dapat dituliskan: radiasi sinar gamma cobalt 60 dengan dosis
absorpsi 25 kGy, atau gas etilen oksida dengan konsentrasi 800-1200 mg/L 45-63⁰C, RH
30-70% 1-4 jam

b. Bahan yang akan disterilkan :

Daftar Bahan Uraian Metode sterilisasi yang


dipilih
Contoh : salbutamol Bentuk bahan : serbuk Oven 160 C selama
Stabilitas : stabil dlam rentang 120 menit
suhu 55 – 85 C, tahan panas
hingga 165 C (The
Pharmaceutical Codex edisi
12, 1994 hal 1042)
Natrium klorida Bentuk bahan :
Stabilitas :
Dekstrosa Bentuk bahan :
Stabilitas :
Dst
Penjelasan:
Anda diminta menentukan metode sterilisasi yang tepat pada bahan Salbutamol. Pada uraian dan
pustaka tuliskan:
➢ Bentuk bahan (serbuk/ cair/ gas). Pada FI V dikatakan Salbutamol sufat berbentuk serbuk
kristalin berwarna putih atau hampir putih, maka tuliskan pustaka pada sebelah jawaban
seperti telah dicontohkan. Pustaka sangat penting, karena menunjukkan data yang kita
ambil terpercaya atau tidak. Pustaka tidak boleh diambil dari website dengan alamat
“.com”. Hal ini disebabkan kebenarannya tidak bisa dipastikan (.com = commercial).
➢ Hal yang lebih penting adalah data stabilitas terhadap suhu dari bahan tersebut. Dengan
demikian, carilah data stabilitas terhadap suhu pada pustaka rujukan yang telah
disarankan diatas.
Setelah menguraikan bentuk alat dan bahan pembuat alat pada kolom ke-3 tuliskan metode
sterilisasi yang tepat untuk alat tersebut:
➢ Bentuk bahan akan menentukan pemilihan metode sterilisasi utama yang akan Anda
gunakan. Bila bahan yang akan disterilkan adalah serbuk, maka pilihan utama
sterilisasinya adalah: oven suhu 160⁰C selama 120 menit. Bila bahan adalah cairan, maka
pilihan utama metode sterilisasi adalah Autoklaf 121⁰C selama 15 menit. Dengan
demikian bentuk sediaan sangat menentukan metode sterilisasi yang akan Anda pilih.
➢ Berdasarkan ketahanan terhadap panas, tentukan metode sterilisasi yang paling sesuai
untuk bahan tersebut
c. Sediaan obat yang akan disterilkan

Daftar Bahan Uraian dan pustaka (wajib) Metode sterilisasi yang


dipilih
Contoh : injeksi Bentuk sediaan : larutan Autoclaf, 121 C
salbutamol sulfat 0,5% (farmakope Indonesia V) selama 15 menit
Stabilitas : bahan aktif stabil
dalam rentang suhu 55 – 85 C,
tahan panas hingga 165 C (The
Pharmaceutical Codex edisi
12, 1994, hal 1042)
Infus Ringer laktat Bentuk sediaan :
Stabilitas :
Infus Manitol Bentuk sediaan :
Stabilitas :
Dst
Penjelasan:
Anda diminta menentukan metode sterilisasi yang tepat untuk sediaan obat yang sudah jadi. Jika
tadi Salbutamol sulfat dalam bentuk murni, yaitu serbuk, maka kali ini Salbutamol sudah dalam
bentuk cairan untuk injeksi dengan basis air. Dengan demikian, pasti pemilihan metode
sterilisasinya akan berbeda dari serbuk Salbutamol sulfat. Pada uraian dan pustaka tuliskan :
➢ Bentuk sediaan (larutan/ suspensi/ emulsi/ serbuk rekonstitusi/semisolid/padatan). Pada
FI V, kita dapat informasi bahwa sediaan Injeksi Salbutamol Sulfat berada dalam bentuk
larutan dalam air, maka tuliskan pustaka pada sebelah jawaban seperti telah dicontohkan.
➢ Selanjutnya mengenai stabilitas bahan terhadap suhu, berdasarkan pada pustaka yang
telah Anda peroleh, tuliskan seperti pada contoh.
Setelah menguraikan bentuk alat dan bahan pembuat alat pada kolom ke-3 tuliskan metode
sterilisasi yang tepat untuk alat tersebut:
➢ Bentuk bahan akan menentukan pemilihan metode sterilisasi utama yang akan Anda
gunakan. Bila bahan yang akan disterilkan bukan lagi serbuk, maka pilihan utama
sterilisasinya adalah: autoklaf dengan suhu 121⁰C selama 15 menit.

Pertanyaan :

1. Apakah yang dimaksudkan dengan sterilisasi, apakah bedanya dengan desinfeksi ?


2. Sebutkan metode yang dapat digunakan untuk sterilisasi bahan dan alat ?
3. Jelaskan proses sterilisasi menggunakan autoklaf dengan bahasa anda sendiri ?
4. Jelaskan proses sterilisasi menggunaakn oven dengan bahasa anda sendiri ?
PERCOBAAN III
MELAKUKAN STERILITAS DENGAN METODE PANAS BASAH DAN KERING

TUJUAN : Mahasiswa mampu melakukan proses sterilitas alat dan bahan dengan
metode panas basah dan metode panas kering
ALAT :
1. Metode Panas Basah : Autoclaf
2. Metode panas kering : Oven
BAHAN :
1. Metode Panas Basah : Erlenmeyer
2. Metode Panas Kering : Beaker glass dan tisu
PROSEDUR :
1. Metode Panas Basah
a. Alat yang akan disterilkan adalah erlenemyer
b. Erlenmeyer di cuci dengan bersih dan dikeringkan
c. Lubang yang terdapat dalam erlenmeyer di tutup dengan kapas steril dan ditutup
dengan menggunakan kertas payung sebanyak 2 lapis
d. Erlenmeyer yang dibungkus dimasukkan dan ditata kedalam keranjang autoclaf
e. Ditekan tombol ON pada autoclaf, ditunggu sampai alat siap digunakan
f. Dibuka pintu autoclaf dnegan menggeser kunci ke sebelah kanan
g. Dikontrol air yang ada di dalam chamber autoclaf, bila kurang ditambahkan air
dengan aqua DM sampai tanda batas
h. Dimasukkan keranjang autoclaf yang berisi alat yang akan disterilkan
i. Ditutup autoclaf dan digeser kunci kesebelah kiri
j. Ditekan tombol star pada autoclaf yang sebelumnya telah di set waktu dan
temperaturnya yaitu 121 C selama 20 menit
k. Setelah 20 menit dibuka buangan ags sampai bunyi yang ada didalam autoclaf tidak
terdengar lagi dan ditunggu sampai suhu mencapai 70 C
l. Setelah mencapai suhu 70 C dibuka kunci autoclaf dengan menggesernya kekanan
m. Lalu keranjang yang ada di autoclaf dikeluarkan dari chamber
n. Alat yang telah disterilkan ditempatkan ke dalam box
2. Metode Panas Kering
a. Alat yang akan disterilkan menggunakan metode panas kering yaitu tisu dan geas
beaker dengan dibungkus kertas payung sebanyak 2 lapis
b. Gelas beaker dan tisu yang telah dibungkus dimasukkan ke dalam oven
c. Ditata posisi alat sehingga udara yang ada di dalam oven mengalir secara merata
d. Setelah diatur psoisi alat, oven ditutup lalu ditekan tombol ON
e. Di setting oven pada suhu 170 C selama 1 jam
f. Ditunggu sampai proses sterilisasi selesai
g. Setelah proses sterilisasi selesai ditunggu hingga oven dingin baru dibuka tutup
ovennya
h. Setelah oven dingin, dibuka tutup oven dan semua alat dimasukkan kedalam box
steril
i. Oven dimatikan

Pertanyaan :
1. Apa yang dimaksud dengan sterilisasi, apa bedanya dengan desinfektan?
2. Sebutkan metode yang digunakan untuk sterilisasi bahan dan alat!
3. Jelaskan metode sterilisasi yang tepat untuk bahan : emulsi air dalam minyak steril
dengan bahan aktif yang stabil terhadap pemanasan?
PERCOBAAN IV
PEMBUATAN INFUS RINGER LAKTAT

TUJUAN : Mahasiswa mampu memahami dan mampu membuat infus ringer

ALAT : Penangas Air, Glassware, Timbangan

BAHAN : NaCl, KCl,CaC12, 2 H20, Aqua p.i., Karbo adsorben, HCl 0,1 N NaOH 0,1 N

FORMULA :

R/ NaCl 0,6
KCl 0,03
Ca .2 O 0,01
Aqua p.i. ad 100 ml
PROSEDUR KERJA :
1. Hitunglah tonisitas larutan dengan metode faktor diasosiasi jika tidak isotonis, maka
buatlah menjadi isotonis
2. Buat air bebas , kemudian larutkan semua bahan dalam air bebas
3. Cek pH larutan antara 5-7, jika kurang asam ditambah HCl 0,1 N sedangkan bila kurang
basa ditambah NaOH 0,1 N
4. Tambahkan sisa air bebas CO2
5. Gojok larutan dengan karbo adsorben aktif 0,1% diamkan, saring hingga jernih
6. Masukkan larutan dalam wadah yang sesuai dan tutup
7. Sterilkan dengan autoclave pada suhu 121ºC selama 30 menit
8. Lakukan uji sterilitas dan pirogen berdasarkan Farmakope Indonesia Edisi 5
9. Periksa larutan terhadap :
a. pH
b. Kebocoran
c. Partikel asing
d. Kejernihan
10. Beri etiketnya
PERTANYAAN

1. Jelaskan tujuan pemberian larutan elektrolit !


2. Tuliskan beberapa cara menghitung (rumus) tonisitas dan terangkan arti masing – masing
dalam rumus tersebut !
3. Sebutkan beberapa bahan yang sering ditambahkan dalam pembuatan larutan parenteral
dan berikan contohnya !
4. Apa tujuan penggunaan karbo adsorben, bagaimanakah usaha yang dilakukan agar karbo
adsorben bekerja lebih efektif, jelaskan !
5. Jelaskan perbedaan syarat sediaan infus dan injeksi !
PERCOBAAN V
TETES MATA DAN SALEP MATA NA SULFASETAMID

TUJUAN : Mahasiswa dapat memahami dan mampu membuat tetes mata dan salep mata
Natrium Sulfasetamid
ALAT : Tetes mata : Glassware, Timbangan
Salep mata : LAF, Oven, Peralatan gelas, Penangas air, Timbangan,
Inkubator, Peralatan porselen,Sudip
BAHAN : Tetes mata : Na. Sulfasetamid, Asam borat, Natrium Tetra Borat, Aq.
Destilata, HCl 0,1 N, NaOH 0,1 N
Salep mata : Na. Sulfasetaamid, Parafin Cair, Vaselin kuning, Na
Karbonat, Aquadest, Alkohol, Tepol
FORMULA :
Tiap 10 ml mengandung :
R/ Na.Sulfasetamid 10%
Asam borat 150 mg
Na. Tetra Borat 30 mg
PROSEDUR KERJA :
1. Hitunglah tonisitas tetes mata menggunakan metode penurunan titik beku
2. Larutkan asam borat dan natrii tetra borat dalam sebagian aquadest
3. Larutkan Natrium Sulfasetamid dalam sisa aquadest, kemudian campurkan pada larutan I
4. Sterilkan menurut cara B
5. Masukan wadah dan beri etiket
6. Lakukan uji sterilitas dan uji pyrogen berdasarkan farmakope edisi V
7. Cek pH, kebocoran, partikel, kejernihan dan keseragaman volume
PEMBUATAN SALEP MATA NATRIUM SULFASETAMID
R/ Na.Sulfasetamid 25 mg
Vaselin kuning 0,475 g
Parafin cair 0,5 g
PROSEDUR KERJA

1. Sterilisasi Alat
a. Sterilisasi glass ware
1) Pipet, sendok, mortir, stamper, petri dish dan glassware lainnya dicuci dengan
HCl 0,1 N
2) Lalu glass warediatas dididihkan dengan larutan I (tepol 1% + Na Karbonat 0,5%)
3) Perlakuan pendidihan dengan larutan I diulang sebanyak dua kali, lalu gelas ware
dicuci dengan aquades
4) Glass ware yang telah bersih dipanaskan di dalam oven (menggunakan
alumunium foil) pada suhu 200ºC selama 1 jam
b. Sterilisasi Porcelen ware
1) Porcelen ware dicuci dengan aquadest
2) Porcelen ware direndam dengan alkohol 75% selama 15 menit
3) Kemudian perendamnya diganti, porselen direndam dalam alkohol 96% selama,
dua puluh lima menit
4) Lalu Porcelen ware diangkat dari rendaman dan dicuci dengan aquades kemudian
dibungkus dengan alumunium foil dan dioven pada suhu 150ºC selama dua
setengah jam
c. Sterilisasi Tube (yang terbuat dari alumunium)
1) Tube dicuci dengan larutan I (Tepol 1%+Na-Karbonat 0,5%)
2) Lalu Tube dicuci dengan aquades dan selanjutnya tube dibungkus dengan
alumunium foil di oven pada 150ºC selama dua setengah jam
d. Sterilisasi LAF
Ruang LAF disterilisasi dengan cara menyemprotkan alkohol 70% ke

sekeliling ruangan, sampai ruangan (sudut-sudut) terkena alkohol, kemudian


didiamkan selama 30 menit. Setelah itu lampu UV dinyalakan selama 30 mensarit,

hidupkan fan setelah lampu UV dimatikan.

2. Sterilisasi Bahan
a. Na-Sulfasetamid dibungkus dengan alumunium foil, lalu dipanaskan dalam oven pada
suhu 150ºC, selama dua setengah jam
b. Basis salep yang merupakan campuran dari vaselin dan paraffin dipanaskan dalam
oven pada suhu 170ºC, selama satu jam
3. Cara Pembuatan
a. Sebelum salep dibuat, pastikan bahan – bahan dasr salep (zat aktif dan basis) dalam
keadaan steril
b. Pembuatan salep dilakukan di dalam LAF
c. Na-Sulfasetamid digerus di mortir, dan salep yang terbentuk nantinya tidak akan
mengandung partikel kasar
d. Basis campuran antara vaselin dan paraffin dibuat menjadi meleleh dan kemudian
sedikit demi sedikit dicampurkan kedalam Na-Sulfasetamid, aduk sampai benar –
benar homogen
e. Setelah homogen masukkan ke dalam tube yang sudah steril lalu di tutup
4. Uji sterilitas
a. Seluruh bagian uji sterilitas (uji sterilitas basis, zat aktif, uji sterilitas, alat – alat
percobaan dan uji sterilitas salep) dilakukan di LAF
b. Meneteskan steril WFI dalam tube, porselen dengan glass ware, ratakan ke seluruh
permukaan, kemudian air bilasan diteteskan ke BHI dan diinkubasi selama 24 jam
c. Salep dikeluarkan dari tube dan digoreskan pada BHI padat, kemudian BHI
diinkubasi selama 24 jam
d. Sterilisasi LAF diuji dengan memaparkan media agar BHI pada LAF yang
sebelumnya telah disterilkan selama 30 menit, lalu media agar BHI ditutup dan
diinkubasi selama 24 jam
e. Pada uji sterilitas ini suhu inkubator yang dipakai untuk inkubasi adalah 37ºC.
PERTANYAAN

1. Sebutkan persyaratan yang harus dipenuhi untuk sediaan tetes mata


2. Apakah tetes mata harus pyrogen? Jelaskan!
3. Sebutkan macam – macam bentuk sediaan untuk pengobatan mata
4. Sebutkan pemeriksaan yang dilakukan untuk sediaan tetes mata
5. Sebutkan keuntungan dan kekurangan penggunaan bentuk tetes/larutan dari bentuk lain
(mis.salep) pada pengobatan mata
PERCOBAAN VI
INJEKSI THIAMIN HIDROCLORID DENGAN STERILISASI UAP BASAH

TUJUAN : Agar mahasiswa memahami, mampu dan terampil membuat injeksi thiamin
hidroclorid dan uji sterilitasnya
ALAT : Autoclave, Glassware, Timbangan, Spuit
BAHAN : Thiamid hidroclorid, Aqua p.i, Karbo adsorben, BHI
FORMULA :
R/ Thiamin hidroclorid 10
Aqua p.i. ad 100 ml
PROSEDUR KERJA :
1. Hitung tonisitas larutan yang akan dibuat dengan metode penurunan titik beku
2. Larutkan thiamin hidroclorid dengan sebagian aqua p.i.
3. Gojok larutan dengan karbon absorden 0,1% yang telah diaktifkan 5-10 menit, diamkan
kemudian saring hingga jernih
4. Masukkan larutan ke dalam ampul sesuai volume yang diminta (dosisnya adalah 100mg
sekali injeksi), tutup dan sterilkan dalam autoclave 121ºC selama 30 menit
5. Periksa larutan terhadap pH (cek lampiran 1071 hal. 1563), kebocoran (Farmakope
Indonesia Edisi V halaman,partikel (petunjuk operasional CPOB 2012), kejernihan
(petunjuk operasional CPOB 2012) dan keseragaman volume/berat (Penetapan volume
injeksi dalam wadah FI V hal.1570)
6. Uji sterilitas, (seluruh kegiatan dilakukan di dalam LAF)
a. Siapkan sampel yang telah diaseptiskan dalam ruang LAF
b. Buka tutup sampel, gunakan spuit steril untuk mengambil isi sampel dan masukkan
dalam media BHI.
c. Tutup media yang sudah di treatment, inkubasikan dalam inkubator pada suhu
optimal
d. Amati adanya pertumbuhan bakteri setelah inkubasi 24 jam

PERTANYAAN
1. Jelaskan kerja septis dan non aseptis dan berikan contohnya !
2. Mengapa larutan parenteral harus isotonis ?
3. Sebutkan cara – cara depirogenasi dan bagaimana uju pyrogen ?
4. Sebutkan media yang cocok untuk uji sterilitas !
5. Berapa volume kelebihan yang harus ditambahkan pada sediaan injeksi,dan mengapa hal
ini dilakukan ?
6. Berapa syarat pH sediaan injeksi thiamin HCl? Mengapa boleh tidak isohidris ?
PERCOBAAN VII
UJI ALKALINITAS GELAS

TUJUAN : Untuk mengetahui ketahanan gelas terhadap serangan kimiawi preparat


farmasi yang disimpan dalam botol gelas
ALAT : Autoclave, Lumpang dan alu baja, Pengayak baja nomor 20, 40, dan 50, Alat
– alat gelas
BAHAN : Air kemurnian tinggi, Larutan metil merah, 0,02 N, Aceton

PROSEDUR KERJA :
A. Uji serbuk kaca (Farmakope Indonesia Edisi V Hal. 1619)
Tentukan tipe gelas sesuai dengan tabel II F Indonesia edisi V hal. 1620
B. Uji ketahanan kaca terhadap air pada suhu 121ºC (FI V hal 1621)
1. Pilih secara acak sejumlah wadah (sesuai ketentuan Farmakope Indonesia edisi V
hal. 1620) yang telah dibilas 2x dengan air murni
2. Periksa hasil volume titrasi dengan ketentuan Farmakope Indonesia Edisi V yang
tertera di hal.1621
PERTANYAAN
1. Apa perbedaan uji serbuk kaca dengan uji ketahanan kaca
2. Berapa batasan uji serbuk kaca maupun ketahanan kaca pada tiap tipe wadah
gelas
KARTU KONTROL
Nama :
NIM :
Kel./Gol. :
NO JUDUL PRAKTIKUM PRETEST LAPORAN
1 Tanggal : Tanggal :
Nama Dosen : Nama Dosen :

Acc. Acc.
2 Tanggal : Tanggal :
Nama Dosen : Nama Dosen :

Acc. Acc.
3 Tanggal : Tanggal :
Nama Dosen : Nama Dosen :

Acc. Acc.
4 Tanggal : Tanggal :
Nama Dosen : Nama Dosen :

Acc. Acc.
5 Tanggal : Tanggal :
Nama Dosen : Nama Dosen :

Acc. Acc.
6 Tanggal : Tanggal :
Nama Dosen : Nama Dosen :

Acc. Acc.
7 Tanggal : Tanggal :
Nama Dosen : Nama Dosen :

Acc. Acc.
Dosen Pembimbing,

(....................................)
DAFTAR PUSTAKA

BPOM RI, 2014. Petunju Operasional Penerapan Pedoman Cara Pembuatan Obat Yang Baik.
Jakarta: Indonesia

Ansel, H.C, 1982 Introduction to Pharmaceutical Dosage Forms. Lea dan Febiger, Philadelphi

Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 1976. Farmakope Indonesia Edisi III. Jakarta

Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 1995. Farmakope Indonesia Edisi IV. Jakarta

Lukas, Stefanus. 2006. Formulasi Steril. Yogyakarta: Andi Offset. Halaman 61, 81.

Lund, W. 1994. The Pharmaceutical Codex 12th Edition. London: The Pharmaceutical Press.

Rowe, Raymond C., Sheskey, Paul J., Quinn, Marian E.. 2009. Handbook of Pharmaceutical
Excipients 6th Edition. London: The Pharmaceutical Press.

Sweetman, Sean C., 2009. Martindale 36th Edition. London: The Pharmaceutical Press.

You might also like