You are on page 1of 12

Nama : Ilham Ramadhan

Nim : 202041052
Unit: 4
Jurusan : Ekonomi Syariah (Semester 2)

1.Agama dan Budaya

Agama adalah bentuk kepercayaan yang dimiliki oleh seseorang,


yang seseorang itu sangat meyakini bahwa totalitas kehidupan ini
adalah hasil dari kreasi Allah jalla jalaluh. Seseorang yang
beragama yakin benar, bahwa sumber dari segala sumber dalam
kehidupan karena adanya ke-Mahakuatan Allah ta’ala yang tidak
tertandingi oleh siapa pun dan apa pun.

Budaya adalah Cara Berpikir seseorang, agar dirinya dapat hidup di


dunia ini dengan: Sehat; Sejahtera; dan Bahagia (SSB). Sehingga
lahirlah banyak model kebudayaan yang intinya tetap sama, yakni
terdapatnya kualitas hidup manusia yang SSB.

Budaya identik dengan “Seni Berpikir”. Di mana orang yang


berbudaya benar-benar seseorang yang telah berhasil menjadikan
dirinya hidup enjoy. Kehidupan seseorang dikatakan enjoy apabila
telah mampu mengamalkan di kehidupan ini dengan memiliki
kualitas dan kuantitas “Seni Berpikir” dalam kehidupan sehari-hari.
Sebab, dari “Seni Berpikir” tersebut lahirlah Cara Berpikir. Dan,
dari Cara Berpikir itu seseorang atau umat manusia mempunyai pola
hidup dan tata perilaku yang sejalan dengan Cara Berpikir yang
dimiliki. Maka, kehidupan seseorang lebih dikarenakan akibat Cara
Berpikir yang dimilikinya. Termasuk baik dan buruk perilaku
seseorang juga dikarenakan Cara Berpikir yang dimilikinya. Dari
simpul-simpul Cara Berpikir itulah umat manusia menjadi
berbudaya dan berperadaban.

Posisi agama sangat berguna dalam mengendalikan nafsu umat


manusia, agar Cara Berpikir yang dimiliki tidak mengikuti hawa
nafsu. Tetapi mengarahkan dan memberikan motivasi kecerdasan
supaya umat manusia memiliki Cara Berpikir yang selaras dengan
wahyu Allah ta’ala. Sehingga semua yang dilakukan dan
diaktifitaskan oleh seorang manusia benar-benar melahirkan
kehidupan yang rahmatal lil alamin. Yakni, sebuah jaring kehidupan
umat manusia yang: Meng-Allah-kan Allah; Me-manusia-kan
Manusia; dan Meng-alam-kan Alam (Prinsip Trianggulasi, red).
Dengan kata lain, seorang yang beragama hendaknya melahirkan
budaya di kehidupan ini dengan kualitas dan kuantitas: “Seni” di
dalam Meng-Allah-kan Allah; “Seni” di dalam Me-manusia-kan
manusia; dan “Seni” di dalam Meng-alam-kan alam. Demikianlah
dinul Islam mengajarkan tata pola kehidupan seorang yang beriman
kepada Allah azza wa jalla dengan: Hablum minallah; Hablum
minan nas; wa Hablum minal alam.

“Seni” dalam pemahaman yang luas adalah manifestasi dari Cara


Berpikir seseorang. Tidak adanya “seni” dalam kehidupan
seseorang. Berarti pula lenyapnya Cara Berpikir seseorang dalam
kehidupannya. Maka, sudah seharusnya apabila seseorang itu
beragama, dia pasti “cerdas” lagi berbudaya. Dan, inilah dasar dari
lahirnya akhlak dan adab pada diri umat manusia.

Jadi, jelas sudah bahwa dekaden dan merosotnya akhlak dan adab
umat manusia, juga dikarenakan Cara Beragama yang tidak tepat.
Sehingga lahirlah Cara Berpikir yang melenceng jauh dari ketentuan
yang telah ditetapkan oleh Allah dan rasul-Nya. Sekarang saat yang
tepat untuk melakukan pembenahan konstruksi Cara Beragama
dengan menjadikan agama sebagai motivator kecerdasan. Sehingga
eksistensi agama lebih progresif. Dengan demikian lahirlah banyak
produk budaya yang menjadikan kehidupan umat manusia lebih SSB.

Agama diposisikan sebagai pusat budaya ( center of culture ). Dengan


demikian lahir produk budaya relijius yang membawa umat manusia
pada kehidupan lebih: berkah; baik; benar; dan penuh kasih sayang.
Itulah sosok manusia beragama. Manusia yang progresif karena
memiliki akhlak dan adab kasih sayang yang menjadikan dirinya
memiliki kearifan-kearifan. Yang mana dengan kearifan tersebut
kehidupannya lebih SSB .

Sebaliknya, jika agama tidak mampu melahirkan produk budaya.


Maka, agama menjadi kering dari sentuhan relijius. Akibatnya,
budaya berdiri sendiri dengan menafikan agama dari proses
perjalanannya. Ini sangat membahayakan sebab budaya tersebut
pasti melahirkan peradaban umat manusia yang anomali nilai.
Sehingga manusia menjadi terasing dengan dirinya sendiri. Manusia
menjadi lupa terhadap dirinya sendiri. Puncaknya umat manusia lupa
dari mengingat Allah ta’ala. Di mana manusia tenggelam dengan
kehendak hawa nafsunya. Manusia mencintai dunia dan segala
isinya. Di antara manusia hidup dengan saling berkhianat dan adu
domba. Maka, dunia berisi dengan manusia tamak dan para
pecintanya. Inilah awal dari kehidupan dunia yang rusak dan porak
poranda.

Ketika dunia menjadi rusak akibat polah tingkah umat manusia yang
mengikuti hawa nafsunya. Tidak ada cara untuk menetralisir kecuali
dengan memaksimalkan peran agama dan budaya dalam kehidupan
ini. Di sinilah pentingnya agama dan budaya. Yaitu, agama yang
melahirkan produk budaya yang berupa: Teologis; Humanis; dan
Ekologis (THE).

Artinya, agama menjadi dasar yang kokoh di dalam lahirnya


masyarakat yang: berbudaya tauhid (telogis); berbudaya saling
menyayangi (humanis); dan berbudaya melestarikan alam (ekologis).

Seharusnya semua itu dimiliki oleh masyarakat bangsa Indonesia.


Sebab, bangsa Indonesia adalah bangsa yang relijius. Bangsa yang
menjadikan agama sebagai dasar falsafah negara. Seperti termaktub
dalam Pancasila sila ke-1, dalam UUD 1945 pasal 29 ayat ke-1, juga
dalam Pembukaan UUD 1945. Bangsa yang masyarakatnya memiliki
kesadaran keagamaan dan keberagamaan yang melahirkan
kecerdasan budaya. Yang mana itu ditandai dengan terdapatnya
kebiasaan-kebiasaan bagus, boleh jadi hal itu merupakan kearifan-
kearifan lokal, yang menjadikan bangsa ini kaya dengan budi pekerti
dan tatakrama. Bangsa besar karena memiliki akhlak dan budaya
yang adi luhung dengan mengedepankan Prinsip Trianggulasi.

Sehingga sangat memalukan apabila bangsa Indonesia menjadi


bangsa koruptor, bangsa ruwet, bangsa yang alamnya rusak, bangsa
yang masyarakatnya lupa dengan dirinya. Maka, Indonesia memetik
multi krisis seperti sekarang ini.

Dengan kata lain, negera Indonesia gagal di dalam mengapresiasi


agama dan budaya yang dimiliki oleh masyarakatnya. Dan,
masyarakat bangsa ini juga gagal di dalam melakukan pribumisasi
agama dalam kehidupan sehari-hari. Sehingga lahir budaya-budaya
yang sangat jauh dari nilai-nilai THE. Maka, mayoritas bangsa
Indonesia yang penduduknya memeluk agama, di situ mayoritas pula
hidup dalam wilayah yang tidak SSB.

Di sinilah para pengabdi negara harus bertanggung jawab. Mereka


harus mampu mengoptimalkan eksistensi agama dan budaya menjadi
lebih strategis. Maksudnya, agama harus didesain mampu
melahirkan kecerdasan-kecerdasan yang dimiliki oleh manusia.
Kaum agamawan tidak lagi berada dalam menara gading.
Sebaliknya, mereka harus mampu memberikan  good services  dalam
kehidupan umat manusia. Ketinggian ilmu seseorang benar-benar
dintandai dengan sikap mental dan perilaku  good services . Mereka
terukur dengan biasaan baik yang berupa sejauhmana mereka
melakukan  good services .

2.Hubungan agama dan budaya


Agama dan budaya adalah dua hal yang berbeda tetapi tidak
mungkin dipisahkan. Keberadaan sebuah  agama akan sangat
dipengaruhi dan mempengaruhi pengamalan sebuah  agama yang
bersangkutan. Dan sebaliknya, sebuah  kebudayaan akan sangat
dipengaruhi oleh keyakinan dari masyarakat di
mana kebudayaan itu berkembang.

3.Kedudukan agama dan budaya


Masyarakat indonesia sebagian besar adalah masyarakat yang
beragama islam. Agama biasanya selalu dikaitkan dengan
kebudayaan. Padahal agama dan kebudayaan mempunyai tempatnya
sendiri sendiri. Masyarakat selalu keliru bagaimana menempatkan
posisi agama dan posisi budaya dalam suatu kehidupan masyarakat.
Walaupun agama dan kebudayaan merupakan suatu hal yang saling
berkaitan dan tidak bisa berdiri sendiri, dan keduanya saling
mempengaruhi satu sama lain.

 Agama sebagai pedoman hidup manusia yang diciptakan oleh


Tuhan, dalam menjalani hidupnya. Sedangkan kebudayaan adalah
sebagai kebiasaan tata cara hidup manusia yang diciptakan oleh
manusia itu sendiri dari hasil daya cipta, rasa dan karsanya yang
diberikan oleh Tuhan.

Sajak awal perkembangan agama-agama di Indonesia telah menerima


akomodasi budaya, contohnya agama islam, dimana islam sebagai
agama faktual banyak memberikan norma-norma atau aturan tentang
kehidupan dibandingkan dengan agama-agama lain. Jika dilihat dari
kaitan Islam dengan budaya, paling tidak ada dua hal yang perlu
diperjelas.  

Pertama, Islam sebagai konsespsi sosial budaya dan Islam sebagai


realitas budaya. Kedua, Islam sebagai konsepsi budaya ini oleh para
ahli sering disebut dengan great tradition (tradisibesar), sedangkan
Islam sebagai realitasbudaya disebut dengan little tradition
(tradisikecil) atau local tradition (tradisi local) atau juga Islamicate,
bidang-bidang yang "Islamik" yang dipengaruhi Islam. (Bauto,
2014)

Tradisi besar dalam islam itu seperti halnya sebuah syariat dalam
islam, dimana syariat itu adalah sebuah doktrin yang melekat pada
ajaran dasar pada agama islam. Sehingga, masyarakat mempunyai
pola pikir dan pola tindakan yang sesuai dengan syariat islam.

Tradisi kecil atau lokal tradisi dalam islam itu seperti adanya
wayang kulit, wayang merupakan sebuah tradisi lokal di jawa,
dimana wayang tersebut terdapat unsur islamnya untuk mengajarkan
dan menyebarkan budaya islam di jawa. Hal tersebut terjadi dengan
adanya proses akulturasi antara agama islam dan budaya di
indonesia.  Kemudian proses akulturasi ini melhirkan apa yang
dikenal dengan local genius, yaitu kemampuan menyerap sambil
mengadakan seleksi dan pengolahan aktif terhadap pengaruh
kebudayaan asing, sehingga dapat dicapai suatu ciptaan baru yang
unik, yang tidak terdapat di wilayah bangsa yang membawa
pengaruh budayanya.

Pada sisi lain local genius memiliki karakteristik antara lain:

 Mampu bertahan terhadap budaya luar


 Mempunyai kemampuan mengakomodasi unsur-unsur budaya luar
 Mempunyai kemampuan mengintegrasi unsur budaya luar ke dalam
budaya asli
 Memiliki kemampuan mengendalikan dan memberikan arah pada
perkembangan budaya selanjutnya.

Pada sisi lain, secara fisik akulturasi budaya yang bersifat material
dapat dilihat misalnya: bentuk masjid Agung Banten yang beratap
tumpang, berbatu tebal, bertiang saka dan sdan sebagainya benar-
benar menunjukkan ciri-ciri arsitektur lokal. Begitu pun dengan ciri
khas kebudayaan islan yang ada di jawa, semua mempunyai ciri khas
masing-masing untuk menonjolkan sebuah kebudayan islam di
adaerahnya. Akulturasi budaya islam dengan budaya lokal nusantara
yang terjadi di Jawa. Terdapat juga di daerah lain seperti Sumatra
Barat, Aceh, Makasar, Kalimantan, Sumatera Utara, dan daerah-
daerah lainya.

Hal yang sangat penting diperhatikan adalah perlu diperhatikan


bagaimana fungsi-fungsi agama dlam masyarakat, dalam perspektif
sosiologi hal ini sering disebut sebgai pendekatan fungsional
terhadap agama, perhatikan para pengkaji sosiologi dalam konteksi
ini adalah melihat bagaimana fungsi agama dalam masyarakat,
dengan memperhatikan kepada sumbangan yang diberikan agama,
atau lembaga-lembaga sosial keagamaan untuk mempertahankan
keutuhan masyarakat sebagai usaha-usaha yang aktif  dan berjalan
terus menerus. Dengan begitu perhatian sosioog adalah peranan
yang telah dimainkan oleh agama dalam rangka mempertahankan
kelangsungan hidup masyarakatmasyarakat tersebut. (Mawardi,
2016)

Oleh karena itu, dalam perspektif sosiologis, agama bukan hanya


dipandang sebagai sesuatu yang bersifat doktrinal-ideologis yang
bersifat abstrak, tetapi ia muncul dalam bentuk-bentuk material,
yakni dalam kehidupan sehari-hari. Dalam konteks inilah, agama
dipandang sebagai bagian dari kebudayaan.

4.Pengertian akulturasi asimilasi agama dan budaya

Asimilasi dan akulturasi memiliki perbedaan yang bisa dilihat dari


definisinya. Asimilasi merupakan peleburan dua kebudayaan atau
lebih sehingga menghasilkan kebudayaan baru. Sedangkan
akulturasi adalah percampuran kebudayaan tanpa menghilangkan
kebudayaan aslinya.

Maka bisa diartikan jika perbedaan utama antara asimilasi dan


akulturasi terletak pada hilang atau tidaknya kebudayaan asli di
kelompok masyarakat.

Asimilasi membentuk budaya yang sifatnya baru atau budaya aslinya


perlahan mulai luntur, dengan adanya budaya baru. Sedangkan
akulturasi mencampurkan kebudayaan tanpa menghilangkan ciri
khas budaya aslinya.

Baik asimilasi dan akulturasi tidak bisa dipandang negatif, karena


semuanya memiliki dampak tersendiri bagi masyarakat. Hal ini juga
bergantung pada bagaimana masyarakat bisa menerima proses
asimilasi dan akulturasi.

5.contoh bentuk akulturasi dan asimilasi budaya dan agama

Asimilasi Menurut Dedeh Maryani dan Ruth Roselin E. Nainggolan


dalam buku Pemberdayaan Masyarakat (2019), asimilasi merupakan
proses sosial yang muncul dari masyarakat dengan latar belakang
kebudayaan berbeda.
Proses terjadinya asimilasi ditandai dengan upaya mengurangi
perbedaan yang ada dimasyarakat maupun individunya. Contohnya
jika individu dengan latar belakang berbeda saling berkumpul dalam
satu kelompok, maka kebudayaannya akan melebur atau menyatu.

Contoh asimilasi:
- Perubahan gaya berpakaian Adanya perubahan gaya berpakaian
mengikuti tren k-pop atau negara Barat.
- Adanya musik dangdut Musik dangdut dihasilkan dari pengaruh
musik Melayu dengan musik India.
-Penggunaan baju koko di Indonesia Awalnya baju koko identik
dengan baju pria warga China, namun kini digunakan sebagai baju
Muslim untuk pria.
- Perayaan Halloween dan Valentine Dua perayaan ini bukanlah
kebudayaan asli Indonesia, tetapi cukup banyak masyarakat
Indonesia yang ikut merayakannya.
-Penggunaan Bahasa Inggris dalam bahasa gaul Anak muda
Indonesia tidak sedikit yang menggunakan Bahasa Inggris dalam
menjalin komunikasi. Padahal Bahasa Inggris bukanlah bahasa resmi
Indonesia. di email kamu.

Akulturasi adalah proses sosial yang muncul jika ada kelompok


masyarakat dengan latar belakang budaya tertentu dihadapkan pada
unsur kebudayaan asing. Secara perlahan, budaya asing diterima
oleh kelompok masyarakat tersebut, tanpa menghilangkan ciri khas
budaya masyarakat itu. Proses akulturasi di tiap lingkungan
masyarakat berbeda. Karena sangat bergantung pada karakteristik
masyarakatnya serta bagaimana mereka menyikapi kebudayaan asing
tersebut.
Contoh akulturasi:
- Rumah dengan gaya arsitektur China Kuno di daerah Rembang dan
Lasem, Jawa Tengah. -Akulturasi ini tidak menghilangkan fungsi
utama sebuah rumah sebagai tempat tinggal dan tempat berteduh.
-Kesenian Gambang Kromong Akulturasi kesenian ini memadukan
kebudayaan Indonesia dengan Tiongkok dalam pertunjukan musik.
Penggunaan alat musiknya pun berasal dari dua kebudayaan
tersebut.
- Masjid Menara Kudus Akulturasi ini tidak menghilangkan fungsi
utama masjid sebagai tempat peribadatan umat Islam.
- Masjid ini memadukan kebudayaan Islam dengan Hindu, yang
tercermin dalam gaya arsitektur bangunannya.
- Pertunjukan wayang yang menceritakan kisah Mahabharata
Akulturasi ini memadukan kebudayaan Jawa dengan kisah
Mahabharata yang merupakan sastra kuno dari India.
-Gereja Hati Kudus Yesus Pugeran, Yogyakarta Akulturasi ini tidak
menghilangkan fungsi utama gereja sebagai tempat peribadatan umat
Katolik. Gerja ini memadukan kebudayaan Jawa dengan Eropa, yang
terlihat dari gaya arsitektur bangunannya\
6.definisi pluralitas dan pluralisme agama dan budaya
Secara kesejarahan, pluralisme yang muncul pada abad 18, masa
pencerahan (enlightenment ) Eropa dengan berbagai alirannya
(humanisme secular, teologi global, sinkretisme dan hikmah abadi),
berawal dari konflik antara gereja dengan dunia luar gereja yang
kemudian memunculkan paham liberalisme. Sebuah respon dari
hubungan komunal yang tidak harmonis, etnisitas dan sektarian.
Pada satu sisi gerakan ini dapat dipandang positif karena dipandang
sebagai pembebasan dari “kungkungan” gereja, mengajarkan
toleransi, persamaan dan keragaman. Namun disisi lain di pandang
sebagai sebuah rongrongan baik dari kalangan agamawan Kristen,
apalagi Islam di masa berikutnya. Dari sekian sebabnya adalah
karena gerakan ini dianggap merongrong kebanggaan umat terhadap
agamanya, menjauhkan umat dari ritual-ritual suci, menjadikan
tempat ibadah menjadi sunyi dan terlalu rasionalis.

Gerakan apapun yang mengatasnamakan pro dan kontra atas paham


ini adalah bagian dari kesejarahan umat beragama di dunia, realitas
yang hadir dan dihadapi. Katakanlah ini bagian dari sunnatullah
yang dihadirkan dihadapan kehidupan beragama manusia. Adapun
pluralitas agama adalah sesuatu yang berbeda dengan pluralisme
agama namun tetap dalam bingkai yang sama, sama-sama sebagai
sunnatullah yang dihadirkan dalam kehidupan beragama manusia.

Dalam al-Qur’an banyak ayat membicarakan pluralitas (keragaman),


dari mulai tata surya, flora dan fauna, geografis bahkan manusia
dalam berbagai kehidupannya baik yang bersifat fisik maupun
nonfisik, jalan hidup, syari’ah, manhaj, agama maupun ideologi.
Rentetan ayat-ayat berikut menjadi bukti bahwa keragaman apapun
betuknya adalah sunatullah, termasuk pluralisme dan pluralitas
agama. Qs 67: 3 dan 5, 13: 3, 36: 36, 42: 11, 30: 22, 49: 13, 5: 48,
11: 118 dan masih banyak lainnya.

Namun satu hal yang perlu dipahami, apapun bentuk lahir dan batin
manusia Allah swt tetap memuliakannya sebagai anak keturunan
Adam.

G‫ي‬G‫ل‬G‫ ع‬G‫م‬G‫ه‬G‫ا‬G‫ن‬G‫ل‬GG‫ض‬G‫ ف‬G‫ و‬G‫ت‬G‫ا‬GG‫ب‬G‫ي‬G‫ط‬G‫ل‬G‫ ا‬G‫م‬G‫ه‬G‫ا‬GG‫ن‬G‫ق‬G‫ز‬G‫ ر‬G‫ و‬G‫ر‬GG‫ح‬G‫ب‬G‫ل‬G‫ ا‬G‫ و‬G‫ر‬G‫ب‬GG‫ل‬G‫ ا‬G‫ي‬G‫ ف‬G‫م‬G‫ه‬G‫ا‬G‫ن‬G‫ل‬G‫م‬G‫ ح‬G‫ و‬G‫م‬G‫د‬G‫ ا‬G‫ي‬G‫ن‬G‫ ب‬G‫ا‬G‫ن‬G‫م‬G‫ر‬G‫ ك‬G‫د‬G‫ق‬G‫ ل‬G‫و‬
G‫ال‬G‫ي‬G‫ض‬G‫ف‬G‫ ت‬G‫ا‬G‫ن‬G‫ق‬G‫ل‬G‫ خ‬G‫ن‬G‫م‬G‫ م‬G‫ر‬G‫ي‬G‫ث‬G‫ك‬

“Sungguh kami telah muliakan anak keturunan Adam  dan kami


angkut mereka di darat dan di lautan serta Kami berikan kepada
mereka rezeki yang baik-baik dan Kami sempurnakan mereka atas
makhluk ciptaan Kami yang lainnya dengan sesempurnanya.”  (17:
70).
7.bentuk prutalitas dan pluralisme agama dan budaya
Sepintas dua kata tersebut memiliki arti yang sama.  Pandangan
sepintas itu paling tidak berasumsi pada kesamaan bentukan kata
atau kata dasar,  plural. Jamak dalam bahasa Inggris berarti banyak
(jamak). Dalam beberapa kamus bahasa Inggris, paling tidak ada
tiga pengertian, pertama pengertian kegerejaan;  sebutan untuk orang
yang memegang lebih dari satu jabatan dalam struktur kegerejaan,
memegang dua jabatan atau lebih baik secara bersamaan baik
kegerejaan maupun non kegerejaan.  Kedua pengertian
filosofis; berarti sistem pemikiran yang mengakui adanya landasan
pemikiran yang mendasar lebih dari satu.  Ketiga, pengertian sosio-
politik;  suatu sistem yang mengakui koeksistensi Keragaman
kelompok baik yang bercorak ras, suku, aliran maupun partai tetap
menjunjung tinggi aspek-aspek perbedaan yang sangat khas diantara
kelompok-kelompok tersebut.

Namun ketika dua kata yang sama itu berubah menjadi pluralisme
atau pluralitas ditambah kata agama di belakangnya, seketika itu
pula keduanya memiliki makna yang berbeda, meski ada kesamaan
kata tetap memiliki makna yang tidak bisa dipersamakan dalam sisi
terminologinya.

Pluralisme agama adalah kondisi hidup bersama (koeksistensi) antar


agama (dalam arti yang luas) yang berbeda-beda dalam suatu
komunitas dengan tetap mempertahankan ciri-ciri spesifik atau
ajaran masing-masing agama (Anis Malik Thoha).  Sedangkan
pluralitas agama dilihat sebagai sebuah pengakuan atas keragaman
dan keberadaan agama-agama dengan tetap memegang prinsip dan
cara pandang terhadap satu agama yang lain dalam arti positif
(walau ada anggapan distorsi pada agama lain) dengan keyakinan
akan kebenarannya di atas agama yang lain menafikan pemaksaan
(konfersi) bagi penganut kepercayaan lain terutama menggunakan
kekerasan, baik secara struktural maupun kultural.

Klaim- klaim kebenaran  ( truth claim ) atas satu agama terhadap


agama lain adalah bagian yang melekat pada setiap agama dan
keyakinan.  Maka hal yang wajar bila hal itu menjadi bagian aqidah
yang harus dipegang teguh oleh pemeluknya dan menjadi bagian
motivator pelaksaanaan ritual-ritual dan kebanggaannya sebagai
orang yang percaya.

klaim-klaim tersebut memiliki landasan yang sah pada setiap kitab


suci masing-masing agama dan keyakinan.  Didalam Islam ada
diktum

“ sesungguhnya agama yang diridlai disisi Allah adalah Islam   (QS.


3:19),  “Barangsiapa mencari agama selain agama Islam, maka
sekali-kali tidak akan diterima (agama itu) dan dia di akhera
termasuk golongan yang merugi”   (QS. 3: 85).
Di Kristen,

“tidak ada keselamatan di luar Gereja (extra ecclesiam nulla salus)


tetap dipegang oleh Gereja Katolik hingga berlangsungnya Konsili
Vatikan II, di Protestan,

“tidak ada keselamatan di luar Kristen   ( tidak ada keselamatan di


luar kekristenan  ).
Dalam keyakinan, orang yang percaya atau tidak percaya yang
berada di luar lingkaran keyakinan mereka disebut '
bukan Yahudi  ' , yang kedudukannya tidak lebih tinggi dari hewan
atau kepercayaan sebagai bangsa pilihan Tuhan  ( the divine
selection/the selected people  ) . Dalam agama Hindu yang dikenal
istilah “ moksha ”, salah satu latar belakang, keselamatan dan
pencerahan yang merupakan tujuan dan cita-cita akhir, yaitu
menyatunya ruh dengan sang Brahma, tidak dengan yang
lain. Begitu juga dalam agama Budha, ada istilah  “nirwana”
(pencerahan spiritual)  yang tidak akan tercapai kecuali mengikuti
ajaran-ajaran Budha.

8.Islam Normatif dan Islam Historis

 Islam Normatif

Islam normatif adalah Islam pada dimensi yang skral atau suci.
Islam normatif adalah suatu pendekatan yang lebih menekankan
kepada aspek normatif dalam ajaran  Islam yang terdapat pada
Alquran dan Sunnah (Hadits). Islam normatif merupakan bentuk
tekstual Islam yaitu pada Alquran dan Sunnah (Hadits). Islam
memiliki beberapa kajian, diantaranya yaitu: Teologi (Ilmu yang
mengkaji tentang ketuhanan), Tafsir (penjelas atau pemaknaan),
Tasawuf (pendekatan diri kepada Tuhan), Filsafat (pemikiran), Fiqh
(tatana hukum). Pendeketan pada Islam  normatif yaitu suatu
pendekatan yang melihat agama dari segi ajarannya yang pokok dan
asli dari Tuhan yang di dalamnya belum terdapat penalaran atu
pemikiran manusia.

 Islam Historis
Islam historis adalah Islam yang sesungguhnya ada di kalangan
masyarakat. Islam historis muncul karena suatu pemahaman dari
setiap individu atau diri sendiri dalam masyarakat tentang kajian
Islam secara menyeluruh, inilah yang disebut sebagai pemikiran
Islam. Islam historis merupakan budaya yang dihasilkan setiap
berpikir manusia dalam interpretasi atau pemahamannya terhadap
teks, maka Islam saat ini bahkan menjadi sebuah budaya. Melalui
pendekatan historis seseorang diajak untuk memasuki keadaan yang
sebenarnya berkenaan dengan penerapan suatu peristiwa. Dari sini,
maka orang tidak akan memahami agama keluar dari konteks sejarah
atau historisnya, karena pemahaman itu akan menyesatkan orang
yang memahaminya. Islam historis inilah yang dianut oleh
Rasulullah SAW. Kajian Islam historis melahirkan beberapa tradisi
atau disiplin studi empiris, yaitu: Antropologi agama, Sosiologi
agama, dan Psikologi agama.

9.Hubungan antara Islam Normatif dan Historis.

Hubungan antara Islam normatif dan Islam historis dapat


membentuk sebuah hubungan dialektis dan ketegangan. Hubungan
dialektis terjadi jika terdapat dialog bolak-balik yang saling
menerangi antar teks dan konteks. Hubungan ktegangan akan terjadi
jika salah satu menganggap yang lain sebagai ancaman.

Menurut Ijtihad, Amin Abdullah, hubungan antara keduanya itu


ibarat sebuah koin sengan dua permukaan. Hubungan diantara
keduanya tidak dapat dipisahkan, tetapi secara tegas dan jelas dapat
dibedakan. Hubungan keduanya tidak berdiri sendiri-sendiri dan
berhadap-hadapan, tetapi keduanya terjalin dan terajut sedemikian
rupa sehingga keduanya menyatu dalm satu keutuhan yang kokoh
dan kompak.

Pengelompokan Islam Normatif dan Islam Historis

Islam normatif dan historis adalah dua hal yang menjadi satu
kesatuan di dalam ajaran agama Islam. Hal ini bertujuan untuk
mengetahui lebih detail lagi bidang-bidang yang terdapat didalam
ajaran agama Islam.

Menurut Nasr Hamid Abu Zaid, Pengelompokan Islam normatif dan


Islam historis dibagi menjadi 3 bagian, yaitu:

1. Wilayah teks asli Islam yang mencakup Alquran dan Hadis  


2. Pemikiran Islam atau penafsiran terhadap teks asli Islam yang
mencakup hukum fiqih, teologi, filsafat dan tasawuf
3. Praktik yang dilakukan umat Islam yang mencakup perbedaan
wilayah tentang cara-cara beribadah

Dalam memahami fenomena keberagaman manusia, makna terdalam


dan moralitas keagamaan harus tetap ada, maka secara otomatis ia
tidak bisa terhindar dari belenggu ruang dan waktu.

You might also like