You are on page 1of 11

TUGAS KULIAH

KIAT SUKSES BELAJAR DAN CARA MENINGKATKAN AKHLAK


SERTA FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENGAMALAN AKHLAK
Disusun guna memenuhi tugas mata kuliah Pendidikan Agama Islam Semester 1
Dosen Pengampu Drs. Maryadi, M.Ag.

Disusun oleh :
Zuhry Yudha Yuana Putra ( k5112081 )

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN LUAR BIASA


JURUSAN ILMU PENDIDIKAN
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA
2012
A. Cara Supaya Sukses Dalam Belajar
1. Memerlukan Kedisiplinan
QS. Al ‘ashr : 1-3
          
     
1. demi masa.
2. Sesungguhnya manusia itu benar-benar dalam kerugian,
3. kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal saleh dan nasehat
menasehati supaya mentaati kebenaran dan nasehat menasehati supaya menetapi
kesabaran.

2. Bersungguh-sungguh dalam kegiatan (Mujahadah).


QS. An Najm : 39-44
             
       
39. dan bahwasanya seorang manusia tiada memperoleh selain apa yang telah
diusahakannya,
40. dan bahwasanya usaha itu kelak akan diperlihat (kepadanya).
41. kemudian akan diberi Balasan kepadanya dengan Balasan yang paling sempurna,
42. dan bahwasanya kepada Tuhamulah kesudahan (segala sesuatu)

QS. Alam Nasyrah : 7


   
7. Maka apabila kamu telah selesai (dari sesuatu urusan), kerjakanlah dengan sungguh-
sungguh (urusan) yang lain.

3. Perlu ada motivasi berprestasi.


QS. Ali Imran : 139
         
139. janganlah kamu bersikap lemah, dan janganlah (pula) kamu bersedih hati, Padahal
kamulah orang-orang yang paling Tinggi (derajatnya), jika kamu orang-orang yang
beriman.

QS. Yusuf : 87
            
        
87. Hai anak-anakku, Pergilah kamu, Maka carilah berita tentang Yusuf dan saudaranya
dan jangan kamu berputus asa dari rahmat Allah. Sesungguhnya tiada berputus asa
dari rahmat Allah, melainkan kaum yang kafir".

QS. Alam Nasyrah : 1-8


            
             
       
1. Bukankah Kami telah melapangkan untukmu dadamu?,
2. dan Kami telah menghilangkan daripadamu bebanmu,
3. yang memberatkan punggungmu ?
4. dan Kami tinggikan bagimu sebutan (nama)mu,
5. karena Sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan,
6. Sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan.
7. Maka apabila kamu telah selesai (dari sesuatu urusan), kerjakanlah dengan sungguh-
sungguh (urusan) yang lain
8. dan hanya kepada Tuhanmulah hendaknya kamu berharap.

4. Berlomba-lomba dalam kebaikan.


QS. Al Baqarah : 148
          
           
148. dan bagi tiap-tiap umat ada kiblatnya (sendiri) yang ia menghadap kepadanya.
Maka berlomba-lombalah (dalam membuat) kebaikan. di mana saja kamu berada
pasti Allah akan mengumpulkan kamu sekalian (pada hari kiamat). Sesungguhnya
Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu.

5. Perlu Perencanaan
QS. Al Hasyr : 18
           
       
18. Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan hendaklah Setiap diri
memperhatikan apa yang telah diperbuatnya untuk hari esok (akhirat); dan
bertakwalah kepada Allah, Sesungguhnya Allah Maha mengetahui apa yang kamu
kerjakan.
6. Perlu mengoptimalkan pendengaran dan Akal.
QS Yunus : 100
             
 
100. dan tidak ada seorangpun akan beriman kecuali dengan izin Allah; dan Allah
menimpakan kemurkaan kepada orang-orang yang tidak mempergunakan akalnya.

Qs Qaaf : 37
             
37. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat peringatan bagi orang-
orang yang mempunyai akal atau yang menggunakan pendengarannya, sedang Dia
menyaksikannya.
7. Perlu mengadakan perubahan.
QS. Ar Ra’d : 11
              
            
          
11. bagi manusia ada malaikat-malaikat yang selalu mengikutinya bergiliran, di muka dan
di belakangnya, mereka menjaganya atas perintah Allah. Sesungguhnya Allah tidak
merobah Keadaan sesuatu kaum sehingga mereka merobah keadaan yang ada pada
diri mereka sendiri. dan apabila Allah menghendaki keburukan terhadap sesuatu
kaum, Maka tak ada yang dapat menolaknya; dan sekali-kali tak ada pelindung bagi
mereka selain Dia.

QS Al Anfal : 53
            
     
53. (siksaan) yang demikian itu adalah karena Sesungguhnya Allah sekali-kali tidak akan
meubah sesuatu nikmat yang telah dianugerahkan-Nya kepada suatu kaum, hingga
kaum itu meubah apa-apa yang ada pada diri mereka sendiri[621], dan Sesungguhnya
Allah Maha mendengar lagi Maha mengetahui.

B. Cara Meningkatkan Akhlak


1. Terhadap Allah
a. Taat terhadap perintah-perintah-Nya.
Hal pertama yang harus dilakukan seorang muslim dalam beretika kepada
Allah SWT, adalah dengan mentaati segala perintah-perintah-Nya. Sebab bagaimana
mungkin ia tidak mentaati-Nya, padahal Allah lah yang telah memberikan segala-
galanya pada dirinya. Allah berfirman (QS. 4 : 65):
            
      
“Maka demi Rab-mu, mereka pada hakekatnya tidak beriman hingga mereka
menjadikan kamu hakim dalam perkara yang mereka perselisihkan, kemdian mrekea
tidak merasa keberatan dalam hati mereka terhadap ptutusan yang kamu berikan, dan
mereka menerima dengan sepenuhnya.”
Karena taat kepada Allah merupakan konsekwensi keimanan seoran muslim
kepada Allah SWT. Tanpa adanya ketaatan, maka ini merupakan salah satu indikasi
tidak adanya keimanan. Dalam sebuah hadits, Rasulullah SAW juga menguatkan
makna ayat di atas dengan bersabda:

“Tidak beriman salah seorang diantara kalian, hingga hawa nafsunya (keinginannya)
mengikuti apa yang telah datang dariku (Al-Qur’an dan sunnah)." (HR. Abi Ashim al-
syaibani).

b. Memiliki rasa tanggung jawab atas amanah yang diembankan padanya.


Etika kedua yang harus dilakukan seorang muslim kepada Allah SWT, adalah
memiliki rasa tanggung jawab atas amanah yang diberikan padanya. Karena pada
hakekatnya, kehidupan inipun merupakan amanah dari Allah SWT. Oleh karenanya,
seorang mukmin senantiasa meyakini, apapun yang Allah berikan padanya, maka itu
merupakan amanah yang kelak akan dimintai pertanggung jawaban dari Allah. Dalam
sebuah hadits, Rasulullah SAW pernah bersabda:

Dari ibnu Umar ra, Rasulullah SAW bersabda, "Setiap kalian adalah pemimpin, dan
setiap kalian bertanggung jawab terhadap apa yang dipimpinnya. Seorang amir
(presiden/ imam/ ketua) atas manusia, merupakan pemimpin, dan ia bertanggung
jawab atas apa yang dipimpinnya. Seorang suami merupakan pemimpin bagi
keluarganya, dan ia bertanggung jawab atas apa yang dipimpinnya. Seorang wanita
juga merupakan pemimpin atas rumah keluarganya dan juga anak-anaknya, dan ia
bertanggung jawab atas apa yang dipimpinnya. Seorang hamba adalah pemimpin atas
harta tuannya, dan ia bertanggung jawab terhadap apa yang dipimpinnya. Dan setiap
kalian adalah pemimpin, dan bertanggung jawab atas apa yang dipimpinnya." (HR.
Muslim)

c. Ridha terhadap ketentuan Allah SWT.


Etika berikutnya yang harus dilakukan seorang muslim terhadap Allah SWT,
adalah ridha terhadap segala ketentuan yang telah Allah berikan pada dirinya. Seperti
ketika ia dilahirkan baik oleh keluarga yang berada maupun oleh keluarga yang tidak
mampu, bentuk fisik yang Allah berikan padanya, atau hal-hal lainnya. Karena pada
hakekatnya, sikap seorang muslim senantiasa yakin (baca; tsiqah) terhadap apapun
yang Allah berikan pada dirinya. Baik yang berupa kebaikan, atau berupa keburukan.
Dalam sebuah hadits Rasulullah SAW bersabda:

" sungguh mempesona perkara orang beriman. Karena segala urusannya adalah
dipandang baik bagi dirinya. Jika ia mendapatkan kebaikan, ia bersyukur, karena ia
tahu bahwa hal tersebut merupakan hal terbaik bagi dirinya. Dan jika ia tertimpa
musibah, ia bersabar, karena ia tahu bahwa hal tersebut merupakan hal terbaik bagi
dirinya." (HR. Bukhari)

Apalagi terkadang sebagai seorang manusia, pengetahuan atau pandangan kita


terhadap sesuatu sangat terbatas. Sehingga bisa jadi, sesuatu yang kita anggap baik
justru buruk, sementara sesuatu yang dipandang buruk ternyata malah memiliki
kebaikan bagi diri kita.

d. Senantiasa bertaubat kepada-Nya.


Sebagai seorang manusia biasa, kita juga tidak akan pernah luput dari sifat lalai dan
lupa. Karena hal ini memang merupakan tabiat manusia. Oleh karena itulah, etika kita
kepada Allah, manakala sedang terjerumus dalam ‘kelupaan’ sehingga berbuat
kemaksiatan kepada-Nya adalah dengan segera bertaubat kepada Allah SWT. Dalam
Al-Qur’an Allah berfirman (QS. 3 : 135) :
        
          
   
"Dan juga orang-orang yang apabila mengerjakan perbuatan keji atau menganiaya
diri mereka sendiri, mereka ingat akan Allah, lalu memohon ampun terhadap dosa-
dosa mereka. Dan siapakah yang dapat mengampuni dosa selain Allah? dan mereka
tidak meneruskan perbuatan kejinya itu sedang mereka mengetahui."

e. Obsesinya adalah keridhaan ilahi.


Seseorang yang benar-benar beriman kepada Allah SWT, akan memiliki obsesi dan
orientasi dalam segala aktivitasnya, hanya kepada Allah SWT. Dia tidak beramal dan
beraktivitas untuk mencari keridhaan atau pujian atau apapun dari manusia. Bahkan
terkadang, untuk mencapai keridhaan Allah tersebut, ‘terpakasa’ harus mendapatkan
‘ketidaksukaan’ dari para manusia lainnya. Dalam sebuah hadits Rasulullah SAW
pernah menggambarkan kepada kita:

"Barang siapa yang mencari keridhaan Allah dengan ‘adanya’ kemurkaan manusia,
maka Allah akan memberikan keridhaan manusia juga. Dan barang siapa yang
mencari keridhaan manusia dengan cara kemurkaan Allah, maka Allah akan
mewakilkan kebencian-Nya pada manusia." (HR. Tirmidzi, Al-Qadha’I dan ibnu
Asakir).

Dan hal seperti ini sekaligus merupakan bukti keimanan yang terdapat dalam dirinya.
Karena orang yang tidak memiliki kesungguhan iman, otientasi yang dicarinya
tentulah hanya keridhaan manusia. Ia tidak akan perduli, apakah Allah menyukai
tindakannya atau tidak. Yang penting ia dipuji oleh oran lain.

f. Merealisasikan ibadah kepada-Nya.


Etika atau akhlak berikutnya yang harus dilakukan seorang muslim terhadap Allah
SWT adalah merealisasikan segala ibadah kepada Allah SWT. Baik ibadah yang
bersifat mahdhah, ataupun ibadah yang ghairu mahdhah. Karena pada hakekatnya,
seluruh aktiivitas sehari-hari adalah ibadah kepada Allah SWT. Dalam Al-Qur’an
Allah berberfirman (QS. 51 : 56):
      
“Dan tidaklah Aku menciptakan jin dan manusia, melainkan supaya mereka
beribadah kepada-Ku.”

Oleh karenanya, segala aktivitas, gerak gerik, kehidupan sosial dan lain sebagainya
merupakan ibadah yang dilakukan seorang muslim terhadap Allah. Sehingga ibadah
tidak hanya yang memiliki skup mahdhah saja, seperti shalat, puasa haji dan
sebagainya. Perealisasian ibadah yang paling penting untuk dilakukan pada saat ini
adalah beraktivitas dalam rangkaian tujuan untuk dapat menerakpak hukum Allah di
muka bumi ini. Sehingga Islam menjadi pedoman hidup yang direalisasikan oleh
masyarakat Islam pada khususnya dan juga oleh masyarakat dunia pada umumnya.

g. Banyak membaca al-Qur’an.


Etika dan akhlak berikutnya yang harus dilakukan seorang muslim terhadap Allah
adalah dengan memperbanyak membaca dan mentadaburi ayat-ayat, yang merupakan
firman-firman-Nya. Seseeorang yang mencintai sesuatu, tentulah ia akan banyak dan
sering menyebutnya. Demikian juga dengan mukmin, yang mencintai Allah SWT,
tentulah ia akan selalu menyebut-nyebut Asma-Nya dan juga senantiasa akan
membaca firman-firman-Nya. Apalagi menakala kita mengetahui keutamaan
membaca Al-Qur’an yang dmikian besxarnya. Dalam sebuah hadits, Rasulullah SAW
mengatakan kepada kita:

"Bacalah Al-Qur’an, karena sesungguhnya Al-Qur’an itu dapat memberikan syafaat


di hari kiamat kepada para pembacanya." (HR. Muslim)

Adapun bagi mereka-mereka yang belum bisa atau belum lancar dalam membacanya,
maka hendaknya ia senantiasa mempelajarinya hingga dapat membacanya dengan
baik. Kalaupun seseorang harus terbata-bata dalam membaca Al-Qur’an tersebut,
maka Allah pun akan memberikan pahala dua kali lipat bagi dirinya. Dalam hadits
lain, Rasulullah SAW bersabda:

"Orang (mu’min) yang membaca Al-Qur’an dan ia lancar dalam membacanya, maka
ia akan bersama para malaikat yang mulia lagi suci. Adapun orang mu’min yang
membaca Al-Qur’an, sedang ia terbata-bata dalam membacanya, lagi berat (dalam
mengucapkan huruf-hurufnya), ia akan mendapatkan pahala dua kali lipat." (HR.
Bukhori Muslim)

2. Terhadap Sesama
a. Akhlak Kepada Kedua Orang Tua
- Al Israa’ : 23-24
          
          
          
       
Artinya: “Dan Tuhanmu menetapkan bahwa janganlah kamu menyembah melainkan
kepadaNya, dan berbuat baiklah kepada ibu bapak. Jika sampai salah seorang
mereka itu atau keduanya telah tua dalam pemeliharaanmu (berusia lanjut), maka
janganlah engkau katakan kepada keduanya “ah”, dan janganlah engkau bentak
keduanya, dan berkatalah kepada keduanya perkataan yang mulia.” (23) “Dan
rendahkanlah dirimu terhadap keduanya dengan penuh kasih sayang, dan
ucapkanlah, “Hai Tuhanku, kasihanilah keduanya, sebagaimana mereka telah
memeliharaku waktu kecil”. (24)
Uraian: Sebagai makhluk yang diciptakan oleh Allah, kita diharuskan untuk
menyembah hanya kepadaNya. Kita dilarang berbuat yang tidak baik kepada orang
tua, bahkan untuk berkata “ah” saja kita dilarang. Saat orang tua kita sudah berusia
lanjut, mereka membutuhkan kita (sebagai anak) untuk merawat mereka dengan
penuh kasih sayang seperti mereka saat merawat kita dari kecil hingga sekarang.
Diwajibkan bagi kita untuk berdoa kepada Allah SWT dan meminta kepadaNya
untuk kebahagian mereka di dunia maupun di akhirat.

- Al Ahqaaf : 15
        
           
          
           
     
Artinya: “Dan Kami telah perintahkan manusia untuk berbuat baik kepada ibu-
bapaknya. Ibunya telah mengandungnya dengan kepayahan dan melahirkannya
dengan kepayahan (pula). Dia mengandungnya sampai masa menyapihnya tiga
puluh bulan, sehingga apabila anak itu mencapai dewasa dan mencapai usia empat
puluh tahun, dia berkata, “Ya Tuhanku, berilah aku petunjuk supaya aku mensyukuri
nikmatMu yang Engkau anugerahkan kepadaku dan kepada ibu bapakku dan supaya
aku dapat mengerjakan amal saleh yang Engkau meridhainya, dan berilah kebaikan
kepadaku (juga) pada keturunanku. Sesungguhnya aku taubat kepada-Mu dan
sesungguhnya aku termasuk orang-orang yang berserah diri (muslim)”.
Uraian: Ayat ini menyuruh kita untuk berbuat baik kepada orang tua, karena suatu
hari nanti kita pun akan menjadi orang tua yang mana akan memiliki keturunan,
maka hendaknya kita bertaubat dan mensyukuri atas apa yang dianugerahkan Allah
SWT pada kita dan selalu mengerjakan amal sholeh seperti yang telah di perintahkan
Allah SWT. Serta tak lupa juga kita berdoa kepada-Nya, agar kita dan keturunan-
keturunan kita selalu diberi kebaikan oleh Allah.

b. Akhlak Kepada Sesama Manusia


- Adh Dhuhaa : 9-11
           
  
Artinya: “Maka ada pun terhadap anak yatim, maka janganlah engkau hinakan.” (9)
“Dan terhadap orang yang minta (bertanya) maka janganlah engkau hardik.” (10)
“Dan dapun nikmat Tuhanmu, maka beritakanlah.” (11)
Uraian: Kita sebagai sesama manusia janganlah saling menghina dan mengolok-olok
karena kita semua adalah ciptaan Allah SWT dan bila kita mendapat suatu nikmat
dari Allah, hendaknya kita berbagi kepada yang lain.

- Al Balad : 12-16
            
          
Artinya: “Dan tahukah engkau apa jalan yang mendaki itu?” (12) “Melepaskan
perbudakan.” (13) “atau memberi makan pada hari kelaparan” (14) “terhadap anak
yatim yang sekerabat” (15) “atau orang miskin yang kepayahan.” (16)
Uraikan: Maksud dari ayat tersebut menjelaskan bahwa jalan mendaki adalah jalan
yang merajuk pada perbuatan yang baik atau terpuji, atau dijalan yang baik dijalan
Allah. Perbuatan konsep “mendaki” dalam ayat ini membebaskan perbudakan
(hamba sahaya), memberi makan pada hari kelaparan (dimana seseorang atau suatu
kaum tengah kekurangan dalam segi pangan dalam waktu yang singkat atau
panjang), terhadap anak yatim yang sekerabat (mengasuh/memelihara anak yatim
dan tidak menghardiknya, serta merawat mereka dengan penuh keikhlasan didasari
pada ridha illahi), atau orang miskin yang kepayahan (memberi bantuan pada orang
yang tidak mampu dalam segi finansial). Bisa ditarik kesimpulan mendaki disini
adalah sesuatu yang membantu dalam jalur kebaikan yang merangkul orang-orang
yang dalam belenggu kesusahan.

- Al Insaan : 8-11
        
            
         
   
Artinya: “Mereka (di dunia) memberi makan yang dikasihinya kepada orang miskin,
anak yatim, dan orang-orang tawanan.” (8) “(Mereka berkata), “Hanyasanya kami
memberi makan kepada kamu karena mengharap keridhaan Allah, kami tidak
menghendaki balasan dan tidak (pula) terima kasih dari kamu.” (9) “Sesungguhnya
kami takut kepada Tuhan kami pada hari yang sangat bermasam muka.”” (10)
“Maka Allah melindungi mereka (orang-orang mukmin) dari kesusahan di hari itu
dan memberikan kepada mereka kesegaran dan kegembiraan.” (11)
Uraian: Dalam ayat ini telah dijelaskan bahwa dalam memberikan pertolongan
terhadap orang dalam kesulitan harus didasari ridha Allah SWT dan tidak
menharapkan balasan orang lain atau ria terhadap apa yang telah kita perbuat hanya
untuk menarik simpati khalayak. Kita harus takut akan Allah memberikan
balasannya dihari akhir bagi orang-orang yang ria terhadap perbuatannya.
Sesungguhnya Allah akan memberikan suatu kemudahan bagi orang-orang mukmin
dijalan kebaikan.

c. Akhlak Bertetangga
- An Nisaa’ : 36-37
          
      
         
           
         
  
Artinya: “Dan sembahlah Allah dan janganlah kamu mempersekutukan-Nya dengan
sesuatu pun, dan berbuat baiklah untuk ibu bapak, kerabat, anak-anak yatim, orang-
orang miskin, tetangga yang dekat dan tetangga yang jauh, teman sejawat, orang-
orang yang sedang dalam perjalanan dan budak-budak kamu. Sesungguhnya Allah
tidak suka kepada orang-orang yang sombong lagi membangga-banggakan diri.”
(36) “(yaitu) orang-orang yang kikir dan menyuruh orang lain berlaku kikir, dan
menyembunyikan apa yang diberikan Allah kepadanya dari karunia-Nya. Dan kami
menyediakan bagi orang-orang kafir azab yang menghinakan.” (37)
Uraikan: Kita dilarang mempersekutukan Allah terhadap apapun, Tuhan hanya satu
yaitu Allah. Sebagai makhluk sosial yang diciptakan Allah, hendaknya kita menjalin
tali silahturahmi dengan baik kepada keluarga, teman, anak-anak yatim, orang-orang
miskin, tetangga, musafir dan budak-budak. Saat bersosialisasi itu kita tidak boleh
ria terhadap mereka karena apa yang kita dapat semua itu dari datangnya dari Allah
SWT dan Allah telah menyiapkan azab bagi orang-orang kafir yang mempunyai
kelakuan bertolak belakang dengan itu.

C. Faktor Yang Mempengaruhi Pengamalan Akhlak


Ada dua faktor yang mempengaruhi akhlak manusia, yaitu faktor intern dan faktor
ekstern. Menurut Shailun A. Nashir (1992:42) faktor intern yang mempengaruhi akhlak
terdiri atas instink, akal dan nafsu.
Sedangkan menurut Rahmat Djatnika (1992:72) faktor dari dalam diri manusia itu
adalah instink dan akalnya, adat, kepercayaan, keinginan-keinginan, hawa nafsu (passion)
dan hati nurani atau wijdan. Selain itu, faktor intern yang dapat mempengaruhi akhlak juga
terdapat dalam diri individu yang bersangkutan, seperti malas, tidak mau bekerja, adanya
cacat fisik, cacat psikis dan lainnya.
Adapun faktor yang berasal dari luar dirinya secara langsung atau tidak langsung,
disadari atau tidak, semua yang sampai kepadanya merupakan unsur-unsur yang membentuk
akhlak. Faktor-faktor tersebut adalah:
1. Keturunan.
2. Lingkungan.
3. Rumah tangga.
4. Sekolah.
5. Pergaulan kawan, persahabatan.
6. Penguasa, pemimpin (Rahmat Djatnika, 1992:73)
Lingkungan merupakan salah satu faktor dari luar yang besar pengaruhnya tehadap
tingkah laku seseorang. Lingkungan ini bisa berupa lingkungan keluarga, masyarakat,
pendidikan, juga lingkungan alam. Dalam hal ini, Hamzah Ya’qub (1996:71) membagi
lingkungan atas dua bagian, yaitu:
1. Lingkungan Alam yang Bersifat Kebendaan
Lingkungan alam yang besifat kebendaan merupakan faktor yang mempengaruhi
dan menentukan tingkah laku manusia. Lingkungan alam ini dapat mematahkan dan
mematangkan pertumbuhan bakat seseorang, namun jika kondisi alamnya jelek akan
menjadi perintang dalam mematangkan bakat seseorang. Oleh karena itu, kondisi alam
ini ikut mencetak manusia-manusia yang dipangkunya. Misalnya, orang yang hidupnya
di pantai akan berbeda kehidupan dan perilakunya dengan orang yang hidup di
pegunungan.
2. Lingkungan pergaulan yang bersifat rohaniah
Lingkungan pergaulan sesama manusia sangat mempengaruhi terjadinya
perbuatan manusia, karena antara manusia yang satu dengan manusia yang lainnya saling
mempengaruhi dalam pikiran sifat, dan tingkah laku. Lingkungan pergaulan ini dapat
dibagi kepada beberapa kategori:
a. Lingkungan dalam rumah tangga
b. Lingkungan sekolah
c. Lingkungan pekerjaan
d. Lingkungan organisasi atau jamaah
e. Lingkungan yang bersifat umum dan bebas, misalnya seseorang yang bergaul dengan
pecandu obat bius, maka diapun akan menjadi pecandu obat bius juga. Sebaliknya,
jika remaja itu bergaul dengan sesama remaja dalam bidang-bidang kebajikan,
niscaya pikirannya, sifatnya dan tingkah lakunya akan terbawa kepada kebaikan.
Dengan demikian, dapat diketahui bahwa akhlak yang menghiasi seseorang tidak
terlepas dari pengaruh yang terdapat dalam dirinya, berupa potensi-potensi yang dibawanya
sejak lahir, dan pengaruh yang datang dari luar, yaitu berupa lingkungan dan pendidikan yang
diterimanya.

You might also like