You are on page 1of 30

Asuhan Keperawatan ARDS

berdasarkan 3s
oktina dwisusanti
ards
Sindrom gangguan pernapasan
akut (ARDS) adalah kondisi
parah dan fatal yang ditandai
dengan kegagalan pernapasan
hipoksia berat yang resisten
terhadap terapi oksigen dengan
infiltrat paru bilateral dalam
temuan radiologis, (Hartanto
2021). Sumber:
Hartanto, D. (2021). Sindrom Gangguan Pernafasan Akut: Patofisiologi dan Manajemen. Cermin
DEFINISI ARDS
(BERLIN DEFINITION)
BERDASARKAN DERAJAT HIPOKSEMIA
Ringan
PaO2/FiO2 200–300mm Hg

Sedang
PaO2/FiO2 100–200mm Hg

Berat
PaO2/FiO2 < 100 mmhg
3
The Berlin definition of ARDS

Sumber :
4
The ARDS Definition Task Force (2012) Acute respiratory distress syndrome: the Berlin definition. JAMA 307:2526–2533
insiden
Sebuah penelitian yang melibatkan 50 negara
menunjukkan bahwa kejadian ARDS adalah
10,4% di antara pasien unit perawatan intensif
(ICU), dan tingkat kematian untuk ARDS
ringan, sedang, berat masing-masing adalah
34,9%, 40,3%, dan 46,1%. (Bellani dkk. 2016).

Sumber:
Bellani, G., Laffey, J. G., Pham, T., Fan, E., Brochard, L., Esteban, A., ... & ESICM
5
Trials Group. (2016). Epidemiology, patterns of care, and mortality for patients with
acute respiratory distress syndrome in intensive care units in 50
countries. Jama, 315(8), 788-800.
Etiologi ARDS

6
patofisiologi
Barier alveolar-kapiler mengalami peningkatan permeabilitas, sehingga
cairan yang mengandung protein masuk ke dalam alveoli. Adanya cairan
pada alveoli menyebabkan penurunan komplians sistem pernapasan,
right-to-left shunting, dan hipoksemia

Pada tahapan pertama, yaitu fase eksudatif dari jejas paru, temuan
patologis disebut sebagai diffuse alveolar damage. Terdapat membran
hialin yang melapisi dinding alveolar dan cairan edema yang
mengandung protein di ruang alveoler, terjadi pula gangguan pada epitel
dan infiltrasi neutrofil pada interstitial dan alveoli. Area hemorrhage dan
makrofag dapat ditemukan di alveoli. Fase yang berlangsung 5- 7 hari ini
diikuti oleh yang disebut sebagai fase proliferatif pada beberapa pasien.
Pada titik ini, membran hialin telah mengalami organisasi dan fibrosis.
Obliterasi kapiler pulmonal dan deposisi kolagen pada interstitial dan
alveolar dapat diamati bersamaan dengan penurunan jumlah neutrofil
dan derajat edema paru. Fase proliferatif ini diikuti oleh fase fibrosis yang
tampak pada gambaran radiologis pada ARDS persisten (lebih dari 2
minggu)

7
FASE ARDS

1. Fase akut (hari 1-6) = tahap eksudatif


- Edema interstitial dan alveolar dengan akumulasi neutrofil, makrofag, dan sel darah
merah
- Kerusakan endotel dan epitel alveolus
- Membran hialin yang menebal di alveoli

2. Fase sub-akut (hari 7-14) = tahap fibroproliferatif


- Sebagian edema sudah direabsorpsi
- Proliferasi sel alveolus tipe II sebagai usaha untuk memperbaiki kerusakan
- Infiltrasi fibroblast dengan deposisi kolagen

3. Fase kronis (setelah hari ke-14) = tahap resolusi


- Sel mononuclear dan makrofag banyak ditemukan di alveoli 8
Manifestasi klinis
1. Takipnea
2. Retraksi intercostal
3. Tachicardi
4. Ronkhi kasar yang jelas
5. Hipoksia yang tidak respons dengan pemberian oksigen.
6. Cyanosis
7. Hypotensi
8. Kelelahan, gelisah

Sumber:
Bakhtiar, A., & Maranatha, RA (2018). Sindrom kesulitan pernapasan akut. Jurnal Respirasi , 4 (2), 51-60. 9
Pengkajian
a. Biodata klien
b. Keluhan utama
c. Riwayat Kesehatan
d. Pemeriksaan fisik sistem pernafasan
1. Inspeksi : Kadaan umum, pola nafas, pengguanaan otot bantu
pernafasan, retraksi dada, cyanosis
2. Auskultasi : suara nafas tambahan (ronchi, wheezing, dsb
3. Perkusi : hypersonan, dulnes, dsb
4. Palpasi : vocal premitus, adakah masa, lesi

10
Pengkajian kritis
1. AIRWAY
Airway/jalan nafas dapat tersumbat jika penyebab
adalah aspirasi, inhalasi asap dll.
Sekret

2. BREATHING
Inspeksi : RR meningkat (napas cepat), ekspansi dada
menurun,
peningkatan usaha pernapasan (penggunaan otot-otot
aksesori/tambahan
pernapasan)
Bunyi nafas : ronchi
11
Pengkajian kritis
3. CIRCULATION
Jantung (pompa): takikardia
Pembuluh Darah (pipa): Tekanan darah menurun

4. DISABILITY
Tingkat Kesadaran: Penurunan kesadaran, bingung, gelisah
Kelelahan/ kelatihan

5. EKSPOSURE
Pemeriksaan fisik seluruh badan:
Kulit pucat atau sianosis, dingin, edema, dapat juga tampak
tanda trauma 12
Pengkajian kritis
6. FULL OF VITAL SIGN
Pemeriksaan lengkap tanda-tanda vital:
RR : meningkat/napas cepat
Nadi : cepat/takikardia
TD : menurun
Suhu : menurun

7. HISTORY
Pasien dapat juga punya riwayat trauma (fraktur, aspirasi , tenggelam),
sepsis, karena transfusi darah, bedah jantung

13
Pemeriksaan penunjang
Laboratorium:
AGD: hipoksemia, hipokapnia (sekunder karena hiperventilasi), hiperkapnia (pada
emfisema atau keadaan lanjut), bisa terjadi alkalosis respiratorik pada proses awal
dan kemudian berkembang menjadi asidosis respiratorik.
Pada darah perifer bisa dijumpai gambaran leukositosis (pada sepsis), anemia,
trombositopenia (refleksi inflamasi sistemik dan kerusakan endotel)

Radiologi:
Pada awal proses, dari foto thoraks bisa ditemukan lapangan paru yang relatif jernih,
namun pada foto serial berikutnya tampak bayangan radio-opak yang difus atau
patchy bilateral dan diikuti pada foto serial berikutnya tampak gambaran confluent
tanpa gambaran kongesti atau pembesaran jantung. Dari CT scan tampak pola
heterogen, predominan limfosit pada area dorsal paru (foto supine)

14
“ Diagnosis, Luaran &
Intervensi Keperawatan

15
Diagnosis Keperawatan ARDS
3. Gangguan Ventilasi Spontan
1. Bersihan Jalan Napas Tidak Efektif • b/d gangguan metabolisme,
• b/d hipersekresi jalan napas, proses kelemahan/keletihan otot pernapasan
infeksi
4. Risiko Syok
2. Gangguan Pertukaran Gas • b/d hipoksia, sepsis, sindrom
• b/d perubahan membran respons inflamasi sistemik
alveolus-kapiler
5. Gangguan Sirkulasi Spontan
• b/d penurunan fungsi ventrikel
Sumber: 16
Standar Diagnosis Keperawatan
Luaran keperawatan ARDS
• Dalam 24 jam, Bersihan Jalan
Napas Meningkat
BERSIHAN
JALAN NAFAS • dengan kriteria: Batuk efektif
TIDAK EFEKTIF meningkat, sputum menurun,
frekuensi nafas membaik, pola
nafas membaik

• Dalam 2 – 4 jam, Pertukaran Gas


Meningkat
GANGGUAN
• dengan kriteria: RR 12-20
PERTUKARAN
kali/menit, SpO2 ≥90%, PaO2 >80
GAS mmHg, PaCO2 35-45 mmHg, pH
7.35-7.45, ronkhi menurun.
Sumber:
Standar luaran Keperawatan 17
Indonesia, 2019
Luaran keperawatan ARDS
• Dalam 24 – 48 jam, Ventilasi Spontan
GANGGUAN Meningkat
• dengan kriteria: Volum tidal meningkat,
VENTILASI dispnea menurun, PaO2 >80 mmHg, PaCO2
SPONTAN 35-45 mmHg, gelisah menurun

• Dalam 8 jam, Tingkat Syok Menurun


• dengan kriteria: Output urine >0,5 mL/kg/jam,
RISIKO SYOK akral hangat, pucat menurun, TDS >90
mmHg, MAP ≥65 mmHg

GANNGUAN • Dalam 30 menit, Sirkulasi Spontan Meningkat


• dengan kriteria: Tingkat kesadaran
SIRKULASI meningkat, HR 60-100 x/menit, TDS >90
SPONTAN mmHg, ETCO2 35-45 mmHg.

Sumber:
Standar luaran Keperawatan 18
Indonesia, 2019
Bersihan jalan nafas tidak Intervensi utama :
efektif manajemen jalan nafas

▪ Monitor pola napas (frekuensi, kedalaman, usaha napas) 🡪


mengidentifikasi terjadinya hipoksia melalui tanda peningkatan frekuensi,
kedalaman dan usaha napas
▪ Monitor sekret (jumlah, warna, bau, konsistensi) 🡪 Tanda infeksi berupa
secret tampak keruh dan berbau. Sekret kental dapat menyumbat jalan
nafas dan meningkatkan hipoksemia
▪ Monitor kemampuan batuk efektif 🡪 menilai kemampuan mengeluarkan
sekret dan mempertahankan jalan napas tetap paten
▪ Posisikan semi-Fowler/Fowler 🡪 meningkatkan ekskursi diafragma dan
ekspansi paru
▪ Lakukan penghisapan lendir kurang dari 15 detik 🡪mengeluarkan sekret
jika batuk tidak efektif
▪ Anjurkan asupan cairan 2000 ml/hari jika tidak kontraindikasi, untuk
meningkatkan aktivitas silia mengeluarkan sekret dan kondisi dehidrasi
dapat meningkatkan viskositas secret
▪ Ajarkan teknik batuk efektif 🡪 memfasilitasi pengeluaran sekret
Kolaborasi bronkodilator dan/atau mukolitik, jika perlu Sumber:
Standar Intervensi Keperawatan 19
Indonesia, 2018
GANGGUAN PERTUKARAN GAS Intervensi utama:
Therapi oksigen

▪ Monitor bunyi napas 🡪 menilai adanya wheezing akibat inflamasi dan penyempitan
jalan napas, dan/atau ronkhi basah akibat adanya penumpukan cairan di interstisial
atau alveolus paru.
▪ Monitor kecepatan aliran oksigen 🡪 memastikan ketepatan dosis pemberian oksigen
▪ Monitor integritas mukosa hidung akibat pemasangan oksigen 🡪 mengidentifikasi
terjadinya iritasi mukosa akibat aliran oksigen
▪ Monitor efektifitas terapi oksigen (mis. oksimetri, AGD) karena SpO2 ↓, PO2 ↓ &
PCO2 ↑ dapat terjadi akibat peningkatan sekresi paru dan keletihan respirasi
▪ Monitor rontgen dada 🡪 melihat adanya peningkatan densitas pada area paru yang
menunjukkan terjadinya pneumonia
▪ Bersihkan sekret pada mulut, hidung dan trakea, jika perlu untuk menghilangkan
obstruksi pada jalan napas dan meningkatkan ventilasi
▪ Berikan oksigen 🡪 mempertahankan oksigenasi adekuat. Dimulai 5 L/menit dengan
target SpO2 ≥90% pada pasien tidak hamil & ≥92-95% pada pasien hamil
▪ Gunakan perangkat oksigen yang sesuai seperti high flow nasal canulla (HFNC)
atau noninvasive mechanical ventilation (NIV) pada pasien ARDS atau efusi paru
luas
▪ Jelaskan tujuan dan prosedur pemberian oksigen 🡪 meningkatkan keterlibatan dan
kekooperatifan pasien terhadap terapi oksigen
▪ Kolaborasi penentuan dosis oksigen 🡪 memperjelas pemberian terapi oksigen
sesuaikondisi dan kebutuhan pasien Sumber:
Standar Intervensi Keperawatan
20
21
GANGGUAN VENTILASI INTERVENSI UTAMA:
SPONTAN DUKUNGAN VENTILASI

▪ Identifikasi adanya kelelahan otot bantu napas🡪 karena kelelahan otot


bantu napas dapat menurunkan kemampuan batuk efektif dan proteksi
jalan napas
▪ Monitor status respirasi dan oksigenasi (mis. RR dan kedalaman,
penggunaan otot bantu, bunyi napas tambahan, saturasi oksigen)
🡪menilai status oksigenasi
▪ Pertahankan kepatenan jalan napas 🡪 menjamin ventilasi adekuat
▪ Berikan posisi semi Fowler atau Fowler 🡪 meningkatkan ekskursi
diafragma dan ekspansi paru
▪ Berikan posisi pronasi (tengkurap) pada pasien sadar dengan
gangguan paru difus bilateral untuk mengoptimalkan perfusi pada
anterior paru yang biasanya gangguannya lebih minimal dibandingkan
posterior
▪ Gunakan bag-valve mask, jika perlu untuk memperbaiki ventilasi
dengan memberikan napas buatan pada pasien yang tidak mampu
napas spontan
▪ Kolaborasi tindakan intubasi dan ventilasi mekanik, jika perlu untuk
mempertahankan ventilasi dan oksigenasi adekuat serta mencegah Sumber: 22
Standar Intervensi Keperawatan
kondisi mengancam nyawa
23
Posisi prone akan membebaskan dinding dada agar
tidak terjadi penekanan, sehingga fisiologis
pernapasan akan jadi baik dan kardiovaskuler akan
stabil, dengan teknik ini pasien lebih banyak mendapat
oksigen dengan membuka bagian paru-paru yang tidak
terbuka sebelumnya. Oksigen lebih mudah mencapai
paru-paru pada posisi ini, sementara berbaring
terlentang menyebabkan berat tubuh menekan
Guerin, et.al.
beberapa bagian(2020) mengungkapkan
paru-paru (Ignativiciusbahwa pasien
& Workman,
ARDS yang melakukan posisi prone diikuti dengan
2016)
peningkatan gas darah arteri yang semakin membaik,
yang selaras dengan perbaikan ventilasi dan perfusi
pasien.
Munshi, et.al. 2017 pada penelitiannya menemukan
bahwa posisi prone dapat menurunkan angka
kematian pada pasien ARDS jika diaplikasikan kurang
lebih 6-12 jam perhari.

Sumber:
Munshi, L., Del Sorbo, L., Adhikari, N. K., Hodgson, C. L., Wunsch, H., Meade, M. O., ... & Fan, E. (2017). Prone
position for acute respiratory distress syndrome. A systematic review and meta-analysis. Annals of the American
Thoracic Society, 14(Supplement 4), S280-S288. 24
Guérin, C., Albert, R. K., Beitler, J., Gattinoni, L., Jaber, S., Marini, J. J., ... & Mancebo, J. (2020). Prone position in
INTERVENSI UTAMA :
RISIKO SYOK
PENCEGAHAN SYOK

▪ Monitor status kardiopulmonal (frekuensi dan kekuatan nadi, frekuensi


napas, TD, MAP) untuk mengidentifikasi penurunan volume sistemik
▪ Monitor status oksigenasi (oksimetri nadi, AGD) untuk mendeteksi
perubahan oksigenasi dan gangguan asam-basa
▪ Monitor status cairan (masukan dan haluaran, turgor kulit, CRT) untuk
mengetahui keadekuatan volume cairan sistemik dan kebutuhan cairan
▪ Monitor tingkat kesadaran untuk mendeteksi tanda awal hipoksia serebral
▪ Berikan oksigen untuk mempertahankan saturasi oksigen >90%
▪ Pasang jalur IV sebagai akses untuk mengoreksi atau mencegah defisit
cairan
▪ Pasang kateter urine, jika perlu untuk menilai perfusi ginjal dan produksi
urine
▪ Batasi resusitasi cairan terutama pada pasien edema paru karena
resusitasi agresif dapat memperburuk oksigenasi
▪ Kolaborasi pemberian kristaloid 30 mL/kg BB jika terjadi syok untuk
mengoptimalkan perfusi jaringan dan mengoreksi defisit cairan
▪ Kolaborasi pemberian antibiotik dalam waktu 1 jam jika sepsis dicurigai
infeksi
25
INTERVENSI
GANGUAN SIRKULASI SPONTAN UTAMA:
CODE MANAJEMEN
▪ Amankan lingkungan (pasang APD lengkap)
▪ Panggil bantuan jika pasien tidak sadar dan aktifkan code blue
▪ Pastikan nadi tidak teraba dan napas tidak adaLakukan resusitasi
jantung paru, jika perlu
▪ Pastikan jalan napas terbuka dan berikan bantuan napas, jika perlu
▪ Pasang monitor jantung
▪ Minimalkan interupsi pada saat kompresi dan defibrilasi
▪ Pasang akses vena, jika perlu
▪ Siapkan intubasi, jika perlu
▪ Akhiri tindakan jika ada tanda-tanda sirkulasi spontan (mis. nadi karotis
teraba, kesadaran pulih)
▪ Kolaborasi pemberian defibrilasi, jika perlu
▪ Kolaborasi pemberian epinefrin atau adrenalin, jika perlu
▪ Kolaborasi pemberian amiodaron, jika perlu
▪ Lakukan perawatan post cardiac arrest

Sumber: 26
Standar Intervensi Keperawatan
Evaluasi disusun menggunakan SOAP
(Wardani, 2013)

27
Referensi
The ARDS Definition Task Force (2012) Acute respiratory distress syndrome:
the Berlin definition. JAMA 307:2526–2533
Munshi L, Del Sorbo L, Adhikari NKJ, Hodgson CL, Wunsch H, Meade MO,
Uleryk E, Mancebo J, Pesenti A, Ranieri VM, Fan E. 2017. Prone Position for
Acute Respiratory Distress Syndrome. A Systematic Review and Meta-Analysis.
Ann Am Thorac Soc. S280-S288. doi: 10.1513/AnnalsATS.201704-343OT.
PMID: 29068269.

Prone position in ARDS patients: why, when, how and for whom Claude
Tim Pokja SDKI DPP PPNI. (2018). Standar Diagnosis Keperawatan
Guérin1,2,3 , Richard K. Albert4 , Jeremy Beitler5 , Luciano Gattinoni6 , Samir
Indonesia Definisi dan Indikator Diagnostik. Jakarta: Dewan Pengurus
Jaber7 , John J. Marini8
PPNI

Tim Pokja SDKI DPP PPNI. (2019). Standar Luaran Keperawatan


Indonesia Definisi dan Indikator Diagnostik. Jakarta: Dewan Pengurus
PPNI

Tim Pokja SDKI DPP PPNI. (2018). Standar Intervensi Keperawatan


Bakhtiar,
IndonesiaA., & Maranatha,
Definisi RA (2018).
dan Indikator Sindrom
Diagnostik. kesulitan
Jakarta: pernapasan
Dewan Pengurusakut. 28
Jurnal
PPNI Respirasi , 4 (2), 51-60.
Bellani, G., Laffey, J. G., Pham, T., Fan, E., Brochard, L., Esteban, A., ... &
ESICM Trials Group. (2016). Epidemiology, patterns of care, and mortality for
patients with acute respiratory distress syndrome in intensive care units in 50
countries. Jama, 315(8), 788-800
Guérin, C., Albert, R. K., Beitler, J., Gattinoni, L., Jaber, S., Marini, J. J., ... &
Mancebo, J. (2020). Prone position in ARDS patients: why, when, how and
for whom. Intensive care medicine, 46(12), 2385-2396
Hartanto, D. (2021). Sindrom Gangguan Pernafasan Akut: Patofisiologi dan
Manajemen. Cermin Dunia Kedokteran , 48 (5), 289-292.

Ignativicius, D. & Workman, M.L. 2016. Medical Surgical Nursing:


Patient-Centerd Collaborative Care. Missouri: Elsevier.

29
TERIMA KASIH

30

You might also like